Вы находитесь на странице: 1из 15

KO N S E P D A S A R

H I P E RT R O P I P R O S TAT [ B P H ]
PENDAHULUAN
Istilah hipertropi prostat sebenarnya tidaklah tepat, karena sebenarnya
kelenjar prostat tidaklah membesar/hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretral lah yang mengalami hiperplasia [tidak hipertropi]. Dalam hal ini sel-sel
glandular dan sel-sel interstisial mengalami hiperplasia [sel-selnya bertambah
banyak].

Maka dalam literatur Benigna Hiperpalsia of The Prostate gland atau

Adenoma Prostat tapi istilah Hipertropi Prostat sudah umum dipakai.


Kaum laki-laki yang telah berumur lebih dari 50 tahun sering menderita
pembesaran kelenjar prostat dan frekuensinya bertambah sesuai dengan umur.
Kelenjar prostat merupakan bagian dari alat reproduksi dan melingkari bagian
pangkal uretra, sehingga bila terjadi pembesarn kelenjar ini, uretra yang di tengahtengahnya akan tertekan, sehingga air seni tidak dapat mengalir keluar dengan lancar.

Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot destrosur menebal dan meregang sehingga
timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrosur ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrosur menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio
urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:
Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah
gambaran awalnya dan menetap dari BPH

Hesitancy [kencing harus menunggu lama] terjadi karena destrosur membutuhkan


waktu yang cukup lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
Intermittency [kencing terputus-putus] terjadi karena destrosur tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam
buli-buli.
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval antar miksi pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari [nokturia] karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus spinkter dan uretra berkurang selama tidur.
Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan ketidakstabilan destrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
Inkontenensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spinkter.

Etiologi
Masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakkan
untuk BPH ini seperti:
Teori tumor jinak [karena komponennya]
Teori rasial dan faktor sosial
Teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui.
Teori yang berhubungan dengan aktivitas hubungan seks
Teori ketidakseimbangan hormonal.
Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan
antara hormon androgen dan hormon setrogen. Pada usia lanjut estrogen tetap dan
androgen turun, maka terjadi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak
secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.

Gejala klinik
Sesuai dengan anatominya, maka pembesaran prostat dapat mengenai daerah
peri uretral, daerah subtrigonal atau daerah bladder neck dan pendesakan daerah
inilah yang menyebabkan gejala klinik.
Progresifitas dari BPH adalah lambat, artinya penderita tidak mengetahui
onset dari penyakitnya itu dan ia timbul telah ada penyulit-penyulit, seperti yang
sering adalah retensi urine, berkurangnya pancaran kencing, air kencing menetas
setelah habis berkemih, berkemih yang tidak lampias.
Tetapi tidak semua BPH menimbulkan keluhan, maka dari itu besarnya
kelenjar prostat tidak menentukan berat ringannya gejala, walau biasanya prostat
yang besar menyebabkan obstruksi yang besar pula.
Adapun keluhan keluhan tersebut dapat dibagi dalam derajatderajat:
Derajat I

Penderita merasakan lemahnya pancaran kencing, kencing tak

lampias, frekuensi kencing bertambah pada malam hari.


Derajat II

adanya retensi urine maka timbullah infeksi. Penderita akan

mengeluh waktu miksi terasa panas [disuria] dan kencing malam


bertambah hebat.
Derajat III

: timbulnya retensi total

Selain gejala-gejala di atas, dapat timbul gejala-gejala lain seperti:


Masa pada abdomen bagian bawah.
Hematuria
Overflow urinari incontinencia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi
bladder neck dan sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan ureum
dan kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya.
Kadang-kadang retensi akut merupakan gejala pertama yang dikeluhkan
penderita, hal ini disebabkan oleh karena edema yang terjadi oleh prostat yang

membesar, edema akut juga dapat disebabkan oleh menahan kencing yang terlau
lama, disebabkan oleh udara dingin atau terlalu banyak minum.

Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi decompensasi akan terjadi retensio urine karena
produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam bulibuli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid.

Te r a p i
Terapi untuk BPH ada 2 macam yakni:
1 . Ko n s e r v a t i f
Terapi konservatif dilakukan bila terapi operatif tidak dapat dilakukan, karena
misalnya: menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi
operasi lainnya.
Tindakan konservatif yaitu mengusahanakan agar prostat tidak mendadak
membesar, karena terjadi/adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik
Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara:
a.

Kateterisasi intermiten
Buli buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien
kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan.

b.

Kateterisasi Indwelling

Sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi
urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti
dengan kateter baru.
Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya
infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.
2.

Te r a p i o p e r a t i f

Tindakan operatif
-

Pernah obstruksi/retensi berulang.

Rine siasa lebih dari 50 cc


-

Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas.

Kontra Indikas i
Kelainan jantung yang berat [dekompensai dan infark segar], insufisiensi paru yang
hebat, hipertensi.
Ko n t r a i n d i ka s i re l a t i f
-

DM yang tidak terkendali

Kelainan pembekuan darah.

Ada empat cara prostatektomi yang dikenal:


1.

Suprapubik Transvesikel yaitu kelenjar prostat diangkat melalui


sayatan dinding perut dengan membuka kandung kencing.

2.

Retropubik ekstravesikel yaitu dinding perut disayat agak


kebawaha, lalu kelenjar prostat diangkat tanpa membuka dinding kandung kemih

3.

Perineal prostatektomi yaitu kelenjar prostat dibuang melalui


perineum.

[Sekarang

sudah

ditinggalkan

karena

banyak

menimbulkan

komplikasi]
4.

Trans Urethral Resection (TUR) yaitu: kelenjar prostat diangkat


melalui saluran uretra

Komplikasi yang biasa terjadi:

1. Perdarahan
2. Inkontinensia

3.

Uretritis dan traktus uretra.

4. Epindidimiorkhitis
5. Trombosis
6. Fistula [suprapubik, rektiproostatik]
7. Osteitis pubis.

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini cukup baik bila penderita berobat dengan baik
yaitu operatif. Tindakan pengobatan konservatif hanyalah menunda waktu operasi /
tidak menghilangkan causanya.

PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN

PERSIAPAN PRE OPERASI


Tanda persetujuan secara tertulis: penderita dan keluarga harus menyatakan
persetujuan pembedahan.
Catatan sebelum pembedahan
Ahli bedah harus meninggalkan suatu catatan pada status pasien dengan
menuliskan latar belakang, penemuan penemuan dan indikasi untuk operasi itu.
Pesan sebelum pembedahan
Pesan tertulis sehari sebelum operasi untuk melengkapi persiapan :

1.

Persiapan kulit

Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran itu langsung
dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dengan bersih
malam sebelum pembedahan.
2. Diet
Penderita tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam atau pasien dipuasakan
dan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
3. Cairan IV
Pemberian cairan intra vena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada
penderita yang lansia atau yang lemah maka perlu diberikan cairan penguat yang
diberikan pada malam sebelum pembedahan
4. Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut, pengosongan
sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2- 3 tablet Biksahodil [Dulcolax]
Per oral atau melalui supositoria. Pengurasan lebih sempurna dilaksanakan
dengan enema memakai garam fisiologis atau air ledeng + sabun yang hangat
hangat kuku [500 1500cc].
5. Pemberian obat-obatan
Premedikasi anestetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anestesi. Obat-obatan
sebelum pembedahan dapat atau tidak dapat diteruskan harus dilihat lagi.
6. Test laboratorium

Penentuan BUN, kreatinin serum dan urinalisa rutin, kalium serum, kreatinin serum,
lab darah dll.
7. Sinar x
Penyinaran pada dada, pielogram IV dapat menetapkan besarnya ginjal dan adanya
obstruksi air kemih dan arteriogram kadang-kadang diperlukan.

8.

Transfusi darah.

Harus disiapkan bilamana diperlukan


9. Kandung kencing
Kateter Foley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik memasang kateter
sesudah dibedah dari pada sebelumnya
PERAWATAN PASCA BEDAH

Pesan sesudah pembedahan


1. Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang dihadapi.
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi harus dicatat tiap 15 menit sesudah itu tiap
jam selama beberapa jam kemudian tiap 4 jam hingga penderita stabil.
3. Catat BB setiap hari, input dan out put
4. Tentukan catat BUN, kreatinin dan elektrolit setiap hari
5. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
6. Aktivitas dan posisi
Posisi mula-mula terlentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau kanan
tiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri dan setiap jam sesudahnya.
Anjurkan menggerakkan kaki secara aktif dan pasif setiap jam hingga dibolehkan
berjalan.
7. Makanan
8. Cairan intra vena [catat jenis cairan dan kecepatannya infus]
9. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat out put nya.
10. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya, warna dan out put-nya.

11. Pantau irigasi pada kandung kemih bila ada.


12. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah.
13. Pengobatan
Telitilah daftar obat-obatan yang diberikan sebelum pembedahan apakah masih
perlu diberikan obat sesuai dengan indikasi dan pesanan dokter.

Bibliography
Mansjoer Arif [edit] [et _al.].Kapita Selekta Kedokteran.Ed. 3, cet.1.
Jakarta: Media Aesculapius, 2000.
Doenges, Marylinn E . . . [et_al].Rencana Asuhan Keperawatan.Ed.3.
Jakarta: EGC.1999.
Drajat. M.T.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus,--Jakarta: Aksara
Medisina, --1986.
Oswari.E.Bedah dan Perawatannya.Jakarta: Gramedia, -- 1993.

PADA PASIEN DENGAN POST OP APPENDICTOMI

KONSEP DASAR
a. DEFINISI
Appendicsitis adalah merupakan radang appendics, suatu bagian seperti kantung
yang non fungsional dan terletak dibagian inferior sekum.
B. ETIOLOGI
Paling umum oleh obstruksi lumen oleh feses.
C. PATOFISIOLOGI
Bila appendics tersembat, tekanan intralumen meningkat, menimbulkan
penurunan drainase vena, oedema dan invasi bakteri dinding usus. Bila obstruksi
berlanjut appendics menjadi semakin hiperemik, hangat dan tertutup eksudat
yang seterusnya menjadi gangren dan perforasi.
Appendics tersumbat

Tekanan intraluminal

Drainase vena

Trombosis, oedema

Obstruksi berlanjut
(hiperemik dan eksudat)

Gangren dan perforasi.

D. TANDA DAN GEJALA


Anoreksia biasanya tanda pertama
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).
Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.
postekal/nyeri terbuka diare.
Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Lekositosis bervariasi, tidak mempengaruhi diagnosa/penatalaksanaan
e. PENATALAKSANAAN
Tidak ada penataksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan.
Cairan intra vena dan

antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi

pengangkatan appendics

dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi.

Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi


dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda
namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi
lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
F. DIAGNOSA BANDING
Adenisitis Mensentrik.
Kista ovari
Koletiasis
Batu ginjal/uretra.
Diverkulitis
G. KOMPLIKASI
Perforasi dengan pembentukan abses
Peritonitis generalisata
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian.
A. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala

Malaise

B. SIRKULASI
Tanda

: Takhikardi

C. ELEMINASI
Gejala

: Konstipasi pada awal awitan, Diare

Tanda

: Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas, kekakuan, penurunan/tidak


ada bising usus

D. MAKANAN/CAIRAN
Gejala

: Anoreksia, muntah-muntah.

E. NYERI/KENYAMANAN
Gejala

: Nyeri abdomen sekitar epigastrium, umbilikus yang meningkat


berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ilium kanan). Meningkat karena
berjalan, bersin, batuk/nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga
perforasi/infark pada appendics.

Tanda

: Perilaku hati-hati, berbaring ke samping/terlentang dengan lutut


ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak, nyeri lepas pada
posisi kiri diduga inflamasi peritonial.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (perforasi/ruptur, peritonitis) dan prosedur invasif insisi bedah.

Tujuan :
Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi, drainase
purulen, eritema dan demam.
Intervensi :
Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Lakukan perawatan secara septik dna aseptik pada luka post op.
Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka adanya eritema.
Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien.
Berikan antibiotik sessuai instruksi.
2. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan muntah pra
operasi, pembatasan pasca operasi (ex. Puasa). Status hipermetabolik (demam,
proses penyembuhan) inflamasi peritonium dengan cairan asing.
Tujuan :
Pertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan kelembaban membran
mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
Awasi tanda vital, lihat membran mukosa. Kaji turgor kulit dan pengisian
kapiler.
Awasi pemasukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi berat jenis.
Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila masukan peroral dimulai dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Berikan perawatan mulut.
3. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi adanya
insisi bedah.
Tujuan :
Klien melaporkan nyeri hilang, tampak rileks, mampu tidur.

Intervensi :
Kaji nyeri, catat lokasi nyeri, beratnya (skala 1-10).
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Dorong ambulasi dini.
Berikan aktivitas hiburan
Berikan analgetik sesuai instruksi
Berikan kantong es pada abdomen.

Daftar Pustaka
1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta
2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000,
Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal),
EGC, Jakarta.
6. Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara
Jakarta.

Вам также может понравиться