Вы находитесь на странице: 1из 115

BAB I

PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN, PERSALINAN & NIFAS


A.Tuberkulosis Paru
Tuberculosis: penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan
karena adanya infeksi pulmonary oleh bakteri mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini sangat mudah berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain melalui
udara(batuk atau bersin).
Diagnosis

Anamnesis
Batuk lama,
batuk berdarah ( hemoptoe),
nafsu makan turun,
BB turun secara drastis,
sakit dada,
riwayat berobat lama.

Pemeriksaan Fisik
Terdapat ronkhi basal dan kelainan bunyi pernafasan
Pemeriksaan Penunjang:
Foto thoraks (dengan pelindung),
sputum BTA 3x,
kultur resistensi.
Tatalaksana Dalam Kehamilan
- Bila proses tenang / tidak aktif tidak usah dilakukan terapi
- Bila proses aktif perlu ruang khusus ketika ANC
- Konsultasi dengan ahli pulmonologi
- Bila terdapat batuk darah yang banyak segera rawat RS
- Perlu penggunaan masker dan kepatuhan minum obat
- Terapi OAT : rimfapisin, INH, Etambutol
-

Tatalaksana Dalam Persalinan

Bila proses tenang dapat melahirkan secara spontan

Bila proses aktif dilakukan percepatan kala II dengan EF / EV

SC bila ada indikasi obstetri

Persalinan dilakukan ditempat khusus (isolasi)

Tatalaksana Masa Nifas

Usahakan tidak terjadi perdarahan postpartum

Pengobatan OAT diteruskan

Atasi bila terdapat anemia

Anjurkan untuk kontrasepsi

Observasi dilakukan dikamar isolasi bila tidak ada pasien dapat dipulangkan 6
8 jam jika KU baik

Ibu masih boleh untuk menyusui namun di sarankan untuk menggunakan


masker

Ibu menyusui : pada prinsip pengobatan TB paru tidak berbeda dengan


pengobatan pada umumnya.

Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan
INH di berikan kepada bayi sesuai dengan berat badan.

Penderita TB paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal.

Sikap bidan dalam menghadapi kehamilan dengan batuk menahun sebaiknya


adalah melakukan konsultasi ke dokter untuk memastikan penyakitnya.

Pada penyakit tuberkulosis ini yang bidan dapat melanjutkan pengawasan hamil
sampai persalinan setempat.

Apabila tuberkulosis aktif dengan kehamilan sebaiknya merujuk penderita


ketempat yang memiliki fasilitas cukup.

B. Insufisiensi Ginjal Kronis


Perhatian terhadap wanita hamil dengan penyakit ini menjadi dua kali lipat,
karena :
1. Efek kehamilan terhadap fungsi ginjal
2. efek kelainan ginjal terhadap kehamilan
Efek kehamilan terhadap fungsi ginjal

Bisa terjadi penurunan fungsi ginjal.


Secara umum prognosa tergantung derajat dengan gangguan ginjal pada saat
konsepsi, serta adanya kelainan-kelainan penyerta, seperti tekanan darah

tinggi dan bocornya protein (proteinuria).


Fungsi ginjal biasanya bertahan dengan kondisi insufisiensi yang moderat.
Insufisiensi ringan jika kadar serum creatinine <1.5 mg%, sedang jika kadar

serum creatinine 1.5-2.4 mg% dan berat jika kadar serum creatinine >2.5 mg%.
Penyebab menurunnya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bahkan tidak
diketahui.

Adanya hipertensi memberi kontribusi memburuknya fungsi ginjal. Infeksi


saluran kencing juga bisa memperburuk fungsi ginjal. Proteinuria yang sering

terjadi pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi ginjal.


Proteinuria yang sering terjadi pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi

ginjal.
Efek insufisiensi ginjal terhadap kehamilan Secara umum janin bisa bertahan
hidup sangat besar yaitu 95%. Namun pada pasien yang menjalani dialisis
(cuci darah) angkanya menjadi 52%. Penderita dengan gangguan ringan bisa
mengalami komplikasi berupa BBLR, persalinan kurang bulan dan lahir mati.

Penanganan

Kunjungan ANC harus lebih sering.


Beberapa penulis menganjurkan kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan

28 minggu dan seminggu sekali sesudahnya.


Kontrol tekanan darah pada setiap kunjungan.
Lakukan test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya

infeksi saluran kencing.


Erythropoietin dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus
hati-hati karena bisa memperburuk hipertensi.

Kehamilan pada pasien cuci darah

Penyakit ginjal yang membutuhkan dialisis biasanya menurunkan kesuburan.


Kehamilan bisa terjadi pada 1 % pasien terutama ditahun-tahun awal dialisis.
Penyebab infertilitasnya tidak diketahui pasti, diduga karena berbagai faktor

(multifaktorial).
42% wanita yang menjalani dialisis haidnya masih tetap normal, tetapi tidak

berovulasi (anovulatoir).
Anemia juga berperan dan pemakaian erythropoietin didapatkan meningkatkan

angka kehamilan.
Secara umum, kehamilan dilarang (kontra indikasi) pada pasien dialisis.
Luaran janin selalu jelek. Hanya 23-55% kehamilan yang bayinya bisa hidup.
Kebanyakan terjadi abortus pada TM II. Bayi yang bertahanpun masih memiliki
kelainan yaitu 85% lahir kurang bulan (prematur)dan 28%-nya BBLR (Berat

Badan Lahir Rendah)atau SGA (Small For Gestasional Age).


Komplikasi ibu juga ada seperti kematian ibu.

Diagnosis awal kehamilan juga agak sukar karena kadar HCG penderita dialisis
juga tinggi. jika diduga hamil maka lakukan segera pemeriksaan USG.

Penangan Obstetri

Penyebab kematian dan kesakitan bayi pada pasien dengan kelainan ginjal

adalah persalinan kurang bulan.


Masih ada perdebatan tentang melahirkan bayi secara elektif lebih cepat dari
waktunya sekitar(34-36 minggu) pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis
atau yang sedang menjalani dialisis terutama jika paru janin sudah matang.

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal dalam Kehamilan

Evaluasi dan monitoring yang frekuen


Tim perawatan yang khusus
Perawatan bersifat individual
Perawatan individual meliputi : Nutrisi untuk penunjang kehamilan analog

kapasitas ginjal Mempertahankan fungsi ginjal untuk kehamilan


Kontrol gejala lain : seperti tensi,

GAGAL GINJAL DALAM KEHAMILAN

Gagal ginjal mendadak (acute renal pailure) merupakan koruplikasi.


Dalam memilih yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas,karena dapat
menimbulkan kematian,atau kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh

lagi.
Kelainan ini di dasari oleh 2 jenis patologi :
o Nekrosis tubular akut, apabila susunan ginjal mengalami kerusakan
o Nekrosis kortikal bilateral apa bila sampai kedua ginjal yang menderita.
Penderita yang mengalami gagal ginjal mendadak ini sesring pada kehamilan

muda sampai 12 18 mg, dan kehamilan telah cukup bulan.


Pada kehamilan muda sering sering disebabkan oleh abortus septic yang

disebabkan oleh bakteri chostidic welchi atau steptokos.


Gambaran klinik yaitu berupa sepsis dan adanya (dise=disseminated

intravaseular eoagulation)sehingga terjadi necrosis tubular yang akut.


kerusakan ini dapat sembuh kembali bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas

dalam waktu 10-14 hari.


sering kali dilakukan histerektomi untuk mengatasinya,akan tetapi ada peneliti

yang menganjurkan tidak perlu melakukan operasi histerektomi tersebut


asal pada penderita diberikan antibiotika yang kuat intensif serta dilakukan
dialis terus menerus sampai fungsi ginjal baik. penderita dapat meninggal

dalam

waktu 7-14 hari setelahtimbulnya anuria kerusakan jaringan dapat

terjadi dibeberapa tempat yang tersebar atau keseluruh jaringan ginjal.


Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
1. penanganan kehamilan dan persalinan dengan baik
2. perdarahan shoc dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik
3. pemberian dengan transfusI darah dengan hati-hati.

GINJAL POLIKISTIK
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan dalam (heriditer) kehamilan
pada umunya tidak mempengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal
begitu pula sebaliknya ,akan tetapi bila fungsi ginjal kurang baik,maka kehamilan
akan memperberat atau merusak fungsinya sebaiknya wanita yang telah
mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan komplikasi
akibat kehamilan selalu tinggi.
C. PENYAKIT JANTUNG
Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan
kerjanya terhadap perubahan perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut
disebabkan oleh :
1. Hipervolemi : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya
pada 28-32 minggu lalu menetap.
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim
-

Dalam kehamilan :
Denyut jantung dan nadi : meningkat
Pukulan jantung : meningkat
Volume darah : meningkat
Tekanan darah : menurun sedikit

PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP PENYAKIT JANTUNG


Saat yang berbahaya bagi penderita jantung adalah:

Pada kehamilan 32-36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya

( hipervolumia ).
Pada kala II dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan

memerlukan kerja jantung yang berat.


Pada pasca persalinan dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang
sudah

lahir,

sekarang

masuk

kedalam

sirkulasi

Pada masa nifas karena ada kemungkinan infeksi


PENGARUH PENYAKIT JANTUNG TERHADAP KEHAMILAN

darah

ibu.

Dapat terjadi abortus


Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
Dismaturitas : lahir cukup bulan namun dengan berat badan lahir rendah
Kematian janin dalam rahim ( KJDR )

KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN :

Kelas I :
Tanpa pembatasan kegiatan fisik
Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II :
Sedikit dibatasi kegiatan fisiknya
Waktu istirahat tidak ada keluhan
Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung
Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak nafas dan nyeri dada
Kelas III :
Kegiatan fisik sangat dibatasi
Waktu istirahat tidak ada keluhan
Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
Kelas IV :
Waktu istirahat dapat timbul keluhan insufisiensi jantung, apalagi kerja fisik

yang tidak berat.


Kira-kira 80 % penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat

meningkatkan kelas tersebut menjadi II, III atau IV.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya

aritmia jantung dan hipertropi ventrikuler, dan pernah sakit jantung


DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
Pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnya
Pernah demam rematik
2. Pemeriksaan : auskultasi/palpasi
Empat kriterai ( Burwell& Metcalfe ) :
a. Adanya bising diastolik, presistolik, atau bising terus menerus
b. Pembesaran jantung yang jelas (pada hasil rontgen)
c. Adanya bising jantung yang nyaring disertai thrill
d. Aritmia yang berat
3. Pemeriksaan elektrokardiogram ( EKG )

PENANGANAN DALAM KEHAMILAN

Memberikan pengertian kepada ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan


antenatal yang teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan mepupakan hal

yang penting.
Kerja sama dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog, untuk penyakit jantung,

harus dibina sedini mungkin.


Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan.

Jika terdapat anemia harus diobati.


Timbulnya hipertensi atau hipotensi akan memberatkan kerja jantung, hal ini

harus diobati.
Bila terjadi keluhan yang agak berat, seperti sesak nafas, infeksi saluran
pernafasan dan sianosis, penderita harus dirawat dirumah sakit untuk

pengawasan dan pengobatan yang lebih intensif.


Skema kunjungan antenatal : Setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu

dan 1 kali seminggu setelahnya.


Wanita hamil dengan penyakit jantung harus cukup istirahat, cukup tidur, diet

rendah garam, dan pembatasan jumlah cairan.


Sebaiknya penderita dirawat 1-2 minggu sebelum taksiran persalinan
Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit:

Kelas I : Tidak memerlukan pengobatan tambahan


Kelas II : Biasanya tidak memrlukan terapi tambahan. Mengurangi kerja fisik

terutama antara kehamilan 28-36 minggu


Kelas III : Memerlukan digitalisasi atau obat lain. Sebaiknya ditawat di rumah

sakit sejak kehamilan 28-30 minggu


Kelas IV : Harus dirawat dirumah sakit dan diberikan pengobatan, bekerja
sama dengan kardiologi
PENANGANAN DALAM PERSALINAN

Penderita kelas I dan II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan persalinan


per vagina, namun dengan pengawasan yang baik serta bekerja sama dengan

ahli penyakit dalam.


Membuat daftar his : daftar nadi, pernafasan, tekanan darah yang diawasi dan
dicatat setiap 15 menit dalam kala I dan setiap 10 menit dalam kala II. Bila ada

tanda tanda payah jantung ( dekompensasi kordis ) diobati dengan digitalis.


Memberikan sedilanid dosis awal 0,8 mg dan ditambahkan sampai dosis 1,21,6 mg intravena secara perlahan lahan. Jika perlu suntikan dapat diulang 1-

2 kali dalam 2 jam. Di kamar bersalin harus tersedi tabung berisi oksigen,

morfin, dan suntikan diuretikum.


Kala II yaitu kala yang kritis bagi penderita. Bila timbul tanda tanda payah
jantung,

persalinan

dapat

ditunggu,

diawasi,

dan

ditolong

secara

spontan.Dalam 20 30 menit, bila janin belum lahir, kala II segera diperpendek

dengan ekstrasi vakum atau forceps.


Kalau dijumpai disproporsi sefafopelvik, maka dilakukan sasio sesarea dengan

lokal anastesi/lumbal/kaudal di bawah pengawasan beberapa ahli multidisiplin.


Untuk menghilangkan rasa sakit boleh diberikan obat analgesik seperti petidin
dan lain lain. Jangan diberikan barbiturat ( luminal ) atau morfin bila ditaksir

bayi akan lahir dalam beberapa jam.


Kala II biasanya berjalan seperti biasa, pemberian ergometrin dengan hati
hati, biasanya sintometrin intramuskuler adalah aman.
PENANGANAN DALAM PASCA PERSALINAN DAN NIFAS

Setelah bayi lahir, penderita dapat tiba tiba jatuh kolaps, yang disebabkan
darah tiba tiba membanjir tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat

bertambah. Hal ini harus diawasi dan dipahami oleh penolong.


Selain itu perdarahan merupakan komplikasi yang cukup berbahaya.
Karena itu penderita harus tetap diawasi dan dirawat sekutang kurangnya 2
minggu setelah bersalin
PENANGANAN SECARA UMUM

Penderita kelas III dan IV tidak boleh hamil karena kehamilan sangat

membahayakan jiwanya
Bila hamil, sedini mungkin

dipertimbangkan untuk dikerjakan


Pada kasus tertentu sangat dianjurkan untuk tidak hamil lagi dengan

abortus

buatan

medikalis

hendaknya

melakukan tubektomi, setelah penderita afebris, tidak anemis, dan sedikit

keluhan
Bila tidak mau sterilisasi, dianjurkan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi yang
baik adalah IUD (AKDR)
PENANGANAN MASA LAKTASI

Laktasi diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II,
yang sanggup melakukan kerja fisik

Laktasi dilarang pada wanita dengan penyakit jantung kelas III dan IV

D. Diabetus Mellitus
Menurut Kapita Selekta, jilid II, 2006 merupakan kelainan metabolisme yang
kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria)
atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
Faktor Predisposisi

Umur sudah mulai tua


Multiparitas
Obesitas
Ada anggota keluarga sakit DM (herediter)
Anak lahir dengan berat besar (di atas 4 Kg)
Ada sejarah lahir mati dan anak besar.
Sering abortus.
Glukosuria.
Pengaruh Kehamilan, Persalinan dan Nifas pada Diabetes

Kehamilan dapat menyebabkan prediabetik menjadi manifes (diabetes)


Diabetes akan menjadi lebih berat oleh kehamilan.
Pada persalinan yang memerlukan tenaga ibu dan kerja rahim akan

memerlukan glukosa banyak, maka akan terjadi hipoglikemi atau koma.


Dalam masa laktasi keperluan akan insulin akan bertambah
Pengaruh Diabetes Terhadap Kehamilan

Abortus dan partus prematurus


Hidramnion
Pre eklampsi
Kesalahan letak janin
Insufisiensi placenta
Pengaruh Diabetes Terhadap Persalinan

Inercia uteri atau atonia uteri


Distocia karena janin (anak besar, bahu lebar)
Kelahiran mati
Persalinan lebih sering di tolong secara operatif
Angka kejadian perdarahan dan infeksi tinggi

Morbiditas & mortalitas ibu tinggi.


Pengaruh Diabetes Terhadap Nifas

Perdarahan & infeksi puerperal lebih tinggi


Luka jalan lahir lambat pulih/ sembuh
Pengaruh Diabetes Terhadap Janin/Bayi

Sering tejadi abortus


Kematian janin dalam kandungan setelah 36 minggu
Dapat terjadi cacat bawaan
Dismaturitas
Janin besar (makrosomia)
Kematian neonatal tinggi.
Kemudian hari dapat terjadi kelainan neurologik dan psikologik.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus menurut Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Reproduksi, 2006, yaitu :

1. Mengatur diet.
Diet yang dianjurkan pada bumil DM adalah 30-35 kal/kg BB, 150-200 gr
karbohidrat, 125 gr protein, 60-80 gr lemak dan pembatasan konsumsi
natrium. Penambahan berat badan bumil DMG tidak lebih 1,3-1,6 kg/bln. Dan
konsumsi kalsium dan vitamin D secara adekuat.
2. Penatalaksanan Diabetes Melitus terhadap ibu hamil menurut Kapita Selekta,
Jilid II, 2006. yaitu sebagai berikut :
Daya tahan terhadap insulin meningkat dengan makin tuanya kehamilan,

yang dibebaskan oleh kegiatan antiinsulin plasenta.


Penderita yang sebelum kehamilan sudah memerlukan insulin diberi insulin
dosis yang sama dengan dosis diluar kehamilan sampai ada tanda-tanda

bahwa dosis perlu ditambah atau dikurangi.


Perubahan-perubahan
dalam
kehamilan

memudahkan

terjadinya

hiperglikemia dan asidosis tapi juga manimbulkan reaksi hipoglikemik. Maka


dosis insulin perlu ditambah/dirubah menurut keperluan secara hati-hati
dengan pedoman pada 140 mg/dl. Pemeriksaan darah yaitu kadar post
pandrial < 140 mg/dl. Terutama pada trimester I mudah terjadi hipoglikemia

apabila dosis insulin tidak dikurangi karena wanita kurang makan akibat

emisis dan hiperemisis gravidarum.


Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi dengan diit
saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan
partus spontan sampai kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya

dilakukan induksi persalinan karena prognosis menjadi lebih buruk.


Apabia diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan insulin,

sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37 minggu.


Bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk
menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio
sesarea

dengan

terlebih

dahulu

melakukan

amniosentesis.

Dalam

pelaksanaan partus pervaginam, baik yang tanpa dengan induksi, keadaan


janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan pencatatan denyut jantung
janin terus menerus.
E. Asma
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara
spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh
semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen,
yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka.
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asma intrinsik dan asma ektrinsik.
a. Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetuspencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung, sari jamur, debu,
bulu binatang, susu, telor ,ikan, obat-obatan ,serta bahan-bahan alergen
yang lain.
b. Asma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan

musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta
faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi, yaitu :
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena
pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
Faktor Predisposisi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Alergi
Infeksi saluran nafas
Stress
Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Obat-obatan
Polusi udara
Lingkungan kerja

Tanda dan Gejala


a.
b.

Nafas pendek
Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma

adalah
terdengar bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas
c. Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan
serangan jarang terjadi
Komplikasi
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah
kemungkinan bisa terjadi:

Abortus
Perdarahan vagina
Persalinan premature
Solusio plasenta 2,5%
Korioamnionitis 10,4%
Pada asma yang sangat berat dapat
mengakibatkan kematian ibu.
Pengaruh asma dalam kehamilan terhadap janin
Efek yang dirasakan tidak hanya dirasakan oleh ibu tapi juga dirasakan oleh
janin :
a. Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah)
b. IUGR (Intra Uterine Growth Rate)
c. Lepasnya plasenta (solusio placenta)
Patofisiologi
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos
bronkus, meningkatnya sekresi lendir, dan radang saluran nafas serangan ini
dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas
menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan.
Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ).
Penatalaksanaan asma
1.
Menghindari faktor pencetus, seperti :
Infeksi saluran napas atas
Alergen
Udara dingin
Psikis.
2. Menggunakan obat
Obat lokal (seperti aminofilin) atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada

serangan asma ringan.


Obat antiasma umumnya tidak berpengaruh negatif terhadap janin,
kecuali

adrenalin.
Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan
pembuluh

darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin


tersebut.
Aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
3. Menangani serangan asma akut (sama dengan wanita tidak hamil), yaitu :
Memberikan cairan intravena
Mengencerkan cairan sekresi di paru
Memberikan oksigen (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga
tercapai PO2 lebih 60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau
normal.
Cek fungsi paru
Cek janin
Memberikan obat kortikosteroid.
4. Menangani status asmatikus dengan gagal napas
Secepatnya melakukan intubasi bila tidak terjadi perubahan setelah
pengobatan intensif selama 30-60 menit.
Memberikan antibiotik saat menduga terjadi infeksi
5. Mengupayakan persalinan
Persalinan spontan dilakukan saat pasien tidak berada dalam serangan.
Melakukan ekstraksi vakum atau forseps saat pasien berada dalam

serangan.
Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.
Meneruskan pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.
Jangan memberikan analgesik yang mengandung histamin tetapi
pilihlah

morfin atau analgesik epidural.


Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2
karena

dapat menyebabkan bronkospasme.


6. Memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu
Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi akan
mengalami

gangguan pencernaan, gelisah dan gangguan tidur.


Obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya
karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.

Infeksi yang menyertai Kehamilan dan Persalinan Pada Ibu Hamil


1. SYPHILIS
Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang
sudah lama maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin.

Syphilis kongenita merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi


pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat risiko
infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di dalam darah ibu.
Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk
pada janin:

dapat menyebabkan kematian janin,


partus immaturus, dan
partus prematurus.
Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang

tuanya kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25%
akan menjadi syphilis sekunder dalam waktu 4 tahun.
Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine
(Salvarsan) dan bismuth.

Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan

dilakukan dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin,
dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar
kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun)
dianjurkan mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM
sekali suntik (separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late
syphilis) diperlukan dosis yang lebih tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3
dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM perminggu dalam 3 minggu.
Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi
janin dari penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak
lama setelah pengobatan

biasanya

tidak disebabkan karena

gagalnya

pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat diberikan. Suami juga harus


diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali pusat juga
diperiksa. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan
sehingga bila perlu pengobatan ulang dapat segera diberikan.
Untuk lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai nerikut:
100.000-150.000 satuan/kg BB aquaeous crystalline penicilline G perhari

(diberikan 50.000 satuan/kg BB secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000


satuan/kg BB Procain penicillin perhari diberikan 1x IM selama 10-14 hari.
Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu
tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
2. Herpes Genitalis
Penilaian Klinik
termasuk dalam PMS dan umumnya ada riwayat kontak dengan sumber

infeksi.
Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region

genitalis.
Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah 2-3 hari, bintik

kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.


Lima atau tujuh hari kemudian, vesikel pecah dan keluar cairan jernih dan
pada lokasi vesikel yang pecah, timbul keropeng atau ditutupi lapisan

kekuningan bila terkena infeksi sekunder.


Bila mengenai region genitalia yang cukup luas, dapat menyebabkan

gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistisis dan fisura ani herpetika.


Dapat menyebabkan abortus, anomaly congenital dan infeksi pada neonates

(konjungtivitis/keratitis, ensefalitis, vesikulitis kutis, icterus dan konvulsi).


Penanganan khusus :
atasi nyeri demam dengan parasetamol 3 x 500 mg
bersihkan lesi dengan larutan antiseptic dan kompres dengan air hangat.

Setelah nyeri berkurang, keringkan dan oleskan asiklovir 5% topical.


Berikan asiklovir oral 200 mg tiap 4 jam..
Rawat inap bila terjadi demam tinggi, nyeri hebat, retensi urine, konvulusi,

neurosis, reaksi neurologic local, ketuban pecah dini, partus prematurus.


Obati pasangannya dengan asiklovir oral selama 7 hari
Bila diputuskan untuk partus pervaginam, hindarkan transmisi ke bayi atau

penolong.
3. Varicella
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam
kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan,
namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat
menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah terjadi penularan intra
uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran.

Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang
menderita cacar air dalam masa hamil.
Penilaian klinik

Demam seperti influenza


Timbul erupsi kemerahan pada kulit yang diikuti dengan terbentuknya

vesikel pada punggung, muka dan ekstremitas.


Gatal dan nyeri pada daerah lesi
Virus varicella dapat menginfeksi janin secara transplasenter.

Penanganan khusus

Rawat jalan bila tanpa komplikasi, rawat inap bila disertai komplikasi.
Tetap simtomatik berupa antipiretik (parasetamol 3 x 500 mg), gatal dan

nyeri kulit (talk salisil) dan antitusif (noskapin).


Antiviral : asiklovir 200 mg setiap 4 jam
Terapi untuk komplikasi
- Pneumonia : ampisilin 3 x 1g (dosis awal IV dilanjutka oral) gentamisin
2x80 mg atau amoksisilin + asam klavulanat 3 x 500 mg (dosisi awal IV

dilanjutkan oral)
Abortus : evakuasi dengan AVM/D&K
Partus premature ; tatalaksana janin premature
Antisipasi varicella kongenital
Jika bayi lahir sebelum menerima antibody varicella dari ibu, bayi tersebut
mungkin

akan

mengalami

varicella

diseminata,

segera

beri

immunoglobulin varicella-zoster.
Bayi yang cukup bulan yang terinfeksi varicella antara umur 5-10 hari
akan menunjukkan gejala penyakit yang lebih berat, dibandingkan dengan
varicella yang timbul pada atau segera setelah lahir sehingga memerlukan

perawatan intensif.
4. Toxoplasmosis
Penilaian klinik
Disebabkan oleh toxoplasmosis gondii dan toxoplasmosis kronik pada orang
dewasa kadang-kadang tidak memberikan gejala klinik yang spesifik.
Penularan melalui makanan mentah atau kurang masak, yang tercemar
ekskreta kucing yang terinfeksi.
Karena gejala klinis spesifik, diagnosis pada umumnya didapat melalui uji
serologicrutin pada kehamilan muda, eksplorasi etiologi abortus habitualis
dan kelainan kongenital.

Infeksi pada kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, sedang pada


kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelainan congenital (hidrosefalus).
Penanganan khusus
konseling yang berkaitan dengan infeksi toksoplasma, risiko terhadap fungsi
reproduksi dan hasil konsepsi
dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan
selama kehamilan ibu diterapi dengan spiramisin atau setelah kehamilan 14
minggu ibu diberi terapi dengan pirimethamin dan sulfonamide. Gabungan
dari obat pirimethamin dan sulfonamide atau antibiotika spiramisin dapat
menanggulangi infeksi dan menghambat kelanjutan proses anomaly
congenital (tergantung tahapnya).
Evaluasi kondisi antigen dan titer immunoglobin anti toksoplasma.
Upayakan persalinan pervaginam dan apabila terjadi disproporsi kepala
panggul yang disebabkan oleh hidrosefalus, lakukan kajian ultrasonografi
ketebalan korteks untuk pilihan penyelesaian persalinan.
5. Infeksi traktus urinarius
Infeksi saluran kencing adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada
kehamilan.Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi
simtomatik dapat mengenai salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau
menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga mengakibatkan
pielonefritis.
Organisme yang emnyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal
perineum.Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli
memiliki pili yang meningkatkan virulensinya.Walaupun kehamilan itu sendiri
tampaknya tidak meningkatkan faktor0faktor virulensi ini, stasis air kemih
tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam dengan revluksvesikoureter, stasis
mempermudah

timbulnya

gejala

infeksi

saluran

kemih

bagian

atas.

Overdistansi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan air kemih sering


menyebabkaninfeksisalurankemih.
a.Bakteriuria Asimtomatik
kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terus-menerus secara
aktif di dalamsaluran kemih tampa menimbulkan gejala. Insiden selama
kehamilan bergantung pada paritas, ras dan status social ekonomi
bakteri uria biasanya sudah ada pada saat kunjungan pra natal I dan setelah

biakan urin awal yang negatif, wanita yang mengalami infeksi saluran kemih
jumlahnya 1 % atau kurang.
Makna
Apabila bakteri uriaasimtomatik tidak diobati sekitar 25 % pasien akan
mengalami infeksi simtomatik akut selam kehamilan tersebut. Eradikasi bakteri
uria dengan anti mikroba telah dibuktikan dapat mencegah sebagian besar
infeksi klinis tersebut.Pada beberapa penelitian, bakteri uria yang tersamar
dilaporkan menyebabkan sejumlah efek merugikan pada kehamilan.P-ada
penelitian-penelitian awal oleh kass (1962), insiden kelahiran preterm dan
mortalitas prenatal meningkat pada wanita dengan bakteri uria yang mendapat
plasedo dibandingkan dengan yang mendapat terapi. Dari bukti-bukti yang
sekarang ada kecil kemungkinan bahwa bakteri uria asimtomatik merupakan
factor utama untuk bayi pre term atau BBLR.
Pada banyak diantara wanita ini bacteria uria menetap setelah melahirkan,
dan pada sebagian juga menujukan bukti-bukti radiografik adanya infeksi
kronik, lesi obstruktif atau kelainan congenital saluran kemih.Infeksi simtomatik
sering berulang sering terjadi.
Therapi
Wanita dengan bakteri uria asimtomatik dapat diberi pengobatan dengan
salah satu dari bebrapa regimen anti mikroba.Pemilihan dapat didasarkan
pada sensitifitas infitro, tetapi mumumnya dilakukan secara empiris.Terapi
selam 10 hari dengan makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari terbukti untuk
sebagian

besar

wanita.Regimen

lain

adalah

amphicilin,

amoksisilin,

chefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfonamide 4 X sehari selam 3 hari.Terapi


anti mikroba dosis tunggal untuk bakteri uria juga pernah dilaporkan pernah
berhasil.Kegagalan regimen dosis tunggal mungkin merupakan petunjuk
adanya infeksi saluran bagian atas dan perlunya terapi yang lebih lama,
misalnya nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur selam 21 hari.Bagi wanita
dengan bakteri uria yang menetap atau sering kambuh mungkin diidikasikan
terpai supresif sepanjang sisa kehamilannya. Salah satu regimen yang telah
terbukti berhasil adalah nitrovurntoin 11 mg sebelum tidur

b. Sistitis Dan Uretritis


Biasanya sistitis di tandai oleh disuria, urgensi dan frekuensi.Biasanya
ditemukan bakteri uria dan piuria.Hematuriamikroskopik sering terjadi dan
kadang-kadang terjadi hematuria makroskopik akibat sistitis haemoragik,
walaupun sistitis biasanya tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat
terkena akibat infeksi asenden.
Therapi
Wanita dengan sistitis cepat berespon dengan salah satu beberapa
regimen.Haris dan gilstrat (1981) melaporkan angka kesembuhan 97 % pada
regimen amphicilin 10 hari.Sulfonamide, mitrofurantoin atau sevalosporin juga
efektif apabila diberikan selama 10 hari.Terapi dosis tunggal yang digunakan
untuk bakteri uria asimtomatik terbukti efektif untuk wanita hamil maupun tidak
hamil, tetapi sebelumnya harus dipastikan tidak ada pielonefritis.
c. Pielonefritis Akut
Infeksi ginjal merupakan penyulit medis paling serius pada kehamilan,
terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil.Keseriusan pielonefritis akut selam
kehamilan digaris bawahi sebagai penyebab utama syok septic selama
kehamilan.
Infeksi ginjal lebih sering terjadi setelah pertengahan kehamilan, pada lebih
dari separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi kanan, sedangkan pada
bilateral. Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh bakteri yang
naik dari saluran kemih bawah.Antara 75-90 % infeksi ginjal disebabkan oleh
bakteri yang meimiliki adehesin fimbriae-P.
Gejala meliputi:

demam,
menggigil hebat, dan
nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal.
Pasien mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah.Perjalanan

penyakit dapat sangat bervariasi dengan demam sampai setenggi 40 oC atau


lebih dan hipotermia sampai 34 oC.Rasa nyeri biasanya dapat ditimbulkan
dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra.Sedimen urin

sering mengandung banyak leukosit, seringkali dalam gumpalan-gumpalan


dan banyak bakteri.
Walaupun diagnosis biasanya mudah, pielonefritis dapat disangka
sebagai proses persalinan, koriamnionitis, appendicitis, solusio plasenta, atau
infark myoma, dan masa nifas disangka sebagai metritis dengan selulitis
panggul.
Kreatinin plasma harus diukur pada awal terapi.Pielonefritis akut pada
sebagian wanita hamil menyebabkan penurunan bermakna laju filtrasi
glomerulus yang bersifat reversible. Wanita dengan pielonefritis ante partum
mengalami insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi akibat cidera
alveolus dan edema paru yang dipicu oleh endotoksin. Pada sebagian wanita
cidera parunya parah sehingga menimbulkan syndrome gawat nafas akut.
Graham dkk (1983) memastikan bahwa pemberian terapi antimikroba pada
wanita ini diikuti oleh peningkatan aktifitas uterus.Hal ini mungkin disebabkan
oleh pelepasan endotoksin.Hemolisis akibat endotoksin juga sering terjadi,
dan sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut.
Penatalaksanaan
Hidrasi intra vena agar produksi urin memadai merupakan hal yang
esensial.Keluaran urin, tekanan darah dan suhu dipantau secara ketat.Demam
tinggi harus diatasi, biasanya dengan selimut pendingin.Infeksi saluran kemih
yang serius ini biasanya cepat berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi
antimikroba.Pemilihan obat bersifat empiris; ampicilin, plus gentamicin,
cevazolin atau ceftriakson terbukti 95 % efektif dalan uji-uji klinis acak.
Resistensi E. Coli terhadap anphicilin sering terjadi dan hanya separuh hanya
strain yang ada masih sensitive. Invitro terhadap apmhicilin, tetapi sebagian
besar masih sensitive terhadap cevasolin. Karena itu banyak dokter
cenderung menberikan genthamicin atau aminoglikosida lain bersama dengan
amphicilin. Apabila pasien mendapat oab-obat neotoksik perlu dilakukan
pengukuran kreatinin serum secara serial.

Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah terapi; tetapi walaupun
gejala cepat menghilang banyak menganjurkan agar terapi dilanjutkan hingga
7-10 hari.Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan
nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selam sisa kehamilan.
Penatalaksanaan Rawat Jalan
Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam respon klinis
atau hasil kehamilan antara pasien rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita
dalam uji ini mendapat dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan selang 24
jam sebelum mereka yang dimasukan kekelompok rawat jalan diperbolehkan
pulang. Dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat sebelum dan setelah
pemulangan dari RS.Penatalaksaan Bagi Mereka Yang Tidak Berespon
Apabila perbaikan klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita tersebut
perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih, untuk mencari ada tidaknya
dipensi abnormal pada ureter atau pielokaliks. Pemasangan doble-J steent
diureter akan mengatasi obstruksi pada sebagian besar kasus. Apabila gagal
dilakukan

nefrostomi

perkutanium.Apabila

gagal

juga

perlu

dilakukan

pengeluaran batu ginjal secara bedah agar infeksi reda.


Tindak Lanjut
Bila tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk menjamin sterilitas urin,
pasien sebaiknya diberi nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur sampai selesai
hamil.
d. Pielonefritis Kronik
penyakit ini adalah suatu nefritis interstisial kronik yang diperkirakan
disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada banyak kasus, terjadi pembentukan
jaringan parut klasik yang terdeteksi secara radiologis dan disertai refluks
ureter selagi berkemih; oleh karenanya penyakit ini juga disebut sebagai
nefropatirefluks.Pada kasus lanjut, yang muncul adalah gejala insufisiensi
ginjal.Patogenesis penyakit ini masih belum jelas tetapi tampaknya bukan
hanya disebabkan oleh infeksi bakteri persisten.Prognosis pada ibu dan janin
bergantung pada luas kerusakan ginjal. Gangguan fungsi ginjal dan

pembentkan jaringan parut ginjal bilateral berkaitan dengan peningkatan


penyulit pada ibu, apabila pielonefritit kronik lainnya mengalami penyulit
bakteri uria selama kehamilan, dapat terjadi pielonefritit akut yang akan
memperparah keadaan. Hampir seluruh wanita dengan pembentukan jaringan
parut ginjal akibat infeksi saluran kemih pada masa kanak-kanak akan
mengalami bakteri uria saat hamil (Martinel dkk , 1990).
6. HEPATITIS
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang
paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis
infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat
karena virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap
saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya.
Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan
congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering
terjadi premature. Tidak dianjurka untuk melakukan terminasi kehamilan dengan
induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B
janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa
neonatus; walaupun masih kontroversi penularan melalui air susu.
Penatalaksanaan
1. Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
2. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang
pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
3. Periksa HbsAg
4. Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT),
serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah,
karena kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy
(DIC)
5. Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
6. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena
kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
7. Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
8. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 224 jam diberi suntikan anti hepatitis
serum

7. HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi
klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada
penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus
AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas
diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa
menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan,
atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV
positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar
dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah
ada infeksi PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes,
ataupun

infeksi

toksoplasmik,

CMV,

TBC

dan

lain-lain.

Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique,
anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun
vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan
oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii
pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan
frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik.

Pengobatan infeksi HIV dan

penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak


obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan. Dengan demikian,
pencegahan menjadi sangat penting peranannya, yaitu hubungan seksual yang
sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes terhadap HIV
sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko
infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat
terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk
melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas
kamar bersalin sebagai berikut:

1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong
2.
3.
4.
5.

persalinan
Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
Gunakan pelindung mata (kacamata)
Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang

infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody
terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan

yaitu

kemungkinan

penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.
Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus
untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus
diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan
bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali
pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus
hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita
virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan
sampai 15 bulan.

Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk

menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi
mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.
8. TYPUS ABDOMINALIS
A. Pengertian Thypus Abdominalis
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suriadi, 2006).
Thypus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005 ;
Nursalam, 2005).
Tifus abdominalis merupakan infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhii (Hidayat, 2007).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, thypus abdominalis adalah


penyakit infeksi akut di saluran pencernaan yang dapat menyebabkan gangguan
pada pencernaan dan gangguan yang dapat ditularkan karena makanan atau
minuman masuk melalui mulut yang terkontaminasi oleh kuman salmonella typhii.
Pada paratipus jenis tipus yang lebih ringan mungkin sesekali mengalami buangbuang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian tepinya merah
terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta nyata tampak sakit. Jika
sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning, sebab pada tipus organ hati bisa
membengkak seperti gejala hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak. kuman
tipus tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bisa jadi sumbernya dari
pembawa kuman tanpa ia sendiri sakit tipus. Kuman bersarang di usus halus, lalu
menggerogoti dinding usus. Usus luka, dan sewaktu-waktu tukak tipus bisa jebol,dan
usus jadi bolong. Ini komplikasi tipus yang paling ditakuti. Komplikasi tipus umumnya
muncul pada minggu kedua demam. Yaitu jika mendadak suhu turun dan disangka
sakitnya sudah menyembuh, namun denyut nadi meninggi, perut mulas melilit, dan
pasien tampak sakit berat. Kondisi begini membutuhkan pertolongan gawat darurat,
sebab isi usus yang tumpah ke rongga perut harus secepatnya dibersihkan. Untuk
tahu benar kena tipus harus periksa darah. Setelah minggu pertama demam tanda
positif tipus baru muncul di darah ( uji widal).Pembawa kuman ini berbahaya jika
profesinya pramusaji atau orang yang kerjanya menyiapkan makanan dan minuman
jajanan (food handler). Sekarang tipus bisa dicegah dengan imunitas tipus.
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang
lebih tinggi dari pada di luar kehamilan.Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk
terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini
terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup
manjur.Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun
kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun
sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya
tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain
tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.

B. Etiologi
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora mempunyai sekurang kurangnya antigen yaitu :
1. Antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleki polisakarida)
2. Antigen H (flagella)
3. Antigen V1 dan protein membrane hialin salmonella parathypi A. Salmonella
parathypi A, salmonella parathypi B, salmonella parathypi C feces dan urine dari
pnderita thypus.
C. Patofisologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat),dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dan menularkan kuman
salmonella thypoid kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat dapat hinggap dimakanan yang dikonsumsi oleh orang
yang sehat.Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Faktor Resiko
Penyakit typus dapat ditularkan melalui makanan yang tercemar dengan kuman
typus.Bila sering menderita penyakit ini kemungkinan besar makanan atau minuman
yang dikonsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu.
Atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya tercemar tinja ayam
yang mengandung bakteri typus, salmonella thyposa, kotoran, atau air kencing
E. Gejala gejala
Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi terutama pada sore dan malam hari.
Terjadi selama 7 10 hari, kemudian panasnya menjadikonstan dan kontinyu,
umumnya paginya sudah baikkan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai
menurun lagi.
Fase awal timbulnya gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di
perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar, dan diare. Pada keadaan yang
berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
F. Upaya Pencegahan
Untuk mencegah agar terhindar dari penyakit ini, kini sudah ada Vaksin Tipes atau
Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi dalam waktu 3
tahun. Atau dapat dengan cara :
Usaha terhadap lingkunagan hidup :
a.
b.
c.
d.

Penyadiaan air minum yang memenuhi


b.Pembuangan BAB dan BAK yang memenuhi
Pemberantasan lalat
Pengawasan terhadap rumah rumah dan penjualan makanan

BAB II
Deteksi dini kehamilan, komplikasi dan penyakit masa
kahamilan, persalianan dan masa nifas
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan
sosial di dalam keluarga. Seorang ahli medis menghadapi suatu tugas yang tidak biasa dalam
memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam merencanakan penyambutan anggota
keluarga yang baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal yang dialami ibu serta
tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana setiap kondisi yang tidak normal.

Sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah
selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/asuhan antenatal merupakan cara penting
untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil dan mendeteksi kehamilan.
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat.Itu
sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Kebijakan teknis yang dilaksanakan adalah :
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
a. Pemeriksaan kehamilan dini (early anc detection)
Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan / dokter sedini mungkin semenjak ia
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan / asuhan antenatal.
Ketika seorang ibu mulai mendapatkan tanda presumtif hamil seperti :

Amenorhe
mual dan muntah
mengidam
pingsan
pembesaran payudara dan lain-lain.

Atau ketika dia menemukan tanda mungkin hamil seperti :

pembesaran perut
tes kehamilan positif,
tanda hegar
tanda piscazek
tanda pembesaran uterus dan lain-lain

diharapkan ibu tersebut segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan baik itu bidan
maupun dokter.
b. Deteksi dini kehamilan trimester I
Kebijakan program untuk kunjungan ante natal minimal 4 kali selama kehamilan, terdiri dari :
1. 1 kali pada trimester pertama
2. 1 kali pada trimester kedua
3. 2 kali pada trimester ketiga
Pelayanan standar minimal yang diperoleh harus mencakup 7 T
1.
2.
3.
4.

Timbang berat badan


Ukur Tekanan darah
Ukur Tinggi Fundus Uteri
Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap

5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan (fe 60 mg, asam folat 500
ug).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Dengan adanya deteksi dini khususnya pada trimester I, maka akan memudahkan kita
dalam mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi yang mungkin dialami oleh ibu hamil
dalam kehamilannya.

C. Pelayanan anc berdasarkan kebutuhan individu


Penilaian

Kunjungan

Kunjungan

Kunjungan

Kunjungan

Antenatal
Riwayat kehamilan

II

III

IV

Riwayat kebidanan

Riwayat kesehatan

Riwayat sosial

Pemeriksaan
keseluruhan (umum)

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Pemeriksaan
kebidanan (luar)

Pemeriksaan
kebidanan (dalam)

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Pemeriksaan
laboratorium

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Cek kembali Hb
dan pemerik
saan laborato
rium lain jika
ada indikasi.

Pemberian TT

TT1(0,5 cc)

TT2 (0,5 cc)

Pemberian tablet Fe

90 hari

Konseling umum

Konseling khusus

Jika ada
indikasi

Perenc. Persalinan

Memperkuat Memperkuat
Jika ada
indikasi

Memperkuat

Jika ada
indikasi

Jika ada
indikasi

Perenc.
Penanganan
komplikasi

d. Skrining untuk deteksi


1. Kunjungan I (16 minggu) dilakukan untuk :
Penapisan dan pengobatan anemia
Perencanaan persalinan
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2. Kunjungan II (24 28 minggu), dilakukan untuk :
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan
Mengulang perencanaan persalinan
3. Kunjungan III (32 minggu), dilakukan untuk :
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan
Mengulang perencanaan persalinan
4. Kunjungan IV (36 minggu), dilakukan untuk :

Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III


Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi.
Memantapkan rencana persalinan
Mengenali tanda-tanda persalinan.

Riwayat kehamilan ini

Riwayat obstetric lalu

Riwayat penyakit

Riwayat sosial
ekonomi

1. Usia ibu hamil

1. jumlah kehamilan

1. Jantung

1. Status perkawinan

2. HPHT, siklus haid

2. jumlah persalinan

3. perdarahan
pervaginam

2. tekanan darah
tinggi

3. jumlah persalinan cukup


bulan
3. DM

2. respon ibu dan


keluarga terhadap
kehamilan

4. keputihan

4. jumlah persalinan
premature

5. mual dan muntah

5. jumlah anak hidup


6. masalah/kelainan pada
kehamilan sekarang 6. jumlah keguguran

5. Pernah operasi

3. jumlah keluarga di
rumah yang
membantu

6. Alergi obat /
makanan

4. Siapa pembuat
keputusan dalam

4. TBC

7. pemakaian obat-obat 7. jumlah aborsi


(termasuk jamu8. perdarahan pada
jamuan)
kehamilan, persalin-an,
nifas terdahulu

7. Ginjal
8. Asma
9. Epilepsi

9. adanya hipertensi dalam10. Penyakit hati


kehamilan pada kehamilan11. Pernah
terdahulu
kecelakaan
10.
berat bayi < 2,5 kg
atau berat bayi > 4 kg

keluarga
5. kebiasaan makan
dan minum
6. kebiasaan merokok,
menggunakan obatobat dan alkohol
7. kehidupan seksual
8. pekerjaan dan
aktivitas sehari-hari

11.
Adanya masalahmasalah selama
kehamilan, persalin-an,
nifas terdahulu

9. pilihan tempat untuk


melahirkan
10.pendidikan
11..penghasilan

Fisik umum

Pemeriksaan luar

Kunjungan pertama :

Pada setiap
kunjungan :

Pada kunjungan pertama :

o mengukur TFU

Pemeriksaan vulva/
perineum untuk :

tekanan darah
suhu badan
nadi
berat badan
tinggi badan
muka : edema, pucat

Pemeriksaan dalam

o palpasi untuk
menentukan letak
janin (atau lebih
dari 28 minggu)
o Auskultsi detak
jantung janin

mulut & gigi :


kebersihan, karies,
tonsil
tiroid / gondok
tulang belakang /
punggung : scoliosis
payudara ; putting susu,

Laboratorium
Kunjungan pertama
Darah :
Hemoglobin

Varises

Glukosa

Kondiloma

VDRL

Edema
Hemoroid
Kelainan lain

Urin ;
Warna, bau,
kejernihan

Pemeriksaan dengan
speculum untuk menilai Protein
:
Glukosa
Serviks
Tanda-tanda infeksi

tumor

Cairan dari ostium uteri

abdomen : bekas
operasi

Pemeriksaan untuk
menilai :

ekstremitas : edema,
varises, refleks
patella

Serviks*

costrovertebral angle
tenderness (CVAT)

Adneksa*

kulit : kebersihan,
penyakit kulit

Skene

Uterus*

Bartolini

Uretra
kunjungan berikutnya
tekanan darah

* Bila usia kehamilan <


12 minggu

berat badan
edema
masalah dari kunjungan
pertama

B. Prinsip Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyulit Pada Persalinan
a. Deteksi dini pada kala I
1. Insersia Uteri
Tanda dan gejala :
His tidak adekuat
<2 kali dalam 10 menit
<20 detik
Manajemen :

Nutrisi cukup
Mbilisasi/ubah posisi
Upayakan kandung kemih/rectum kosong
Rangsang putting susu

2. Denyut jantung janin


Tanda dan gejala :
<120 kali dalam 1 menit
>160 dalam 1 menit
Manajemen :

Beri oksigen
Ibu berbaring miring kiri
Pantau DJJ tip 15 menit
Bila dalam 1 jam tidak normal, rujuk

3. Dilatasi serviks
Tanda dan gejala :
Fase laten > 8 jam
Dilatasi serviks dikanan garis wspada dalam partograf
Manajemen
Rujuk
4. Cairan ketuban
Tanda dan gejala :
Bercampur meconium
Air ketuban hijau kental
Berbau
Manajemen :
Beri oksigen
Beri antibiotic
Rujuk dengan ibu miring kiri
5. Tekanan darah
Tanda dan gejala :

Bila TD naik hingga >160110 mmHg


Pusing hebat
Mata berkunang-kunang
Kejang

Manajemen :

Infus cairan RL
Rujuk
6. Ring bandle
Tanda dan gejala :

Nyeri yang hebat pada perut bagian bawah


Kontraksi hipotonik
Muncul tanda-tanda pre syok
Fetal distress

Manajemen :
Infus cairan RL
Rujuk
7. Suhu
Tanda dan gejala :
Suhu > 38oC
Manajemen :

Istirahat baring
Minum banyak
Kompres untuk menurunkan suhu
Bila dalam 4 jam suhu tidak turun, beri antibiotik dan rujuk

8. Nadi
Tanda dan gejala :
>100 x/menit
Urine pekat
Suhu > 38oC
Manajemen :

Beri minum banya/cukup


Pantau 2 jam
Bila tidak ada perbaikan beri antibiotic, pasang infuse RL
Rujuk

b. Deteksi dini pada kala II


1.

Tali pusat menumbung


Tanda dan gejala:

Teraba tali pusat saat PD


Manajemen :

2.

Bila DJJ +, rujuk dengan posisi terlentang dan kepala janin ditahan oleh 2 jari
penolong dari dalam vagina
Ibu dengan posisi sujud bokong lebih tinggi dari kepala
Bila DJJ-, beritahu ibu/keluarga tenatang kondisinya dan penatalaksannannya
sesuai persalinan kala I
Perubahan DJJ
Tanda dan gejala :
Takikardi (>160 dlm 10 menit)
Bradikardi (<100 dlm 10 menit)
Manajemen:

Pantau DJJ tiap 15 menit


Beri O2
Ubah posisi ibu dengan miring kiri
Periksa adanya prolapsus tali pusat
Pastikan lama persalinan yang diharapkan
Bila tidak ada perbaikan, segera rujuk
3. Keleahan maternal
Tanda dan gejala :
Ibu tampak lemah
Apatis
Suhu dan nadi meningkat
Manajemen:
Pencegahan adalah cara yang terbaik
Koreksi ketidak seimbangan cairan lektrolit
Rujuk bila keadaan menurun
c. Deteksi dini pada kala III
1.
2.
3.
4.

Tidak adanya tanda-tanda pelepasan plasenta


Plasenta tidak lepas dalam 15 menit setelah bayi lahir dan beri oksitosin
Uterus tidak berkontraksi
Perdarahan yang abnormal

C. Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas

Persalinan Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
memantau kondisi ibu.
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum.
Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan.
Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan
oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan
15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban.
Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan
mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.Jika dalam waktu 15 menit
uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu,
diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan
Kompresi Bimanual.
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah
perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh
kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka.
Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya kontraksi uterus
yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi
uterus. Involusi normal yait tonus uterus tetap berkontraksi. TFU sejajar atau dibawah
pusat.
Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas
normal pendarahan adalah 100-300 ml.
Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri.

Indikasi-Indikasi untuk Tindakan dan / Rujukan selama Persalinan


Kala IV
Temuan dari
penilaian dan
pemeriksaan

Rencana asuhan
atau perawatan

Pendarahan

1. Bersihkan
semua

pascapersalinan
Uterus lembek
dan tidak

darah atau

berkontraksi

membran

Penilaian

Pendarahan
pasca
persalinan

gumpalan

yang
mungkin
berada di
dalam mulut
uterus atau di
dalam uterus.
2. Segera mlai
melakukan
kompresi
bimanual
interna.
3. Jika uterus
sudam mulai
berkontraksi
secara
perlahan di
tarik tangan
penolong. Jika
uterus sudah
berkontraksi,

lanjutkan
memantau
ibu secara
ketat.
4. Jika uterus
tidak
berkontraksi
setelah 5
menit, minta
anggota
keluarga
melakukan
bimanual
interna
sementara
penolong
memeberikan
metergin 0,2
mg IM dan
mulai
memberikan
IV (RL dengan
20 UI
oksitosin/500
cc dengan
tetesan
cepat)..
5. Jika uterus
masih juga
belum

berkontraksi
mulai lagi
kompresi
bimanual
interna
setelah anda
memberikan
injeksi
metergin dan
sudah mulai
IV.
6. Jika uterus
masih juga
belum
berkontraksi
dalam 5-7
menit,
bersiaplah
untuk
melakukan
rujukan
dengan IV
terpasang
pada 500
cc/jam hingga
tiba di
tempat
rujukan atau
sebanyak 1,5
L seluruhnya

diinfuskan
kemudian
teruskan
dengan laju
infus 125
cc/jam.

Pendarahan

Pendarahan

pasca persalinan
Plasenta lengkap
Uterus

pasca

persalinan.
Vagina
peineum,

berkontraksi

1. Lakukan
pemeriksaan
secara hatihati.
2. Jika terjadi
laserasi

serviks

derajat satu
atau dua
lakukan
penjahitan
(lihat
lampiran 4)
3. Jika terjadi
laserasi
derajat tiga
atau empat
atau robekan

serviks :
Pasang infus
dengan
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16

atau 18) dan


berikan RL

atau NS)
Segera rujuk
ibu fasilitas
dengan
kemampuan
gawat
darurat

obstetri.
Dampingi ibu
ketempat
rujukan.

Nadi
Tekanan

darah
Pernafasan
Kesehatan
dan

n secara

1. Baringkan

lemah (110

miring kekiri.
2. Jikamungkin,

kali/menit atau

kenyamana
keseluruhan
Urin

Nadi cepat,

lebih)
Tekanan darah

naikkan
kedua

rendah (sistolik

tungkai untuk

kurang dari 90

meningkatka

mmHg)
Pucat
Berkeringat atau

n curah darah
kajantung.
3. Pasang infus

dingin, kulit

dengan

lembab.
Nafas cepat

menggunaka

(lebih dari 30

(ukuran 16

kali/menit)
Cemas,

atau 18) dan

n jarum besar

berikan RL

kesadaran

atau NS.

menurun atau

Infuskan 1 L

tidak sadar.
Produksi urin

dalam 15

sedikit (kurang

menit ; jika

dari 30 cc/jam).

mungkin

sampai 20

infuskan 2 L
dalam waktu
satu jam
pertama,
kemudian
turunkan ke
125 cc/jam.
4. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
gawat
darurat
obstetri dan
bayi baru
lahir.
5. Dampingi ibu
ketempat
rujukan.

Nadi
Urin
Suhu tubuh

Meningkatnya

1. Anjurkan ibu

nadi (100

untuk minum
2. Nilai ulang

kali/menit atau

ibu setiap 15

lebih)
Temperatur

Menit selama

tubuh daiatas

pertama

38C
Urin pekat
Produksi urin

pasca

sedikit (kurang

dan setiap 30

dari 30 cc/jam)

menit selama

satu jam

persalinan

jam kedua
pasca
persalinan.
3. Jika
kondisinya
tidak
membaik
dalam waktu
satu jam,
pasang infus
dengan
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL
atau Ns 125
cc/jam.
4. Jika
temperatur
tubuh tetap
tinggi, ikuti
asuhan untuk

infeksi
(dibawah)
5. segera rujuk
kefasilitas
yang
memepunyai
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri.
6. dampingi ibu
ketempat
rujukan.

Nadi
Suhu
Cairan

vagina
Kesehatan

dan
kenyamana
n secara
umum

Nadi cepat 9110

1. Baringkan

kali/menit atau

miring kekiri
2. Pasang infus

lebih)
Temperatur

dengan

tubuh diatas

menggunaka

38C
Kedinginan
Cairan vagina

n jarum besar

yang berbau
busuk

(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL
atau NS 125
cc/jam.
3. Berikan
ampisilin 2 gr
atau
amoksilin 2

gr per oral.
4. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri.
5. Dampingi ibu
ketempat
rujukan.

Tekanan

darah
Urin

Tekanan darah

1. Nilai ulang

diastolik 90-110

darah setiap

mmHg
Proteinuria

15 menit
( pada saat
beristirahat
diantara
kontraksi dan
meneran).
2. Jika tekanan
darah 110
mmHg atau
lebih, pasang
infus
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL

atau NS 125
cc/jam.
3. Baringkan
miring kekiri.
4. Lihat
penatalaksan
aan
preeklampsia
berat.

Tekanan

darah

Tekanan darah

1. Baringkan

diastolik 110

miring kekiri.
2. Pasang infus

mmHg atau

lebih.
Tekanan darah

dengan
menggunaka

diastolik 90

n jarum besar

mmHg atau lebih

(ukuran 16

dengan.
Kejang

atau 18) dan


berikan
Ringer Laktat
atau normal
salin 125
cc/jam.
3. Jika mungkin
berikan dosis
awal 4 gr
MgSO4 20%
IV selama 20
menit.
4. Berikan

MgSO4 50%,
10 gr (5 gr IM
pada masingmasing
bokong)
5. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri dan
bayi baru
lahir.
Bagian bawah uterus

Tonus uteri
Tinggi

sulit dipalpasi.
Tinggi fundus diatas

fundus

pusat.
Uterus

1. Bantu ibu
untuk
mengosongka
n kandung

terdorong/condong
kesatu sisi.

kemihnya.
Kemudian
masase
uterus hingga
berkontraksi

baik.
Kemudian
masase
uterus hingga
berkontraksi

baik.

I. Perdaraha Kala IV
1. Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran
(Marylin E Dongoes, 2001).
2. Klasifikasi Perdarahan
Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Cara Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena
darah bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk,
kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui
penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan
mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah.
Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah,
bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan
sayang ibu karena berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan
menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.

Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah
kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan
250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu
lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih
dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari
500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah
50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau
keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat
melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
3.Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia.


6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.


Grande multipara (lebih dari empat anak).
Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
Bekas operasi Caesar.
Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,

forsep.
7. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
8. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
9. Uterus yang lembek akibat narkosa.
10. Inversi uteri primer dan sekunder.
4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah :
a. Masalah yang terjadi pada kala IV dan penanganannya
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir yaitu karena:
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);

b) plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akretaperkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
b. INSIDEN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%60%) kematian
ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio
plasenta dilaporkan berkisar 16%17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3
tahun (19971999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan
akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%)
berakhir dengan kematian ibu.
c. ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20
cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu
dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka
plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales
yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari
desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales
dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.

Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,


mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

d. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi
serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya diding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya

plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya


sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal

ditentukan

oleh

lamanya

fase

kontraksi.

Dengan

menggunakan

ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi
uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa;
implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat

menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi


terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
e. GEJALA KLINIS
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat
multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi
dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)
dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
g. DIAGNOSA BANDING
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
h. PENATALAKSANAAN
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik
atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor
jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila
diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Cara manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
i. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
j.

selanjutnya.
PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan


sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat
sangat penting.
Invertio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :
1.

Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan
yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian

2.

sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :

1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong rahim


atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali
pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah terjadi maka terapinya :
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki
keadaan umum.

- Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.


- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal (operasi
Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu
dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Jadwal kunjungan di rumah
Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah,
mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang terjadi. Dimana hal ini dilakukan
untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik, melaksanakan
skirining yang komperhensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat, serta memberikan pelayanan keluarga
berencana.
Namun dalam pelaksanaan kunjungan masa nifas sangat jarang terwujud
dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor fisik dan lingkungan ibu yang
biasanya ibu mengalami keletihan setelah proses persalinan dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan untuk melakukan
kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal ini bidan yang melakukan
pertolongan persalinan datang melakukan kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor
lingkungan dan keluarga juga berpengaruh dimana biasanya ibu setelah melahirkan
tidak dianjurkan untuk berpergian sendiri tanpa ada yang menemani sehingga ibu
memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan anggota keluarga yang bersedia
untuk mengantar ibu melakukan kunjungan nifas.
Asuhan post partum di rumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan
konseling. Dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah bidan dan keluarga
diupayakan dapat berinteraksi dalam suasana yang respek dan kekeluargaan.
Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan
perawatan pada ibu dan bayi di rumah pada pelaksanaannya bisa cukup umur,
sehingga bidan akan memberi banyak kesempatan untuk menggunakan keahlian

berpikir secara kritis untuk meningkatkan suatu pikiran kreatif perawatan bersama
keluarga.
Perencanaan Kunjungan Rumah
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah
kepulangan klien ke rumah
b. Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan
waktu kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
Jadwal kunjungan rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
1.

Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)


Kunjungan pertama dilakukan setelah 6-8 jam setelah persalinan, jika memang
ibu melahirkan dirumahnya. Kunjungan dilakukan karena untuk jam-jam pertama
pasca salin keadaan ibu masih rawan dan perlu mendapatkan perawatan serta
perhatian ekstra dari bidan, karena 60% ibu meninggal pada saat masa nifas dan
50% meninggal pada saat 24 jam pasca bersalin.
Adapun tujuan dari dilakukan kunjungan tersebut ialah :
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
c. Pemberi ASI awal : bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara
ekslusif, cara menyusui yag baik, mencegah nyeri puting dan perawatan puting
(Meilani, 2009: 54)
d. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
e. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.
f. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi
baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan stabil.
g. Perdarahan : bidan mengkaji warna dan banyaknya/ jumlah yang semestinya,
adakah tanda-tanda perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu naik,
uterus tidak keras dan TFU menaik.
h. Involusi uterus : bidan mengkaji involusi uterus dan beri penjelasan ke pasien
mengenai involusi uterus.
i. Pembahasan tentang kelahiran, kaji perasaan ibu.
j. Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi
(keluarga), pentingnya sentuhan fisik, komunikasi dan rangsangan.
k. Bidan memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun
bayi dan rencana menghadai kegawat daruratan (Meilani, 2009: 54)

2. Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)


Kunjungan kedua dilakukan setelah enam hari pasca salin dimana ibu sudah
bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti sedia kala.
Tujuan dari dilakukannya kunjungan yang kedua yaitu :
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbikalis, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
d. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
e. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
f. Diet : makanan seimbang, banyak mengandung protein, serat dan air sebanyak 810 gelas per hari untuk mencegah konstipasi kebutuhan kalori untuk laktasi, zat
besi, vitamin A.
g. Kebersihan/ perawatan diri sendiri, terutama putting susu dan perineum.
h. Senam kegel serta senam perut yang ringan tergantung pada kondisi ibu.
i. Kebutuhan akan istirahat : cukup tidur.
j. Bidan mengkaji adanya tanda-tanda post partum blues.
k. Keluarga berencana melanjutkan hubungan seksual setelah selesai masa nifas.
3. Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)
Kunjungan ke tiga dilakukan setelah 2 minggu pasca dimana untuk teknis
pemeriksaannya sama persis dengan pemeriksaan pada kunjungan yang kedua.
Untuk lebih jelasnya tujuan daripada kunjungan yang ketiga yaitu :
a. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
b. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
c. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
d. Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
e. Gizi : zat besi/ folat, makanan yang bergizi
f. Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB
g. Senam : rencana senam lebih kuat dan menyeluruh setelah otot abdomen kembali
normal
h. Keterampilan membesarkan dan membina anak
i. Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu
j. Rencana untuk chek-up bayi serta imunisasi

4. Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)


Untuk kunjungan yang ke empat lebih difokuskan pada penyulit dan juga
keadaan laktasinya. Lebih jelasnya tujuan dari kunjungan ke empat yaitu :
a.
b.
c.
d.

Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau ibu hadapi


Tali pusat harus tetap kencang
Perhatikan kondisi umum bayi .
Memberikan konseling mengenai imunisasi, senam nifas serta KB secara dini .

Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu di rumah yaitu:
1.

Kebersihan Diri
a. Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan
air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva
terlebih dahulu dari depan ke belakang baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang
air kecil atau besar.
c. Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b. Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa
secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c. Menjelaskan kepada ibu bahwa kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
berbagai hal
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri
3. Latihan
a. Mendiskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali
normal. Ibu akan merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya
menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.

b. Menjelaskan bahwa latihan-latihan tertentu beberapa menit setiap hari dapat


membantu mempercepat mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali
normal, seperti:
1. Tidur telentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik
nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan
sampai lima. Rileks dan ulangi 10 kali.
2. Untuk memperkuat otot vagina, berdiri

dengan

tungkai

dirapatkan.

Kencangkan otot-otot pantat dan dan panggul tahan sampai 5 kali hitungan.
Kendurkan dan ulangi latihan sebsnyak 5 kali.
3. Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu
naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan latihan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
Pendidikan untuk Ibu menyusui harus:
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui)
d. Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40
hari pasca bersalin.
e. Minum kapsul vit. A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya.
5. Perawatan Payudara
Perawatan payudara untuk ibu postpartum dirumah yaitu :
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
b. Mengenakan BH yang menyokong payudara.
c. Apabila putting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
putting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari putting
susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan
dan diminumkan dengan sendok.
e. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan:
1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hanagat
selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah Z menuju putting.

3) Keluarkan ASI sebagian dari nagian depan payudara sehingga putting susu
menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI keluakan dengan tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6) Payudara dikeringkan.
6. Hubungan Perkawinan atau Rumah Tangga
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan,
aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak
budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu
tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan
tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu
hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana
mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan
dapat membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka
cara

mencegah

kehamilan

yang

tidak

diinginkan.

Biasanya

wanita

tidak

menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama


menyusui. Oleh karena itu, metode amenore laktasi dapat dipakai sebelum haid
pertamakembali
Untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini adalah 2%
kehamilan. Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan
kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu telah haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu
kepada ibu:
a. Bagaiman metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektifitasnya
b. Kelebihan/ keuntungan
c. Kekurangannya
d. Efek samping
e. Bagaimana menggunakan metode ini.
f. Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca salin yang
menyusui

Jika seorang ibu telah memiliki metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu
dengannya lagi.

BAB III

PERDARAHAN DI LUAR HAID


A. Latar Belakang
Perdarahan diluar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menoragia.
-

Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus
haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu

spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan
jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus
ini sama dengan hipermenorea.
Beberapa Penyebab Dari perdarahan diluar haid yaitu :
Polip serviks
Erosi portio
Ulkus portio
Trauma
Polip endometrium
Penyebab fungsional. Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan diluar
haid dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi
kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi

ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk
perdarahan diluar haid berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun.
Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang
diperlukan perawatan di rumah sakit.
1. POLIP SERVIKS
a. Pengertian
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa
(Denise tiran : 2005 ).Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis
servikalis (Denise tiran:2005 )
b. Etiologi
Penyebab dari jenis kanker yang tidak sepenuhnya dipahami oleh para ahli.
Mungkin asil dari infeksi atau dari istilah atau peradangan kronis panjang, respon
abnormal untuk peningkatan tingkat estrogen, dan dalam kemacetan pembuluh
darah di saluran leher rahim.
c. Gejala umum bentuk abnormal tersebut, yaitu :
Tanpa gejala. Polip serviks biasa dialami seseorang tanpa ia tau kalau
sebenarnya ia memiliki polip serviks,
Leukorea yang sulit disembuhkan ( sudah digunakan berbagai macam
obat, dan personal hygine telah dijaga tetapi leokorea belum juga
sembuh )
Terasa discomfort dalam vagina ( Yaitu perasaan tidak nyaman dalam
vagina, baik setelah buang air maupun dalam kondisi biasa).
Kontak berdarah ( Misalnya , vagina selalu mengeluarkan darah setelah
melakukan hubungan seks. Perlu dijurigai adanya polip serviks.)
Terdapat infeksi
d. Faktor Risiko dan Tindakan Pencegahan
Faktor risiko memiliki polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes
mellitus dan vaginitis berulang dan servisitis. polip serviks tidak pernah benarbenar terjadi sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita
usia reproduksi. Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan
usia 40 sampai 50 tahun. Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat
ditemukan pada insiden yang memicu produksi hormon. Wanita hamil
memiliki risiko yang lebih tinggi karena perubahan tingkat hormon, mungkin
dari peningkatan produksi hormon beredar juga. Ada beberapa langkah yang

dapat membantu mencegah infeksi dan ini: Pakai celana katun atau stoking
dengan selangkangan kapas. Ini membantu mencegah akumulasi kelebihan
panas dan kelembaban. Panas dan kelembaban membuat seorang wanita
rentan terhadap infeksi vagina dan leher rahim.
e. Dasar diagnosis
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan.
Diagnosis karena kebetulan memeriksakan.
Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai :
Jaringan bertambah
Mudah berdarah
Terdapat pada vagina bagian atas.
f. Penatalaksanaannya
Polip hanya dipelintir sampai putus, kemudian tangkainya di kuret. Tindakan
dilakukan dalam pembiusan umum (general anasthesia). Selanjutnya
jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna memastikan bahwa
histologis-nya

jinak/sesuai

dengan

gambaran

jaringan

polip

serviks.

Kemungkinan ganasnya kecil.


2. EROSI PORSIO
a. Pengertian Erosi Porsio
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang
terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa
karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan
zat

kimia

/alat

tertentu;

umumnya

disebabkan

oleh

infeksi.

Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah hilangnya
sebagian / seluruh permukaan epitel squamous dari serviks. Jaringan yang
normal pada permukaan dan atau mulut serviks digantikan oleh jaringan yang
mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan endoserviks ini berwarna
merah dan granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi dan
terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.
Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3:
1. Erosi ringan : meliputi 1/3 total area serviks
2. Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
3. Erosi berat : meliputi 2/3 total area serviks.

b. Penyebab erosi serviks :


1. Level estrogen : erosi serviks merupakan respons terhadap sirkulasi
a.

estrogen dalam tubuh.


Dalam kehamilan : erosi serviks sangat umum ditemukan dalam
kehamilan karena level estrogen yang tinggi. Erosi serviks dapat
menyebabkan perdarahan minimal selama kehamilan, biasanya saat
berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan

b.

menghilang spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.


Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB : erosi serviks lebih umum
terjadi pada wanita yang mengkonsumsi pil KB dengan level estrogen

c.

yang tinggi.
Pada bayi baru lahir : erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita
dan akan menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon

d.

maternal saat bayi berada di dalam rahim


Wanita yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena

penggunaan estrogen pengganti dalam tubuh berupa pil, krim , dll.


2. Infeksi: teori bahwa infeksi menjadi penyebab erosi serviks mulai
menghilang. Bukti-bukti menunjukkan bahwa infeksi tidak menyebabkan
erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah terserang bakteri dan jamur
sehingga mudah terserang infeksi.
3. Penyebab lain : infeksi kronis di vagina, douche dan kontrasepsi kimia
dapat mengubah level keasaman vagina dan sebabkan erosi serviks.
Erosi serviks juga dapat disebabkan karena trauma (hubungan seksual,
penggunaan tampon, benda asing di vagina, atau terkena speculum)
c. Patofisiologi
1. Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari
luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah
berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4
sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi
portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal
sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi
portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non
spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan

menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.


Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri
patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher
rahim.
Selain dan personal hygien yang kurang IUD juga dapat menyebabkan
bertambahnya volume dan lama haid darah merupakan medai subur untuk
masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi
dapatmasuknya kuman dan menyebabkan infeksi.
Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis
sehingga mudah menggalami Erosi Portio, yang ditandai dengan sekret
bercampur

darah,

metrorrhagia,

ostium

uteri

eksternum

tampak

kemerahan, sekred juga bercampur dengan nanah, ditemukan ovulasi


nabathi. (Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta :
2005).
d. Gejala erosi serviks:
1) Mayoritas tanpa gejala
2) Perdarahan vagina abnormal (yang tidak berhubungan dengan siklus
menstruasi) yang terjadi
Setelah berhubungan seksual (poscoital)
Diantara siklus menstruasi
Disertai keluarnya cairan mucus yang jernih / kekuningan, dapat berbau
jika disertai infeksi vagina
3) Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi, sehingga sekresi serviks
meningkat secara signifikan, berbentuk mucus, mengandung banyak sel
darah putih, sehingga ketika sperma melewati serviks akan mengurangi
vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan sperma. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.
e. Penanganan erosi porsio/erosi serviks
1. Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada portio.
2. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat.
Lyncopar 3 x 1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri
/streptokokus pneomokokus stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan
lunak.
Mefinal 3 x 1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit
3. ULKUS PORSIO

a. Pengertian
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah
dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum .
b. Etiologi
Penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
c. Patofisiologi
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari
luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat
membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga
terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa
juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga
menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan
akhir nya menjadi ulkus. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan
reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan Gejala :
a. Adanya fluxus
b. Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c. Adanya kontak berdarah
d. Portio teraba tidak rata
Sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel
superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian ulkus portio itu
menyebabkan

tumbuhnya

bakteri

patogen,

bila

sampai

kronis

menyebabkan metastase keganasan leher rahim.


d. Penanggulangan
1) Membatasi hubungan suami istri
Adanya ulkus porsio membuat porsio mudah sekali berdarah setiap kali
mengalami gesekan sekecil apapun, sehingga sebaiknya koitus dihindari
sampai ulkus sembuh.
2) Menjaga kebersihan vagina
Bila kebesihan vagina tidak dijaga, maka akan dapat memperburuk
kondisi porsio, sebab akan semakin rentan terkena infeksi lainnya.
3) Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.
4. TRAUMA
a. Pengertian
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah

hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam pengertian


medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat,
tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang
dapat menimbulkan kecederaan.
b. Penyebab
Trauma yang menyebabkan perdarahan di luar haid contohnya yang sering
terjadi pada akseptor IUD dan usai berhubungan intim (utamanya pada
wanita yang telah menopause ). Tempat perlukaan yang paling sering akibat
koitus adalah dinding lateral Vagina, vorniks posterior dan kubah Vagina
(setelah histerektomi).
c. Gejala
Nyeri vulva dan vagina, perdarahan dan pembengkakkan merupakan gejalagejala yang paling khas. Kemungkinan gejala lainnya adalah kesulitan dalam
urinasi dan ambulasi
d. Penanganannya
Penanganannya sesuai dengan penyebabnya , misalnya trauma yang
disebabkan translokasi IUD, maka IUD nya harus dicabut, dan diganti
dengan alat kontrasepsi lain.Sedangkan buat para wanita yang menopause
yang mengalami perdarahan setelah koitus, bisa diberi terapi hormon.
5. POLIP ENDOMETRIUM
a. Pengertian
Polip endometrium juga disebut polip rahim, adalah pertumbuhan kecil yang
tumbuh sangat lambat dalam dinding rahim. Mereka memiliki basis datar
besar dan mereka melekat pada rahim melalui gagang bunga memanjang.
Bentuknya dapat bulat atau oval dan biasanya berwarna merah. Seorang
wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadangkadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan.
Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena mereka melanggar
pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika mereka bengkok dan
kehilangan semua pasokan darah mereka. Ada kejadian langka saat ini polip
menjadi kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk
hamil.

b. Gejala
Tidak ada penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi pertumbuhan
mereka dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, terutama estrogen. Seringkali
tidak ada gejala, tetapi beberapa gejala dapat diidentifikasi terkait dengan
pembentukannya.
Sebuah kesenjangan antara perdarahan haid
Tidak teratur atau perdarahan menstruasi yang berkepanjangan
Perdarahan haid yang terlalu berat
Rasa sakit atau dismenore (nyeri dengan menstruasi)
c. Diagnosa dan Pengobatan
Polip endometrium dapat dideteksi melalui pelebaran dan kuretase, CT
scan, ultrasound atau histeroskopi. Histeroskopi adalah prosedur dimana
lingkup kecil dimasukkan melalui leher rahim ke dalam rongga rahim untuk
mencari polip atau kelainan rahim lainnya.
Polip endometrium dapat dihapus dan diobati melalui operasi dengan
menggunakan kuretase atau histerektomi. Jika kuretase dilakukan, polip
dapat terjawab tapi untuk mengurangi risiko ini, rahim biasanya
dieksplorasi oleh histeroskopi pada awal proses bedah. Sebuah polip
besar dapat dipotong menjadi bagian-bagian sebelum sepenuhnya
disingkirkan. Jika ditemukan polip menjadi kanker, histerektomi harus
dilakukan. Ada probabilitas tinggi kekambuhan polip bahkan dengan
perawatan di atas.
d. Komplikasi dan Faktor Risiko
Polip endometrium biasanya sel jinak. Mereka dapat menjadi prakanker atau
kanker. Sekitar 0,5 persen dari polip endometrium mengandung sel-sel
adenokarsinoma. Sel-sel ini akhirnya akan berkembang menjadi kanker.
Polip dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita yang menjalani
fertilisasi in vitro dalam perawatan. Jika mereka berkembang dekat saluran
telur, mereka dapat menjadi penyebab kesulitan dalam menjadi hamil.
Polip rahim biasanya terjadi pada wanita di usia 40-an dan 50-an. Wanita
yang memiliki faktor risiko tinggi adalah mereka yang mengalami obesitas,
memiliki tekanan darah tinggi. dan memiliki sejarah polip serviks dalam
keluarga mereka.

Terapi penggantian hormon dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya polip


endometrium. Wanita yang menggunakan hormonal Intra Uterine Device
yang tingkat tinggi levonorgestrel dapat mengurangi kejadian polip. Satu dari
setiap

sepuluh

perempuan

dapat

memiliki

polip

endometrium, dan

diperkirakan bahwa sekitar 25 persen dari mereka yang mengalami


pendarahan vagina abnormal memiliki polip endometrium.

BAB IV
KELAINAN DAN PENYAKIT DALAM MASA KEHAMILAN

A. KELAINAN AIR KETUBAN


a) KPD
pengertian
Defenisi ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan / sebelum infartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten).
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan.
KPD preterem adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD
memenjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang
bulan, dan mempunyai konstribusi yang besar pada angka kematian perinatal
pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari
34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration Dystress Syndrome).
Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun faktor faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang terjadi faktor predisposisinya adalah :

Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban


maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebebkan terjadinya KPD.
Serviks yang inkompentesia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetase)
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli)
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
Kelainan letak, misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
Keadaan sosial ekonomi
Faktor lain :
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu anak yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defenisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c).

Beberapa faktor risiko dari KPD :

Inkompetensi serviks (leher rahim)


Polihidroamnion (cairan ketuban berlebihan)
Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
Kehamilan kembar
Trauma
Serviks (leher rahim) yang pendek (<25 mm) pada usia kehamilan 23
minggu.
Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis.

Tanda dan gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui


vagina.
Aroma air ketuban amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus di produksi sampai
kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah

terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk


sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda tanda infeksi yang terjadi.

Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting.

Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti


melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio sesaria yang
sebetulnyatidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosa yang negatif palsuberarti akan membiarkan ibu dan
janin mempunyai resiko infeksi yang kan mengancam kehidupan janin, ibu
atau kedunya.
Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang capat dan tepat
Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnese
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu
juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur
atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau
mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik
anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi parsalinan dan dibatasi
sedikit mungkin.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pHnya.
Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine
atau sekret vagina.
Sekret vagina ibu hamil pH : 4 5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamnion.
Komplikasi

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37


minggu adalah sindrome distress pernapasan yang terjadi pada 10 40 %
bayi baru lahir.
Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD
Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion)
Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada
KPD.

Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan,
kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan

menaikkan insidensi bedah cesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif
dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis jain.
Penatalaksaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Adapun penatalaksanaannya :
1. Konservatif :
Rawat dirumah sakit
Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa : ampisilin 4 x 500
mg atau gentamycin 1 x 80 mg.
Umur kehamilan < 32 34 minggu : dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai ketuban tidak keluar lagi.
Bila usia kehamilan 32 34 minggu, masih keluar air ketuban , maka
usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan
(hal sangat tergantung pada kemampuan perawatan bayi prematur)
Nilai tanda tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda tanda infeksi
intrauterine.
Pada usia kehamilan 32 34 minggu, berikan steroid selama untuk
memacu kematangan paru paru janin.

2. Aktif :
Kehamilan > 35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio
sesaria.
cara induksi : 1 ampul syntocinon dalam dekstrose 5 %, dimulai 4 tetes
sampai maksimum 40 tetes / menit.
Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio sesarea.
Bila ada tanda infeksi : beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri [].
b) POLIHIDROAMNION
Polihidroamnion / hidroamnion adalah suatu keadaan dimana jumlah
ketuban jauh lebih banyak dari normal yaitu biasanya >2000 cc. Jenis
hidroamnion ada yang akut dan polihidroamnion kronis.

Etiologi dari hidroamnion yakni adanya produksi air ketuban bertambah


yang berasal dari epitel amnion namun juga bisa bertambah karena cairan lain
masuk kedalam ruang amnion, pengaliran air ketuban terganggu karena janin
tidak menelan cairan ketuban.
Deteksi dini pada ibu yang dicurigai adanya hidroamnion yakni jika ibu
memperlihatkan gejala seperti : sesak nafas, edema labia, vulva nyeri, palpasi
anak sulit, bunyi jantung sulit didengar.
Penyebab /faktor predisposisi adalah : gemeli atau hamil ganda, hidrops
foetalis, diabetes melitus, toxemia gravidarum. Untuk menegakkan diagnosis
adalah dengan melakukan : anamnesis, inspeksi, palpasi, auskultasi, rontgen
foto abdomen, pemeriksaan dalam.
Setelah pemeriksaan bidan harus dapat membedakan antara hidamnion
dengan gemeli ataupun kista ovari kehamilan beserta tumor karena gejala
hampir mirip.
Hidroamnion harus diwaspadai dari kemungkinan komplikasi seperti
solusio plasenta, atonio uteri, perdarahan post partum, retensio plasenta dan
syok.
c) OLIGOHIDROAMNION
Oligohidromnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban sangat sedikit
yakni kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Insidensi 5-8% dari seluruh
kehamilan.
Oligohidroamnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah
secara bermakna dibandingkan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut.
Penyebab oligohidroamnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang
meningkat ketuban pecah dini menyebabkan 50% kasus oligohidroamnion,
penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal kongenital akan
menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih atau
uretra akan menurunkan keluaran urine dengan cara yang sama.
Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidroamnion biasanya akan tampak uterus
tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen, ibu merasa
nyeri di perut pada setiap pergerakan anak. Sering berakhir dengan partum
prematurus, bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan
terdengar lebih jelas, persalinan lebih lama dari biasanya, sewakti his akan
sakit sekali, bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada
yang keluar.
Tindakan konservatif
Penatalaksanaan pada ibu adalah : tirah baring, hidrasi dengan kecukupan
cairan, perbaikan nutrisi, pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan

janin) pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion, pemberian
infus amnion.
B. KELAINAN LETAK
LETAK SUNGSANG
1. Defenisi dan kriteria
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian
yang terendah (presentase bokong) di bagi menjadi ;
a. Letak bokong murni (frank breech) : bokong yang menjadi bagian
depan, kedua tungkai lurus keatas.
b. Letak bokong kaki (complete breech) : disamping bokong teraba kaki,
biasa disebut letak bokong kaki sempurnajika disamping bokong
teraba kedua kaki atau tidak sempurnajika disamping bokong teraba
satu kaki.
c. Letak lutut
d. Letak kaki (incomplete breech presentation) : presentasi kaki (obstetri
patologi).
2. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa maka yang harus dilakukan oleh seorang
bidan adalah dengan melakukan :
a) Anamnesis : pergerakan anak teraba oleh ibu dibagian perut
bawah, ibu sering merasa ada benda keras (kepala) yang
mendesak tulang iga dan rasa nyeri pada daerah tulang iga karena
kepala janin.
b) Palpasi : teraba bagian keras, bundar, melenting pada fundus.
Punggung dapat diraba pada salah satu sisi perut, bagian kecil paa
sisi yang berlawanan, diatas simpisis teraba bagian yang kurang
bundar dan lunak.
c) Auskultasi : denyut jantung janin (DJJ) sepusat atau DJJ ditemukan
paling jelas pada tempat yang lebih tinggi (sejajar atau lebih inggi
dari pusat)
d) Vagina toucher: terbagi 3 tonjolan tulang yaitu kedua tubera ossis
ischii dan ujung os sacrum, anus, genetalia anak jika edema tidak
terlalu besar dapat diraba.
e) Perbedaan antara letak sungsang dan kepala pada pemeriksaan
dalam jika anus posisi terendah maka akan teraba lubang kecil,
tidak ada tulang, tidak menghisap, keluar mekonium, jika
presentase kaki maka akan teraba tumit dengan sudut 90, terasa
jari-jari, pada presentase lutut akan terasa patela dan poplitea.
Pada presentase mulut maka akan terasa ada hisapan di jari,
teraba rahang dan lidah. Presentase mulut maka akan terasa ada

hisapan dijari, teraba rahang dan lidah. Presentase tangan siku,


terasa jari panjang, tidak rata, patella (-)
f) Untuk menentukan perbedaan tangan dan kaki, pada kaki ada
kalkaneus, sehingga terdapat tonjolan tulang yaitu mata kaki dan
kalkaneus. Pada tangan hanya ada mata dipergelangan tangan,
kaki tidak dapat diluruskan terhadap tungkai, jari kaki jauh lebih
pendek dari telapak kaki.
3. Penyebab letak sungsang
Penyebab dari letak sungsang antara lain disebabkan oleh :
prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban
masih banyak dan kepala relatif besar, hidroamnion karena anak
mudah bergerak, plsenta previa karena menghalangi turunnya kepala
ke dalam pintu atas panggul, bentuk rahim abnormal, kelainan bentuk
kepala seperti anensefalus dan hidrosefalus (obstetri patologi ; 134)
4. Mekanisme persalinan sungsang
a. Garis pangkal paha masuk serong kedalam PAP. Pantat depan
memutar ke depan setelah mengalami rintangan dari otot-otot
dasar panggul sehingga terjadi retrofleksi badan untuk
menyesuaikan diri dengan lengkungan panggul.
b. Pantat depan tampak lebih dulu terlihat di vulva dengan trokanker
depan sebagai hipomoklikon dan laterofleksi dari badan, lahirlah
pantat belakang pada pinggir depan perineum disusul dengan
kelahiran pantat depan.
c. Setelah bokong lahir terjadi putaran paksi luar agar punggung
berputar sedikit kedepan sehingga bahu dapat masuk pintu atas
panggul (PAP) dalam ukuran serong dari pintu atas panggul.
d. Setelah bahu turun, terjadilah putaran paksi dari bahu sampai
ukuran bisakrominal dalam ukuran muka belakang dari pintu bawah
panggul (PBP), oleh sebab itu punggung berputar lagi kesamping.
e. Pada saat bahu akan lahir, kepala dalam keadaan fleksi masuk
pintu atas panggul dalam ukuran melintang PAP. Kepala
mengadakan putaran sehingga kuduk terdapat dibawah simphisis
dan dagu sebelah belakang.
f. Berturut turut lahirlah dagu, mulut, hidung, dahi dan belakang
kepala (obstetri patologi: 136)
5. Prognosis
Bagi ibu : robekan perineum lebih besar, jika ketuban pecah dini
(KPD) dapat terjadi partus lama, dan infeksi. Sementara bagi
janin/anak: prognosis tidak terlalu baik karena adanya gangguan
peredaran darah plasenta setelah bokong dan perut lahir karena tali
pusat terjepit.

Pertolongan persalinan dilakukan di rumah sakit atau fasilitas


kesehatan yang dapat melakukan operasi, bila memungkinkan lakukan
versi luar, bila tidak berhasil lakukan persalinan sungsang pervaginam
atau SC.
6. Perhatian
Pertolongan persalinan spontan (brancht) pada primigravida sebaiknya
di RS dan harus dievaluasi ditakutkan pada kesulitan pada after
coming head (kepala lahir belakangan), kepala janin harus lahir dalam
waktu maksimal 8 menit sejak lahir sebatas pusat, pertolongan
persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih agar
persalinan aman dengan syarat : pelvimetri klinis yang adekuat; janin
tidak terlalu besar, tidak ada riwayat secsio cesarea (sc) dengan
indikasi cepalo pelvik disporpotion (CPD), kepala fleksi, ikuti kemajuan
persalinan dengan seksama menggunakan partograf, jika ketuban
pecah perhatikan adalah prolap tali pusat dan kelahiran pervaginam
tidak memungkinkan, lakukan SC, jika denyut jantung janin (DJJ)
abnormal (< 100 atau > 180 kali permenit atau persalinan lama SC).
LETAK LINTANG
1. Defenisi
Letak lintang adalah sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus mendekati 90. Jika sudut yang
dibentuk kedua sumbu ini tajam disebut oblique lie, terdiri dari :
deviated head presentation (letak kepala mengolak) dan deviated
breech presentation (letak bokong mengolak). Presentase paling
rendah adalah bahu.
Menurut letak kepala : letak lintang I: kepala kiri dan letak lintang
II : kepala kanan. Menurut posisi punggung : dorso anterior, dorso
posterior, dorso superior, dorso inferior. Angka kejadian letak lintang
0,5 2% dari persalinan.
Faktor penyebab : fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD,
hidrosefalus, ansefalus, plasenta previa dan tumor-tumor pelvis, janin
mudah bergerak karena hidroamnion, multiparitas, pertumbuhan janin
terhambat atau janin mati, gemelli, kelainan uterus, lumbar skoliasis,
monster, pevic kidney dan kandug kemih serta rektum yang penuh.
Untuk menegakkan diagnosa maka hal yang harus dilakukan
adalah dengan melakukan inspeksi hasilnya perut tampak membuncit
ke samping, pada saat dilakukan palpasi teraba tinggi fundus uteri
(TFU) lebih rendah dari seharusnya usia kehamilan, fundus uteri (FU)
kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk
ke dalam pintu atas panggul (PAP), kepala teraba di kanan atau di kiri,
hasil auskultasi denyut jantung janin setinggi pusat. Pemeriksaan

dalam akan teraba tulang iga, skapula dan kalau tangan menumbung
teraba tangan, teraba bahu ketiak yang bisa menutup kekanan atau ke
kiri, bila kepala dikiri ketiak menutup di kiri, letak punggung ditentukan
dengan adanya skapula, letak dada, klavikula, pemeriksaa dalamagak
sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada
LL biasanya ketuban cepat pecah. Pemeriksaan penunjang yaitu USG
atau foto rontgen.
Anak yang normal dan cukup bulan tidak mungkin lahir secara
pervaginam. Hal ini hanya memungkinkan bila kecil (prematur), sudah
mati dan menjadi lembek, atau panggul yang luas.
Beberapa cara janin lahir spontan : menurut denman persalinan
dilakukan setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan
akhir kepala.
Menurut douglas kelahiran bahu diikuti oleh dada, perut, bokong,
dan akhirnya kepala. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga
panggul seluruhya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin
tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul,
sehingga bagian korpus uteri mengecil sedangkan sigmen bawah
rahim (SBR) meregang, keadaan di atas disebut letak lintang kasep =
Neglected Transverse Lie, adanya letak lintang kasep dapat diketahui
bila ada ruptura uteri mengancam.
Prognosa letak lintang bagi ibu antara lain : ruptura uteri, partus
lama, ketuban pecah dini (KPD), infeksi intrapratum; bagi janin angka
kematian tinggi 25-40% disebabkan karena : prolapsus funikuli,
trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus.
Penanganan letak lintang lakukan versi luar jika ibu pada
permulaan inpartu dan ketuban intak : jika versi luar berhasil, lanjutkan
dengan persalinan normal, jika versi luar gagal anjurkan lakukan
seksio sesarea, lakukan pengawasan adanya prolapsus tali pusat.
Jika tali pusat mengalami prolaps dan persalinan belum mulai, lakukan
seksio sesarea.
C. KEHAMILAN DISERTAI DENGAN PENYAKIT
DIABETES MELLITUS
JANTUNG
Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu saling mempengaruhi
karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan den perkembangan janin dalam rahim.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan
sistim jantung dan pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan,
yaitu dorongan diafragma oleh besarnya hamil sehingga dapat mengubah
posisi jantung dan pembuluh darah dan terjadi perubahan dari kerja
jantung karena :

a. Pengaruh peningkatan hormon tubuh saat hamil


b. Terjadi hemodilusi darah dengan puncaknya pada kehamilan 28
sampai 32 minggu.
c. Kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim
d. Kembalinya darah segera setelah plasenta lahir karena kontraksi
rahim dan terhentinya peredaran darah plasenta
e. Saat post partum sering terjadi infeksi.
Pada kehamilan dengan penyakit jantung, secara klinis dibagi menjadi
empat stadium :
a. Klas I :
Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Tanpa batas gerak biasa
b. Klas II :
Waktu istirahat tidak dapat gejala
Gerak fisik terbatas
Gejala payah jantung dalam bentuk cepat lelah, palpitasi, sesak
napas, dapat nyeri dada dan edema tungkai dan tangan.
c. Klas III
Gerakan sangat terbatas karena gerak yang minimal saja telah
menimbulkan gejala payah jantung.
d. Klas IV
Dalam keadaan istirahat sudah terjadi gejala payah jantung.
Adapun keluhan utama yaitu
a. Cepat merasa lelah
b. Jantung berdebar debar
c. Sesak napas disertai sianosis
d. Edema tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda
e. Mengeluh tentang bertambah besarnya rahim yang tidak sesuai.
D. KEHAMILAN DENGAN INFEKSI
RUBELLA
1. Infeksi virus rubella merupakan penyakit ringan pada anak dan dewasa,
tetapi apabila terjadi pada ibu yang sedang mengandung virus ini dapat
menembus dinding plasenta dan langsung menyerang janin.
Virus ini bisa menular lewat udara. Dapat juga ditularkan memelui urine,
kontak pernapasan dan memiliki masa inkubasi 2-3 minggu. Penderita
dapat menularkan virus selama seminggu dan sesudah timbulnya rush
(ruam) pada kulit. Ras rubella berwarna merah jambu, dan akan
menghilang dalam 2-3 hari, dan tidak selalu muncul dalam setiap kasus
infeksi.
2. Pada umumnya sebelum pemasangan merencanakan untuk hamil,
dianjurkan untuk melakukan tes TORCH, dimana salah satu yang dites

adalah memastikan bahwa pasangan yang bersangkutan telah memiliki


kekebalan terhadap rubella.
3. Gejala rubella pada dasaranya hampir sama dengan campak biasa yang
telah dikenal dengan ciri-ciri panas tinggi, pusing kepala, sakit yang
berkesinambungan, dan tenggorokan kering. Selain itu biasanya juga
disertai dengan timbulnya bercak-bercak merah layaknya gejala DBD
(Demam Berdarah Bengue). Gejala infeksi rubella pembengkakan pada
kelenjar getah bening, demam diatas 38c, mata terasa nyeri, muncul
bintik-bintik merah diseluruh tubuh, kulit kering, sakit pada persendian,
sakit kepala, hilang nafsu makan.
4. Pemeriksaan rubella
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi rubella,
yang lazimnya dilakukan adalah pemeriksaan anti rubella IgM dan anti
rubella IgG-nya positif. Pemeriksaan ati rubella dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil, jika ternyata
belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi.
HEPATITIS
Penilian klinik
a. Demam tinggi yang menetap hingga 2 minggu yang kemudian diikuti
dengan ikterus.
b. Disertai pula dengan mual dan muntah, pusing, nafsu makan menurun,
kelemahan umum, defisit cairan, diare.
c. Pada pemeriksaan fisik ditemui nyeri epigastrik dan hepatomegali.
d. Hasil laboratorium menunjukkan reaksi imunologik terhadap antigen
virus hepatitis
e. Transmisi ke janin dapat melalui transplasenta, ASI dan kontak
langsung.
Penanganan khusus
a.
b.
c.
d.

Rawat inap dan tirah baring


Isolasi pasien, lakukan pemeriksaan serologik
Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat dan protein.
Rehidrasi apabila terjadi defisit cairan akibat muntah yang berlebihan
dan demam.
e. Evaluasi profil biofisik atau kondisi janin.
f. Penatalaksanaan neonatal
g. Upayakan partus pervaginam (lakukan evaluasi sistem pembekuan
darah).
5. KEHAMILAN DENGAN PMS
GONORE
50 % infeksi gonore tanpa disertai duh (sekret) vagina, komplikasi
pada trimester pertama adalah salfaginitis gonoroika, salfingo-ooforitis

dan pelvioperitonitis, yang disebabkan oleh bakteri yang naik dari serviks
uteri ke endosalping. Pada permulaan kehamilan trimester II, bakteri dari
serviks uteri tidak dapat mencapai ke daerah endosampling karena korion
sudah melekat dengan desidua dan menutup kavum uteri.
Pada masa kehamilan, berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
a. Ampisilin 2 g IV dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 g oral
selama 7 hari.
b. Ampisilin ditambah sulbaktam 2,25 g oral dosis tunggal.
c. Spektinomisin 2 g IM dosis tunggal
d. Seftriakson 500 mg IM dosisi tunggal.
Bila pada masa nifas berikan salah satu antibiotika berikut ini
a. Siprofloksasin 1 g oral dosis tunggal
b. Trimethoprim ditambah sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5
kaplet dosis tunggal.
Ofthalmia neonatorum (konjungtivitis) yang disebabkan oleh
gonorhoe (waktu bayi melalui jalan lahir), diobati dengan garamisin
tetes mata 3 x 2 tetes dan salah satu antibiotika di bawah ini :
a. Ampisilin 50 mg/kg BB IM selama 7 hari.
b. Amoksisiklin + asam klavulanat 50 mg/kg BB IM dosis tunggal.
Lakukan konseling tentang penggunaan metode barier dalam
melakukan hubungan seksual selama pengobatan, upaya
pencegahan lanjutan, resiko PMS terhadap ibu dan bayi yang
dikandungnya/dilahirkan.
Berikan pengobatan yang sama dengan pasangannya.
Buat jadwal kunjungan ulang dan pastike klien (dan pasangan)
akan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
SYPHILIS
1. DEFENISI
sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun
walaupun prekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi masih merupakan
penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ
tubuh termasuk sistem peredaran darah, syarat yang dapat ditularkan
ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, sehingga menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi tersebut, sifilis sering dikenal dengan lues,
Raja Singa.
2. Etiologi

Penyebab sifilis adalah masuknya suatu bakteri yang berbentuk spiral


yang disebut treponema pallidum. Dengan strategi hampir selalu
menular ke korban baru melalui persetubuhan atau seks oral, makhluk
kecil ini mencari jalan masuk melalui kulit, dan dari sana, ia menyebar
dengan ganas. Beberapa jam setelah bakteri ini masuk kedalam kulit,
mereka yang berbentuk spiral ini biasanya berhasil masuk kedalam
aliran darah, dan dalam satu minggu mereka telah menyebar
keseluruh tubuh. Jika tidak diobati, infeksi tersebut biasanya
berkembang melalui tiga tahap selama bertahun-tahun. Selama tahap
pertama (sifilis awal, sebuah bisul yang tidak sakit muncul ditempat
dimana bakteri itu masuk kedalam tubuh. Bisul ini chancre biasanya
muncul berkisar antara 10 hingga 90 hari setelah infeksi dan hampir
seluruh dibagian genetal. )
Biasanya bisul-bisul sifilis memiliki bagian tegah yang halus dan
pinggiran yang menonjol dan keras dan kadang berisi nanah kuning
seperti sebuah lepuh atau jerawat, demikian menurut dr. Whitiside.
Pada laki-laki, bsul biasanya munsul pada atau dekat kepala penis.
Pada wanita, bisul-bisul itu biasanya pada labia (bibir vagina), namun
kadang-kadang berada di vagina bagian dalam, dimana bisul itu tidak
dapat dilihat atau dirasakan. Kadang, bisul itu muncul di mulut,
payudara, jari, atau wajah.
3. Patogenesis
Kuman penyebab sifilis disebut trefonema pallidum. Masa tanpa gejala
berlangsung 3-4 minggu kadang sampai 13 minggu. Kemudian timbul
benjolan disekitar alat kelamin. Ada bercak kemerahan pada tubuh
sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks, tetapi akan hilang dengan
sendirinya dan sering kali penderita tidak memperhatikan hal ini.
Selama dua sampai 3 tahun penyakit ini tidak menunjukkan gejala
apa-apa, atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis
akan menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung.
Pada perempuan hamil sifilis dapat itularkan pada bayi yang
dikandungnya dan bisa lahir pada kerusakan kulit, hati, limfa dan
keterbelakangan mental.
HIV/AIDS
Sejak ditemukan infeksi human immunodeficency virus (HIV) pada
tahun 1982, penelitian semakain banyak dilakukan dan ternyata hasilnya
sangat mengejutkan dunia. Terdapat sekitar lima jenis HIV dengan bentuk
infeksi terakhir disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yaitu
kondisi hilangnya kekebalan tubuh sehingga memberi kesempatan
berkembangnya berbagai bentuk infeksi dan keganasan, kemunduran
kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya.dengan hilangnya semua

kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah olah menjadi tempat
pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenarasi ganas.
Penelitian telah dilakukansejak HIV pertama kali ditemukan, tetapi
sampai saat ini obatnya belum ditemukan sehingga bila terinfeksi virus
HIV berarti sudah menuju kematian. Obat yang tersedia sekedar untuk
mempertahankan atau memperpanjang usia, bukan untuk membunuh
virus HIV.
Biologi Virus HIV
Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal
terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4
sel terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse
transcriptase, yang mampu membentuk standar DNA ganda. Standar DNA
ganda ini mampu masuk sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan
DNA inti sel yang asli. DNA virus dapat membentuk RNA yang infeksi dan
RNA yang akan membewa tanda (berita) sehingga dapat membentuk
protein.
Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, dan makrofag, dan
sumber pembentuk sum sum tulang tertentu.
Secara intraseluler, virus dapat memcah diri sehingga setelah selnya
hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang akan menyerang sel
lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah ubah sesuai dengan sel yang
diserangnyasehingga sulit untuk membuat antibodi atau antugin agar
mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih sulit untuk
dibuat sampai saat ini.
Faktor resiko infeksi HIV
Semula diperkirakan faktor resiko infeksi HIV hanya homoseksual
dan pengguna narkoba yag menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi
jumlahnya semakin besar. Di amerika serikat saja telah dijumpai
masyarakat yang terinfeksi sekitar 1,5 2 juta orang. Keadaan ini tidak
menjamin data seluruhnya. Ada kemungkinan populasi sesungguhnya
terinfeksi menunjukkan fenomena gunung es, yang jumlahnya nyatanya
jauh lebih besar dari data yang ada.
Infeksi HIV terutama menyerang sel T limposit dan sistem saraf
pusat. Bagaimana cara mmasuknya kedalam sel telah digambarkan mulai
dari ikatan reseptornya pada sel limfosit dan di ikuti rusaknya inti
kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara

berantai, virus HIV kembali akan menyerang sel limfosit atau CD4
sehingga akan menjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh
dan disebut acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Serangan virus HIV terhadap sistem saraf pusat menyebabkan
terjadi dimensi pada individu dengan usia relatif muda. Peralihan dari
infeksi primer dengan gejala panas tubuh meningkat, terjadi ruam kulit,
pembesaran kelenjar limfe, dan di ikuti bebas gejala yang waktu
berlangsungnya bervariasi.
Infeksi menimbulkan gejala klinis yang lebih nyata, seperti suhu
tubuh tinggi, penurunan daya tahan tubuh, gangguan intelektual, dan
kesadaran sehingga terjadi gangguan fungsi sistim saraf pusat.
Penurunan daya tahan tubuh menyebabkan sangat mudah terinfeksi
karena tubuh tdak mampu mempertahankan diri dari stresor luar.
Infeksi HIV
Antibodi yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi
berusia 2 3 bulan. Antibodi ini dapat masuk melalui plasenta menuju
janin. Infeksi mulai langsung pada janin sejak usia 13 minggu dengan
mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi
vertikalkarna berlangsung semasa intrauterin. Cara infeksi lainnya pada
bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan
cairannya penuh dengan virus HIV.
Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa petugas yang
seharusnya menolong masyrakat, tidak lepas dari kemungkinan terinfeksi
secara tidak sengaja melalui kontak luka kulit terbuka.
Infeksi virus HIV intrauterin dapat menyebabkan gannguan
pertumbuhan bayi sekitar 75 %, terutama mikrosefalia sekitar 70%
keadaan abnormal lainnya adalah hipertelorisme okular serta bentuk
kepala prominen seperti segi empat, pangkal hidung datar. Selain itu
kematian intrauterin disebabkan oleh beratnya kelainan kongenital yang
terjadi.
Upaya preventif
Seperti diketahui bahwa penularan infeksi virus HIV dapat melalui
tiga cara yaitu penularan langsung melalui perlukaan kulit, termasuk
mempergunakan jarum suntikan, hubungan seksual dan penularan
perinatal.

Oleh karena itu, upaya menghindari infeksi dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut :
1. Penularan langsung melalui perlukaan kulit. Cara mengindari infeksi adalah
dengan mempertahankan kulit tetap utuh saat petugas melakukan tindakan
pertolongan, tidak mempergunakan jarum secara bersama sama
melainkan menggunakan jarum satu kali pakai.
2. Hubungan seksual. Menurut penelitian kondom sangat efektif untuk
menghindari infeksi melalui hubungan seksual karena virus tidak dapat
menembus porinya. Kondom dengan spremisida dapat menonaktifkan virus
HIV. Bila dokter kondom dari inggris yang menciptakan kondom (sesuai
dengan nama beliau) masih hidup , beliau sangat bangga karena hasil
ciptaanya dapat menghindarkan dan mengurangi infeksi virus HIV yang
mematika itu.
3. Penularan perinatal. Penularan perinatal adalah penularan pada anak yang
mungkin berlangsung dalam dua bentuk :
a. Vertikal melalui infeksi plasenta dan terus kejanin sekitar minggu ke 13.
b. Infeksi saat persalinan melalui kulit bayi yang sangat halus
Upaya preventif penularan bayi dapat dilakukan dengan seksio sesarea
tetapi tindakan ini tidak menjamin.
Pengobatan infeksi virus HIV
Sampai saat ini, pengobatan yang tepat untuk menghindari atau menyembuhkan
HIV dan AIDS tidak dijumpai atau dalam percobaan adalah azidotyhymidine
(AZT) yang kerjanya untuk menghambat aktivitas reverse trnscriptase sehingga
dapat menghambat duplikasi virus intraseluler. Hasilnya belum dapat dipastikan
untuk penyembuhan dan pengobatan massal. Selain itu, belum didapatkan data
yang akurat tentang bagaimana pengaruh AZT terhadap penularan virus HIV ke
janin.
Di indonesia , infeksi virus HIV telah banyak terjangkit, terutama
hubungan seksual yang makin bebas dan enggan mempergunakan kondom
untuk preventifnya. Daerah daerah potensial untuk infeksi virus HIV adalah
kota besar yang tidak mungkin hidup tanpa tersedianya call girl. Kini, indonesia
telah terinfeksi akibat tertular virus yang dibawa oleh suaminya yang melaukan
seks bebas atau tertular dari pria yang bukan suaminya saat melukan hubungan
seks dengannya.
Sikap dan pertolongan persalinan
Seperti diketahui bahwa seluruh cairan tubuh terinfeksi virus HIV, penuh dengan
virus yang siap untuk ditularkan. Petugas kesehatan sangat mungkin tertular bila

kulit mereka terluka dan kontak dengan cairan tubuh yeng terinfeksi HIV. Oleh
karena itu upaya untuk menjaga diri dan menghindari infeksi adalah sebagai
berikut :
1. Memperhatikan diri agar tidak kontak dengan cairan yang terinfeksi melalui
luka kulit.
2. Menghindari terjadi luka
3. Memakai sarung tangan dan baju operasi lengkap terutama melindungi mata
sehingga terhindar dari sentuhan cairan penderita.
4. Tempat pertolongan persalinan harus terisolasi sehingga mudah melakukan
desinfeksi. Bila memungkinkan, pergunakan alat alat disposabel (sekali
pakai) sehingga tidak mengontaminasi alat lainnya.
5. Penderitapun harus diisolasi dan diawasi dengan ketat dan pemberian
informasi tentang alasan tindakan tersebut bharus dilakukan.
Pada prinsipnya tenaga medis harus mendapatkan perlindungan atau melindungi
dirinya sendiri dari infeksi virus HIV yang mematikan itu.

BAB VI
MELAKSANAKAN ASUHAN KEBIDANAN PADA RADANG GENETALIA INTERNA
A. TANDA, GEJALA DAN PENANGANAN
CERVIKSITIS
Cerviksitis adalah radang pada selaput lendir kanalis
servikalis oleh karena itu epitel selaput kanalis servikalis terdiri
dari satu lapisan silindris, maka lebih mudah terjadi infeksi.
Insiden terjadinya cerviksitis lebih banyak pada ibu multipara
dibandingkan dengan primipara.
Cerviksitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis
servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris sehinga

lebih mudah terinfeksi dibanding


(gynekologi. FK UNPAD, 1998)

selaput

lendir

vagina.

Etiologi
Disebabkan oleh kuman kuman seperti trikomonas
vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob
dan anaerob endogen vagina seperti stapilococcus, e coli dan
streptococcus.
Gejala terjadinya cerviksitis yaitu flour albus (keputihan)
hebat biasanya kental dan kadang kaang berbau, barcak
pendarahan (spotting) atau pendarahan pasca coitus. Sering
menimbulkan erosi pertio yang nampak sebagai daerah yang
merah menyala, ada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang
adapat dilihat flour yang keluar dari kanalis servikalis. Apabila
portio normal, tidak ada ekstropion, maka harus diingat
kemungkinan gonorhoe, sekunder dapat terjadi kolpitis / vulvitis,
pada servisitis yang kronis kadang-kadang dapat dilihat bintik
putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi,
bintik-bintik ini disebut ovule nabothii dan disebabkan oleh retensi
kelenjar-kelenjar serviks, karena saluran keluarnya tertutup oleh
pengisutan dari luka serviks atau karena radang.
ENDOMETRITIS
Endometritis adalah infeksi desidua endometrium, dengan
ekstensi kedalam miometrium dan jaringan paremetrial
endometritis biasanya terjadi akibat infeksi naik dari saluran
kelamin bawah. Diagnosa : demam, sakit perut, lochea berbau
busuk, kakikardi, bispereunia (kemungkinan dapat terjadi pada
pasien penyakit panggul. (kartika 2008).
Penyebab :
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya
campylobacter foetus, brucella sp., vibrio sp, dan trichomonas
foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri
oportunistik spesifik. Organisme penyebab biasanya mencapai
vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan
atau melalui sirkulasi darah. (wikipedia 2010). Terdapat banyak
faktor yang berkaitan dengan endometritis seperti setelah
kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan
kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi
sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang

mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah


melahirkan menurun.
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan divagina ada
banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari
vagina ini dapat secara asenden masuk kerahim terutama pada
saat
perkawinan
maupun
melahirkan.
Bila
jumlah
mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami
gangguan maka dapat terjadi endometritis. Kejadian
endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik
atau penaganan kelahiran yang kurang hygienis, sehingga
bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. Coli,
staphylococcus, streptococcus dan salmonella), maupun bakteri
spesifik (brucella sp, vibrio foetus dan trichomonas foetus).
Gejala Klinis
Gejala klinis endometritis yaitu lendir vagina yang
berwarna keputihan sampai kekuningan yang berlebihan, dan
rahim membesar. Penderita nampak sehat, walaupun dengan
lender vagina yang kekuningan dan dalam rahimnya tertimbun
cairan. Pengaruh endometritis terhadap kesuburan dalam
jangka pendek adalah menurunkan kesuburan sedangkan
dalam jangka panjang endometritis menyebabkan gangguan
refroduksi karena terjadi perubahan saluran refroduksi.

Diagnosis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis
endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan,
pemeriksaan reketal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan
kasus endometritis biasanya beberapa kali menikah tetapi tidak
dapat hamil, siklus biarahi diperpanjang kecuali pada
endometritis yang sangat ringa. Pemeriksaan vaginal dapat
dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat
adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan
kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi
perektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan didalam
dinding rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai
fluaktuasi. (tergantung derajat infeksi).
Terapi

Terapi aendometritis, dapat dilakukan melalui pemberian


antibiotik sistemik, irigasi rahim, pemberian hormon estrogen
untuk menginduksi respon rahim, dan injeksi prostaglandin untuk
menginduksi uterus. Pengobatan yang direkomendasikan untuk
endometritis yang agak berat adalah memperbaiki vaskularisasi
dengan mengirigasi uterus mempergunakan antiseptik ringan
seperti lugol dengan konsenrasi yang rendah. Irigasi diulangi
beberapa kali dengan interval 2 3 hari. Antibiotik diberikan
secara intra uterin dan inra muskuler. Leleran dapat dikeluarkan
dengan menyuntikkan preparan enstrogen. Untuk endometritis
ringan cukup diberikan antibiotika intra uterin.
Endometritis adalah adanya radang pada daerah endometrium.
Endometrium dibagi atas :
1. Endometritis akut : dinyatakan aendometritis
bila
endometrium mengalami edema dan hipertropi. Endometritis
akut biasanya terjadi pada ibu pasca abortus atau postpartum
dibagian bekas implantasi plsenta atau disebabkan oleh
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD.
Endometritis paling sering disebabkan oleh gonorhoe. Pada
abortus aseptic atau epsis puerperalis, infeksi akan cepat
meluas ke miometrium. Jika melallui pembuluh darah dan
pembuluh limpa, dapat meluas sampai parametrium.
Gejala endometritis biasanya terjadi sebelum hari ke 9
setelah abortus atau persalinan. Timbul gejala demam lochea
berbau, terutama pada post abortus terjadi flour yang
purulen. Pengobatan yang dilakukan oleh endometritis akut
harus segera dilakukan untuk mencegah infeksi menjalar
ketempat lain, dengan cara dapat diberikan uterotonika,
anjurka ibu untuk istirahat baring dengan posisi fowler,
berikan antibiotika.
2. Endometritis kronik
Dinyatakan endometritis kronik bila penyakit sudah menahun
dan gejala bertambah dengan keluarnya flour albus dari
ostium uteri, dan terjadi kelainan pola menstruasi seperti
menoragia.
Pengobatan : penatalaksanaan untuk endometritis kronik
karena sudah penyakit yang lebih berat harus dilakukan
kuretase.
ENDOMETRIOSIS

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan


endometrium yang masih berfungsi terdapat diluar kavum uteri.
Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar kelenjar, stroma sel-sel
selapis kubis yang berproliferasi dan menebal setelah haid lalu
runtuh pada saat haid. Terdapat didalam miometrium disebut
adenomiosis, dan bila diluar uterus disebut endometriosis.
Pembagian ini sekarang sudah tidak dianggap lagi, karena baik
secara patologik, klinik ataupun etiologi adenomiosis dan
endometriosis berbeda.
Endometriosis merupakan pertumbuhan abnormal endometrium
diluar lokalisasi yang wajar didalam kavum uteri. Gejalaa pasti
endometriosis tidak jelas sehingga untuk menegakkan diagnosa
diperlukan tindakan khusus.
Endometriosis sekitar 1-2% dari wanita refroduksi aktif dan dapat
menjadi faktor :
15% sebagai faktor infertilitas :
a. Perlekatan tuba falopii dengan sekitarnya.
b. Menutup oesteum tubae eksternum.
c. Ovarian endometriosis dapat mengganggu fungsinya.
20% penyebab sakit didaerah pelvis
a. Sakit meningkat saat menstrusasi
b. Perdarahan mendesak menimbulkan sakit.
Faktor yang menimbulkan endometriosis adalah :
a. Menarch lebih dini meningkatkan endometriosis
b. Gangguan outflow darah menstruasi
Regurgitasi darah menuju peritonium.
Reinplantasi sel endometrium menimbulkan manifestasi
kliniknya.
c. Kemungkinan faktor heriditer
Dalam famili dijumpai sejumlah kejadian endometriosis.
Endometriosis dihubungkan dengan human leukocyte
antigen (HLA).
Lokasi Endometriosis
Sebagian besar endometriosis dijumpai pada kavum
peritonium, akibat dari regurgitasi darah menstruasi. Oleh
karena itu lokasi endometriosis dijumpai :

50% pada ovarium

Kavum douglas
Ligamentum uterosakralis, ligamentum latum
Permukaan uterus dibagian posteriornya
Pada bekas insisi SC (kasus pribadi)
Implantasi ditempat jauh :
Usus dan vesika urinaria
Serviks uteri
Forniks posterior
Mengikuti aliran darah implantasi pada :
Paru menimbulkan pneumothorak
Ginjal menimbulkan hematouria
Otak menimbulkan pendesakan dan perdarahan
terjadi gangguan neurologis.

Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi
yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan biasanya disini
didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium ini tampak kista-kista
biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju)berisi
darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding
kista. Dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan
ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat
kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak kedalam
rongga peritonium karena robekan dinding kista, dan menyebabkan
akut abdomen.
Gambaran mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi
endometriosis, yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium,
dan pendarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen
hemosiderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin . disekitarnya
tampak sel-sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari
jaringan normal disekelilingnya (jaringan endometriosis). Jaringan
endometriosis seperti juga jaringan endometrium didalam uterus,
dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesterone. Akan tetapi
besarnya pengaruh tidak terlalu sama, tergantung dari beberapa
faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan
(apakah jaringan kelenjar atau jaringan stroma yang lebih banyak)
dari reaksi jaringan normal disekitarnya, dan sebagainya. Sebagai
akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar
sarang-sarang
endometriosis
bardarah
secara
periodik.

Pendarahan yang periodik. Pendarahan yang periodik ini


menyebabkan reaksi jaringa sekelilingnya berupa radang dan
perlekatan.
Gambaran Klinik
Gejala-gejala yang sering ditemukan adalah nyeri perut bagian
bawah yang progresif dan dekat paha dan selama haid
(dismenorea), nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid,
poli dan hypermenorea infertilitas.
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri
waktu haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari
dismenorea ini tidak diketahui, tetapi mungkin ada hubungannya
dengan vaskularisasi dan pendarahan dalam sarang endometriosis
pada waktu sebelum dan semasa haid.
Pencegahan
Meigh mendapatkan bahwa kehamilan adalah cara pencegahan
yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis
memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan
karena regresi endometrium dalam sarang sarang endometriosis.
Oleh karena itu kehamilan jagan ditunda terlalu lama, dan sesudah
perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya
profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan
menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul.
Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau
melakukan pemeriksaan yang kasar pada waktu haid, oleh karena
itu dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba
rongga panggul.
Observasi dan pemberian analgetika
Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita
dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita dengan
gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak
berumur, pengawasan itu biasa dilanjutkan sampai menopause,
karena sesudah gejala-gejala endometriosis akan hilang sendiri.
Sikap yang sama akan diambil pada wanita yang lebih mudah yang
tidak mempunyai persoalan tentang infertilitas, akan tetapi pada
wanita yang memiliki anak, jika setelah ditunggu 1 tahun tidak
terjadi kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap infertilitas
dan diambil sikap yang lebih aktif.
MYOMETRITIS

Miometritis atau metritis adalah radang miometrium. Metritis


adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah
satu penyebab terbesar kematian ibu.
Klasifikasi
a. Metritis Akuta
Metritis akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau
infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan
tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu
merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita
dengan endomerium yang meradang dapat menimbulkan
metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel
radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis Kronika
Metritis kronika adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat
atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari
biasa, sakit pinggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran
uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh
penambahan jaringan ikat akibat kehamilan, bila pengobatan
terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic,
peritonitis, syok septic, infeksi pelvic yang menahun,
penyumbatan tuba dan infertilitas.
Penyebab
Infeksi post abortus dan partus, penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim, infeksi post curettage, miometritis
dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak
normal, seperti abortus, kelahiran prematur, kelahiran
kembar, kelahiran yang sukar (distosia), perlukaan yang
disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk
pertolongan pada kelahiran yang sukar.
PARAMETRITIS
Infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan,
penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau
dari endometritis.
Penyebeb
1. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas
sampai ke dasar ligamentum.
2. Penyebaran sekunder dari trombophlebitis
3. Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum
latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan.

Jika menjalar ke atas , dapat dirabab pada dinding perut


sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada
fossa iliaka.
4. Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu meninggi
dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu
disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap
kemungkinan parametritis.
Gejala
Gejala ibu yang mengalami parametritis ditandai dengan suhu
yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik turun
disertai menggigil, penderita tampak sakit, nadi cepat, perut
nyeri.
Pencegahan
1. Pada masa kehamilan, mengurangi atau mencegah faktor
predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta
mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Masa persalinan, hindari pemeriksaan dalam berulang,
lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi
bila ketuban sudah pecah lama,jagalah sterilitas kamar
bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus dicuci bersih,
perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik
pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas, pakaian dan barangbarang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderitaharus terjaga kesuci hamaannya, pendarahan yang
banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan transfusi darah.
3. Masa nifas, luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai
terkena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain
yang berhubungan dengan alat kandung kencing harus
steril. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi
dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
Penanganan
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret
vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk

mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan. Berikan


dalam dosis yang cukup dan adekuat karena hasil pemeriksaan
memerlukan waktu. Maka berikan antibiotika spektrum luas
(broadspektrum) menunggu hasil laboratorium. Pengobatan
mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi
yang dijumpai.
PERITONITIS
Peritonitis adalah inflamasi peritonium lapisan serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan
tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda tanda umum inflamasi.
Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut,
penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan
sistemikengan syok sepsis.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis
adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari pertonium
yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
Tanda dan Gejala
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya
nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan
tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin
lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda tanda
peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien sepsis bia terjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi
hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya
memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasinya yag meyakinkan atau tegang karena iritasi
peritonium. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual
untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palasu pada penderita
dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, atau
HIV) penderita dengan penurunan keasadaran (misalnya trauma
cranial, syok atau penggunaan analgetic, penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.

Patofisiologi
Peritonis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ
abdomen kedalam rongga abdomen sebagai akibat dari
inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu
singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah
putih, debris seluler dan darah.
Untuk menunjang diagnosa penyakit maka dilakukan
pemeriksaan diagnostik yaitu : dilakukan drainase panduan CTScan dan USG, atau pembedahan.
Komplikasi pada penyakit peritonitis bisa mengalami
eviserasi luka dan pembentukan abses.
Therapi
Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama
analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat
diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen
dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang kadang inkubasi
jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Masalah yang akan muncul pada ibu dengan peritonitis
Infeksi resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan,
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
kimia pasca operasi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam
mencerna makanan. Ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, kurang pengetahuan berhubungan dengan
kelemahan secara menyeluruh, resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi, hipertermi berhubungan dengan
medikasi atau anastesia.

BAB VII
PELAKSANAAN RUJUKAN BERDASARKAN STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN
DAN PROTAP
SISTIM RUJUKAN
Sistim rujuka adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun
orizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompoten, terjangkau, rasional,
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefenisikan
sistim rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara vertikal (dari unit unit yang setingkat kemampuannya).
Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana
seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan
sakitnya.
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun horizontal kepada fasiliatas pelayanan yang lebih
kompoten, terjangkau, dan rasional. Tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi.
Tujuan
Untuk meningkatkan mutu, cakuan dan efisiensi pelayanan
kesehatan secara terpadu.

Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan pelayanan


metode kontrasepsi secara terpadu.
Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap fasilitasnya, menjalin
pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer knowledge and skill)
melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah
perifer, setiap pendirita mendapat perawatan dan pertolongan yang
sebaik-baiknya.
Jenis Rujukan
1. Rujukan medik
Yaitu melimpahkan tanggung jawab secara timbal balik atas satu
kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang
lebih berwenang dan mampu menanganinya secara rasional. Jenis
rujukan medik antara lain :
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan
diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dll.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowlage/personal. Pengiriman yang lebih kompoten
atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.
2. Rujukan kesehatan
Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman,
pemeriksaan bahan atau spesimen ke pasilitas yang lebih mampu dan
lengkap. Ini adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan
yang sifatnya preventif dan promotif.
Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7

Tata Laksana Rujukan


Internal antara petugas di satu rumah
Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
Antara masyarakat dan puskesmas
Antara satu puskesmas dan puskesmas lain
Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium, fasilitas
pelayanan kesehatan lain
Internal bagian atau unit pelayanan di dalam suatu rumah
sakit
Antara rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan
lain dari rumah sakit.

Tata Laksana
Rujukan medik dapat berlangsung :
1. Internal antara petugas di suatu puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
3. Antara masyarakat dan puskesmas

4. Antara satu puskesmas dan puskesmas yang lain.


5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas
kesehatan lain.
6. Internal antara bagian / unit pelayanan di dalam suatu rumah sakit.
7. Antara rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dan
rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain.
Skema Rujukan dan Jenjang Pelayanan
Rumah Sakit Kabupaten
PUSKESMAS
Pendidikan masyarakat dan
dukun pelayanan :
a. ANC
b. Vaksinasi
c. Rujukan
d. Persalinan
e. Pencatatan dan
pelaporan
BIDAN DESA / POLINDES
Pendidikan masyarakat dan
dukun pelayanan :
a. Perawatan Antenatal
b. Vaksinasi
c. Pertologan persalinan
d. Rawat gabung ASI
e. Penapisan hamil resiko
f. Rujukan penderita
g. Pencatatan dan
pelaporan

POSYANDU

DUKUN BERSALIN

a. Pendidikan
Pendidikan masyarakat
masyarakat
pelayanan :
b. Pelayanan
a. KB terbatas
persalinan
b. Vaksinasi
c.
Resiko rendah
c. Rujukan Resiko
d.
Rawat gabung ASI
d. Pemberian Fe Vit.
e. Rujukan
A dan oralit
f. Hamil atau
e. Pencatatan
dan
dengan
Dari hubunganpelaporan
rujukan diatas, dapat diambil kesimpulanpersalinan
sebagai berikut
:
resiko tinggi

1. Peranan dukun bayi tidak dapat ditiadakan dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
dukun diikut sertakan dalam sisti rujukan aktif. Dukun masih diperlukan
masyarakat. Oleh karena itu, mereka dilatih untuk mampu melaksanakan
tugasnya.
2. Sistem rujukan medis yang berjalan dengan baik, mencerminkan pelayanan dan
pengayoman medis yang bermutu dan lebih menyeluruh.
Tabel 2
Jenjang hierarkih
Tingkat rumah tangga
Tingkat masyarakat

Komponen atau unsur pelayanan kesehatan


Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh
keluarga sendiri
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong
mereka sendiri oleh kelompok paguyuban, PKK,
saka Bhakti husada, anggota RW, RT, dan
Masyarakat (posyandu)
Puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling, praktek dokter swasta, bidan, poliklinik
swasta, dll.
Rumah sakit kabupaten, rumah sakit swasta,
laboratorium swasta.

Fasilitas
pelayanan
kesehatan profesional
tingkat satu
Fasilitas
pelayanan
kesehatan profesional
tingkat dua
Fasiliats
pelayanan Rumah sakit kelas A dan B serta lembaga spesialis
kesehatan profesional swasta, laboratorium kesehatan daerah dan
tingkat dua
laboratorium klinik swasta.
Tujuan rujukan adalah dihasilkan pemerataan upaya kesehatan dalam rangka
penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna. Persiapan
yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat
BAKSOKU,
yang
dijabarkan
sebagai
berikut
:
B (Bidan), pastikan ibu / bayi / klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompoten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
A (alat), bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit,
infus set, tensi meter dan stetoskop.
K (keluarga), beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu dan alasan mengapa
ibu dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menemani ibu ketempat
rujukan.
S (surat), beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi ibu, alasan rujukan,
uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat-obatan yang telah diterima ibu.
O (obat), bahwa obat-obat esensial diperlukan selama merujuk.
K (kendaraan), siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
yang cepat.

U (uang), ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup
untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan.
Jika upaya penanggungan diberikan ditempat rujukan dan kondisi ibu
telah memungkinkan, segera kembalikan ibu ketempat fasilitas pelayanan
asalnya dengan terlebih dahulu memberi hal-hal berikut ini:
1. Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya
penanggulangan.
2. Nasihat yang perlu diperhatikan.
3. Pengantar tertulis kefasilitas pelayanan kesehatan mengenai konsis pasien,
upaya penanggulangan yang telah diberikan dan saran-saran.
Rujukan Kebidanan
Sistem rujukan mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul
baik secara vertikal maupun horizontal. Rujukan vertikal maksudnya rujukan dan
komunikasi antara satu unit yang telah lengkap misaknya dari rumah sakit
kabupaten kerumah sakit provinsi atau rumah sakit tipe C kerumah sakit tipe B
yang lebih spesialistik dan personalianya.
Rujukan horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antara bagian kebidanan
dan bagian ilmu kesehatan anak.
Tujuan rujukan :
1. Setiap penderita mendapatkan perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya.
2. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
fasilitasnya.
3. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge
and skill) melalui pendidikan dan pelatihan antara pusat dan daerah.
Kegiatan rujuka dan pelayanan kebidanan
1. Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih
lengkap
2. Rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas.
3. Pengiriman kasus maslah refroduksi manusia lainnya, seperti ginekologi atau
kontrasepsi, yang memerlukan penanganan spesislis.
4. Pengiriman laboratorium.
5. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai kembalikan
dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai keterangan yang lengkap
(surat balasan)
Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan.

1. Pengiriman tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan


keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus, dan
demonstrasi operasi.
2. Pengiriman petugas kesehtan daerah untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan mereka ke rumaha sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit
pendidikan juga dengan menggunakan tenaga medis dalam kegiatan ilmiah
yang diselenggrakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan.
Rujukan informasi medis
1. Membelas secara lengkap data-data medis penerita yang dikirim dan advice
rehabilitas kepada unit yang mengirim.
2. Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan
kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan perinatal. Hal ini
sangat bergunauntuk memperoleh angka-angka secara regional dan
nasional.
Tabel 3
Keuntungan Sistem Rujukan
a. Pelayanan diberikan sedekat mungkin ketempat pasien, berarti
bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan
secara psikologis, memberi rasa aman pada pasien dan
keluarganya.
b. Dengan adanya penetaraan yang teratur diharapkan
pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat
sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya
masing-masing.
c. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli.
Faktor faktor Penyebab Rujukan :
1. Riwayat bedah sesar
2. Pendarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan
4. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang pecah
5. Ketuban pecah lebih dari 24 jam
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Pre-eklamsia/hipertensi dalam kehamilan
11. Tinggi fundus 40 cm/lebih
12. Gawat janin.
13. Primipara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masuk 5/5.
14. Presentase bukan belakang kepala

15. Presentase ganda (majemuk)


16. Kehamilan ganda (gemelli)
17. Tali pusat menumbung
18. Syok.
Masukkan persiapan-persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan :
1. Siapa yang akan menemani ibu atau bayi baru lahir
2. Tempat-tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga
3. Sarana transportasi yang akan digunakan atau siapa yang akan
mengendarainya.
4. Orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika transfusi darah di perlukan
5. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahanbahan.
6. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu tidak
dirumah.

BAB VIII
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA KASUS PATOLOGI

A. PENGERTIAN DOKUMENTASI
Menurut Thomas (1994), dokumentasi adalah catatan tentang interaksi
antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang
menjelaskan tentang hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan, dan pendidikan
yang diberikan kepada pasien atau respon pasien terhadap semua kegiatan yang
telah dilakukan.
Menurut Potter & Perry (1984), dokumentasi adalah sistem pencatatan dan
pelaporan status kesehatan klien dan semua kegiatan asuhan keperawatan
(kebidanan) yang dilakukan oleh perawat (bidan).
B. PRINSIP DOKUMENTASI
Prinsip pembuatan dokumentasi adalah sebagai berikut:
1. Faktual. Laporan harus berisi gambaran informasi objektif tentang hal yang
dilihat, didengar, dan ditemukan oleh tenaga kesehatan (Bergeos, 1988).

2.
3.

4.

5.
6.

Informasi factual tidak boleh disertai kata kata : Tampaknya, kelihatannya,


rupanya.
Akurat. Informasi harus akurat dengan menggunakan alat ukur yang tepat.
Lengkap. Informasi tidak disingkat. Informasi harus ringkas dan cermat dan
hanya memuat informasi yang penting. Hindari kata yang tidak perlu/data yang
tidak relevan.
Terjadi pada saatnya (currentness). Kelambatan pencatatan/pelaporan
merupakan kelalaian yang serius.
Contoh:
a. Penurunan tekanan darah yang tidak dilaporkan (lalai).
b. Kelambatan dalam penanganan yang dapat berakibat fatal.
Kejadian yang perlu dikomunikasikan:
a. Tanda vital
b. Administrasi pengobatan dan tindakan asuhan kebidanan
c. Persiapan untuk tes diagnostik/operasi
d. Perubahan status
e. Saat masuk, pemindahan, saat keluar/kematian klien
f. Pengobatan untuk perubahan status kesehatan yang tibatiba.
Terorganisir. Informasi disampaikan menurut urutan kejadian.
Kerahasiaan (confidentiality). Informasi yang diberikan seseorang kepada
orang lain dengan kepercayaan dan kerahasiaan bahwa informasi tidak akan
diketahui oleh orang lain.

C. MANFAAT DAN PENTINGNYA DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN


1. Hukum
Semua catatn informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernial
hukum. Bila terjadi suatu masalah (misconduct) yang berhubungan dengan
proses kebidanan, dalam hal ini bidan berperan sebagai pemberi jasa dan klien
sebagai pengguna jasa, dokumentasi mungkin diperlukan sewaktuwaktu.
Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai barang bukti dipengadilan. Oleh
sebab itu, datadata harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif, dan
ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat, bidan, dokter), tanggal (waktu
kejadian), dan perlu dihindari penulisan yang dapat menimbulkan interpretasi
yang salah.
2. Jaminan Mutu (Kualitas Layanan)
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat akan memudahkan bidan dalam
membantu penyelesaian masalah klien. Ini termasuk sejauh mana masalah
klien dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan
membantu meningkatkan mutu layanan asuhan kebidanan.
3. Komunikasi

Dokumentasi keadaan klien merupakan alat perekam untuk masalah yang


berkaitan dengan klien. Perawat/bidan atau tenaga kesehatan lain akan bisa
melihat catatan yang ada. Catatan tersebut merupakan media komunikasi yang
dapat dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan kebidanan.
4. Keuangan
Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua tindakan kebidanan yang belum,
sedang, dan telah dilakukan harus dicacat dengan lengkap, dan ini dapat
digunakan sebagai acuan atau pertimbangan untuk perhitungan biaya
perawatan klien.
5. Pendidikan
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, sebab isinya menyangkut kronologis
kegiatan asuhan kebidanan yang dapat digunakan sebagai bahan atau referensi
pembelajaran bagi peserta didik atau profesi kebidanan.
6. Penelitian
Dokumentasi kebidanan mempunyai nilai penelitian. Data yang terdapat
didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan atau objek riset
dan pengembangan profesi kebidanan.
7. Akreditasi
Melalui dokumentasi asuhan kebidanan, akan terlihat sejauh mana peran dan
fungsi bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien. Dengan
demikian, dapat diambil kesimpulan tentang tingkat keberhasilan asuhan
kebidanan yang diberikan untuk tujuan pembinaan dan pengembangan lebih
lanjut. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan asuhan
kebidanan, tetapi juga personil bidan dalam mencapai tingkat kepangkatan yang
lebih tinggi.
D. MANAJEMEN KEBIDANAN
Menurut Varney (1997), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu
teori yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Pada awalnya Varney
berpendapat bahwa proses manajemen kebidanan harus diselesaikan melalui 5
langkah. Akan tetapi, setelah menerapkannya, Varney melihat ada beberapa hal
yang harus disempurnakan. Oleh sebab itu, Varney menambahkan dua langkah lagi
untuk menyempurnakan teori 5 langkah yang dijelaskannya terdahulu.
Dalam menerapkan manajemen kebidanan, seorang bidan harus lebih kritis
dalam mengantisipasi diagnosis atau maslah yang mungkin muncul. Terkadang,
bidan juga harus segera bertindak untuk menyelesaikan maslah tertentu atau
mungkin melakukan kolaborasi, konsultasi, bahkan merujuk kliennya. Varney
kemudian menyempurnakan proses manajemen kebidanan menjadi 7 langkah. Ia

menambahkan langkah III agar bidan lebih kritis dalam mengantisipasi masalah
yang mungkin akan dialami klien.
Proses manajemen menurut Helen Varney (1997)
Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemn merupakan proses
pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat atau bidan pada awal 1970-an.
Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan
tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan, baik bagi klien maupun
bagi tenaga kesehatan.
Proses manajemen terdiri atas 7 langkah yang berurutan, dan setiap langkah
disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar
dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu
kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa pun. Akan tetapi,
setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkahlangkah yang lebih detail dan
ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan
3. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
4. Meninjau catatan terbaru atau sebelumnya
5. Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil pemeriksaan
(jika dilakukan pemeriksaan lab)
Pada tahap ini, bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap tentang kondisi
klien. Dimana data didapatkan dari hasil anamnesis terhadap klien dan keluarganya
serta dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan.
Langkah II : Mengidentifikasi Diagnosis/Masalah Aktual
Pada tahap ini, bidan mengidentifikasi diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien
secara tepat berdasarkan interpretasi data yang akurat. Data dasar yang telah
dikumpulkan kemudian diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosis samasama digunakan
karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan layaknya diagnosis, tetapi
membutuhkan penanganan yang tertuang dalam sebuah rencana asuhan untuk
klien.
Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis/Masalah Potensial
Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi
sebelumnya. Langkah ini membutuhkan upaya antisipasi, atau bila memungkinkan
upaya pencegahan, sambil mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan dapat
bersiapsiap bila diagnosis/masalah potensial ini benarbenar terjadi.

Langkah IV : Mengidentifikasi Perlunya Tindakan Segera/Kolaborasi


Pada tahap ini, bidan mengidentifikasi perlu/tidaknya tindakan segera oleh
bidan maupun oleh dokter, dan atau kondisi yang perlu dikonsultasikan atau
ditangani bersama anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan.
Dengan kata lain, manajemen bukan hanya dilakukan selama pemberian asuhan
primer berkala atau kunjungan saja., tetapi juga selama klien bersama bidan.
Pada tahap ini, bidan dapat mengumpulkan dan mengevaluasi sejumlah data
baru. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat yang
mengharuskan bidan mengambil tindakan segera untuk kepentingan keselamatan
jiwa klien.
Langkah V : Merencanakan Asuhan
Pada tahap ini, bidan merencanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan
menurut langkahlangkah sebelumnya. Tahap ini merupakan kelanjutan
manajemen diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi
sebelumnya, dan bidan dapat segera melengkapi informasi/data yang tidak
lengkap.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah terkait, tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, seperti yang apa
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah yang berkaitan dengan kondisi
sosial-ekonomi, budaya, atau psikologis.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benarbenar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date
serta sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan
memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid,
sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
Langkah VI : Implementasi (Melaksanakan Perencanaan Asuhan)
Pada langkah keenam, terencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian
lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya
sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(mis: memastikan agar langkahlangkah tersebut benarbenar terlaksana). Dalam
upaya kolaborasi bersama dokter untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, bidan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana asuhan
bersama tersebut. Manajemen yang efisien akan menghemat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu asuhan klien.

Langkah VII : Evaluasi


Pada langkah ketujuh ini, bidan mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah
diberikan. Ini mencakup evaluasi tentang pemenuhan kebutuhan, apakah benar
benar telah terpenuhi sesuai dengan masalah dan diagnosis yang telah
teridentifikasi. Rencana tersebut dapat dianggap efektif apabila memang telah
dilaksanakan secara efektif. Bisa saja sebagian dari rencana tersebut telah efektif,
sedangkan sebagian lagi belum. Mengingat manajemen asuhan kebidanan
merupakan suatu yang berkelanjutan, bidan perlu mengulang kembali dari awal
setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi
mengapa proses manajemen tersebut tidak efektif serta melakukan penyesuaian
pada rencana asuhan. Langkahlangkah pada proses manajemen umumnya
merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi
tindakan serta pemikiran yang berorientasi pada proses klinis. Proses manajemen
tersebut berlangsung di dalam tatanan klinis. Proses manajemen tersebut
berlangsung di dalam tatanan klinis, dan dua langkah terakhir bergantung pada
klien dan situasi klinik. Oleh sebab itu, tidak mungkin proses manajemen ini
dievaluasi hanya dalam bentuk tulisan saja.
E. PENDOKUMENTASIAN PROSES MANAJEMEN KEBIDANAN
Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis dalam
suatu metode pendokumentasian. Menurut Varney, alur berfikir bidan saat merawat
klien meliputi tujuh langkah. Agar orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan
bidan melalui proses berfikir sistematis, dokumentasi dibuat dalam bentuk SOAP.
S : Subjective (Data Subjektif)
Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis
sebagai langkah I Varney.
O : Objective (Data Objektif)
Menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan
uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah I Varney.
A : Assessment
Menggambarkan dokumentasi hasil asuhan dan interpretasi data subjektif dan
objektif dalam suatu identifikasi:
1. Diagnosis/masalah
2. Antisipasi diagnosis/kemungkinan masalah
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi, dan
atau perujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
P : Plan (Perencanaan)
Menggambarkan dokumentasi tingkatan dan evaluasi perencanaan berdasarkan
pengkajian langkah 5, 6, dan 7 Varney.

Beberapa alasan digunakannya SOAP untuk dokumentasi adalah sebagai berikut:


1. Grafik metode SOAP merupakan perkembangan informasi yang sistematis yang
mengorganisasi hasil temuan dan konklusi Anda menjadi suatu rencana asuhan.
2. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk
tujuan pembuatan dokumentasi asuhan.
3. SOAP merupakan urutan langkah yang dapat membantu Anda
mengorganisasikan pikiran Anda dan memberikan asuhan yang menyeluruh.
F. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
(Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
938/Menkes/SK/VIII/2007)
Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan
keputusan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang
lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian,
perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi,
evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.
1. Standar I: Pengkajian
a. Pernyataan standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b. Kriteria pengkajian
1) Data tepat, akurat dan lengkap
2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnese: biodata, keluhan utama,
riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang social budaya)
3) Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan
penunjang)
2. Standar II: Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
a.
Pernyataan standar
Bidan
menganalisa
data
yang
diperoleh
pada
pengkajian,
menginterprestasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan
diagnosa masalah kebidanan yang tepat.
b.
Kriteria pengkajian
1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
3) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan
3. Standar III: Perencanaan
a.
Pernyataan standar
Bidan merencanakan asuhan kebidana berdasarkan diagnosa dan masalah
yang ditegakkan
b.
Kriteria pengkajian

1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi


klien: Tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara
komprehensif
2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga
4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan bermanfaat bagi klien
5) Pertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya
serta fasilitas yang ada
4. Standar IV: Implementasi
a.
Pernyataan standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam
bentuk upaya promontif, preventif, kuratif dan rehabilitative. dilaksanakan
secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
b.
Kriteria pengkajian
1) Memperhatikan keunikan klien sebagai mahluk bio-psiko-sosial-spritualkultural
2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan
atau keluarganya (inform consent)
3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
5) Menjaga privacy klien/pasien
6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
9) Melakukan tindakan sesuai standar
10)Mencatat semua tindakan yang dilakukan
5. Standar V: Evaluasi
a.
Pernyataan standar
Bidan melakukan evaluasi secara teratur dan berkesinambungan untuk
melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien
b.
Kriteria pengkajian
1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien
2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan
keluarga
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4) Hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien
6. Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan
a.
Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas


mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan alami
memberikan asuhan kebidanan
b.
Kriteria pengkajian
1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA)
2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnese
4) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
5) A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasi,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif: Penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan
Tabel Karakteristik Manajemen Asuhan Kebidanan
Varney
Pengumpulan
Data Dasar
Mengidentifikasi
Diagnosis/Masalah
Aktual

Standar
Asuhan
Kebidanan

Pendokumentasian

Pengkajian

S (Data subjektif)
O (Data objektif)

Perumusan
Diagnosa dan
atau Masalah
Kebidanan

A (Analisa/diagnosa/
masalah)

Mengidentifikasi
Diagnosis/Masalah
Potensial
Mengidentifikasi
Perlunya Tindakan
Segera/Kolaborasi

Perencanaan

Merencanakan
Asuhan
Implementasi
Evaluasi

Implementasi
Evaluasi
Pencatatan
Asuhan
Kebidanan

P
(Penatalaksanaan)

Вам также может понравиться