Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh
DIANA MARDILASARI
H1A 010 039
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah gizi kurang pada ibu hamil masih merupakan fokus perhatian, masalah tersebut
antara lain anemia dan ibu hamil KEK. Status kesehatan di Indonesia belum menggembirakan
ditandai dengan Angka Kematian Ibu, Kematian Neonatal, Bayi, dan Balita masih sulit ditekan
bahkan selama 10 tahun terakhir ini kematian neonatal ada dalam kondisi stagnan. Pendekatan
siklus hidup sejak dari masa janin sampai usia lanjut terus diupayakan, diperlukan upaya
strategis yang dimulai sejak masa kehamilan bahkan masa pra- kehamilan agar terwujud generasi
yang sehat dan tangguh. Periode pra-kehamilan dan kehamilan harus disiapkan dengan baik, hal
ini tertuang dalam arah kebijakan RPJMN 2015-2019 yaitu mempercepat perbaikan gizi
masyarakat dengan fokus utama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
Riskesdas 2013, prevalensi risiko KEK pada WUS (15-49 tahun) sebesar 20,8%,
khususnya prevalensi tertinggi ditemukan pada WUS remaja (15-19 tahun) sebesar 46,6%,
dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24 tahun) sebesar 30,6%. Sedangkan prevalensi
risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) sebesar 24,2%, khususnya prevalensi tertinggi
ditemukan pada usia remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5% dibandingkan dengan kelompok lebih
tua (20-24 tahun) sebesar 30,1%. Besaran masalah risiko Kurang Energi Kronik (KEK) baik
pada WUS dan bumil lebih banyak ditemukan pada kelompok usia remaja (15-19 tahun),
sehingga kelompok ini harus mendapat perhatian khusus. KEK pada kelompok usia remaja tidak
hanya masalah kurang pangan tetapi juga akibat pengaruh gaya hidup. Kondisi ibu hamil KEK,
berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya partus lama dan perdarahan pasca salin, bahkan kematian ibu. Risiko
pada bayi dapat mengakibatkan terjadi kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, dan
Bayi Berat Lahir rendah.
Dalam hal ini, puskesmas yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan dan kesehatan
masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut. Oleh karena
itu, laporan ini akan membahas tentang penapisan dan pencegahan KEK di masyarakat
umumnya dan di masyarakat di Kecamatan Narmada pada khususnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Kekurangan Energi Kronis pada Ibu Hamil di Puskesmas Narmada
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu isu penting dalam peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan menjadi focusing program pembangunan kesehatan di
Kabupaten Lombok Barat. Indikator untuk menilai kinerja program ini adalah dengan
melihat K1 (kontak pertama Ibu Hamil pada trimester I dengan petugas kesehatan), K4
yaitu kontak ke 4 Ibu Hamil yang dilakukan pada trimester 3 dengan petugas kesehatan,
Linakes (persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan), Kunjungan Nifas (KN) yaitu
kunjungan petugas kesehatan kepada Bayi usia 0-28 hari, Kunjungan Bayi yaitu
kunjungan petugas kesehatan kepada Bayi usia 29 hari sampai usia 12 Bulan, Kunjungan
Balita, dan beberapa indicator lainnya.
Kunjungan K1 pada tahun 2014 mencapai 1071 Ibu Hamil atau sekitar 98,08%
dari proyeksi Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas Narmada yang berjumlah 1.092 Ibu
Hamil. Sementara target K1 adalah 95%. Jadi pencapaian K1 sudah mencapai target yang
ditentukan. Cakupan K1 tertinggi dicapai oleh Desa Nyurlembang yang mencapai 100%,.
Sedangkan cakupan terendah di Desa Dasan Narmada dengan pencapaian 68,97%.
Untuk pencapaian K4 Puskesmas telah mencapai 1092 Ibu Hamil atau sekitar 95,05%
dari target 95%. Cakupan tertinggi dicapai oleh Desa Mekar Sari dengan capaian 100%
sedangkan terendah di Desa narmada dengan capaian hanya 68,97%.
Jumlah komplikasi maternal yang ditemukan selama tahun 2014 mencapai 209 kasus dari
perkiraan jumlah kasus 218 kasus atau sekitar 95,24%. Jumlah kasus maternal terbanyak yang
ditemukan ada di Desa Lembuak dengan 31 kasus, sedang kan kasus terendah ada di Desa
Gerimax Indah dengan jumlah kasus yang ditemukan hanya 12 kasus.
Kebutuhan akan zat-zat gizi akan terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan
yang beraneka ragam. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam terebut,
kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat dilengkapi oleh zat gizi dari
makanan lainnya. Makanan yang beraneka ragam memberikan manfaat yang besar
terhadap kesehatan ibu hamil karena makin beragam yang dikonsumsi makin baik mutu
makanannya.
2.1.3 Bahaya kekurangan gizi
Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi
yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Disamping untuk
memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai zat gizi itu juga diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungan (Sjahmien Moehji,
2003: 15). Apabila kebutuhan gizi itu tidak dipenuhi maka akan terjadi berbagai
gangguan baik pada ibunya sendiri maupun pada janinnya.
1.) Pada ibu
Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan makanan dengan
kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan
perkembangan janin. Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara
meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas makanan ibu hamil sehari-hari, bisa juga
dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Apabila makanan selama
hamil tidak tercukupi maka dapat mengakibatkan kekurangan gizi sehingga ibu hamil
mengalami gangguan. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada ibu hamil, antara lain anemia, berat badan tidak bertambah secara
normal dan terkena infeksi. Pada saat persalinan gizi kurang dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah
7
wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu
menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas Lingkar Lengan Atas (LILA)
pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm , yang diukur dengan mengunakan pita
ukur. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK
dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko dan
dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut.
2.2.4. Usia Ibu
Ibu hamil dengan usia antara 20-35 tahun akan lebih siap baik secara jasmani
maupun rohaninya untuk terjadinya kehamilan. Karena pada usia tersebut keadaan gizi
seorang ibu lebih baik bila dibandingkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
2.2.5. Paritas
Ibu dengan paritas yang terlalu sering ( lebih dari 3 kali) akan mempunyai status
gizi kurang karena cadangan gizi dalam tubuh ibu sudah terkuras. Untuk paritas yang
paling baik adalah 2 kali.
2.2.6. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) pada ibu hamil
menyebabkan status gizi ibu hamil kurang karena tubuh ibu tidak diberi kesempatan
untuk pemulihan keadaan gizi. Dengan demikian sebaiknya ibu hamil mempunyai jarak
kehamilan lebih dari 2 tahun.
2.2.7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan sebelumnya
Bila ibu hamil pernah mengalami kehamilan dan persalinan yang bermasalah
sebelumnya, maka ibu perlu diperhatikan. Karena staus gizi ibu hamil akan terpengaruh
oleh hal tersebut.
2.3. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan keadaan KEK pada Ibu Hamil
Makanan pada ibu hamil sangat penting, karena makanan merupakan sumber gizi
yang dibutuhkan ibu hamil untuk perkembangan janin dan tubuhnya sendiri. Namun
makanan yang dimakan oleh seorang ibu bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
status gizi ibu hamil.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil diantaranya
10
adalah jumlah energi yang dikonsumsi, paritas, jarak kelahiran, usia ibu, adanya penyakit
infeksi, konsumsi tablet besi, beban kerja, pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan
kesehatan, pendapatan keluarga dan pantangan makan (Soetjiningsih, 1995: 103).
2.3.1. Jumlah Energi Yang Dikonsumsi
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan untuk
wanita tidak hamil. Adapun kebutuhan makanan tersebut adalah
Tabel 4. Kebutuhan Makanan Ibu Hamil Per Hari
1) Ketersediaan makanan
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui
produksi pangan dalam negeri yaitu upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan
pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Sunita Almatsier, 2003: 13).
2) Pendidikan
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek-praktek pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa
11
studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan
nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang
bernilai nutrisi makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan
nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
(Mulyono Joyomartono, 2004: 98)
3) Status wanita
Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga kurang energi protein (KEP) pada wanita lebih tinggi
dengan akibat tingginya angka kematian bayi. (Soetjiningsih, 1995: 96)
4) Struktur keluarga
Dalam hal pangan ada sementara budaya yang memprioritasakan anggota
keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu
umumnya kepala keluarga. Anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas
terbawah adalah ibu-ibu rumah tangga (Suhardjo, 2003: 9). Pada hal ibuibu rumah tangga
yang dalam keadaan hamil merupakan salah satu kelompok yang tergolong rawan gizi.
2.3.2. Konsumsi Kafein (Merokok, Minuman Beralkohol)
Kafein adalah zat kimia yang berasal dari tanaman yang dapat menstimulasi otak
dan system syaraf. Kafein bukan merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh, karena efek yang ditimbulakan kafein lebih banyak yang negative dari pada
positifnya salah satunya adalah gangguan pencernaan (kafein dan wanita, 2004). Dengan
adanya gangguan pencernaan makanan maka akan menghambat penyerapan zat-zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh dan janin.
2.3.3. Paritas
Paritas adalah berapa kali seorang ibu telah melahirkan. Dalam hal ini ibu
dikatakan terlalu banyak melahirkan adalah lebih dari 3 kali. Manfaat riwayat obstetrik
ialah membantu menentukan besaran kebutuhan akan zat gizi karena terlalu sering hamil
dapat menguras cadangan zat gizi tubuh (Arisman, 2004: 8).
2.3.4. Jarak Kelahiran
12
Jarak kelahiran adalah tiap berapa tahun seorang ibu melahirkan. Ibu dikatakan
terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun
maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat
dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah dua tahun. (Siswanto Aguswilopo, 2004:
5) Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang
rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan
keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan
menimbulkan masalah gizi bagi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung. (Yayuk
Farida Baliwati, 2004: 3). Melalui program Keluarga Berencana (KB) pengaturan jarak
dan membatasi jumlah kelahiran dapat dilakukan secara strategis untuk mewujudkan
keinginan wanita tentang jarak kelahiran yang diinginkan yang dapat bermanfaat, kepada
dirinya sendiri, anak dan keluarganya. Pengaturan kelahiran melalui program KB
berdampak signifikan terhadap peningkatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan balita
(Siswanto Aguswilopo, 2004).
2.3.5. Usia Ibu Hamil
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas
janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. (Yayuk Farida Baliwati,
2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi
kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan
dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih, 1995: 96).
Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun.
Dengan demikian diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.
2.3.6. Penyakit Infeksi/Status Kesehatan
Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai
akibat menurunya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan
atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi
dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab
13
akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek
dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara
lain diare, tuberculosis, campak dan batuk rejan (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 187).
Hampir semua penyakit infeksi yang berat yang diderita pada waktu hamil dapat
mengakibatkan keguguran, lahir mati, atau Berat Badan Lahir Rendah (Soetjiningsih,
1995: 131).
2.3.7. Beban Kerja/Aktivitas
Pada orang dewasa zat-zat gizi digunakan untuk aktifitas / kerja (Leane Suniar,
2002: 14). Kebutuhan energi untuk kegiatan ringan, sedang, berat dan sangat berat
berbeda, makin berat kegiatan/pekerjaan yang dilakukan makin banyak juga energi yang
dibutuhkan. Perhitungan rata-rata orang bekerja sehari adalah 8 jam (Depkes RI, 1991:
159). Untuk kegiatan ringan misalnya ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaannya
dengan bantuan alat mekanik, untuk kegiatan sedang misalnya kebanyakan pekerjaan
pada industri ringan (meperbaiki jam, menggambar, dan melukis), untuk kegiatan berat
misalnya menyikat lantai, memukul karpet, kerja dipertanian dan untuk kegiatan sangat
berat misalnya pekerja bangunan (Arisman, 2004: 164). Namun pada seorang ibu hamil
kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk aktivitas /
kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu
hamil tersebut. Kebutuhan energi rata-rata pada saat hamil dapat ditentukan sebesar 203
sampai 263 kkal / hari, yang mengasumsikan pertambahan berat badan 10-12 kg dan
tidak ada perubahan tingkat kegiatan (Arisman, 2004: 168).
2.3.8. Pelayanan Kesehatan (Perawatan Ante Natal)
Untuk memantau status gizi ibu hamil, seorang ibu harus melakukan kunjungan
ketenaga kesehatan. Karena pemeriksaan kenaikan berat badan perlu dilakukan denagn
teliti, jangan sampai wanita hamil menjadi terlalu gemuk untuk menghindarkan kesulitan
waktu melahirkan kelak. Dan bahkan jangan sampai terlalu kurus karena dapat
membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang dikandungnya.( Sjahmien Moehji,
2003: 23)
Adapun pemeriksaan sedikitnya dilakukan 4 kali yaitu:
14
bagaimana menggunakan daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat pengetahuan
akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk masyarakat yang
berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih
menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi
kompromi antara keduanya,
sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang. Tinggi
rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi
kemampuan ibu dalam menggelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan bahan
makanan. Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek praktek pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa
studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan
nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang
bernilai nutrisi makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan
nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
(Mulyono Joyomartono, 2004: 98)
2.3.12. Status Gizi Sebelum Hamil
Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum hamil wanita usia subur
(WUS) sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LLA tidak kurang dari
23.5 cm. apabila LLA ibu sebelum hamil kuarang dari 23.5 cm sebaiknya kehamilan
ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR. Pemantauan kesehatan dan status gizi
pada wanita usia subur merupakan pendekatan yang potensial dalam kaitanya dengan
upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi
baik akan menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik dan akan mempunyai risiko yang
kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan. Adapun cara
melihat status gizi WUS yang baik dengan melihat Indek Massa Tubuh-nya
16
hukumnya dan individu yang melanggar pantangan tersebut berdosa. Hal ini disebabkan
karena makanan dan minuman yang dipantang menggangu kesehatan dan jasmani atau
rohani bagi pemakannya atau peminumnya. Sedangkan pantangan atau larangan yang
berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung perlambang atau nasihat-nasihat yang
dianggap baik dan tidak baik yang lambat-laun menjadi kebiasaan (adat), terlebih dalam
suatu masyarakat yang masih sederhana. Tiga kelompok masyarakat yang biasanya
mempunyai pantangan makan yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu menyusui. (Yayuk
Farida Baliwati, 2004: 72).
Sejak dahulu kala makanan wanita hamil telah dianggap sangat penting, sebab
orang percaya bahwa makanan yang benar akan memberi dapak yang baik bagi janin.
Sehingga masyarakat membuat berbagai aturan makanan yang boleh dimakan oleh ibu
hamil dan makanan yang ditabukan, yang mana hal tersebut ternyata sama sekali tidak
benar dilihat dari segi kesehatan ( Soetjiningsih, 1995: 95)
18
19
memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Penanggulangan ibu hamil KEK melalui kebijakan
dan strategi sebagai berikut:
2.5.1 Kebijakan
- Penanggulangan ibu hamil KEK dilaksanakan melalui intervensi gizi spesifik secara lintas
program, terutama pada pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.
- Penanggulangan ibu hamil KEK dilaksanakan melalui intervensi gizi sensitif terintegrasi
lintas sektor terkait.
2.5.2 Strategi
-
Melaksanakan advokasi, sosialisasi, promosi dan koordinasi dengan lintas sektor terkait
dan masyarakat.
Melakukan penapisan ibu hamil KEK melalui pelayanan antenatal terpadu dan
melaksanakan rujukan bila diperlukan.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Istri
Suami
21
Nama
: Ny. Y
Nama
: Tn. J
Umur
: 23 tahun
Umur
: 27 tahun
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Suku
: Sasak
Suku
: Sasak
Pendidikan
: SMP
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Gerimax Indah
Alamat
: Gerimax Indah
II. ANAMNESIS
Paien datang ke Puskesmas Narmada pada hari Senin, 27 Oktober 2015 untuk
memeriksakan kehamilan. Pasien mengaku umur kehamilannya saat ini 11-12 minggu. Keluhan
yang dirasakan pasien saat ini pasien mengeluh nafsu makan berkurang karena merasa mual dan
muntah bila makan. Muntah dirasakan pasien sekitar 2x/hari. Pasien juga merasa lemas sejak
satu minggu terakhir, namun pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa. BAB dalam batas
normal 1x/hari, konsistensi lembek warna kecoklatan, BAK dalam batas normal.
Riwayat obstetri :
1. Riwayat menstruasi
Menarche
: Umur 14 Tahun
Haid
: teratur
Siklus
: 28 hari
Dismenorrhe
: Tidak
Lama haid
: 7 hari
Flour albous
:-
HPHT
: 14 Agustus 2015
TTP
: 21 Mei 2015
Gerakan Janin
: belum teraba
ANC
: 1x
Status TT
:1x
Tahun
ke
1
Hamil
Lahir
2013
-
Umur
Penolong
Kehamilan
2 bulan
bidan
-
Tempat
Jenis
Bersalin Persalinan
Puskesmas -
Abortus
-
sekarang
Keadaan Psikososial Spiritual
-
Ibu sangat menginginkan kehamilan ini karena riwayat kehamilan sebelumnya yang
mengalami keguguran.
Pasien tinggal dengan suaminya. Ibu pasien juga tinggal satu lingkungan dengan pasien,
hanya berjarak 3 rumah dari rumah pasien.
Pasien memiliki kebiasaan kurang nafsu makan sejak remaja, sehingga berat badan
pasien berkisar antara 35-36 kg saat sebelum hamil.
Rumah tinggal pasien terdiri dari 1 ruang tidur dan 1 ruang tamu. Dapur dan kamar
mandi terpisah dari rumah utama. Luas rumah pasien 3x3 meter, rumah pasien
memiliki teras, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga sangat dekat dan tanpa
pembatas pagar atau tembok. Sinar matahari masih dapat masuk dengan baik ke dalam
rumah pasien karena terdapat ventilasi dan terdapat 3 jendela. Lantai rumah terbuat dari
semen, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari genteng.
Rumah pasien tidak memiliki jamban dan untuk keperluan MCK berasal dari sungai di
dekat rumah pasien.
23
Pendapatan keluarga berasal dari suami pasien yang bekerja sebagai pedagang lontong di
pasar yaitu sekitar Rp.500.000 Rp. 600.000 perharinya.
Kamar
tidur
Dapu
r
pint
u
jendel
a
pint
u
Teras
jendel
a
R. Tamu
jendel
a
Pint
u
Kamar
mandi
Ruang tamu
24
25
Ibu pasien memiliki penyakit kanker payudara, namun tidak rutin berobat ke rumah sakit
nasi,
lauk
pauk,jarang
mengkonsumsi
Pola eliminasi
BAB tiap pagi, lancar BAK 4 kali/hari
BAB 2 hari sekali BAK 6 kali/hari
Pola aktivitas
lbu bisa melakukan pekerjaan rumah tangga Ibu bisa melakukan pekerjaan rumah tangga
(mencuci, menyapu, memasak)
(mencuci, menyapu, memasak)
Pola istirahat/tidur
Tidur siang hari + 1 jam Tidur malam hari + 8 Tidur siang hari + 2 jam Tidur malam hari + 8
jam Kalau ada waktu luang digunakan untuk jam Kalau ada waktu luang digunakan untuk
istirahat
istirahat
Personal hygiene
Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari dan ganti Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari dan ganti
baju tiap habis mandi
Ikhtisar akeluarga :
c
b
26
Keterangan :
A : bapak pasien
B : ibu pasien
C : mertua laki-laki
D : mertua perempuan
E : pasien
F : suami pasien
Riwayat alergi
- Makanan
: tidak ada
- Obat
: tidak ada
Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
Suhu
: 36,0 oC
HR
: 84 x/menit
RR
: 18 x/menit, reguler
Berat Badan
Lingkar Lengan
: 21 cm
IMT
: 37 kg
3. Kepala
Bentuk kepala
Mata
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), pupil isokor, refleks cahaya +/
+, edema palpebra -/-
Telinga
Hidung
Mulut
4. Leher
Pembesaran kel. Tiroid (-) dan KGB (-)
5. Thoraks
Inspeksi
Perkusi
: timpani (+)
7. Abdomen
28
Inspeksi
Perkusi
8. Uro- Genitalia
Normal
9. Anus dan rektum
Tidak di evaluasi
10. Ekstremitas
Atas : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/Bawah : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/11. Kulit
Ikterus (-), ruam (-), pustula (-), kering(+)
Turgor kulit normal
Kelainan kulit lainnya (-)
11. Vertebrae
Kelainan (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang :
Darah Lengkap (27 Oktober 2015): HB 11,9 mg/dl
V. Diagnosis Kerja :
29
BIOLOGIS
MELITUS
Sistem
kekebalan tubuh
buruk
DIABETES
- Anjurkan ibu untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin, minimal 1 bulan sekali
MELITUS
- Libatkan keluarga dalam memberikan
dukungan ibu
PERILAK
2. Berikan informasi mengenai gizi ibu hamil
U
DIABETES
Kurangnya
perilaku untuk
- Jelasakan
pada ibu
LINGKUNGA
N
Keadaan sosial dan
ekonomi yang rendah
Pengetahuan dan
pendidikan yang rendah
- Anjurkan ibu untuk istirahat dan banyak makan makanan yang seimbang,
terutama sayur
Akses air bersih
dan buah.
DIABETES
MELITUS
PELAYANAN
DIABETES
KESEHATAN
Determinan Kesehatan
MELITUS
Kurangnya informasi mengenai
kekurangan gizi dalam kehamilan
DIABETES
MELITUS
30
DIABETES
MELITUS
DIABETES
BAB IV
MELITUS
PEMBAHASAN
DIABETES
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama
MELITUS
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor biologis (keturunan), perilaku
(gaya hidup) individu atau masyarakat,DIABETES
faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam
MELITUS
terjadinya kekurangan energi kronis adalah faktor perilaku dan lingkungan . KEK menjadi
masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Biologis
DIABETES
DIABETES
2. Faktor Lingkungan
Sosio-ekonomi rendah
MELITUS
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang rendah. Status sosial ekonomi
merupakan faktor risiko kejadianDIABETES
kekurangan energy kronis pada ibu hamil dikarenakan
rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli makanan. Rendahnya
MELITUS
kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab langsung dari kekurangan energy
kronis. Status sosial ekonomi yang kurang sebenarnya dapat diatasi jika keluarga tersebut
mampu menggunakan sumber daya
yang terbatas, seperti kemampuan untuk memilih
DIABETES
bahan yang murah tetapi bergizi dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga.
MELITUS
MELITUS
31
DIABETES
DIABETES
Masalah gizi sering timbul karenaMELITUS
ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang
memadai.
Akses air bersih
Akses atau keterjangkauan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar
DIABETES
pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Makin tersedia air bersih yang cukup
untuk keluarga serta makin dekatMELITUS
jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama sama akan
memberikan dampak yang lebih DIABETES
buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut masingmasing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan
MELITUS
DIABETES
Kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi akan banyak berkurang bila
MELITUS
orang mengetahui bagaimana menggunakan
daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat
pengetahuan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam memilih makanan. Untuk
masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis
DIABETES
lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan
terjadi kompromi antara keduanya, MELITUS
sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan
bergizi seimbang. Tinggi rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena
mempengaruhi kemampuan ibu dalam menggelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan
bahan makanan. Pemilihan makananDIABETES
dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek praktek
pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
MELITUS
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi
DIABETES
menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan
dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan
praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai nutrisi
MELITUS
makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih
makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
4. Pelayanan kesehatan
DIABETES
Kurangnya informasi mengenai KEK
Masyarakat perlu diberikan informasi
mengenai gizi balita karena seringkali hal ini
MELITUS
diabaikan oleh keluarga pasien. Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat pendidikan dan
DIABETES
MELITUS
32
DIABETES
MELITUS
pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga pasien sehingga akan mempengaruhi tindakan
yang akan diambil terhadap status gizi pasien yang buruk.
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
33
MELITUS
DIABETES
MELITUS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
DIABETES
Kesimpulan
MELITUS
Terjadinya kekurangan energy kronis pada ibu hamil ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan yaitu faktor biologis, lingkungan perilaku dan faktor pelayanan kesehatan. Namun
faktor yang paling mempengaruhi pada keadaan pasien adalah faktor lingkungan yang kurang
DIABETES
memadai seperti social ekonomi yang kurang dan rendahnya tingkat pendidikan pasien tersebut
MELITUS
serta faktor perilaku yang kurang bisa memilih
makanan yang bergizi seimbang.
Saran
DIABETES
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, maka adanya kekurangan energi kronis pada ibu
MELITUS
hamil harus segera ditangani. Pemerintah
dan petugas kesehatan mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana langsung program kesehatan termasuk gizi pada
ibu hamil. Koordinasi antara bagian gizi, KIA dengan bagian promosi kesehatan agar lebih
DIABETES
ditingkatkan terutama dalam melakukan
sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan dengan
cara pemberian makan yang benar untukMELITUS
balita. Selain itu, registrasi mengenai kelengkapan data
pasien harus lebih memadai.
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
34
DIABETES
DIABETES
MELITUS
DAFTAR PUSTAKA
DIABETES
MELITUS
Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Jogyakarta :Muha Medika
Azma. W. 2003. Asupan Gizi Ibu Hamil dan Menyusui. Last update.21 Pebruari .2010. <ht
tp: / /www.wawasandigital.com/index.php/option=com_content__HYPERLINK>
DIABETES
Amurullah S. 2006. Prosedur Pengukuran
Lingkar Lengan Atas Pada Ibu Hamil dengan Kurang
MELITUS
Energi Kronis (KEK). Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: RinekaCipta.
Lubis Z., 2003. Status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang di lahirkan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
DIABETES
MELITUS
Mochtar R., 2005. Kasus-Kasus Risiko Tinggi Dalam Obstetri. Sinopsis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mulyaningrum, 2009. Hubungan Faktor Risiko Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir
DIABETES
Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit Umum Barru. Media Gizi Pangan, VII, (1).
MELITUS
Mulyono. T.1994. Anemia Ibu Hamil dan Hubungan dengan Beberapa Faktor di Kabupaten
OKU. Sumatera Selatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
DIABETES
Suparyanto. 2010. Kurang Energi Kronis
(KEK) Pada Ibu Hamil. Asuhan Keperawatan
Kebidanan. Tersedia pada: < MELITUS
www.Informasi Upah Minimum Regional (UMR)
Jombang>Tahun 2010, 2011>.
Universitas Indonesia.2007. Buku Pedoman Petunjuk Pelaksanaan Dan Penanggulangan KEK
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
35