Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

HASIL
Dalam penelitian ini digunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Wistar
(Rattus norvegicus), umur 3 bulan, berat 150-250 gram, dan sehat sebagai
sampel, yang terbagi menjadi 5 kelompok masing-masing berjumlah 5 ekor, yaitu
kelompok kontrol positif (salep sanoskin@) 9 hari, kelompok perlakuan 1(salep
ekstrak daun karamunting 2.5%) 9 hari, kelompok perlakuan 2 (salep ekstrak
daun karamunting 5%) 9 hari, kelompok perlakuan 3 (salep ekstrak daun
karamunting 10%) 9 hari, dan kelompok kontrol negatif (salep plasebo) 9 hari.
Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data,
uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

4.1.1

Hasil Pengambilan Sampel, Determinasi dan Pengolahan Tanaman

Karamunting
4.1.1.1
Pengambilan Sampel dan Determinasi
Sejumlah sampel tanaman yang diyakini spesies Rhodomyrtus
tomentosa dideterminasi di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tanjungpura dan
diperoleh hasil dengan spesies Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk
dengan nama daerah karamunting (lampiran 2). Sampel diperoleh dari
Cagar Alam Mandor Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Kalimantan
Barat. Bagian tumbuhan karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton)
Hassk.) yang digunakan sebagai sampel adalah daun. Daun karamunting
dipanen pada pagi hari, saat fotosintesis berlangsung maksimal pada pukul
08.00-11.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Jumlah daun karamunting
yang terkumpul setelah disortasi basah yaitu sebanyak 2,1 kg.
4.1.1.2

Pengolahan Sampel
Daun karamunting yang telah dikumpulkan dibersihkan dari kotoran-

kotoran yang melekat pada daun dengan air bersih, ditiriskan, dan
dipotong-potong kecil untuk mempercepat pengeringan. Pengeringan daun
60

61

pada penelitian ini dilakukan dengan menjemur bahan baku secara tidak
langsung di bawah sinar matahari sampai kering. Selama proses
pengeringan, daun ditutup dengan kain untuk mencegah terkena debu.
Pengeringan dilakukan pada suhu kamar. Sampel yang telah kering
dihaluskan dengan blender dan ditimbang sebagai simplisia sebesar 1,15
kg, kemudian simplisia yang sudah halus dimasukan di wadah kering dan
tertutup.
4.1.2

Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Karamunting


Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Teknologi Kayu Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura. Simplisia kering daun karamunting
yang telah dihaluskan, diekstraksi dengan metode maserasi. Sebanyak 250
gram simplisia dimasukkan ke dalam masing-masing bejana maserasi dan
direndam dengan pelarut etanol 70%. Selama proses maserasi botol
dikocok selama 24 jam menggunakan shaker. Kemudian hasil maserasi
disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke dalam botol.
Penyaringan ampas dilakukan sebanyak 5 kali setiap 24 jam dalam suhu
ruangan dengan maserat terakhir yang dihasilkan juga tak kunjung bening.
Maserat yang diperoleh adalah 5 liter. Sebanyak 5 liter dari volume
tersebut selanjutnya dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator
pada suhu 60C dan 125 rpm, ekstrak yang diperoleh dipindahkan ke
dalam gelas beker dan dilanjutkan dengan pengentalan dalam waterbath
pada suhu 400C hingga didapatkan ekstrak kental sebanyak 50 gram. Jadi
ekstrak yang didapat dari 2,1 kg daun karamunting adalah 50 gram ekstrak
kental. Jika dikonversikan ke jumlah daun yang digunakan, 1 gram daun
karamunting setara dengan 12 lembar daun basah yang nantinya akan
menghasilkan 23 mg ekstrak kental daun karamunting.

4.1.3

Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Karamunting


Hasil skrining fitokimia pada ekstrak etanol 70% daun karamunting
dapat dilihat melalui tabel 4.1 di bawah ini (lihat pula lampiran 5).
Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Karamunting (Data Primer, 2015)

62

No.

Uji

Pereaksi

1.

Steroid dan
Triterpenoid

2.

Flavonoid

3.

Tanin

4.

Alkaloid

5.
6.

Saponin
Glikosida

7.

Fenol

n-heksan +
CH3COO +
H2SO4
pekat
Mg + HCl
pekat
Gelatin 1%
+ NaCl 1%
Mayer
Wagner
Dragendroff
Aquadest
Molisch +
H2SO4
pekat
FeCl 1%

Tabung
I II III
+ +
+

+ +

+ +

+ +
+ +

+
+

+ +

Keterangan
Terbentuk cincin hijau

Terjadi perubahan menjadi warna


jingga
Terdapat Endapan putih
Tidak terbentuk endapan putih
Tidak terdapat endapan coklat
Tidak terdapat endapan merah bata
Busa bertahan >10 menit (stabil)
Terbentuk cincin ungu

Terjadi perubahan menjadi warna


hijau

4.1.4 Hasil Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun Karamunting


4.1.4.1
Formulasi Salep
Salep diformulasi sesuai dengan bahan yang direncanakan. Setiap
formula salep dibuat sebanyak 100 gram dan dipisahkan ke dalam pot
salep yang berbeda. Secara umum, karakterisitik fisik formulasi salep pada
tabel 4.3 bertahan secara stabil hingga hari ke-10 perlakuan. Komposisi
bahan dan hasil pemeriksaan organoleptik salep dapat dilihat pada tabel
4.2 dan 4.3 berikut ini.
Tabel 4.2. Formulasi salep ekstrak daun karamunting (Data Primer, 2015)

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama Bahan
Ekstrak daun karamunting
Metil paraben
Propil paraben
BHT
Cera Alba
Vaselin putih
Salep Sanoskin
Berat salep total

F0 (g)
0.15
0.02
0.01
4.75
90.07
95

Keterangan:
F0 : Formula salep plasebo tanpa bahan aktif

F(+)(g)
100
100

F1(g)
2.5
0.15
0.02
0.01
4.75
90.07
96,5

F2(g)
5
0.15
0.02
0.01
4.75
90.07
100

F3(g)
10
0.15
0.02
0.01
4.75
90.07
101,5

63

F(+)
F1
F2
F3

: Formula salep komersil


: Formula 1(salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 2.5 %)
: Formula 2 (salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 5 %)
: Formula 3 (salep dengan kombinasi bahan aktif ekstrak daun karamunting 10 %)

Tabel 4.3.Hasil uji organoleptis formula salep (Data Primer, 2015)

No.
1.
2.

Pemerian
Bentuk
sediaan
Warna

3.

Bau

4.

Homogenitas

F1
Setengah
padat
Kecoklatan
muda
Bau khas
daun
karamunting
Homogen

F2
Setengah
padat
Kecoklatan
Bau khas
daun
karamunting
Homogen

F3
Setengah
padat
Kecoklatan
Tua
Bau khas
daun
karamunting
Homogen

F0
Setengah
padat
Putih
Bau khas
vaselin
Homogen

Keterangan:
F0 : Formula salep plasebo tanpa bahan aktif
F(+) : Formula salep komersil
F1 : Formula 1 (salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 2.5 %)
F2 : Formula 2 (salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 5 %)
F3 : Formula 3 (salep dengan kombinasi bahan aktif ekstrak daun karamunting 10 %)

4.1.4.2

Perlukaan dan Pengambilan Jaringan Luka


Sebelum dilukai, hewan uji dimandikan dengan sabun yang

mengandung antiseptik dan dilanjutkan dengan pencukuran rambut hewan


uji menggunakan krim perontok rambut komersil veet. Kemudian dilukai
dengan cara menginsisi kulit tikus dibagian punggung sepanjang 2 cm
dengan kedalaman 0,2 cm sejajar os. Vertebrae, berjarak 5 cm dari telinga.
Luka segar memiliki karakteristik basah dan terlihat lapisan subkutan serta
ditemukan sedikit perdarahan (lihat lampiran 7).
Pengambilan jaringan kulit yang akan diamati dilakukan pada hari
ke-10 perlakuan. Pengambilan jaringan dilakukan dengan melakukan
eksisi yang lebih luas dari luka. Jaringan yang diangkat selanjutnya
dimasukkan ke dalam larutan buffer formalin selama 24 jam setelah
pengambilan. Jaringan kulit diwarnai menggunakan pengecatan HE di
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Dokter Soedarso Pontianak (lampiran 8).

64

4.1.4.3

Hasil Efek Formulasi Salep Ekstrak Daun Karamunting

terhadap Jaringan Luka


Salep diberikan secara topikal pada luka punggung hewan uji
sebanyak 2 kali sehari pagi hari dimulai pada pukul 07.00WIB dan sore
hari pukul 17.00. Pemberian salep dilakukan dengan cara pengolesan
formula salep menggunakan cutton bud hingga dapat menutupi semua
bidang luka punggung hewan uji dan ditutup menggunakan kasa steril.
1. Gambaran Makroskopis Luka Kulit Hewan Uji
Secara makroskopis hari ke-10 perlakuan, luka pada kelompok
kontrol negatif tampak sudah menutup, sedangkan luka kontrol positif
dan kelompok perlakuan sudah tampak menutup dengan ukuran luka
yang lebih kecil dibandingkan luka kontrol negatif bahkan hampir
tidak meninggalkan bekas luka. Perbandingan luka dapat dilihat pada
gambar 4.1 berikut ini.

65

Gambar 4.1. Gambaran makroskopis luka tikus pada semua kelompok Hari ke-10. Kelompok
kontrol negatif (a) yang mendapatkan pelakuan salep plasebo topikal menunjukkan gambaran yang
masih tampak adanya bekas luka namun tidak terdapat berkas darah segar (
). Kelompok kontrol
positif (b) yang mendapatkan pelakuan salep sanoskin topikal menunjukkan gambaran yang masih
tampak adanya bekas luka (
). Kelompok perlakuan 1(c) yang mendapatkan pelakuan salep
ektrak daun karamunting 2,5% topikal menunjukkan gambaran bekas luka yang sudah memudar
(
). Kelompok perlakuan 2 (d) yang mendapatkan pelakuan salep ektrak daun karamunting 5%
topikal menunjukkan gambaran bekas luka yang sudah memudar dan hamper tidak terlihat (
).
Kelompok perlakuan 3 (e) yang mendapatkan pelakuan salep ektrak daun karamunting 10% topikal
Pengamatan
makroskopis
baik pada
menunjukkan gambaran
sudah tidak luka
tampaksecara
adanya bekas
luka (
).hari
(Data ke-10
Primer, 2015)

kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan tidak tampak adanya


tanda infeksi serta tampak sudah menutup dimana pada kelompok

66

perlakuan sudah tidak tampak adanya bekas luka, berbeda dengan


kelompok kontrol yang masih tampak adanya bekas luka. Pada
pengamatan ini tidak dilakukan analisis statistik untuk membandingkan
ukuran luka kelompok kontrol dan luka kelompok perlakuan.
2.

Hasil Efek Sediaan Salep Ekstrak Daun Karamunting terhadap


Epitelisasi Penyembuhan Luka
Pengamatan epitelisasi dengan cara mengukur tebal dan lebar celah
epitel. Pengukuran tebal celah epitel luka dilakukan dengan mengukur
jarak terdalam antara epitel terluar sampai ke dasar luka, sedangkan
pengukuran lebar celah epitel dilakukan dengan mengukur jarak terjauh
dari epitel terluar (gambar 4.2). Pengamatan ini dilakukan secara
mikroskopis pada perbesaran 10 menggunakan alat bantu stereo
microscope dan menggunakan fasilitas pengukuran length pada aplikasi
AxioVision Rel.4.8., dimana sebelumnya skala ukuran sudah diatur
bersatuan mikrometer (m) (gambar 4.3).

Gambar 4.2.Gambaran mikroskopik luka kulit tikus hari ke-10. Gambaran memperlihatkan struktur kulit
tikus (a) pada perbesaran 4x dan (b) perbesaran 10x. (c) Struktur kulit tikus pada perbesaran 40x memperlihatkan
tebal celah epitel (
) dan lebal celah epitel ( )

67

Gambar 4.3.Gambaran tebal celah epitel luka hari ke-10. Kelompok kontrol negatif (a) yang
mendapatkan pelakuan salep plasebo topikal menunjukkan gambaran celah epitel dengan lebar
rata-rata 110,13m dan tebal rata-rata 52,22m (
). Kelompok kontrol positif (b) yang
mendapatkan pelakuan salep sanoskin topikal menunjukkan gambaran celah epitel dengan lebar
rata-rata 83,84m dan tebal rata-rata 33,36m ( ). Kelompok perlakuan 1(c) yang mendapatkan
pelakuan salep ektrak daun karamunting 2,5% topikal menunjukkan gambaran celah epitel dengan
lebar rata-rata 96,79m dan tebal rata-rata 37,39m (
). Kelompok perlakuan 2 (d) yang
mendapatkan pelakuan salep ektrak daun karamunting 5% topikal menunjukkan gambaran celah
epitel dengan lebar rata-rata 80,86m dan tebal rata-rata 30,24m ( ). Kelompok perlakuan 3 (e)
yang mendapatkan pelakuan salep ektrak daun karamunting 10% topikal menunjukkan gambaran
celah epitel dengan lebar rata-rata 58,80m dan tebal rata-rata 23,20m ( ). (Data Primer, 2015)

Hasil penghitungan rerata tebal dan lebar celah epitel tiap kelompok pada
hari ke-10 dapat diamati pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 di bawah ini (lihat pula
lampiran 9 dan 10).

68

60
52.22
50
37.39
33.36
30.24

40
Tebal Celah Epitel Kulit (m) 30

K(-)
K(+)
P1
P2
P3

23.2

20
10
1
0
Kelompok Uji

Sumber: Data Primer, 2015


Gambar 4.4 Rerata tebal celah epitel kulit tiap kelompok. K(-)= Kontrol Negatif, K(+)=
Kontrol Positif, P1=Kelompok Perlakuan 1, P2= Kelompok Perlakuan 2, P3= Kelompok
Perlakuan 3.
*
= Berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif.
** = Berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif.

120
100

110.13
96.79
83.84

80
Lebar Celah Epitel (m)

80.86
K(-)
K(+)

58.8

60

P1
P2

40

P3

20
1

0
Kelompok Uji

Sumber: Data Primer, 2015


Gambar 4.5 Rerata lebar celah epitel kulit tiap kelompok. K(-)= Kontrol Negatif, K(+)=
Kontrol Positif, P1=Kelompok Perlakuan 1, P2= Kelompok Perlakuan 2, P3= Kelompok
Perlakuan 3.
*
= Berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif.
** = Berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif.

69

Hasil uji data dengan saphiro-wilk dan test homogeneity of variences


menunjukkan bahwa semua data tebal dan lebar celah epitel terdistribusi normal
(p>0,05) (lampiran10) dan bersifat homogen (p>0,05) (lihat lampiran 10). Hasil
uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) antar kelompok
tebal dan lebar celah epitel (lihat lampiran 10)
Hasil uji LSD (lihat gambar 4.4 dan 4.5) menunjukkan adanya perbedaan
bermakna pada tebal celah epitel antara kelompok perlakuan 1 dengan kelopok
perlakuan 2, 3 dan kontrol negatif pada hari ke-10 namun tidak bermakna dengan
kelompok kontrol positif. Terdapat perbedab bermakna antara kelompok
perlakuan 2 dengan kelompok perlakuan 1, 3 dan kontrol negatif namun tidak
bermakna dengan kelompok kontrol positif. Sedangkan pada kelompok 3 berbeda
bermakna dengan semua kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Pada lebar

celah epitel didapatkan hasil bahwa kelompok perlakuan 2

berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif akan tetapi tidak berbeda
bermakna dengan kelompok perlakuan 1, 3, dan kelompok control positif.
Sedangkan pada kelompok 1,3 dan kontrol negatif berbeda bermakna dengan
semua kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

70

4.2 Pembahasan
4.2.1
Pembahasan Ekstraksi dan Skrining Fitokimia Ekstrak Daun
Karamunting
4.2.1.1
Ekstraksi
Ektrak yang digunakan pada pembuatan formula salep hidrokarbon
berdasarkan rincian bahan yang mengacu pada penelitian Moerfiah 83,
adalah sebanyak 2,5 gram, 5 gram dan 10 gram dalam setiap formula
100 gram salep F1, F2 dan F3 secara berturut-turut.
Pembuatan ekstrak etanol daun karamuntig ini merujuk pada
penelitian sebelumnya oleh Patil35 dan Geetha et al86 dimana pelarut
tersebut merupakan pelarut semipolar yang dapat menarik senyawa polar
dan semipolar88 serta lebih banyak melarutkan phenolic compounds seperti
flavonoid, tanin dan saponin.16 Pelarut etanol 95% tidak digunakan dalam
penelitian ini karena terlalu banyak klorofil yang ikut terlarut sehingga
ekstrak yang diperoleh menjadi sangat lengket dan sulit untuk dikeringkan.
Selain itu etanol 95% jarang digunakan dalam industri ekstrak bahan obat
alami.87
4.2.1.2

Skrining Fitokimia
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol 70%

daun karamunting mengandung senyawa steroid/triterpenoid, flavonoid,


tanin, saponin, glikosida dan fenol namun tidak mengandung alkaloid.
Pengujian triterpenoid dengan pereaksi lieberman-buchard yang
merupakan campuran antara asam asetat anhidrat dan H2SO4 pekat, timbul
cincin warna hijau.34 Berdasarkan hasil skrining fitokimia didapatkan
ekstrak daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk)
mengandung steroid dan triterpenoid ditandai dengan terbentuknya cincin
berwarna hijau. Hasil positif pada senyawa steroid menunjukkan hasil
positif juga untuk senyawa triterpenoid. Hal ini dikarenakan steroid
merupakan hasil biosintesis dari triterpenoid. Hasil positif didapatkan pula
pada penelitian Krisyanella et al.20 Terbentuknya cincin pada larutan

71

dikarenakan

reaksi

oksidasi

pada

golongan

triterpenoid

melalui

pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.89 (lihat lampiran 5).


Pengujian flavonoid dilakukan dengan memasukkan sampel ekstrak
sebanyak 1 ml dan ditambahkan serbuk Mg sebanyak 1 g serta larutan HCl
pekat, pada penambahan pereaksi ini terdapat perubahan warna menjadi
merah, maka ekstrak tersebut mengandung flavonoid.80 Pemeriksaan
senyawa flavonoid pada ekstrak daun karamunting

(Rhodomyrtus

tomentosa (Aiton) Hassk) menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan


perubahan warna menjadi jingga, dimana hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Patil35 dan Irawati90. Perubahan warna yang terjadi
disebabkan oleh ekstrak bereaksi dengan dengan serbuk Mg dan HCl
pekat. Perubahan warna diakibatkan reduksi flavonoid oleh Mg dan HCl.
Penambahan HCl adalah untuk melarutkan Mg sehingga dapat mereduksi
senyawa flavonoid.91 (lihat lampiran 5).
Tanin merupakan turunan senyawa fenolik.29 Golongan tanin yang
merupakan senyawa fenolik cenderung larut dalam air sehingga cenderung
bersifat polar.92 Pengujian tanin dilakukan dengan memasukkan 1 ml
sampel ekstrak ditambahkan dengan 1 ml NaCl 10% kemudian
ditambahkan gelatin1%, hasil positif menunjukan adanya endapan
putih.81Pada pemeriksaan fitokimia metabolit sekunder tanin ekstrak daun
karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk), didapatkan hasil
positif yang terlihat dengan terbentuknya endapan putih pada tabung
reaksi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sutomo et al

11

juga menunjukkan ekstrak daun karamunting mengandung senyawa


metabolit sekunder tanin. Endapan putih terbentuk karena kandungan tanin
yang terdapat pada ekstrak akan beraksi dengan gelatin dengan
mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin
membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air.92 Penambahan
NaCl pada pemeriksaan ini bertujuan untuk mempertinggi penggaraman
dari tanin-gelatin sehingga terbentuklah endapan putih.81 (lihat lampiran
5).

72

Saponin merupakan suatu glikosida yang dapat menimbulkan busa


jika dikocok dalam air.23,24 Pengujian saponin dilakukan dengan
memasukkan Larutan ekstrak sebanyak 1ml ditambahkan 10ml aquades
dalam tabung reaksi dikocok kuat sampai berbuih, apabila buih bertahan
lama ( 5 menit), maka sampel dinyatakan positif mengandung saponin. 24
Berdasarkan hasil skrining fitokimia didapatkan ekstrak daun karamunting
(Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk) mengandung senyawa metabolit
sekunder saponin yang dilihat dari terbentuknya busa yang stabil setelah
pengocokan selama 10 menit. Hasil ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan Sutomo et al

11

. Terbentuknya busa dikarenakan saponin

memiliki gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel. Pada
saat misel terbentuk maka gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus
nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti
busa.91(lihat lampiran 5).
Pengujian glikosida dengan pereaksi molisch sebanyak 5 tetes dan
ditambahkan dengan 2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung,
terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya
gula, dengan demikian menunjukkan adanya glikosida.82 Berdasarkan hasil
skrining fitokimia didapatkan ekstrak daun karamunting (Rhodomyrtus
tomentosa (Aiton) Hassk) mengandung glikosida yang ditandai dengan
terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan. Hal ini
dikarenakan glikosida dengan asam sulfat pekat menghasilkan senyawa
furfural, dan senyawa furfural dengan pereaksi alfa naftol menghasilkan
senyawa berwarna ungu yang menandakan adanya glikosida.93 Hasil
positif didapatkan pula pada penelitian Patil.35(lihat lampiran 5).
Senyawa fenol mempunyai cincin aromatik yang mengandung satu
atau dua penyulih hidroksil.92 Pada pemeriksaan kandungan metabolit
sekunder fenol, ekstrak ditambahkan dengan FeCl3 1%. Hasil positif
ditandai dengan perubahan warna menjadi warna hijau, merah, ungu, biru,
atau hitam yang kuat. Pemeriksaan senyawa fenol terhadap ekstrak daun
karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk) menunjukkan hasil

73

positif mengandung fenol. Penelitian oleh Krisyanella et al yang


mengatakan ekstrak daun karamunting memiliki kandungan fenol. 20
Sampel pada tabung menunjukkan warna hijau kehitaman. Terbentuknya
perubahan warna menjadi hijau dikarenakan senyawa fenol membentuk
komplek dengan besi.89
4.2.2

Pembahasan Formulasi Salep Ekstrak Daun Karamunting


Formula standar basis salep mengikuti standar formulasi Agoes94

dan Moerfiah83 seperti pada tabel 4.3 dan didapatkan salep seperti pada
lampiran 6. Formula salep dibuat untuk penggunaan topikal sebanyak 2
kali sehari selama 10 hari pada luka insisi (berbentuk memanjang) dengan
panjang 2 cm sedalaman 0,2 cm.
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat, diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir
keseluruhan dihilangkan warnanya.95 Vaselin pada salep ini bertindak
sebagai basis sekaligus vehikulum untuk komponen lainnya dan
mengandung stabilisator yang sesuai.
Formula

salep

ini

menggunakan

bahan

tambah

preservatif

(pengawet) metil paraben dan propil paraben yang berguna untuk


mencegah kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi
karena basis dan seyawa aktif karamunting dalam salep merupakan
substrat mikroorganisme. Pemilihan metil dan propil paraben sebagai
bahan pengawet mempertimbangkan faktor konsentrasi, toksisitas, risiko
iritasi, kompatibilitas, bau dan stabilitas sehingga tidak memiliki efek yang
dapat membuat rancu data penelitian.95
Penambahan cera alba bertindak sebagai emolien sekaligus dasar
salep yang dapat mengemulsi salep sehingga dapat membawa senyawa
aktif lebih tersebar ke seluruh bagian salep. Cera alba disebut juga sebagai
cold cream yang berfungsi mendinginkan dasar salep, selain itu dapat
bertindak sebagai sebagai pendingin, pelunak dan bahan pembawa obat.57

74

Penambahan Butylated Hydroxytoluene (BHT) bertindak sebagai


antioksidan dalam salep.95 Hal ini karena salep mengandung senyawa aktif
ekstrak daun karamunting serta basis yang diperkirakan dapat rusak karena
terjadinya oksidasi. Selain itu BHT merupakan antioksidan yang memiliki
efek sinergis dengan komponen salep lainnya.
Berdasarkan tabel4.4, masing-masing formula salep (F1, F2 dan F3)
memiliki sifat organoleptik yang bervariasi. Bentuk salep semua berbentuk
sediaan setengah padat, hal ini sesuai dengan basis utama penyusun salep
yaitu vaselin yang merupakan sediaan setengah padat hidrokarbon.57
Berdasarkan homogenitasnya, baik bagian atas, tengah maupun
bawah salep bersifat homogen pada semua formula tidak terdapat
gumpalan ataupun butiran kasar pada sediaan, hal ini menunjukkan bahwa
partikel komponen salep berinteraksi secara baik satu sama lain karena
terjadi kesesuaian jenis basis hidrokarbon dengan komponen lainnya
termasuk ekstrak di dalamnya, selain itu homogenitas tersebut juga
didukung oleh proses penggerusan yang optimal saat formulasi.
Warna pada formulasi salep bervariasi, F1 berwarna coklat muda, F2
berwarna coklat dan F3 berwarna coklat tua yang merupakan hasil
percampuran warna khas ekstrak daun karamunting. Hal ini disebabkan
karena adanya

perbedaan konsentrasi ektrak daun karamunting yang

ditambahkan dalam formulasi.


Bau ekstrak daun karamunting terhirup jelas pada F1 namun tidak
menyengat seperti bau khas ekstrak daun karamunting pada F2 dan F3. Hal
ini disebabkan karena adanya

perbedaan konsentrasi ektrak daun

karamunting yang ditambahkan dalam formulasi.


Berdasarkan pengamatan didapatkan bahwa setiap pemerian formula
salep pada tabel 4.4 stabil (tidak berubah) hingga hari ke-10 perlakuan.
Hal ini menguatkan teori bahwa interakasi molekul ekstrak bersifat
sinergis sehingga tidak mudah rusak akibat oksidasi.96
4.2.3

Pembahasan Penetrasi Salep Ekstrak Daun Karamunting

secara Topikal pada Luka Insisi

75

Absorbsi obat pada sediaan salep pada kulit (absorpsi perkutan) tidak
hanya tergantung pada sifat fisika dan kimia dari bahan obat saja tetapi
juga tergantung pada sifat pembawa serta kondisi kulit. Absorpsi perkutan
suatu obat dipengaruhi oleh konsentrasi obat, luas membran tempat
sediaan menyebar, derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak
maupun air,efek hidrasi kulit dan waktu obat menempel pada kulit.95
Pemilihan

sediaan

salep

dengan

basis

hidrokarbon

karena

penetrasinya lebih cepat dalam proses penyembuhan dan daya sebarnya


yang lebih besar dibandingkan dengan basis lainnya.57,95 Sesuai dengan
perlukaan yang dilakukan pada hewan uji, pengolesan formula salep
dilakukan minimal melebihi batas luka, hal ini berhubungan dengan daya
sebar sediaan salep hidrokarbon yang tentu dapat menunjukkan
kemampuan penyebaran yang lebih luas pada kulit di sekitar luka.
Semakin luas sebaran olesan yang diberikan pada permukaan kulit tempat
luka, maka absorpsi dari bahan obat yang terkandung akan meningkat.
Efek hidrasi kulit juga mempunyai pengaruh terhadap absorpsi obat
pada kulit. Efek hidrasi pada stratum korneum akan membuka struktur
lapisan tanduk yang kompak dan juga benang-benang keratin dari stratum
korneum akan mengembang sehingga kulit menjadi lebih permeabel.97
Salep ekstrak etanol 70% daun karamunting dengan basis hidrokarbon
dapat meningkatkan efek hidrasi pada kulit. Pembawa yang bersifat lemak
merupakan penutup yang oklusif sehingga dapat menghidrasi kulit.98
Dengan kemampuan basis salep hidrokarbon dalam efek hidrasi kulit maka
dapat meningkatkan absorpsi bahan obat pada sediaan salep ekstrak etanol
70% daun karamunting.
Ekstrak daun karamunting telah diteliti memiliki potensi antibakteri,
mengurangi infeksi dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit.10 Potensi ini
membutuhkan basis salep yang dapat menjaga agar zat aktif tidak
mengalami hidrolisis. Basis hidrokarbon mencegah hidrolisis dan dengan
kemampuan menyerap air yang rendah, maka salep ini baik digunakan
untuk luka.99

76

Pengolesan salep dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali. Salep


dipastikan tetap menutupi bidang luka hewan uji minimal 1 jam setelah
pengolesan. Perlakuan ini berhubungan dengan waktu kontak suatu
sediaan yang merupakan salah satu faktor absorbsi perkutan. Pengondisian
ini disesuaikan dengan faktor waktu kontak yang dinyatakan Ansel99
dimana waktu kontak sediaan dengan permukaan kulit juga berpengaruh
pada absorpsi obat melalui kulit. Semakin panjang waktu kontak obat pada
kulit maka konsentrasi obat yang diabsorpsi oleh kulit juga meningkat.
Basis hidrokarbon yang mengandung ekstrak etanol 70% daun
karamunting tentu memiliki waktu kontak yang lebih lama jika
dibandingkan dengan basis lainnya, karena sifat dari basis hidrokarbon dan
absorpsi sebagai penutup yang baik pada kulit,71 sebaliknya menurut
Naibaho et al.100 basis tercuci air dan larut air merupakan basis yang mudah
dicuci maupun larut dalam air sehingga waktu kontak dengan permukaan
kulit relatif singkat.
4.2.4

Pembahasan

Hasil Perbandingan Rerata Epitelisasi Antar

Kelompok
Epitelisasi adalah tahapan perbaikan luka, terjadi migrasi keratinosit,
proliferasi keratinosit, diferensiasi neoepitel menjadi epitel berlapis-lapis.17
Li et al.47 menyebutkan bahwa pembentukan kembali dermis di mulai kirakira

hari

ke

neovaskularisasi

3-4
dan

setelah

perlukaan,

penumpukan

dengan

fibroblas,

ciri

juga

pembentukan
laporan

yang

menyebutkan bahwa kolagen tipe III disekresikan maksimal oleh fibroblas


antara hari ke 5 dan 7, dan setelah itu terjadi perubahan fenotip fibroblas
menjadi miofibroblas. Sedangkan pada hari ke 7-9 epitelisasi dan basement
membrane zone (BMZ) sesudah terbentuk.Untuk melihat terbentuknya
epitelisasi diukur tebal dan lebar celah epitel yang terbentuk.
Hasil pengamatan hari ke-10 menunjukkan bahwa salep ekstrak
etanol 70% daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk)
menyebabkan peningkatan epitelisasi dibandingkan kelompok kontrol

77

negatif, terutama pada konsentrasi 5% terjadi peningkatan epitelisasi yang


tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif yang diberikan
salep sanoskin@. Sedangkan pada konsentrasi 10% terjadi peningkatan
epitelisasi secara signifikan dibandingkan dengan semua kelompok
perlakuan dan kontrol, bahkan terjadi peningkatan epitelisasi lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol positif.
Peningkatan epitelisasi yang tampak pada kelompok perlakuan
pemberian salep ekstrak etanol 70% daun karamunting (Rhodomyrtus
tomentosa (Aiton) Hassk) berupa tebal dan lebar celah epitel yang
menyempit atau menipis terutama pada kelompok perlakuan 2 dengan
konsentrasi 5% dan kelompok perlakuan 3 dengan konsentrasi 10%. Rerata
tebal celah epitel yang terbentuk pada kelompok perlakuan 2 yaitu
30,24m dan lebar celah epitel 80,86m, sedangkan pada kelompok
perlakuan 3, rerata tebal celah epitel yang terbentuk yaitu 23,20m dan
lebar celah epitel 58,80m. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Prasetyo
et al101 yang menyatakan epitelisasi yang sempurna salah satunya ditandai
dengan celah luka epitel yang sudah tertutup sempurna. Penyembuhan luka
sangat dipengaruhi oleh proses epitelisasi, semakin cepat proses ini
semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan
luka. Penelitian yang dilakukan oleh Jain41 juga menyatakan luka yang
menyembuh ketebalan epitel makin mendekati normal sekitar 0,04 mm
1,5 mm. Proses epitelisasi akan mengembalikan epidermis utuh seperti
semula dan faktor yang terlibat adalah migrasi dan proliferasi keratinosit,
diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-lapis.47
Terjadinya perbedaan peningkatan epitelisasi pada kelompok
perlakuan 1,2 dan 3 disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi
ektrak daun karamunting yang ditambahkan dalan formulasi salep dimana
peningkatan epitelisasi jaringan luka oleh salep daun karamunting
dimungkinkan karena daun karamunting mengandung semua phenolic
compounds yang berpengaruh pada mekanisme penyembuhan luka yaitu
tannin,

flavonoid,

saponin,

phenol

dan

triterpenoid.3

Kandungan

78

triterpenoid dan flavonoid dari daun karamunting memegang peranan


penting dalam meningkatkan proses penyembuhan luka. Kedua zat tersebut
diketahui mempunyai efek antimikroba dan diduga bertanggungjawab
dalam kontraksi luka dan peningkatan kecepatan dari epitelisasi. 51 Begitu
pula kandungan zat aktif tannins dan saponin dalam daun karamunting
berperan sebagai antioksidan dan antimikroba, meningkatkan kontraksi
luka dan meningkatkan kecepatan epitelisasi.2 Kandungan saponin juga
dapat meningkatkan kemampuan reseptor TGF- yang terdapat pada
fibroblas untuk berikatan dengan TGF-. TGF- merupakan faktor
pertumbuhan yang diperlukan fibroblas dalam mensintesis kolagen.13-15
Kolagen merupakan suatu matriks ekstraseluler yang berperan sebagai
kerangka untuk migrasi keratinosit. Pembentukan matriks ekstraseluler
yang lebih padat dan kompak akan memacu proses epitelialisasi oleh
keratinosit.50 Sedangkan kandungan tannin yang terdapat pada daun
karamunting diduga berperan dalam pengaturan transkripsi dan translasi
vascular endothelial growth factor (VEGF).102 VEGF bertindak secara
parakrin tidak hanya pada sel endothelial vascular kulit tetapi juga pada
keratinosit dan sel imun yang mempromosikan re-epitelisasi dan pada saat
yang sama merangsang angiogenesis dan memulihkan perfusi oksigen.103
Pada tahap awal proses penyembuhan luka akan terjadi fase
inflamasi. Seperti diketahui pada fase inflamasi dalam mekanisme
penyembuhan luka, terbentuk radikal bebas reactive oxygen species (ROS)
yang dihasilkan oleh netrofil dan makrofag sebagai bagian dari sistem
imun untuk membantu mempercepat pembersihan luka dari serangan
bakteri. Tetapi selain efek positif, ROS ini juga berdampak negatif. Dalam
level rendah hidrogen peroksida dan ROS yang lain menghambat migrasi
dan proliferasi dari berbagai tipe sel, termasuk sel kulit (keratinosit).
Dalam level tinggi, ROS dapat merusak jaringan dengan berat dan bahkan
berubah menjadi neoplasma,104 sehingga keberadaan ROS ini akan
menghambat penyembuhan luka.

79

Untuk melindungi dari stres oksidatif, daun karamunting mempunyai


beberapa sistem untuk mendetoksifikasi ROS. Kandungan flavonoid yang
terdapat pada daun karamunting merupakan antioksidan yang kuat, efek
pembasmi radikal bebas,54 berperan dalam melindungi tubuh melawan
reactive oxygen species dan meningkatkan fungsi dari antioksidan
endogen, memperbesar level enzim antioksidan dalam jaringan granulasi. 2
Pada daun karamunting terdapat flavonoid yang diduga dapat menghambat
mediator-mediator radang yaitu seperti Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dihasilkan oleh makrofag dan sitokin reseptor
yang secara umum akibatnya tampak pada penekanan rasa nyeri, demam
dan kerusakan jaringan.105 Kandungan flavonoid dan phenol yang terdapat
pada daun karamunting juga diduga dapat mengurangi lipid peroksidase,
meningkatkan kecepatan epitelialisasi, dan berfungsi sebagai antimikroba.
Penurunan lipid peroksidase oleh flavonoid dan phenol akan mencegah
terjadinya nekrosis, memperbaiki vaskularisasi, dan meningkatkan
viabilitas serabut kolagen dengan cara meningkatkan kekuatan anyaman
serabut kolagen.3,12

Вам также может понравиться