Вы находитесь на странице: 1из 35

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU


KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL

Oleh
DIANA MARDILASARI
H1A 010 039

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS NARMADA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Masalah gizi kurang pada ibu hamil masih merupakan fokus perhatian, masalah tersebut
antara lain anemia dan ibu hamil KEK. Status kesehatan di Indonesia belum menggembirakan
ditandai dengan Angka Kematian Ibu, Kematian Neonatal, Bayi, dan Balita masih sulit ditekan
bahkan selama 10 tahun terakhir ini kematian neonatal ada dalam kondisi stagnan. Pendekatan
siklus hidup sejak dari masa janin sampai usia lanjut terus diupayakan, diperlukan upaya
strategis yang dimulai sejak masa kehamilan bahkan masa pra- kehamilan agar terwujud generasi
yang sehat dan tangguh. Periode pra-kehamilan dan kehamilan harus disiapkan dengan baik, hal
ini tertuang dalam arah kebijakan RPJMN 2015-2019 yaitu mempercepat perbaikan gizi
masyarakat dengan fokus utama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
Riskesdas 2013, prevalensi risiko KEK pada WUS (15-49 tahun) sebesar 20,8%,
khususnya prevalensi tertinggi ditemukan pada WUS remaja (15-19 tahun) sebesar 46,6%,
dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24 tahun) sebesar 30,6%. Sedangkan prevalensi
risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) sebesar 24,2%, khususnya prevalensi tertinggi
ditemukan pada usia remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5% dibandingkan dengan kelompok lebih
tua (20-24 tahun) sebesar 30,1%. Besaran masalah risiko Kurang Energi Kronik (KEK) baik
pada WUS dan bumil lebih banyak ditemukan pada kelompok usia remaja (15-19 tahun),
sehingga kelompok ini harus mendapat perhatian khusus. KEK pada kelompok usia remaja tidak
hanya masalah kurang pangan tetapi juga akibat pengaruh gaya hidup. Kondisi ibu hamil KEK,
berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya partus lama dan perdarahan pasca salin, bahkan kematian ibu. Risiko
pada bayi dapat mengakibatkan terjadi kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, dan
Bayi Berat Lahir rendah.
Dalam hal ini, puskesmas yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan dan kesehatan
masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut. Oleh karena
itu, laporan ini akan membahas tentang penapisan dan pencegahan KEK di masyarakat
umumnya dan di masyarakat di Kecamatan Narmada pada khususnya.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Kekurangan Energi Kronis pada Ibu Hamil di Puskesmas Narmada
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu isu penting dalam peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan menjadi focusing program pembangunan kesehatan di
Kabupaten Lombok Barat. Indikator untuk menilai kinerja program ini adalah dengan
melihat K1 (kontak pertama Ibu Hamil pada trimester I dengan petugas kesehatan), K4
yaitu kontak ke 4 Ibu Hamil yang dilakukan pada trimester 3 dengan petugas kesehatan,
Linakes (persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan), Kunjungan Nifas (KN) yaitu
kunjungan petugas kesehatan kepada Bayi usia 0-28 hari, Kunjungan Bayi yaitu
kunjungan petugas kesehatan kepada Bayi usia 29 hari sampai usia 12 Bulan, Kunjungan
Balita, dan beberapa indicator lainnya.
Kunjungan K1 pada tahun 2014 mencapai 1071 Ibu Hamil atau sekitar 98,08%
dari proyeksi Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas Narmada yang berjumlah 1.092 Ibu
Hamil. Sementara target K1 adalah 95%. Jadi pencapaian K1 sudah mencapai target yang
ditentukan. Cakupan K1 tertinggi dicapai oleh Desa Nyurlembang yang mencapai 100%,.
Sedangkan cakupan terendah di Desa Dasan Narmada dengan pencapaian 68,97%.

Untuk pencapaian K4 Puskesmas telah mencapai 1092 Ibu Hamil atau sekitar 95,05%
dari target 95%. Cakupan tertinggi dicapai oleh Desa Mekar Sari dengan capaian 100%
sedangkan terendah di Desa narmada dengan capaian hanya 68,97%.
Jumlah komplikasi maternal yang ditemukan selama tahun 2014 mencapai 209 kasus dari
perkiraan jumlah kasus 218 kasus atau sekitar 95,24%. Jumlah kasus maternal terbanyak yang
ditemukan ada di Desa Lembuak dengan 31 kasus, sedang kan kasus terendah ada di Desa
Gerimax Indah dengan jumlah kasus yang ditemukan hanya 12 kasus.

Untuk kasus komplikasi Neonatal, dari perkiraan jumlah kasus 149,


ditemukan sebanyak 174 kasus (100%). Kasus terbanyak yang ditemukan ada di
DesaLembuak, . Sedangkan kasus terendah ada di Desa Batu Kuta.
Untuk kegiatan pelayanan kesehatan pada Bayi, selama tahun 2014, dari
jumlah kelahiran hidup sejumlah 931 Bayi, hanya ada 25 kasus Bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).
Cakupan kunjungan Neonatal (KN1) mencapai 93,75%, KN3 atau KN
lengkap mencapai 93,25% dari jumlah Bayi.

2.2 Konsep Kekurangan Energi Kronis pada Ibu Hamil


2.2.1 Kebutuhan Gizi Ibu hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi
dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh
ibu.
Pada dasarnya penambahan semua zat gizi dibutuhkan oleh ibu hamil, namun
yang sering kali menjadi kekurangan adalah energi, protein dan beberapa mineral seperti
zat besi dan kalsium.
Menurut Nasution (1988) yang dikutip oleh Zulhaida Lubis, kebutuhan energi
untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa
kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300
kalori setiap hari selama hamil.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian
sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan.
Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak.
Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta
5

(Zulhaida Lubis, 2003: 2).


Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga
meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus
tersedia selama akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam
jaringan ibu, plasenta serta janin.
2.1.2 Kecukupan Gizi Ibu Hamil
Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti
umur, gender, berat badan, aktifitas fisik dan lain-lain. (Sunita Almatsier, 2001: 296).
Untuk mengetahui tingkat kecukupan gizi pada seseorang maka ditetapkan Angka
Kecukupan Gizi Indonesia yang disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), risalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998. hlm. 877. Adapun angka
kecukupan gizi pada ibu hamil adalah angka kecukupan gizi pada wanita tidak hamil
dengan sedikit tambahan.
Tabel 2. Angka kecukupan gizi pada wanita hamil (wanita usia 20-45 tahun)

Kebutuhan akan zat-zat gizi akan terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan
yang beraneka ragam. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam terebut,
kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat dilengkapi oleh zat gizi dari
makanan lainnya. Makanan yang beraneka ragam memberikan manfaat yang besar
terhadap kesehatan ibu hamil karena makin beragam yang dikonsumsi makin baik mutu
makanannya.
2.1.3 Bahaya kekurangan gizi
Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi
yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Disamping untuk
memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai zat gizi itu juga diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungan (Sjahmien Moehji,
2003: 15). Apabila kebutuhan gizi itu tidak dipenuhi maka akan terjadi berbagai
gangguan baik pada ibunya sendiri maupun pada janinnya.
1.) Pada ibu
Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan makanan dengan
kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan
perkembangan janin. Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara
meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas makanan ibu hamil sehari-hari, bisa juga
dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Apabila makanan selama
hamil tidak tercukupi maka dapat mengakibatkan kekurangan gizi sehingga ibu hamil
mengalami gangguan. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada ibu hamil, antara lain anemia, berat badan tidak bertambah secara
normal dan terkena infeksi. Pada saat persalinan gizi kurang dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah
7

persalinan, serta operasi persalinan.


2.) Pada anak
Untuk pertumbuhan janin yang baik diperlukan zat-zat makanan yang adekuat,
dimana peranan plasenta besar artinya dalam transfer zat-zat makanan tersebut. Suplai
zat-zat makanan kejanin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang
mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Gangguan suplai
makanan dari ibu mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran (abortus), bayi lahir mati (kematian neonatal), cacat bawaan, lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR).

2.1.4 Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil


Menurut Depkes RI (2010) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan
bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu menderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan
kesehatan pada ibu.
KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil).
Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi
yang dilahirkan memiliki berat badan lahir rendah (Depkes RI,2010).
2.2. Pengukuran Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara tidak langsung ada dua yaitu survei konsumsi makanan dan statistik
vital. Penilaian status gizi secara langsung ada empat penilaian yaitu antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Untuk mengetahui status gizi ibu hamil digunakan pengukuran
secara langsung dengan menggunakan penilaian antropometri yaitu:
2.2.1. Tinggi Badan
Pada Ibu hamil Pengukuran status gizi dengan tinggi badan tidak dapat dilakukan
karena biasanya tinggi badan pada wanita hamil sudah tidak dapat bertambah lagi. Tinggi
badan pada wanita hamil dapat digunakan sebagai pengukur status gizi sebelum terjadi
kehamilan. Tinggi badan ibu hamil minimal 145 cm yang dapat dijadikan sebagai salah
8

satu syarat status gizi ibu hamil yang baik.


2.2.2. Berat Badan
Metode pemantauan status gizi yang umum dipakai ialah mencatat pertambahan
berat badan secara teratur selama kehamilan dan membandingkannya dengan berat badan
saat sebelum hamil, bila informasi tersebut tersedia. Status gizi ibu hamil yang baik
selama proses kehamilan, harus mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg.
Yaitu pada trimester pertama kenaikanya kurang dari 1 kg, sedangkan pada trimester
kedua kurang lebih 3 kg, dan pada trimester ketiga kurang lebih mencapai 6 kg.
Kenaikan berat badan ibu hamil tergantung pada keadaan sosial ekonomi
keluarga, dalam hal ini tingkat kecukupan makanan pada ibu hamil (Solihin Pudjiadi,
2001). Karena makanan merupakan sumber gizi yang utama yang dibutuhkan oleh tubuh
(Ibu Hamil).
Tabel 3. Kenaikan kumulatif (kg) pada akhir tiap trimester

2.2.3. Lingkar Lengan Atas


Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK
wanita usia subur (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 48). Wanita usia subur adalah
9

wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu
menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas Lingkar Lengan Atas (LILA)
pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm , yang diukur dengan mengunakan pita
ukur. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK
dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko dan
dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut.
2.2.4. Usia Ibu
Ibu hamil dengan usia antara 20-35 tahun akan lebih siap baik secara jasmani
maupun rohaninya untuk terjadinya kehamilan. Karena pada usia tersebut keadaan gizi
seorang ibu lebih baik bila dibandingkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
2.2.5. Paritas
Ibu dengan paritas yang terlalu sering ( lebih dari 3 kali) akan mempunyai status
gizi kurang karena cadangan gizi dalam tubuh ibu sudah terkuras. Untuk paritas yang
paling baik adalah 2 kali.
2.2.6. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) pada ibu hamil
menyebabkan status gizi ibu hamil kurang karena tubuh ibu tidak diberi kesempatan
untuk pemulihan keadaan gizi. Dengan demikian sebaiknya ibu hamil mempunyai jarak
kehamilan lebih dari 2 tahun.
2.2.7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan sebelumnya
Bila ibu hamil pernah mengalami kehamilan dan persalinan yang bermasalah
sebelumnya, maka ibu perlu diperhatikan. Karena staus gizi ibu hamil akan terpengaruh
oleh hal tersebut.
2.3. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan keadaan KEK pada Ibu Hamil
Makanan pada ibu hamil sangat penting, karena makanan merupakan sumber gizi
yang dibutuhkan ibu hamil untuk perkembangan janin dan tubuhnya sendiri. Namun
makanan yang dimakan oleh seorang ibu bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
status gizi ibu hamil.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil diantaranya
10

adalah jumlah energi yang dikonsumsi, paritas, jarak kelahiran, usia ibu, adanya penyakit
infeksi, konsumsi tablet besi, beban kerja, pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan
kesehatan, pendapatan keluarga dan pantangan makan (Soetjiningsih, 1995: 103).
2.3.1. Jumlah Energi Yang Dikonsumsi
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan untuk
wanita tidak hamil. Adapun kebutuhan makanan tersebut adalah
Tabel 4. Kebutuhan Makanan Ibu Hamil Per Hari

1) Ketersediaan makanan
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui
produksi pangan dalam negeri yaitu upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan
pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Sunita Almatsier, 2003: 13).
2) Pendidikan
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek-praktek pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa
11

studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan
nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang
bernilai nutrisi makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan
nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
(Mulyono Joyomartono, 2004: 98)
3) Status wanita
Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga kurang energi protein (KEP) pada wanita lebih tinggi
dengan akibat tingginya angka kematian bayi. (Soetjiningsih, 1995: 96)
4) Struktur keluarga
Dalam hal pangan ada sementara budaya yang memprioritasakan anggota
keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu
umumnya kepala keluarga. Anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas
terbawah adalah ibu-ibu rumah tangga (Suhardjo, 2003: 9). Pada hal ibuibu rumah tangga
yang dalam keadaan hamil merupakan salah satu kelompok yang tergolong rawan gizi.
2.3.2. Konsumsi Kafein (Merokok, Minuman Beralkohol)
Kafein adalah zat kimia yang berasal dari tanaman yang dapat menstimulasi otak
dan system syaraf. Kafein bukan merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh, karena efek yang ditimbulakan kafein lebih banyak yang negative dari pada
positifnya salah satunya adalah gangguan pencernaan (kafein dan wanita, 2004). Dengan
adanya gangguan pencernaan makanan maka akan menghambat penyerapan zat-zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh dan janin.
2.3.3. Paritas
Paritas adalah berapa kali seorang ibu telah melahirkan. Dalam hal ini ibu
dikatakan terlalu banyak melahirkan adalah lebih dari 3 kali. Manfaat riwayat obstetrik
ialah membantu menentukan besaran kebutuhan akan zat gizi karena terlalu sering hamil
dapat menguras cadangan zat gizi tubuh (Arisman, 2004: 8).
2.3.4. Jarak Kelahiran
12

Jarak kelahiran adalah tiap berapa tahun seorang ibu melahirkan. Ibu dikatakan
terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun
maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat
dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah dua tahun. (Siswanto Aguswilopo, 2004:
5) Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang
rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan
keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan
menimbulkan masalah gizi bagi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung. (Yayuk
Farida Baliwati, 2004: 3). Melalui program Keluarga Berencana (KB) pengaturan jarak
dan membatasi jumlah kelahiran dapat dilakukan secara strategis untuk mewujudkan
keinginan wanita tentang jarak kelahiran yang diinginkan yang dapat bermanfaat, kepada
dirinya sendiri, anak dan keluarganya. Pengaturan kelahiran melalui program KB
berdampak signifikan terhadap peningkatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan balita
(Siswanto Aguswilopo, 2004).
2.3.5. Usia Ibu Hamil
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas
janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. (Yayuk Farida Baliwati,
2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi
kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan
dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih, 1995: 96).
Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun.
Dengan demikian diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.
2.3.6. Penyakit Infeksi/Status Kesehatan
Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai
akibat menurunya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan
atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi
dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab
13

akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek
dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara
lain diare, tuberculosis, campak dan batuk rejan (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002: 187).
Hampir semua penyakit infeksi yang berat yang diderita pada waktu hamil dapat
mengakibatkan keguguran, lahir mati, atau Berat Badan Lahir Rendah (Soetjiningsih,
1995: 131).
2.3.7. Beban Kerja/Aktivitas
Pada orang dewasa zat-zat gizi digunakan untuk aktifitas / kerja (Leane Suniar,
2002: 14). Kebutuhan energi untuk kegiatan ringan, sedang, berat dan sangat berat
berbeda, makin berat kegiatan/pekerjaan yang dilakukan makin banyak juga energi yang
dibutuhkan. Perhitungan rata-rata orang bekerja sehari adalah 8 jam (Depkes RI, 1991:
159). Untuk kegiatan ringan misalnya ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaannya
dengan bantuan alat mekanik, untuk kegiatan sedang misalnya kebanyakan pekerjaan
pada industri ringan (meperbaiki jam, menggambar, dan melukis), untuk kegiatan berat
misalnya menyikat lantai, memukul karpet, kerja dipertanian dan untuk kegiatan sangat
berat misalnya pekerja bangunan (Arisman, 2004: 164). Namun pada seorang ibu hamil
kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk aktivitas /
kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu
hamil tersebut. Kebutuhan energi rata-rata pada saat hamil dapat ditentukan sebesar 203
sampai 263 kkal / hari, yang mengasumsikan pertambahan berat badan 10-12 kg dan
tidak ada perubahan tingkat kegiatan (Arisman, 2004: 168).
2.3.8. Pelayanan Kesehatan (Perawatan Ante Natal)
Untuk memantau status gizi ibu hamil, seorang ibu harus melakukan kunjungan
ketenaga kesehatan. Karena pemeriksaan kenaikan berat badan perlu dilakukan denagn
teliti, jangan sampai wanita hamil menjadi terlalu gemuk untuk menghindarkan kesulitan
waktu melahirkan kelak. Dan bahkan jangan sampai terlalu kurus karena dapat
membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang dikandungnya.( Sjahmien Moehji,
2003: 23)
Adapun pemeriksaan sedikitnya dilakukan 4 kali yaitu:
14

1) Pada trimester I dilakukan 1 kali


2) Pada trimester II dilakukan 1 kali
3) Pada trimester III dilakukan 2 kali

2.3.9. Absorsi Makanan


Selama kehamilan, terjadi perubahan hormonal, yang berpengaruh pada alat cerna
makanan pada ibu hamil bekerja lebih lambat. Sehingga ibu hamil mudah menderita
kembung sebagai imbasnya.
23.10. Konsumsi Tablet Besi (Fe)
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau
zat besi. Jumlah Fe yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya
volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan, seorang ibu hamil menyimpan zat besi
kurang dari 1.000 mg. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998,
seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg per hari. Sedangkan kebutuhan
sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20-45 tahun)
(Zulhaida Lubis, 2003). Dengan demikian pada ibu hamil di Indonesia diharuskan
konsumsi tablet tambah darah sedikitnya 90 tablet selama kehamilan tersebut. Wanita
hamil cenderung terkena anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa
ini, janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan
pertama sesudah lahir.
Adapun cara memberikan tablet tambah darah:
1. Tablet tambah darah diberikan pada ibu hamil 6 bulan keatas.
2. Jumlah tablet tambah darah yang diberikan adalah satu tablet setiap hari sampai ibu
melahirkan. Jadi setiap hari selama 3 bulan, ibu diwajibkan menelan satu tablet sesudah
makan ditambah 1 tablet vitamin C. (Dainur 1995:34)
2.3.11. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Kesehatan
Bagian penting dari pengelolaan gizi adalah pengetahuan, kurangnya daya beli
merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi akan banyak berkurang bila orang mengetahui
15

bagaimana menggunakan daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat pengetahuan
akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk masyarakat yang
berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih
menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi
kompromi antara keduanya,
sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang. Tinggi
rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi
kemampuan ibu dalam menggelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan bahan
makanan. Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek praktek pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa
studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan
nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang
bernilai nutrisi makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan
nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
(Mulyono Joyomartono, 2004: 98)
2.3.12. Status Gizi Sebelum Hamil
Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum hamil wanita usia subur
(WUS) sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LLA tidak kurang dari
23.5 cm. apabila LLA ibu sebelum hamil kuarang dari 23.5 cm sebaiknya kehamilan
ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR. Pemantauan kesehatan dan status gizi
pada wanita usia subur merupakan pendekatan yang potensial dalam kaitanya dengan
upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi
baik akan menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik dan akan mempunyai risiko yang
kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan. Adapun cara
melihat status gizi WUS yang baik dengan melihat Indek Massa Tubuh-nya

16

2.3.13. Pendapatan Keluarga


Masyarakat makin lama makin tumbuh dan kompleks. Sedikit sekali diantara kita
yang menanam makan kita sendiri. Banyak makanan yang harus dibeli dari pasar. Apakah
kita mampu membeli atau tidak, tergantung kepada apakah kita memiliki uang atau tidak.
Daya untuk membeli makanan tergantung kepada penghasilan kita. Perilaku konsumsi
makan merupakan refleksi dari interaksi antara faktor ekonomi dengan faktor sosial
budaya. Faktor ekonomi berhubungan dengan tingkat pendapatan dan melahirkan daya
beli seseorang atau sekelompok orang apabila tingkat pendapatan tersebut seimbang
dengan jumlah anggota keluarga yang menjadi bebannya. Besarnya suatu keluarga serta
komposisi dari suatu keluarga dan tingkat pendapatan keluarga berasosiasi dengan
kualitas dan kuantias diet yang berlaku didalam keluarga itu (Mulyono Joyomartono,
2004: 98)
2.3.14. Pantangan Terhadap Makanan
Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan,
dijumpai banyak pola pantangan, tahayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan
daerah yang berlainan. Suatu pantangan yang berdasarkan agama (islam) disebut haram
17

hukumnya dan individu yang melanggar pantangan tersebut berdosa. Hal ini disebabkan
karena makanan dan minuman yang dipantang menggangu kesehatan dan jasmani atau
rohani bagi pemakannya atau peminumnya. Sedangkan pantangan atau larangan yang
berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung perlambang atau nasihat-nasihat yang
dianggap baik dan tidak baik yang lambat-laun menjadi kebiasaan (adat), terlebih dalam
suatu masyarakat yang masih sederhana. Tiga kelompok masyarakat yang biasanya
mempunyai pantangan makan yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu menyusui. (Yayuk
Farida Baliwati, 2004: 72).
Sejak dahulu kala makanan wanita hamil telah dianggap sangat penting, sebab
orang percaya bahwa makanan yang benar akan memberi dapak yang baik bagi janin.
Sehingga masyarakat membuat berbagai aturan makanan yang boleh dimakan oleh ibu
hamil dan makanan yang ditabukan, yang mana hal tersebut ternyata sama sekali tidak
benar dilihat dari segi kesehatan ( Soetjiningsih, 1995: 95)

18

2. 4. Aspek Kesehatan Masyarakat dari KEK pada Ibu Hamil

2.5 Kebijakan, Strategi Dan Konsep Dasar


Masalah gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia ini akan berdampak negatif
terhadap kualitas sumber daya manusia. Target RPJMN melalui perbaikan gizi pada semua siklus
kehidupan, sejak dari dalam kandungan sampai dengan lanjut usia diharapkan dapat

19

memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Penanggulangan ibu hamil KEK melalui kebijakan
dan strategi sebagai berikut:

2.5.1 Kebijakan
- Penanggulangan ibu hamil KEK dilaksanakan melalui intervensi gizi spesifik secara lintas
program, terutama pada pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.
- Penanggulangan ibu hamil KEK dilaksanakan melalui intervensi gizi sensitif terintegrasi
lintas sektor terkait.
2.5.2 Strategi
-

Melaksanakan advokasi, sosialisasi, promosi dan koordinasi dengan lintas sektor terkait
dan masyarakat.

Melakukan penapisan ibu hamil KEK melalui pelayanan antenatal terpadu dan
melaksanakan rujukan bila diperlukan.

Melakukan pelayanan gizi ibu hamil KEK.

Melakukan pemantauan dan evaluasi.

2.5.3 Konsep Dasar


Gizi Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) Kehamilan merupakan suatu proses
faali yang menjadi awal kehidupan generasi berikut. Salah satu kebutuhan esensial untuk proses
reproduksi sehat adalah terpenuhinya kebutuhan energi, protein, karbohidrat, vitamin, mineral
dan cairan (termasuk air) serta serat yang cukup baik kuantitas maupun kualitas. Kurangnya
asupan energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi
mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium dan zat
mikro lain pada wanita usia subur

20

2.6 Alur Pelayanan KEK pada Ibu Hamil

BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Istri

Suami

21

Nama

: Ny. Y

Nama

: Tn. J

Umur

: 23 tahun

Umur

: 27 tahun

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Suku

: Sasak

Suku

: Sasak

Pendidikan

: SMP

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: Pedagang

Alamat

: Gerimax Indah

Alamat

: Gerimax Indah

II. ANAMNESIS
Paien datang ke Puskesmas Narmada pada hari Senin, 27 Oktober 2015 untuk
memeriksakan kehamilan. Pasien mengaku umur kehamilannya saat ini 11-12 minggu. Keluhan
yang dirasakan pasien saat ini pasien mengeluh nafsu makan berkurang karena merasa mual dan
muntah bila makan. Muntah dirasakan pasien sekitar 2x/hari. Pasien juga merasa lemas sejak
satu minggu terakhir, namun pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa. BAB dalam batas
normal 1x/hari, konsistensi lembek warna kecoklatan, BAK dalam batas normal.

Riwayat obstetri :
1. Riwayat menstruasi
Menarche

: Umur 14 Tahun

Haid

: teratur

Siklus

: 28 hari

Dismenorrhe

: Tidak

Lama haid

: 7 hari

Flour albous

:-

2. Riwayat kehamilan sekarang


22

HPHT

: 14 Agustus 2015

TTP

: 21 Mei 2015

Gerakan Janin

: belum teraba

ANC

: 1x

Status TT

:1x

3. Riwayat kehamilan sebelumnya


Anak

Tahun

ke
1
Hamil

Lahir
2013
-

Umur

Penolong

Kehamilan
2 bulan
bidan
-

Tempat

Jenis

Keadaan Anak penyulit


JK BBL PBL

Bersalin Persalinan
Puskesmas -

Abortus
-

sekarang
Keadaan Psikososial Spiritual
-

Ibu sangat menginginkan kehamilan ini karena riwayat kehamilan sebelumnya yang
mengalami keguguran.

Hubungan dengan suami ataupun keluarganya baik

Pengambilan keputusan adalah suami

Riwayat Sosial dan Lingkungan:


-

Pasien tinggal dengan suaminya. Ibu pasien juga tinggal satu lingkungan dengan pasien,
hanya berjarak 3 rumah dari rumah pasien.

Pasien memiliki kebiasaan kurang nafsu makan sejak remaja, sehingga berat badan
pasien berkisar antara 35-36 kg saat sebelum hamil.

Rumah tinggal pasien terdiri dari 1 ruang tidur dan 1 ruang tamu. Dapur dan kamar
mandi terpisah dari rumah utama. Luas rumah pasien 3x3 meter, rumah pasien
memiliki teras, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga sangat dekat dan tanpa
pembatas pagar atau tembok. Sinar matahari masih dapat masuk dengan baik ke dalam
rumah pasien karena terdapat ventilasi dan terdapat 3 jendela. Lantai rumah terbuat dari
semen, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari genteng.

Rumah pasien tidak memiliki jamban dan untuk keperluan MCK berasal dari sungai di
dekat rumah pasien.

Sumber air di rumah pasien yaitu dari sumur

23

Pendapatan keluarga berasal dari suami pasien yang bekerja sebagai pedagang lontong di
pasar yaitu sekitar Rp.500.000 Rp. 600.000 perharinya.

Kamar
tidur

Dapu
r

pint
u

jendel
a

pint
u

Teras

jendel
a

R. Tamu

jendel
a

Pint
u

Kamar
mandi

Rumah tampak depan

Ruang tamu

24

25

Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:


-

Ibu pasien memiliki penyakit kanker payudara, namun tidak rutin berobat ke rumah sakit

karena tidak memiliki biaya.


Pola Kehidupan Sehari-hari
Sebelum Hamil
Sedang Hamil
Pola nutrisi
Makan 2-3 kali sehari, porsi sedang dengan Makan1-2 kali sehari, porsi sedang dengan
nasi, lauk pauk, jarang mengkonsumsi sayur,

nasi,

lauk

pauk,jarang

mengkonsumsi

buah, Minum air putih 6-7 gelas/hari.

sayur,buah, minum air putih + 7-8 gelas/hari


dan susu 2 gelas/hari

Pola eliminasi
BAB tiap pagi, lancar BAK 4 kali/hari
BAB 2 hari sekali BAK 6 kali/hari
Pola aktivitas
lbu bisa melakukan pekerjaan rumah tangga Ibu bisa melakukan pekerjaan rumah tangga
(mencuci, menyapu, memasak)
(mencuci, menyapu, memasak)
Pola istirahat/tidur
Tidur siang hari + 1 jam Tidur malam hari + 8 Tidur siang hari + 2 jam Tidur malam hari + 8
jam Kalau ada waktu luang digunakan untuk jam Kalau ada waktu luang digunakan untuk
istirahat
istirahat
Personal hygiene
Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari dan ganti Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari dan ganti
baju tiap habis mandi

baju tiap kali habis mandi

Ikhtisar akeluarga :

c
b

26

Keterangan :
A : bapak pasien
B : ibu pasien
C : mertua laki-laki
D : mertua perempuan
E : pasien
F : suami pasien
Riwayat alergi
- Makanan

: tidak ada

- Obat

: tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

: sedang

Kesadaran

: compos mentis

1. Tanda Tanda Vital :

Suhu

: 36,0 oC

HR

: 84 x/menit

RR

: 18 x/menit, reguler

2. Menilai Status Gizi :


27

Berat Badan

Tinggi Badan : 149 cm

Lingkar Lengan

: 21 cm

IMT

: 16,66 (Gizi Kurang)

: 37 kg

3. Kepala
Bentuk kepala

: kesan normocephali, kelainan (-), fontanella datar, sutura normal.

Mata

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), pupil isokor, refleks cahaya +/
+, edema palpebra -/-

Telinga

: dalam batas normal, otore (-)

Hidung

: pernapasan cuping hidung (-), rinore (-)

Mulut

: Mukosa sianosis (-).

4. Leher
Pembesaran kel. Tiroid (-) dan KGB (-)
5. Thoraks
Inspeksi

: dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)

Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).


Pulmo: bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/Palpasi

: pergerakan simetris, nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani (+)

7. Abdomen
28

Inspeksi

: distensi (-), venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) meningkat


Palpasi

: massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi

: timpani (+) diseluruh lapang abdomen

8. Uro- Genitalia
Normal
9. Anus dan rektum
Tidak di evaluasi
10. Ekstremitas
Atas : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/Bawah : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/11. Kulit
Ikterus (-), ruam (-), pustula (-), kering(+)
Turgor kulit normal
Kelainan kulit lainnya (-)
11. Vertebrae
Kelainan (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang :
Darah Lengkap (27 Oktober 2015): HB 11,9 mg/dl
V. Diagnosis Kerja :
29

G2P1A1H0 usia kehamilan 11-12 minggu dengan Kekurangan energi kronis


VI. Rencana Terapi
R/ Fe tab 60 mg No. X
1.d.d.1 tab
R/ asam folat tab 500 mg No. X
1.d.d.1 tab
KIE:

BIOLOGIS

1. Beri tahu ibu tentang hasil pemeriksaan

MELITUS
Sistem
kekebalan tubuh

-Jelaskan kondisi ibu saat ini

lebih lemah karena


status nutrisi yang

buruk
DIABETES
- Anjurkan ibu untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin, minimal 1 bulan sekali

MELITUS
- Libatkan keluarga dalam memberikan
dukungan ibu
PERILAK
2. Berikan informasi mengenai gizi ibu hamil
U
DIABETES

Kurangnya
perilaku untuk
- Jelasakan
pada ibu

tentang makanan yang bergizi seimbang


makan makanan yang
MELITUS
KEK
bergizi
seimbang
- Ibu
diberisejak
vitamin, suplemen besi dan suplemen kalsium

LINGKUNGA
N
Keadaan sosial dan
ekonomi yang rendah
Pengetahuan dan
pendidikan yang rendah

pasien masih remaja

- Anjurkan ibu untuk istirahat dan banyak makan makanan yang seimbang,
terutama sayur
Akses air bersih
dan buah.

DIABETES
MELITUS

3. Beritahu ibu tentang pola istirahat yang baik

PELAYANAN

DIABETES

KESEHATAN
Determinan Kesehatan

MELITUS
Kurangnya informasi mengenai
kekurangan gizi dalam kehamilan

DIABETES
MELITUS

30

DIABETES
MELITUS

DIABETES
BAB IV
MELITUS
PEMBAHASAN

DIABETES
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama

MELITUS

yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor biologis (keturunan), perilaku
(gaya hidup) individu atau masyarakat,DIABETES
faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam

MELITUS

terjadinya kekurangan energi kronis adalah faktor perilaku dan lingkungan . KEK menjadi
masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Biologis

DIABETES

Sistem kekebalan tubuh pasien lebih


lemah karena status nutrisinya yang kurang baik. Hal
MELITUS
ini mengakibatkan pasien menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan akan menyebabkan
risiko berat badan lahir rendah bagi anak yang dikandung.

DIABETES
2. Faktor Lingkungan
Sosio-ekonomi rendah

MELITUS

Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang rendah. Status sosial ekonomi
merupakan faktor risiko kejadianDIABETES
kekurangan energy kronis pada ibu hamil dikarenakan
rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli makanan. Rendahnya

MELITUS

kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab langsung dari kekurangan energy
kronis. Status sosial ekonomi yang kurang sebenarnya dapat diatasi jika keluarga tersebut
mampu menggunakan sumber daya
yang terbatas, seperti kemampuan untuk memilih
DIABETES
bahan yang murah tetapi bergizi dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga.

MELITUS

Pengetahuan dan pendidikan ibu


Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi karena
dengan tingkat pendidkan yang lebih tingggi
DIABETES
diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.

MELITUS

31

DIABETES

DIABETES
Masalah gizi sering timbul karenaMELITUS
ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang
memadai.
Akses air bersih
Akses atau keterjangkauan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar

DIABETES

pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Makin tersedia air bersih yang cukup
untuk keluarga serta makin dekatMELITUS
jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama sama akan
memberikan dampak yang lebih DIABETES
buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut masingmasing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan

MELITUS

gizi memperburuk kemampuan ibu untuk mengatasi penyakit.


3. Perilaku

DIABETES

Kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi akan banyak berkurang bila

MELITUS
orang mengetahui bagaimana menggunakan
daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat
pengetahuan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam memilih makanan. Untuk
masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis

DIABETES

lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan
terjadi kompromi antara keduanya, MELITUS
sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan
bergizi seimbang. Tinggi rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena
mempengaruhi kemampuan ibu dalam menggelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan
bahan makanan. Pemilihan makananDIABETES
dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap
terhadap makanan dan praktek praktek
pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
MELITUS
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi

DIABETES
menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan
dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan
praktik nutrisi bertambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai nutrisi

MELITUS

makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih
makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.
4. Pelayanan kesehatan
DIABETES
Kurangnya informasi mengenai KEK
Masyarakat perlu diberikan informasi
mengenai gizi balita karena seringkali hal ini
MELITUS
diabaikan oleh keluarga pasien. Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat pendidikan dan

DIABETES
MELITUS

32

DIABETES
MELITUS
pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga pasien sehingga akan mempengaruhi tindakan
yang akan diambil terhadap status gizi pasien yang buruk.

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

33

MELITUS

DIABETES
MELITUS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

DIABETES
Kesimpulan

MELITUS

Terjadinya kekurangan energy kronis pada ibu hamil ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan yaitu faktor biologis, lingkungan perilaku dan faktor pelayanan kesehatan. Namun
faktor yang paling mempengaruhi pada keadaan pasien adalah faktor lingkungan yang kurang

DIABETES

memadai seperti social ekonomi yang kurang dan rendahnya tingkat pendidikan pasien tersebut

MELITUS
serta faktor perilaku yang kurang bisa memilih
makanan yang bergizi seimbang.
Saran

DIABETES

Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, maka adanya kekurangan energi kronis pada ibu

MELITUS
hamil harus segera ditangani. Pemerintah
dan petugas kesehatan mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana langsung program kesehatan termasuk gizi pada
ibu hamil. Koordinasi antara bagian gizi, KIA dengan bagian promosi kesehatan agar lebih

DIABETES
ditingkatkan terutama dalam melakukan
sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan dengan
cara pemberian makan yang benar untukMELITUS
balita. Selain itu, registrasi mengenai kelengkapan data
pasien harus lebih memadai.

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS
34

DIABETES

DIABETES
MELITUS
DAFTAR PUSTAKA

DIABETES
MELITUS
Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Jogyakarta :Muha Medika
Azma. W. 2003. Asupan Gizi Ibu Hamil dan Menyusui. Last update.21 Pebruari .2010. <ht
tp: / /www.wawasandigital.com/index.php/option=com_content__HYPERLINK>
DIABETES
Amurullah S. 2006. Prosedur Pengukuran
Lingkar Lengan Atas Pada Ibu Hamil dengan Kurang
MELITUS
Energi Kronis (KEK). Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: RinekaCipta.
Lubis Z., 2003. Status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang di lahirkan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

DIABETES
MELITUS

Mochtar R., 2005. Kasus-Kasus Risiko Tinggi Dalam Obstetri. Sinopsis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mulyaningrum, 2009. Hubungan Faktor Risiko Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir

DIABETES

Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit Umum Barru. Media Gizi Pangan, VII, (1).

MELITUS

Mulyono. T.1994. Anemia Ibu Hamil dan Hubungan dengan Beberapa Faktor di Kabupaten
OKU. Sumatera Selatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DIABETES
Suparyanto. 2010. Kurang Energi Kronis
(KEK) Pada Ibu Hamil. Asuhan Keperawatan
Kebidanan. Tersedia pada: < MELITUS
www.Informasi Upah Minimum Regional (UMR)
Jombang>Tahun 2010, 2011>.
Universitas Indonesia.2007. Buku Pedoman Petunjuk Pelaksanaan Dan Penanggulangan KEK

DIABETES

Pada Ibu Hamil. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat. U.I.

MELITUS

DIABETES
MELITUS

DIABETES
MELITUS

35

Вам также может понравиться