Вы находитесь на странице: 1из 5

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia


Yogyakarta, 22 Februari 2011

ISSN 1693 4393

Fermentasi Hidrolisat Eceng Gondok Menjadi Bioetanol Menggunakan


Pichia stipitis
Yosi Andris Tanti1, Yuki Ratna Jayanti1, Anastasia Prima K1, Buana Girisuta1
1

Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat

Abstract
Bioethanol is a pioneer of alternative energy based on the decreasing of petroleum supplies and the increasing
of human need for fuel, then the project development of bioethanol can be an appropriate action. Water hyacinth
hydrolizate has lignocelluloses that useful for producing bioethanol through fermentation process. The purpose
of this research is to investigate the acquisition of ethanol from fermentation process based on a certain stirring
rate (RPM) and temperature. The profit of this research is to obtain the data of ethanol acquisition from the
fermentation process based on its variations. The methodology of this research begins with the size reduction of
water hyacinth and drying to expand contact area. Furthermore, thermal hydrolysis process with temperature
175oC and pressure 8-10bar with aquabidest by the comparison water hyacinth 10g: aquabidest 200ml. The
result of hydrolysis is a mixture of solids and liquids and then filtered using a filter membrane to obtain liquid
hydrolyzate as a initial substrate. The mixture contains of 30% medium nutrient and 70% hydrolyzate used as
yeast fermentation media to produce bioethanol. The fermentation process conduted fo 2 weeks with sampling
taken every 24 hours. Then, the result of fermentation process was analyzed using High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC). Based on the analysis, the highest ethanol acquisition obtained at temperature 25oC
and stirring rate 75rpm is 58,36%(ge/gs).
Keywords: bioethanol, water hyacinth hydrolizate, Pichia stipitis

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini, peningkatan kualitas
terjadi di hampir setiap bidang.
Teknologi
merupakan salah satu bidang yang terkena imbas
paling besar. Setiap Negara kini saling berlomba
untuk memperkenalkan penemuan terbaru yang
dapat mengangkat nama penemu dan negaranya.
Namun tidak jarang penemuan-penemuan ini
kurang mempertimbangkan aspek lingkungan
hidup. Dari berbagai penelitian yang ada,
diperkirakan puncak produksi minyak dunia adalah
antara 1997 sampai dengan 2040. Setelah itu,
produksi minyak dunia akan terus turun apabila
tidak ditemukan sumber daya minyak baru atau
penggunaan teknologi yang lebih canggih dalam
eksplorasi minyak bumi. Oleh karena itu, sudah
sejak 5 tahun belakangan, banyak Negara mulai
sibuk mencari sumber energi lain yang mampu
menggantikan minyak bumi tersebut. Mulai dari
energi surya (solar energy) dan pemanfaatan
bioenergi.

Gambar 1.3 Profil Perkiraan Produksi Minyak


Mentah
Bioetanol merupakan perintis utama alternatif
energi yang cukup memenuhi kriteria sebagai
sumber energi. Bioetanol ini dibuat dari bahanbahan alam yang ramah lingkungan. Pada awalnya,
pembuatan bioetanol ini masih menggunakan
sumber bahan pangan manusia seperti singkong dan
bahan penghasil gula lainnya. Karena mulai ada
pro-kontra akan bahan bakunya, mulai dicari
sumber lain yang dapat menggantikan bahan baku
awal.. Lignoselulosa merupakan suatu bahan yang
menjadi
pilihan kedua sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol ini. Indonesia memiliki
keuntungan bila dibandingkan dengan NegaraNegara lainnya karena beriklim tropis yang
menawarkan bahan baku lignoselulosa dalam

A02-1

jumlah melimpah, murah dan terkadang di siasiakan.


Salah satu sumber lignoselulosa yang lainnya
adalah eceng gondok. Berikut adalah tabel
komposisi senyawa dalam eceng gondok dalam
Tabel 1.

dengan sampel awal pada t = 0 detik dan sampel


lainnya selama 2 minggu.
Metode Analisis
Kekeruhan sel diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-visible. Konsentrasi gula dan
kandungan
etanol
akan
diukur
dengan
menggunakan
High
Performance
Liquid
Chromatography dengan kolom Aminex HPX-87H.
Laju alir dari fluida pembawa (efluen; asam sulfat
0,005 M) adalah 0,6 mL/min. Temperatur dalam
kolom diatur agar tetap berada pada 25oC. Harga
konsentrasi dan jenis senyawa yang teridentifikasi
akan ditentukan dengan bantuan kurva standar yang
telah dibuat sebelumnya.

Tabel 1. Kandungan senyawa dalam Eceng


Gondok

Dalam pembuatan etanol, diperlukan proses


untuk memecah lignoselulosa menjadi lignin,
selulosa, dan hemiseluosa, serta mengubah
monomer lignoselulosa tersebut menjadi gula
sederhana. Proses yang dilakukan adalah proses
hidrolisis. Pichia stipitis merupakan salah satu
khamir yang mampu memfermentasikan xilosa
dengan baik. Khamir ini mampu mengubah xilosa
dan semua senyawa gula sederhana menjadi etanol.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kurva Pertumbuhan Pichia stipitis
Pengamatan pertumbuhan Pichia stipitis
dilakukan selama waktu dua minggu. Profil
pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2 dimana
fasa logaritmik dimulai pada jam ke 0 dan berakhir
pada jam ke 300. Pada jam ke 300, bakteri mulai
memasuki fasa stasioner dimana pertumbuhan
bakteri mulai berkurang karena gula dalam
hidrolisat mulai berkurang dan Pichia stipitis itu
sendiri mulai memproduksi etanol.

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan yang digunakan sebagai substrat adalah
hidrolisat eceng gondok. Perlakuan awal yang
dilakukan terhadap hidrolisat eceng gondok adalah
pencucian, pengecilan ukuran, dan pengeringan
pada suhu 80oC selama 24 jam.

Kurva Standar Berat Sel Kering


Kurva standar berat sel kering diperoleh
dengan melarutkan 4 ml aquabidest ke dalam 1 ml
sampel pada berbagai waktu sehingga diperoleh
konsentrasi sampel yang berbeda-beda. Selanjutnya
sampel yang telah diencerkan diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer UV-VISNIR dengan panjang gelombang 600nm.
Selanjutnya, sampel ini disentrifugasi dan
dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam. .
Sampel yang telah kering ditimbang beratnya
dengan neraca. Kurva standar pada Gambar 3
menunjukkan hubungan antara berat sel kering dan
absorbansi. Dari kurva dapat dilihat bahwa semakin
besar absorbansi maka berat sel kering meningkat.
Hal ini menunjukkan bahwa bakteri mengalami
pertumbuhan dengan ditandai berat sel kering yang
semakin meningkat.

Mikroorganisme dan Inokulasi


Pichia stipitis NRRL Y-7124 pada percobaan
ini dikembang biakkan dalam medium potato
dextrose agar (PDA) pada temperatur 27oC
(temperatur ruang) dan diinkubasikan selama 48
jam. Setelah 48 jam, medium agar berisi Pichia
stipitis disimpan dalam lemari pendingin dengan
suhu sekitar 5oC. Medium yang digunakan adalah
hidrolisat eceng gondok yang telah disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit. Medium nutrisi yang digunakan untuk
inokulum terdiri atas yeast extract (3 gr/L), malt
extract (3 gr/L), dan peptone (5 gr/L)[Nigam,2002].
Proses
aklimatisasi
dilakukan
dengan
mencampurkan 10% hidrolisat eceng gondok pada
10 ml medium nutrisi dan kemudian di diamkan
pada suhu ruang selama 24 jam. Proses ini
dilakukan terus hingga diperoleh kondisi optimum
P.stipitis pada campuran hidrolisat dan nutrisi.
Kondisi Fermentasi
Bioreaktor yang digunakan pada percobaan ini
menggunakan labu erlenmeyer 1000 ml. Kondisi
fermentasi diatur pada dua temperatur dan laju
pengadukan yaitu 25oC, 30oC, 75 rpm, dan 150
rpm. 10 ml sampel akan diambil setiap 24 jam

Gambar 3. Kurva Standar Berat Sel Kering

A02-2

Tabel 3. Pengaruh Suhu dan Laju Pengadukan


Terhadap Perolehan Etanol (%ge/gr)
Laju Pengadukan (RPM)
Suhu
(oC)
75
150
25o
1,595
0,192
30o
0,663
0,481

18.620

Dari hasil di atas, perolehan etanol dengan


menggunakan basis gula terkonsumsi atau substrat
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan
dengan perolehan etanol dengan basis gram bahan
baku yang digunakan dalam proses fermentasi. Hal
ini dikarenakan karena dengan menggunakan basis
bahan baku yang terdiri dari 10 gram eceng gondok
serbuk untuk setiap 200 ml hidrolisat memiliki
kandungan selain etanol yaitu berupa asam asetat,
furfural, dan HMF. Sehingga hasil perolehan etanol
pun akan lebih kecil dibandingkan menggunakan
basis gula terkonsumsi saja. Profil produksi etanol
terhadap waktu pada tiap variasi disajikan pada
Gambar 5.

22.643

0.2

20.347

14.233

13.303

9.190
9.820
10.273
10.903

0.0

6.623

0.0

uRIU

0.4

19.373

15.437

16.730
17.333

6.373

0.2

7.743

uRIU

0.4

12.480

11.583

8.537
8.807

Karakteristik Produk Fermentasi


Pada percobaan utama, produk yang
dihasilkan adalah etanol dengan substrat yang
terdiri dari campuran 70% hidrolisat eceng gondok
dan 30% nutrisi. Hidrolisat eceng gondok
mempunyai kandungan gula, asam organik,
furfural, HMF. Masing masing asam organik dan
etanol dapat diidentifikasi dengan membandingkan
waktu retensi yang terlihat dari hasil analisis HPLC.
Dari kurva standar, waktu retensi untuk etanol
adalah 20.397 menit, xilosa 9.833 menit, glukosa
9.187 menit, fruktosa 10.257 menit, arabinosa
10.913 menit, furfural 58.437 menit, asam asetat
15.463 menit, dan HMF 37.92 menit. Adanya
puncak dari eluen berupa H2SO4 5mM yang
digunakan muncul pada waktu retensi 6 menit.
Gambar 4 menunjukkan salah satu hasil analisis
berupa gula, asam organik dan etanol dari HPLC.

-0.2
5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

-0.2
30.0

Minutes

Gambar 4. Kromatogram HPLC

Gambar 5. Pengaruh Produksi Etanol Terhadap


Suhu dan Laju Pengadukan

Hasil Percobaan
Variasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variasi temperatur 250C dan 300C serta
variasi laju pengadukan 75 rpm dan 150 rpm. Hasil
fermentasi ditunjukkan dengan perolehan (yield)
etanol.

Perolehan etanol masing masing kondisi


fermentasi berbeda karena karakteristik Pichia
stipitis yang mampu hidup pada kondisi tertentu
juga mempengaruhi perolehan tersebut. Dari grafik,
kondisi fermentasi pada variasi suhu 250C dan laju
pengadukan 75 rpm menghasilkan perolehan etanol
yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi
fermentasi yang lainnya hingga hari ke-16. Suhu
25oC dan laju pengadukan 75 rpm pada penelitian
ini merupakan kondisi yang baik untuk fermentasi
Pichia stipitis dalam menghasilkan etanol dilihat
dari Tabel 2 dan 3 sebesar 58,36 (%ge/gs) atau
1,595 (%ge/gr).

* Perolehan etanol (% ge/gs),(%ge/gr)


Konsentrasi
etanol
yang
dihasilkan
dipengaruhi oleh variasi selama percobaan.
Perolehan etanol yang paling tinggi ditunjukkan
dalam variasi suhu 25oC dan laju pengadukan 75
rpm. Perolehan etanol ini dihitung dari
perbandingan total etanol yang diproduksi terhadap
substrat gula total yang terkonsumsi (ge/gs) dan
terhadap bahan baku yang dibutuhkan (ge/gr).

* Pemanfaatan Gula
Secara keseluruhan, glukosa dikonsumsi
hampir habis oleh Pichia stipitis, hal ini karena
glukosa merupakan gula sederhana yang mampu
dikonsumsi tanpa harus mengalami proses
pemecahan terlebih dahulu. Xilosa terkonsumsi
terbanyak pada kondisi fermentasi 250C dan laju
pengadukan 75 rpm hingga konsentrasi xilosa
mencapai 0.0005 g/L. Konsumsi terbesar dari
arabinosa dan fruktosa terbesar terjadi pada kondisi
fermentasi 300C dan laju pengadukan 75 rpm.
Banyaknya konsumsi substrat atau gula gula
selama proses fermentasi mempengaruhi perolehan

Tabel 2. Pengaruh Suhu dan Laju Pengadukan


Terhadap Perolehan Etanol (%ge/gs)
Suhu
Laju Pengadukan (RPM)
(oC)
75
150
25o
58,36
3,74
30o
26,21
12,38

A02-3

etanol sebagai hasil fermentasi disamping kondisi


fermentasi yang juga mempengaruhi karena bakteri
yang digunakan memiliki karakteristik spesifik
untuk pertumbuhan dan metabolisme selama
fermentasi. Profil konsumsi gula dapat dilihat pada
grafik di bawah.

menggunakan HPLC, furfural mengalami


penurunan konsentrasi hingga pada suatu batas
tertentu tidak dapat terdeteksi oleh detektor
HPLC. Sehingga pada percobaan ini tidak dapat
ditentukan apakah furfural ikut terdegradasi atau
tidak. Penurunan konsentrasi furfural mungkin
terjadi akibat lamanya penyimpanan ataupun
akibat pengenceran.

Gambar 8. Profil Penurunan Konsentrasi


Furfural
3. Degradasi Hidroksimetilfurfural
HMF juga dapat berperan sebagai inhibitor
bagi Pichia stipitis dalam proses fermentasi
walaupun efeknya lebih kecil daripada pengaruh
yang diberikan oleh asam asetat. HMF dapat
terdegradasi menjadi fruktosa akibat reaksi balik
pembentukkan HMF menjadi fruktosa. Degradasi
HMF terbesar terjadi pada kondisi fermentasi
250C dan laju pengadukan 75 rpm.

Gambar 6. Profil Konsumsi Gula Terhadap


Waktu Pada Setiap Variasi
* Degradasi Asam Organik
Asam organik merupakan salah satu hasil dari
hidrolisis termal eceng gondok. Asam-asam organik
ini ikut ke dalam proses fermentasi karena
sebelumnya tidak dilakukan treatment khusus untuk
pemisahannya. Asam organik yang diamati dalam
hidrolisat adalah asam asetat, furfural, dan
hidroksimetilfurfural (HMF).
1. Degradasi Asam Asetat

Gambar 9. Profil HMF Terhadap Waktu Pada


Setiap Variasi
* Kinetika Mikroorganisme
Peningkatan mikroba merupakan peningkatan
semua komponen sel, sehingga menghasilkan
peningkatan ukuran sel dan jumlah sel. Bakteri
pada khususnya dalam penelitian ini adalah Pichia
stipitis memiliki kemampuan dalam menggandakan
diri secara eksponensial. Fasa logaritmik atau
pertumbuhan cepat bakteri yang digunakan pada
penelitian ini berakhir pada waktu ke 300 jam
dimana ditandai dengan dimulainya fasa tetap atau
stasioner. Dari kurva laju pertumbuhan di atas dapt
diperoleh besarnya nilai yang merupakan laju
pertumbuhan spesifik. Persamaan Michaelis menten
didapatkan dari mengalurkan data 1/ terhadap
1/[glukosa] sehingga didapatkan grafik di atas
dengan persamaan y = 0.142x + 106.8.
= 0,00936 dan
Sehingga diperoleh harga

Gambar 7. Profil Degradasi Asam Asetat


Terhadap Waktu Pada Setiap Variasi
Secara keseluruhan, degradasi asam asetat pada
setiap run mengalami penurunan hingga hampir
habis pada hari fermentasi ke-16 tetapi dengan
besarnya signifikansi yang berbeda-beda. Pada
kondisi 25oC 150 rpm, degradasi asam asetat
mengalami penurunan yang tajam pada hari ke-7
dari 0.004 hingga 0.0002 g/L. Sedangkan pada
kondisi lainnya, penurunan asam asetat lebih
landai. Kondisi fermentasi berbeda menghasilkan
degradasi asam asetat yang berbeda pula.
2.

Degradasi Furfural
Pada dasarnya furfural bersifat sebagai
inhibitor yang dapat menghambat pertumbuhan
dan proses metabolism dari Pichia stipitis selama
proses
fermentasi.
Dari
hasil
analisis

Ks= 0,00133. Harga

dan Ks ini hanya

berlaku pada kondisi pengukuran laju pertumbuhan.


A02-4

Untuk kondisi yang berbeda, maka akan diperoleh


harga
dan Ks yang berbeda.

Kurtzman, C. P. Candida shehatae genetic


diversity and phylogenetic relationships
with other xylose-fermenting yeasts.
Antonie Van Leeuwenhoek 57: 21522.1990.
Nigam, J.N. 2002. Bioconversion of water
hyacinthhemicellulose acid hydrolysate to
motor fuel etanol by xylose fermenting
yeast.
Priya, C., Bisaria, V.S. 1998. Simultaneous
Bioconversion
of
Cellulose
and
hemicellulose to Ethanol. Indian Institute of
Technology, New Delhi, India.
Saha, B.C. Hemicellulose Bioconversion. Journal
of
Industrial
Microbiology
and
Biotechnology 30, 279-291. 2003.

Gambar 10. Profil Laju Pertumbuhan


Mikroorganisme terhadap Glukosa
Dari penurunan kecepatan pertumbuhan dan
berhentinya pertumbuhan yang disebabkan karena
kekurangan substrat, dapat diamati hubungan antara
dan substrat yang tersisa dalam medium, yaitu
menggunakan Persamaan Monod:
= maks. S/(Ks+S)

KESIMPULAN
1. Laju pengadukan berpengaruh terhadap
perolehan etanol, dimana laju pengadukan
yang lebih rendah memberikan perolehan
etanol yang lebih tinggi.
2. Temperatur fermentasi tidak berpengaruh
terhadap perolehan etanol.
3. Perolehan etanol tertinggi sebesar 58,356
(%ge/gs) diperoleh pada variasi suhu 25oC dan
laju pengadukan 75 rpm.

DAFTAR PUSTAKA
Ahindra Nag. 2008. Biofuels Refining and
Performance.
The
Mc
Graw-Hill
Companies,Inc.USA.
Balat, M. 2007.Global Biofuel Processing and
Production Trends. Energy Explore Exploit;
25:195-218.
Brandberg, T. 2005. Fermentation of undetoxified
dilute acid lignocellulose hydrolyzate for
fuel ethanol production. Chemical Reaction
Engineering, Chalmers University of
Technology,Goteborg,Sweden.
Hadimimotlagh, R., Nahvi, I., Emtiazi, G.,
Abedinifar, S. 2007. Mixed Sugar
Fermentation
by
Pichia
stipitis,
Sacharomyces cerevisae, and an Isolated
Xylose
Fermenting
Kluyveromyces
marxianus and their Cocultures.
Han, K., and Levenspiel, O. 1988. Extended
Monod Kinetics for Substrate, Product, and
Cell Inhibition. Biotechnol Bioeng. 32:430437.

A02-5

Вам также может понравиться