Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I.
Klarifikasi Istilah
1. Hemiparesis
Hemiparesis adalah kelemahan parsial yang mengenai satu sisi tubuh.
(Dorland, 2013)
2. Diplopia
Diplopia adalah persepsi dari dua bayangan dari satu objek. (Dorland,
2013)
3. Vomitus
Vomitus adalah semburan dengan paksa isi lambung melalui mulut bisa
juga di sebut dengan emesis. (Dorland, 2013)
4. Nyeri kepala
Nyeri kepala adalah perasaan tidak nyaman pada daerah kepala,
contohnya nyeri pada supraorbita yaitu nyeri yang terasa dari region
orbita hingga ke region occipitalis. (Harsumo, 2015)
5. Nausea
Perasaan tidak nyaman pada tubuh akibat terjadinya peristiwa retching,
sehingga mengakibatkan perasaan ingin muntah. (Dorland, 2013)
Nyeri lambat apabila ada rangsangan nyeri dari mekanik kimia dan
termal kemudian impuls tersebut dteruskan ke sarafperifer lalu
dilanjutkan ke corda spinalis lamina II dan III. (Sherwood, 2011)
Nyeri kepala dibagi menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer meliputi:
1) Migrain
a. Dengan aura
Migrain yang mengalami gejala prodormal yang tidak jelas
sebelum serangan serperti mengantuk, perubahan mood, lapar dan
pandangan gelap. Gejala tersebut membaik 15-20 menit kemudian
timbul nyeri kepala (seperti ditusuk-tusuk) memberat saat
mengejan. Disertai gejala penyerta seperti fotophobia, mual,
muntah dan pucat.
b. Tanpa aura berlangsung 4-72 jam.
2) Kluster
a. Nyeri unilateral
b. Berlangsung selama 20-120 menit
c. Dapat berulang beberapa kali dalam sehari
d. Gelisah dan tampak kemerahan saat serangan
3) Tension type headache
a. Kontraksi otot leher dan kepala
b. Memburuk pada sore hari
c. Tidak disertai gejala penyerta
Nyeri kepala sekunder meliputi nyeri yang disebabkan oleh trauma,
kelainan vaskular cranial atau cervical, infeksi dan psikiatrik
(Mardjono, 2010).
Factor pencetus nyeri kepala
1. Kelelahan
- Aktivitas berlebih
- Aktivitas seks berlebih
1 Bau menyengat
- Bau yg bisa merangsang system saraf
2 Stres
- Ketegangan emosional
merangsang otot kepala jadi
3
4
5
6
tengang
Makanan
- Yang menggandung MSG
- Alcohol akan meningkatkan aliran darah ke otak
Menstruasi
Trauma gangguan tidur
Monopouse
Perubahan barometer
(Patofisiologi, 2005)
yang
posterior
Peta sensori somatik dan peta motor somatik menghubungkan bagianbagian tubuh dengan area korteks tersebut.
Cluster
Tension
Migraine
Pada pria dan ras 69% pada wanita, Wanita
kulit hitam
Usia
Paling
lebih
karena
faktor hormonal
pada Puncak prevalensi
tahun
1. Faktor hormonal :
Perubahan hormonal (estrogen dan progesteron) pada wanita selama
siklus mnstruasi dapat berpengaruh terhadap serangan migrain,
timbulnya serangan beberapa saat sebelum, selama dan sesudah
serangan
secara
temporal
pada
lapisan
adventisian
arteri
dan
berakibat
b. Nyeri kronis
- Nyeri berlangsung 6 bulan atau lebih
lokasinya
Sifat nyeri hilang timbul pada periode tertentu
Nyeri menetap
oligemia
kortikal
dan
mungkin
menyebabkan
10
11
12
cord
Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper
motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot
atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot
atau hipotoni. (Sjarifuddin, 2007)
Penyebab
Waktu
-Psikogenik
-Akut
-Organik :
( < 6 bulan )
a. Primer :
Migrain,
Cluster, TTH
-Kronis
b.
Anamnesis :
Sekunder
:
sakit
kepala
Tumor,
pada bagian
Trauma,
sisi kepala
Referred
dengan
-Vital sign
gangguan
pada mata,
serta terjadi
kelemahan
pada
motorik
Pemeriksaan
( > 6 bulan )
fisik :
-GCS
Hemipare
sis
Diplopia
Mual
Sifat
-Cepat :
Intracraniali
Mekanik,
s : Stres
thermal oleh
metabolik
serabut
( DM,
myelin A
Hipertensi ),
-Lambat :
Inflammasi
Pemeriksaan penunjang
kimiawi oleh
-:
serabut
Ekstracrania
myelin C
-Pemeriksaan darah
lis :
rutin
Glaucoma,
Pemeriksaan
-Pemeriksaan darah
nervus
Penegakan
tepi
cranialis
diagnosis
-Pemeriksaan elektrolit
-Reflesk
-Pemeriksaan gula
motorik
darah
-Meningeal
V.
Tujuan Pembelajaran
1. Neuroanatomi
2. Patofisiologi terjadinya sensasi nyeri
3. Penegakan diagnosis
4. All about Migrain
5. All about Tension headache
6. All about Cluster Headache
7. All about Meningitis
8. All about Tumor otak
9. All about Trigeminal neuralgia
10. All about artritis temporal
11. Penatalaksanaan
(
algoritma,
medikamentosa
dan
non
14
15
keluar dari badan sel neuron. Beberapa saraf rmpunyai 2 tonjolan yaitu
beberapa dendrit dan 1 akson. Dendrit merupakan bagian neuron yang
menerima input. Akson menjalarkan impuls saraf ke neuron lain, otot
atau kelenjar. Akson merupakan penonjolan panjang, tipis, silindris
yang bersambung dengan badan sel di axon hilock. Akson yang dekat
axon hilock merupakan segmen inisial. Di kebanyakan neuron, impuls
saraf muncul di persambungan axon hillock dan segmen inisial dan
disebut sebagai triger zone.
Klasifikasi neuron secara struktural, tergantung dari jumlah
prosesus dari badan sel, yaitu :
a. Neuron multipolar (biasanya mempunyai beberapa dendrit dan 1
akson, kebanyakan neuron di otak dan spinal cord.
b. Neuron bipolar (mempunyai 1 dendrit dan 1 akson). Ditemukan di
retina, teliga dan area olfaktorius di otak.
c. Neuron unipolar (mempunyai dendrit dan akson yang bergabung
membentuk prosesus yang keluar dari badan sel, disebut juga
neuron pseudounipolar.
16
melalui
nervus
kranial
ataupun
spinal
(kebanyakan
multipolar),
c. Neuron asosiasi atau interneuron terutama terletak di dalam CNS
antara neuron sensoris dan motoris. Interneuron mengintegrasikan
informasi sensoris dari neuron sensoris dengan menimbulkan
respon motoris dengan mengaktifasi neuron motor yang sesuai
(kebanyakan multipolar).
Sistem Saraf Pusat :
A. Otak
Terbagi atas struktur struktur utama sebagai berikut:
1. Cerebrum
Struktur :
a. Hemisphere dextra dan sinistra
b. Fissura longitudinal cerebri
c. Corpus callosum
d. Gyrus
Lobus frontalis : gyrus presentralis, gyrus frontalis superior,
media, inferior, dan orbitalis.
Lobus parietalis: gyrus postsentralis, gyrus marginalis,
gyrus angularis.
e. Sulcus : sulcus centralis, occipitalis dan lateralis.
Lobus : frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis
2. Cerebellum (otak kecil) : berfungsi sebagai pusat kordinasi
keseimbangan
3. Diencephalon (thalamus dan hipothalamus)
4. Truncus encephala, terdiri atas 3 bagian: mesencephalon, pons, dan
medula oblongata.
5. Cranial Meninges, terdiri dari: duramater, arachnoidea mater, dan
piamater.
6. Ruangan yang memisahkan meningen:
17
18
19
b. Sistem vena
Vena sistem sinus jantung
Fungsi
Untuk penciuman
Untuk penglihatan
Penggerak bola mata dan otot mata
M. ektraokuler
Wajah, orbita, hidung, lidah depan
M. ekstraokuler
Indra pengecap, kelenjar saliva, penggerak
N. Vestibulococlearis (N VIII)
N. Glossofaringeus (N IX)
N. Vagus (N X)
otot wajah
Pendengaran dan keseimbangan
Mengunyah (Lidah, laring, glandula parotid)
Sensori telinga eksterna, indra pengecap
N. Acessorius (N XI)
N. Hypoglossus (N XII)
(epiglotis)
Motorik otot-otot tubuh
Penggerak lidah
Serat saraf sensorik dan motorik ke kulit, otot rangka dan sendi. Jalur
sensori somatik menghubungkan informasi dari reseptor sensori
somatik ke area somatosensori di korteks serebri dan serebelum. Jalur
ke korteks serebri mengandung ribuan 3 set neuron: first-order neuron
(dari reseptor ke brain stem atau spinal cord), second-order neuron
(dari brain stem atau spinal cord ke thalamus) dan third-order neuron
(dari tahalamus ke korteks serebri).
B. Sistem saraf enteric
Reseptor terdapat pada gastrointestinal, yaitu plexus myentericus /
aurbach dan plaxus submucosa / meissner.
C. Sistem saraf Autonom
Serat saraf sensorik dan motorik ke seluruh otot polos, otot jantung dan
kelenjar. Terdiri dari subdivisi simpatis dan parasimpatis.
1. Subdivisi simpatik : keluar dari medulla spinalis segmen
thoracolumbal,
neurotransmiter
berupa
norepinephrin/
noradneralin.
Gambar 11 : segmen thoracolumbal subdivisi simpatik
21
ventralis
ipsilateral
yang
disebut
sebagai
jaras
23
komponen
susunan
ekstrapiramidal
lainnya
24
25
Serabut A-delta
Medula
Thalamus
Gyrus Postcentralis
Sensorik
Gyrus Presentralis
Jaras Kortikospinal
Motorik
26
Neurotransmitter substansi P
Serabut C
Cornu dorsalis posterior
Medula
Thalamus
Gyrus Postcentralis
Sensorik
Gyrus Presentralis
Jaras Kortikospinal
Motorik
27
Pons
Medula anterior
Decussatio pyramid
Medula spinalis
Motorik
(Mardjono, 2010)
3) Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
a. Anamnesis spesifik
28
Onset
Untuk membedakan nyeri kepala tersebut akut, subakut atau kronis
Maka jika sudah diketahui jenis nyeri berdasarkan onsetnya,
pertanyaan ini dapat digunakan untuk menyingkirkan beberapa
diagnosis seperti:
a. Akut
Subarachnoid hemorrhage
Penyakit cerebrovascular
Meningitis
Encephalitis
Ocular disease
b. Subakut
Giant cells arteritis
Masa intracranial
Neuralgia baiktrigerminalmaupunglossofaringeal
c. Kronis
Cluster
TTH
Migrain
Sinusitis
Frekuensi serangan
Untuk menyingkirkan diagnosis (Jika sakitnya berulang) seperti:
a. Nyeri kepala tipe cluster
b. TTH
c. Migrain
d. Neuralgia trigerminus
Lamanya serangan
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Cluster (15-180 menit)
b. TTH (30 menit 7 hari)
c. Migrain (4-72 jam)
d. Neuralgia trigerminal (beberapa detik sampai beberapa menit
Lokasi nyeri
Untuk menyingkirkan diagnosis seperti:
a. Bilateral
Migrain
Hydrocephalus
Tegang
Neoplasma
b. Unilateral
Migrain
Cluster
Gangguan sinus
Kualitas nyeri
29
b.
-
mabuk perjalanan.
RPK menyingkirkan penyakit turunan seperti DM, Gagal ginjal.
Latar belakang pasien pekerjaan, emosi, stress, makanan dan
2.
a.
b.
c.
1.
30
3.
4.
31
sensitasi
Migrain
Diagnosis migrain :
32
Aura
dapat
berupa
gangguan
mata
homonimus,
gejala
33
Migrain dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari
kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan
tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini:
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Disartia
Vertigo
Tinitus
Penurunan pendengaran
Diplospi
Ataksia
Parastesia bilateral
Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
5. Migrain aura tanpa nyeri kepala
Migrain jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa
diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang
berumur lebih dari 40 tahun.
6. Migrain dengan awitan aura akut
Migrain dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit.
Kriteria diagnosisnya sama dengan criteria migrain dengan aura,
dimana gejala neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit,
nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan
34
pengobatan
tetapi
tidak
berhasil),
selama
nyeri
berlangsung
1-14
atau
35
EPIDEMIOLOGI
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30
tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun.
Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan
TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi
seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada
laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4.
ETIOPATOFISIOLOGI
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Organik, seperti: Tumor Serebral, Meningitis, Hidrosefalus,
Dan Sifilis
b. Gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu,
Anemia,
Gout,
Ketidaknormalan
Endokrin,
Obesitas,
36
gambar:
isoxazole-propionate;
AMPAalpha-amino-3-hydroxyl-5-methyl-4COXcyclooxygenase;
CTTHchronic
NMDAN-methyl-D-aspartate;
PAG
GEJALA KLINIS
a. Nyeri kepala dirasakan bilateral, menetap/ konstan.
b. Intensitas nyeri dari ringan-sedang
c. Rasa nyeri seperti diikat atau tertindih barang berat atau perasaan
tidak enak di kepala dan tidak berdenyut, terasa kaku.
d. Nyeri kepala dapat berlangsung hanya 30 menit, tapi dpt terusmenerus sampai 7 hari dengan intensitas bervariasi(ringan saat
bangun tidur, lama-kelamaan menjadi berat dan baik saat ingin
tidur) dan kurang dari 180 kali dalam setahun.
e. Tidak mual, muntah, dan fotofobia.
PENATALAKSANAAN
37
KOMPLIKASI
Rebound headache: Nyeri kepala akibat penggunaan obat analgesik
berlebihan (aspirin, asetaminofen)
PROGNOSIS
Prognosis pada TTH adalah dubia at bonam, bila penatalaksanaan
dilakukan dengan baik dan tepat.
6) All about Cluster Headache
1. Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala
vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina
neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia,
neuralgia migrenosa, atau migren merah (red migraine) karena pada
waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami
nyeri.
2. Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan
dengan migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui.
Di Perancis prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan
sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di
negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30
tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73
tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama
pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan
wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini
38
Glyceryl trinitrate.
Alkohol.
Terpapar hidrokarbon.
Panas.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
Stres.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan
Magnetic
39
berkaitan
dengannya,
yang
ditandai
oleh
disfungsi
pada
larut
malam
atau
pagi
dini
hari
sehingga
40
6. Penatalaksanaan
- Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit
selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang
-
efektif
dalam
41
Causes
neonatus
Bayi
Anak anak
N. meningitidis, S. pneumoniae
Dewasa
Patofisiologi
Mikroorganisme menginvasi ke jaringan selaput otak hanya apabila
telah memasuki ruang subaraknoid. Biasanya, bakteri atau agen yang
menginvasi ini
Manifestasi klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk
disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah
42
TUBERKULOSA
VIRUS
didiamkan Pemeriksaan
JAMUR
Kultur
terbentuk pelikula
mikroskopik
Mikroskopis : kuman Biakan
cairan
TBC
negatif
otak
Pemeriksaan
serologik serum
dan
cairan otak
44
bakteri
Warna
Sel
purulen
Leukosit
xantokrom
Meningkat,
meningkat
<500/mm3,
95 % PMN
dominan
atau Jernih
Meningkat
MN antara
1000/mm3
Jernih
10
-500
10- sel/mm3
dengan
dominasi
meningkat
limfosit
Normal / sedikit Meningkat
menurun
meningkat
Normal
Protein
Meningkat,
Klorida
>75 mg%
Menurun,
Glukosa
<700 mg%
Menurun, <40 menurun
Normal
Menurun,
mg %, atau <
sekitar
40
mg
gula
darah
Penatalaksanaan
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500
gr selama 1 tahun.
b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1
tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1
2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilin 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
45
15-35
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.
(Meninges, 2007)
46
Penyebab tumor pada fossa posterior hingga saat ini masih belum
diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang
dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain
jenis-jenis tumor tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada tumor.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Jaringan embrional berkembang menjadi organ - organ yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari jaringan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak jaringan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma.2
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa
meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi
virus dalam proses terjadinya tumor, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti
methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea.
Ini
berdasarkan
Glial tumours
48
Medulloblastoma
Cerebral neuroblastoma
Pineoblastoma
Astrocytoma
Ependymoma
Brain stem glioma
Antikonvulsi
49
Edema serebri
Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran
radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason
dapat digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak
menyenangkan pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga
berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila
intervensi bedah saraf akan diambil. Steroid secara langsung dapat
mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek
langsung terhadap tumor. Dosis deksametason 12 mg intravena diikuti
4 mg. q.i.d. sering mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam
beberapa jam. Setelah beberapa hari pengobatan, dosis dikurangi
bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tidak diharapkan.
b. Etiologik (pembedahan)
Complete removal
Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi
medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai
regio otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama
dan sulit jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.
Partial removal
Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan
operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat
secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.
c.
Radioterapi
Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total
sebesar 5000-6000 rad tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari
radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal
lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel
tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika
dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.
50
dengan
menggunakan
teknik
produksi
antibodi
51
NT Tipikal
NT Atipikal
NT karena Sklerosis Multipel
NT Sekunder
NT Paska Trauma
Failed Neuralgia TrigeminalBentuk-bentuk neuralgia ini harus
dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) sertakelainan lain
yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.
Epidemiologi
- Onset diatas 40 thn pada 90 % penderita
- Faktor resiko epidemiologis ( ras, umur, life style )
- Trigeminal neuralgia pada usia muda multiple sklerosis
-
Etiologi
-
52
Patofisiologi
Demielinisasi saraf
53
Timbul nyeri
proses penuaan
Atrofi otak
Penekanan N.T
Diagnosis
A.Serangan
54
nyeri
wajah
lainnya
melalui
55
sangat
pengobatan
mengganggu
sementara
kenyamanan
waktu
bisa
hidup
diberikan
penderita,
obat
seperti
50 th.
Perempuan. Usia di atas 60 tahun.
Penyebab
Penyakit ini tergolong penyakit autoimun dengan infiltrat inflamasi
dari arteri, yang penyebabnya tidak diketahui.
Gejala
-
Sedikit demam.
Kekakuan otot
56
Kepala berdenyut .
Kehilangan penglihatan.
Penatalaksanaan
Steroid dosis tinggi sampai setelah fase akut. Obat ini akan sangat
mengurangi fek penyakit dan dapat mengubah gejala peradangan yang
menyebabkan penyakit tersebut. Dalam pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid,
akan digunakan
dosis
terendah
untuk
Dengan pengobatan: Mungkin diperlukan obat steroid untuk berbulanbulan. Komplikasi jangka panjang kortison yang signifikan, termasuk
osteoporosis dan ulkus peptikum. (Harrison, 1999)
57
1. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur,
makanan, stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip,
perubahan cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di
pesawat udara.
2. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang
berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik
OTCs(Over The Counters), NSAIDs (oral) Bila tidak respon terhadap
NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti: Triptans (naratriptans,
rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE),
Obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan asetaminophen dan kafein),
Obat golongan ergotamin
Obat non spesifik yang biasa dipakai pada migraine:
1) Prochlorperazine
Dosis : 25 mg oral atau suppose.Dosis maks 3 dosis per 24/jam Kontra
indikasi: CNS depression
Adverse react : Hypotension, arrhythmias, pseudo-parkinsonism,
dystonia, dizziness, urinary retention, nasal congestion
2) Metoclopramide
Dosis : 10 mg IV atau oral 20-30 min sebelum atau bersamaan dengan
pemberian analgetik, NSAID, atau ergotamine derivative
Kontra indikasi : seizure disorder, GI bleeding, GI obstruction
Adverse react : Restlessness, drowsiness, muscle weakness, dystonic
reaction
Obat ini menghilangkan nyeri disertai mual, muntah dan memperbaiki
motilitas gastrik, mempertinggi absorbsi obat dalam usus dan efektif di
kombinasikan dengan dihidroergotamine i.v.
Obat spesifik untuk migraine :
1) Dihydroergotamine (DHE)
Dosis 1 mg i.m , subcutan 0,5-1 mg.Dapat diulang tiap jam sampai
dosis maksimal 3 mg.
2) Sumatriptan
58
Serangan
migraine
menunjukkan
frekuensi
sekurang-
59
Penatalaksanaan Preventif
(Dewanto, 2007)
60
KESIMPULAN
Pada skenario tutorial sesi kali ini diketahui, Dono seorang laki laki
berumur 35 tahun datang ke rumah sakit UMP dengan mengeluh terdapat sakit
kepala. Sakit kepala dirasakan pada bagian kepala daerah frontal, temporal dan
orbita. Sakit kepala ini sering menyerang tiba tiba 5 10 menit dan terasa
berdenyut denyut. Pasien mengaku sudah mengalami sakit kepala sejak 3 bulan,
dimana dalam 1 bulan bisa muncul 2 3 kali per hari, selain itu pasien sering
muntah dan terjadi hemiparesis dan mata pasien terdapat diplopia.
Dari hasil diskusi tutorial, didapatkan organ yang terkena pada kasus
tutorial yaitu pada bagian kepala. Organ pada kepala terdapat otak yang terbagi
menjadi beberapa lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis dan
lobus temporalis. Otak besar atau cerebrum terdapat kortex cerebri yang terbagi
menjadi gyrus dan sulcus, pada bagian gyrus terdapat gyrus precentralis yang
merupakan korteks motorik primer dan gyrus postcentrais yang merupakan
korteks sensorik primer. kemudian terdapat truncus cerebri yang terdapat medulla
oblongata dimana terdapat penyilangan saraf. Organ yang terkait adalah sistem
saraf yang terbagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sakit kepala yang dialami oleh pasien diakibatka oleh mekanisme cortical
spreading depression yang mempunyai beberapa etiologi, dimana terdapat
penurunan vaskularisasi pada cerebrum sehingga apabila mengenai bagian gyrus
precentralis maka akan terjadi kelemahan atau hemiparesis pada salah satu sisi
bagian anggota gerak pasien. Sakit kepala dirasakan menyebar akibat terdapat
vaskularisasi, inervasi dan otot yang sama pada daerah orbital, temporal dan
daerah yang terkena lainnya. Diplopia terjadi akibat penurunan fungsi pada nervus
cranialis II akibat penurunan vaskularisasi.
Sifat nyeri sakit kepala yang dirasakan mempunyai gejala yang
menunjukkan bahwa pasien terkena migrain dengan aura. Sehingga perlu
dilaksanakan terapi abortif, terapi spesifik serta terapi pencegahan sesuai dengan
algoritma tatalaksana penyakit migrain.
61
SARAN
Hambatan
1. Mahasiswa kurang kritis sehingga kurang mendapatkan informasi lebih
lengkap dan terperinci.
2. Mahasiswa kurang aktif dalam mencari referensi sehingga informasi yang
di dapat kurang beragam.
3. Mahasiswa kurang menguasai materi, hanya membaca dan kurang dapat
menyampaikan kembali maksud pernyataannya.
Harapan
1. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari referensi sehingga
mendapatkan informasi yang lengkap.
3. Mahasiswa dapat lebih menguasai materi dan dapat menyampaikan materi
dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC:
Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
Frederic, H. Martini. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology. San
Fransisco : Pearson
62
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2006. Text Book of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Mississippi: Sounders
Hansen, John T. 2010. Netters Clinical Anatomy. 2nd. Elsevier: Saunders
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. GadjahMada University Press: Yogyakarta
Isselbacher, Kurt J. 1999. Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi
13. Jakarta: EGC
Jimmy Hadi Wijaya. 2004. Jurnal Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Maisel R, Levine S. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aeusclapius
Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Dasar Klinis. Jakarta: Dian Rakyat
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp. Bs. 2014. Ilmu Bedah Saraf Edisi 5. Jakarta:
Kompas Gramedia
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI.
Tortora, G.J & Derrickson, B.H., 2009. Pronciles pf Anatomy and Physiology.
12th ed. Vol 2. Danver: John Wiley & Sons
63
64