Вы находитесь на странице: 1из 64

Skenario 1

My Head Is Going To Explode


Dono 35 years old came to the UMP HOSPITAL with symptomps of
headache. Pain is felt at the frontal, temporal of the head and spread up into orbita.
Headache felt suddenly, lasts for 5 to 10 minutes, and was throbbing. The
symptomp being felt since 3 months, within 1 month can recur up to 2- 3 times.
Complaints of headache is accompanied by nausea and vomiting. Whenever
complained of headaches, always preeded Hemiparesis and diplopia. What
happens to Dono?

I.

Klarifikasi Istilah
1. Hemiparesis
Hemiparesis adalah kelemahan parsial yang mengenai satu sisi tubuh.
(Dorland, 2013)
2. Diplopia
Diplopia adalah persepsi dari dua bayangan dari satu objek. (Dorland,
2013)
3. Vomitus
Vomitus adalah semburan dengan paksa isi lambung melalui mulut bisa
juga di sebut dengan emesis. (Dorland, 2013)
4. Nyeri kepala
Nyeri kepala adalah perasaan tidak nyaman pada daerah kepala,
contohnya nyeri pada supraorbita yaitu nyeri yang terasa dari region
orbita hingga ke region occipitalis. (Harsumo, 2015)
5. Nausea
Perasaan tidak nyaman pada tubuh akibat terjadinya peristiwa retching,
sehingga mengakibatkan perasaan ingin muntah. (Dorland, 2013)

II. Identifikasi Masalah


1. Mengapa terdapat keluhan nyeri kepala pada pasien ?
2. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan ?
3. Mengapa nyeri dirasakan pada daerah frontal, temporal dan orbita ?
4. Mengapa nyeri terasa berdenyut dan mempunyai durasi 5 10 menit ?
5. Mengapa nyeri kepala kambuh dan dirasakan dalam waktu 3 bulan, 1
bulan nyeri bisa mencapai 2 3 x ?
6. Mengapa keluhan disertai mual dan muntah ?
7. Mengapa keluhan disertai hemiparesis dan diplopia ?

III. Analisis Masalah


1. Mengapa terdapat keluhan nyeri pada kepala pasien?
Nyeri terdapat 2 jenis :
Nyeri cepat apabila ketika ada rangsangan dari mekanik dan termal
kemudian impuls tersebut diteruskan ke saraf perifer lalu dilanjutkan
ke corda spinalis lamina 1 (marginalis).

Nyeri lambat apabila ada rangsangan nyeri dari mekanik kimia dan
termal kemudian impuls tersebut dteruskan ke sarafperifer lalu
dilanjutkan ke corda spinalis lamina II dan III. (Sherwood, 2011)
Nyeri kepala dibagi menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer meliputi:
1) Migrain
a. Dengan aura
Migrain yang mengalami gejala prodormal yang tidak jelas
sebelum serangan serperti mengantuk, perubahan mood, lapar dan
pandangan gelap. Gejala tersebut membaik 15-20 menit kemudian
timbul nyeri kepala (seperti ditusuk-tusuk) memberat saat
mengejan. Disertai gejala penyerta seperti fotophobia, mual,
muntah dan pucat.
b. Tanpa aura berlangsung 4-72 jam.
2) Kluster
a. Nyeri unilateral
b. Berlangsung selama 20-120 menit
c. Dapat berulang beberapa kali dalam sehari
d. Gelisah dan tampak kemerahan saat serangan
3) Tension type headache
a. Kontraksi otot leher dan kepala
b. Memburuk pada sore hari
c. Tidak disertai gejala penyerta
Nyeri kepala sekunder meliputi nyeri yang disebabkan oleh trauma,
kelainan vaskular cranial atau cervical, infeksi dan psikiatrik
(Mardjono, 2010).
Factor pencetus nyeri kepala
1. Kelelahan
- Aktivitas berlebih
- Aktivitas seks berlebih
1 Bau menyengat
- Bau yg bisa merangsang system saraf
2 Stres
- Ketegangan emosional
merangsang otot kepala jadi
3
4
5
6

tengang
Makanan
- Yang menggandung MSG
- Alcohol akan meningkatkan aliran darah ke otak
Menstruasi
Trauma gangguan tidur
Monopouse

Perubahan barometer
(Patofisiologi, 2005)

Patofisiologi terjadinya nyeri


SISTIM SENSORI, MOTOR DAN INTEGRASI
Jalur sensorik dan motorik menyediakan rute untuk input ke otak
dan spinal cord serta output ke organ target sebagai respon.
SENSASI
Definisi dari sensasi adalah kesadaran akan adanya perubahan di
lingkungan internal ataupun eksternal. Sumber sensasi dan jenis reaksi
yang dihasillkan tergantung pada tujuan dari impuls saraf

yang

menyampaikan informasi ke CNS. Terdapat beberapa jenis sensori


(sensory modalities), seperti

sentuh, nyeri, penglihatan serta

pendengaran, dimana neuron sensorisnya hanya membawa 1 jenis


sensory modality. Terdapat 2

kelompok sensory modality yaitu

general senses (sensasi somatik dan visceral) dan spesial senses


(indera). Proses sensasi meliputi:
1. Stimuli terhadap reseptor sensori
2. Transduksi stimulus
3. Pembentukan impuls saraf
4. Integrasi input sensori.
Jalur sensoris somatic
Jalur sensori somatik menghubungkan informasi dari reseptor sensori
somatik ke area somatosensori di korteks serebri dan serebelum. Jalur
ke korteks serebri mengandung ribuan 3 set neuron: first-order neuron
(dari reseptor ke brain stem atau spinal cord), second-order neuron
(dari brain stem atau spinal cord ke thalamus) dan third-order neuron
(dari tahalamus ke korteks serebri). Impuls sensoris somatik ascending
menuju korteks serebri melalui 3 jalur umum (1) jalur

posterior

column-medial lemniscus, (2) jalur anterolateral (spinotalamik) dan


(3) jalur trigeminotalamik. Impuls sensori somatik mencapai
serebelum melalui traktus spinoserebelar.
Mapping area somatosensori primer
Area tertentu dikorteks serebri menerima input sensori somatik dari
bagian tubuh tertentu. Area korteks serebri yang lain memberikan
output dalam bentuk perintah untuk gerakan bagian tubuh tertentu.

Peta sensori somatik dan peta motor somatik menghubungkan bagianbagian tubuh dengan area korteks tersebut.

Gambar 1. Jalur posterior column-medial lemnsicus

Gambar 2. Jalur anterolateral (spinotalamikum)

Gambar 3. Jalur trigeminotalamik menuju korteks

Gambar 4. Peta sensori somatik dan motor somatik di korteks


serebri

Sensasi terjadinya nyeri


Sensasi nyeri

berguna untuk bertahan hidup, bekerja sebagai

pelindung dengan memberikan

informasi tentang adanya noksius

(racun) dan kerusakan jaringan. Nociceptor, merupakan reseptor untuk


nyeri, berupa free-nerve ending yang ditemukan di setiap jaringan
tubuh kecuali otak. Rangsang suhu, mekanik atau kimiawi dapat
mengaktifkan nociceptor. Iritasi jaringan serta luka juga melepas zat
kimia seperti prostaglandin, kinin dan ion K+ yang juga merangsang
nociceptor. Nyeri dapat menetap setelah produksi nyeri oleh stimulus
dihilangkan karena pain-mediating chemical tetap hidup dan
nociceptor mempunyai kemampuan adaptasi yang kecil. Kondisikondisi yang menimbulkan nyeri termasuk distensi kuat (peregangan)
jaringan, kontraksi otot yang lama, spasme otot atau iskemia (aliran
darah ke organ tidak mencukupi). (Mardjono, 2010)
2. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
Jenis kelamin

Cluster
Tension
Migraine
Pada pria dan ras 69% pada wanita, Wanita
kulit hitam

Usia

Paling

88% pada laki- banyak


laki
sering Terutama

pada usia 20an

lebih
karena

faktor hormonal
pada Puncak prevalensi

usia remaja dan pada usia 25-50


dewasa muda

tahun

1. Faktor hormonal :
Perubahan hormonal (estrogen dan progesteron) pada wanita selama
siklus mnstruasi dapat berpengaruh terhadap serangan migrain,
timbulnya serangan beberapa saat sebelum, selama dan sesudah

menstruasi. Prevalensi serangan migrain yang berkaitan dengan


menstruasi dari hasil peneliti didapatkan peningkatan frekuensi sejak
dua hari sebelum menstruasi dan mencapai puncak pada dua hari
pertama menstruasi.
2. Kelelahan fisik dan mental
Pada beberapa pasien, timbulnya

serangan

secara

temporal

berhubungan dengan kelelahan yang disebabkan kegiatan fisik lama


atau pekerjaan yang menggunakan pikiran weekend headache :
pasien yang tidak timbul serangan walaupun dalam keadaan stress,
setelah stress hilang atau rileks baru timbul nyeri kepala. Hal ini
disebabkan terjadinya vasodilatasi setelah vasokonstriksi akibat stress.
3. Trauma
Trauma ringan kepala dan kerusakan pembuluh darah karena laserasi
kulit kepala atau oleh trauma tumpul diduga menyebabkan kerusakan
pleksus simpatikus periartrial, mengakibatkan terganggunya ikatan
noradrenalin

pada

lapisan

adventisian

arteri

dan

berakibat

meningkatkan kepekaan nyeri terhadap keadaan dilatasi. (Harrison,


1999)
3. Mengapa nyeri dirasakan pada daerah frontal, temporal dan orbita?
Karena pada daerah ekstracranial terdapat daerah yang peka
-

terhadap nyeri yang meliputi:


Kulit kepala, periosteum
Arteri (a. frontalis, a. temporalis, a. occipitalis)
Saraf (n. frontalis, n. temporalis, n. occipitalis)
Otot (m. frontalis, m. temporalis, m. occipitalis)
Sehingga ketika ada stimulus nyeri pada daerah tersebut, akan timbul
terjadinya nyeri. (Harsono, 2005)
Kemungkinan nyeri tersebut berasal dari cerebrum. Karena berikut

ini terdapat klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya:


a. Jika nyeri berasal dari 2/3 cranium, atau supratentorium (cerebrum)
maka nyeri akan dirasakan pada daerah frontal, temporal hingga orbita
b. Jika nyeri berasal dari daerah infratentorium (cerebellum) maka nyeri
akan dirasakan dibelakang telinga di persendian servical occipital atas
kuduk.
4. Mengapa nyeri terasa berdenyut dan mempunyai durasi 5 10 menit ?

Dengan kecurigaan adanya proses terjadinya penyakit migrain,


terdapat mekanisme dimana terjadi vasodilatasi pada ekstracranial
sehingga terasa berdenyut, sedangkan pada intracranial terjadi proses
vasokonstriksi akibat adanya mekanisme spreading depression.
(Dewanto, 2007)
5. Mengapa nyeri kepala kambuh dan dirasakan dalam waktu 3 bulan, 1
bulan nyeri bisa mencapai 2 3 x ?
Klasifikasi sakit kepala berdasarkan waktunya
a. Nyeri akut
- Tidak lebih dari 6 bulan
- Serangan memdadak dari sebab yg sudah di ketahui serta tidak
-

bisa di tentukan lokasinya


Di tandai dengan ketegangan otot dan cemas

b. Nyeri kronis
- Nyeri berlangsung 6 bulan atau lebih

Sumber nyeri tidak bisa di ketahui

lokasinya
Sifat nyeri hilang timbul pada periode tertentu
Nyeri menetap

dan tidak bisadi tentukan

6. Mengapa keluhan disertai mual dan muntah ?


Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau
serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger
zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan
fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat
mengakibatkan

oligemia

kortikal

dan

mungkin

menyebabkan

penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura. (Harsono, 2005)


7. Mengapa keluhan disertai hemiparesis dan diplopia ?
Di karenakan terdapa mekanisme CSD ( Cortical Spreading
Depression )

Gambar :: Hipotesis Cortical Spreading Depression


Keterangan gambar :
1. Permulaan serangan migrain klasik, CSD muncul pada kutub
oksipital menyebar ke anterior pada sebelah lateral, mesial,
ventral dari sesisi otak. Pada CSD ketidakseimbangan ion dan
metabolik sepintas akan menyebabkan gangguan fungsi sel
saraf, perubahan aliran darah dan gejala fokal.

10

2. Setelah CSD, aliran darah kortikal berkurang 20 30% selama


2-6 jam.
3. Aliran darah yang tak terlibat CSD tetap normal.
4. Regio aliran darah yang berkurang akan meluas, seperti pada
CSD yang bergerak ke arah lebih anterior.
5. Gejala pada ekstremitas tampak bila CSD sampai pada kortek
sensori-motorik primer.
6. CSD berhenti setelah mencapai sulkus sentralis, tetapi pada
kebanyakan pasien tidak mencapai sulkus sentralis. CSD juga
meluas ke arah ventral mencapai serabut yang sensitif terhadap
nyeri dan akan menyebabkan nyeri kepala.
7. CSD berhenti, pengurangan aliran darah kortikal masih tetap
berlangsung. Pada saat ini nyeri kepala, tetapi tanpa defisit
fokal.
Teori ini menyebutkan apabila CSD sudah mencapai gyrus
precentralis pada lobus frontalis korteks serebri sebagai kompleks
motorik primer, maka akan terjadi hemiparase. (Ilmu Bedah Saraf,
2014).
Jenis-jenis paresis, yaitu:
a. Monoparesia
Monoparesis adalah kelemahan pada salah satu ekstremitas atas
atau salah satu ekstermitas bawah.
b. Hemiparesis
Hemiparesis adalah kelemahan otot pada lengan dan tungkai pada
satu sisi.
c. Paraparesis
Paraparesis adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
d. Tetraparesis/Quadraparesia
Tetraparesis adalah kelemahan pada kedua ekstremitas atas dan
kedua ekstemitas bawah.
Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang
keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari
bahasa yunani sedangkan quadra dari bahasa latin. Tetraparese
adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau
trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi

11

motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan


lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini
diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang
pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot.
kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai.
Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan
mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis
transversal, polio, atau spina bifida) .
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan
kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual,
pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi
otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan fungsi
sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik,
dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan
lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat
memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa
digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih
bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknya
kerusakan.
Etiologi Tetraparese
Tabel 1. Penyebab umun dari tetraparesis
-

Complete/incomplete transection of cord with fracture


Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior
syndrome
Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
Transverse myelitis Acute myelitis
Anterior spinal artery occlusion
Spinal cord compression
Haemorrhage into syringomyelic cavaty
Poliomyelitis

12

cord

Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper
motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot
atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot
atau hipotoni. (Sjarifuddin, 2007)

IV. Sistematika Masalah


Dono usia
35 tahun
Daerah
frontalis,
temporalis
dan orbita

Penyebab

Waktu

-Psikogenik

-Akut

-Organik :

( < 6 bulan )

a. Primer :
Migrain,
Cluster, TTH

-Kronis

b.
Anamnesis :
Sekunder
:
sakit
kepala
Tumor,
pada bagian
Trauma,
sisi kepala
Referred
dengan

-Vital sign

gangguan
pada mata,
serta terjadi
kelemahan
pada
motorik

Pemeriksaan
( > 6 bulan )
fisik :

-GCS

Keluhan nyeri kepala


sejak 3 bulan lalu, tiap
1 bulan 2 3 x selama
5 10 menit
Letak
anatomis

Hemipare
sis
Diplopia
Mual

Sifat

-Cepat :
Intracraniali
Mekanik,
s : Stres
thermal oleh
metabolik
serabut
( DM,
myelin A
Hipertensi ),
-Lambat :
Inflammasi
Pemeriksaan penunjang
kimiawi oleh
-:
serabut
Ekstracrania
myelin C
-Pemeriksaan darah
lis :
rutin
Glaucoma,

Pemeriksaan
-Pemeriksaan darah
nervus
Penegakan
tepi
cranialis
diagnosis
-Pemeriksaan elektrolit
-Reflesk
-Pemeriksaan gula
motorik
darah
-Meningeal

Teori CSD ( Cortical


Spreading
Depression )
Sebabkan
gangguan pada
vaskularisasi otak
sehingga terjadi
gangguan
beberapa
fungsi
DU : Migrain
dengan
aura
DD : -Cluster headache
-Tension headache
-Meningitis
Penatalaksanaan:
-Trigeminal 13
Neuralgia
Farmakologis
( obat abortif,
obat non spesifik dan
-Artritis temporalis
spesifik, opiat ), Non
farmakologis ( terapi

V.

Tujuan Pembelajaran
1. Neuroanatomi
2. Patofisiologi terjadinya sensasi nyeri
3. Penegakan diagnosis
4. All about Migrain
5. All about Tension headache
6. All about Cluster Headache
7. All about Meningitis
8. All about Tumor otak
9. All about Trigeminal neuralgia
10. All about artritis temporal
11. Penatalaksanaan
(
algoritma,

medikamentosa

dan

non

medikamentosa ) pada penyakit migrain


VI. Belajar Mandiri

14

VII. Berbagi Informasi


1) Neuroanatomi
Sistem saraf dibagi menjadi dua struktur divisi, yaitu:
1. Sistem Saraf Pusat (SSP) : otak dan medula spinalis
2. Sistem Saraf Tepi (SST) : somatik, otonom, enteric nervus.

Gambar 1 : sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi


Jaringan Saraf :
Sistim saraf terdiri dari 2 tipe sel yaitu neuron dan neuroglia.
Neuron berfungsi untuk merasa, berpikir, mengingat, kontrol aktifitas
otot dan mengatur sekresi kelenjar, sedangkan neuroglia mendukung,
memberi makan, dan melindungi neuron serta menjaga homeostasis
cairan intersistial. Terdapat 3 bagian neuron: badan sel, dendrit dan
akson. Serabut saraf merupakan istilah untuk penonjolan saraf yang

15

keluar dari badan sel neuron. Beberapa saraf rmpunyai 2 tonjolan yaitu
beberapa dendrit dan 1 akson. Dendrit merupakan bagian neuron yang
menerima input. Akson menjalarkan impuls saraf ke neuron lain, otot
atau kelenjar. Akson merupakan penonjolan panjang, tipis, silindris
yang bersambung dengan badan sel di axon hilock. Akson yang dekat
axon hilock merupakan segmen inisial. Di kebanyakan neuron, impuls
saraf muncul di persambungan axon hillock dan segmen inisial dan
disebut sebagai triger zone.
Klasifikasi neuron secara struktural, tergantung dari jumlah
prosesus dari badan sel, yaitu :
a. Neuron multipolar (biasanya mempunyai beberapa dendrit dan 1
akson, kebanyakan neuron di otak dan spinal cord.
b. Neuron bipolar (mempunyai 1 dendrit dan 1 akson). Ditemukan di
retina, teliga dan area olfaktorius di otak.
c. Neuron unipolar (mempunyai dendrit dan akson yang bergabung
membentuk prosesus yang keluar dari badan sel, disebut juga
neuron pseudounipolar.

Gambar 2 : Bagian bagian Neuron


Klasifikasi fungsional: (berdasar arah impuls saraf/potensial aksi
disampaikan dari CNS):

16

a. Neuron sensoris atau aferen, mengandung reseptor sensoris di


dendritnya. Jika stimulus yang sesuai mengaktifasi reseptor
sensoris, neuron sensoris membentuk potensial aksi di aksonnya
dan diarahkan ke CNS melalui nervus kranial ataupun spinal
(kebanyakan unipolar),
b. Neuron motor atau eferen, menyampaikan potensial aksi menjauhi
CNS

melalui

nervus

kranial

ataupun

spinal

(kebanyakan

multipolar),
c. Neuron asosiasi atau interneuron terutama terletak di dalam CNS
antara neuron sensoris dan motoris. Interneuron mengintegrasikan
informasi sensoris dari neuron sensoris dengan menimbulkan
respon motoris dengan mengaktifasi neuron motor yang sesuai
(kebanyakan multipolar).
Sistem Saraf Pusat :
A. Otak
Terbagi atas struktur struktur utama sebagai berikut:
1. Cerebrum
Struktur :
a. Hemisphere dextra dan sinistra
b. Fissura longitudinal cerebri
c. Corpus callosum
d. Gyrus
Lobus frontalis : gyrus presentralis, gyrus frontalis superior,
media, inferior, dan orbitalis.
Lobus parietalis: gyrus postsentralis, gyrus marginalis,
gyrus angularis.
e. Sulcus : sulcus centralis, occipitalis dan lateralis.
Lobus : frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis
2. Cerebellum (otak kecil) : berfungsi sebagai pusat kordinasi
keseimbangan
3. Diencephalon (thalamus dan hipothalamus)
4. Truncus encephala, terdiri atas 3 bagian: mesencephalon, pons, dan
medula oblongata.
5. Cranial Meninges, terdiri dari: duramater, arachnoidea mater, dan
piamater.
6. Ruangan yang memisahkan meningen:

17

Spatium subdural: memisahkan duramater dan arachnoideamater,


terletak di bawah duramater.
Spatium subarachnoideum: memisahkan arachnoideamater dari
piamater, terisi oleh liquor cerebrospinalis, terletak di bawah
arachnoideamater.
Sistem ventrikel :
Otak memiliki struktur yang disebut sebagai ventrikel yaang diisi
oleh cairan serebrospinal (LCS) yang dihasilkan oleh plexus
choroidalis. Liquor cerebrospinalis bersirkulasi dari dalam
ventrikel menuju spatium subarachnoideum.

Gambar 3 : Fungsi otak


B. Medula spinalis
Merupakan struktur lanjutan dari medulla oblongata dan terletak di
dalam tulang belakang.
1. Segmen utama medulla spinalis: segmen cervicalis, thoracalis,
lumbalis, sacralis, dan coccygeus. Tiap segmen terdiri atas
substansi alba dan substansi grisea (cornu anterior, cornu posterior,
cornu lateral).
2. Bagian dari medulla spinalis:
a. Conus medularis
b. Cauda equine
c. Fillum terminalis
3. Spinal meninges : duramater, arachnoideamater, dan piamater.
Vaskularisasi sistem saraf pusat:
a. Sistem arteri
1. Sirkulus arteriosus Willisi

18

a. cerebri anterior dan posterior, a. communican anterior dan


posterior, a. carotis interna.

Gambar 4 : Circulus Willisi


2. a. serebri media ramus lentikulostriata

Gambar 5: arteri sistem saraf pusat

19

b. Sistem vena
Vena sistem sinus jantung

Gambar 6 : vena sistem saraf pusat


Sistem Saraf Tepi
Secara anatomis, sistem saraf tepi dibagi menjadi dua divisi:
1. Nervus cranialis (bercabang dari otak)
Nervus
N. Olfactorius (N I)
N. Opticus (N II)
N. Occulomotorius (N III)
N. Trochlearis (N IV)
N. Trigeminus (N V)
N. Abducens (N VI)
N. Facialis (N VII)

Fungsi
Untuk penciuman
Untuk penglihatan
Penggerak bola mata dan otot mata
M. ektraokuler
Wajah, orbita, hidung, lidah depan
M. ekstraokuler
Indra pengecap, kelenjar saliva, penggerak

N. Vestibulococlearis (N VIII)
N. Glossofaringeus (N IX)
N. Vagus (N X)

otot wajah
Pendengaran dan keseimbangan
Mengunyah (Lidah, laring, glandula parotid)
Sensori telinga eksterna, indra pengecap

N. Acessorius (N XI)
N. Hypoglossus (N XII)

(epiglotis)
Motorik otot-otot tubuh
Penggerak lidah

2. Nervus spinalis (bercabang dari medulla spinalis)


a. C1 C8 : N. Cervicalis 8 pasang
b. T1 T12 : N. Thoracalis 12 pasang
c. L1 L5 : N. Lumbalis 5 pasang
d. S1 S5 : N. Sacralis 5 pasang
e. Co 1: N. Coccygeus 1 pasang
A. Sistem saraf somatik
20

Serat saraf sensorik dan motorik ke kulit, otot rangka dan sendi. Jalur
sensori somatik menghubungkan informasi dari reseptor sensori
somatik ke area somatosensori di korteks serebri dan serebelum. Jalur
ke korteks serebri mengandung ribuan 3 set neuron: first-order neuron
(dari reseptor ke brain stem atau spinal cord), second-order neuron
(dari brain stem atau spinal cord ke thalamus) dan third-order neuron
(dari tahalamus ke korteks serebri).
B. Sistem saraf enteric
Reseptor terdapat pada gastrointestinal, yaitu plexus myentericus /
aurbach dan plaxus submucosa / meissner.
C. Sistem saraf Autonom
Serat saraf sensorik dan motorik ke seluruh otot polos, otot jantung dan
kelenjar. Terdiri dari subdivisi simpatis dan parasimpatis.
1. Subdivisi simpatik : keluar dari medulla spinalis segmen
thoracolumbal,

neurotransmiter

berupa

norepinephrin/

noradneralin.
Gambar 11 : segmen thoracolumbal subdivisi simpatik

Gambar 7 : Segmen thoracolumbal divisi simpatik


2. Subdivisi parasimpatik : keluar dari medulla spinalis segmen
craniosacral, neurotransmiter berupa asetilkolin.

21

Gambar 08 : segmen craniosacral subdivisi parasimpatik


Sistem neuroanatomi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Upper motor neuron (UMN)
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologis kelompok UMN
dibagi dalam susunan piramidalis dan susunan ekstrapiramidal.
a. Susunan piramidalis
Neuron neuron yang menyalurkan impuls motorik dalam
kelompok UMN terdapat pada gyrus presentralis. Gyrus tersebut
disebut kortek motorik. Neuron neuron kortek motorik yang
menghadap ke fissura longitudinalis serebri mempunyai koneksi
dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron neuron kortek
motorik yang berada pada bagian mdial kortek cerebri mengurus
gerakan otot otot jari tangan. Neuron neuron kortek motorik
yang dekat dengan fissura lateralis serebri mengurus gerak otot
larings, farings, dan lidah. Pada peta homunkulus motorik,
kawasan gerakan otot otot jari tangan jauh lebih luas
22

dibandingkan kawasan gerakan otot jari kaki. Melalui akson


neuron kortek motorik saraf kranial menghubungkan motoneuron
yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron di
kornu anterius medula spinalis.
Akson akson tersebut menyusun jaras kortikobulbarkortikospinal. Akson akan turun dari kortek serebri motorik berada
diantara talamus dan ganglia basalis. Daerah tersebut disebut
kapsula interna yang dapat dibagi menjadi krus interna dan krus
posterius. Sudut yang dibentuk kedua bagian tersebut disebut genu.
Pada daerah mesencephalon, serabut serabut akson tersebut
tersebut berkumpul pada 3/5 bagian tengah pedunkulus serebri dan
diapit oleh daerah serabut serabut parietotemporopontin dari sisi
lateral. Di pons serabut serabut tersebut menduduki pes pontis,
dimana serabut serabut frontopontin dan paeritotemporopontin
berakhir. Sehingga setelah melewati pes pontis, hanya mengandung
serabut serabut kortikobulbar dan kortikospinal saja yang disebut
sebagai piramis, dan merupakan bagian ventral medula oblongata.
Setelah melewati pes pontis, serabut kortikobulbar
menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di
motoneuron saraf kranial motorik (n. III, n. IV, n. V, n. VI, n. IX, n.
X, n. XI, n. XII.)

atau internueronnya di sisi kontralateral.

Sebagian juga berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi


ipsilateral juga.
Pada perbatasan antara medula oblongata dan medula
spinalis, serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang
dan membentuk jaras kortikospinal lateral, yang berjalan di
funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian ada yang tidak
menyilang tetapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di
funikulus

ventralis

ipsilateral

yang

disebut

sebagai

jaras

kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis. Mayoritas


motoneuron berada di intumenensia servikalis dan lumbalis, yang
mengatur otot-otot anggota gerak atas dan bawah.

23

Gambar : susunan piramidalis


b. Susunan ekstrapiramidalis
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari korpus striatum, globus
palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, substansia nigra,
formasio retikularis batang otak, serebellum, kortek motorik area
4, area 6, dan area 8. Masing masing berhubungan satu sama lain
oleh akson membentuk lingkaran yang disebut sirkuit. Korpus
striatum merupakan penerima tunggal sehingga disebut sirkuit
strial. Lintasan sirkuit dibedakan menjadi sirkuit utama dan 3
sirkuit strial penunjang. Sirkuit utama tersusun oleh tiga mata
rantai, yaitu hungungan neokorteks dengan korpus striatum serta
globus palidus, hubungan korpus striatum/ globus palidus dengan
talamus dan hubungan talamus dengan kortek area 4 dan 6.
Komponen

komponen

susunan

ekstrapiramidal

lainnya

menyusun sirkuit strial asesorik.


Sirkuit strial asesorik ke 1 merupakan sirkuit yang
menghubungkan striatum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit
strial asesirik ke 2 lintasan yang melingkari globus palidus-korpus
subtalamikus-globus palidus. Sirkuit strial asesorik ke 3 dibentuk
oleh hubungan yang melingkari striatum-substansia nigra-striatum.

24

Susunan ekstrapiramidal terintegrasi dalam susunan sensorik dan


motorik sehingga memiliki sistem input dan output. Impuls
ascenden nonspesifik masuk ke sirkuit strial kemudian disalurkan
melalui diffuse ascending reticular system/ lintasan spinotalamik
multisinaptik dan impuls proprioseptif diterima oleh serebrum
yaitu di nuklei intralaminares talami. Selain disampaikan ke
serebelum, data juga disampaikan ke thalamu (nuklues ventralis
lateralis talami dan nukleus ventralis anterior talami) melalui
brachium konjungtivum.
Impuls hasil pengolahan sirkuit strial disalurkan ke
motoneuron. Implus di kirim ke area 4 dan 6 melalui globus
palidus dan inti-inti talamik kemudian di sampaikan ke nuklues
ruber dan sel-sel saraf di formasio retikularis yang akhirnya
ditujukan ke motoneuron. Akson-akson dari neuron di lapisan V
korteks area 4 turun ke batang otak di dalam kawasan jaras
frontopontin dan menuju ke nukleus ruber dan sel sel saraf di
formasio retikularis. Serabut-serabut rubrospinal menghubungi
baik alfa maupun gamma motoneuron yang berada di intumesensia
servicalis saja. Sedangkan serabut-serabut retikulospinal, yang
sebagian besar multisinaptik (serabut retikulo spino-spinal) menuju
ke alfa dan gama motoneuron bagian medua spinalis dbawah
tingkat servical. Terdapat pula lintasan nigrokolikular dan
nigroretikularis dimana pesan strial disampaikan ke kolikulus
superior dan formasio retikularis yang kemudian ditujukan ke
motoneuron yang mengatur gerakan kepala sesuai dengan
gerakan/posisi kedua bola mata.
Ditingkat kornu anterius terdapat sirkuit gamma loop, yaitu
hubungan neuronal yang melingkari alfa motoneuron-mucle
spindle-gamma/alfa motoneuron. Melalui sistem gamma loop,
tonus otot disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang
diinginkan.

25

2. Lower motor neuron


Lower motor neuron merupakan neuron-neuron yang menyalurkan
impuls pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. LMN
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu -motoneuron dan motoneuron. Dengan perantaraan kedua macam motoneuron itu,
impuls motorik dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot
yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerakan tangkas.
(Mardjono, 2010)

Stimulus nyeri (Mekanik atau Thermal)


2) Patofisiologi terjadinya sensasi nyeri
Mekanisme nyeri tipe cepat
3)
Neurotransmitter Glutamat

Serabut A-delta

Cornu dorsalis posterior

Medula

Traktus Neospinothalamicus yang berakhir di lamina I (marginalis)

Thalamus

Gyrus Postcentralis

Sensorik

Gyrus Presentralis

Jaras Kortikospinal

Motorik

26

Mekanisme nyeri lambat


4)
Stimulus nyeri (Mekanik atau Thermal atau Kimiawi)

Neurotransmitter substansi P

Serabut C
Cornu dorsalis posterior

Medula

Traktus Paleospinothalamicus yang berakhir di lamina II dan III

Thalamus

Gyrus Postcentralis

Sensorik

Gyrus Presentralis

Jaras Kortikospinal

Motorik

27

Perjalanan Jaras Kortikospinal


Meninggalkan korteks cerebri

Bergabung di substansia alba cerebri

Krus posterior capsula interna

Pons

Medula anterior

Decussatio pyramid

Medula spinalis

Motorik
(Mardjono, 2010)

3) Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
a. Anamnesis spesifik
28

Onset
Untuk membedakan nyeri kepala tersebut akut, subakut atau kronis
Maka jika sudah diketahui jenis nyeri berdasarkan onsetnya,
pertanyaan ini dapat digunakan untuk menyingkirkan beberapa

diagnosis seperti:
a. Akut
Subarachnoid hemorrhage
Penyakit cerebrovascular
Meningitis
Encephalitis
Ocular disease
b. Subakut
Giant cells arteritis
Masa intracranial
Neuralgia baiktrigerminalmaupunglossofaringeal
c. Kronis
Cluster
TTH
Migrain
Sinusitis
Frekuensi serangan
Untuk menyingkirkan diagnosis (Jika sakitnya berulang) seperti:
a. Nyeri kepala tipe cluster
b. TTH
c. Migrain
d. Neuralgia trigerminus
Lamanya serangan
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Cluster (15-180 menit)
b. TTH (30 menit 7 hari)
c. Migrain (4-72 jam)
d. Neuralgia trigerminal (beberapa detik sampai beberapa menit
Lokasi nyeri
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Bilateral
Migrain
Hydrocephalus
Tegang
Neoplasma
b. Unilateral
Migrain
Cluster
Gangguan sinus
Kualitas nyeri
29

Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:


a. Berdenyut Gangguan vascular
b. Konstan Tegang
c. Tertusuk Cluster, Neuralgia trigerminal
Kuantitas nyeri
Untuk mengetahui keparahan penyakit apakah masih ringan,
sedang, atau sudah berat
Waktu timbulnya
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Malam hari atau siang hari cluster
b. Pagi hari migrain
Faktor pencetus
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Neuralgia trigerminal tiupan angin, mengunyah, menelan
dan disentuh
b. Migrain dan tegang cahaya silau, suara keras, makanan

seperti keju jeruk dan cokelat


Gejala penyerta
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Migrain mual, muntah, fotofobia, anoreksia
b. Cluster gangguan vegetative ipsilateral seperti lakrimasi

b.
-

berlebih, keluar lender dari hidung, hidung terumbat


Faktor yang memperberat
Faktor yang memperingan
Anamnesis umum
Kesehatan umum.
Tinjauan sistemik.
RPD menyingkirkan penyakit metabolik, trauma, riwayat

mabuk perjalanan.
RPK menyingkirkan penyakit turunan seperti DM, Gagal ginjal.
Latar belakang pasien pekerjaan, emosi, stress, makanan dan

2.
a.
b.
c.
1.

minuman yang dikonsumsi.


Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
TTV
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
Gangguan metabolik, penyakit infeksi
Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan mata
Pupil, bentuk reaksi cahaya, pemeriksaan visus, pemeriksaan
lapang pandang, pemeriksaan gerakan bola mata

30

Untuk mencari tau apakah ada gangguan mata seperti glaucoma,


atau tidak. Untuk mencari tau ada gangguan visus seperti pada
2.

3.

4.

migrain aura atau tidak


Pemeriksaan funduskopi
Mencari tahu apakah ada edem pada nervus optikus atau tidak
Pemeriksaan saraf cranial
Untuk mencari tahu apakah ada gangguan saraf cranial atau tidak
Pemeriksaan motoric
Untuk mencari tahu ketegangan otot, tonus, klonus, trofi, reflek

fisiologis, reflek patologis


Untuk mencaritahu apakah nyeri kepala disertai gangguan motoric
atau tidak sehingga dapat di singkirkan beberapa diagnosis banding
seperti stroke, atau gangguan lainnya. Serta untuk mengetahui
lokasi kerusakan sarafnya apakah di UMN atau LMN
5. Pemeriksaan sensibilitas
Untuk mencaritahu apakah ada gangguan pada neuron sensoris
pasien atau tidak
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
- Untuk mencaritahu apakah ada penyakit infeksi atau tidak yang
biasanya ditunjukan dari leukositnya
b. Pemeriksaan gula darah
- mencaritahu apakah disertai dengan DM atau tidak karena DM
dapat menyebabkan neuropati dan gangguan visus
c. Pemeriksaan metabolic seperti kadar urin, dan elektrolit
- Untuk mencari tahu apakah ada penyakit nyeri kepala karena
gangguan elektrolitseperti epilepsi atautidak
d. Pemeriksaan LCS
- mencaritahu apakah ada infeksi atauti dak, atau ada perdarahan
subarachnoid atau tidak
e. Pemeriksaan Electro encephalography (EEG)
Indikasi:
- Jika dicurigai ada masa intracranial
- Gangguan visus motoric dan sensorik yang menetap
- Serangan migrain disertai sikope
- Perubahan intensitas dan sifat nyeri
f. Radiologi
- Rongent enpolos
- Rongent vertebrae
- Arteriografi jika curiga ada angioma
- CT scan
- MRI

31

4) All about Migrain


Migrain adalah nyeri kepala berulang dengan adanya interval bebas
gejala dan sedikitnya memiliki 3 dari gejala berikut: nyeri perut, mual
atau muntah, nyeri kepala berdenyut, unilateral, adanya aura (visual,
sensori, motorik), gejala berkurang dengan tidur, dan adanya riwayat
keluarga yang sama. Lama serangan pada anak adalah 2 sampai 4 jam,
sedang pada dewasa 4 sampai 72 jam.
Beberapa faktor predisposisi migrain adalah riwayat keluarga
(genetik), usia (sering pada pubertas), menstruasi, terlambat makan,
rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat),
perubahan cuaca, terlalu banyak atau kurang tidur dan stres.
Patofisiologi
Genetik, Usia, Menstruasi, terlambat makan, rangsangan berlebihan,
perubahan cuaca terlalu banyak /kurang tidur, stres.
Hipereksitasi korteks serebri abnormal
Cortical spreading depression
Gangguan distribusi ion intra dan ekstraseluler Penurunan aliran darah
Penurunan aliran darah
Aktivasi sistem trigeminovaskular

Pelepasan mediator dan neurotransmitter (serotonin, noradrenaline,


asetilkolin, substansia P, CGRP)
Vasodilatasi PD kranial
Ekstravasasi plasma protein
Aktivasi platelet
Sterile neurogenic inflammation

sensitasi

Migrain
Diagnosis migrain :

32

1. Migrain tanpa aura


Migrain ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis
dengan manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu
nyeri kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang
sampai berat dengan disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri
kepala diperberat dengan adanya aktivitas fisik.
2. Migrain dengan aura
Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan
dengan gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan
batang otak, biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak
lebih dari 60 menit. Neri kepaala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya
langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan
tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama
sekali tidak ada.

Aura

dapat

berupa

gangguan

mata

homonimus,

gejala

hemisensorik, hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.


KRITERIA DIAGNOSIS MIGRAIN TANPA AURA
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik
sebagai berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat dengan kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut
di bawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan.

33

KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA


A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit,
atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih
Dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama
Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang
Dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan
3. Migrain Hemiplegik familial

Migrain dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik


yang sama seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota
keluarga terdekatnya mempunyai riwayat migrain yang sama
4. Migrain basilaris

Migrain dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari
kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan
tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini:
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Disartia
Vertigo
Tinitus
Penurunan pendengaran
Diplospi
Ataksia
Parastesia bilateral
Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
5. Migrain aura tanpa nyeri kepala
Migrain jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa
diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang
berumur lebih dari 40 tahun.
6. Migrain dengan awitan aura akut
Migrain dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit.
Kriteria diagnosisnya sama dengan criteria migrain dengan aura,
dimana gejala neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit,
nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan
34

pengobatan

tetapi

tidak

berhasil),

selama

nyeri

berlangsung

sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia.


Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi
dan pemeriksaan jantung serta darah.
7. Migrain oftalmoplegik
Migrain jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang
yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan
tidak didapatkan
kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2
serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak
didapatkan kelainan serebrospinal.
8. Migrain retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau
buta tidak lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala
atau tidak. Gangguan ocular dan vascular tidak dijumpai.
9. Migrain yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
Migrain dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan
secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat
dengan lesi intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial
akan diikuti oleh hilangnya serangan migrain.(Dewanto, 2007)
5) All about Tension Headache
DEFINISI
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang
menekan (pressing/ squeezing),

mengikat, tidak berdenyut, tidak

dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan


hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/ atau muntah,
serta disertai fotofobia atau fonofobia.
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi :
a. TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per
bulan atau kurang dari 12 sakit kepala/tahun.
b. TTH episodik yang sering (frequent episodic):

1-14

serangan/bulan atau antara 12 dan 180 hari per tahun.


c. TTH menahun (chronic): lebih dari 15serangan

atau

sekurangnya 180 hari/tahun.

35

EPIDEMIOLOGI
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30
tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun.
Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan
TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi
seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada
laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4.
ETIOPATOFISIOLOGI
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Organik, seperti: Tumor Serebral, Meningitis, Hidrosefalus,
Dan Sifilis
b. Gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu,
Anemia,

Gout,

Ketidaknormalan

Endokrin,

Obesitas,

Intoksikasi, dan nyeri yang direfleksikan. Buruknya upaya


kesehatan diri sendiri (poor self-related health), tidak mampu
relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam
setiap malam, dan usia muda adalah faktor risiko TTH.
c. Pencetus
TTH
antara
lain:
kelaparan,
dehidrasi,
pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan
pola tidur, caff eine withdrawal, dan fluktuasi hormonal
wanita20. Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering
TTH. Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko
TTH, sedangkan ketegangan mental dan stres adalah faktorfaktor tersering penyebab TTH. Asosiasi positif antara nyeri
kepala dan stres terbukti nyata pada penderita TTH.
PATOFISIOLOGI

36

Skema 1 Patofisiologi TTH


Keterangan

gambar:

isoxazole-propionate;

AMPAalpha-amino-3-hydroxyl-5-methyl-4COXcyclooxygenase;

CTTHchronic

tension-type headache; ETTHepisodic tension-type headache; iNOS


inducible nitric oxide synthase; NFBnuclear factor -light-chain;
NK1neurokinin-1;

NMDAN-methyl-D-aspartate;

PAG

periaqueductal gray; PGE2prostaglandin E2; PkCprotein kinase


C; RVMrostroventral medulla; TCCtrigeminocervical complex.

GEJALA KLINIS
a. Nyeri kepala dirasakan bilateral, menetap/ konstan.
b. Intensitas nyeri dari ringan-sedang
c. Rasa nyeri seperti diikat atau tertindih barang berat atau perasaan
tidak enak di kepala dan tidak berdenyut, terasa kaku.
d. Nyeri kepala dapat berlangsung hanya 30 menit, tapi dpt terusmenerus sampai 7 hari dengan intensitas bervariasi(ringan saat
bangun tidur, lama-kelamaan menjadi berat dan baik saat ingin
tidur) dan kurang dari 180 kali dalam setahun.
e. Tidak mual, muntah, dan fotofobia.
PENATALAKSANAAN

37

KOMPLIKASI
Rebound headache: Nyeri kepala akibat penggunaan obat analgesik
berlebihan (aspirin, asetaminofen)
PROGNOSIS
Prognosis pada TTH adalah dubia at bonam, bila penatalaksanaan
dilakukan dengan baik dan tepat.
6) All about Cluster Headache
1. Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala
vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina
neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia,
neuralgia migrenosa, atau migren merah (red migraine) karena pada
waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami
nyeri.
2. Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan
dengan migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui.
Di Perancis prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan
sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di
negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30
tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73
tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama
pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan
wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini

38

hari menjelang pagi, yang akan membangunkan penderita dari tidurnya


karena nyeri.
3. Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:
a. Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi
b.
c.
d.
e.
f.
g.

pembuluh darah sekitar.


Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
Pelepasan histamin.
Letupan paroxysmal parasimpatis.
Abnormalitas hipotalamus.
Penurunan kadar oksigen.
Pengaruh genetic

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain:


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Glyceryl trinitrate.
Alkohol.
Terpapar hidrokarbon.
Panas.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
Stres.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan

Magnetic

resonance imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab


cluster headache yang masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar
dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga, suatu gen
autosom dominan mungkin terlibat, tapi alel-alel sensitif aktivitas
kalsium channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi.
Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan
sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh
refleks parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung
dan peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan selama
remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan
peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis.
Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan
irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasienpasien dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi
pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu serangan.
4. Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui
dengan jelas, akan tetapi teori yang masih banyak dianut sampai

39

saat ini antara lain: Cluster headache timbul karena vasodilatasi


pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai
oleh histamine intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster headache
merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur
yang

berkaitan

dengannya,

yang

ditandai

oleh

disfungsi

hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi


otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari
vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus
karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini,
serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun.
Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla
oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh
darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P,
dll) terutama pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).
5. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuktusuk pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di
dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langit-langit, gusi dan
menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksipital. Nyeri kepala ini
disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan
berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi
kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya
mengenai satu sisi kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan
dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat tajam, menjemukan
dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala sering
terjadi

pada

larut

malam

atau

pagi

dini

hari

sehingga

membangunkan pasien dari tidurnya.


Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata rata 2
jam) yang terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan
sebagai faktor pencetus adalah makanan atau minuman yang
mengandung alkohol. Serangan kemudian menghilang selama
beberapa bulan sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi
secara cluster (berkelompok).

40

Gambar 2.1 Ciri khas Cluster Headache

6. Penatalaksanaan
- Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit
selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang
-

aman untuk cluster headache akut.


Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal,
dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut
cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat
jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung

penggunaan triptan oral pada cluster headache.


Dihidroergotamin
1
mg
intramuskular

efektif

dalam

menghilangkan serangan akut cluster headache. Cara intranasal


terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat
-

menggunakan cara tersebut.


Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk
mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang
dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30 dan
beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan
dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.
(Goadsby, 2009)

7) All about Meningitis


Definisi

41

Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi organ


sistem saraf pusat, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang
pada arachnoid dan piamater). Meningitis biasanya disebabkan oleh
infeksi tetapi bahan kimiawi yang mengiritasi apabila disuntik atau
dimauskan ke dalam ruang subaraknoid juga bisa menimbulkan
peradangan pada lapisan pembungkus otak meninges.
Etiologi
Age Group

Causes

neonatus

Group B Streptococci, Escherichia coli, Listeria


monocytogenes

Bayi

Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae,


Streptococcus pneumoniae

Anak anak

N. meningitidis, S. pneumoniae

Dewasa

S. pneumoniae, N. meningitidis, Mycobacteria

Patofisiologi
Mikroorganisme menginvasi ke jaringan selaput otak hanya apabila
telah memasuki ruang subaraknoid. Biasanya, bakteri atau agen yang
menginvasi ini

tersebar ke bagian otak melewati pembuluh darah

setelah berlakunya proses kolonisasi akibat infeksi di traktus


respiratorius bagian atas. Selain dari adanya invasi bakteri, virus,
jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa
melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah,
penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan
lingkungan luar.

Manifestasi klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk
disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah

42

dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda


Kernigs dan Brudzinsky positif.

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si


penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang
palingumum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual,
muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah,
leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan
menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat
rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya
tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan
kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi :
Gejala infeksi akut
Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
43

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri
dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi
sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian
dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin.
Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif
(+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul
dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan penunjang
Tes Puncsi Lumbal
PURULENTA

TUBERKULOSA

Tekanan >180 Bila


mm H20

VIRUS

didiamkan Pemeriksaan

JAMUR

Kultur

terbentuk pelikula
mikroskopik
Mikroskopis : kuman Biakan
cairan
TBC

negatif

otak
Pemeriksaan
serologik serum
dan
cairan otak

44

bakteri

Warna

Keruh sampai Jernih

Sel

purulen
Leukosit

xantokrom
Meningkat,

meningkat

<500/mm3,

95 % PMN

dominan

atau Jernih
Meningkat
MN antara
1000/mm3

Jernih
10

-500

10- sel/mm3
dengan
dominasi

meningkat

limfosit
Normal / sedikit Meningkat

menurun

meningkat
Normal

Protein

Meningkat,

Klorida

>75 mg%
Menurun,

Glukosa

<700 mg%
Menurun, <40 menurun

Normal

Menurun,

mg %, atau <

sekitar

40

mg

gula

darah

Penatalaksanaan
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500
gr selama 1 tahun.
b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1
tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1
2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilin 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

45

15-35

b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.
(Meninges, 2007)

8) All about Tumor Otak


Definisi
Tumor intrakranial adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Tumor pada jaringan otak dan selaputnya dapat
berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.
Epidemiologi
Tumor otak paling banyak ditemukan pada anak, 55-70 persen ,
muncul dalam fossa posterior, dibandingkan dengan tumor pada orang
dewasa 15 sampai 20 persen.
Etiologi

46

Penyebab tumor pada fossa posterior hingga saat ini masih belum
diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang
dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain
jenis-jenis tumor tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada tumor.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Jaringan embrional berkembang menjadi organ - organ yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari jaringan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak jaringan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma.2
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa
meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi
virus dalam proses terjadinya tumor, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti

methylcholanthrone,

nitroso-ethyl-urea.

Ini

berdasarkan

percobaan yang dilakukan pada hewan.


Gejala klinis
a. Gejala Umum
47

Gejala umum ini hanya menunjukkan adanya proses peninggian


tekanan intrakranial, tidak membantu menetukan lokasi tumor,
walaupun beberapa gejala dapat memungkinkan pengarahan lokasi
tumor tersebut.
Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status
mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah.
Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak).
Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang
menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan
defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus
parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru
kemudian memberikan gejala umum.
b. Gejala Lokal
Gejala lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke
daerah sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim
proteolitik dan sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi
fokal yang reversibel.
Tumor fossa posterior sering tumbuh dan memblok aliran cairan
serebrospinal, menyebabkan hydrocephalus, sebuah peningkatan
tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrekranial menyebabkan
nyeri kepala, mual, dan muntah. Fossa posterior adalah ruang kecil
yang berisi struktur fungsional penting. Saat tumor mengisi ruangan
ini, makan akan menekan struktur struktur tersebut, menyebabkan
gejala yang lain termasuk gangguan dalam penglihatan dan
pendengaran, kelemahan atau baal pada wajah dan masalah pada
keseimbangan dan berjalan.
Pembagian Klasifikasi tumor

Primitive neuroectodermal tumours

Glial tumours

48

Medulloblastoma
Cerebral neuroblastoma
Pineoblastoma

Astrocytoma
Ependymoma
Brain stem glioma

Gambar 1. CT scan low grade astrocytoma, kiri tanpa kontras, kanan


dengan kontras, tidak tampak penyangatan

Gambar 2. Tumor medulloblastoma


Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan tumor intrakranial meliputi: 3,7,9,11
a. Simptomatik

Antikonvulsi

49

Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien


dengan tumor otak.

Edema serebri
Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran
radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason
dapat digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak
menyenangkan pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga
berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila
intervensi bedah saraf akan diambil. Steroid secara langsung dapat
mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek
langsung terhadap tumor. Dosis deksametason 12 mg intravena diikuti
4 mg. q.i.d. sering mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam
beberapa jam. Setelah beberapa hari pengobatan, dosis dikurangi
bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tidak diharapkan.

b. Etiologik (pembedahan)

Complete removal
Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi
medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai
regio otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama
dan sulit jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.

Partial removal
Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan
operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat
secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.

c.

Radioterapi
Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total
sebesar 5000-6000 rad tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari
radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal
lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel
tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika
dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.

50

Efek radioterapi tergantung dosis total dan durasi pengobatan. Harus


terdapat keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar.
Umumnya, makin cepat sel membelah, makin besar sensitivitasnya.
Radioterapi terutama bernilai pada pengelolaan tumor ganas, seperti
astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma, dan germinoma.
Namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak, seperti
adenoma pituitary dan kraniofaringioma.

Karena beberapa tumor

menyebar melalui jalur cairan serebrospinal seperti medulloblastoma,


iradiasi seluruh aksis neural dapat menekan risiko terjadinya rekurensi
dalam selang waktu singkat.
d. Kemoterapi
Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan,
kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode
yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan
astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi
tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu
sebagai terapi paliatif.
Obat kemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor secara
selektif, namun respon sel tumor berkaitan langsung dengan dosis.
Tidak dapat dihindarkan bahwa dosis tinggi menyebabkan toksisitas
pada sum-sum tulang. Dalam praktek, dosis yang tidak adekuat dapat
menimbulkan depresi sum-sum tulang seperti leukopenia
e. Imunoterapi
Imunoterapi

dengan

menggunakan

teknik

produksi

antibodi

monoklonal memberi harapan yang lebih baik dalam mengatasi tumor


ganas, walau pengangkutan dan lokasinya masih merupakan masalah.
Antibodi monoklonal berperan sebagai karier, yang membawa obat
sitotoksik, toksin atau radionuklida langsung ke daerah tumor.
Antibodi monoklonal dapat mengidentifikasi antigen yang terdapat
pada sel tumor. (Harrison, 1999)

51

9) All about Trigeminal Neuralgia


Definisi
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan
nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu
atau lebih cabang nervus trigeminus. Umumnya nyeri terbahagi kepada
dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-nociceptive
Klasifikasi
Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi:
1
2
3
4
5
6

NT Tipikal
NT Atipikal
NT karena Sklerosis Multipel
NT Sekunder
NT Paska Trauma
Failed Neuralgia TrigeminalBentuk-bentuk neuralgia ini harus
dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) sertakelainan lain
yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.

Epidemiologi
- Onset diatas 40 thn pada 90 % penderita
- Faktor resiko epidemiologis ( ras, umur, life style )
- Trigeminal neuralgia pada usia muda multiple sklerosis
-

Trigeminal neuralgia simptomatik


Trigeminal neuralgia idiopatik khas pada dekade kelima
kehidupan dapat terjadi pada semua umur

Etiologi
-

Bisa terjadi di pusat atau perifer bahkan keduanya


Tidak ada lesi struktural terjadi 85%
Decompresi oleh pembuluh darah vertebrobasiler
Akibat tumor neuroma trigminal
Akibat sklerosis multiple

52

Patofisiologi
Demielinisasi saraf

Hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut serabut saraf disekitarnya


Lesi di zona masuk N.T

Kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus

Ectopic action potential pada N.T

53

Keadaan pengurangan inhibisi

Jalur sensosorik hiperaktif

Timbul nyeri

proses penuaan

Atrofi otak

Pergeseran posisi otak ke arah caudal didalam fossa posterior

Semakin besar kontak neurovaskuler

Penekanan N.T

Nyeri akan timbul

Diagnosis
A.Serangan

54

Serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang berlangsung


beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering
padacabang mandibularis atau maksilaris.
Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial,
serasamenikam atau membakar
Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi
kanan.
Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari
sepertimakan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau
menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral
Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya
kasus-kasus

nyeri

wajah

lainnya

melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan


Gambaran klinis
A. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal,
tajam
B. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus
trigeminus danunilateral
C. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius
seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah.
D. Nyeri pada trigeminalneuralgia dapat mengalami remisi dalam satu
tahun atau lebih
E. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya
nyeriatipikal yang makin lama menjadi tipikal
Pemeriksaan penunjang

55

Pemeriksaan CT scan, MRI, pengukuran Elektromiografi hanya dapat


digunakan untuk membedakan kasus simtomatik akibat ganguan
struktural akibat dari kasus idiopatik

Pemeriksaan diatas diperlukan apabila keluhan T.N pada kaum muda


agar dapat menentukan ada tidaknya tumor otak atau multiple sklerosis
Penatalaksanaan
1. Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relative jarang,
tetapi

sangat

pengobatan

mengganggu

sementara

kenyamanan

waktu

bisa

hidup

diberikan

penderita,

obat

seperti

carbamazepine, gabapentin atau oxycarbamazepine yang dapat


mengurangi frekuensi atau intensitas nyeri trigeminal
2. Injeksi kortikosteroid. (Harrison, 1999)
10) All about Artritis Temporalis
Definisi
Arteritis Temporal Inflamasi penyakit arteri besar yang Sering
dikaitkan dengan polimialgia reumatika. Penyakit ini berhugungan
dengan arteri dari otot, mata dan jaringan. Dan umumnya melibatkan
arteri temporal.
Faktor resiko
-

Pada Umumnya wanita lebih berpeluang memiliki penyakit ini


(sekitar 25% wanita) biasanya terkena penyakit ini pada awal usia

50 th.
Perempuan. Usia di atas 60 tahun.

Penyebab
Penyakit ini tergolong penyakit autoimun dengan infiltrat inflamasi
dari arteri, yang penyebabnya tidak diketahui.
Gejala
-

Sedikit demam.

Adanya gangguan otot, terutama di lengan dan kaki

Kekakuan otot

Dolores, terutama di pagi hari.

56

Kepala berdenyut .

Kemerahan, pembengkakan dan berdenyutnya nodul sepanjang


arteri temporalis pada satu sisi kepala.

Kehilangan nafsu makan.

Kehilangan penglihatan.

Hilangnya kekuatan untuk mengunyah.

Hipersensitivitas di kulit kepala.

Penatalaksanaan
Steroid dosis tinggi sampai setelah fase akut. Obat ini akan sangat
mengurangi fek penyakit dan dapat mengubah gejala peradangan yang
menyebabkan penyakit tersebut. Dalam pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid,

akan digunakan

dosis

terendah

untuk

mengontrol gejala dan mengurangi komplikasi pengobatan. Gunakan


pengobatan sendiri imunosupresif atau kortison, jika pengobatan lain
gagal.
Komplikasi
-

Tanpa pengobatan: Kehilangan penglihatan. Jika penyakit ini


mempengaruhi pembuluh darah mata, adalah keadaan darurat.
Keterlibatan pembuluh jantung. Stroke. Sedikitnya sirkulasi darah di
lengan dan kaki.

Dengan pengobatan: Mungkin diperlukan obat steroid untuk berbulanbulan. Komplikasi jangka panjang kortison yang signifikan, termasuk
osteoporosis dan ulkus peptikum. (Harrison, 1999)

11) Penatalaksanaan (algoritma, medikamentosa dan non medikamentosa)


pada penyakit migrain
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori :
1. Langkah umum
2. Terapi abortif
3. Langkah menghilangkan rasa nyeri
4. Terapi preventif

57

1. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur,
makanan, stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip,
perubahan cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di
pesawat udara.
2. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang
berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik
OTCs(Over The Counters), NSAIDs (oral) Bila tidak respon terhadap
NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti: Triptans (naratriptans,
rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE),
Obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan asetaminophen dan kafein),
Obat golongan ergotamin
Obat non spesifik yang biasa dipakai pada migraine:
1) Prochlorperazine
Dosis : 25 mg oral atau suppose.Dosis maks 3 dosis per 24/jam Kontra
indikasi: CNS depression
Adverse react : Hypotension, arrhythmias, pseudo-parkinsonism,
dystonia, dizziness, urinary retention, nasal congestion
2) Metoclopramide
Dosis : 10 mg IV atau oral 20-30 min sebelum atau bersamaan dengan
pemberian analgetik, NSAID, atau ergotamine derivative
Kontra indikasi : seizure disorder, GI bleeding, GI obstruction
Adverse react : Restlessness, drowsiness, muscle weakness, dystonic
reaction
Obat ini menghilangkan nyeri disertai mual, muntah dan memperbaiki
motilitas gastrik, mempertinggi absorbsi obat dalam usus dan efektif di
kombinasikan dengan dihidroergotamine i.v.
Obat spesifik untuk migraine :
1) Dihydroergotamine (DHE)
Dosis 1 mg i.m , subcutan 0,5-1 mg.Dapat diulang tiap jam sampai
dosis maksimal 3 mg.
2) Sumatriptan
58

Dosis 6 mg sc,diulang 1 jam,dosis maksimal 12 mg/hari. Sediaan


oral dosis 25-100 mg/ 2 jam ,dosis maksimal 200 mg/hari.
3) Terapi Preventif
Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita
migraine sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan
mendasarkan pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi,
tingkat keparahan, dan resistensi (tractability) dari serangan akut
yang dialami, termasuk juga keinginan penderita. Penderita yang
mengalami serangan yang tidak responsif menggunakan obat-obat
untuk serangan akut serta serangan yang mengakibatkan disabilitas
yang signifikan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi
preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas lebih baik
untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu
keadaan menjadi lebih buruk meliputi:
-

Serangan

kurangnya dua kali per bulan,


Penderita berisiko mengalami rebound headache, atau
Isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan

migraine

menunjukkan

frekuensi

sekurang-

trend yang jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.


Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak
satu sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi
preventif; namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan,
maka terapi preventif perlu menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah
hari nyeri kepala mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi
preventif harus menjadi pertimbangan yang serius.
Sering kali dosis yang dibutuhkan dalam upaya menurunkan
frekuensi serangan nyeri kepala dapat sampai menimbulkan efek
samping yang nyata dan tidak dapat ditoleransi penderita. Masingmasing obat pilihan harus dimulai pemberiannya dengan dosis rendah,
dan dosis selanjutnya perlu dinaikkan secara bertahap sampai dosis
maksimum; dalam hal ini penderita perlu diberitahukan bahwa
pendekatan terapeutik seperti ini seringkali memperpanjang waktu
tercapainya efikasi yang diharapkan.

59

Penatalaksanaan Preventif

(Dewanto, 2007)

60

KESIMPULAN
Pada skenario tutorial sesi kali ini diketahui, Dono seorang laki laki
berumur 35 tahun datang ke rumah sakit UMP dengan mengeluh terdapat sakit
kepala. Sakit kepala dirasakan pada bagian kepala daerah frontal, temporal dan
orbita. Sakit kepala ini sering menyerang tiba tiba 5 10 menit dan terasa
berdenyut denyut. Pasien mengaku sudah mengalami sakit kepala sejak 3 bulan,
dimana dalam 1 bulan bisa muncul 2 3 kali per hari, selain itu pasien sering
muntah dan terjadi hemiparesis dan mata pasien terdapat diplopia.
Dari hasil diskusi tutorial, didapatkan organ yang terkena pada kasus
tutorial yaitu pada bagian kepala. Organ pada kepala terdapat otak yang terbagi
menjadi beberapa lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis dan
lobus temporalis. Otak besar atau cerebrum terdapat kortex cerebri yang terbagi
menjadi gyrus dan sulcus, pada bagian gyrus terdapat gyrus precentralis yang
merupakan korteks motorik primer dan gyrus postcentrais yang merupakan
korteks sensorik primer. kemudian terdapat truncus cerebri yang terdapat medulla
oblongata dimana terdapat penyilangan saraf. Organ yang terkait adalah sistem
saraf yang terbagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sakit kepala yang dialami oleh pasien diakibatka oleh mekanisme cortical
spreading depression yang mempunyai beberapa etiologi, dimana terdapat
penurunan vaskularisasi pada cerebrum sehingga apabila mengenai bagian gyrus
precentralis maka akan terjadi kelemahan atau hemiparesis pada salah satu sisi
bagian anggota gerak pasien. Sakit kepala dirasakan menyebar akibat terdapat
vaskularisasi, inervasi dan otot yang sama pada daerah orbital, temporal dan
daerah yang terkena lainnya. Diplopia terjadi akibat penurunan fungsi pada nervus
cranialis II akibat penurunan vaskularisasi.
Sifat nyeri sakit kepala yang dirasakan mempunyai gejala yang
menunjukkan bahwa pasien terkena migrain dengan aura. Sehingga perlu
dilaksanakan terapi abortif, terapi spesifik serta terapi pencegahan sesuai dengan
algoritma tatalaksana penyakit migrain.

61

SARAN
Hambatan
1. Mahasiswa kurang kritis sehingga kurang mendapatkan informasi lebih
lengkap dan terperinci.
2. Mahasiswa kurang aktif dalam mencari referensi sehingga informasi yang
di dapat kurang beragam.
3. Mahasiswa kurang menguasai materi, hanya membaca dan kurang dapat
menyampaikan kembali maksud pernyataannya.
Harapan
1. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari referensi sehingga
mendapatkan informasi yang lengkap.
3. Mahasiswa dapat lebih menguasai materi dan dapat menyampaikan materi
dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC:
Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
Frederic, H. Martini. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology. San
Fransisco : Pearson

62

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2006. Text Book of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Mississippi: Sounders
Hansen, John T. 2010. Netters Clinical Anatomy. 2nd. Elsevier: Saunders
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. GadjahMada University Press: Yogyakarta
Isselbacher, Kurt J. 1999. Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi
13. Jakarta: EGC
Jimmy Hadi Wijaya. 2004. Jurnal Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Maisel R, Levine S. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aeusclapius
Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Dasar Klinis. Jakarta: Dian Rakyat
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp. Bs. 2014. Ilmu Bedah Saraf Edisi 5. Jakarta:
Kompas Gramedia
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI.
Tortora, G.J & Derrickson, B.H., 2009. Pronciles pf Anatomy and Physiology.
12th ed. Vol 2. Danver: John Wiley & Sons

63

64

Вам также может понравиться