Вы находитесь на странице: 1из 7

CTM mengandung chlorpheniramine maleate.

Chlorpheniramine maleate termasuk dalam


kategori agen antialergi, yaitu histamin (H1receptor antagonist). Chlorpheniramine
maleate memiliki nama kimia 2Pyridinepropanamine, b-(4-chlorophenyl)-N,Ndimethyl. Obat ini biasa digunakan untuk
meredakan bersin, gatal, mata berair, hidung
atau tenggorokan gatal, dan pilek yang
disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau
alergi pernapasan lainnya.
Penelitian pada hewan pada obat ini tidak
menunjukkan risiko pada janin tetapi tidak ada
studi terkontrol pada wanita hamil. Penelitian
pada hewan telah menunjukkan efek samping
(selain penurunan fertilitas) yang tidak
dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada
wanita dalam 1 trimester, serta tidak ada bukti
risiko pada trimester berikutnya.
Obat golongan ini memiliki efek penenang yang
relatif lemah dibandingkan dengan antihistamin
generasi pertama. Chlorphenamine sering
dikombinasikan dengan fenilpropanolamin
untuk membentuk suatu obat alergi dengan
antihistamin dan dekongestan. Antihistamin
sangat membantu dalam kasus di mana alergi

merupakan penyebab batuk atau pilek.


CTM memiliki indeks terapetik (batas
keamanan) cukup besar dengan efek samping
dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat
perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM
sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin
dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat
(ITB,1991), CTM merupakan salah satu
antihistaminika H1 (AH1) yang mampu
mengusir histamin secara kompetitif dari
reseptornya (reseptor H1) dan dengan
demikian mampu meniadakan kerja histamin.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1
dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluhpembuluh yang lebih besar, kontraksi otot
(bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel
endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin
mencapai kulit misal pada gigitan serangga,
maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri
akibat pelebaran kapiler atau terjadi
pembengkakan yang gatal akibat kenaikan
tekanan pada kapiler. Histamin memegang
peran utama pada proses peradangan dan pada
sistem imun.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin
pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-

macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk


mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan
lain yang disertai pelepasan histamin endogen
berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi
IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin
endogen bersumber dari daging dan bakteri
dalam lumen usus atau kolon yang membentuk
histamin dari histidin.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala
seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan
waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini
menguntungkan bagi pasien yang memerlukan
istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka
yang dituntut melakukan pekerjaan dengan
kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna
CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang
mengendarai kendaraan.
Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan
setelah penggunaan CTM merupakan efek
samping dari obat tersebut. CTM adalah
sebagai antihistamin yang menghambat
pengikatan histamin pada resaptor histamin.
Indikasi
Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair,
hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek

yang disebabkan oleh hay fever (rinitis


alergi), atau alergi pernapasan lainnya.
Syok anafilaktik
Kontraindikasi :
Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap
obat antihistaminCTM mengandung chlorpheniramine maleate.
Chlorpheniramine maleate termasuk dalam
kategori agen antialergi, yaitu histamin (H1receptor antagonist). Chlorpheniramine
maleate memiliki nama kimia 2Pyridinepropanamine, b-(4-chlorophenyl)-N,Ndimethyl. Obat ini biasa digunakan untuk
meredakan bersin, gatal, mata berair, hidung
atau tenggorokan gatal, dan pilek yang
disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau
alergi pernapasan lainnya.
Penelitian pada hewan pada obat ini tidak
menunjukkan risiko pada janin tetapi tidak ada
studi terkontrol pada wanita hamil. Penelitian
pada hewan telah menunjukkan efek samping
(selain penurunan fertilitas) yang tidak
dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada
wanita dalam 1 trimester, serta tidak ada bukti
risiko pada trimester berikutnya.
Obat golongan ini memiliki efek penenang yang
relatif lemah dibandingkan dengan antihistamin

generasi pertama. Chlorphenamine sering


dikombinasikan dengan fenilpropanolamin
untuk membentuk suatu obat alergi dengan
antihistamin dan dekongestan. Antihistamin
sangat membantu dalam kasus di mana alergi
merupakan penyebab batuk atau pilek.
CTM memiliki indeks terapetik (batas
keamanan) cukup besar dengan efek samping
dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat
perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM
sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin
dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat
(ITB,1991), CTM merupakan salah satu
antihistaminika H1 (AH1) yang mampu
mengusir histamin secara kompetitif dari
reseptornya (reseptor H1) dan dengan
demikian mampu meniadakan kerja histamin.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1
dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluhpembuluh yang lebih besar, kontraksi otot
(bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel
endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin
mencapai kulit misal pada gigitan serangga,
maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri
akibat pelebaran kapiler atau terjadi
pembengkakan yang gatal akibat kenaikan

tekanan pada kapiler. Histamin memegang


peran utama pada proses peradangan dan pada
sistem imun.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin
pada pembuluh darah, bronkus dan bermacammacam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan
lain yang disertai pelepasan histamin endogen
berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi
IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin
endogen bersumber dari daging dan bakteri
dalam lumen usus atau kolon yang membentuk
histamin dari histidin.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala
seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan
waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini
menguntungkan bagi pasien yang memerlukan
istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka
yang dituntut melakukan pekerjaan dengan
kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna
CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang
mengendarai kendaraan.
Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan
setelah penggunaan CTM merupakan efek
samping dari obat tersebut. CTM adalah

sebagai antihistamin yang menghambat


pengikatan histamin pada resaptor histamin.
Indikasi
Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair,
hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek
yang disebabkan oleh hay fever (rinitis
alergi), atau alergi pernapasan lainnya.
Syok anafilaktik
Kontraindikasi :
Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap
obat antihistamin

Вам также может понравиться