Вы находитесь на странице: 1из 28

Laporan Resmi Kimia Fisika (Kinetika Reaksi dan Studi

Stabilitas Obat)
KINETIKA REAKSI DAN STUDI STABILITAS OBAT

I.

TUJUAN
Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dari asetosal
Menentukan waktu paro ( t ) dan waktu kadaluarsa (t 90) dari asetosal

II. DASAR TEORI


Salah satu persyaratan suatu obat adalah aman dalam arti stabil
secara fisika maupun kimia, sehingga suatu produk harus diketahui
stabilitasnya sebelum beredar dipasaran. Tujuan pemeriksaan kestabilan ini
adalah untuk menjamin bahwa obat yang dipasarkan tersebut memenuhi
spesifikasi meski sudah lama disimpan.
Suatu obat atau bahan obat mempunyai waktu paro tertentu yang
dapat memberikan gambaran mengenai stabilitasnya, yaitu gambaran
kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Perubahan
lingkungan seperti panas, lembab, sinar matahari dan radiasi juga pengaruh
mekanik atau faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.
Mekanisme rusaknya obat dapat melalui pecahnya suatu ikatan,
perpindahan spesies atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika 2 molekul
bertabrakan.
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan
konsentrasi mula-mula suatu reaksi kecepatan terurainya suatu zat padat
mengikuti reaksi orde 0, orde I, orde II, yang persamaan tetapan
kecepatannya reaksi sebagai berikut :

Orde nol k =
Orde I = k=

Log

Atau
Orde II k =
Keterangan :
K = Tetapan kecepatan reaksi

Co = Konsentrasi mula-mula zat


C = Konsentrasi pada waktu t
X = Jumlah obat yang terurai pada waktu t
C = ( Co X ) = Konsentrasi mula-mula jumlah obat yang terurai pada waktu
t
( Anonim, 2012 )

1.

2.
3.

4.

Beberapa prinsip dan laju yang berkaitan dikaitkan dengan peristiwa :


Kestabilan dan tak tercampurkan, proses laju umumnya adalah sesuatu
yang menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau
melalui khasiat obat melalui penguraian obat, atau melalu ikhasiat obat
karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang di inginkan dari obat
tersebut.
Disolusi, kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi
bentuk larutan molekular.
Proses absorbsi, distribusi, daneliminasi. Proses ini berkaitan dengan laju
absorbsi obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor.
Kerja obat pada tingkat molekuler, obat dapat dibuat dalam bentuk yang
tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu
proses dari laju.
Orde reaksi, dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju
reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan
bilangan tertentu.
Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi
yang menghasilkan sebuah garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah
pengkat dari tiap konsentrasi reaktan.
( Martin, 1993 )
Waktu paro adalah waktu yang diperlukan sampai jumlah (konsentrasi)
pereaksi menjadi setengan (separo) konsentrasi semula. Perlu diingat yang
dihitung dalam waktu paro adalah jumlah pereaksi yang tinggal, dan ini
dapat dilakukan bila reaksi berpereaksi tunggal (satu macam).
( Syukri, 1999 )

Waktu paro obat :


Untuk orde satu, waktu paro dapat dihitung dengan rumus :
t 50% = t =
t 50% = t =
Pada tahun 1889 Arrhenius menemukan persamaan yang menyatakan
hubungan antara pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi suatu
reaksi orde I.
Log k = Log A +

Keterangan :
Ea : Tenaga aktivasi ( tenaga yang diperlukan agar suatu molekul dapat beraksi )
A : Suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antara
reaktan-reaktan
R : Tetapan gas ( 1,987kalori/ derajat/ molar )
T : Temperatur absolut( oC + 273 )
( Anonim, 2011 )
Stabilitas Obat
Beberapa jenis obat cukup stabil, meskipun demikian beberapa obat
yang mempunyai gugus fungsional tertentu seperti ester dan lactam yang
akan mudah mengalami degradasi dengan jalur reaksi hidrolisis. Tipe
degradasi obat yang paling umum adalah reaksi degradasi obat orde nol ( 0 )
dan orse satu.
1. Degradasi orde nol
Tipe degradasi orde nol ini merupakan tipe degradasi hidrolisis obat pada
sediaan suspensi atau tablet yang mana obat pada awalnya berada dalam
bentuk padat lalu secara perlahan-lahan melarut. Oleh karena itu kecepatan
degradasinya kurang lebih sama dengan degradasi dalam larutan bebas
karena konsentrasi obat pada keadaan setimbang adalah konstan.
2. Degradasi orde I
Reaksi degradasi orde I merupakan tipikal reaksi hidrolisis obat dalam
larutan. Reaksi orde I semu merupakan reaksi degradasi sejenis reaksi orde I

yang melibatkan air. Karena air dalam jumlah berlebih sehingga dianggap
konstan.
( Gholib, dkk, 2007 )
III.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
5.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
Tabung reaksi
Spektrometer UV/Vis
Penangas air
Termometer
Kuvet
Labu takar
Bekker glass
Pipet volume
Alumunium foil
Bahan :
Asetosal
Alkohol
Aquadest
Es
FeNO3 1 %

IV. CARA KERJA SKEMATIS


Percobaan dihidrolisis larutan asetosal pada suhutertentu
Ditimbang 0,1 gram asetosal, dilarutkan dalam 7,5 ml alcohol,
diencerkan dengan aquadest sampai 500 ml

Dimasukkan masing-masing 10,0 ml larutan diataskedalam 7


tabung reaksi, dipanaskan diatas penangas air, suhu 60oc
Setelah tercapai suhu yang dikehendaki,
ambil tabungkemudian didinginkan ( dalam es ). Setelah 10
menitambil lagi satu tabung dan dinginkan dalam es,
demikian lagi seterusnya hingga tabung ke-7
Diambil sampel dari tiap-tiap tabung, ditambahkan 2 ml FeNO3 1%
dalam asam nitrat, gojog hinggahomogen. Dibaca absorbansi, 530
nm.Lakukanpercobaan dengan suhu 70 oC dan 80 oC
Dibaca absorbansi pada spektrofotometer
Dimasukkan harga absorbansi, sebagai y
padapersamaan kurva baku( x diketahui mg % )
Dihitung Co dan ( Co C )
Dimasukkan hasil perhitungan dengan persamaanreaksi orde nol, I,
II
Digambar kurva peruraian

V. ANALISIS CARA KERJA


Pertama kali yang harus dilakukan yaitu penimbangan asetosal sebanyak 0,1
gram. Cara menimbang asetosal mula-mula dengan menimbang kertas perkamen
kosong dahulu, didapatkan berat kertas perkamen yaitu 0,25 gram, sedangkan
astosal yang akan ditimbang sebanyak 0,1 gram, maka berat total asetosal dengan
kertas perkamen yaitu 0,35 gram. Karena sifat asetosal yang tidak mudah larut
dalam air, untuk menghindari ketidaklarutan asetosal tersebut, maka asetosal
terlebih dahulu dilarutkan dalam alcohol (etanol). Langkah selanjutnya yaitu
asetosal terlebih dahulu dilarutkan ke dalam alcohol (etanol) sebanyak 7,5 mL di
dalam bekker glass. Setelah itu baru di encerkan dengan aquadest di dalam labu
ukur sampai 500 mL. Di dalam air, asetosal akan terdegradasi menjadi senyawa
penyusunnya yaitu asam salisilat dan asam asetat.

Selanjutnya adalah memasukkan larutan asetosal yang telah diencerkan


tersebut kedalam 21 tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi diisi dengan 10
ml (untuk suhu 60oC dan 70oC) dan 5 mL (untuk suhu 80 oC). Larutan kemudian di
tutup dengan alumunium foil, tetapi untuk masing-masing suhu 60C, 70C dan
80C diambil satu tabung yang diisi dengan Aquadest dan di masukkan termometer
lalu diletakkan diatas penangas air pada msing-masing suhu. Fungsi dari tabung ini
adalah sebagai tabung pengontrol suhu agar dapat diketahui bahwa suhu yang di
gunakan tetap atau konstan. Kemudian ke 21 tabung reaksi tersebut di masukkan
ke dalam penangas air dengan suhu 60C, 70C dan 80C. perbedaan suhu ini
untuk membandingkan kecepatan terurainya obat. Yaitu apabila suhu tinggi maka
kecepatan terurainya obat akan menjadi tinggi.
Setelah tercapai suhu yang dikehendaki, tunggu tabung tersebut selama 10
menit, kemudian tabung reaksi tersebut diambil dan didinginkan (dalam es), setelah
dingin maka diambil 8ml larutan yang bersuhu 60C kemudian di campur dengan 2
ml larutan ferri nitrat 1% dalam asam nitrat di dalam LAB 10 ml, gojog hingga
homogen. Sebelum di baca absorbansinya, terlebih dahulu larutan yang sudah
tercampur dengan ferri nitrat didiamkan selama 6 menit. Setelah didiamkan selama
6 menit baru di baca absorbansinya menggunakan spekrofotometer pada 525 nm.
Unntuk pembacaan absorbansi, mula-mula digunakan blanko dalam kuvet
menggunakan aquadest. Setelah itu, baru dimasukkan sampelnya ke dalam
spektrofotometer, kemudian diamati berapa rangenya, dimana rangenya bernilai
0,2-0,8 kemudian di catat hasilnya. Percobaan tersebut berlaku untuk suhu 60C
dan 70C dan di ulangi hingga tabung ke 7 pada masing-masing suhu. Bedanya
untuk yang suhu 80C yaitu dalam pengambilan larutan asam nitrat hanya
membutuhkan 5 ml kemudian di tambah dengan larutan ferri nitrat 1% sebanyak
2ml, kemudian di add-kan dengan Aquadest sampai 10 ml agar sama dengan yang
suhu sebelumya. Untuk cara kerja yang lainnya juga sama dengan suhu
sebelumya.

VI. Hasil Percobaan


Bobot Asetosal
: 100 mg dilarutkan dalam 500 mL aquadest
BM Asetosal
: 180,16
Kadar Asetosal awal (Co) =
gram
BM x V (L)
= 0,1
180 x 0,5
= 0,1
90,075

= 1,11 x 10-3 M
Kurva baku Asam Salisilat : y= 1,02X + 0,014

NO Waktu
(meni
t)

10

20

30

40

50

60

70

Pemanasan
60oC
70oC
Abs Fp Kadar Abs fp Kadar
(mg
(mg
%)
%)
0,30 1,2 0,35 0,19 1,2 0,22
0
5
7
5
0,22 1,2 0,25 0,25 1,2 0,29
1
5
2
5
0,21 1,2 0,24 0,30 1,2 0,35
4
5
0
5
0,23 1,2 0,27 0,35 1,2 0,41
5
5
2
5
0,28 1,2 0,33 0,44 1,2 0,53
2
5
5
5
0,31 1,2 0,36 0,47 1,2 0,56
0
5
6
5
0,34 1,2 0,40 0,52 1,2 0,63
8
5
7
5

Perhitungan

Suhu 60oC
1.
Y
= 1,02X + 0,014
0,300
= 1,02X + 0,014
0,300 0,014 = 1,02X
X
= 0,280
Kadar

= X x fp
= 0,280 x 1,25

Abs

80oC
fp
Kadar
(mg%)

0,45
6
0,50
2
0,60
1
0,54
8
0,75
5
0,67
1
0,82
1

1,
4
1,
4
1,
4
1,
4
1,
4
1,
4
1,
4

0,61
0,70
0,80
0,75
1,02
0,90
1,11

= 0,35
2. Y
= 1,02X + 0,014
0,221
= 1,02X + 0,014
0,221 0,014 = 1,02X
X
= 0,203
Kadar
= X x fp
= 0,203 x 1,25
= 0,25
3. Y
= 1,02X + 0,014
0,214
= 1,02X + 0,014
0,214 0,014 = 1,02X
X
= 0,196
Kadar
= X x fp
= 0,196 x 1,25
= 0,24
4. Y
= 1,02X + 0,014
0,235
= 1,02X + 0,014
0,235 0,014 = 1,02X
X
= 0,217
Kadar
= X x fp
= 0,217 x 1,25
= 0,27
5. Y
= 1,02X + 0,014
0,282
= 1,02X + 0,014
0,282 0,014 = 1,02X
X
= 0,263
Kadar
= X x fp
= 0,263 x 1,25
= 0,33
6. Y
= 1,02X + 0,014
0,310
= 1,02X + 0,014
0,310 0,014 = 1,02X
X
= 0,29
Kadar
= X x fp

= 0,29 x 1,25
= 0,36
7. Y
= 1,02X + 0,014
0,348
= 1,02X + 0,014
0,348 0,014 = 1,02X
X
= 0,327
Kadar
= X x fp
= 0,327 x 1,25
=0,40

Suhu 70oC
1. Y
= 1,02X + 0,014
0,197
= 1,02X + 0,014
0,197 0,014 = 1,02X
X
= 0,179
Kadar
= X x fp
= 0,179 x 1,25
= 0,22
2. Y
= 1,02X + 0,014
0,252
= 1,02X + 0,014
0,252 0,014 = 1,02X
X
= 0,233
Kadar
= X x fp
= 0,233 x 1,25
= 0,29
3. Y
= 1,02X + 0,014
0,300
= 1,02X + 0,014
0,300 0,014 = 1,02X
X
= 0,280
Kadar
= X x fp
= 0,280 x 1,25
=0,35
4. Y
0,352

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014

0,352 0,014 = 1,02X


X
= 0,331
Kadar
= X x fp
= 0,331 x 1,25
= 0,41
5. Y
= 1,02X + 0,014
0,445
= 1,02X + 0,014
0,445 0,014 = 1,02X
X
= 0,423
Kadar
= X x fp
= 0,423 x 1,25
= 0,53
6. Y
= 1,02X + 0,014
0,476
= 1,02X + 0,014
0,476 0,014 = 1,02X
X
= 0,452
Kadar
= X x fp
= 0,452 x 1,25
= 0,56
7. Y
= 1,02X + 0,014
0,527
= 1,02X + 0,014
0,527 0,014 = 1,02X
X
= 0,503
Kadar
= X x fp
= 0,503 x 1,25
= 0,63

Suhu 80oC
1. Y
= 1,02X + 0,014
0,456
= 1,02X + 0,014
0,456 0,014 = 1,02X
X
= 0,433
Kadar
= X x fp
= 0,433 x 1,4
= 0,61

2. Y
= 1,02X + 0,014
0,502
= 1,02X + 0,014
0,502 0,014 = 1,02X
X
= 0,478
Kadar
= X xfp
=0,478 x 1,4
= 0,70
3. Y
= 1,02X + 0,014
0,601
= 1,02X + 0,014
0,601 0,014 = 1,02X
X
= 0,575
Kadar
= X x fp
= 0,575 x 1,4
= 0,80
4. Y
= 1,02X + 0,014
0,548
= 1,02X + 0,014
0,548 0,014 = 1,02X
X
= 0,524
Kadar
= X x fp
= 0,524 x 1,4
= 0,73
5. Y
= 1,02X + 0,014
0,755
= 1,02X + 0,014
0,755 0,014 = 1,02X
X
= 0,726
Kadar
= X x fp
= 0,726 x 1,4
= 1,02
6. Y
= 1,02X + 0,014
0,671
= 1,02X + 0,014
0,671 0,014 = 1,02X
X
= 0,644
Kadar
= X x fp
= 0,644 x 1,4

= 0,90
7. Y
= 1,02X + 0,014
0,821
= 1,02X + 0,014
0,821 0,014 = 1,02X
X
= 0,791
Kadar
= X x fp
= 0,791 x 1,4
= 1,11
Suhu 60oC

t
0

X (mg
%)
0,35

Cx (M)

Ct (Co-Cx)

2,53 x 10- 1,085 x 10-3

Log Ct

1/Ct

-2,964

921,66

-2,962

915,75

-2,961

914,91

-2,963

917,43

-2,964

920,81

-2,965

922,51

-2,966

925,07

Log Ct

1/Ct

-2,961

914,08

-2,963

918,27

-2,965

921,66

10

0,25

1,81 x 10- 1,092 x 10-3


5

20

0,24

1,74 x 10- 1,093 x 10-3


5

30

0,27

1,95 x 10- 1,090 x10-3


5

40

0,33

2,40 x 10- 1,086 x 10-3


5

50

0,36

2,61 x 10- 1,084 x 10-3


5

60

0,40

2,90 x 10- 1,081 x 10-3


5

Suhu 70oC

t
0

X (mg
%)
0,22

Cx (M)

Ct (Co-Cx)

1,59 x 10- 1,094 x 10-3


5

10

0,29

2,10 x 10- 1,089 x 10-3


5

20

0,35

2,53 x 10- 1,085 x 10-3


5

30

0,41

2,96 x 10- 1,080 x10-3

-2,967

925,93

-2,970

932,84

-2,971

934,58

-2,973

939,85

Log Ct

1/Ct

-2,972

938,09

-2,975

944,29

-2,978

950,57

-2,976

946,97

-2,985

965,25

-2,981

956,94

-2,987

970,87

40

0,53

3,83 x 10- 1,072 x 10-3


5

50

0,56

4,05 x 10- 1,070 x 10-3


5

60

0,63

4,56 x 10- 1,064x 10-3


5

Suhu 80oC

t
0

X (mg
%)
0,61

Cx (M)

Ct (Co-Cx)

4,41 x 10- 1,066 x 10-3


5

10

0,70

5,06 x 10- 1,059 x 10-3


5

20

0,80

5,79 x 10- 1,052 x 10-3


5

30

0,75

5,43 x 10- 1,056 x10-3


5

40

1,02

7,38 x 10- 1,036 x 10-3


5

50

0,90

6,51 x 10- 1,045 x 10-3


5

60

1,11

8,03 x 10- 1,030x 10-3


5

Perhitungan Orde Nol, Satu dan Dua.


1. Pada Suhu 60oC
Reaksi orde nol
= t VS Ct
-3
A
= 1,091 x 10
B
= - 1,25 x 10-7
r
= - 0,605
y
= Bx + A
= (-1,25 x 10-7)x + (1,091 x 10-3 )

Dari ketiga orde reaksi


terlihat bahwa orde 1 adalah
yang paling mendekati +1
atau -1

Reaksi orde satu = t VS log Ct


A
= -2,962
B
= - 5,36 x 10-5
r
= - 0,674
y
= Bx + A
= (- 5,36 x 10-5)x + (-2,962)
Reaksi orde dua
= t VS 1/Ct
A
= 916,558
B
= 0,106
r
= 0,606
y
= Bx + A
=( 0,106)x + 916,558

2. Pada Suhu 70oC


Reaksi orde nol
= t VS Ct
-3
A
= 1,092 x 10
B
= - 4,68 x 10-7
r
= - 0,979
y
= Bx + A
= (- 4,68 x 10-7)x + (1,092 x 10-3)
Reaksi orde satu = t VS log Ct
Dari ketiga orde reaksi
terlihat bahwa orde 1 adalah
yang paling mendekati +1
atau -1

A
B

= -2,961
= - 2,04 x 10-4

r
y

= - 0,996
= Bx + A
= (- 2,04 x 10-4)x + (-2,961)

Reaksi orde dua = t VS 1/Ct


A
= 913,768
B
= 0,433
r
= 0,995
y
= Bx + A
= ( 0,433)x + (913,768)

3. Pada suhu 80oC


Reaksi orde nol = t VS Ct
A
= 1,065 x 10-3
B
= - 5,43 x 10-7
r
= - 0,912
y
= Bx + A
= (- 5,43 x 10-7)x + 1,065 x 10-3
Reaksi orde satu = t VS log Ct
Dari ketiga orde reaksi
terlihat bahwa orde 0 adalah
yang paling mendekati +1
atau -1

A
B
r
y

= - 2,972
= - 2,29 x 10-4
= - 0,904
= Bx + A
= (- 2,29 x 10-4)x + (- 2,972)

Reaksi orde dua = t VS 1/Ct

A
B
r
y

= 938,463
= 0,494
= 0,910
= Bx + A
= (0,494)x + (938,463)

Perhitungan k
Log Ct = log Co
y

xt

a)Pada persamaan suhu 60 C


y
= (-5,36 x10-5) x + (-2,962)
k
= -2,303 x (-5,36 x10-5)
= 1,23 x 10-4
b)pada persamaan suhu 70 C
y
= (-2,04x10-4) x + (-2,961)
k
= -2,303 x (-2,04x10-4)
= 4,70 x 10-4
c)pada persamaan suhu 80 C
y
= (-2,29x10-4) x + (-2,972)
k
= -2,303 x ( -2,29x10-4)
= 5,27 x 10-4
Dari perhitungan setiap suhu pemanasan , didapat :
T(C)
NO
T(K)
1/T (K)
1
60
333
3,003x10-3
2
70
343
2,915x10-3
3
80
353
2,833x10-3

Persamaan Reg. Linear


A

= 7,32

vs log k

K
1,23 x 10-4
4,70 x 10-4
5,27 x 10-4

Log K
-3,91
-3,33
-3,28

B
R
Y

= -3.713,36
= -0,907
= Bx+A
= (-3.713,36)x + 7,32
Rumus Arrhenius
Log k =
.
+ log A

K pada T = 27C (300 K)


X
=
=
= 3,33x10-3
Y
Log k
Log k
K

= (-3.713,36)x + 7,32
=-3.713,36.( 3,33x10-3) + 7,32
= -5,045
= antilog -5,045
=9,016 x 10-6
Harga energy aktifasi (Ea)
B
=
Ea =-2,303xRxB
=-2,303x1,987x(-3.713,36)
=16.984,01

harga t
t=
=
=76.863,35 menit
menit

harga t 90
t 90 =
=
= 11.645,96

Grafik untuk suhu 600C

Grafik Pada suhu 70oC

Grafik pada suhu 80oC

VII. PEMBAHASAN
Praktek yang kedua ini adalah tentang Kinetika Reaksi dan studi
Stabilitas Obat. Dimana percobaan ini bertujuan untuk mempelajari kinetika

suatu reaksi kimia dari suatu obat serta menentukan waktu paro (t 1/2) dan
waktu kadaluarsa (t90) dari sutu obat. Karena obat yang digunakan dalam
percobaan kali ini adalah Asetosal sehingga pada percobaan kali ini akan
menentukan waktu paro dan waktu kadaluarsa dari Asetosal.
Persyaratan suatu obat adalah aman dalam arti stabil secara fisik maupun
kimia, sehingga suatu produk harus diketahui stabilitasnya sebelum beredar
dipasaran. Pemeriksaan kestabilan ini adalah untuk menjamin bahwa obat
yang dipasarkan tersebut memenuhi spesifikasi meski sudah lama disimpan.
Suatu obat/bahan obat mempunyai waktu paro tertentu yang dapat
memberikan gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya. Perubahan lingkungan seperti panas, lembab, sinar
matahari, dan radiasi juga pengaruh mekanik atau faktor-faktor lain dapat
menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme rusaknya obat dapat melalui
pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom
dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan (Anonim, 2012). Adapun dalam
menentukan stabilitas suatu obat , beberapa hal yang perlu di perhitungkan
adalah :
Waktu paro (t1/2) yaitu waktu yang diperlukan obat sampai jumlah
konsentrasinya menjadi setengah dari konsentrasi semula.
Waktu kadaluarsa (t90) yaitu waktu yang diperlukan untuk mengetahui
kerusakan obat hingga 10%.
Tenaga aktivasi (EA) yaitu tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul
dapat dapat bereaksi dimana berdasarkan pada suatu tetapan yang
berhubungan dengan frekuensi tabrakan diantara reaktan-reaktan.
Untuk menetapkan kecepatan dekomposisi suatu zat/obat dapat
digunakan metode accelerated, yaitu terurainya zat/obat dipercepat dengan
memanaskan pada temperatur yang lebih tinggi (Anonim, 2012).
Pada praktikum dilakukan percobaan menggunakan Asetosal. Pada
awalnya Asetosal di timbang sebanyak 0,1 gram. Kemudian sebelum
Asetosal di encerkan menggunkan Aquadest, Asetosal terlebih dahulu
dilarutkan menggunakan alkohol (etanol) sebanyak 7,5 mL. Asetosal bersifat
sukar larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Anonim,1979).
Sehingga untuk menghindari ketidak larutan asetosal tersebut, maka
Asetosal terlebih dahulu dilarutkan di dalam Etanol baru kemudian
diencerkan dengan Aquadest di dalam labu ukur hingga volume 500 mL.
Didalam air Asetosal akan terdegradasi menjadi senyawa penyusunnya yaitu
Asam Salisilat dan Asam asetat.

CH3COOH
+

ASETOSAL

AS. SALISILAT
AS. ASETAT

Selanjutnya adalah memasukkan larutan Asetosal yang telah


diencerkan tersebut kedalam tabung reaksi. Pada percobaan kali ini akan
dilakukan tiga percobaan dengan suhu yang berbeda-beda. Yaitu suhu 60 oC,
70oC, dan 80oC. Perbedaan suhu ini untuk membandingkan kecepatan
terurainya obat. Yaitu apabila suhu tinggi maka kecepatan terurainnya
obatpun akan menjadi tinggi. Masing-masing suhu dilakukan menggunakan 7
buah tabung. Sehingga tabung yang digunakan sebanyak 21 buah tabung.
Kedalam masing-masing tabung dimasukkan 10,0 mL larutan Asetosal dan
ditutup menggunakan alumunium foil. Serta disiapkan pula 1 buah tabung
untuk masing-masing suhu dan diisi dengan Aquadest. Ketiga tabung ini
digunakan sebagai tabung pengontrol suhu. Tabung diletakkan pertama kali
dan di letakkan juga termometer pada tabung berisi Aquadest ini. Ketika
suhu pada tabung pengontrol telah menunjukkan suhu yang diinginkan maka
perhitungan waktupun dimulai. Setelah 10 menit maka diambil 1 buah
tabung dari masing-masing suhu dan didinginkan di dalam es. Setelah dingin
diambil sampel dari tabung tersebut sebanyak 8 mL (untuk suhu 60 oC dan
70oC) dan 5 mL(untuk suhu 80 oC) dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan larutan Ferri Nitrat 1% lalu digojog dan didiamkan selama 6-10
menit. Maksud dari penambahan larutan Ferri Nitrat ini adalah agar
memudahkan dalam membaca nilai absorbansi pada Spektrofotometer
UV/Vis. Sedangkan tujuan pendiaman laruan adalan agar terbentuk kompleks

warna yang sempurna dari sampel dengan larutan Ferri Nitrat (warnanya
berubah menjadi ungu). Setelah itu dibaca data absorbansinya pada
Spektrofotometer UV/Vis menggunakan Kuvet dan blanko berupa campuran
Aquadest dan larutan Ferri Nitrat 1% pada 525 nm. Setelah setiap 10 menit
berikutnya diambil lagi 1 tabung berikutnya dan di lakukan hal yang sama
dengan yang dilakukan pada tabung awal. Perlakuan diteruskan hingga
tabung ke tujuh pada tiap suhu.
Setelah dibaca nilai absorbansi pada spektrofotometer UV/Vis maka
nilainya di masukkan persamaan kurva baku Asam Salisilat
Y = 1,02 x + 0,014
Dengan Y = Nilai absorbansi, maka akan didapatkan nilai dari X, Setelah
mendapatkan nilai dari X maka perhitungan di lanjutkan ke penetapan kadar
(%mg) dari masing-masing sampel pada masing-masing suhu. %mg kadar di
hitung dengan menggunkan rumus
%mg = x . fp
Dimana fp adalah perbandingan antara mL pengenceran dibagi mL sampel
yang di ambil. Setelah mendapatkan %mg, maka perhitungan dilanjutkan
dengan menghitung konsentrasi mula-mula obat yang terurai (Cx) dengan
menggunakan rumus
Cx =
Setelah mendapatkan nilai dari Cx maka perhitungan di lanjutkan pada
perhitungan Konsentrasi obat pada waktu t ( Ct ). Perhitungan Ct
menggunakan rumus
Ct = Co Cx
Dengan Co = Konsentrasi mula-mula zat dan Cx = Konsentrasi mula-mula
zat yang terurai. Setelah mendapatkan harga Ct, maka dicari pula harga dari
log Ct dan 1/Ct. Harga Ct digunakan untuk menentukan reaksi orde nol.
Karena pada orde nol waktu paro berbanding lurus dengan konsentrasi
reaktan ( t Vs Ct). Sedangkan untuk reaksi orde satu dipakai harga log Ct
karena pada reaksi orde satu tidak terpengaruh oleh konsentrasi awal dari
reaktan ( t Vs log Ct). Selanjutnya harga 1/Ct digunakan untuk menentukan
reaksi orde dua, karena pada reaksi orde dua waktu paro berbanding terbalik
dengan konsentrai awal reaktan ( t Vs 1/Ct ). Setelah pada masing-masing
suhu di hitung harga Ct, log Ct, dan 1/Ct maka selanjutnya dicari harga A, B
dan r dari masing-masing suhu dengan menggunakan kalkulator dan
dimasukkan kedalam reaksi orde nol, satu, dan dua. Pada percobaan setelah
diketahui harga A, B, dan r dari orde nol, satu, dan dua dari masing-masing
suhu maka didapatkan bahwa pada suhu 60oC degradasi obat terjadi pada

orde satu, karena harga r pada orde satu paling dekat dengan 1 yaitu r = 0,674, sedangkan pada suhu 70 oC juga terjadi pada orde satu dengan harga
r =
- 0,996 dan untuk suhu 80oC degradasi obat mengikuti orde nol yaitu
dengan harga r = - 0,912. Hal ini berarti bahwa pada percobaan pada suhu
60oC dan 70oC sudah berjalan sesuai dengan orde dari Asetosal. Sedangkan
pada suhu 80oC tidak sesuai. Degradasi asetosal mengikuti orde satu.
Untuk selanjutnya dicari nilai k dengan menggunakan rumus
Arhennius. Dengan perhitungan A, B, dan r sesuai dengan orde Aspirin serta
suhu yang kamar (27oC). Selanjutnya dicari harga energi aktivasi (Ea), waktu
paro (t1/2) dan juga waktu kadaluarsa (t90). Dari perhitungan di dapatkan
harga 9,016 x 10-6 dan berdasarkan rumus
B=
Maka didapatkan harga Ea sebesar 16.984,01

. Harga waktu paro

dihitung dengan rumus


t1/2 = 0,639/k
Maka didapatkan harga t1/2 sebesar 76.863,35 menit sedangkan menurut
rumus
t 90 =
maka didapat harga untuk waktu kadaluarsa sebesar 11.645,96 menit.
VIII. Kesimpulan
Degradasi dari obat dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka
semakin cepat pula degradasi obat tersebut.
Asetosal adalah obat yang mudah terdegradasi menjadi Asam Salisilat
dan Asam Asetat.
Orde reaksi berfungsi dalam menentukan waktu paro (t1/2) dan waktu
kadaluarsa (t90) dari suatu obat.
Pada reaksi orde nol waktu paro berbanding lurus dengan konsentrasi
awal reaktan.
Pada reaksi orde I waktu paro tidak dipengaruhi oleh konsentrasi awal
reaktan.
Pada reaksi orde II waktu paro berbanding terbalik dengan konsentrasi
awal reaktan.
Harga t1/2 yang di dapat adalah sebesar 76.863,35 menit

Harga t90 yang di dapat adalah sebesar 11.645,96 menit.


Harga Ea yang di dapat adalah sebesar 16.984,01

IX. Daftar Pustaka


Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. DepKes RI: Jakarta.
Anonim. 2012. Kumpulan Modul Praktikum Kimi Fisika. Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.
Ganjar, Ibnu Ghalib, dkk. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Martin Alfred,dkk. 1993. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia: Jakarta.

Вам также может понравиться