Вы находитесь на странице: 1из 13

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH TEKNOLOGI SERAT, KARET,

GUM DAN RESIN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN CRUMB RUBBER
Dosen: Dr Endang Warsiki, STP, MT

Oleh :
Kelompok 7
Rizky R. Febrinda
Dillan Guciasamano
Icha Pebriyanti
Annizsa Winneta P.
Amanda D. Gebrina

F34120095
F34120098
F34120108
F34120109
F34120110

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di dunia
setelah Thailand. Karet alam termasuk salah satu komoditas agroindustri strategis
karena berperan sebagai penghasil devisa Indonesia pada sub-sektor perkebunan
dan penciptaan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2006, produksi karet alam
mencapai 2,64 juta ton, lebih dari 90% nya (2,45 juta ton) adalah jenis Crumb
Rubber yang dihasilkan oleh sekitar 115 pabrik Crumb Rubber di seluruh
Indonesia. Industri Crumb Rubber (karet remah) memiliki arti yang sangat
penting bagi perolehan devisa sekaligus penyerapan tenaga kerja. Sebagai
gambaran pada tahun 2006, industri crumb rubber berhasil meraup devisa ekspor
senilai US$ 3,77 Milyar, hampir 50% dari nilai ekspor produk pertanian. Tenaga
kerja yang terserap di bidang produksi crumb rubber mencapai + 100.000,
sedangkan dibidang penyediaan bahan baku (petani karet) lebih dari 6 juta orang,
belum termasuk para pedagang pengumpul. Luas areal tanaman karet di Indonesia
pada saat ini 3,309 juta ha, dimana 84,49% (2,796 ha) merupakan perkebunan
rakyat. Oleh karena itu, maju mundurnya kinerja industri karet alam di dalam
negeri akan memberikan dampak yang cukup luas bagi kesejahteraan rakyat.
Dengan karakteristik sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari
perkebunan rakyat, ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh karet remah
(crumb rubber) yakni sebesar 95.63%, sisanya diekspor dalam bentuk RSS
(Rubber Smoke Sheet), lateks pekat dan lainnya berturut turut sebesar 3.87%,
0.46%, dan 0.04%. Crumb rubber adalah karet kering yang proses pengolahannya
melalui tahap peremahan. Bahan baku berasal dari lateks yang diolah menjadi
koagulum dan dari lump. Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena
pengolahan crumb rubber bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu
rendah menjadi produk yang lebih bermutu.
Menurut data International Rubber Study Group (2007), dalam kurun waktu
5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar
10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata 4,72 %
per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran
internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena
karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut
meningkat tajam. Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan
internasional memprediksi permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat
lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008
sebesar 7,5 %.
Peluang yang cerah bagi perkaretan nasional tentunya hanya bisa diraih jika
Indonesia mampu meningkatkan kinerja agroindustri karetnya, antara lain melalui
peningkatan mutu crumb rubber. Terkait dengan itu, akhir-akhir ini banyak
muncul keluhan (complaint) dari beberapa pihak pengimport karet alam (terutama
pabrik ban) terhadap mutu Crumb Rubber asal Indonesia, karena disinyalir
mengandung kontaminan kimiawi yang sangat berpengaruh terhadap mutu produk
karet hilirnya.

Tujuan
Tujuan pembuatan makalah teknologi pengolahan crumb rubber ini adalah
mengetahui produk olahan karet berupa crumb rubber, mengetahui proses
produksi crumb rubber, mengetahui dampak pembuatan produk crumb rubber
terhadap lingkungan, dan aplikasi crumb rubber di Indonesia.
PEMBAHASAN
Karet
Karet (Hevea brasilliensis) termasuk dalam genus Hevea dan famili
Euphorbiaceae. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan
berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang
tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.
Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan lateks. Karet
merupakan tumbuhan tripoliat di mana setiap tangkai mempunyai tiga helai daun
yang memiliki bentuk hampir lonjong hingga lonjong. Daun karet terdiri dari
tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun 3-10 cm. Daun karet
membentuk suatu susunan yang disebut payung. Pertumbuhan karet akan berhenti
untuk sementara waktu bila telah terbentuk satu susunan payung.
Dalam satu pohon, karet memiliki bunga jantan dan betina yang letaknya
terpisah. Tanaman dewasa dapat menghasilkan 2000 biji per pohon setiap tahu,
dan diduga 1500 biji merupakan hasil penyerbukan silang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras, warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola
yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan
besar.
Tanaman karet dimanfaatkan getahnya sebagai lateks yang dapat digunakan
untuk berbagai bahan olahan karet. Dalam Tim Penulis Penebar Swadaya (1999),
terdapat beberapa macam karet alam yang dikenal, di antaranya bahan olahan.
Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:
a. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar)
b. Lateks pekat
c. Karet bongkah atau block rubber
d. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pole crepe,
estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket
crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe dan off crepe
e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
f. Karet siap olah atau tyre rubber dan karet reklim atau reclaimed rubber
Crumb Rubber
Crumb rubber (karet remah) merupakan karet yang berasal dari karet alam
dan banyak diantaranya adalah kopolimer, yaitu polimer yang mengandung lebih
dari satu monomer. Crumb rubber adalah bahan yang 100 % dibuat dari nabati

alami, dimana dalam pengolahannya digunakan dua golongan bahan baku, yaitu
lateks kebun dan lump atau gumpalan mutu rendah. Crumb rubber ini dapat
diolah menjadi aneka ragam barang yang sangat luas penggunaannya, aneka
ragam tersebut antara lain ban (untuk sepeda, sepeda motor, dan mobil), sepatu
karet, karpet berlapis karet, pembungkus logam, dan lain-lain. Produk ini
merupakan salahsatu produk turunan dari karet alam selain lateks pekat, karet sit
asap dan karet krep. Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet
spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya
tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat sifat fisika
kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, Plastisitas Wallace dan
Viscositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR
(Standard Indonesian Rubber). Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia
diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed
smoked sheet), Namun sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber)
pada tahun 1968, produksi karet sit secara dramastis menurun, beralih ke karet
remah, tidak kurang dari 90% produksi karet alam nasional setiap tahunnya
merupakan karet remah (Setyamidjaja 1993).
Proses Produksi Crumb Rubber
Menurut SNI 1903-2011, crumb rubber atau Karet berspesifikasi Teknis
adalah karet alam yang diperoleh dari pengolahan lateks, koagulum karet atau
bahan olahan karet yang berasal dari getah pohon Hevea brasiliensis baik secara
mekanis maupun secara mekanis-kimia. Bentuk karet berupa karet remah (Crumb
rubber) dan karet bongkahan (Block rubber) yang mutunya berdasarkan
spesifikasi teknis. Crumb rubber atau karet spesifikasi teknis merupakan karet
alam yang dibuat khusus sehingga mutu teknisnya terjamin. Karet dikemas dalam
bentuk bongkahan kecil dengan berat dan ukuran yang seragam, dibungkus
dengan lembar lastik polythene serta dengan sertifikat uji coba laboratorium.
Pengolahan dilakukan dengan menggunakan kagulum lateks, yaitu slab dimulai
dari penyortiran terlebih dahulu. Bahan selanjutnya masuk ke tangki-tangki air
pembersih. Pencucian lalu dilanjutkan di dalam hammermill. Pada mesin ini
pencucian diiringi dengan pemotongan lalu digiling dalam mesin penggiling
crepe. Hasil penggilingan lalu masuk ke palletiser atau mesin denggan pisau
berputar. Setelah pembutiran dilakukan, bahan melalui perlakuan kimiawi dengan
penambaan asam fosfat atau asam amino denggan perendaman. Bahan yang telah
direndam dikerngkan, lalu siap untuk dikemas (Wulandari dan Bahar 2012).
Crumb rubber adalah karet mentah berbentuk remah (butiran) yang dipres
dalam bentuk bongkah serta dengan mutu yang telah ditentukan secara teknis atau
berdasarkan sifat kimia dan fisiknya. Crumb rubber berbeda dengan karet
konvensinal lainnya dalam segi ukuran. Ukuran bendela crumb rubber lebih kecil
sehingga memudahkan pengerjaan serta dilapisi polietilen pada tiap bendela untuk
menghindari pengotoran. Penggolongan mutu dari crumb rubbertidak berdasarkan
penampakan visual seperti pada penggolongan karet konvensional (Ali 1993).
Pengolahan crumb rubber lebih singkat dan dengan hasil yang seragam.
Mutu penggunaan crumb rubber lebih terjamin. Bahan karet yang bermutu rendah
dapat ditingkatkan dengan pengolahan menjadi crumb rubber (Ali 1993).
Pembuatan crumb rubber dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara mekanis
dan cara mekanis-kimia. Cara mekanis tidak memerlukan bahan kimia dalam

pembentukan butiran karet. Cara mekanis-kimia hanya memerlukan mesin


pembutir sederhana yang sama seperti gilinngan crepe (Ali 1993).
Proses pembuatan karet remah di Indonesia menggunakan proses dynat.
Bahan pembuatan crumb rubber dapat dibedakan menjadi lateks kebun dan bahan
baku gupalan yang bermutu rendah. Prinsip pembuatan crumb rubber yaitu
penyaringan lateks, penggumpalan dengan asam secara biologis, pencacahan
(peremahan) dengan mesin pisau berputar (rotary cutter) dan pencucian dengan
air, peremahan dengan palletiser, pengeringan, pengempaan dengan mesin press
dan pembungkusan (Ali 1993).
Pengolahan crumb rubber dari lateks kebun dilakukan dengan proses
guthrie, umumnya lateks digumpalkan dengan asam atau secara biologis.
Penggumpalan dengan mengkombinasi keduanya akan lebih optimum. Cara
penggumpalan yaitu dengan menambahkan 0.36% tetes dari berat kering ke 1%
asam formiat ke dalam lateks yang dapat menghasilkan gumpalan kare kokoh dan
berpori dalam waktu 18-24 jam (Ali 1993).
Gumpalan selanjutnya dimasukkan ke dalam rotary cutter yang dilengkapi
saringan dengan ukuran 1.6 atau 1.9 cm. koagulum dipotong menjadi potonganpotonggan kecil. Potongan kecil koagulum masuk ke dalam kotak pengering dan
dikerigkan pada suhu 100oC dalam waktu 6 jam. Karet yang telah kering.
pengempaan sebaiknya dilakukan pada saat karet masih panas sehingga diperoleh
bongkahan yang baik dalam waktu pengempaan yang singkat. Berat akhir
bemdela ditimbang agar seragam (Ali 1993). Ukuran bendela diantaranya
(28x14x7) inci, atau sekitar (72x36x18) cm, dan (22.5x15x7.5) inci atau sekitar
(58x38x19) cm. bobot tiap bendela yaitu 75 lb atau 33 1/3 Kg (Tim Penulis PS
2008).
Bongkahan selanjutnya dikemas dengan plastik polietilen. Pembungkusan
ini dilakukan setengah jam setelah bongkahan dikeluarkan dari mesin pengempa.
Jika ongkahan masih terlalu panas, maka akan membentuk kumpulan embun air di
dalam plastik. Ketebalan polietilen 0.03 mm dengan titik cair 108oC dan berat
jenis 0.92 serta warna transparan. Kemasan disertai dengan tanda jenis mutu,
tanda pengenal SIR dan pengenal pabrik yang memproduksinya (tim penuulis PS
2008).
Pembuatan crumb rubber dari gumpalan karet mutu rendah dilakukan
dengan melakukan perendaman dengan air, digiling dengan penggiling lunak
(macerator) atau scrap washer disertai dengan pencucian secara bersamaan,
diremahkan dengan rotary cutter dan palletiser lalu dikeringkan, dikempa dan
dibungkus. Bahan yang digunakan yaitu slab, lump kebun, lump mangkok dan
scrap (Ali 1993).
Perendaman dengan air dimaksudkan untuk mengendapkan kotoran pada
permukaan gumpalan. Perendaman ini sekurang-kurangnya dilakukan dalm waktu
48 jam. Pencucian masih berlanjut ketika dilakukan pengecilan ukuran dengan
menggunakan gilingan pelunak atau gilingan pencuci scrap atau hammermill.
Bahan yang telah bersih diambil dan dialirkan melalui saluran air ke sabuk
pengangkut lalu dibawa ke mesin rotary cutter. Saringan lubang yang dipakai
berukuran 2.5 cm. pada pengolahan crumb rubber dari bahan bermutu rendah ini
perlu dilakukan pengecilan ukuran lebih lanjut di dalam pembutir atau palletiser
untuk menyeragamkan ukuran butiran karet yang ukurannya relatif besar (Ali
1993).

Menurut SNI 1903-2011 SIR dibedakan dalam 9 golongan, yaitu SIR 3


CV (constant viscocity), SIR 3L (light), SIR 3 WF (whole field), SIR LoV (low
viscocity), SIR 5, SIR 10, SIR 10 CV/VK (constant viscocity), SIR 20, dan SIR
20 CV/VK. constant viscocity merupakan karet alam dengan viskositas mantap
yang viskositasnya dikendalikan dengan penambahan bahan kimia untuk
memantapkan viskositas sebelum atau ssudah pengeringan dan dinyatakan dalam
viskositas mooney. Berdasarkan bahan baku pengolahannya SIR dibedakan
menjadi 3 yaitu dari lateks kebun (SIR 3 CV, SIR 3L, SIR 3 WF, dan SIR LoV),
dari karet lembaran atau koagulum segar (SIR 5), dan dari koagulum lapangan
(SIR 10, SIR 10 CV/VK, SIR 20, dan SIR 20 CV/VK).
Lateks
kebun

Pencampura
n

Penggumpal
an

Penggilingan

Peremahan

Pengeringan

Pengepakan

SIR 3 CV, SIR 3L, dan SIR 3 WF


siap ekspor

Gambar 1 Proses Pengolahan SIR 3 CV, SIR 3 L dan SIR 3 WF (Siregar dan
Suhendry 2013)
Koagulan

Sortasi

Pembersihan

Penggilingan

Peremahan

Pengeringan

Pengepakan

SIR-5 siap
ekspor

Koagulan
Gambar 2 Proses Pengolahan SIR-5
(Siregar dan Suhendry 2013)
Pengecilan
ukuran

Sortasi

homogenisasi

Penggilingan

Penyatuan
koagulan
Pembeberan
homogenisasi

Pre-drying

Maturasi

Pembersihan
pendahuluan

Penggilingan

Peremahan

pengeringan

SIR-10 siap

pengemasan

Gambar 3 Proses pengolahan SIR-10 (Siregar dan Suhendry 2013)

Koagulan

Sortasi

Pembersihan pendahuluan

Pengecilan
ukuran

Pencampura
n

Pencucian

Penggilinga
n

Pre-drying

Peremahan

Pengeringa
n

Pengepaka
n

SIR-20 siap ekspor

Gambar 4 Proses pengolahan SIR-20 (Siregar dan Suhendry 2013)


Perbedaan pengolahan SIR-3 terletak pada perbedaan bahan yang
digunakan sebelum penggumpalan (koagulasi) dilakukan. Pada pembuatan SIR3CV digunakan Hidroksilamin neutral sulfat 5-10% dan amonia sebanyak 0.3%
dengan dosis 0.10-0.15 % (b/b). pda pembuatan SIR-3L digunakan Natrium
metabisulfit 5-10% atau asam borat 10% dengan dosis 0.03-0.05% (b/b). Pada
pembuatan SIR-3W tidak ada penambahan bahan kimia sebelum koagulasi
dilakukan. Pada saat koagulasi sebaiknya lateks diaduk agar homogen.
Homogenisasi dapat berjalan dengan lebih baik dengan pencampuran antioksidan
yang merata apabila dilakukan pengenceran lateks hingga KKK lateks mencapai
20-25%. Pengenceran ini juga dapat memberikan warna karet yang lebih cerah
(Siregar dan Suhendry 2013).
Lateks yang diterima pabrik disaring dengan saringan 40-60 mesh lalu
ditambah 2-5% asam format secara bertahap. Hal yang perlu diperhatikan pada

saat penggumpalan yaitu pH penggumpalan. Ukuran pH optimum untuk


pembuatan SIR-3CV yaitu 4.5-5.5, sedangkan SIR-3L adalah 5.2. Nilai pH yang
terlalu rendah dapat menyebabkan warna SIR menjadi semakin gelap (Siregar dan
Suhendry 2013).
Pada pengolahan SIR-5, koagulum yang digunakan tidak boleh berumur
lebih dari 3 hari. Hal ini mempengaruhi penurunan Po dan PRI. Nilai PRI adalah
ukuran dari besarnya sifat plastisitas (keliatan/kekenyalan) karet yang masih
tersimpan, bila karet tersebut dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140 derajat
Celcius. Pengujian nilai PRI dilakukan dengan mengukur degradasi (penurunan)
ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi. Nilai lebih dari 80%
menunjukkan bahwa ketahanan karet mentah terhadap oksidasi adalah besar. nilai
PRI dapat diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket-lengket
jika lama disimpan atau dipanaskan.
Standar Spesifikasi SIR
Spesifikasi

SIR5

SIR20

SIR35

SIR50

Kadar kotoran (%)


Kadar Abu (%)
Kadar zat menguap (%)

0.05
0.50
1.00

0.20
0.75
1.00

0.35
1.00
1.00

0.50
1.25
1.00

Bahan olah disortir terlebih dahulu berdasarkan asal dan jenis bahan olah,
KKK, umur dan tingkat kebersihannya. Penggilingan dilakukan dengan mesin
macerator dan crepper dalam 8-9 kali giling (Siregar dan Suhendry 2013).
Pengolahan SIR-10 tergantung pada kebersihan dan keberagaman bahan
yang ada. Jika bahan olah bersih, seragam dan berumur kurang ari 11 hari maka
pengolahan tidak melalu predrying. Bahan olah SIR-10 berupa sit angin tidak
melalui sortasi dan pembersihan pendahuluan. Proses pengecilan ukuran
dilakukan bersamaan dengan penghilangan kotoran. Kotoran yang dihasilkan
dapat mencapai 25-50% (Siregar dan Suhendry 2013).
Bahan olah untuk SIR-5 di antaranya sleb, lamp mangkok, screp bersih
dan bermutu baik serta tidak tercampur. Bahan olah untuk SIR-10 yaitu campuran
sleb, lamp mangkok, skrep dan kadang-kadang getah tanah yang berasal dari karet
rakyat. Bahan olah yan digunakan untuk SIR-20 yaitu campuran sleb, ojol, skrep,
getah tanah dan bahan olahan lain yang bermutu rendah. Bahan olah ini biasanya
berasal dari karet rakyat (bokar) (Siregar dan Suhendry 2013).
Alat yang diperlukan dalam pengolahan lateks di pabrik karet yaitu mesin
penggilingan, tangki koagulasi, dan ruang pengering. Bahan yang diperlukan yaitu
bahan kimia yang terdiri dari bahan pembeku, bahan pengelantang, bahan
vulkanisasi, bahan pemercepat reaksi, antioksidan dan antiozonan, bahan pelunak,
bahan pengisi, bahan peniup, bahan pencegah vulkanisasi dan pewangi. Bahan
non-kimia yang biasa digunakan yaitu air dan kayu bakar. Tangki koagulasi
berfungsi menggumpalkan lateks dan berbahan alumminium. Ukuran tangki
bervariasi, yaitu 10x3x16 kaki yang disekat menjadi 76 atau 91 ruangan yang
lebih kecil. Ukuran 300x70x40 cm yang disekat menjadi 75 hingga 90 ruang kecil
(Setiawan dan Andoko 2005).
Bahan pembeku berfungsi membekukan lateks. Bahan pembeku di
antaranya asam format atau asam semut, asam asetat atau asam cuka. Bahan

pengelantang digunakan untuk mendapatkan warna karet yang diinginkan karena


warna alami lateks agak kuning hingga kuning. Bahan vulkanisasi digunakan
untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan vulkanisasi yaitu peroksida
organik dan damar fenolik. Bahan pemercepat reaksi yaitu sulfenamida,
dithiokarbonat, tiuransulfida dan tiazol. Fungsi penggunaan bahan ini yaitu untuk
mempercepat proses vulkanisasi. Bahan antioksidan dan antiozonan berfungsi
melindungi karet dari oksigen dan ozon. Antioksidan juga melindungi karet dari
suhu tinggi, keretakan, dan kelenturan. Bahan antioksidan ini dapat diperoleh dari
golongan turunan difenil amina seperti Nonox OD, golongan fenil naftilamin
seperti PAN dan PBN, golongan kondensat keton seperti agrite resin. Bahan
pelunak seperti minyak nabati digunakan untuk memudahkan pembuatan dan
pembentukan bahan. Bahan pewangi digunakan untuk menyamarkan aroma karet
yang secara alami khas dan kurang enak. Air sebagai omponen industri karet
digunakan untuk pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian alat dan
pendinginan mesin (Setiawan dan Andoko 2005).
Dampak Pengolahan Crumb Rubber terhadap Lingkungan
Dampak yang dihasilkan pada industri pengolahan menjadi kompensasi
yang harus diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekitar. Pada kasus pabrik
pengolahan karet remah, dampak yang ditanggung masyarakat adalah pabrik karet
remah yang menghasilkan bau yang dapat mengganggu kenyamanan selain itu
dapat menganggu kesehatan akibat terakumulasi zat pencemar tertentu dalam
tubuh. Social cost merupakan aplikasi dari prinsip pencemar membayar atau
polluter pays principle berupa pengenaan pungutan atau pajak lingkungan yang
merupakan kenyataan bahwa suatu barang seharusnya mencerminkan seluruh biaya
produksi termasuk penggunaan sumberdaya lingkungan dan mengakomodasikan
biaya eksternal atau lingkungan (Suparmoko dan Suparmoko, 2000). Berdasarkan
diskusi dengan pakar maka social-cost yang dikeluarkan oleh pabrik dapat berupa
pengecekan kesehatan dan pengobatan gratis bagi masyarakat sekitar pabrik atau
membangun sarana sosial yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar.
Pada kondisi yang lain yaitu lokasi-pabrik is di pemukiman, masyarakat
menolak cemaran dan proses-pengolahan menggunakan pre-drying menghasilkan
kriteria kontrol limbah yang ketat. Selanjutnya dengan kriteria kontrol limbah yang
ketat tetapi dana pengolahan limbah yang dimiliki berlebih dan fasilitas pengolahan
limbah cair yang dimiliki sedang menghasilkan rekomendasi akhir berupa
perusahaan menerapkan unit pengolahan limbah gas dan mengeluarkan social cost
kepada masyarakat sekitar. Dana yang dibutuhkan untuk penanganan limbah gas
pabrik karet remah berdasarkan diskusi dengan pakar dapat dikatakan cukup besar
karena dengan teknik penanganan limbah gas menggunakan scrubber akan
menghasilkan limbah dalam bentuk lain yaitu limbah cair.
Limbah cair yang
dihasilkan dari unit scrubber diduga memiliki kesamaan karakteristik dengan
limbah cair proses pengolahan lateks kebun menjadi produk karet setengah jadi
seperti RSS,lateks pekat, dan karet remah.
Masalah utama yang terjadi yang terjadi dalam bokar (bahan olah karet)
yang dihasilkan oleh petani karet untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR 20
adalah mutu bokar yang rendah dan bau busuk yang menyengat sejak dari kebun.
Mutu bokar yang rendah disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks

(getah karet) yang tidak dianjurkan dan merendam bokar di dalam kolam/sungai
selama 7-14 hari. Hal ini akan memacu berkembangnya bakteri perusak
antioksidan alami di dalam bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan
plastisitas setelah dipanaskan selama 30 omenit pada suhu 140C (PRI) menjadi
rendah
Bau busuk menyengat terjadi juga karena pertumbuhan bakteri pembusuk
yang melakukan biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida.
Kedua hal tersebut terjadi karena bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini
tidak dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Kemudian bau busuk tersebut di bawa
terus sampai ke pabrik karet remah dan di pabrik yang menjadi sumber bau busuk
tersebut adalah berasal dari tempat penyimpanan bokar, kamar gantung angin (pre
drying room), dan mesin pengering (dryer).
Aplikasi Crumb Rubber di Indonesia
Beberapa aplikasi crumb rubber adalah sebagai berikut:
Sebagai bahan campuran rumput sintetis yang terdapat di lapangan bermain
Adanya crumb rubber yang tersebar di antara rumput sintetis di lapangan
bermain (antara lain lapangan futsal, lapangan bermain anak-anak, dll),
memberikan tambahan bantalan dan sifat pegas/kelentingan yang disukai anakanak atau para atlit. Crumb rubber tidak terpengaruh dengan cuaca, karena
sifatnya yang tidak menyerap air, dia dapat kering dengan sangat cepat, dan
mengurangi debu dan lumpur, lapangan anda akan selalu siap setiap saat. Crumb
rubber menjaga anak-anak atau para atlit tetap aman sambil membantu mereka
bermain lebih baik.
Crumb rubber tidak beracun dan bersih, sangat ekonomis bisa dipakai
dalam jangka waktu sangat lama, tersedia dalam berbagai ukuran, tidak akan
membusuk, mengurangi kerumunan serangga, tidak akan terbang karena angin
atau hujan (Loo 1973).
Sebagai bahan campuran pada sol sepatu
Tujuan utama pencampuran karet daur ulang pada sol sepatu adalah untuk
menurunkan biaya produksi.
Sebagai bahan campuran pada aspal
Aspal yang dimodifikasi dengan karet telah lama dikenal untuk
memperbaiki sifat reologi pada suhu rendah dan tinggi dan membuat daya tahan
lebih lama 3 kali lipat dibandingkan dengan aspal konvensional. Meskipun harga
aspal yang dimodifikasi dengan karet tersebut jauh lebih tinggi daripada aspal
konvensional, keuntungan yang diperoleh dengan penambahan umur asphalt
modifikasi tersebut menjadikan total harga yang lebih murah.
Produksi aspal yang dimodifikasi dengan karet dilakukan dengan cara
tradisional yang sederhana yaitu mencampur aspal yang dipanaskan lebih dari
200C dengan 15-25% berat crumb rubber. Produk yang dihasilkan mempunyai
kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspal konvensional pada
rentang suhu yang cukup luas. Keuntungan lain adalah meningkatkan sifat
impermeabilitas/tidak tembus. Tetapi perlu dipertimbangkan juga kekurangannya

yaitu hal yang berkaitan dengan proses persiapan selama penyimpanan campuran
panas. Crumb rubber dan aspal akan memisah menjadi 2 fase atau lebih,
dikarenakan interaksi yang lemah antara permukaan partikel karet dan aspal.
Pemisahan yang terjadi pada asphalt biasa terjadi antara 2 sampai 4 % saat
campuran panas disimpan. Aspal yang dimodifikasi dengan karet menghasilkan
campuran tidak homogen sampai 25 % pemisahan. Keadaan tidak homogen ini
mengurangi reliabilitas produk tersebut. Pemisahan ini mengurangi umur yang
diharapkan dari aspal yang dimodifikasi dengan karet ini (Setyamidjaja 1993).
Beberapa studi menunjukkan bahwa penambahan bahan kimia dapat
mengikat karet dan aspal sehingga mengurangi pemisahan dan menghasilkan
produk homogen yang lebih tahan lama. Pemisahan yang terjadi menurun drastis
menjadi hanya 57 %. Hal ini dikarenakan terjadinya ikatan kimia bukan hanya
campuran fisik. Peningkatan stabilitas campuran dan sifat yang lebih homogen
mengurangi biaya penyimpanan dan meningkatkan umur dari jalan yang di aspal.
Sifat baik lain yang muncul adalah meningkatkan sifat reologi pada suhu
rendah dan tinggi. Umumnya dengan penambahan kimia, biaya akan meningkat
60 % lebih tinggi tanpa adanya penambahan bahan kimia. Tetapi biaya
penyimpanan akan berkurang (Tim Penulis PS 1999).
SIMPULAN
Karet alam termasuk salah satu komoditas agroindustri strategis karena
berperan sebagai penghasil devisa Indonesia pada sub-sektor perkebunan dan
penciptaan lapangan pekerjaan. Salah satu olahan karet alam yaitu crumb rubber.
Crumb rubber (karet remah) merupakan karet yang berasal dari karet alam dan
banyak diantaranya adalah kopolimer, yaitu polimer yang mengandung lebih dari
satu monomer. Crumb rubber adalah bahan yang 100 % dibuat dari nabati alami,
dimana dalam pengolahannya digunakan dua golongan bahan baku, yaitu lateks
kebun dan lump atau gumpalan mutu rendah. Crumb rubber (karet remah)
digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber),
karena penilaian mutunya tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara
menganalisis sifat sifat fisika kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar
N, Plastisitas Wallace dan Viscositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia
dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber). Karet dikemas dalam
bentuk bongkahan kecil dengan berat dan ukuran yang seragam, dibungkus
dengan lembar lastik polythene serta dengan sertifikat uji coba laboratorium.
Pengolahan dilakukan dengan menggunakan kagulum lateks, yaitu slab dimulai
dari penyortiran terlebih dahulu. Bahan selanjutnya masuk ke tangki-tangki air
pembersih. Pencucian lalu dilanjutkan di dalam hammermill. Pada mesin ini
pencucian diiringi dengan pemotongan lalu digiling dalam mesin penggiling
crepe. Hasil penggilingan lalu masuk ke palletiser atau mesin denggan pisau
berputar. Setelah pembutiran dilakukan, bahan melalui perlakuan kimiawi dengan
penambaan asam fosfat atau asam amino denggan perendaman. Bahan yang telah
direndam dikerngkan, lalu siap untuk dikemas. Pembuatan crumb rubber dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu cara mekanis dan cara mekanis-kimia. Cara
mekanis tidak memerlukan bahan kimia dalam pembentukan butiran karet. Cara
mekanis-kimia hanya memerlukan mesin pembutir sederhana yang sama seperti
gilinngan crepe

DAFTAR PUSTAKA
Ali NBV. 1993. Kajian Keseragaman Kualitas Crumb Rubber di Pabrik
Pengolahan Karet Alam PTP XII Perkebunan Cikumpay, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat. [SKRIPSI]. Bogor (ID) : IPB.
Loo TG. 1973. Penuntun Praktis untuk Pembuatan Karet. Jakarta(ID) : PT. Kinta.
Setiawan DH dan Andoko A. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
Tangerang (ID) : Agromedia Pustaka.
Setyamidjaja D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta (ID): Pnerbit
Kanisius.
Siregar THS dan Suhendry I. 2013. Budi Daya dan Teknologi Karet. Jakarta (ID) :
Penebar Swadaya.
SNI 1903-2011 Karet Spesifikasi Teknis
Suparmoko M dan Suparmoko MR. 2000. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta
(ID): BPFE.
Tim Penulis PS. 1999. KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan
Pengolahan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tim penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya
Wulandari ES dan Bahar S. 2012. Perangkat Lunak (Software) bantu Pengolahan
Data Produksi Crumb Rubber pada PT Badja Baru Palembang. Teknmatika.
2(3):216-236

Вам также может понравиться