Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ini jelas konsep berpikir yang keliru. Pasalnya, masyarakat yang memilih mereka bukan
karena kesadaran politik mereka terhadap syariah Islam. Keinginan parpol Islam untuk
mengubah sistem sekular itu menjadi sistem Islam akan mendapat tantangan dari rakyat
sendiri yang belum sadar. Bisa-bisa mereka menganggap wakil rakyat itu telah berkhianat
kepada mereka sebab telah menyalahgunakan suara yang mereka berikan untuk perkara lain.
Sebagian orang juga beranggapan, bahwa jika sistem perundang-undangan diubahmisalnya
mengikuti prinsip the winner takes all, yaitu pemenang Pemilu, selain berhak membentuk
pemerintahan, juga berhak mengubah undang-undang dasar dan peraturan perundangundanganmaka perjuangan untuk menerapkan syariah Islam bisa ditempuh melalui
parlemen. Ini tampaknya logis. Namun faktanya, pemerintahan sekular yang didukung oleh
negara-negara Barat tidak akan pernah mentoleransi keberhasilan sebuah partai Islam dalam
Pemilu yang bisa merugikan kepentingan mereka. Apa yang terjadi pada FIS di Aljazair di
awal tahun 1992, Hamas di Palestina, termasuk yang baru terjadi di Mesir sampai hari ini,
membuktikan hal itu.
2. Jalan demokrasi dijamin aman.
Peristiwa yang menimpa HAMAS di Palestina, FIS di Aljazair dan Ikhwanul Muslimin di
Mesir merupakan pelajaran berharga kepada kita bahwa walaupun terpilih secara demokratis
dan legal, hal tersebut ternyata tidak memberikan jaminan keamanan bagi perjuangan untuk
mewujudkan perubahan. Pasalnya, Barat hanya akan memberikan jaminan keamanan jika
kelompok yang menggunakan demokrasi tersebut tidak membawa Islam pada kekuasaan.
3. Pemenang Pemilu dalam demokrasi akan dilindugi oleh Barat dan PBB
Untuk membantah mitos tersebut, kita cukup mengetengahkan pertanyaan: dimana PBB dan
Amerika sebagai negara kampium demokrasi saat terjadi pembantaian di Mesir oleh junta
militer terhadap Ikhwanul Muslimin dan pendukungnya? Di mana pula Barat dan PBB saat
pembantaian terjadi di Aljazair terhadap FIS dan pendukungnya? Bukankah mereka adalah
partai yang meraih kekuasaan melalui Pemilu yang demokratis?
4.
Menyembunyikan tujuan perjuangan untuk menegakkan syariah Islam.
Demokrasi hanyalah sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan agar bisa menerapkan syariah
Islam. Namun, tujuan tersebut disembunyikan dengan cara tidak menyampaikan di
panggung-panggung kampanye ataupun tidak dimasukan ke dalam visi ataupun misi dari
gerakan tersebut. Alasannya, jika masyarakat tahu itu, mereka tentu tidak akan memilih
karena masih menginginkan sistem sekular sekarang.
Padahal sangat penting dan suatu keharusan untuk memberikan edukasi politik di tengahtengah masyarakat tentang Islam sebagai sebuah agama sekaligus ideologi yang memiliki
seperangkat aturan yang akan memberikan solusi atas seluruh persoalan yang mendera umat
manusia. Dengan adanya edukasi politik tersebut, tentu masyarakat akan menjadi sadar
sehingga membentuk kesadaran umum di tengah-tengah masyarakat (wayul am). Kemudian
dari kesadaran umum tersebut akan menjadikan masyarakat secara kolektif menjadi memiliki
opini umum (rayul am) yang benar akan syariah Islam.
Dengan adanya kesadaran dan pemahaman masyarakat yang baik tersebut maka akan mudah
untuk menerapkan syariah Islam. Ini berbeda jika kita menyembunyikan tujuan perjuangan
tersebut. Bagaimana mungkin masyarakat akan sadar dan paham jika tidak pernah diberikan
edukasi yang baik terhadap apa itu syariah Islam sebagai sebuah solusi.
5. Dengan jalan demokrasi akan bisa mewarnai dan secara bertahap akan mengubah
sistem.
Masuknya seseorang atau partai ke dalam sistem demokrasi dengan niat ingin mewarnai,
secara fakta tidak ada bukti sama sekali. Sebaliknya, anggota parpol yang masuk ke dalam
sistem yang ada justru sering terjebak di dalamnya. Mereka, misalnya, terlibat dalam money
politic. Mereka sering bungkam terhadap kezaliman penguasa dengan alasan koalisi dengan
partai penguasa atau untuk kepentingan kompromi. Mereka pun kemudian sering membuat
pernyataan yang berubah-ubah dan membingungkan umat, mengingat kompromi yang sudah
dilakukan dengan partai-partai sekuler.
Demikianlah, yang tadinya berniat ingin mewarnai malah terwarnai; yang tadinya ingin
memberikan pengaruh malah terpengaruh. Ini merupakan jebakan demokrasi itu sendiri.
Sayang, banyak kaum Muslim yang terjebak ke dalam permainan demokrasi tersebut.
Dengan menggunakan jalan demokrasi, mereka pun berhasrat mengubah sistem secara
bertahap (tadaruj). Bagaimana mungkin bisa melakukan perubahan secara bertahap
sedangkan demokrasi tidak memberikan jalan untuk itu? Demokrasi memang memberikan
tempat bagi kelompok yang menyuarakan syariah Islam, namun tidak memberikan tempat
agar syariah Islam tersebut dapat diterapkan. Hal ini karena demokrasi telah menetapkan
dengan tegas bahwa agama tidak boleh terlibat dalam mengatur masalah publik.
seolah-olah kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi, bila perubahan yang dikehendaki adalah
daulat rakyat maka demokrasi tidak memberikan hal itu. Yang berdaulat dan berkuasa dalam
demokrasi adalah para pemilik modal. Jadi, bagaimana mungkin demokrasi bisa memberikan
kesejahteraan kepada rakyat?
Demokrasi Menjadikan Akal Sebagai Sumber Hukum
Di dalam ide kufur demokrasi, prinsip dasar yang tidak bisa dilepaskan adalah kedaulatan dan
kekuasaan berada di tangan rakyat (as-siyadah wa as-sulthan li al-ummah). Kekuasaan di
tangan rakyat tersebut diberikan oleh rakyat kepada wakil-wakilnya di parlemen sehingga
mereka berdaulat guna membuat hukum-hukum sesuai dengan keinginan mereka.
Di dalam Islam kedaulatan berada di tangan Asy-Syari, yakni Allah SWT. Artinya,
kedaulatan berada di tangan syariah (as-siyadah li asy-syari). Adapun kekuasaan berada di
tangan rakyat (as-sulthan li al-ummah). Dalam demokrasi kekuasaan diberikan kepada wakilwakil rakyat untuk membuat hukum (bukan menjalankan hukum dari Allah SWT). Adapun
dalam Islam, kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada penguasa (Khalifah) bukan untuk
membuat hukum/UU, namun untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT, yakni syariah
Islam yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas syari.
Di dalam demokrasi, hukum yang dibuat untuk mengurusi rakyat adalah bersumber dari akal
manusia yang serba lemah dan terbatas; akal yang tidak bisa mengetahui apa kebutuhan
manusia yang lain.
Sebaliknya, di dalam Islam, sumber hukum untuk mengatur persoalan setiap sendi kehidupan
manusia berasal dari Zat Yang menciptakan akal manusia itu sendiri. Dialah Allah SWT, Zat
Yang Mahatahu apa saja yang dibutuhkan oleh manusia. Allah
SWT telah menurunkan syariah Islam untuk mengatur semua persoalan tersebut (Lihat: QS
an-Nahl [16]: 89).
Terbukti kegagalan sejarah demokrasi di dunia islam dan secara syari merupakan
pengingkaran terhadap allooh swt.
Jadi, masihkah kita percaya pada demokrasi sebagai satu-satunya jalan untuk meraih
perubahan? Tidak! Hanya sistem Islam saja yang dapat mengantarkan kita menuju perubahan
yang kita cita-citakan, yakni perubahan menuju tegaknya Islam kaffah dalam sistem Khilafah
ala Minhaj an-Nubuwwah. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan menempuh thariqah
dakwah Rasulullah saw., bukan dengan jalan demokrasi yang terbukti dari sejarahnya.