Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Anamnesis
Batuk lama,
batuk berdarah ( hemoptoe),
nafsu makan turun,
BB turun secara drastis,
sakit dada,
riwayat berobat lama.
Pemeriksaan Fisik
Terdapat ronkhi basal dan kelainan bunyi pernafasan
Pemeriksaan Penunjang:
Foto thoraks (dengan pelindung),
sputum BTA 3x,
kultur resistensi.
Tatalaksana Dalam Kehamilan
- Bila proses tenang / tidak aktif tidak usah dilakukan terapi
- Bila proses aktif perlu ruang khusus ketika ANC
- Konsultasi dengan ahli pulmonologi
- Bila terdapat batuk darah yang banyak segera rawat RS
- Perlu penggunaan masker dan kepatuhan minum obat
- Terapi OAT : rimfapisin, INH, Etambutol
-
Observasi dilakukan dikamar isolasi bila tidak ada pasien dapat dipulangkan 6
8 jam jika KU baik
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan
INH di berikan kepada bayi sesuai dengan berat badan.
Pada penyakit tuberkulosis ini yang bidan dapat melanjutkan pengawasan hamil
sampai persalinan setempat.
serum creatinine 1.5-2.4 mg% dan berat jika kadar serum creatinine >2.5 mg%.
Penyebab menurunnya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bahkan tidak
diketahui.
ginjal.
Efek insufisiensi ginjal terhadap kehamilan Secara umum janin bisa bertahan
hidup sangat besar yaitu 95%. Namun pada pasien yang menjalani dialisis
(cuci darah) angkanya menjadi 52%. Penderita dengan gangguan ringan bisa
mengalami komplikasi berupa BBLR, persalinan kurang bulan dan lahir mati.
Penanganan
(multifaktorial).
42% wanita yang menjalani dialisis haidnya masih tetap normal, tetapi tidak
berovulasi (anovulatoir).
Anemia juga berperan dan pemakaian erythropoietin didapatkan meningkatkan
angka kehamilan.
Secara umum, kehamilan dilarang (kontra indikasi) pada pasien dialisis.
Luaran janin selalu jelek. Hanya 23-55% kehamilan yang bayinya bisa hidup.
Kebanyakan terjadi abortus pada TM II. Bayi yang bertahanpun masih memiliki
kelainan yaitu 85% lahir kurang bulan (prematur)dan 28%-nya BBLR (Berat
Diagnosis awal kehamilan juga agak sukar karena kadar HCG penderita dialisis
juga tinggi. jika diduga hamil maka lakukan segera pemeriksaan USG.
Penangan Obstetri
Penyebab kematian dan kesakitan bayi pada pasien dengan kelainan ginjal
lagi.
Kelainan ini di dasari oleh 2 jenis patologi :
o Nekrosis tubular akut, apabila susunan ginjal mengalami kerusakan
o Nekrosis kortikal bilateral apa bila sampai kedua ginjal yang menderita.
Penderita yang mengalami gagal ginjal mendadak ini sesring pada kehamilan
dalam
GINJAL POLIKISTIK
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan dalam (heriditer) kehamilan
pada umunya tidak mempengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal
begitu pula sebaliknya ,akan tetapi bila fungsi ginjal kurang baik,maka kehamilan
akan memperberat atau merusak fungsinya sebaiknya wanita yang telah
mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan komplikasi
akibat kehamilan selalu tinggi.
C. PENYAKIT JANTUNG
Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan
kerjanya terhadap perubahan perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut
disebabkan oleh :
1. Hipervolemi : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya
pada 28-32 minggu lalu menetap.
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim
-
Dalam kehamilan :
Denyut jantung dan nadi : meningkat
Pukulan jantung : meningkat
Volume darah : meningkat
Tekanan darah : menurun sedikit
( hipervolumia ).
Pada kala II dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan
lahir,
sekarang
masuk
kedalam
sirkulasi
darah
ibu.
Kelas I :
Tanpa pembatasan kegiatan fisik
Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II :
Sedikit dibatasi kegiatan fisiknya
Waktu istirahat tidak ada keluhan
Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung
Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak nafas dan nyeri dada
Kelas III :
Kegiatan fisik sangat dibatasi
Waktu istirahat tidak ada keluhan
Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
Kelas IV :
Waktu istirahat dapat timbul keluhan insufisiensi jantung, apalagi kerja fisik
yang penting.
Kerja sama dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog, untuk penyakit jantung,
harus diobati.
Bila terjadi keluhan yang agak berat, seperti sesak nafas, infeksi saluran
pernafasan dan sianosis, penderita harus dirawat dirumah sakit untuk
2 kali dalam 2 jam. Di kamar bersalin harus tersedi tabung berisi oksigen,
persalinan
dapat
ditunggu,
diawasi,
dan
ditolong
secara
Setelah bayi lahir, penderita dapat tiba tiba jatuh kolaps, yang disebabkan
darah tiba tiba membanjir tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat
Penderita kelas III dan IV tidak boleh hamil karena kehamilan sangat
membahayakan jiwanya
Bila hamil, sedini mungkin
abortus
buatan
medikalis
hendaknya
keluhan
Bila tidak mau sterilisasi, dianjurkan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi yang
baik adalah IUD (AKDR)
PENANGANAN MASA LAKTASI
Laktasi diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II,
yang sanggup melakukan kerja fisik
Laktasi dilarang pada wanita dengan penyakit jantung kelas III dan IV
D. Diabetus Mellitus
Menurut Kapita Selekta, jilid II, 2006 merupakan kelainan metabolisme yang
kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria)
atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
Faktor Predisposisi
1. Mengatur diet.
Diet yang dianjurkan pada bumil DM adalah 30-35 kal/kg BB, 150-200 gr
karbohidrat, 125 gr protein, 60-80 gr lemak dan pembatasan konsumsi
natrium. Penambahan berat badan bumil DMG tidak lebih 1,3-1,6 kg/bln. Dan
konsumsi kalsium dan vitamin D secara adekuat.
2. Penatalaksanan Diabetes Melitus terhadap ibu hamil menurut Kapita Selekta,
Jilid II, 2006. yaitu sebagai berikut :
Daya tahan terhadap insulin meningkat dengan makin tuanya kehamilan,
memudahkan
terjadinya
apabila dosis insulin tidak dikurangi karena wanita kurang makan akibat
dengan
terlebih
dahulu
melakukan
amniosentesis.
Dalam
musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta
faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi, yaitu :
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena
pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
Faktor Predisposisi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Alergi
Infeksi saluran nafas
Stress
Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Obat-obatan
Polusi udara
Lingkungan kerja
Nafas pendek
Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma
adalah
terdengar bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas
c. Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan
serangan jarang terjadi
Komplikasi
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah
kemungkinan bisa terjadi:
Abortus
Perdarahan vagina
Persalinan premature
Solusio plasenta 2,5%
Korioamnionitis 10,4%
Pada asma yang sangat berat dapat
mengakibatkan kematian ibu.
Pengaruh asma dalam kehamilan terhadap janin
Efek yang dirasakan tidak hanya dirasakan oleh ibu tapi juga dirasakan oleh
janin :
a. Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah)
b. IUGR (Intra Uterine Growth Rate)
c. Lepasnya plasenta (solusio placenta)
Patofisiologi
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos
bronkus, meningkatnya sekresi lendir, dan radang saluran nafas serangan ini
dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas
menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan.
Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ).
Penatalaksanaan asma
1.
Menghindari faktor pencetus, seperti :
Infeksi saluran napas atas
Alergen
Udara dingin
Psikis.
2. Menggunakan obat
Obat lokal (seperti aminofilin) atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada
adrenalin.
Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan
pembuluh
serangan.
Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.
Meneruskan pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.
Jangan memberikan analgesik yang mengandung histamin tetapi
pilihlah
tuanya kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25%
akan menjadi syphilis sekunder dalam waktu 4 tahun.
Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine
(Salvarsan) dan bismuth.
dilakukan dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin,
dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar
kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun)
dianjurkan mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM
sekali suntik (separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late
syphilis) diperlukan dosis yang lebih tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3
dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM perminggu dalam 3 minggu.
Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi
janin dari penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak
lama setelah pengobatan
biasanya
gagalnya
infeksi.
Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region
genitalis.
Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah 2-3 hari, bintik
penolong.
3. Varicella
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam
kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan,
namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat
menyebabkan partus prematurus. Disangka bahwa telah terjadi penularan intra
uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran.
Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang
menderita cacar air dalam masa hamil.
Penilaian klinik
Penanganan khusus
Rawat jalan bila tanpa komplikasi, rawat inap bila disertai komplikasi.
Tetap simtomatik berupa antipiretik (parasetamol 3 x 500 mg), gatal dan
dilanjutkan oral)
Abortus : evakuasi dengan AVM/D&K
Partus premature ; tatalaksana janin premature
Antisipasi varicella kongenital
Jika bayi lahir sebelum menerima antibody varicella dari ibu, bayi tersebut
mungkin
akan
mengalami
varicella
diseminata,
segera
beri
immunoglobulin varicella-zoster.
Bayi yang cukup bulan yang terinfeksi varicella antara umur 5-10 hari
akan menunjukkan gejala penyakit yang lebih berat, dibandingkan dengan
varicella yang timbul pada atau segera setelah lahir sehingga memerlukan
perawatan intensif.
4. Toxoplasmosis
Penilaian klinik
Disebabkan oleh toxoplasmosis gondii dan toxoplasmosis kronik pada orang
dewasa kadang-kadang tidak memberikan gejala klinik yang spesifik.
Penularan melalui makanan mentah atau kurang masak, yang tercemar
ekskreta kucing yang terinfeksi.
Karena gejala klinis spesifik, diagnosis pada umumnya didapat melalui uji
serologicrutin pada kehamilan muda, eksplorasi etiologi abortus habitualis
dan kelainan kongenital.
timbulnya
gejala
infeksi
saluran
kemih
bagian
atas.
biakan urin awal yang negatif, wanita yang mengalami infeksi saluran kemih
jumlahnya 1 % atau kurang.
Makna
Apabila bakteri uriaasimtomatik tidak diobati sekitar 25 % pasien akan
mengalami infeksi simtomatik akut selam kehamilan tersebut. Eradikasi bakteri
uria dengan anti mikroba telah dibuktikan dapat mencegah sebagian besar
infeksi klinis tersebut.Pada beberapa penelitian, bakteri uria yang tersamar
dilaporkan menyebabkan sejumlah efek merugikan pada kehamilan.P-ada
penelitian-penelitian awal oleh kass (1962), insiden kelahiran preterm dan
mortalitas prenatal meningkat pada wanita dengan bakteri uria yang mendapat
plasedo dibandingkan dengan yang mendapat terapi. Dari bukti-bukti yang
sekarang ada kecil kemungkinan bahwa bakteri uria asimtomatik merupakan
factor utama untuk bayi pre term atau BBLR.
Pada banyak diantara wanita ini bacteria uria menetap setelah melahirkan,
dan pada sebagian juga menujukan bukti-bukti radiografik adanya infeksi
kronik, lesi obstruktif atau kelainan congenital saluran kemih.Infeksi simtomatik
sering berulang sering terjadi.
Therapi
Wanita dengan bakteri uria asimtomatik dapat diberi pengobatan dengan
salah satu dari bebrapa regimen anti mikroba.Pemilihan dapat didasarkan
pada sensitifitas infitro, tetapi mumumnya dilakukan secara empiris.Terapi
selam 10 hari dengan makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari terbukti untuk
sebagian
besar
wanita.Regimen
lain
adalah
amphicilin,
amoksisilin,
demam,
menggigil hebat, dan
nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal.
Pasien mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah.Perjalanan
Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah terapi; tetapi walaupun
gejala cepat menghilang banyak menganjurkan agar terapi dilanjutkan hingga
7-10 hari.Apabila biakan urin selanjutnya memberikan hasil positif diberikan
nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selam sisa kehamilan.
Penatalaksanaan Rawat Jalan
Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam respon klinis
atau hasil kehamilan antara pasien rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita
dalam uji ini mendapat dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan selang 24
jam sebelum mereka yang dimasukan kekelompok rawat jalan diperbolehkan
pulang. Dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat sebelum dan setelah
pemulangan dari RS.Penatalaksaan Bagi Mereka Yang Tidak Berespon
Apabila perbaikan klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita tersebut
perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih, untuk mencari ada tidaknya
dipensi abnormal pada ureter atau pielokaliks. Pemasangan doble-J steent
diureter akan mengatasi obstruksi pada sebagian besar kasus. Apabila gagal
dilakukan
nefrostomi
perkutanium.Apabila
gagal
juga
perlu
dilakukan
7. HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi
klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada
penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus
AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas
diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa
menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan,
atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV
positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar
dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah
ada infeksi PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes,
ataupun
infeksi
toksoplasmik,
CMV,
TBC
dan
lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique,
anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun
vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan
oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii
pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan
frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik.
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong
2.
3.
4.
5.
persalinan
Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
Gunakan pelindung mata (kacamata)
Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang
infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody
terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan
yaitu
kemungkinan
penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.
Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus
untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus
diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan
bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali
pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus
hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita
virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan
sampai 15 bulan.
menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi
mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.
8. TYPUS ABDOMINALIS
A. Pengertian Thypus Abdominalis
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suriadi, 2006).
Thypus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005 ;
Nursalam, 2005).
Tifus abdominalis merupakan infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhii (Hidayat, 2007).
B. Etiologi
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora mempunyai sekurang kurangnya antigen yaitu :
1. Antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleki polisakarida)
2. Antigen H (flagella)
3. Antigen V1 dan protein membrane hialin salmonella parathypi A. Salmonella
parathypi A, salmonella parathypi B, salmonella parathypi C feces dan urine dari
pnderita thypus.
C. Patofisologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat),dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dan menularkan kuman
salmonella thypoid kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat dapat hinggap dimakanan yang dikonsumsi oleh orang
yang sehat.Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
D. Faktor Resiko
Penyakit typus dapat ditularkan melalui makanan yang tercemar dengan kuman
typus.Bila sering menderita penyakit ini kemungkinan besar makanan atau minuman
yang dikonsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu.
Atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya tercemar tinja ayam
yang mengandung bakteri typus, salmonella thyposa, kotoran, atau air kencing
E. Gejala gejala
Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi terutama pada sore dan malam hari.
Terjadi selama 7 10 hari, kemudian panasnya menjadikonstan dan kontinyu,
umumnya paginya sudah baikkan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai
menurun lagi.
Fase awal timbulnya gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di
perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar, dan diare. Pada keadaan yang
berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
F. Upaya Pencegahan
Untuk mencegah agar terhindar dari penyakit ini, kini sudah ada Vaksin Tipes atau
Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi dalam waktu 3
tahun. Atau dapat dengan cara :
Usaha terhadap lingkunagan hidup :
a.
b.
c.
d.
BAB II
Deteksi dini kehamilan, komplikasi dan penyakit masa
kahamilan, persalianan dan masa nifas
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan
sosial di dalam keluarga. Seorang ahli medis menghadapi suatu tugas yang tidak biasa dalam
memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam merencanakan penyambutan anggota
keluarga yang baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal yang dialami ibu serta
tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana setiap kondisi yang tidak normal.
Sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah
selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/asuhan antenatal merupakan cara penting
untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil dan mendeteksi kehamilan.
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat.Itu
sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Kebijakan teknis yang dilaksanakan adalah :
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
a. Pemeriksaan kehamilan dini (early anc detection)
Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan / dokter sedini mungkin semenjak ia
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan / asuhan antenatal.
Ketika seorang ibu mulai mendapatkan tanda presumtif hamil seperti :
Amenorhe
mual dan muntah
mengidam
pingsan
pembesaran payudara dan lain-lain.
pembesaran perut
tes kehamilan positif,
tanda hegar
tanda piscazek
tanda pembesaran uterus dan lain-lain
diharapkan ibu tersebut segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan baik itu bidan
maupun dokter.
b. Deteksi dini kehamilan trimester I
Kebijakan program untuk kunjungan ante natal minimal 4 kali selama kehamilan, terdiri dari :
1. 1 kali pada trimester pertama
2. 1 kali pada trimester kedua
3. 2 kali pada trimester ketiga
Pelayanan standar minimal yang diperoleh harus mencakup 7 T
1.
2.
3.
4.
5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan (fe 60 mg, asam folat 500
ug).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Dengan adanya deteksi dini khususnya pada trimester I, maka akan memudahkan kita
dalam mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi yang mungkin dialami oleh ibu hamil
dalam kehamilannya.
Kunjungan
Kunjungan
Kunjungan
Kunjungan
Antenatal
Riwayat kehamilan
II
III
IV
Riwayat kebidanan
Riwayat kesehatan
Riwayat sosial
Pemeriksaan
keseluruhan (umum)
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Pemeriksaan
kebidanan (luar)
Pemeriksaan
kebidanan (dalam)
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Pemeriksaan
laboratorium
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Cek kembali Hb
dan pemerik
saan laborato
rium lain jika
ada indikasi.
Pemberian TT
TT1(0,5 cc)
Pemberian tablet Fe
90 hari
Konseling umum
Konseling khusus
Jika ada
indikasi
Perenc. Persalinan
Memperkuat Memperkuat
Jika ada
indikasi
Memperkuat
Jika ada
indikasi
Jika ada
indikasi
Perenc.
Penanganan
komplikasi
Riwayat penyakit
Riwayat sosial
ekonomi
1. jumlah kehamilan
1. Jantung
1. Status perkawinan
2. jumlah persalinan
3. perdarahan
pervaginam
2. tekanan darah
tinggi
4. keputihan
4. jumlah persalinan
premature
5. Pernah operasi
3. jumlah keluarga di
rumah yang
membantu
6. Alergi obat /
makanan
4. Siapa pembuat
keputusan dalam
4. TBC
7. Ginjal
8. Asma
9. Epilepsi
keluarga
5. kebiasaan makan
dan minum
6. kebiasaan merokok,
menggunakan obatobat dan alkohol
7. kehidupan seksual
8. pekerjaan dan
aktivitas sehari-hari
11.
Adanya masalahmasalah selama
kehamilan, persalin-an,
nifas terdahulu
Fisik umum
Pemeriksaan luar
Kunjungan pertama :
Pada setiap
kunjungan :
o mengukur TFU
Pemeriksaan vulva/
perineum untuk :
tekanan darah
suhu badan
nadi
berat badan
tinggi badan
muka : edema, pucat
Pemeriksaan dalam
o palpasi untuk
menentukan letak
janin (atau lebih
dari 28 minggu)
o Auskultsi detak
jantung janin
Laboratorium
Kunjungan pertama
Darah :
Hemoglobin
Varises
Glukosa
Kondiloma
VDRL
Edema
Hemoroid
Kelainan lain
Urin ;
Warna, bau,
kejernihan
Pemeriksaan dengan
speculum untuk menilai Protein
:
Glukosa
Serviks
Tanda-tanda infeksi
tumor
abdomen : bekas
operasi
Pemeriksaan untuk
menilai :
ekstremitas : edema,
varises, refleks
patella
Serviks*
costrovertebral angle
tenderness (CVAT)
Adneksa*
kulit : kebersihan,
penyakit kulit
Skene
Uterus*
Bartolini
Uretra
kunjungan berikutnya
tekanan darah
berat badan
edema
masalah dari kunjungan
pertama
B. Prinsip Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyulit Pada Persalinan
a. Deteksi dini pada kala I
1. Insersia Uteri
Tanda dan gejala :
His tidak adekuat
<2 kali dalam 10 menit
<20 detik
Manajemen :
Nutrisi cukup
Mbilisasi/ubah posisi
Upayakan kandung kemih/rectum kosong
Rangsang putting susu
Beri oksigen
Ibu berbaring miring kiri
Pantau DJJ tip 15 menit
Bila dalam 1 jam tidak normal, rujuk
3. Dilatasi serviks
Tanda dan gejala :
Fase laten > 8 jam
Dilatasi serviks dikanan garis wspada dalam partograf
Manajemen
Rujuk
4. Cairan ketuban
Tanda dan gejala :
Bercampur meconium
Air ketuban hijau kental
Berbau
Manajemen :
Beri oksigen
Beri antibiotic
Rujuk dengan ibu miring kiri
5. Tekanan darah
Tanda dan gejala :
Manajemen :
Infus cairan RL
Rujuk
6. Ring bandle
Tanda dan gejala :
Manajemen :
Infus cairan RL
Rujuk
7. Suhu
Tanda dan gejala :
Suhu > 38oC
Manajemen :
Istirahat baring
Minum banyak
Kompres untuk menurunkan suhu
Bila dalam 4 jam suhu tidak turun, beri antibiotik dan rujuk
8. Nadi
Tanda dan gejala :
>100 x/menit
Urine pekat
Suhu > 38oC
Manajemen :
2.
Bila DJJ +, rujuk dengan posisi terlentang dan kepala janin ditahan oleh 2 jari
penolong dari dalam vagina
Ibu dengan posisi sujud bokong lebih tinggi dari kepala
Bila DJJ-, beritahu ibu/keluarga tenatang kondisinya dan penatalaksannannya
sesuai persalinan kala I
Perubahan DJJ
Tanda dan gejala :
Takikardi (>160 dlm 10 menit)
Bradikardi (<100 dlm 10 menit)
Manajemen:
Persalinan Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
memantau kondisi ibu.
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum.
Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan.
Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan
oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan
15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban.
Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan
mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.Jika dalam waktu 15 menit
uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu,
diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan
Kompresi Bimanual.
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah
perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh
kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka.
Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya kontraksi uterus
yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi
uterus. Involusi normal yait tonus uterus tetap berkontraksi. TFU sejajar atau dibawah
pusat.
Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas
normal pendarahan adalah 100-300 ml.
Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri.
Rencana asuhan
atau perawatan
Pendarahan
1. Bersihkan
semua
pascapersalinan
Uterus lembek
dan tidak
darah atau
berkontraksi
membran
Penilaian
Pendarahan
pasca
persalinan
gumpalan
yang
mungkin
berada di
dalam mulut
uterus atau di
dalam uterus.
2. Segera mlai
melakukan
kompresi
bimanual
interna.
3. Jika uterus
sudam mulai
berkontraksi
secara
perlahan di
tarik tangan
penolong. Jika
uterus sudah
berkontraksi,
lanjutkan
memantau
ibu secara
ketat.
4. Jika uterus
tidak
berkontraksi
setelah 5
menit, minta
anggota
keluarga
melakukan
bimanual
interna
sementara
penolong
memeberikan
metergin 0,2
mg IM dan
mulai
memberikan
IV (RL dengan
20 UI
oksitosin/500
cc dengan
tetesan
cepat)..
5. Jika uterus
masih juga
belum
berkontraksi
mulai lagi
kompresi
bimanual
interna
setelah anda
memberikan
injeksi
metergin dan
sudah mulai
IV.
6. Jika uterus
masih juga
belum
berkontraksi
dalam 5-7
menit,
bersiaplah
untuk
melakukan
rujukan
dengan IV
terpasang
pada 500
cc/jam hingga
tiba di
tempat
rujukan atau
sebanyak 1,5
L seluruhnya
diinfuskan
kemudian
teruskan
dengan laju
infus 125
cc/jam.
Pendarahan
Pendarahan
pasca persalinan
Plasenta lengkap
Uterus
pasca
persalinan.
Vagina
peineum,
berkontraksi
1. Lakukan
pemeriksaan
secara hatihati.
2. Jika terjadi
laserasi
serviks
derajat satu
atau dua
lakukan
penjahitan
(lihat
lampiran 4)
3. Jika terjadi
laserasi
derajat tiga
atau empat
atau robekan
serviks :
Pasang infus
dengan
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16
atau NS)
Segera rujuk
ibu fasilitas
dengan
kemampuan
gawat
darurat
obstetri.
Dampingi ibu
ketempat
rujukan.
Nadi
Tekanan
darah
Pernafasan
Kesehatan
dan
n secara
1. Baringkan
lemah (110
miring kekiri.
2. Jikamungkin,
kali/menit atau
kenyamana
keseluruhan
Urin
Nadi cepat,
lebih)
Tekanan darah
naikkan
kedua
rendah (sistolik
tungkai untuk
kurang dari 90
meningkatka
mmHg)
Pucat
Berkeringat atau
n curah darah
kajantung.
3. Pasang infus
dingin, kulit
dengan
lembab.
Nafas cepat
menggunaka
(lebih dari 30
(ukuran 16
kali/menit)
Cemas,
n jarum besar
berikan RL
kesadaran
atau NS.
menurun atau
Infuskan 1 L
tidak sadar.
Produksi urin
dalam 15
sedikit (kurang
menit ; jika
dari 30 cc/jam).
mungkin
sampai 20
infuskan 2 L
dalam waktu
satu jam
pertama,
kemudian
turunkan ke
125 cc/jam.
4. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
gawat
darurat
obstetri dan
bayi baru
lahir.
5. Dampingi ibu
ketempat
rujukan.
Nadi
Urin
Suhu tubuh
Meningkatnya
1. Anjurkan ibu
nadi (100
untuk minum
2. Nilai ulang
kali/menit atau
ibu setiap 15
lebih)
Temperatur
Menit selama
tubuh daiatas
pertama
38C
Urin pekat
Produksi urin
pasca
sedikit (kurang
dan setiap 30
dari 30 cc/jam)
menit selama
satu jam
persalinan
jam kedua
pasca
persalinan.
3. Jika
kondisinya
tidak
membaik
dalam waktu
satu jam,
pasang infus
dengan
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL
atau Ns 125
cc/jam.
4. Jika
temperatur
tubuh tetap
tinggi, ikuti
asuhan untuk
infeksi
(dibawah)
5. segera rujuk
kefasilitas
yang
memepunyai
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri.
6. dampingi ibu
ketempat
rujukan.
Nadi
Suhu
Cairan
vagina
Kesehatan
dan
kenyamana
n secara
umum
1. Baringkan
kali/menit atau
miring kekiri
2. Pasang infus
lebih)
Temperatur
dengan
tubuh diatas
menggunaka
38C
Kedinginan
Cairan vagina
n jarum besar
yang berbau
busuk
(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL
atau NS 125
cc/jam.
3. Berikan
ampisilin 2 gr
atau
amoksilin 2
gr per oral.
4. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri.
5. Dampingi ibu
ketempat
rujukan.
Tekanan
darah
Urin
Tekanan darah
1. Nilai ulang
diastolik 90-110
darah setiap
mmHg
Proteinuria
15 menit
( pada saat
beristirahat
diantara
kontraksi dan
meneran).
2. Jika tekanan
darah 110
mmHg atau
lebih, pasang
infus
menggunaka
n jarum besar
(ukuran 16
atau 18) dan
berikan RL
atau NS 125
cc/jam.
3. Baringkan
miring kekiri.
4. Lihat
penatalaksan
aan
preeklampsia
berat.
Tekanan
darah
Tekanan darah
1. Baringkan
diastolik 110
miring kekiri.
2. Pasang infus
mmHg atau
lebih.
Tekanan darah
dengan
menggunaka
diastolik 90
n jarum besar
(ukuran 16
dengan.
Kejang
MgSO4 50%,
10 gr (5 gr IM
pada masingmasing
bokong)
5. Segera rujuk
kefasilitas
yang memiliki
kemampuan
asuhan gawat
darurat
obstetri dan
bayi baru
lahir.
Bagian bawah uterus
Tonus uteri
Tinggi
sulit dipalpasi.
Tinggi fundus diatas
fundus
pusat.
Uterus
1. Bantu ibu
untuk
mengosongka
n kandung
terdorong/condong
kesatu sisi.
kemihnya.
Kemudian
masase
uterus hingga
berkontraksi
baik.
Kemudian
masase
uterus hingga
berkontraksi
baik.
I. Perdaraha Kala IV
1. Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran
(Marylin E Dongoes, 2001).
2. Klasifikasi Perdarahan
Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Cara Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena
darah bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk,
kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui
penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan
mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah.
Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah,
bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan
sayang ibu karena berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan
menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah
kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan
250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu
lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih
dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari
500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah
50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau
keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat
melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
3.Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
forsep.
7. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
8. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
9. Uterus yang lembek akibat narkosa.
10. Inversi uteri primer dan sekunder.
4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah :
a. Masalah yang terjadi pada kala IV dan penanganannya
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir yaitu karena:
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b) plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akretaperkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
b. INSIDEN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%60%) kematian
ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio
plasenta dilaporkan berkisar 16%17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3
tahun (19971999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan
akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%)
berakhir dengan kematian ibu.
c. ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20
cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu
dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka
plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales
yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari
desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales
dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
ditentukan
oleh
lamanya
fase
kontraksi.
Dengan
menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi
uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa;
implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Cara manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
i. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
j.
selanjutnya.
PROGNOSIS
Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan
yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian
2.
sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :
berpikir secara kritis untuk meningkatkan suatu pikiran kreatif perawatan bersama
keluarga.
Perencanaan Kunjungan Rumah
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah
kepulangan klien ke rumah
b. Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan
waktu kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
Jadwal kunjungan rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
1.
Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu di rumah yaitu:
1.
Kebersihan Diri
a. Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan
air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva
terlebih dahulu dari depan ke belakang baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang
air kecil atau besar.
c. Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b. Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa
secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c. Menjelaskan kepada ibu bahwa kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
berbagai hal
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri
3. Latihan
a. Mendiskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali
normal. Ibu akan merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya
menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
dengan
tungkai
dirapatkan.
Kencangkan otot-otot pantat dan dan panggul tahan sampai 5 kali hitungan.
Kendurkan dan ulangi latihan sebsnyak 5 kali.
3. Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu
naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan latihan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
Pendidikan untuk Ibu menyusui harus:
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui)
d. Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40
hari pasca bersalin.
e. Minum kapsul vit. A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya.
5. Perawatan Payudara
Perawatan payudara untuk ibu postpartum dirumah yaitu :
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
b. Mengenakan BH yang menyokong payudara.
c. Apabila putting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
putting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari putting
susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan
dan diminumkan dengan sendok.
e. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan:
1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hanagat
selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah Z menuju putting.
3) Keluarkan ASI sebagian dari nagian depan payudara sehingga putting susu
menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI keluakan dengan tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6) Payudara dikeringkan.
6. Hubungan Perkawinan atau Rumah Tangga
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan,
aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak
budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu
tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan
tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu
hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana
mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan
dapat membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka
cara
mencegah
kehamilan
yang
tidak
diinginkan.
Biasanya
wanita
tidak
Jika seorang ibu telah memiliki metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu
dengannya lagi.
BAB III
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus
haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu
spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan
jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus
ini sama dengan hipermenorea.
Beberapa Penyebab Dari perdarahan diluar haid yaitu :
Polip serviks
Erosi portio
Ulkus portio
Trauma
Polip endometrium
Penyebab fungsional. Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan diluar
haid dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi
kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi
ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk
perdarahan diluar haid berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun.
Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang
diperlukan perawatan di rumah sakit.
1. POLIP SERVIKS
a. Pengertian
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa
(Denise tiran : 2005 ).Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis
servikalis (Denise tiran:2005 )
b. Etiologi
Penyebab dari jenis kanker yang tidak sepenuhnya dipahami oleh para ahli.
Mungkin asil dari infeksi atau dari istilah atau peradangan kronis panjang, respon
abnormal untuk peningkatan tingkat estrogen, dan dalam kemacetan pembuluh
darah di saluran leher rahim.
c. Gejala umum bentuk abnormal tersebut, yaitu :
Tanpa gejala. Polip serviks biasa dialami seseorang tanpa ia tau kalau
sebenarnya ia memiliki polip serviks,
Leukorea yang sulit disembuhkan ( sudah digunakan berbagai macam
obat, dan personal hygine telah dijaga tetapi leokorea belum juga
sembuh )
Terasa discomfort dalam vagina ( Yaitu perasaan tidak nyaman dalam
vagina, baik setelah buang air maupun dalam kondisi biasa).
Kontak berdarah ( Misalnya , vagina selalu mengeluarkan darah setelah
melakukan hubungan seks. Perlu dijurigai adanya polip serviks.)
Terdapat infeksi
d. Faktor Risiko dan Tindakan Pencegahan
Faktor risiko memiliki polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes
mellitus dan vaginitis berulang dan servisitis. polip serviks tidak pernah benarbenar terjadi sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita
usia reproduksi. Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan
usia 40 sampai 50 tahun. Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat
ditemukan pada insiden yang memicu produksi hormon. Wanita hamil
memiliki risiko yang lebih tinggi karena perubahan tingkat hormon, mungkin
dari peningkatan produksi hormon beredar juga. Ada beberapa langkah yang
dapat membantu mencegah infeksi dan ini: Pakai celana katun atau stoking
dengan selangkangan kapas. Ini membantu mencegah akumulasi kelebihan
panas dan kelembaban. Panas dan kelembaban membuat seorang wanita
rentan terhadap infeksi vagina dan leher rahim.
e. Dasar diagnosis
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan.
Diagnosis karena kebetulan memeriksakan.
Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai :
Jaringan bertambah
Mudah berdarah
Terdapat pada vagina bagian atas.
f. Penatalaksanaannya
Polip hanya dipelintir sampai putus, kemudian tangkainya di kuret. Tindakan
dilakukan dalam pembiusan umum (general anasthesia). Selanjutnya
jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna memastikan bahwa
histologis-nya
jinak/sesuai
dengan
gambaran
jaringan
polip
serviks.
kimia
/alat
tertentu;
umumnya
disebabkan
oleh
infeksi.
Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah hilangnya
sebagian / seluruh permukaan epitel squamous dari serviks. Jaringan yang
normal pada permukaan dan atau mulut serviks digantikan oleh jaringan yang
mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan endoserviks ini berwarna
merah dan granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi dan
terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.
Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3:
1. Erosi ringan : meliputi 1/3 total area serviks
2. Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
3. Erosi berat : meliputi 2/3 total area serviks.
b.
c.
yang tinggi.
Pada bayi baru lahir : erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita
dan akan menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon
d.
darah,
metrorrhagia,
ostium
uteri
eksternum
tampak
a. Pengertian
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah
dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum .
b. Etiologi
Penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
c. Patofisiologi
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari
luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat
membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga
terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa
juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga
menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan
akhir nya menjadi ulkus. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan
reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan Gejala :
a. Adanya fluxus
b. Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c. Adanya kontak berdarah
d. Portio teraba tidak rata
Sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel
superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian ulkus portio itu
menyebabkan
tumbuhnya
bakteri
patogen,
bila
sampai
kronis
b. Gejala
Tidak ada penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi pertumbuhan
mereka dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, terutama estrogen. Seringkali
tidak ada gejala, tetapi beberapa gejala dapat diidentifikasi terkait dengan
pembentukannya.
Sebuah kesenjangan antara perdarahan haid
Tidak teratur atau perdarahan menstruasi yang berkepanjangan
Perdarahan haid yang terlalu berat
Rasa sakit atau dismenore (nyeri dengan menstruasi)
c. Diagnosa dan Pengobatan
Polip endometrium dapat dideteksi melalui pelebaran dan kuretase, CT
scan, ultrasound atau histeroskopi. Histeroskopi adalah prosedur dimana
lingkup kecil dimasukkan melalui leher rahim ke dalam rongga rahim untuk
mencari polip atau kelainan rahim lainnya.
Polip endometrium dapat dihapus dan diobati melalui operasi dengan
menggunakan kuretase atau histerektomi. Jika kuretase dilakukan, polip
dapat terjawab tapi untuk mengurangi risiko ini, rahim biasanya
dieksplorasi oleh histeroskopi pada awal proses bedah. Sebuah polip
besar dapat dipotong menjadi bagian-bagian sebelum sepenuhnya
disingkirkan. Jika ditemukan polip menjadi kanker, histerektomi harus
dilakukan. Ada probabilitas tinggi kekambuhan polip bahkan dengan
perawatan di atas.
d. Komplikasi dan Faktor Risiko
Polip endometrium biasanya sel jinak. Mereka dapat menjadi prakanker atau
kanker. Sekitar 0,5 persen dari polip endometrium mengandung sel-sel
adenokarsinoma. Sel-sel ini akhirnya akan berkembang menjadi kanker.
Polip dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita yang menjalani
fertilisasi in vitro dalam perawatan. Jika mereka berkembang dekat saluran
telur, mereka dapat menjadi penyebab kesulitan dalam menjadi hamil.
Polip rahim biasanya terjadi pada wanita di usia 40-an dan 50-an. Wanita
yang memiliki faktor risiko tinggi adalah mereka yang mengalami obesitas,
memiliki tekanan darah tinggi. dan memiliki sejarah polip serviks dalam
keluarga mereka.
sepuluh
perempuan
dapat
memiliki
polip
endometrium, dan
BAB IV
KELAINAN DAN PENYAKIT DALAM MASA KEHAMILAN
Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pHnya.
Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine
atau sekret vagina.
Sekret vagina ibu hamil pH : 4 5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamnion.
Komplikasi
Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan,
kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah cesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif
dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis jain.
Penatalaksaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Adapun penatalaksanaannya :
1. Konservatif :
Rawat dirumah sakit
Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa : ampisilin 4 x 500
mg atau gentamycin 1 x 80 mg.
Umur kehamilan < 32 34 minggu : dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai ketuban tidak keluar lagi.
Bila usia kehamilan 32 34 minggu, masih keluar air ketuban , maka
usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan
(hal sangat tergantung pada kemampuan perawatan bayi prematur)
Nilai tanda tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda tanda infeksi
intrauterine.
Pada usia kehamilan 32 34 minggu, berikan steroid selama untuk
memacu kematangan paru paru janin.
2. Aktif :
Kehamilan > 35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio
sesaria.
cara induksi : 1 ampul syntocinon dalam dekstrose 5 %, dimulai 4 tetes
sampai maksimum 40 tetes / menit.
Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio sesarea.
Bila ada tanda infeksi : beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri [].
b) POLIHIDROAMNION
Polihidroamnion / hidroamnion adalah suatu keadaan dimana jumlah
ketuban jauh lebih banyak dari normal yaitu biasanya >2000 cc. Jenis
hidroamnion ada yang akut dan polihidroamnion kronis.
janin) pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion, pemberian
infus amnion.
B. KELAINAN LETAK
LETAK SUNGSANG
1. Defenisi dan kriteria
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian
yang terendah (presentase bokong) di bagi menjadi ;
a. Letak bokong murni (frank breech) : bokong yang menjadi bagian
depan, kedua tungkai lurus keatas.
b. Letak bokong kaki (complete breech) : disamping bokong teraba kaki,
biasa disebut letak bokong kaki sempurnajika disamping bokong
teraba kedua kaki atau tidak sempurnajika disamping bokong teraba
satu kaki.
c. Letak lutut
d. Letak kaki (incomplete breech presentation) : presentasi kaki (obstetri
patologi).
2. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa maka yang harus dilakukan oleh seorang
bidan adalah dengan melakukan :
a) Anamnesis : pergerakan anak teraba oleh ibu dibagian perut
bawah, ibu sering merasa ada benda keras (kepala) yang
mendesak tulang iga dan rasa nyeri pada daerah tulang iga karena
kepala janin.
b) Palpasi : teraba bagian keras, bundar, melenting pada fundus.
Punggung dapat diraba pada salah satu sisi perut, bagian kecil paa
sisi yang berlawanan, diatas simpisis teraba bagian yang kurang
bundar dan lunak.
c) Auskultasi : denyut jantung janin (DJJ) sepusat atau DJJ ditemukan
paling jelas pada tempat yang lebih tinggi (sejajar atau lebih inggi
dari pusat)
d) Vagina toucher: terbagi 3 tonjolan tulang yaitu kedua tubera ossis
ischii dan ujung os sacrum, anus, genetalia anak jika edema tidak
terlalu besar dapat diraba.
e) Perbedaan antara letak sungsang dan kepala pada pemeriksaan
dalam jika anus posisi terendah maka akan teraba lubang kecil,
tidak ada tulang, tidak menghisap, keluar mekonium, jika
presentase kaki maka akan teraba tumit dengan sudut 90, terasa
jari-jari, pada presentase lutut akan terasa patela dan poplitea.
Pada presentase mulut maka akan terasa ada hisapan di jari,
teraba rahang dan lidah. Presentase mulut maka akan terasa ada
dalam akan teraba tulang iga, skapula dan kalau tangan menumbung
teraba tangan, teraba bahu ketiak yang bisa menutup kekanan atau ke
kiri, bila kepala dikiri ketiak menutup di kiri, letak punggung ditentukan
dengan adanya skapula, letak dada, klavikula, pemeriksaa dalamagak
sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada
LL biasanya ketuban cepat pecah. Pemeriksaan penunjang yaitu USG
atau foto rontgen.
Anak yang normal dan cukup bulan tidak mungkin lahir secara
pervaginam. Hal ini hanya memungkinkan bila kecil (prematur), sudah
mati dan menjadi lembek, atau panggul yang luas.
Beberapa cara janin lahir spontan : menurut denman persalinan
dilakukan setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan
akhir kepala.
Menurut douglas kelahiran bahu diikuti oleh dada, perut, bokong,
dan akhirnya kepala. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga
panggul seluruhya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin
tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul,
sehingga bagian korpus uteri mengecil sedangkan sigmen bawah
rahim (SBR) meregang, keadaan di atas disebut letak lintang kasep =
Neglected Transverse Lie, adanya letak lintang kasep dapat diketahui
bila ada ruptura uteri mengancam.
Prognosa letak lintang bagi ibu antara lain : ruptura uteri, partus
lama, ketuban pecah dini (KPD), infeksi intrapratum; bagi janin angka
kematian tinggi 25-40% disebabkan karena : prolapsus funikuli,
trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus.
Penanganan letak lintang lakukan versi luar jika ibu pada
permulaan inpartu dan ketuban intak : jika versi luar berhasil, lanjutkan
dengan persalinan normal, jika versi luar gagal anjurkan lakukan
seksio sesarea, lakukan pengawasan adanya prolapsus tali pusat.
Jika tali pusat mengalami prolaps dan persalinan belum mulai, lakukan
seksio sesarea.
C. KEHAMILAN DISERTAI DENGAN PENYAKIT
DIABETES MELLITUS
JANTUNG
Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu saling mempengaruhi
karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan den perkembangan janin dalam rahim.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan
sistim jantung dan pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan,
yaitu dorongan diafragma oleh besarnya hamil sehingga dapat mengubah
posisi jantung dan pembuluh darah dan terjadi perubahan dari kerja
jantung karena :
dan pelvioperitonitis, yang disebabkan oleh bakteri yang naik dari serviks
uteri ke endosalping. Pada permulaan kehamilan trimester II, bakteri dari
serviks uteri tidak dapat mencapai ke daerah endosampling karena korion
sudah melekat dengan desidua dan menutup kavum uteri.
Pada masa kehamilan, berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
a. Ampisilin 2 g IV dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 g oral
selama 7 hari.
b. Ampisilin ditambah sulbaktam 2,25 g oral dosis tunggal.
c. Spektinomisin 2 g IM dosis tunggal
d. Seftriakson 500 mg IM dosisi tunggal.
Bila pada masa nifas berikan salah satu antibiotika berikut ini
a. Siprofloksasin 1 g oral dosis tunggal
b. Trimethoprim ditambah sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5
kaplet dosis tunggal.
Ofthalmia neonatorum (konjungtivitis) yang disebabkan oleh
gonorhoe (waktu bayi melalui jalan lahir), diobati dengan garamisin
tetes mata 3 x 2 tetes dan salah satu antibiotika di bawah ini :
a. Ampisilin 50 mg/kg BB IM selama 7 hari.
b. Amoksisiklin + asam klavulanat 50 mg/kg BB IM dosis tunggal.
Lakukan konseling tentang penggunaan metode barier dalam
melakukan hubungan seksual selama pengobatan, upaya
pencegahan lanjutan, resiko PMS terhadap ibu dan bayi yang
dikandungnya/dilahirkan.
Berikan pengobatan yang sama dengan pasangannya.
Buat jadwal kunjungan ulang dan pastike klien (dan pasangan)
akan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
SYPHILIS
1. DEFENISI
sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun
walaupun prekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi masih merupakan
penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ
tubuh termasuk sistem peredaran darah, syarat yang dapat ditularkan
ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, sehingga menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi tersebut, sifilis sering dikenal dengan lues,
Raja Singa.
2. Etiologi
kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah olah menjadi tempat
pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenarasi ganas.
Penelitian telah dilakukansejak HIV pertama kali ditemukan, tetapi
sampai saat ini obatnya belum ditemukan sehingga bila terinfeksi virus
HIV berarti sudah menuju kematian. Obat yang tersedia sekedar untuk
mempertahankan atau memperpanjang usia, bukan untuk membunuh
virus HIV.
Biologi Virus HIV
Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal
terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4
sel terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse
transcriptase, yang mampu membentuk standar DNA ganda. Standar DNA
ganda ini mampu masuk sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan
DNA inti sel yang asli. DNA virus dapat membentuk RNA yang infeksi dan
RNA yang akan membewa tanda (berita) sehingga dapat membentuk
protein.
Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, dan makrofag, dan
sumber pembentuk sum sum tulang tertentu.
Secara intraseluler, virus dapat memcah diri sehingga setelah selnya
hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang akan menyerang sel
lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah ubah sesuai dengan sel yang
diserangnyasehingga sulit untuk membuat antibodi atau antugin agar
mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih sulit untuk
dibuat sampai saat ini.
Faktor resiko infeksi HIV
Semula diperkirakan faktor resiko infeksi HIV hanya homoseksual
dan pengguna narkoba yag menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi
jumlahnya semakin besar. Di amerika serikat saja telah dijumpai
masyarakat yang terinfeksi sekitar 1,5 2 juta orang. Keadaan ini tidak
menjamin data seluruhnya. Ada kemungkinan populasi sesungguhnya
terinfeksi menunjukkan fenomena gunung es, yang jumlahnya nyatanya
jauh lebih besar dari data yang ada.
Infeksi HIV terutama menyerang sel T limposit dan sistem saraf
pusat. Bagaimana cara mmasuknya kedalam sel telah digambarkan mulai
dari ikatan reseptornya pada sel limfosit dan di ikuti rusaknya inti
kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara
berantai, virus HIV kembali akan menyerang sel limfosit atau CD4
sehingga akan menjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh
dan disebut acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Serangan virus HIV terhadap sistem saraf pusat menyebabkan
terjadi dimensi pada individu dengan usia relatif muda. Peralihan dari
infeksi primer dengan gejala panas tubuh meningkat, terjadi ruam kulit,
pembesaran kelenjar limfe, dan di ikuti bebas gejala yang waktu
berlangsungnya bervariasi.
Infeksi menimbulkan gejala klinis yang lebih nyata, seperti suhu
tubuh tinggi, penurunan daya tahan tubuh, gangguan intelektual, dan
kesadaran sehingga terjadi gangguan fungsi sistim saraf pusat.
Penurunan daya tahan tubuh menyebabkan sangat mudah terinfeksi
karena tubuh tdak mampu mempertahankan diri dari stresor luar.
Infeksi HIV
Antibodi yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi
berusia 2 3 bulan. Antibodi ini dapat masuk melalui plasenta menuju
janin. Infeksi mulai langsung pada janin sejak usia 13 minggu dengan
mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi
vertikalkarna berlangsung semasa intrauterin. Cara infeksi lainnya pada
bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan
cairannya penuh dengan virus HIV.
Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa petugas yang
seharusnya menolong masyrakat, tidak lepas dari kemungkinan terinfeksi
secara tidak sengaja melalui kontak luka kulit terbuka.
Infeksi virus HIV intrauterin dapat menyebabkan gannguan
pertumbuhan bayi sekitar 75 %, terutama mikrosefalia sekitar 70%
keadaan abnormal lainnya adalah hipertelorisme okular serta bentuk
kepala prominen seperti segi empat, pangkal hidung datar. Selain itu
kematian intrauterin disebabkan oleh beratnya kelainan kongenital yang
terjadi.
Upaya preventif
Seperti diketahui bahwa penularan infeksi virus HIV dapat melalui
tiga cara yaitu penularan langsung melalui perlukaan kulit, termasuk
mempergunakan jarum suntikan, hubungan seksual dan penularan
perinatal.
kulit mereka terluka dan kontak dengan cairan tubuh yeng terinfeksi HIV. Oleh
karena itu upaya untuk menjaga diri dan menghindari infeksi adalah sebagai
berikut :
1. Memperhatikan diri agar tidak kontak dengan cairan yang terinfeksi melalui
luka kulit.
2. Menghindari terjadi luka
3. Memakai sarung tangan dan baju operasi lengkap terutama melindungi mata
sehingga terhindar dari sentuhan cairan penderita.
4. Tempat pertolongan persalinan harus terisolasi sehingga mudah melakukan
desinfeksi. Bila memungkinkan, pergunakan alat alat disposabel (sekali
pakai) sehingga tidak mengontaminasi alat lainnya.
5. Penderitapun harus diisolasi dan diawasi dengan ketat dan pemberian
informasi tentang alasan tindakan tersebut bharus dilakukan.
Pada prinsipnya tenaga medis harus mendapatkan perlindungan atau melindungi
dirinya sendiri dari infeksi virus HIV yang mematikan itu.
BAB VI
MELAKSANAKAN ASUHAN KEBIDANAN PADA RADANG GENETALIA INTERNA
A. TANDA, GEJALA DAN PENANGANAN
CERVIKSITIS
Cerviksitis adalah radang pada selaput lendir kanalis
servikalis oleh karena itu epitel selaput kanalis servikalis terdiri
dari satu lapisan silindris, maka lebih mudah terjadi infeksi.
Insiden terjadinya cerviksitis lebih banyak pada ibu multipara
dibandingkan dengan primipara.
Cerviksitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis
servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris sehinga
selaput
lendir
vagina.
Etiologi
Disebabkan oleh kuman kuman seperti trikomonas
vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob
dan anaerob endogen vagina seperti stapilococcus, e coli dan
streptococcus.
Gejala terjadinya cerviksitis yaitu flour albus (keputihan)
hebat biasanya kental dan kadang kaang berbau, barcak
pendarahan (spotting) atau pendarahan pasca coitus. Sering
menimbulkan erosi pertio yang nampak sebagai daerah yang
merah menyala, ada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang
adapat dilihat flour yang keluar dari kanalis servikalis. Apabila
portio normal, tidak ada ekstropion, maka harus diingat
kemungkinan gonorhoe, sekunder dapat terjadi kolpitis / vulvitis,
pada servisitis yang kronis kadang-kadang dapat dilihat bintik
putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi,
bintik-bintik ini disebut ovule nabothii dan disebabkan oleh retensi
kelenjar-kelenjar serviks, karena saluran keluarnya tertutup oleh
pengisutan dari luka serviks atau karena radang.
ENDOMETRITIS
Endometritis adalah infeksi desidua endometrium, dengan
ekstensi kedalam miometrium dan jaringan paremetrial
endometritis biasanya terjadi akibat infeksi naik dari saluran
kelamin bawah. Diagnosa : demam, sakit perut, lochea berbau
busuk, kakikardi, bispereunia (kemungkinan dapat terjadi pada
pasien penyakit panggul. (kartika 2008).
Penyebab :
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya
campylobacter foetus, brucella sp., vibrio sp, dan trichomonas
foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri
oportunistik spesifik. Organisme penyebab biasanya mencapai
vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan
atau melalui sirkulasi darah. (wikipedia 2010). Terdapat banyak
faktor yang berkaitan dengan endometritis seperti setelah
kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan
kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi
sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang
Diagnosis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis
endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan,
pemeriksaan reketal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan
kasus endometritis biasanya beberapa kali menikah tetapi tidak
dapat hamil, siklus biarahi diperpanjang kecuali pada
endometritis yang sangat ringa. Pemeriksaan vaginal dapat
dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat
adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan
kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi
perektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan didalam
dinding rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai
fluaktuasi. (tergantung derajat infeksi).
Terapi
Kavum douglas
Ligamentum uterosakralis, ligamentum latum
Permukaan uterus dibagian posteriornya
Pada bekas insisi SC (kasus pribadi)
Implantasi ditempat jauh :
Usus dan vesika urinaria
Serviks uteri
Forniks posterior
Mengikuti aliran darah implantasi pada :
Paru menimbulkan pneumothorak
Ginjal menimbulkan hematouria
Otak menimbulkan pendesakan dan perdarahan
terjadi gangguan neurologis.
Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi
yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan biasanya disini
didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium ini tampak kista-kista
biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju)berisi
darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding
kista. Dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan
ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat
kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak kedalam
rongga peritonium karena robekan dinding kista, dan menyebabkan
akut abdomen.
Gambaran mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi
endometriosis, yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium,
dan pendarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen
hemosiderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin . disekitarnya
tampak sel-sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari
jaringan normal disekelilingnya (jaringan endometriosis). Jaringan
endometriosis seperti juga jaringan endometrium didalam uterus,
dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesterone. Akan tetapi
besarnya pengaruh tidak terlalu sama, tergantung dari beberapa
faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan
(apakah jaringan kelenjar atau jaringan stroma yang lebih banyak)
dari reaksi jaringan normal disekitarnya, dan sebagainya. Sebagai
akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar
sarang-sarang
endometriosis
bardarah
secara
periodik.
Patofisiologi
Peritonis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ
abdomen kedalam rongga abdomen sebagai akibat dari
inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu
singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah
putih, debris seluler dan darah.
Untuk menunjang diagnosa penyakit maka dilakukan
pemeriksaan diagnostik yaitu : dilakukan drainase panduan CTScan dan USG, atau pembedahan.
Komplikasi pada penyakit peritonitis bisa mengalami
eviserasi luka dan pembentukan abses.
Therapi
Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama
analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat
diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen
dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang kadang inkubasi
jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Masalah yang akan muncul pada ibu dengan peritonitis
Infeksi resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan,
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
kimia pasca operasi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam
mencerna makanan. Ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, kurang pengetahuan berhubungan dengan
kelemahan secara menyeluruh, resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi, hipertermi berhubungan dengan
medikasi atau anastesia.
BAB VII
PELAKSANAAN RUJUKAN BERDASARKAN STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN
DAN PROTAP
SISTIM RUJUKAN
Sistim rujuka adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun
orizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompoten, terjangkau, rasional,
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefenisikan
sistim rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara vertikal (dari unit unit yang setingkat kemampuannya).
Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana
seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan
sakitnya.
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun horizontal kepada fasiliatas pelayanan yang lebih
kompoten, terjangkau, dan rasional. Tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi.
Tujuan
Untuk meningkatkan mutu, cakuan dan efisiensi pelayanan
kesehatan secara terpadu.
Tata Laksana
Rujukan medik dapat berlangsung :
1. Internal antara petugas di suatu puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
3. Antara masyarakat dan puskesmas
POSYANDU
DUKUN BERSALIN
a. Pendidikan
Pendidikan masyarakat
masyarakat
pelayanan :
b. Pelayanan
a. KB terbatas
persalinan
b. Vaksinasi
c.
Resiko rendah
c. Rujukan Resiko
d.
Rawat gabung ASI
d. Pemberian Fe Vit.
e. Rujukan
A dan oralit
f. Hamil atau
e. Pencatatan
dan
dengan
Dari hubunganpelaporan
rujukan diatas, dapat diambil kesimpulanpersalinan
sebagai berikut
:
resiko tinggi
1. Peranan dukun bayi tidak dapat ditiadakan dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
dukun diikut sertakan dalam sisti rujukan aktif. Dukun masih diperlukan
masyarakat. Oleh karena itu, mereka dilatih untuk mampu melaksanakan
tugasnya.
2. Sistem rujukan medis yang berjalan dengan baik, mencerminkan pelayanan dan
pengayoman medis yang bermutu dan lebih menyeluruh.
Tabel 2
Jenjang hierarkih
Tingkat rumah tangga
Tingkat masyarakat
Fasilitas
pelayanan
kesehatan profesional
tingkat satu
Fasilitas
pelayanan
kesehatan profesional
tingkat dua
Fasiliats
pelayanan Rumah sakit kelas A dan B serta lembaga spesialis
kesehatan profesional swasta, laboratorium kesehatan daerah dan
tingkat dua
laboratorium klinik swasta.
Tujuan rujukan adalah dihasilkan pemerataan upaya kesehatan dalam rangka
penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna. Persiapan
yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat
BAKSOKU,
yang
dijabarkan
sebagai
berikut
:
B (Bidan), pastikan ibu / bayi / klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompoten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
A (alat), bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit,
infus set, tensi meter dan stetoskop.
K (keluarga), beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu dan alasan mengapa
ibu dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menemani ibu ketempat
rujukan.
S (surat), beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi ibu, alasan rujukan,
uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat-obatan yang telah diterima ibu.
O (obat), bahwa obat-obat esensial diperlukan selama merujuk.
K (kendaraan), siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
yang cepat.
U (uang), ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup
untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan.
Jika upaya penanggungan diberikan ditempat rujukan dan kondisi ibu
telah memungkinkan, segera kembalikan ibu ketempat fasilitas pelayanan
asalnya dengan terlebih dahulu memberi hal-hal berikut ini:
1. Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya
penanggulangan.
2. Nasihat yang perlu diperhatikan.
3. Pengantar tertulis kefasilitas pelayanan kesehatan mengenai konsis pasien,
upaya penanggulangan yang telah diberikan dan saran-saran.
Rujukan Kebidanan
Sistem rujukan mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul
baik secara vertikal maupun horizontal. Rujukan vertikal maksudnya rujukan dan
komunikasi antara satu unit yang telah lengkap misaknya dari rumah sakit
kabupaten kerumah sakit provinsi atau rumah sakit tipe C kerumah sakit tipe B
yang lebih spesialistik dan personalianya.
Rujukan horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antara bagian kebidanan
dan bagian ilmu kesehatan anak.
Tujuan rujukan :
1. Setiap penderita mendapatkan perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya.
2. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
fasilitasnya.
3. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge
and skill) melalui pendidikan dan pelatihan antara pusat dan daerah.
Kegiatan rujuka dan pelayanan kebidanan
1. Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih
lengkap
2. Rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas.
3. Pengiriman kasus maslah refroduksi manusia lainnya, seperti ginekologi atau
kontrasepsi, yang memerlukan penanganan spesislis.
4. Pengiriman laboratorium.
5. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai kembalikan
dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai keterangan yang lengkap
(surat balasan)
Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan.
BAB VIII
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA KASUS PATOLOGI
A. PENGERTIAN DOKUMENTASI
Menurut Thomas (1994), dokumentasi adalah catatan tentang interaksi
antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang
menjelaskan tentang hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan, dan pendidikan
yang diberikan kepada pasien atau respon pasien terhadap semua kegiatan yang
telah dilakukan.
Menurut Potter & Perry (1984), dokumentasi adalah sistem pencatatan dan
pelaporan status kesehatan klien dan semua kegiatan asuhan keperawatan
(kebidanan) yang dilakukan oleh perawat (bidan).
B. PRINSIP DOKUMENTASI
Prinsip pembuatan dokumentasi adalah sebagai berikut:
1. Faktual. Laporan harus berisi gambaran informasi objektif tentang hal yang
dilihat, didengar, dan ditemukan oleh tenaga kesehatan (Bergeos, 1988).
2.
3.
4.
5.
6.
menambahkan langkah III agar bidan lebih kritis dalam mengantisipasi masalah
yang mungkin akan dialami klien.
Proses manajemen menurut Helen Varney (1997)
Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemn merupakan proses
pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat atau bidan pada awal 1970-an.
Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan
tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan, baik bagi klien maupun
bagi tenaga kesehatan.
Proses manajemen terdiri atas 7 langkah yang berurutan, dan setiap langkah
disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar
dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu
kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa pun. Akan tetapi,
setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkahlangkah yang lebih detail dan
ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan
3. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
4. Meninjau catatan terbaru atau sebelumnya
5. Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil pemeriksaan
(jika dilakukan pemeriksaan lab)
Pada tahap ini, bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap tentang kondisi
klien. Dimana data didapatkan dari hasil anamnesis terhadap klien dan keluarganya
serta dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan.
Langkah II : Mengidentifikasi Diagnosis/Masalah Aktual
Pada tahap ini, bidan mengidentifikasi diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien
secara tepat berdasarkan interpretasi data yang akurat. Data dasar yang telah
dikumpulkan kemudian diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosis samasama digunakan
karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan layaknya diagnosis, tetapi
membutuhkan penanganan yang tertuang dalam sebuah rencana asuhan untuk
klien.
Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis/Masalah Potensial
Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi
sebelumnya. Langkah ini membutuhkan upaya antisipasi, atau bila memungkinkan
upaya pencegahan, sambil mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan dapat
bersiapsiap bila diagnosis/masalah potensial ini benarbenar terjadi.
Standar
Asuhan
Kebidanan
Pendokumentasian
Pengkajian
S (Data subjektif)
O (Data objektif)
Perumusan
Diagnosa dan
atau Masalah
Kebidanan
A (Analisa/diagnosa/
masalah)
Mengidentifikasi
Diagnosis/Masalah
Potensial
Mengidentifikasi
Perlunya Tindakan
Segera/Kolaborasi
Perencanaan
Merencanakan
Asuhan
Implementasi
Evaluasi
Implementasi
Evaluasi
Pencatatan
Asuhan
Kebidanan
P
(Penatalaksanaan)