Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ALAMUL HUDA
NADIA MARSHA
NOVIA KAISARIANTI
DESTA FRANCISCA
FILMAN PURWADINATA
Kata Kunci :
-
Laki-laki 45 tahun
Cepat haus
Pemeriksaan fisik :
TB : 165 cm
BB : 75 kg
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36C
Pemeriksaan laboratorium :
K-HDL : 40 mg/dl
Identifikasi masalah :
-
Laki-laki 43 tahun mengeluh badan terasa lemas dan cepat haus, sering makan makanan
berlemak
Analisis masalah
Laki-laki 45
tahun
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Laboratorium :
Lemas
TB : 165 cm
Cepat haus
BB : 75 kg
Riwayat
keluarga ibu
dan saudra
perempuan
menderita
diabetes
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
K-HDL : 30 mg/dl
Suhu : 36C
DD :
Defini
si
Etiolog
i
Patofisiolo
gi
Sindrom
metabolik
Diabetes
Faktor
risiko
Tanda &
gejala
Komplikas
i
Pemeriksaa
n
penunjang
Farmakolo
gi
Hipotesis
-
Tatalaksa
na
Non
Farmakolo
gi
Pertanyaan Terjaring :
1. Anatomi Pankreas !
2. Histologi Pankreas !
3. Fisiologi Pankreas !
4. Biokimia Pankreas !
5. Interpretasi data !
6. Mengapa pasien merasa lemas ?
7. Mengapa pasien merasa cepat haus ?
8. Sindrom metabolik :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Faktor risiko
e. Tanda & gejala
f. Komplikasi
g. Pemeriksaan penunjang
h. Tatalaksana
9. Diabetes mellitus :
ah
10. Hubungan riwayat keluarga dengan DD !
PEMBAHASAN
1. Anatomi Pankreas
Pankreas memiliki : Kaput, kolum, korpus dan kauda. Pankreas merupakan organ
retroperitoneal yang terletak kira-kira sepanjang bidang transpilorik. kaput terikat di lateral
oleh duodenum yang melengkung dan kauda memanjang ke hilus lien pada ligamentum
lienorenale. pembuluh darah mesentarika superior lewat di belakang pankreas, kemudian di
anterior, diatas prosesus usinata dan bagian ketiga duodenum menuju pangkal mesenterium
usus halus. V. cava inferior, Aorta, pleksus seliaka, ginjal kiri (dan pembuluhdarahnya), serta
kelenjar adrenal sinistra merupakan batas posterior pankreas. Selain itu, Vena porta
terbentuk dibelakang kolum pankreas dari gabungan V. lienalis dan V. mesenterika superior.
Kantung minor dan Lambung adalah batas anterior pankreas.
Struktur : duktus pakreatikus utama berjalan sepanjang kelenjar, akhirnya mengalirkan
sekresi pankreas ke ampula Vateri, bersama dengan duktus biliaris komunis, dan kemudian
menuju bagian kedua duodenum. Duktus aksesorius mengalirkan sekresi pankreas dari
prosesu unsinata pankreas, memiliki pintu agak di proksimal ampula ke bagian kedua
duodenum.
Pasokan darah : Kaput pankreas mendapat pasokan darah dari aa. pankreatikoduodenalis
superior dan inferior. A lienalis berjalan di sepanjang batas atas korpus pankreas yang
menerima darah darinya melalui cabang besar A. pankreatika magna dan banyak cabang
cabang kecil.
2. Histologi Pankreas
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
1. Bagian Eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan merupakan
tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri
atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar.
2. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas
dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak
pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron
tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala
dan badan pankreas.(Derek Punsalam, 2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan
retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di
dalam pulau.(Anonymous, 2009). Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan
pankreas.(John Gibson, 1981)
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing- masing
memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena
hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada
sifat pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam, 2009)
Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
a. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,
mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti
kadang tidak teratur.
b. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak
dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih
dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal
di tengah, dan mitokondria kecil bundar d an banyak.
c. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja
dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari
tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)
3. Fisiologi Pankreas
Eksokrin
o Terdapat 9 enzim, jg ikut membentuk protein
o Mengandung banyak elektrolit
o Menghasilkan bikarbonat (menetralisir asam lambung yang masuk ke duodenum)
Sekretin
Dihasilkan oleh duodenum dan merangsang pengeluaran bikarbonat
2.
Pancreozymin
Dihasilkan oleh duodenum dan mungkin juga oleh jejunum dan anthrum di lambung
Makanan yang masuk akan merangsang sel-sel duodenum mengeluarkan pancreozymin
merangsang pankreas
3.
Gastrin
Merangsang asam lambung dan pankreas
Terdapat gastrin I dan II
Biokimia Pankreas
Pankreas Endokrin
Insulin dan glukagon disintesis oleh jenis sel yang berbeda pada pankreas endokrin, yang
terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar diseluruh
pankreas eksokrin. Sel A (atau ) mensekresikan glukagon dan sel B (atau ) mensekresikan
insulin ke dalam vena porta hepatis melalui vena pankreatika.
Insulin
a. Sintesis Insulin
Insulin adalah hormon polipeptida. Bentuk aktif insulin terdiri dari dua rantai polipeptida
(rantai A dan rantai B) yang disatukan oleh dua ikatan disulfida antar rantai. Rantai A
memiliki sebuah rantai disulfida intra-rantai. Insulin, seperti banyak polipeptida lain,
disintesis sebagai suatu praprohormon yang kemudian diubah di retikulum endoplasma
kasar (RER) menjadi proinsulin. Proinsulin kemudian diubah menjadi menjadi insulin
melalui pemutusan proteoilitik, yang mengeluarkan peptida-C (fragmen yang tidak
memiliki aktivitas hormonal) dan beberapa residu asam amino lain.
b. Sekresi Insulin
Perangsangan sel B oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin,
suatu proses yang bergantung pada ion K+, ATP, dan ion Ca2+. Fosforilasi glukosa di dalam
sel B dan metabolisme selanjutnya mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi
Ca2+ intrasel.
Glukagon
a. Sintesis
Glukagon disintesis di sel A pankreas melalui pemutusan praproglukagon (suatu peptida
dengan 160 asam amino) yang berukuran jauh lebih besar. Seperti insulin, praproglukagon
dihasilkan di retikulum endoplasma kasar dan diubah menjadi proglukagon sewaktu
hormon tersebut masuk ke dalam lumen. Pemutusan proteolitik di berbagai tempat
menghasilkan glukagon yaitu polipeptida dengan 29 asam amino yang matang (berat
molekul 3.500) dan fragmen berisi glukagon yang lebih besar. Glukagon di metabolisis
dengan cepat, terutama di hati dan ginjal, dan waktu paruh plasmanya hanya sekitar 3-5
menit.
b. Sekresi Glukagon
Sekresi glukagon terutama diatur oleh glukosa dan insulin, dimana keduanya menghambat
pelepasan glukagon. Glukosa mungkin memiliki efek supresif langsung pada sel A dan
efek tidak langsung yang diperantarai oleh kemampuannya merangsang pelepasan insulin.
Arah aliran darah dalam pankreas membawa insulin dan sel B di bagian tengah pulau
Langerhans ke sel A yang terletak di perifer, tempat insulin menekan sekresi glukagon.
Hormon tertentu merangsang sekresi glukagon. Di antaranya adalah katekolamin
(termasuk epinefrin), kortisol, dan hormon saluran cerna (usus) tertentu.
Somatostatin
Praprosomatostatin, suatu peptida yang terdiri dari 116 asam amino, dikode di lengan
panjang kromosom 3. Somatostatin (S-14), suatu peptida siklik dengan berat molekul
1600, dihasilkan dari 14 asam amino di terminal-C molekul prekursor. S-14 pertama kali
diisolasi dari hipotalamus dan diberi nama demikian karena mampu menghambat
pengeluaran GH (somatotropin) dari hipofisis anterior. Hormon ini juga menghambat
pengeluaran insulin. Selain hipotalamus, somatostatin juga dihasilkan oleh sel D pulau
Langerhans dan dijumpai di banyak bagian sistem saraf pusat, dan di sel lambung serta
duodenum serta dalam darah.
Pengeluaran Somatostatin
Sekretogog bagi somatostatin serupa dengan yang menyebabkan sekresi insulin. Metabolit
yang meningkatkan pengeluaran somatostatin adalah glukosa, arginin, dan leusin. Hormon
yang merangsang pengeluaran somatostatin adalah glukagon, polipeptida usus vasoaktif
(VIP), dan kalesistokinin (CCK). Insulinm di pihak lain, tidak mempengaruhi sekresi
somatostatin.
Interpretasi data
Pemeriksaan
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi
TTV
Kadar Normal
Kadar Pada
Interpretasi
120/80 mmHg
Pemicu
130/90
Hipertensi
60-100x/menit
14-20x/menit
mmHg
80x/menit
22x/menit
Normal
Takipnu
napas
Hipoglikemia
Suhu
36,5-37,5oC
36oC
(Kadar gula lebih banyak
daridarah
batas normal
didalam
Gula
110-126
mg/dLdarah)
180 mg/dL
puasa
Kolesterol total <200 mg/dL
350 mg/dL
Laboratorium Trigliserida
150-199 mg/dL 250 mg/dL
Tidak adanya sumber
metabolisme
didalam
K-HDL
40-50
mg/dL sel 30 mg/dL
Glukosa berada lebih
banyak didalam
plasma
darah170 mg/dL
K-LDL
100-129
mg/dL
Pemeriksaan
Menyebabkan lemas
Hipotermia
Hiperglikemia
Hiperkolesterolemia
Meningkat
Menurun
Meningkat
Pada pemicu didapankan pasien dalam keadaan Hiperglikemia keadaan di mana kadar
gula dalam darah lebih tinggi dari nilai normal.Glukosa berperan sebagai salah satu molekul
utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh kadarnya lebih banyak didalam darah.
Sedangkan, Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan
digunakan untuk mensintesis molekul ATP (adenosine triphosphate) yang merupakan molukel
molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh. Karena glukosa ini tida ditransport kedalam sel,
menyebabkan proses metabolisme glukosa menjadi ATP untuk menghasilkan energi tidak ada hal
itulah yang menyebabkan pasien lemas.
Polidipsia
Karena
terjadi
glikogenolisis
dan
berlangsung
tanpa
defesiensi
insulin
(resistensi
insulin),
glukoneogenesis
yang
menghasilkan
kendali
tidak
adanya
karena
insulin
proses
glukosa
maka
dehidrasi,
yang
selanjutnya
dapat
menyebabkan
Sindrom metabolik
a. Definisi
Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitassentral,
dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengankenaikan risiko
diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnyadiperkenalkan Reaven
pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindromresistensi insulin dengan
adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransiglukosadan dislipidemia. Pada
tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang
terdiri dari hiper insulinemia,dislipidemi, obesitas sentral danmikroalbuminuria dengan resistensi
insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko.
Sindroma metabolik menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults
Treatment Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001 adalah sekelompok kelainan
metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung
koroner yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar Trigliserida
tinggi dan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) rendah, hipertensi dan
kadar glukosa plasma abnormal, keadaan tersebut berkaitan erat dengan suatu
kelainan sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin.
b. Etiologi
Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primer yang menyebabkan
gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah resistensi insulin
yang berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai dengan timbunan lemak
viseral yang dapatditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang.
c. Patofisiologi
Patofisiogi dari sindrom resistensi insulin tidak didasarkan dari satu faktor utama dan bersifat
multifaktor. Namun, dari beberapa penelitian didapatkan bahwa resistensi insulin
danobesitas sentral merupakan patofisiologi dasar yang saling berkaitan erat satu sama lain
tanpamengesampingkan faktor lainnya darisindrom metabolik.
1) Obesitas sentral
Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh melebihi nilai normal sehingga dapat menyebabkan
peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit. Obesitas dapat disebabkan oleh banyak
faktor tetapi prinsip dasarnya adalah sama yaitu ketidakseimbangan dalam penyimpanan dan
pengeluaran energi. Energi yang dimasukkan dalam tubuh tidak digunakan secara efektif sehingga
tertimbun dalam jaringan lemak. Terdapat dua tipe obesitas yaitu obesitas sentral dan perifer. Pada
obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai normal di daerah abdomen.
Sedangkan, obesitas perifer adalah penimbunan lemak didaerah gluteofemoral. Obesitas sentral
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam mencetuskan terjadinya resistensi insulin. Halhal yang dapat menyebabkanterjadinya resistensi insulin, antaralain :
-
Lipotoksisitas
Adipositokin.
2) Resistensi insulin
Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh banyaknya
asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang obesitas sentral.
Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam lemak bebas yang
dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor dari trigliserid dan VLDL. Pada
hipertrigliseridemia
terjadi
penurunan
isiester
kolesterol
dari
inti
lipoprotein
Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanisme yang sulit dipisahkan satu
sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas. Adanya resistensi insulin akan mengganggu
produksi endothelial Nitric OxideSynthase (eNOS) sehingga menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah. Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan hipertensi melalui beberapa
mekanisme berikut:
-
Pada individu obese terjadi peningkatan volume darah, stroke volume dancardiac output
sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistance pada individu obese yang dapat
menimbulkan kondisi hipertensi
d. Faktor resiko
1. Genetik
Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki
riwayatkeluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus.
2.
Obesitas sentral
Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas
sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi insulin sebagai penyebab
dari berbagai gangguan yang dapat berkembang dari sindrom metabolik.
3.
4. Usia
Pada sebuah studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orang dengan sindrom
metabolik seiring dengan peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar
6.7% pada usia 20-29 tahun dan 43.5% pada usia 60-69 tahun.
e. Tanda dan gejala
Obesitas sentral, dengan lemak tubuh padat di sekitar pinggang Anda. Untuk
diagnosis sindrom metabolik, obesitas didefinisikan dengan memiliki lingkar
pinggang 40 inci (102 cm) atau lebih untuk pria dan 35 inci (89 cm) atau lebih
-
lebih.
Kolesterol tinggi, dengan tingkat lemak darah yang disebut trigliserida 150
mg/dL (1.7 mmol/L) atau lebih dan tingkat kolesterol high-density lipoprotein
(HDL) (kolesterol "baik") kurang dari 40 mg/dL (1,04 mmol/L) untuk pria
f. Komplikasi
Beberapa komplikasi sindroma metabolik meliputi penyakit jantung koroner, gagal
jantung, stroke, dan komplikasi lain meliputi peningkatan terjadinya risiko
fibrilasi atrium, tromboembolisme vena, dan kematian mendadak serta penurunan
fungsi kognitif.
g. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan antara lain:
a. Resistensi Insulin
b. Glukosa darah puasa
c. Profil Lipid :
- Kolesterol total
- Kolesterol HDL
- Kolesterol LDL
-
Trigliserida
h. Tata laksana
Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan
sindrom metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap
komponen sindrom metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes,
hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan
sindrom metabolik dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya
sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua
aspek sindrom metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit
kardiovaskular. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan
darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.
-
Latihan Fisik :
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam
tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik
terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka.
Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan
hilang dalam 3 sampai 4 hari. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien
menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi
latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan
terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band
merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki
dan jogging selama 1jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral
secara bermaknapada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.
Diet :
Sasaran utama dari diet terhadap sindrom metabolik adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Bukti-bukti dari suatu studi besar
menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan
penurunkan tekanan darah. Hasil dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih
dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi
EGC, 2003.
Aru W.Sudoyo dkk. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V Jilid III. Jakarta: Internal Publishing,
2009.
Diabetes mellitus
a. Definisi dan Etiologi
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa
Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan
simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, sebagai akibat dari:
atau keduanya.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
c. Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer (Manaf,
2009).
b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi
melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa
muncul pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria.
c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya.
Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering
berkemih).
d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang
pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah
turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan
kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder
akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.
e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan
osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul
polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi
dehidrasi.
f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan sel kelaparan akibatnya nafsu makan
(appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan).
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis
trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besar-besaran
asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian
besar digunakan oleh sel
d. Klasifikasi
Jenis diabetes
Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh
lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanyatimbul pada masa kanak-kanak dan
puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul
makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes
mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan
dengan DM.
Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar.
e. Faktor risiko
Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2 menurut ADA dengan modifikasi
terdiri atas :
a. Faktor risiko mayor :
1) Riwayat keluarga DM.
2) Obesitas.
3) Kurang aktivitas fisik.
4) Ras/Etnik
5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
6) Hipertensi.
7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
8) Riwayat DM pada Kehamilan.
9) Sindroma polikistik ovarium.
b. Faktor risiko lainnya :
1) Faktor nutrisi.
2) Konsumsi alkohol.
3) Kebiasaan mendengkur.
4) Faktor stress.
5) Kebiasaan merokok.
6) Jenis kelamin.
7) Lama tidur.
8) Intake zat besi.
9) Konsumsi kopi dan kafein.
10) Paritas.
11) Intake zat besi
f. Epidemiologi
Tipe 1
Menurut data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2011, jumlah anak di dunia (usia
0-14tahun) dengan DM tipe 1 ialah 490.100 anak, dengan penambahan kasus baru sebanyak
77.800 anak per tahun. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data registrasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) tahun 2012, insiden DM tipe 1 berkisar 0,2-0,42 per 100.000 anak per
tahun.
Tipe 2
DM tipe 2 di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di
Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6%.
g. Pemeriksaan Penunjang
- Deteksi autoantibodi pada serum
- Keton darah
- Urinalisis (redusi, keton, protein)
- C-peptide (,0,85 ng/mL), menggambarkan kadar insulin secara tidak langsung
- HbA 1c, sebagai parameter control metabolic
h. Tatalaksana
Terapi Farmakologis
a) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM
Tipe I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi
dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I
harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di
dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM
Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas
dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di
bawah kulit). Lokasi penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada gambar di
bawah ini.
klinik.Penelitian untuk menemukan bentuk baru sediaan insulin yang lebih mudah
diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan.Diharapkan suatu saat nanti dapat
ditemukan sediaan insulin per oral atau per nasal.
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama
berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan
insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Tabel Penggolongan Sediaan Insulin Berdasarkan Mula dan Masa Kerja
Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis
sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali
memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu.
Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang,
kemudian
ditambahkan
insulin
dengan
kerja
singkat
untuk
mengatasi
mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis
insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH).
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang pada
penderita
diabetes
yang
membentuk
antibodi
terhadap
insulin.Insulin
dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang
berat akan mempengaruhi kadar insulin di dalam darah.
b) Terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM Tipe II.Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes.Bergantung pada tingkat keparahan
penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.Pemilihan
dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan
tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien
secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang
bekerja
menghambat
absorpsi
glukosa
dan
umum
digunakan
untuk
Contoh Senyawa
- Gliburida/Glibenklamida
Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin di
- Glipizida
- Glikazida
- Glimepirida
- Glikuidon
Meglitinida
Repaglinide
Turunan
Nateglinide
fenilalanin
yang
sel-sel
kecepatan
Biguanida
Metformin
glukosa
hati.
Tidak
merangsang
sekresi
insulin
insulin.
Berikatan
- Rosiglitazone
- Troglitazone
- Pioglitazone
gamma)
di
lemak,
dan
otot,
hati
jaringan
untuk
- - Acarbose
mencerna
- Miglitol
sehingga
glukosidase
pencenaan
yang
karbohidrat,
memper-lambat
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal.Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa.
Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status
DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan
juga sebaiknya diperhatikan.Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari.Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati,
yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak
jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging
dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g
per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa
lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih.
Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya
kaya akan vitamin dan mineral.
b. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per
hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10
menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
i. Edukasi
Pasien dan keluarga perlu diberi edukasi yang baik mengenal penyakit DM tipe 1 dan tipe
2 serta tatalaksana yang direncanakan.Demikian halnya dengan penggunaan insulin yang
harus dipahami oleh pasien dan keluarga.
Edukasi tentang pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah
mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia dengan cara mengatasinya perlu dipahami
oleh pasien.
j. Komplikasi
Komplikasi Akut
- Ketoasidosis Diabetikum
Komplikasi Kronik
- Komplikasi Mikrovaskular
a. Retinopati Diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman
penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan.
Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan
Proliferatif.Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan
pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.
Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik,
sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan
kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan
kadar gula darah yang terlalu singkat.
b. Nefropati Diabetika
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar
insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber
energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif.
Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah
atau disebut dengan ketosis.
Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan
istilah asidosis.Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis.
Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes
adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi
karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau
aseton, dan kesadaran menurun hingga koma.
- Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM adalah
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah
perifer.Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl, 2009).Komplikasi ini
timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh- pembuluh darah besar,
khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun
pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius.Berbagai studi epidemiologi
menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes
Para peneliti telah berhasil mengidentifikasi 10 variasi gen terbaru yang erat kaitannya
dengan kadar gula darah yang dapat meningkatkan resiko diabetes pada penderita
diabetes tipe 2 atau diabetes yang disebabkan karena perubahan gaya hidup. Dengan
ditemukannya 10 varian gen yang dapat mempengaruhi kadar glukosa serta insulin
dalam tubuh ini diyakini dapat memberikan harapan tentang cara pengobatan yang baru
bagi penderita diabetes tipe 2.
Sebelumnya baru ditemukan sebanyak 4 gen yang berkaitan dengan metabolisme
glukosa serta hanya 1 gen yang diketahui dapat mempengaruhi penderita diabetes tipe 2.
Namun dengan ditemukannya 10 gen terbaru ini, para peneliti dapat melihat pola-pola
lain yang muncul tentang diabetes tipe 2. Dengan adanya 10 gen terbaru tersebut, para
peneliti dapat lebih memahami bagaimana mengatur glukosa, membedakan variasi
glukosa antara yang normal dengan yang tidak, serta dapat mengetahui potensi yang
optimal untuk mengembangkan metode terapi yang baru bagi pasien pengidap diabetes
tipe 2. Para peneliti mulai melakukan penelitian dengan menganalisa sekitar 2,5 juta
variasi gen manusia yang disebut dengan SNPs yang terdiri dari 21 genom. Langkah ini
berguna untuk mencari variasi gen yang berkaitan dengan pengaturan insulin dan
glukosa. Tim peneliti melihatkan 46.000 orang yang tidak memiliki riwayat diabetes.
Para peneliti mendapatkan sekitar 25 SNPS yang dinilai memiliki peluang dapat
mempengaruhi kadar glukosa serta insulin. Selanjutnya para peneliti mempersempit 25
varian bersebut menjadi 10 varian baru yang memang berkaitan erat dengan gula darah
dan insulin serta dapat meningkatkan resiko seseorang terserang diabetes. Fakta
menunjukkan bahwa tidak semua gen yang terlibat dengan adanya peningkatan kadar
gula dalam darah dapat meningkatkan resiko terserang diabetes. Satu hal yang terpenting
adalah bagaimana untuk menungkatkan sedikit kadar glukosa sehingga masuk dalam
kategori rentang normal.
Dengan ditemukannya 10 varian gen terbaru ini, membuat para peneliti saat ini
mengembangkan metode terapi pengobatan yang terbaru untuk para pengidap diabetes
tipe 2. Sehingga diharapkan dengan adanya metode terapi yang terbaru ini nantinya
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien pengidap diabetes tipe 2.
Sumber :
http://www.hidupbersamadiabetes.com/tag/penelitian-gen-yang-mempengaruhi-guladarah/
B. Sindrom Metabolik
Sindroma metabolik telah menjadi permasalahan dunia termasuk di Indonesia
dengan obesitas sebagai salah satu komponennya. Obesitas pada remaja dapat
mengarah pada obesitas saat dewasa, yang dapat disebabkan faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetic yang mempengaruhi obesitas adalah gen penyandi reseptor
adrenergic yang berperan dalam thermogenesis. Penelitian ini dilakukan untuk
menjelaskan peran gen penyandi reseptor adrenergik pada remaja dengan
sindroma metabolik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain case
control. Kriteria sindroma metabolik menggunakan batasan dari IDF (International
Diabetes Federation). Hasil penelitian mengidentifikasi adanya polimorfisme pada
gen penyandi reseptor adrenergik pada 13,3% remaja dengan sindroma metabolik.
Polimorfisme 3 yang terjadi adalah pada rantai basa 212 missense timin menjadi adenin,
guanin dan adenin pada rantai basa 213 serta delesi rantai basa 244 pada 2 remaja
dengan SM dan rantai basa 354 pada satu remaja dengan SM. Didapatkan
hubungan antara adanya polimorfisme dan terjadinya sindroma metabolik. Dapat
disimpulkan bahwa terjadinya polimorfisme pada gen penyandi reseptor adrenergik
berhubungan dengan terjadinya sindroma metabolik pada remaja.
Sumber :
http://www.e-jurnal.com/2015/05/polimorfisme-gen-penyandi-reseptor.html