Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGEMBANGAN
FOTOGR AFI
NA SIONAL
2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN
FOTOGRAFI NASIONAL 2015-2019
:
RENCANA PENGEMBANGAN
FOTOGRAFI NASIONAL 2015-2019
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD):
Andrew Linggar
Imam Hartoyo
Arbain Rambey
Irene Swa Suryani
Arya Marta
Irma Chantily
Dudi Sugandi
M Ilham Fauzi
Edial Rusli
Perhimpunan Amatir Foto Bandung
Ferdian Candra
Ray Bachtiar Dradjat
Ferry Ardianto
Risman Marah
Firman Ichsan
Utari Intan Nugrahani
Galih Sedayu
Yase Defirsa Cory
Harto Solichin Margo
Yudhi Soerjoatmodjo
Hendrikus Ardianto
Yulianus Ladung
vi
Kata Pengantar
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang
penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Ekonomi kreatif
adalah ekonomi yang digerakkan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di
Indonesia, dimana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya
alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya
menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Kita, secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan
membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya
pengembangan ekonomi kreatif diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber
daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga
memajukan aspek-aspek non-ekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita
dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan
dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi
kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup,
pemerataan kesejahteraan dan peningkatan toleransi sosial.
Fotografi sebagai salah satu bidang yang menjadi perhatian di dalam industri kreatif Indonesia,
merupakan bagian subsektor Film, Video, dan Fotografi, satu di antara 15 subsektor yang ditangani
oleh Kemenparekraf saat ini. Fotografi sebagai bagian dari industri kreatif Indonesia merupakan
sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu dalam memproduksi citra dari
suatu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam
cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk menciptakan
kesejahteraan dan juga kesempatan kerja. Meskipun selama ini fotografi di Indonesia telah tumbuh
dengan sendirinya, namun dirasakan masih banyak permasalahan yang sering dijumpai baik oleh
industri fotografi, komunitas fotografi, dan juga para pelaku fotografi Indonesia. Hal ini tentunya
dapat menghambat pertumbuhan industri fotografi Indonesia.
Maka dari itu, dalam upaya melakukan pengembangan industri fotografi di Indonesia, diperlukan
pemetaan terhadap ekosistem fotografi yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance
environment, dan pengarsipan, untuk dapat mengetahui kondisi industri fotografi terkini secara
menyeluruh. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple helix
yaitu intelektual, pemerintah dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas kreatif
dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi dan jaringan
yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis dan komunitas. Keberhasilan ekonomi kreatif
di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang menyeluruh
dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
vii
Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan
data, informasi, telah dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua
pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang
kreatif, maupun komunitas fotografi secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan
secara rinci pemahaman mengenai industri fotografi dan strategi-strategi yang perlu diambil
dalam percepatan pengembangan industri fotografi lima tahun mendatang. Dengan demikian,
masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri fotografi selama ini dapat
diatasi, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang industri fotografi dapat menjadi
industri yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan sebagai landasan yang
kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Salam Kreatif
viii
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................................vii
Daftar Isi.............................................................................................................................. ix
Daftar Gambar.....................................................................................................................xii
Daftar Tabel.........................................................................................................................xiii
Ringkasan Eksekutif..........................................................................................................xiv
BAB 1 PERKEMBANGAN FOTOGRAFI DI INDONESIA................................................. 3
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Fotografi............................................................................4
1.1.1 Definisi Fotografi.....................................................................................................4
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi.................................................................6
1.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi................................................................................14
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Dunia.............................................................14
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Indonesia......................................................19
BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI FOTOGRAFI INDONESIA.....27
2.1 Ekosistem Fotografi......................................................................................................... 28
2.1.1 Definisi Ekosistem Fotografi....................................................................................28
2.1.2 Peta Ekosistem Fotografi..........................................................................................29
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Subsektor Fotografi...................................................................51
2.2.1 Peta Industri Subsektor Fotografi.............................................................................51
2.2.2 Model Bisnis di Industri Fotografi............................................................................57
BAB 3 KONDISI UMUM FOTOGRAFI DI INDONESIA..................................................... 63
3.1 Kontribusi Ekonomi Fotografi.........................................................................................64
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)................................................................. 66
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan.........................................................................................67
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan.................................................................................. 68
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga...........................................................................69
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor...............................................................................................70
ix
xi
Daftar Gambar
Gambar 11 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi........................................................... 13
Gambar 12 Pergerakan Sinar Pada Kamera Lubang Jarum.................................................... 14
Gambar 13 Ilustrasi Camera Obscura................................................................................... 15
Gambar 14 Perkembangan Fotografi di Indonesia..................................................................24
Gambar 21 Model Peta Ekosistem Industri Kreatif................................................................29
Gambar 22 Peta Ekosistem Fotografi.....................................................................................30
Gambar 23 Peta Industri Subsektor Fotografi....................................................................... 53
Gambar 24 Industri Fotografi Global....................................................................................57
Gambar 25 Ragam Model Bisnis Fotografi............................................................................59
Gambar 3-1 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap PDB Industri Kreatif
Indonesia tahun 2013............................................................................................................. 66
Gambar 3-2 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Ketenagakerjaan
Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.................................................................................... 67
Gambar 3-3 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Aktivitas Perusahaan
Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.....................................................................................68
Gambar 3-4 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Konsumsi Rumah
Tangga Industri Kreatif Indonesia tahun 2013........................................................................ 69
Gambar 3-5 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2013 berdasarkan data Comtrade...........70
Gambar 3-6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD.. 70
Gambar 3-7 Daya Saing Subsektor Fotografi...........................................................................81
xii
Daftar Tabel
Tabel 21 Perkiraan Persebaran Jumlah Komunitas Fotografi di Indonesia...............................46
Tabel 31 Kontribusi Ekonomi Film, Video, dan Fotografi (2010-2013).................................64
Tabel 41 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Fotografi.......................................................92
xiii
Ringkasan Eksekutif
Fotografi berkembang tidak hanya sebagai teknologi penangkap citra atau gambar. Fotografi juga
berkembang seiring dengan bertambahnya manfaat fotografi di dalam kehidupan manusia. Kedua
proses tersebut sama pentingnya dalam melihat perkembangan fotografi, karena pada dasarnya
keduanya saling berkaitan dan saling memengaruhi. Sehingga, pemahaman akan definisi dan
ruang lingkup fotografi ini kemudian menjadi sangat diperlukan dalam upaya untuk menentukan
fokus pengembangan fotografi dalam kontekstual pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia
selama lima tahun ke depan (20152019). Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh
dan mendalam mengenai industri kreatif, khususnya subsektor fotografi (yang termasuk ke
dalam subsektor film, video, dan fotografi), perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal,
yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan merupakan best practices dari negara-negara yang
sudah maju industri fotografinya. Selain itu juga perlu dipahami kondisi aktual dari fotografi
di Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi. Salah satu cara yang digunakan dalam
melakukan pemetaan ini adalah dengan menggunakan model ekosistem industri yang dalam
hal ini adalah ekosistem industri kreatif. Ekosistem adalah sebuah sistem yang menggambarkan
hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam
proses penciptaan nilai kreatif dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang
mendukung terciptanya nilai kreatif.
Pemahaman antara kondisi ideal dengan kondisi aktual tersebut nantinya dapat memberikan
gambaran mengenai kebutuhan dari industri fotografi nasional sehingga dapat berkembang
dengan baik, dengan mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan
(tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi. Peranan ekonomi kreatif bagi
Indonesia sudah semestinya mampu diukur secara kuantitatif sebagai indikator yang bersifat
nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai keberadaan ekonomi kreatif
yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk ikut serta dalam memajukan
Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai ekonomi yang dihasilkan
oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk fotografi yang merupakan bagian dari
subsektor film, video, dan fotografi.
Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan
perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi
ekonomi di subsektor film, video, dan fotografi, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung
berdasarkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009. KBLI ini
tentunya perlu diperbarui mengingat teknologi dan juga dinamika industri fotografi yang sangat
cepat berubah, sehingga nilai PDB yang didapatkan nantinya menjadi lebih akurat apabila sudah
memasukkan beberapa poin tambahan yang sesuai dengan ruang lingkup usulan, baik di subsektor
fotografi dan juga ketiga subsektor lainnya yaitu, film, video, dan animasi. Visi, misi, tujuan dan
sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan fotografi pada periode 2015-2019
yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan
program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur yang
dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia.
xiv
Benjamin Franklin
KULINER 2015-2019
10
KERAJINAN 2015-2019
ARSITEKTUR 2015-2019
09
12
08
PERIKLANAN 2015-2019
RENCANA AKSI
JANGK A MENENGAH
17
VIDEO 2015-2019
PENERBITAN 2015-2019
16
15
18
MUSIK 2015-2019
PERFILMAN
2015-2019
14
RENCANA AKSI
JANGK A MENENGAH
11
ARSITEKTUR
2015-2019
06
05
04
xv
BAB 1
Perkembangan Fotografi
di Indonesia
Ditilik dari asal katanya, fotografi berasal dari dua kata bahasa Yunani: phtos yang berarti
cahaya, dan graph yang bermakna menggambar. Secara harafiah fotografi diartikan sebagai
kegiatan melukis dengan cahaya.
The Hutchinson Dictionary of the Arts (1994) mendefinisikan fotografi sebagai berikut:
Process of reproducing images on sensitized materials by various forms of radiant energy, i.e. visible
light, ultraviolet, infra-red, x-rays, atomic radiations, and electronic beams.
Proses reproduksi citra pada material peka cahaya oleh berbagai bentuk dari energi radiasi, seperti
cahaya kasat mata, ultraviolet, infra merah, sinar-x, radiasi atomik, dan tembakan elektron.
Definisi Hutchinson tersebut lebih dapat menjawab perkembangan substansi fotografi dari sisi
teknologi. Peran film dan permukaan peka cahaya di era analog telah tergantikan sensor cahaya
yang tidak hanya mampu menangkap cahaya tampak, namun juga gelombang energi dalam
bentuk lain. Karena itu, kita dapat menjadikan definisi tersebut sebagai definisi fotografi kiwari.
Ketika fotografi dikaitkan dengan industri kreatif di Indonesia, definisi fotografi pun perlu
penyesuaian menjadi:
Sumber: Focus Group Discussion sub-subsektor fotografi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (MeiJuni 2014).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ada lima elemen yang selalu melekat dalam
fotografi:
1. Kreativitas. Kemampuan mengolah ide untuk menghasilkan karya kreatif, termasuk di
dalamnya keterampilan dan bakat. Kreativitas dalam fotografi ini di antaranya kemampuan
menangkap ekspresi atau pesan dari objek yang dipotret. Kreativitas ini tentu saja, hanya
dimiliki orang kreatif. Orang kreatif dalam fotografi bisa berasal dari:
a. Fotografer atau juru foto, subjek atau seseorang yang melakukan kegiatan fotografi.
Dalam era digital, ketika kamera dapat dioperasikan dari jarak jauh dengan bantuan
remote, fotografer adalah orang yang mengatur kamera untuk memotret.
b. Creative director, seseorang yang bertanggung jawab terhadap konsep suatu karya kreatif.
c. Digital imaging artist (DIA ) atau editor foto, seseorang yang memiliki keahlian
dalam membuat dan memanipulasi gambar digital.
2. Objek foto. Benda atau situasi yang ingin direproduksi dalam bentuk gambar atau citra
dengan bantuan alat atau media perekam cahaya, atau kamera.
3. Media perekam cahaya. Media sensitif terhadap cahaya sehingga dapat menggandakan
gambar atau citra dari objek foto yang memancarkan cahaya. Pada zaman fotografi analog,
media perekam cahaya dapat berupa kertas sensitif cahaya, pelat yang diberikan bahan
kimia agar menjadi sensitif terhadap cahaya, dan juga film. Pada era digital, sensor cahaya
dalam kamera digital berfungsi sebagai media perekam cahaya.
4. Media penyimpan berkas (informasi). Media atau alat yang menyimpan berkas (dalam
hal ini adalah informasi gambar). Pada zaman fotografi analog, fungsi media penyimpan
berkas menjadi satu dengan media perekam cahaya. Informasi gambar berada di media
perekam cahaya seperti kertas sensitif cahaya, pelat sensitif cahaya, dan film. Sedangkan
pada era fotografi digital, media penyimpan berkas (informasi) berupa data digital yang
tersimpan dalam memory dan dapat dipindahkan ke media penyimpan berkas digital
lainnya seperti CD/DVD, flash disk, memory card dan hard disk.
5. Media yang menampilkan gambar atau citra. Media yang memperlihatkan hasil akhir
fotografi dari objek foto. Pada zaman fotografi analog, media yang berfungsi menampilkan
gambar adalah foto yang sudah dicetak. Pada era fotografi digital, layar monitor komputer
atau ponsel pintar bisa menjadi media penampil gambar.
Foto selfie Ellen DeGeneres bersama aktor dan aktris Hollywood di acara Academy Awards 2014
Sumber: twitter.com Foto: Bradley Cooper
Berikut ini beberapa contoh genre berdasarkan lokasi atau tempat pemotretannya:
1. Aerial-photography. Fotografi yang diperoleh dengan cara memotret di udara. Biasanya
pemotretan dibantu remote control, atau pemotretan dilakukan dengan bantuan helikopter.
2. Underwater-photography. Fotografi yang dilakukan di dalam air. Pemotretan biasanya
dilakukan dalam kolam renang, danau, sungai, atau laut.
Foto underwater photography yang memenangkan Our World Underwater 2013 untuk kategori Wide Angle Traditional
Sumber: underwatercompetition.com Foto: Octavio Aburto
Selain pengelompokan berdasarkan genre, umumnya fotografi juga dibagi berdasarkan tujuan
kegiatan pelaku fotografi. Berikut ini pembagiannya:
1. Fotografi pendidikan. Fotografi sebagai ilmu yang diajarkan dalam pendidikan formal
dan nonformal. Pelakunya adalah tenaga pendidik seperti guru atau dosen dan juga para
profesional fotografi yang membuka kursus-kursus fotografi dan sejenisnya.
2. Fotografi amatir. Fotografi yang digeluti fotografer yang mengejar prestasi dan aktualisasi
diri di bidang fotografi, dan para pehobi fotografi yang melakukan fotografi untuk
konsumsi pribadi.
3. Fotografi profesional. Fotografi yang fotografernya menjual keahliannya di bidang
fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata pencahariannya. Fotografi profesional
sendiri dapat dibagi menjadi 4 kategori:
a. Fotografi jurnalistik. Fotografi yang berkaitan erat dengan wilayah produksi dan
konsumsi media cetak dan elektronik. Tujuan utama pewarta foto adalah memotret
kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk diberitakan kembali melalui media
massa. Foto-foto yang didapatkan diharapkan dapat memperkuat isi artikel yang
disajikan di media massa tersebut. Para pelaku di bidang fotografi jurnalistik, di
antaranya, jurnalis foto, editor foto, redaktur foto, dan pengelola biro foto.
10
b. Fotografi komersial. Fotografi yang erat kaitannya dengan para praktisi fotografi
profesional. Fotografi ini biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaanperusahaan. Foto yang dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari
konsep awal), atau klien dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk
kepentingan klien. Bentuk lain fotografi komersial adalah fotografi retail, yaitu jasa fotografi
yang menyediakan mulai dari konsep pemotretan hingga cetak foto. Semua proses dalam
fotografi retail telah dibakukan dalam prosedur operasi baku perusahaan. Klien sangat
dimudahkan dalam menggunakan jasa fotografi ini. Pada umumnya fotografi ini memotret
orang, baik sendiri maupun bersama-sama, di dalam studio. Fotografi pernikahan dan
fotografi peliputan acara juga termasuk ke fotografi retail. Pelaku di bidang fotografi
komersial adalah fotografer profesional, pemilik studio fotografi, pengusaha fotografi,
pemilik sekolah dan tempat kursus fotografi, pengelola biro fotografi, dan sebagainya.
11
c. Fotografi seni. Fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi sebagai bagian
dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi jenis ini
terkadang sulit dimengerti orang awam karena membutuhkan daya imajinasi dalam
memahami konsepnya seperti layaknya seni lukis. Namun, karya fotografi seni juga
memiliki nilai tinggi walaupun tak setinggi seni lukis. Pelaku di bidang fotografi seni
antara lain, seniman yang menggunakan medium fotografi, sejarawan seni, kritikus
seni, kurator, pengelola galeri (gallerist), makelar seni (art dealer), kolektor, teoritikus,
penaksir karya seni (art appraisal), konservator seni, manajer seni, pengelola kegiatan
(event organizer), dan sebagainya.
d. Fotografi khusus. Fotografi yang digunakan secara khusus dalam suatu bidang
industri atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh fotografi khusus ini, misalnya,
astro-photography yang digunakan untuk mengamati benda-benda langit, fotografi
ultra-macro yang digunakan untuk mengamati virus atau bakteri yang sangat kecil,
fotografi yang digunakan untuk melihat isi organ makhluk hidup, dan lain-lain.
Fokus pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019 adalah fotografi profesional: fotografi
jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni, yang meliputi seluruh genre dalam fotografi
seperti ditunjukkan dalam Gambar 1-1. Fotografi khusus lebih banyak digunakan dalam bidang
penelitian dan pengembangan sedangkan fotografi amatir lebih pada pengembangan diri dan hobi
pribadi. Kedua bagian ini tidak secara langsung memberikan pengaruh ekonomi pada industri
kreatif, namun memiliki peran dalam membangun ekosistem subsektor fotografi terutama
sebagai bagian dari lingkungan pengembangan. Oleh karena itu, fotografi khusus dan amatir
dikembangkan sebagai sistem pendukung dari fotografi profesional. Kami akan membahas hal
ini di bab selanjutnya, tentang ekosistem industri subsektor fotografi.
12
13
Penemuan efek lubang jarum berlanjut kepada penemuan camera obscura dan kamera lubang
jarum oleh Alhazen (Ibnu Al-Haytham) sekitar abad ke-10. Camera adalah bahasa Latin dari
ruangan atau kamar, sedangkan obscura merupakan bahasa Latin dari gelap; camera
obscura berarti ruang atau kamar gelap. Selain menemukan camera obscura, Alhazen juga berhasil
menjelaskan bahwa apa yang terproyeksikan ke layar adalah gambar dari apa pun yang berada di
depan aperture atau diafragma (bukaan lubang). Camera obscura merupakan penemuan penting
dalam sejarah fotografi karena menjadi cikal-bakal kamera foto yang kita kenal saat ini. Namun,
camera obscura pada saat itu belum bisa merekam atau menyimpan gambar yang ia proyeksikan.
14
Pada awal abad ke-19 ini berbagai penemuan dan penelitian di bidang fotografi terjadi sangat
cepat dan begitu maju. Terjadi banyak perubahan baik di media perekam (kamera), media yang
menyimpan gambar rekaman dan juga media yang berfungsi menampilkan hasil rekaman.
Hal ini disebabkan semakin berkembangnya industri transportasi dan penyebaran informasi,
sehingga hasil penemuan atau penelitian di suatu daerah dapat tersebar ke seluruh penjuru
dunia. Penemuan-penemuan tersebut memacu para peneliti dan ilmuwan-ilmuwan lain untuk
bereksperimen dan mengembangkan teknologi berikutnya yang lebih maju.
Pada sekitar 1820-an, seorang ilmuwan Prancis bernama Joseph Nicphore Nipce berhasil
mengabadikan gambar dengan menggunakan camera obscura, dan juga pelat yang diberi lapisan
aspal sebagai media rekamnya. Ia menyebut tekniknya sebagai heliography atau melukis dengan
cahaya matahari. Prinsip kerja teknik ini adalah camera obscura diarahkan ke objek yang akan
direkam, kemudian pelat yang telah dilapisi aspal tersebut diletakkan di dalam camera obscura
selama kurun waktu tertentu (lebih dari 8 jam) agar terkena cahaya matahari yang masuk melalui
titik lubang jarum dari kamera. Setelah 8 jam (atau bahkan beberapa hari) kemudian, pelat
tersebut diambil dan dilarutkan ke dalam minyak lavender. Bagian yang terkena cahaya akan
mengeras, sedangkan pada bagian yang gelap, lapisan aspalnya akan terlarut. Tingkat kekerasan
lapisan aspal akan sebanding dengan seberapa lama dan seberapa kuat ketajaman cahaya yang ia
terima. Nicphore Nipce dikenal sebagai Bapak Fotografi.
Gambar 1-3 Ilustrasi camera obscura
Penemuan Nipce ini dilanjutkan rekannya, Louis Daguerre. Daguerre memperbaiki kekurangan
Nipce, yaitu mempercepat waktu yang dibutuhkan oleh media rekam untuk menangkap cahaya
sehingga dapat terekam dengan baik. Daguerre berhasil melakukan proses perekamannya dengan
metode dan media yang berbeda dengan yang Nipce gunakan, sehingga waktu penyinaran yang
sebelumnya membutuhkan berjam-jam atau bahkan berhari-hari, dengan metode Daguerre menjadi
hanya beberapa menit. Daguerre kemudian menamakan proses tersebut dengan daguerreotype.
15
Tidak jauh dari Prancis, pada 1835 di Inggris, William Henry Fox Talbot juga berhasil membuat
rekaman gambar. Perbedaannya dengan hasil foto Daguerre, Talbot berhasil merekamnya dalam
media kertas yang dibuat peka terhadap cahaya dengan menggunakan perak klorida. Talbot
menyebut proses atau metode ini dengan calotype. Tidak seperti daguerreotype yang tidak dapat
dicetak ulang, proses calotype dapat mencetak ulang foto sesuai keinginan.
Pada 16 April 1877, surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat sketsa yang
menggambarkan berita kebakaran hotel dan salon. Meskipun gambar pada harian tersebut
masih berupa hasil sketsa tangan, peristiwa itu menjadi embrio fotografi jurnalistik. Dalam
pembuatannya, seniman yang saat itu juga bertindak sebagai jurnalis dibantu seorang drafter
yang bertugas membuat sketsa salinan ke dalam pelat cetakan mesin press.1
Pada akhir abad ke-19, George Eastman dari New York menemukan metode yang dapat
memperbaiki kinerja fotografi pada masa-masa sebelumnya. Eastman berhasil mengembangkan
penemuannya dengan menggunakan gel kering di kertas (yang kemudian disebut film) untuk
menggantikan peran pelat yang biasanya digunakan sebagai media rekam. Berkat penemuannya
seorang fotografer tak perlu membawa kotak-kotak yang besar untuk menyimpan pelat-pelatnya,
serta larutan-larutan kimia yang beracun ketika berkeliling. Karya Eastman inilah yang kita kenal
sebagai proses fotografi modern sebelum kemunculan fotografi digital.
Penemuan kamera film ini mendorong dunia jurnalistik kian menggunakan fotografi untuk
laporan-laporannya, hingga akhirnya tak bisa dipisahkan dan kelak melahirkan genre fotografi
jurnalistik. Pada 1891, surat kabar harian New York Morning Journal memelopori penggunaan
foto dalam surat kabar. Foto tersebut dicetak dengan menggunakan halftone screen, alat yang
mampu memindai titik-titik gambar ke dalam pelat cetakan. Pada 1897, halftone photographs dapat
dicetak dengan semakin cepat dan missal, sehingga melambungkan fotografi dalam media cetak.
Pada sekitar 19301950, terbitan-terbitan ternama seperti Sports Illustrated, The Daily Mirror,
The New York Daily News, Vu, dan LIFE memuat foto-foto menawan. Era tersebut kemudian
menjadi era fotografi jurnalistik modern (19301950) atau yang dikenal dengan golden age.
Nama-nama besar dalam fotografi jurnalistik di era ini adalah Robert Capa, Alfred Eisenstaedt,
David Seymour, W. Eugene Smith, Margaret Bourke-White, dan Henri Cartier-Bresson. Pada
era ini pula, tepatnya pada 1947, didirikan Magnum Photos, agensi foto berita pertama yang
menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia.
Pertengahan abad ke-20, teknologi kamera mulai beralih dari teknologi analog ke digital. Pada
1975, Steven Sasson yang bekerja di Eastman Kodak berhasil menciptakan kamera digital pertama
dengan menggunakan teknologi sensor CCD (Charge Couple Device) sebagai pengganti film.
Beberapa tahun berikutnya, datang teknologi CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor)
yang mengatasi keterbatasan-keterbatasan teknologi sensor CCD. Kedua jenis sensor tersebut
(CCD dan CMOS) masih digunakan hingga saat ini dengan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Kelak, bukan tidak mungkin teknologi digital yang berbasis semikonduktor ini
dapat digantikan material lain yang dapat digunakan sebagai sensor cahaya.
(1) Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014).
16
Perkembangan industri media terutama sektor periklanan dan percetakan, semakin meningkatkan
kebutuhan akan fotografi. Tuntutan untuk membuat iklan dan media cetak yang menarik menjadi
semakin tinggi. Ketika itu terjadi, fotografi tidak dapat berdiri sendiri sehingga industrinya makin
berkembang dan membutuhkan peran orang-orang kreatif. Dalam pembuatan iklan, misalnya,
diperlukan kehadiran creative director, art director, model, tata rias wajah dan rambut, properti, pedesain
mode, hingga pedesain interior. Nama-nama seperti Avedon, Irving Penn, Helmut Newton, dan
Robert Mapplethrope muncul sebagai fotografer-fotografer yang erat kaitannya dengan majalah mode.2
Fotografi sebagai karya seni mulai ditandai ketika karya foto cetak asli Ansel Adams yang berjudul
Moonrise, Hernandez, New Mexico menembus harga US$45,000 dan menjadi perbincangan pada
1980. Fotografi sebagai benda seni mencapai puncaknya pada 1992 ketika karya foto Rodchenko,
fotografer asal Uni Sovyet, yang berjudul The Girl with a Leica menjadi objek transaksi di bursa
seni Christie dengan nilai 115,000. Setelah itu, museum-museum terkemuka di dunia kini
memiliki kurator khusus untuk fotografi.
(2) Firman Ichsan, Realita Fotografi: Satu Cermin Balik Dunia Fotografi Kita, apcinstitute.wordpress.com, 12 Juni
2013. Tautan: http://apcinstitute.wordpress.com/tag/firman-ichsan/. Terakhir diakses pada Juli 2014.
17
18
Ansel Adams
Era digital mengubah total dunia fotografi komersial. Kemampuan komputer dalam memanipulasi
foto bisa mengalahkan peran fotografer, sehingga hasil akhir foto lebih ditentukan orang yang
mahir dalam penyuntingan pada tahap pascaproduksi. Konsep foto memang masih menjadi hal
yang sangat penting, namun peran fotografer menjadi berkurang dan penyuntingan menjadi hal
penting berikutnya setelah konsep. Fotografer yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
ini tidak cukup mendapat tempat dalam persaingan industri.
Perkembangan teknologi ini juga memengaruhi fotografi jurnalistik. Jika tuntutan dalam fotografi
komersial adalah hasil foto yang memiliki nilai estetika yang semakin tinggi, maka dalam fotografi
jurnalistik tuntutannya adalah kecepatan dalam mengirimkan foto teraktual sehingga dapat
segera dinikmati pembaca media.
19
Keberadaan studio foto yang cukup banyak pada masa itu, sayangnya tak memberi dampak berarti
kepada orang-orang pribumi. Orang Indonesia hanya dapat bekerja di bagian pencetakan dan
pembuatan album atau buku foto, sedangkan posisi fotografer tetap dikuasai dan ditangani para
kolonial. Peralatan fotografi yang digunakan dibawa langsung dari negara asalnya di Belanda
dan fotografi hanya diajarkan kepada orang-orang kolonial.
Catatan sejarah mengenai orang Indonesia pertama yang berprofesi sebagai fotografer adalah
Kassian Cephas (18441912). Ia fotografer yang bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Cephas belajar
fotografi dari seorang fotografer yang bekerja untuk Sultan Yogyakarta saat itu. Selain bekerja
untuk Sultan, Cephas juga aktif dalam melakukan pemotretan untuk penelitian-penelitian dalam
bidang arkeologi, bahasa, geografi, dan etnografi. Foto pertama Cephas yang berhasil diidentifikasi
dibuat pada 1875. Ia juga memiliki studio di Lodji Ketjil sebagai tempat memotret orang-orang.
Awal abad ke-20, fotografi di Indonesia semakin berkembang. Untuk pertama kalinya pada 1924
didirikan sebuah klub foto yang bernama Preanger Amateur Fotograafen Vereeniging (PAF)
yang berlokasi di Bandung. PAF didirikan beberapa tokoh kenamaan Bandung dan Guru Besar
20
dari Technische Hogeschool (TH) yang saat ini bernama Institut Teknologi Bandung (ITB), di
antaranya Prof. C.P. Wolff Schoemaker bersaudara dan Prof. Schermerhorn.3
Sekitar 19301940 fotografi Indonesia mengalami masa-masa suram. Perang dunia yang
berlangsung saat itu juga berimbas pada Indonesia. Pada zaman penjajahan Jepang, pergerakan
fotografi Indonesia lumpuh karena Jepang melakukan tindakan represif dengan menerapkan
pengawasan dan penyensoran di segala bidang, kecuali Domei atau Biro Pers Jepang yang pada
saat itu tak ada yang memotret. Meskipun pada masa itu keadaannya tak kondusif, ada sedikit
catatan yang menyatakan bahwa pada 1937 PAF mengadakan sekaligus menjadi tuan rumah
lomba foto salon bertaraf internasional yang disebut dengan salon foto Van Nederland-Indie.
Penyelenggaraan lomba salon foto ini berlanjut pada tahun berikutnya, 1938.
Pada era proklamasi, nama Mendur bersaudara (Alex Mendur dan Frans Mendur) tidak dapat
dihapuskan dari rekam jejak sejarah fotografi Indonesia. Mereka berjasa dalam mengabadikan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bersama kawan-kawan mereka, J.K. Umbas, F.F. Umbas,
Alex Mamusung, dan Oscar Ganda, Mendur bersaudara mendirikan kantor berita independen
bernama Indonesian Press Photo Services (IPPHOS) pada 2 Oktober 1946.
(3) Salon Foto Indonesia XXXIV. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (bekerjasama dengan
Perhimpunan Amatir Foto Bandung dan Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia). 2013
21
Setelah Indonesia merdeka, banyak warga Belanda yang kembali ke negaranya. Aset-aset yang semula
dimiliki warga Belanda tersebut kemudian dinasionalisasi, termasuk alat-alat fotografi. PAF akhirnya
kembali dipimpin anggota berkewarganegaraan Indonesia, setelah tiga tahun dipimpin orang-orang
22
Belanda. Pada era inilah fotografi Indonesia bangkit perlahan, ditandai dengan munculnya tokohtokoh fotografi Indonesia seperti Paul Tedjasurja, Dr. Koo Kian Giap (Dr. Ganda Kodyat), Lan Ke
Tung, Tjia Ban Hok, Wahab Masli, Njoo Swie Goan, dan Kwee Hap Goan.
Pada 1955, perkumpulan klub foto yang ada di Indonesia menggabungkan diri dalam Gabungan
Perkumpulan Foto Indonesia (GAPERFI). Sayangnya, umur GAPERFI pendek. Pada 1970, PAF
berhasil menjadi satu-satunya klub foto yang terdaftar di FIAP (sebuah induk fotografi tingkat
dunia). Keberhasilan ini menjadi awal penjajakan untuk pendirian federasi foto di Indonesia.
Akhirnya, pada 30 Desember 1973 Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI) berdiri.
Salah satu kegiatan FPSI adalah penyelenggaraan Salon Foto Indonesia, yaitu sebuah ajang lomba
foto bergengsi tingkat nasional.
Pada 8 Agustus 1989, Association of Professional Photographers Indonesia (APPI) dibentuk. APPI
diharapkan mampu menampung dan menyalurkan aspirasi para fotografer profesional Indonesia.
Namun sayangnya, hingga kini perannya kurang terdengar.
Pada 1992, fotografi jurnalistik Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya Galeri Foto
Jurnalistik Antara (GFJA) oleh Kantor Berita Antara. GFJA merupakan galeri pertama yang
berfokus pada foto-foto jurnalistik. Pada tahun yang sama, untuk pertama kalinya Indonesia
memiliki perguruan tinggi yang membuka jurusan fotografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ),
yang kemudian diikuti Institut Seni Indonesia (ISI) dan Universitas Trisakti. Pembentukan
pendidikan fotografi ini merupakan jawaban dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan
dari media dan juga dunia komersial.
Pada 18 Desember 1998, Pewarta Foto Indonesia (PFI) didirikan sebagai wadah untuk memajukan
dan melindungi kepentingan para fotografer jurnalistik Indonesia. Untuk mengembangkan
aksesnya hingga ke daerah-daerah seluruh Indonesia, PFI kemudian dibentuk secara regional.
Dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada akhir 2011 memberikan angin
segar bagi fotografi Indonesia. Fotografi menjadi salah satu sub-subsektor sebagai bagian dari
subsektor film dan video. Fotografi menjadi perhatian untuk dikembangkan. Fotografi dalam
kerangka industri kreatif Indonesia berada di bawah Direktorat Pengembangan Seni Rupa.
Pada 2013, pelaku-pelaku kreatif di bidang fotografi merasakan perlu adanya lembaga yang dapat
menjadi jembatan antarpelaku kreatif fotografi dengan para pemangku kepentingan. Dengan
dukungan dari Kemenparekraf, diadakanlah FGD (Focus Group Discussion) untuk persiapan
Kongres Fotografi Indonesia. Tujuan Kongres ini adalah terbentuknya Forum Fotografi Indonesia
(FFI). Sebagai tindak lanjut dari pembentukan FFI, pada Juni 2014 dibentuklah Tim Formatur FFI.4
(4) Ray Bachtiar Dradjat, Persiapan Kongres Fotografi Indonesia, dalam catatan di akun Facebook Ray Bactiar, 2014.
23
2014
1841
2013
1875
18 september
1998
1924
1992
1937
Perkumpulan klub foto yang ada di Indonesia menggabungkan
diri dalam Gabungan Perkumpulan Foto Indonesia (GAPERFI).
24
Oktober
1946
1955
1973
agustus
1989
26
BAB 2
Ekosistem dan
Ruang Lingkup
Industri Fotografi
Indonesia
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
27
28
4. Pengarsipan (Archiving). Proses pemeliharaan dan dokumentasi karya kreatif yang dapat
diakses dan dimanfaatkan seluruh pemangku kepentingan (orang kreatif, pemerintah,
lembaga pendidikan, pelaku bisnis, komunitas, dan intelektual) dalam ekosistem industri
kreatif. Arsip ini juga bisa digunakan sebagai media pembelajaran.
Peran keempat komponen ini berbeda dan saling berinteraksi sehingga membentuk siklus dalam
ekosistem industri kreatif yang, tentunya, dapat diterapkan di industri fotografi.
Gambar 2-1 Model Peta Ekosistem Industri Kreatif
Hendaknya, melalui ekosistem ini proses penciptaan nilai kreatif, aktivitas, dan hasil dari setiap
proses, serta peran yang terlibat di dalamnya dapat terpetakan dengan baik, sehingga rencana
pengembangan yang dibuat akan lebih sistematis dan tepat sasaran.
29
Kebijakan Ruang
Publik/Tempat Wisata
Kebijakan SKKNI
FOTOGRAFER
EDITOR FOTO
KONSEPTOR
CREATIVE CHAIN
Ideasi
(brainstorming, mind mapping,
forced association, synectics)
Praproduksi
(penyewaan alat, perizinan)
Desain
(statement of intent, sketsa,
elemen, simbolisme)
Produksi
(pemotretan)
Pengemasan dalam
bentuk cetak/digital
Perencanaan
(penjadwalan, budgeting
equipment-list)
Pascaproduksi
(penyuntingan, pencetakan)
Penjualan atau
penyerahan kepada konsumen
Produk/Jasa Fotografi
KREASI
PRODUKSI
DISTRIBUTOR
Kebijakan Konten
Kebijakan Pers
DISTRIBUSI
MARKET
KONSUMEN
ARCHIVING
Industri Komersial
Restorasi
Pengumpulan
Perusahaan
Preservasi
Industri Media
Industri Periklanan
Industri Mode
Akses Publik
Individu
NURTURANCE ENVIRONMENT
PENDIDIKAN
Profesionalisme
Jurnalistik
Komersial
Teknik Pencahayaan
Seni
Teknik Pascaproduksi
Nonformal
Seminar
Kursus
Pelatihan
Ekstra Kulikuler
Formal
Sekolah Menengah Kejuruan
Perguruan Tinggi
APRESIASI
Pendidikan Fotografi
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Fotografi
Sejarah Fotografi
Informal
Media
Internet
Magang
Kegiatan Komunitas
Media
Seminar Fotografi
Pameran Fotografi
Buku fotografi
Pendidikan Keluarga
Pendidikan Umum
Kompetisi/Lomba Fotografi
Pemberian Penghargaan
Gelar Fotografi
Pameran Fotografi
Buku fotografi
Hak Cipta
Keterangan:
Pelaku Utama
Rantai Nilai Kreatif
Nurturance Environment
Aktivitas Utama
Aktivitas Pendukung
Kebijakan Pendidikan
Fotografi
30
Output
Kebijakan
Proses kreasi dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu ideasi, desain, dan perencanaan.5
Setelah menentukan konsep foto, tahap berikutnya adalah tahap desain. Yang dilakukan
dalam tahap desain, di antaranya, sebagai berikut:
o Statement of Intent atau pernyataan tujuan, yaitu penegasan tentang apa yang akan
dilakukan. Di sini fotografer menegaskan seperti apa ide awal visualnya. Misalnya,
seorang fotografer menyatakan, Saya ingin membuat satu potret tentang seorang
tokoh yang sedang bercengkerama dengan anak-anak jalanan di Bandung. Atau,
misalnya, memberikan pernyataan, Saya ingin membuat foto yang mencerminkan
keadaan yang terjadi ketika musibah banjir melanda penduduk Jakarta, dan
bagaimana penduduknya saling menolong antara satu sama lain.
o Sketsa, yaitu tahapan di mana fotografer menggambar sketsa berikut dengan
deskripsi dan catatan tentang apa dan bagaimana foto tersebut akan terlihat. Sketsa
dapat dilakukan dengan coretan tangan atau menggunakan komputer. Bila statement
of intent memberi gambaran secara verbal, maka sketsa akan memberi gambaran
mentahnya secara visual.
o Menentukan elemen-elemen dan prinsip-prinsip dalam desain. Dalam tahap ini
fotografer mencatat daftar elemen dan prinsip desain apa saja yang akan digunakan
dalam pemotretan. Sebagai contoh, dalam pemotretan akan digunakan bendabenda yang memiliki bentuk dasar kotak karena memiliki asosiasi dengan ketegasan,
31
sedangkan tekstur yang akan digunakan adalah yang halus dan licin pada permukaannya
untuk memperlihatkan kesan sempurna dan elegan. Dan untuk prinsip desainnya,
pemotretan menggunakan prinsip fokus. Penggunaan ruang tajam (depth-of-field) yang
sempit akan menarik perhatian pada detail-detail dari produk yang difoto.
o Simbolisme. Fotografer juga dapat menggunakan benda-benda atau elemen-elemen
yang dapat menguatkan dan membantu mengomunikasikan pesan yang ingin
disampaikan. Misalnya, pemotretan suatu produk minuman berenergi menggunakan
model-model pria kekar sebagai simbol kekuatan.
32
dengan penata rias mengenai konsep tata rias wajah dan gaya rambut yang akan
digunakan dalam pemotretan.
33
34
Output yang bisa didapatkan dari proses kreasi ini adalah: (1) rancangan desain berupa konsep
pemotretan yang dihasilkan dari tahap desain; dan (2) dokumen rencana pemotretan yang
dihasilkan dari tahap perencanaan.
Proses kreasi dalam fotografi komersial dilakukan orang kreatif. Artinya, selain fotografer, hal
itu bisa dilakukan creative director atau sebuah tim kreatif dari satu agen periklanan. Dalam
proses kreasi fotografi komersial, biasanya ada diskusi terlebih dahulu untuk menyusun konsep
pemotretan. Diskusi dilakukan dua pihak, yaitu pengguna jasa fotografi dan penyedia jasa fotografi
(fotografer). Konsep pemotretan dapat diajukan salah satu dari kedua belah pihak. Dan bila telah
terjadi kesepakatan, maka konsep produksi harus disepakati bersama.
Hal ini sedikit berbeda untuk bisnis fotografi komersial yang bersifat retail seperti studio foto.
Dalam fotografi retail yang produknya seperti pemotretan keluarga di dalam studio, atau
pemotretan pernikahan, proses kreasi telah dilakukan pemilik bisnis bersama orang-orang
kreatif di perusahaannya, sehingga, pelanggan atau klien dapat langsung memilih konsep yang
sudah disediakan studio foto tanpa harus memikirkan lagi konsepnya dari awal. Pemilik bisnis
biasanya sudah membakukan konsep-konsep pemotretannya dalam sebuah prosedur operasi
baku (Standar Operating Procedure, atau SOP). Fotografer yang menjadi karyawan dalam bisnis
fotografi retail biasanya hanya mengikuti prosedur pemotretan yang sudah ditetapkan dalam
menjalankan pekerjaannya.
Pada dasarnya, perencanaan yang matang juga sangat diperlukan dalam fotografi jurnalistik,
meskipun persiapannya tak serumit fotografi komersial. Dalam fotografi jurnalistik, perencanaan
yang diperlukan fotografer lebih dititikberatkan pada antisipasi terhadap kejadian-kejadian
yang mungkin terjadi di lokasi pemotretan di luar ruangan. Tak seperti di studio, kita tak bisa
mengendalikan kondisi lokasi pemotretan di luar ruangan. Kondisi pencahayaan, lingkungan,
serta cuaca dapat berubah sewaktu-waktu. Pengalaman seorang fotografer akan sangat berbicara
dalam fotografi jurnalistik. Kekuatan fotografi jurnalistik terletak pada ketepatan menangkap
momen suatu kejadian; ketika momen tersebut sudah lewat, tidak mungkin bisa mengulangnya.
Dalam fotografi seni, fotografer merupakan aktor utama dalam proses kreasi ini. Ide dan konsep
yang dimiliki seorang seniman foto adalah hal yang paling utama dari fotografi seni. Biasanya
seniman foto meminimalisasi hubungan dengan pihak lain agar ekspresi yang ingin dia sampaikan
tidak mendapatkan banyak gangguan.
Dalam tahap kreasi juga diperlukan kehati-hatian dalam merencanakan pemotretan, terutama
apabila objek yang akan dipotret memiliki hak cipta. Maka, ada baiknya sebelum melakukan
pemotretan, fotografer memeriksa terlebih dahulu apakah ada objek yang memiliki hak cipta
yang akan ikut masuk ke fotonya. Apabila ada, maka ia harus meminta izin atau persetujuan
kepada pemilik objek yang memiliki hak cipta tersebut. Beberapa hasil karya yang memiliki hak
cipta dan cukup sering direproduksi melalui fotografi, antara lain, karya-karya literatur (buku,
koran, katalog, majalah), karya seni artistik (kartun, lukisan, patung), karya fotografi (foto,
poster, ukiran), iklan, dan gambar bergerak (film, dokumenter, TV).
35
A.2 Produksi
Dalam tahap produksi, perencanaan yang telah dibuat dengan matang di dalam tahap kreasi
akan dieksekusi satu per satu. Tahap produksi dapat dibagi menjadi tiga bagian: praproduksi,
produksi, dan pascaproduksi.
Tahap praproduksi merupakan tahap persiapan sebelum produksi. Pada tahap ini, berbagai izin
seperti izin lokasi, model release, dan property release sudah harus diselesaikan; peralatan-peralatan
36
fotografi yang diperlukan sudah dipinjam atau disewa; penata rias, penata rambut sudah dihubungi
dan kontraknya telah disepakati; dan kostum telah dipersiapkan.
Setelah semua persiapan selesai, selanjutnya adalah tahap produksi, yaitu tahap eksekusi dari
perencanaan-perencanaan yang telah dibuat pada tahap kreasi. Dalam tahap produksi ini,
terkadang eksekusi yang dilakukan tidak semulus yang direncanakan. Faktor-faktor eksternal
dapat mempengaruhi keberlangsungan produksi: cuaca yang tiba-tiba berubah tidak sesuai
perkiraan, kerusakan alat yang tidak disengaja, dan hal-hal nonteknis lain yang dapat menyebabkan
tersendatnya tahap produksi. Untuk itu, ada kalanya fotografer melakukan eksperimen dan
modifikasi konsep di tengah-tengah pemotretan. Dan apabila dilakukan perubahan-perubahan
dalam konsep pemotretan, tentunya hal tersebut harus dikomunikasikan kepada klien.
Pada dasarnya, dalam fotografi digital, setelah tahap produksi selesai hasil foto sudah bisa
langsung didapatkan dalam bentuk data digital. Foto digital tersebut kemudian dapat langsung
didistribusikan ke media-media digital seperti portal berita online dan media sosial. Hal yang
sama juga terjadi pada fotografi polaroid yang hasil fotonya dapat langsung jadi karena jenis
filmnya dapat dicetak secara instan.
Namun, seringkali terjadi proses penyuntingan foto setelah proses memotret selesai. Proses
penyuntingan foto ini seringkali dilakukan oleh fotografer berbasis fotografi digitalproses ini
disebut proses pascaproduksi. Pada umumnya, tahap pascaproduksi diperlukan dalam tahapan
proses produksi fotografi. Tahap pascaproduksi dapat meliputi:
Peninjauan seluruh hasil foto dan seleksi. Foto-foto yang telah didapatkan dari proses
produksi dicetak, ditinjau, kemudian dipilih yang terbaik untuk diproses lebih lanjut.
Dalam fotografi analog, peninjauan hanya dapat dilakukan setelah film dicetak menjadi
foto. Pencetakan foto dilakukan di dalam laboratorium cetak foto, sedangkan dalam
fotografi digital, peninjauan dilakukan menggunakan komputer;
Pemberian catatan teknis. Catatan yang berisi tentang hal-hal teknis seperti pengaturan
kamera (shutter speed, diafragma, ISO), alat-alat yang digunakan, proses di ruang gelap,
halaman kontak, negatif film, dan lain-lain;
Pencatatan daftar perbaikan (refinements). Daftar perbaikan ini dapat dilakukan baik
sebelum maupun setelah pemotretan. Daftar ini berisi semua detail perubahan dan
perbaikan yang dibuat untuk memperbaiki atau mengubah ide awal;
Pemberian anotasi. Anotasi berguna untuk menerangkan karya yang telah dibuat. Anotasi
mengarahkan pemirsanya untuk mengamati dan memberikan perhatian lebih kepada
bagian-bagian dari foto yang dianggap penting atau menarik.
37
Tahap-tahap pascaproduksi tersebut tidak mutlak dilakukan semuanya. Tahap yang paling sering
dilakukan pada pascaproduksi biasanya hanya seleksi dan penyuntingan.
Dalam tahap praproduksi dan produksi, biasanya fotografer masih selalu turun tangan dalam
pengerjaannya, sedangkan pada tahap pascaproduksi fotografi digital, pekerjaan ini dapat
dilakukan orang lain yang berprofesi sebagai editor foto atau diserahkan kepada digital imaging
artist. Untuk fotografi analog yang direkam dengan menggunakan film, tahap pascaproduksi
dilakukan di kamar gelap (dark room). Fotografer yang memiliki kamar gelap dapat melakukan
cetak fotonya sendiri, sedangkan yang tidak memiliki kamar gelap biasanya mencetak fotonya
melalui jasa cetak foto atau studio foto.
Sebelum sebuah foto dipublikasi dan didistribusikan, ada beberapa tahap yang umumnya perlu
dilakukan berkaitan dengan penggunaannya secara hukum dan etika, yaitu hak cipta dan hak
pakai. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.7
Dalam penggunaan karya foto, ada beberapa metode pemberian hak pakai yang biasanya dilakukan
dalam praktik bisnis fotografi:
Hak eksklusif. Ketika hak eksklusif foto ini diberikan kepada seseorang, foto tersebut
tidak dapat dijual kembali kepada pihak lain. Hak ini dimungkinkan dibuat menjadi
bersifat terbatas berdasarkan ruang lingkup, waktu, serta tempat penggunaannya. Jika hak
eksklusif ini hanya ditawarkan kepada satu pembeli, maka harga yang ditawarkan sebaiknya
lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan untuk foto dengan hak pakai noneksklusif;
Hak noneksklusif. Hak ini memungkinan selembar foto dijual kepada beberapa pihak.
Dalam hal ini pembeli juga mengetahui bahwa foto yang dia beli juga dapat digunakan
pihak lain;
License fee (biaya izin), yaitu sejumlah uang atau bentuk kompensasi lain yang dibayarkan
kepada pemegang hak cipta;
Limited use (penggunaan terbatas), yaitu izin yang diberikan secara terbatas. Misalnya,
seorang fotografer mengizinkan fotonya untuk dicetak di poster, namun tidak untuk
dicetak pada kaos; atau fotonya dapat digunakan di Internet, namun tidak boleh dicetak;
Unlimited use (penggunaan tak terbatas). Hak ini memperbolehkan pengguna foto untuk
melakukan apa pun yang ia mau;
Date range (rentang waktu). Dengan hak pakai ini, semakin lama penggunaan fotonya,
maka akan semakin mahal pengeluaran yang harus dikeluarkan klien.
Di bidang karya kreatif, Creative Commons (CC) merupakan izin hak pakai bagi publik yang saat
ini sering digunakan, termasuk dalam bidang fotografi. Creative Commons digunakan ketika orang
kreatif memberikan kebebasan untuk menyebarkan karya kreatifnya kepada publik. Creative
(7) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Sumber: http://www.dgip.go.id/hak-cipta. Diakses Juli 2014.
38
Commons memiliki beberapa ketentuan yang jenis izinnya dapat ditentukan pemilik karya foto.
Ada empat tipe Creative Commons yang dapat digunakan dalam karya fotografi, yaitu:
Attribution (BY). Lisensi ini membolehkan pihak lain dalam menggunakan karya kreatif
untuk mencetak ulang (copy), mendistribusikan, menampilkan (display), menjalankan
(perform), dan membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya, namun
dengan mencantumkan sumber pembuatnya;
Share-Alike (SA). Lisensi ini membolehkan pihak lain dalam menggunakan karya kreatif
untuk membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya;
No Derivatives Work (ND). Lisensi ini tidak membolehkan pihak lain dalam menggunakan
karya kreatif untuk membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya;
Non-Commercial (NC). Lisensi ini tidak membolehkan pihak lain menggunakan karya
kreatif untuk kepentingan komersial.
Dalam penggunaannya, ada 6 kombinasi Creative Commons yang dapat digunakan, yaitu :
Ikon
Keterangan
Attribution
Attribution + Share-Alike
Attribution + No Derivatives
Attribution + NonCommercial
Selain Creatice Commons, fotografer juga dapat menggunakan lembaga atau organisasi yang khusus
mengurusi hak cipta seperti, UK Copyright Services di Inggris, dan U.S. Copyright Office di
Amerika Serikat. Namun, untuk mengurus hak cipta sebuah atau sekumpulan karya foto, seorang
fotografer harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit. Meskipun lembaga tersebut
berada di negara tertentu, hak cipta dapat berlaku di mana pun.
Di Indonesia, hak cipta fotografi dapat didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk mengurusnya, ada
beberapa tahapan dan biaya yang dibutuhkan. Biaya pendaftaran lisensi hak cipta Rp75.000,00;
untuk mendaftarkan satu ciptaan dikenakan biaya Rp200.000,00; dan untuk biaya jasa penerbitan
sertifikat hak cipta dikenakan Rp100.000,00. Pihak Ditjen HKI juga telah menyiapkan layanan
aduan apabila ada fotografer yang ingin menuntut pihak yang menggunakan karya fotonya tanpa izin.
39
Selain hak cipta dan hak pakai, perlu diperhatikan pula hal-hal yang berkaitan dengan hukum
tak tertulis. Misalnya: apakah karya tersebut akan menimbulkan fitnah; apakah karya tersebut
menyulut provokasi terhadap suku, agama, dan ras tertentu; apakah akan menyinggung seseorang,
kelompok, atau golongan tertentu. Jangan sampai setelah karya dipublikasikan, ada pihak-pihak
yang merasa dirugikan. Di era digital, ketika suatu foto telah dipublikasikan di Internet baik
melalui media sosial, blog, ataupun publikasi online lainnya, maka hak ciptanya secara langsung
dimiliki fotografer.
40
A.3 Distribusi
Tahap distribusi adalah tahap penyerahan hasil karya dari pihak fotografer kepada pihak klien,
atau tahap pembukaan akses karya foto kepada publik. Dalam tahap ini, fotografer dapat
menyerahkan karyanya dalam dua bentuk. Pertama, dalam bentuk data digital, yang disimpan
ke dalam media penyimpanan seperti CD/DVD, hard disk, flash disk, atau dapat juga dikirim
melalui email atau media file-sharing di Internet. Kedua, dalam bentuk cetak seperti foto, album
foto, poster, brosur, atau foto yang telah dibingkai.
Pada dasarnya, hasil karya foto dari berbagai genre fotografi dapat dipresentasikan pada media
presentasi (display) apa pun. Namun, ada kecenderungan bahwa aliran fotografi tertentu hanya
ditampilkan di media presentasi tertentu pula. Misalnya untuk karya foto jurnalistikyang
memiliki nilai berita, karya foto ini lazimnya digunakan di media massa seperti koran, majalah
berita, dan portal berita online. Foto jurnalistik memiliki fungsi untuk membantu menjelaskan
suatu berita dan informasi dengan memperlihatkan kejadian atau peristiwa tersebut secara visual.
Bila fotografer bekerja untuk media seperti pada fotografi jurnalistik, atau untuk dirinya sendiri seperti
fotografi seni dan stok foto, maka tahap distribusi ini tidak ada; pemakai jasa dan penggunanya
adalah orang yang sama, yaitu si fotografer. Apabila pelanggan adalah pihak perantara, maka
pada tahap ini pelanggan dapat menjual karya foto yang dia miliki kepada pihak ketiga. Dengan
demikian, pelanggan ini juga dapat memperoleh keuntungan dari ide/konsep pemasaran yang ia
tawarkan. Pelanggan seperti ini, antara lain, agen stok foto dan agen periklanan.
Pada fotografi potret atau studio, foto yang dihasilkan ditujukan untuk pihak tertentu. Pelanggan
dalam fotografi potret biasanya adalah perorangan, keluarga, komunitas, organisasi, atau
perusahaan. Karena yang menjadi objek foto dalam fotografi potret adalah manusia, yang dalam
hal ini adalah si pelanggan, maka distribusinya hanya terbatas di kalangan pelanggan. Misalnya,
untuk foto potret keluarga, hasil fotonya akan menjadi milik keluarga pelanggan, dan yang dapat
melihat foto-foto tersebut biasanya orang-orang terdekat si pelanggan. Untuk foto pernikahan,
biasanya foto-foto prapernikahan tersebut dipajang di tempat resepsi pernikahan dan foto-foto
saat pernikahannya diberikan kepada pelanggan dalam bentuk album foto dan foto cetak. Begitu
juga foto untuk keperluan pembuatan profil perusahaan, maka foto-foto yang diproduksi terbatas
untuk kepentingan perusahaan si pelanggan.
Fotografi lanskap seperti foto pemandangan alam dan foto gedung biasanya digunakan untuk
keperluan dekorasi dan pariwisata. Foto-foto dengan tema pemandangan alam cukup lazim
digunakan sebagai dekorasi di dalam rumah atau perkantoran, atau sebagai gambar di kalender.
Foto-foto yang memiliki keunikan, baik pemandangan alam maupun gedung dari daerah tertentu,
sangat berpotensi untuk digunakan sebagai daya tarik wisata. Presentasi dari foto-foto tersebut dapat
dilakukan melalui buku mengenai pariwisata, buku mengenai bangunan-bangunan atau arsitektur,
atau melalui media Internet di laman-laman yang berhubungan dengan pariwisata dan arsitektur.
Tujuan fotografi komersial jelas, yaitu sebagai sarana promosi suatu produk atau merek sebuah
perusahaan. Fotografi komersial sangat erat kaitannya dengan ilmu komunikasi, terutama
komunikasi visual. Fotografi komersial dituntut mampu menghasilkan foto berkualitas tinggi,
sehingga menarik perhatian calon pelanggan untuk membeli produk perusahaan yang beriklan.
Karya foto-foto komersial tersebut diterbitkan melalui media massa, papan iklan, atau ruangruang yang memang disediakan untuk industri komersial beriklan.
41
Fotografi seni (art photography) tidak hanya memandang si fotografer sebagai seorang pemotret,
namun juga sebagai seorang seniman. Hasil karya foto yang dia hasilkan maka tidak hanya
dipandang sebagai sebuah gambar, tapi sebuah karya seni. Hasil karya fotografi seni lazim
ditampilkan di galeri-galeri seni, buku-buku atau laman-laman yang membahas tentang seni.
Fotografi seni juga dapat digunakan sebagai dekorasi rumah atau perkantoran, atau dikoleksi
sebagai karya seni.
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, fotografer bisa menjual karyanya melalui
laman Internet, baik laman pribadi maupun laman-laman yang menyediakan ruang bagi para
fotografer agar dapat memamerkan hasil karyanya. Dari laman tersebut, para fotografer dapat
menjual fotonya lewat Internet. Atau, jika foto tersebut memiliki teknik dan konsep unik, maka
fotografer dapat menjual video tutorial tentang proses di balik layar (video behind the scene).
Untuk fotografer amatir atau pemula, presentasi hasil karya dapat dilakukan melalui media-media
sosial seperti Facebook, Flickr, Instagram, dan 500px.com. Presentasi tersebut dilakukan untuk
menarik perhatian orang-orang terdekat mereka, atau bahkan orang yang tidak mereka kenal,
agar dapat melihat dan menikmati foto mereka. Pada era Internet sekarang ini, melalui media
sosial inilah para fotografer amatir yang berbakat dapat memulai mengembangkan fotografinya
ke tahap profesional.
42
Media. Saat ini cukup banyak media, baik televisi, majalah, dan Internet yang memiliki
program-program dan halaman-halaman yang membahas khusus tentang fotografi. Program
fotografi di televisi contohnya Mata Lensa di AnTV dan Klik Arbain di Kompas TV.
Majalah-majalah fotografi lokal yang beredar, di antaranya, adalah CHIP Foto Video,
Dunia Kamera, Digital Camera, dan Travel Fotografi. Saat ini, majalah-majalah fotografi
impor pun mudah ditemui di toko-toko buku. Halaman-halaman yang membahas tentang
fotografi di Indonesia juga sudah cukup banyak di Internet, seperti fotografer.net, ffmagz.com,
fotokita.net, dan fotografiindonesia.net. Halaman Fotografi Indonesia (fotografiindonesia.net)
pada awalnya diperuntukkan sebagai sarana publikasi online untuk acara Lomba Fotografi
Piala Presiden, namun saat ini digunakan untuk berbagi informasi seputar fotografi di
Indonesia. fotografiindonesia.net dikelola Subdirektorat Pengembangan Fotografi, Direktorat
Pengembangan Seni Rupa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Pameran fotografi biasanya dilakukan di galeri seni dan ruang publik. Saat ini, jumlah
galeri yang khusus untuk fotografi sangat minim. Tercatat hanya Galeri Foto Jurnalistik
Antara yang rutin digunakan sebagai tempat pameran foto. Melalui pameran fotografi,
diharapkan literasi fotografi masyarakat dapat meningkat. Dengan demikian, masyarakat
tidak lagi melihat sebuah foto sebagai objek gambar dua dimensi, namun bisa lebih peka
dalam menangkap pesan yang ingin disampaikan fotografernya.
Buku-buku fotografi saat ini mulai menjamur di toko-toko buku. Dalam hal kuantitas,
buku-buku fotografi lokal dapat dikatakan cukup bersaing dengan buku-buku fotografi
impor. Namun, dalam hal kualitas, buku-buku fotografi impor memiliki kelebihan dari
segi isi. Para fotografer profesional Indonesia perlu turun tangan untuk dapat memperkaya
wawasan fotografi masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat lebih mudah menyerap
wawasan tersebut.
Pendidikan di dalam keluarga. Dalam hal ini yang berperan adalah orangtua. Caranya
adalah dengan menyampaikan arahan dan pengetahuan dasar kepada anak, terutama
dalam memahami dan melihat foto yang beredar di media.
Selain untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap fotografi, apresiasi juga berfungsi sebagai
bentuk pengakuan dan penghargaan kepada fotografer atas hasil kerja kreatifnya agar semangat
dan keinginan berkarya orang-orang kreatif di bidang fotografi dapat terus terjaga, sehingga
kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat. Penghargaan dan pengakuan untuk fotografer
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Kompetisi atau lomba fotografi. Ajang ini biasanya digunakan para fotografer untuk
menguji keahlian dan kemampuan mereka. Ajang ini dapat diikuti fotografer pemula
maupun fotografer berpengalaman. Prestasi yang diperoleh dari lomba fotografi ini
dapat meningkatkan kepercayaan diri seorang fotografer, selain juga dapat digunakan
sebagai portofolio untuk meningkatkan nilai jualnya. Pada dasarnya, sebuah kompetisi
atau lomba fotografi bukanlah tentang foto mana yang lebih baik dan mana yang jelek.
Sebenarnya sebuah foto tidak dapat diukur secara objektif, sebab foto dalam ranah seni
tidak memiliki skala ukuran secara jelas. Subjektivitas juri turut berperan dalam penentuan
hasil lomba. Kompetisi fotografi biasanya dilakukan komunitas, pemerintah, maupun
perusahaan. Saat ini, banyak sekali kompetisi fotografi yang bertujuan mempromosikan
perusahaan yang menjadi sponsor utamanya. Dalam melaksanakan kompetisi fotografi,
tidak jarang perusahaan-perusahaan tersebut menggandeng komunitas fotografi untuk
memeriahkan acara yang mereka selenggarakan. Salah satu kompetisi yang mulai rutin
diselenggarakan setiap tahun oleh salah satu produsen kamera adalah Canon Photo
43
Para peraih penghargaan Anugerah Fotografi Indonesia 2013 bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sumber: indonesiakreatif.net
44
Pemberian penghargaan. Penghargaan untuk bidang fotografi saat ini sudah cukup
banyak, bahkan cakupannya tidak hanya regional atau domestik, namun juga internasional.
Ajang penghargaan ini cukup penting untuk memberikan apresiasi kepada para fotografer
guna mengembangkan bidang fotografi di masa depan. Melalui sebuah penghargaan,
para fotografer akan merasa hasil karya dan eksistensinya dihargai, sehingga mereka akan
berlomba-lomba untuk melakukan yang terbaik dalam menghasilkan karya foto. Sejak
2013 telah diselenggarakan Anugerah Fotografi Indonesia sebagai wujud penghargaan
pemerintah kepada insan fotografi Indonesia. Pemberian piala diberikan langsung Ibu Mari
Elka Pangestu selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam acara Pekan Produk
Kreatif Indonesia (PPKI) 2013. Pada perhelatan itu ada 5 kategori untuk 5 pemenang, yaitu:
o
o
o
o
o
Pemberian gelar fotografi, biasanya diberikan federasi atau asosiasi fotografi. Gelar fotografi
internasional, antara lain, diberikan Federation Internationale de lArt Photographique (FIAP)
yang bertempat di Prancis, The Royal Photographic Society (RPS) yang berada di Inggris,
United Photographic International (UPI) di Yunani, dan Photographic Society of America
(PSA). Di Indonesia, saat ini terdapat dua organisasi fotografi yang dapat memberikan
gelar kepada anggotanya, yaitu Perhimpunan Amatir Foto (PAF) Bandung, dan Federasi
Perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI) yang juga merupakan induk organisasi beberapa
komunitas fotografi di Indonesia. Ada empat macam gelar yang diberikan FPSI, yaitu Honorary
Excellent of FPSI (Hon.E.FPSI), Honorary of FPSI (Hon.FPSI), Artist of FPSI (A.FPSI), dan
Examine of FPSI (E.FPSI). Metode dan tata cara perolehan gelar oleh FPSI telah terstruktur
dengan rapi dalam administratif FPSI. Di dalam PAF, pemberian gelar prestasi fotografi
dilakukan berdasarkan dua pertimbangan. Pertama berdasarkan pengabdian, yang akan
mendapatkan gelar kehormatan Honorary PAF (Hon.PAF). Pertimbangan lainnya adalah
berdasarkan prestasi, yang akan mendapatkan gelar PAF Chakra (PAF*), PAF Adhikarya
(PAF.A), atau PAF Mahakarya (PAF.M). Gelar prestasi PAF Chakra dan PAF Adhikarya
didapatkan melalui skema pengumpulan poin. Adapun tata cara dan waktu pelaksanaannya
telah ditetapkan dalam peraturan khusus yang dimiliki PAF.
Pameran fotografi. Acara ini dapat dilakukan fotografernya sendiri dan juga oleh pihak
lain yang mengapresiasi hasil karya seorang atau beberapa fotografer. Pameran fotografi
merupakan upaya fotografer (atau pihak tertentu) untuk menyampaikan pesan-pesan
akan isu tertentu melalui karya-karya fotografi. Di luar negeri, jumlah pameran yang
dilakukan seorang fotografer dapat dihitung sebagai prestasi tersendiri. Semakin sering
seorang fotografer berpameran, semakin tinggi pula pamornya.
Buku fotografi. Dalam hal ini, buku fotografi yang dimaksud adalah buku kumpulan
karya foto sebagai bentuk lain dari pameran. Jika dalam pameran waktu dan tempatnya
terbatas, maka karya foto yang tercetak dalam buku lebih memiliki keleluasaan akses.
Hak cipta dan hak pakai. Penggunaan hak cipta dan hak pakai yang tepat merupakan
cara menghargai hasil karya foto. Dari kedua hal inilah seorang fotografer atau orang
45
kreatif fotografi mendapatkan kompensasi atas hasil kerja kreatifnya. Dan, kedua hal ini
pula yang membedakan antara fotografer profesional dan fotografer amatir.
Saat ini, dengan semakin majunya teknologi fotografi dan Internet, banyak sekali komunitas
fotografi yang muncul di Indonesia. Salah satu portal fotografi di Indonesia bernama Fotografer.
net dan saat ini diklaim sebagai komunitas fotografi online terbesar se-Asia Tenggara. Hingga
kini di Indonesia terdapat 60 komunitas fotografi yang memiliki sistem keanggotaan dan punya
lebih dari 100 anggota. Angka tersebut belum termasuk komunitas-komunitas yang ada dan
konsisten melakukan kegiatan, namun tidak memiliki kedua kriteria tersebut. Jenis komunitas
juga sangat beragam, mulai dari yang sangat umum seperti komunitas yang berdasarkan daerah,
hingga komunitas yang dibentuk berdasarkan kesamaan memotret dengan teknik tertentu seperti
komunitas foto levitasi, light-painting, astro-photography, strobist, dan lain-lain.
Tabel 2-1 Perkiraan Persebaran Jumlah Komunitas Fotografi di Indonesia
REGIONAL
PERKIRAAN KOMUNITAS
PERKIRAAN ANGGOTA
Jawa
35
740.108
Sumatera
20.152
Kalimantan
4.309
11.500
Sulawesi
11.444
Papua
1.061
B.2 Pendidikan
Pendidikan menjadi salah satu elemen yang cukup penting dalam rantai nilai fotografi; pendidikan
melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi, ilmu, dan juga teknikteknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre baru dalam fotografi terus
tumbuh dan berkembang.
Untuk mendukung kompetensi para calon pelaku subsektor fotografi, maka dibutuhkan materimateri pendidikan fotografi yang komprehensif sehingga dapat diterapkan di dunia kerja yang
sebenarnya. Ada tiga aspek pendidikan fotografi yang diajarkan di sekolah-sekolah pendidikan
tinggi di negara maju seperti Amerika Serikat. Ketiga aspek itu adalah (1) pengetahuan tentang
wacana-wacana dalam fotografi, baik yang berhubungan dengan seni, desain, teknologi maupun
sejarah; (2) pengetahuan teknis tentang fotografi; (3) profesionalisme di bidang yang ingin ditekuni,
apakah di bidang jurnalistik, komersial, atau seni.
Pengetahuan yang bersifat wacana dalam fotografi, di antaranya, adalah ilmu tentang seni, desain,
sejarah, dan teknologi. Ilmu seni perlu dipelajari untuk mengasah kepekaan estetika terkait suatu
karya foto. Ilmu desain berfungi untuk menyampaikan pesan, baik yang tersirat maupun yang
tampak, dari suatu karya foto. Wawasan teknologi berguna untuk membantu fotografer dalam
menghasilkan foto; dengan wawasan ini seorang fotografer bisa mengetahui hingga sejauh mana
teknologi dapat mendukung penciptaan suatu karya foto. Wawasan sejarah merupakan suatu
pembelajaran tentang bagaimana dinamika fotografi berkembang sejak zaman dahulu hingga saat
ini, yang sedikit-banyak dapat menjadi inspirasi untuk berkarya. Pengetahuan wacana fotografi
46
ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan fotografer dalam mengembangkan idenya, serta
dapat melihat ke arah mana kecenderungan fotografi berkembang. Apabila kita melihat rantai
nilai kreatif dari ekosistem fotografi, pengetahuan wacana fotografi ini memberi pengaruh pada
tahapan mata rantai kreasi.
Pengetahuan teknis fotografi meliputi pemahaman cara kerja serta pengoperasian kamera (analog
dan digital), pengetahuan berbagai teknis pencahayaan (cahaya alami dan cahaya buatan), proses
mencetak foto di kamar gelap dalam fotografi analog, proses mencetak foto digital, dan kemampuan
penyuntingan gambar (editing) untuk fotografi digital. Bila kita melihat lagi ke peta ekosistem
fotografi di bagian rantai nilai kreatif (Gambar 2-2), maka pengetahuan teknis ini mengacu pada
pengembangan kemampuan fotografer pada bagian mata rantai produksi.
Bidang ketiga yang dipelajari dalam pendidikan fotografi adalah profesionalisme. Profesionalisme
ini biasanya baru dipelajari di tingkat-tingkat akhir, baik yang sifatnya pembekalan ilmu profesional
maupun dalam bentuk kerja praktik atau internship. Pendidikan fotografi biasanya memiliki
tiga bidang yang dapat dipilih sebagai profesi, yaitu fotografi jurnalistik, fotografi komersial,
dan fotografi seni. Jadi, pendidikan tentang profesionalisme juga berkonsentrasi di salah satu
bidang yang ingin dikuasainya. Dalam fotografi jurnalistik, misalnya, diajarkan penerapan
kode etik pers, juga batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selaku fotografer
sekaligus pencari berita. Dalam fotografi komersial, pengetahuan di bidang manajemen dan
soft-skill (contohnya, berinteraksi dengan rekan bisnis, bagaimana menghadapi klien) diajarkan.
Sebab, sebagai seorang fotografer komersial sebaiknya tidak hanya bisa memotret, tapi juga
harus bisa mengatur jadwal, keuangan, pemasaran, hingga sumber daya. Dalam fotografi seni
atau fotografi ekspresi, profesionalisme lebih ditekankan ke arah kreativitas dan inovasi yang
mengarah ke aspek seni.
Dalam institusi formal, pendidikan fotografi sudah mulai ada di tingkat pendidikan menengah,
yaitu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK yang memberikan pendidikan di bidang
fotografi adalah SMK yang memiliki jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) atau Multimedia.
Selain diajarkan mengenai pengoperasian kamera, para siswa juga diajarkan bagaimana memproses
cetak foto di kamar gelap, hingga menjalankan pascaproduksi dengan menggunakan perangkat
lunak pada komputer. Beberapa SMK yang memiliki pendidikan fotografi, antara lain, SMK
Negeri 9 Surabaya, SMK Negeri 58 Jakarta, SMK IPIEMS Surabaya, dan SMK Bhakti Anindya
di Tangerang.
Untuk pendidikan fotografi di tingkat perguruan tinggi, saat ini ada beberapa universitas yang
khusus membuka jurusan fotografi. Institut Kesenian Jakarta (IKJ) merupakan salah satu perguruan
tinggi pertama yang membuka jurusan fotografi di Indonesia pada 1992. Perguruan tinggi lainnya
adalah Universitas Trisakti, Universitas Pasundan Bandung, Institut Seni Indonesia (ISI) di
Yogyakarta, di Surakarta, dan di Bali. Di ISI, jurusan fotografi termasuk dalam Fakultas Seni
Media Rekam. Beberapa perguruan tinggi lain yang memiliki fakultas desain juga memasukkan
fotografi ke dalam mata kuliahnya, seperti di jurusan DKV.
Selain institusi pendidikan resmi seperti SMK dan perguruan tinggi, ada juga sekolah-sekolah
fotografi lainnya di Indonesia, seperti Nikon School Indonesia, Canon School of Photography,
LaSalle College International, Indonesia School of Photography, dan Darwis Triadi School of
Photography. Dewasa ini ada tren bahwa fotografer-fotografer yang telah sukses di bidang fotografi
47
mulai merambah ke bisnis pendidikan fotografi dengan menawarkan kelas-kelas singkat fotografi,
workshop, dan seminar. Hal ini bisa menjadi wadah alternatif bagi calon-calon fotografer untuk
belajar tanpa melalui pendidikan formal.
48
Selain pendidikan formal dan nonformal, fotografi juga dapat dipelajari dengan pembelajaran secara
informal. Cara ini dapat dilakukan secara otodidak melalui magang di sebuah perusahaan ataupun
bisnis jasa fotografi, membaca media dan Internet, hingga mengikuti kegiatan-kegiatan di komunitaskomunitas fotografi. Peran Internet saat ini sangat membantu sekali dalam proses pendidikan fotografi.
Dengan adanya berbagai macam tutorial tentang fotografi yang dikemas dalam beragam bentuk (teks,
gambar, audio, dan video) di Internet, fotografer pemula atau seseorang yang ingin belajar tentang
fotografi dapat memilih metode dan bentuk tutorial yang sesuai dengan keinginannya. Salah satu media
pembelajaran fotografi di Internet yang cukup baik adalah CreativeLive. Di sana kita dapat mengikuti
kelas-kelas online secara gratis yang menghadirkan instruktur-instruktur fotografi profesional di industri
fotografi Amerika. Sayangnya, kelas online semacam ini belum ada di Indonesia.
C. Pasar (Konsumen)
Konsumen dalam subsektor fotografi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan
atau organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media,
industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi.
Industri komersial yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi dengan tujuan
komersial, seperti untuk membuat iklan, namun tanpa melalui agen periklanan. Industri lain
yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi selain untuk tujuan komersial,
seperti membuat foto profil perusahaan dan foto dokumentasi perusahaan.
Konsumen individu sebagai konsumen fotografi dibagi menjadi konsumen umum dan konsumen
khusus. Konsumen khusus adalah konsumen ahli, galeri, kolektor foto, dan museum. Konsumen
ahli (expert) adalah konsumen yang menggunakan foto-foto dari bidang (genre) fotografi tertentu
yang biasanya didorong profesinya sebagai ahli dalam satu bidang. Misalnya, foto-foto forensik
digunakan oleh ahli forensik dalam menelusuri sebuah kasus; foto-foto anggrek digunakan
untuk mendokumentasikan anggrek di Indonesia untuk penelitian; foto-foto batik digunakan
seorang kolektor batik dalam pembuatan buku batik. Selain berperan sebagai konsumen, galeri
dan museum juga berperan sebagai lembaga yang melakukan pengarsipan dan apresiasi.
49
Sebuah galeri bahkan rela mengeluarkan kocek cukup besar untuk membeli satu karya foto bernilai
tinggi. Saat ini, karya foto yang memiliki harga tertinggi adalah karya milik Andreas Gursky yang
berjudul Rhein II yang dibuat pada 1999. Karyanya terjual seharga US$4.338.500 pada 2011
lewat rumah lelang Christies New York. Menyusul kemudian karya milik Cindy Sherman yang
berjudul Untitled #96 yang bernilai US$3.890.500 dan dijual rumah lelang yang sama.
Foto termahal kedua di dunia hingga saat Ini, Untitled #96 (1981)
Sumber: intheloupetv.wordpress.com Foto: Cindy Sherman
D. Pengarsipan (Archiving)
Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan
cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan
dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard
disk, atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya
di layanan-layanan photo sharing yang ada di Internet seperti Flickr.com, 500px.com, Picasa,
Instagram, Facebook, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, pengarsipan foto salah satunya dilakukan US National Archives and Records
Administration. Pengarsipan juga dilakukan pihak akademisi melalui perpustakaan yang dimiliki
maupun oleh pihak swasta.
Salah satu lembaga nasional yang melakukan pengarsipan foto, terutama dalam foto jurnalistik,
adalah Galeri Jurnalistik Fotografi Antara (GFJA). GFJA merupakan bagian dari misi sosial yang
dimiliki Kantor Berita Antara. Galeri ini cukup dikenal di mancanegara; beberapa negara seperti
Belanda dan Australia pernah memberikan sumbangan foto-foto untuk dipamerkan di GFJA.
Dalam hal restorasi foto, GFJA pernah dibantu Jepang dan Ford Foundation untuk merestorasi
50
foto-foto lama yang dimiliki GFJA. Tidak hanya pengarsipan, GFJA juga menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan foto jurnalistik.
Lembaga pemerintah yang melakukan pengarsipan foto adalah Arsip Nasional Republik Indonesia.
Selain itu, kita dapat menjumpai foto-foto bersejarah di museum-museum di Indonesia seperti di
Museum Nasional Indonesia, Monumen Nasional, Museum Asia Afrika di Bandung, Museum
Fort Rotterdam di Makassar, dan lain-lain. Di universitas-universitas yang memiliki jurusan
seni fotografi atau desain komunikasi visual, biasanya terdapat galeri yang digunakan sebagai
tempat pameran karya mahasiswa sekaligus tempat pengarsipan. Oleh karena letak pengarsipan
yang terpencar-pencar, maka perlu adanya suatu wadah atau lembaga pengarsipan khusus untuk
fotografi di Indonesia. Lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai manajemen pengetahuan
fotografi sehingga memudahkan para pelaku fotografi dan para pemangku kepentingan lainnya
untuk bersama-sama memajukan fotografi Indonesia.
51
A.1 Kreasi
Pada dasarnya, subsektor fotografi dapat berhubungan dengan semua industri. Karena kebutuhan
utamanya terhadap gambar atau foto, beberapa industri yang paling dekat dengan subsektor
fotografi adalah industri penerbitan, terutama media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan
buku. Industri penerbitan membutuhkan fotografi, selain untuk menjelaskan tulisan dan artikel
yang disampaikannya lewat foto, juga untuk memberikan nilai estetika dan dekoratif. Industri
lain yang juga paling banyak menggunakan jasa fotografi adalah industri desain dan periklanan.
Dalam industri periklanan, fotografi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan
melalui gambar. Faktor kreativitas biasanya sangat ditonjolkan dalam membuat foto iklan agar
calon konsumen tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan.
Selain industri media, desain, dan periklanan, sebenarnya industri-industri lain pun juga
dapat berhubungan dengan subsektor fotografi secara langsung. Sebagai contoh, ketika sebuah
restoran atau usaha kuliner membutuhkan jasa fotografi untuk memotret menu-menu yang
mereka sediakan, maka industri kuliner dapat dikatakan menyerap subsektor fotografi. Ketika
sebuah hotel baru berdiri dan membutuhkan gambar eksterior dan interiornya untuk promosi,
maka hotel sebagai industri hospitality akan membutuhkan subsektor fotografi. Namun, untuk
menyederhanakan model peta industri subsektor fotografi, maka industri-industri lain tersebut
dianggap menggunakan perpanjangan tangan melalui industri desain, periklanan, dan penerbitan
dalam menggunakan jasa fotografi.
Dengan sedemikian luasnya aspek dan kegunaan fotografi, sebenarnya bukan hanya kalangan
industri atau bisnis yang dapat memanfaatkan jasa fotografi. Pemerintah, organisasi nirlaba, hingga
kalangan individu juga memanfaatkan jasa fotografi. Misalnya, fotografi digunakan pemerintah
daerah dalam mempromosikan keindahan pariwisata suatu daerah tertentu. Fotografi digunakan
organisasi nirlaba untuk menyerukan bahaya obatan-obatan terlarang kepada masyarakat melalui
foto. Fotografi digunakan individu, misalnya dalam pembuatan kartu identitas seperti Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan paspor.
A.2 Produksi
Dalam mata rantai produksi, industri yang berhubungan (atau yang berfungsi sebagai industri
pendukung) akan lebih spesifik terhadap kebutuhan fotografi. Sebab, dalam tahap produksi ini
kebutuhan fotografi juga semakin khusus, terutama dalam rangka menghasilkan foto yang sesuai
dengan konsep yang telah direncanakan. Selain membutuhkan fotografer dan studio foto yang
menjalankan tahap praproduksi dan produksi, dibutuhkan juga jasa editor foto dan jasa cetak
foto dalam tahap pascaproduksi. Dalam industri desain dan periklanan, peran editor foto ini
dapat dilakukan fotografernya sendiri, atau digital imaging artist (biasanya untuk konsep foto
yang rumit).
Keberadaan jasa penyewaan alat fotografi sangat membantu para fotografer dalam menjalankan
pekerjaannya, karena untuk beberapa peralatan khusus yang harganya sangat mahal, fotografer
dapat menyewanya tanpa harus membeli. Adapun industri lain yang sering berkaitan dalam tahap
ini antara lain, agensi model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan dan pembuatan kostum,
industri mode, jasa periklanan, dan lain-lain. Sebagai contoh, misalnya dalam pembuatan iklan
komersial sebuah ponsel pintar, diperlukan seorang model yang berpose sedang menggunakan
ponsel tersebut, sehingga untuk itu diperlukanlah agensi model. Model tersebut tentunya
menggunakan tata rias dan rambut serta kostum tertentu yang dibuat dan dipakai sedemikian
52
53
rupa untuk menunjang konsep foto iklan yang telah disepakati. Maka diperlukan pula jasa tata rias
dan rambut, serta jasa pembuatan dan penyewaan kostum. Tidak lupa interior yang menunjang
suasana dalam foto tersebut harus digarap, maka dibutuhkanlah jasa desain interior. Contoh lain
adalah ketika industri mode ingin menggunakan jasa fotografi untuk menyebarluaskan tren yang
akan terjadi, maka industri mode juga ikut berperan dalam tahap produksi dalam menentukan
busana-busana yang akan digunakan dalam pemotretan.
Jasa editor foto dan jasa cetak foto tentunya tidak terlepas dari industri TI (teknologi informasi)
dan industri percetakan. Dalam mengolah foto, seorang editor foto tidak dapat terlepas dari
perangkat lunak pengolah foto seperti Adobe Photoshop, GIMP, Photomatix, dan lain-lain. Jasa
cetak foto ada dua macam, yaitu untuk foto yang masih menggunakan film dan foto digital.
Namun, membanjirnya fotografi digital membuat jasa cetak foto film semakin berkurang.
A.3 Distribusi
Dalam tahap mata rantai distribusi, pelaku di industri utamanya adalah fotografer, agen stok foto,
dan jasa cetak foto. Pada rantai distribusi ini, peran pelaku utama adalah sebagai penyambung
tangan karya foto yang dihasilkan fotografer dengan klien atau konsumen. Dalam fotografi
digital, fotografer yang melakukan proses pascaproduksinya sendiri dan tidak memerlukan karya
foto dalam bentuk cetak dapat berperan sebagai distributor langsung dengan menyerahkan karya
fotonya dalam bentuk data. Dalam jurnalistik, konsumen (biasanya pelaku industri media) dapat
mencari foto-foto yang diinginkan melalui agen stok foto. Klien yang menginginkan karya foto
dalam bentuk cetak akan menggunakan jasa cetak foto.
Pada umumnya, industri yang menyerap subsektor fotografi adalah industri yang berhubungan
dalam tahap kreasi, yaitu industri desain, periklanan, dan penerbitan. Namun, di tahap distribusi
ini industri-industri tersebut tidak berhubungan dengan subsektor fotografi sejak awal pembuatan
foto. Industri-industri tersebut tidak menggunakan jasa fotografinya, tapi secara langsung
memanfaatkan hasil produknya, yaitu karya foto yang sudah jadi tanpa dipesan. Di tahap ini
pula karya-karya foto juga sering ditampilkan di galeri-galeri seni. Sebagian juga digunakan
untuk kepentingan jurnalistik dan industri konten digital. Sementara itu, industri yang terlibat
pada tahap produksi biasanya tidak lagi berhubungan dalam tahap distribusi ini.
Industri yang diserap subsektor fotografi pada tahap ini, antara lain, industri pembuatan bingkai
foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri TI, industri
percetakan, dan industri peralatan elektronik. Umumnya, industrinya adalah yang berhubungan
dengan pengemasan foto dan reproduksi foto. Industri Teknik Informatika (TI) yang diserap
pada tahap ini berbeda dengan industri TI pada tahap produksi. Pada tahap produksi, industri TI
(komputer dan software-nya) digunakan untuk mengedit foto, sedangkan pada tahap distribusi
industri TI digunakan untuk melihat dan memilih foto yang dikehendaki klien. Industri peralatan
elektronik di sini berperan dalam menyediakan alat-alat elektronik untuk pengarsipan berkas
seperti harddisk, USB flash disk, CD/DVD, memory card, dan lainnya.
54
Kelompok 59111, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
Kelompok 59112, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh swasta;
Kelompok 59121, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
Kelompok 59122, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh swasta;
Kelompok 59131, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
Kelompok 59132, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh swasta;
Dari sembilan kelompok yang termasuk dalam subsektor film, video, dan fotografi, hanya satu
kelompok (kelompok 74201) yang berhubungan dengan subsektor fotografi. Di dalam KBLI
2009, berikut ini kategori atau kelompok yang memiliki kata kunci fotografi:
Kelompok 74201, yaitu jasa fotografi. Kelompok ini mencakup usaha jasa fotografi
atau pemotretan, baik untuk perorangan atau kepentingan bisnis, seperti fotografi
untuk paspor, sekolah, pernikahan, dan lain-lain; fotografi untuk tujuan komersial,
publikasi, mode, real estate atau pariwisata; fotografi dari udara (pemotretan dari udara
atau aerial photography) dan perekaman video untuk acara seperti pernikahan, rapat,
dan lain-lain. Kegiatan lain adalah pemrosesan dan pencetakan hasil pemotretan
tersebut, meliputi pencucian, pencetakan, dan perbesaran dari negatif film atau
cine-film yang diambil klien; laboratorium pencucian film dan pencetakan foto; photo
shop (tempat cuci foto) satu jam (bukan bagian dari toko kamera); mounting slide dan
penggandaan dan restoring atau pengubahan sedikit tranparansi dalam hubungannya
dengan fotografi. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan jurnalis foto dan pembuatan
mikrofilm dari dokumen. Produksi film untuk bioskop dan video dan distribusinya
dimasukkan ke golongan 591;
Kelompok 74909, yaitu jasa profesional, ilmiah dan teknik lainnya yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain. Kelompok ini mencakup usaha jasa profesional, ilmiah,
dan teknik lainnnya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti jasa konsultasi
ilmu pertanian (agronomist), konsultasi lingkungan, konsultasi teknik lain, dan kegiatan
konsultan selain konsultan arsitek, teknik, dan manajemen. Kelompok ini juga mencakup
kegiatan yang dilakukan agen atau perwakilan atas nama perorangan yang biasa terlibat
dalam pembuatan gambar bergerak, produksi teater atau hiburan lainnya atau atraksi
olahraga dan penempatan buku, permainan (sandiwara, musik, dan lain-lain), hasil seni,
fotografi dan lain-lain, dengan publisher, produser dan lain-lain;
Kelompok 85420, yaitu jasa pendidikan kebudayaan. Kelompok ini mencakup pengajaran
seni, drama, dan musik. Kegiatan pada kelompok ini misalnya kegiatan di sekolah, studio,
kelas, dan lain-lain. Kegiatan ini menyediakan pengajaran yang diatur secara formal,
55
terutama untuk hobi, rekreasi, atau untuk tujuan pengembangan diri, tetapi pengajaran
tersebut tidak ditujukan untuk mendapatkan ijazah profesional, sarjana muda, atau gelar
sarjana. Kelompok ini mencakup kegiatan guru piano dan pengajaran musik lainnya,
pengajaran seni, pengajaran dansa, dan studio dansa, sekolah drama (bukan akademis),
sekolah seni rupa (bukan akademis), sekolah seni pertunjukan (bukan akademis), sekolah
fotografi (bukan komersial), dan lain-lain;
Kegiatan 9499, yaitu kegiatan organisasi keanggotaan lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan
di tempat lain. Subgolongan ini salah satunya mencakup perkumpulan atau asosiasi untuk
pencarian kegiatan kebudayaan atau rekreasi atau hobi seperti kelab foto.
Dapat dipahami bahwa kelompok dengan kode 74909, 85420, dan 9499 tidak dimasukkan ke
ruang lingkup ekonomi kreatif, karena ketiganya tidak berorientasi untuk nilai tambah ekonomi
secara langsung. Bila mengacu pada ruang lingkup fotografi (lihat gambar 1-1), kelompok 74909
termasuk fotografi khusus, sedangkan kelompok 85420 dan 9499 termasuk fotografi pendidikan
dan fotografi amatir. Dua kelompok terakhir telah dibahas dalam ekosistem fotografi Indonesia,
terutama pada bagian lingkungan pengembangan kreativitas (nurturance environment).
Sebagai perbandingan dengan negara lain, akan ditinjau pengelompokan fotografi yang diterapkan
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nations Development Programme) dan
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), serta pemerintah Kerajaan
Inggris. Laporan dari PBB dipilih karena penelitiannya mencakup banyak negara, yaitu beberapa
dari negara-negara anggotanya, sehingga hasil publikasinya diharapkan dapat diadaptasi dengan
baik oleh Indonesia. Laporan Department for Culture, Media, and Sport (DCMS) Kerajaan Inggris
dipilih, karena bentuk industri kreatif Indonesia secara umum diadaptasi dari sana.
Dalam Creative Economy Report 2010 yang dikeluarkan UNDP dan UNCTAD, fotografi termasuk
domain seni di dalam sub-grup visual arts atau seni visual bersama dengan lukisan, barang-barang
antik, patung, dan lain-lain. Ruang lingkup yang termasuk jasa fotografi meliputi: (1) jasa fotografi
manusia atau potret (portrait); (2) jasa fotografi periklanan dan yang terkait; (3) jasa video dan
fotografi untuk acara tertentu; (4) jasa perbaikan (restoration), penggandaan, dan retouching foto;
(5) jasa fotografi lainnya; serta (6) jasa pemrosesan foto.
Pemetaan ruang lingkup subsektor fotografi menurut Standard Industrial Classification untuk
industri kreatif di Inggris masih tergabung dalam subsektor film, video, dan fotografi, yaitu
meliputi: (1) reproduksi rekaman video; (2) kegiatan-kegiatan fotografi; (3) kegiatan produksi film
dan gambar bergerak; (4) kegiatan pascaproduksi gambar bergerak, video, dan televisi; (5) kegiatan
distribusi gambar bergerak dan video; dan (6) kegiatan proyeksi/pertunjukan gambar bergerak.
Dari kedua perbandingan ruang lingkup subsektor fotografi di atas (Creative Economy Report
2010 dan Standard Industrial Classification), tampak bahwa laporan Creative Economy Report
lebih menggambarkan subsektor fotografi secara lebih lengkap. Hal ini dapat melengkapi dan
menyempurnakan KBLI untuk edisi berikutnya, terutama untuk industri kreatif di sub-subsektor
fotografi sebagai bagian dari subsektor fotografi.
56
Terlihat bahwa KBLI 2009 belum memasukkan elemen-elemen dalam fotografi digital dan
beberapa hal lainnya. Untuk itu, sebagai rekomendasi dalam pengklasifikasian subsektor fotografi,
dapat ditambahkan poin-poin sebagai berikut:
Jasa perbaikan (restorasi), konservasi, penggandaan, retouching foto digital, dan digital
imaging;
Pada bagian fotografi dari udara (aerial photography), ditambahkan poin fotografi dari
dalam air atau bawah laut (underwater photography).
57
Perusahaan manufaktur kamera (camera manufactures) seperti Canon, Nikon, Fuji, Sony,
Panasonic, dan Leica, serta perusahaan manufaktur ponsel pintar (phone manufactures) seperti
Apple, LG, Samsung, dan HTC, berperan sebagai hulu industri fotografi. Perusahaan ponsel
mulai diperhitungkan dalam industri fotografi, karena kemajuan teknologi ponsel yang bisa
bersaing dengan teknologi kamera dalam menghasilkan foto berkualitas tinggi. Kemunculan
perangkat foto yang dapat dipakai sehari-hari (wearable devices), juga meramaikan persaingan
dalam industri perangkat fotografi.
Selain perusahaan manufaktur kamera, ada juga perusahaan yang membuat perangkat-perangkat
pendukung atau aksesoris fotografi (camera accessories). Perusahaan ini membuat perangkat aksesoris
fotografi seperti tripod, tas kamera, memory card, lighting, dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya
dijual di toko-toko fotografi (retailers) atau dapat juga disewa (rentals). Di Amerika Serikat, B&H
dan Adorama merupakan perusahaan besar yang menyediakan alat-alat fotografi.
Dari sisi bisnis manajemen fotografer, ada dua jenis model bisnis, yaitu agen fotografer (photographer
agencies) dan bisnis pencarian fotografer (photographer discovery). Dalam bisnis agen fotografer,
agen tersebut memegang daftar sejumlah fotografer yang memiliki spesialisasi tertentu. Sementara
itu, dalam bisnis pencarian fotografer, klien dapat menentukan sendiri fotografer yang seperti
apa yang ingin diajak bekerja sama.
Di tahap pascaproduksi (yang dalam hal ini adalah perangkat lunak untuk editing foto digital),
ada dua jenis editing platform yang dapat digunakan, yaitu yang berbasis komputer (editing on
PC) dan yang berbasis mobile (mobile editing). Pemain paling besar untuk bisnis editing foto saat
ini masih diduduki Adobe. Masih dalam tahap pascaproduksi, ada juga bisnis yang melakukan
manajemen foto profesional (professional photo management and websites), jasa pascaproduksi
(post production services), dan manajemen foto untuk konsumen (consumer photo management).
Pada tahap distribusi, bisnis yang dilakukan biasanya agen stok foto (stock photography agencies).
Saat ini, bisnis stok foto berkembang di media Internet. Beberapa agen stok foto yang cukup
dikenal di Internet, di antaranya, gettyimages, iStockphoto, dan pixoto.
Bisnis lainnya yang masih berhubungan dengan fotografi adalah bisnis media sosial (sharing,
messaging, and community), aplikasi infrastruktur (infrastructure applications), dan cetak foto
(prints and products). Ada pula bisnis keamanan citra (image security), manajemen foto korporasi
(corporate photo management), periklanan dan e-commerce (advertising and e-commerce), serta
analisis (analytic).
58
59
pelanggan. Namun, pada tahap kreasinya sudah ditetapkan fotografer atau jasa fotografi, sehingga
pelanggan tinggal memilih konsep yang telah disediakan fotografer atau jasa fotografi.
Fotografi retail memiliki dua jenis tipe kompensasi, yaitu berdasarkan waktu (time-based) atau
berdasarkan produk (product-oriented). Untuk foto pernikahan, misalnya, kedua tipe kompensasi
ini dapat diterapkan. Untuk tipe kompensasi berdasarkan waktu, biasanya fotografer atau jasa
fotografi telah menetapkan harga sekian rupiah per jam, atau sekian rupiah per sekian jam
untuk peliputan acara tersebut. Atau, fotografer telah menetapkan paket-paket tertentu untuk
jenis kompensasi berdasarkan produk. Misalnya, dengan mengambil paket A, pelanggan akan
mendapatkan foto liputan sebanyak 80 foto yang dikemas dalam satu buku album foto, sebuah
foto ukuran besar, dan 5 buah foto ukuran sedang. Tidak seperti fotografi peliputan acara yang
menerapkan dua tipe kompensasi, fotografi potret atau studio biasanya hanya menerapkan
kompensasi berdasarkan produk. Hal ini karena waktu pemotretan yang dibutuhkan tidak
selama fotografi peliputan acara.
B.7 In-House
Salah satu contoh jasa fotografi yang bekerja sebagai bagian yang terintegrasi di dalam perusahaan
media adalah fotografi jurnalistik. Fotografer jurnalistik terikat kontrak dengan media. Umumnya,
ia menjalankan tugas untuk menghasilkan foto-foto yang diminta atau dipesan media tempat
seorang fotografer bekerja. Untuk media massa seperti koran, fotografer biasanya diminta memotret
peristiwa-peristiwa sosial, politik, dan budaya yang sedang berlangsung di masyarakat. Untuk
60
media yang khusus meliput mode, tentu saja fotografer diminta memotret acara-acara yang
berkaitan dengan mode. Pemberian kompensasi bagi fotografer jurnalistik biasanya berdasarkan
standar gaji yang telah ditentukan media tempat dia bekerja.
61
62
BAB 3
Kondisi Umum Fotografi
di Indonesia
63
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
Nilai Tambah
Subsektor (ADHB)*
Miliar
Rupiah
5,587.71
6,466.84
7,399.80
8,401.44
6,963.95
Kontribusi Nilai
Tambah Subsektor
Terhadap Ekonomi
Kreatif (ADHB)*
Persen
1.18
1.23
1.28
1.31
1.25
Kontribusi Nilai
Tambah Subsektor
Terhadap Total
PDB (ADHB)*
Persen
0.09
0.09
0.09
0.09
0.09
Pertumbuhan Nilai
Tambah Subsektor
(ADHK)**
Persen
7.74
6.82
6.27
6.94
Berbasis Ketenagakerjaan
Jumlah Tenaga
Kerja Subsektor
Orang
56,937
60,006
62,495
63,755
60,798
Tingkat Partisipasi
Tenaga Kerja
terhadap
Ketenagakerjaan
Sektor Ekonomi
Kreatif
Persen
0.50
0.51
0.53
0.54
0.52
Tingkat Partisipasi
Tenaga Kerja
terhadap
Ketenagakerjaan
Nasional
Persen
0.05
0.05
0.06
0.06
0.06
Pertumbuhan
Jumlah Tenaga
Kerja Subsektor
Persen
5.39
4.15
2.02
3.85
Produktivitas
Tenaga Kerja
Subsektor
Ribu
Rupiah/
Pekerja
Pertahun
98,139
107,771
118,406
131,777
114,023
64
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
Jumlah
Perusahaan
Subsektor
Perusahaan
27,239
28,155
28,992
29,785
28,543
Kontribusi Jumlah
Perusahaan
terhadap Jumlah
Perusahaan
Ekonomi Kreatif
Persen
0.52
0.53
0.54
0.55
0.53
Kontribusi Jumlah
Perusahaan
terhadap Total
Usaha
Persen
0.05
0.05
0.05
0.05
Pertumbuhan
Jumlah
Perusahaan
Persen
3.36
2.97
2.74
3.02
Nilai Ekspor
Subsektor
Juta
Rupiah
595,839.00
596,302.39
612,306.27
639,438.51
610,971.54
Kontribusi
Ekspor Subsektor
Terhadap Ekspor
Sektor Ekonomi
Kreatif
Persen
0.62
0.57
0.56
0.54
0.57
Kontribusi
Ekspor Subsektor
Terhadap Total
Ekspor
Persen
0.04
0.03
0.03
0.03
0.03
Pertumbuhan
Ekspor Subsektor
Persen
0.08
2.68
4.43
2.40
Nilai Konsumsi
Rumah Tangga
Subsektor
Juta
Rupiah
910,317.00
1,052,832.32
1,173,625.13
1,331,063.50
1,116,959.49
Kontribusi
Konsumsi Rumah
Tangga Subsektor
terhadap
Konsumsi Sektor
Ekonomi Kreatif
Persen
0.14
0.15
0.15
0.15
0.15
Kontribusi
Konsumsi Rumah
Tangga terhadap
Total Konsumsi
Rumah Tangga
Persen
0.02
0.03
0.03
0.03
0.03
Pertumbuhan
Konsumsi Rumah
Tangga
Persen
15.66
11.47
13.41
13.51
65
66
Kuliner; 31.48%
Kerajinan; 26.19%
Mode; 32.33%
63.755
RATA-RATA PERTUMBUHAN TK
INDUSTRI KREATIF (2010-2013)
1.09%
RATA-RATA PERTUMBUHAN TK
INDONESIA (2010-2013)
0.79%
RATA-RATA PERTUMBUHAN
TENAGA KERJA (2010-2013)
3,85%
67
68
Periklanan; 0.01%
Aritektur; 0,05%
Kerajinan; 16.76%
Kuliner; 42.41%
Mode; 32.64%
Desain; 1,1%
Radio & Televisi; 0.33%
Teknologi Informasi; 0.98%
Penerbitan & Percetakan; 4.17%
Rp 1,33 T
10.5%
11.5%
RATA-RATA PERTUMBUHAN
KONSUMSI RT (2010-2013)
13,51%
69
Menurut data yang didapatkan dari UNCTAD (United Nations Conference on Trade and
Development),8 pertumbuhan nilai ekspor fotografi dari 20082012 sebesar 2,44%. Nilai ekspor
berupa barang (creative goods) di bidang fotografi:
Gambar 3-6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD
(8) Berdasarkan United Nations Conference on Trade and Development. Tautan: http://unctadstat.unctad.org/wds/
ReportFolders/reportFolders.aspx. Terakhir diakses pada Juni 2014.
70
Data Comtrade dan UNCTAD menunjukkan adanya kecenderungan yang sama dalam nilai
ekspor fotografi Indonesia, meskipun nominalnya sedikit berbeda (karena perbedaan nilai mata
uang dalam perhitungan): dari 2010 ke 2011 terjadi penurunan, sedangkan dari 2011 ke 2012
mengalami kenaikan.
Nama
Peraturan
Penjelasan
singkat
Latar Belakang:
Diperlukan adanya perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual
yang lahir di Indonesia, dalam hal ini khususnya perlindungan bagi pencipta
dan pemilik hak terkait. Perkembangan dunia industri dan perdagangan
memerlukan revisi atau perubahan terhadap UU Hak Cipta yang ada sebelumsebelumnya.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merupakan UU pengganti dari UU
Hak Cipta yang pernah ada, yaitu UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang
kemudian diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987, dan terakhir diubah dengan UU
No. 12 Tahun 1997.
Tujuan:
UU ini bertujuan untuk mengatur semua hal yang berhubungan dengan hak
cipta yang terjadi di Indonesia.
Tentang:
UU ini berisikan tentang:
Pengertian terkait hak cipta
Dasar perlindungan hak cipta
Pengalihan hak cipta
Lingkup hak cipta
Jangka waktu perlindungan suatu ciptaan
Pelanggaran dan sanksi
Prosedur pengajuan permohonan
Keterkaitan dengan fotografi:
Fotografi merupakan bagian dari ciptaan yang dilindungi dalam UU ini
sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 tentang ciptaan yang dilindungi poin
nomor 1 huruf j. Kata fotografi juga disebutkan khusus pada pasal 23 (yaitu
mengenai hak untuk mempertunjukkan karyanya dalam suatu pameran), pasal
30 (yaitu tentang hak cipta atas ciptaan), dan bagian penjelasan untuk pasal 17.
Kelemahan
peraturan
UU ini sudah cukup jelas dalam mengatur berbagai hal yang berhubungan
dengan hak cipta untuk bidang fotografi. Kelemahan peraturan ini ada pada
implementasinya di masyarakat.
Kesimpulan
71
Nama
Peraturan
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Penjelasan
singkat
Latar Belakang:
Negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, menetapkan tarif atas pengurusan
hak cipta sebagai penerimaan negara bukan pajak, yang pelaksanaannya
diatur Kementerian Hukum dan HAM.
Tujuan:
UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang diperlukan dalam mengurus halhal yang berkaitan administrasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM.
Salah satunya berhubungan dengan tarif mengurus hak cipta.
Keterkaitan dengan fotografi:
Tarif permohonan pendaftaran suatu ciptaan sebesar Rp300.000 per
permohonan.
Tarif pencatatan lisensi hak cipta sebesar Rp100.000 per nomor daftar.
Tarif permohonan keterangan tertulis mengenai ciptaan terdaftar sebesar
Rp100.000 per permohonan.
Kelemahan
peraturan
Pada praktiknya UU ini tak banyak memberikan pengaruh kepada para fotografer.
Selain karena tarif yang dikenakan dinilai terlalu besar, hak cipta dalam sebuah
karya fotografi sebenarnya telah melekat pada fotografernya sebagaimana telah
dijelaskan dalam UU Hak Cipta. UU ini merupakan salah satu cara untuk melindungi
fotografer agar, apabila hasil karyanya bersinggungan dengan pihak lain dan
kemudian diperkarakan secara hukum, kekuatan hukum yang dimiliki atas hak cipta
fotografi dari seorang fotografer menjadi lebih kuat.
Kesimpulan
Tingginya tarif yang diberlakukan untuk mengurus hak cipta fotografi dinilai
terlalu besar sehingga perlu penyesuaian.
Nama
Peraturan
Penjelasan
singkat
Latar Belakang:
Dalam menghadapai persaingan global, diperlukan persiapan untuk membentuk
SDM berkualitas yang sesuai dengan tuntutan pasar dan dunia usaha atau
industri. Untuk itu, pihak dunia usaha atau industri tersebut harus dapat
merumuskan standar kualifikasi SDM yang diinginkan, sehingga dapat menjamin
keberlangsungan industri tersebut. Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) merupakan perwujudan dari standar kebutuhan kualifikasi
SDM yang diinginkan suatu industri, yang juga merupakan pengakuan atas
kompetensi yang diharapkan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang
tersebut, dalam hal ini sektor multimedia.
72
Tujuan:
Peraturan ini bertujuan mengatur kualifikasi yang diperlukan atas kompetensi
seseorang yang bekerja dalam bidang industri multimedia di Indonesia.
Apabila seseorang tersebut memenuhi kualifikasi yang ditentukan, maka ia
akan mendapatkan sertifikat kompetensi.
Keterkaitan dengan fotografi:
Kompetensi fotografi yang diatur dalam peraturan ini berhubungan dengan
penggunaan fotografi di dalam industri multimedia dan manfaatnya dalam
mendukung produksi film.
3
Kelemahan
peraturan
Peraturan ini pada dasarnya tidak ditujukan secara khusus untuk orang-orang
yang berprofesi sebagai fotografer, tapi juga untuk orang-orang yang bergelut
di industri multimedia dan film; yang membutuhkan kemampuan dan keahlian di
bidang fotografi dalam mendukung industri multimedia dan produksi film.
Kesimpulan
Kebijakan ini cukup mewakili adanya kolaborasi link and match antara industri
fotografi dengan industri multimedia dan film.
SKKNI khusus bagi profesi fotografi Indonesia masih dalam proses pembentukan. Prosesnya
dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jadi, kami belum bisa mengevaluasi
kebijakan SKKNI Fotografi Indonesia dalam buku ini.
Harapannya, kebijakan-kebijakan yang dibuat beberapa Kementerian ini tidak akan merugikan para
fotografer Indonesia. Perlu adanya kolaborasi antar Kementerian dalam mewadahi para fotografer
Indonesia, agar mereka memiliki kejelasan saat berhubungan dengan pihak pemerintah dalam
menghadapi atau menangani persoalan tertentu di bidang fotografi di Indonesia. Selain itu, koordinasi
yang baik diperlukan untuk menghindari tanggung jawab yang tumpang-tindih dan memastikan
bahwa semua hal yang berkenaan dengan fotografi memiliki penanggungjawab di level pemerintahan.
Nama
Peraturan
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan
Penjelasan
singkat
Latar Belakang:
Negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, menetapkan tarif atas pemanfaatan
hutan, yang pelaksanaannya diatur Kementerian Kehutanan. Perubahan
struktur organisasi Kementerian Kehutanan mendorong perubahan terhadap
PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan
sebagaimana terakhir diubah dengan PP No. 92 Tahun 1999 tentang perubahan
kedua atas PP No. 59 Tahun 1998.
Tujuan:
UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang yang berkaitan tanggung jawab
Kementerian Kehutanan dalam menjaga fasilitas-fasilitas hutan sebagai
tempat wisata dan juga tempat perlindungan tumbuhan dan satwa.
73
Kelemahan
peraturan
Kesimpulan
Pada dasarnya UU ini sudah cukup baik dalam menerapkan tarif sebagai
kompensasi pemeliharaan fasilitas. Alasan tersebut dapat diterima, mengingat
risiko yang mungkin terjadi selama proses produksi. Namun, sayangnya, saat ini
batas antara fotografi komersial dan nonkomersial cukup bias, sehingga UU ini
berpotensi menemui hambatan dalam pelaksanaannya.
Selain kebijakan yang dikeluarkan Kementerian, ada pula kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
daerah yang berhubungan dengan penggunaan fasilitas publik yang biasanya berupa retribusi,
seperti misalnya:
Peraturan yang dikeluarkan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta
tentang prosedur pemakaian lokasi taman pemakaman untuk syuting film.9 Adapun
yang diatur dalam peraturan tersebut adalah kewajiban bagi penanggung jawab (pemilik
proyek seperti produser atau penanggung jawab produksi) untuk mengisi formulir dengan
melampirkan:
a. Fotokopi KTP (SKTLD) pemohon.
b. Membuat pernyataan sanggup memelihara ketertiban di TPU.
(9) Prosedur Pemakaian Lokasi Taman Pemakaman untuk Shooting Film, situs web Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Tautan: http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/web/berita/69/prosedur-pemakaianlokasi-taman-pemakaman-untuk-shooting-film Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
74
Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga. Dalam peraturan itu, disebutkan bahwa bagi pengusaha fotografi
yang masuk tempat rekreasi dikenakan retribusi setiap unit sebesar Rp3.000 (tiga ribu
rupiah) per hari.10
Selain kebijakan mengenai retribusi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, beberapa tempat
wisata yang dikelola swasta saat ini juga sudah mulai memberlakukan retribusi bagi pengunjung
yang menggunakan fasilitas untuk keperluan fotografi komersial. Salah satu contohnya adalah di
Kawasan Wisata Alam Mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara.
Berikut ini daftar kumpulan ruang publik di enam provinsi yang memberlakukan retribusi atau
pungutan untuk penggunaan kamera dengan segala jenis dan tujuan.11
1
DKI Jakarta
Taman Prasati
Taman Langsat
Jl. SudirmanJl. Thamrin
Taman Jl. Imam Bonjol
Taman Kota II BSD (Serpong)
Taman Menteng
Perumahan Pantai Indah Kapuk
Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah
Stasiun Kota
Stasiun Tanjung Priok
Halte Gedung BEJ Kuningan
Jawa Barat
(10) Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 15 Tahun 2011 Tanggal 25 April 2011. Mulai Berlaku di Lembaran
Daerah 11 Mei 2011 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Tautan: http://www.kebumenkab.go.id/index.
php/public/page/index/128 Terakhir diakses pada18 Agustus 2014.
(11) Retribusi Kamera di Kawasan Wisata dan Ruang Publik, Resmikah? www.teamtouring.net, 11 Januari 2012.
Tautan: http://teamtouring.net/retribusi-kamera-di-kawasan-wisata-dan-ruang-publik-resmikah.html Terakhir
diakses pada 18 Agustus 2014.
75
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan kebijakan ruang publik adalah tarif khusus
yang dibebankan kepada fotografer atau penanggung jawab produksi, sebagai kompensasi dalam
menggunakan fasilitas ruang publik tersebut. Pihak stakeholder merasa perlu memberlakukan
tarif khusus karena menilai fotografi dengan tujuan komersial akan mendapatkan keuntungan
lebih daripada fasilitas yang disediakan, dan juga berpotensi menyebabkan kerusakan fasilitas
disebabkan peralatan-peralatan pendukungnyaatau mengganggu pengunjung lain yang sedang
menikmati fasilitas ruang publik. Namun sayangnya, kebijakan tarif yang dibuat sering tidak
transparan. Hal ini menyebabkan terjadinya pungutan liar.
Selain masalah pungutan liar, diperlukan juga ketentuan mengenai batasan yang jelas antara
kegiatan fotografi komersial dan nonkomersial. Ketentuan pembatasan ini bertujuan agar
penerapan tarif dapat tepat sasaran. Kelak, para fotografer profesional ini dapat menentukan
harga yang tepat kepada konsumennya bila proyek yang mereka kerjakan berhubungan dengan
tempat-tempat publik yang memiliki ketentuan perizinan.
Di beberapa negara Eropa seperti Swiss dan Inggris, batasan antara fotografi komersial dan
nonkomersial dapat ditandai penggunaan tripod. Di tempat-tempat tertentu, selama belum ada
tripod yang digunakan dalam pemotretan, maka tidak perlu izin resmi untuk memotret. Perizinan
biasanya baru diperlukan di tempat-tempat yang berhubungan dengan masalah keamanan seperti
di jalan raya, stasiun kereta, pusat perbelanjaan (mal), dan lain-lain. Perizinan juga diperlukan
di tempat-tempat wisata yang memiliki ketentuan khusus untuk memotret seperti di The Shard,
London Bridge, London Eye, dan museum-museum di Inggris. Hal ini dapat menjadi alternatif
solusi untuk diterapkan di ruang-ruang publik di Indonesia.
(12) Kode Etik Jurnalistik, dalam Peraturan Dewan Pers, pada situs web www.dewanpers.or.id. Tautan: http://www.
dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=513 Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
76
Penggunaan Kamera SLR di Taman Wisata Alam Mangrove Dikenakan Denda 1 Juta Rupiah
Beberapa waktu lalu Taman Wisata Alam Mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk, Penjaringan,
Jakarta Utara, melarang pengunjungnya menggunakan kamera SLR di dalam kawasannya.
Pengunjung yang kedapatan menggunakan kamera SLR dikenakan denda sebesar Rp1.000.000
oleh petugas. Sayangnya, aturan tersebut tidak dinyatakan secara transparan kepada pengunjung.
Ketika pengunjung berdalih bahwa tidak ada peraturan tertulis yang melarang penggunaan
kamera SLR di kawasan tersebut, petugas tidak dapat memberikan keterangan yang jelas.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/foto-pakai-slr-di-wisata-alam-mangrove-warga-didenda-rp-1-juta.
html diakses 19 Agustus 2014.
77
Nama
Peraturan
Penjelasan
singkat
Kelemahan
peraturan
Kebijakan ini hanya terbatas pada pers dan tidak untuk umum. Padahal, saat
ini penetrasi informasi melalui Internet sudah sangat mudah untuk dijangkau
siapa saja, bahkan hingga anak di bawah umur. Batasan-batasan seperti
gambar atau foto-foto yang bohong, fitnah, cabul, dan sadis, juga dapat
dikonsumsi secara sengaja maupun tidak sengaja oleh masyarakat. Hal ini
dapat menyebabkan kebingungan dan keresahan.
Kesimpulan
Ada baiknya kode etik jurnalistik diadopsi ke dalam kebijakan isi. Saat ini,
dengan berkembangnya Internet, siapa pun bisa menjadi penyampai atau
pembawa berita.
78
Nama
Peraturan
Penjelasan
singkat
Latar Belakang:
Kian berkembang luasnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi di tengah masyarakat dapat mengancam kehidupan dan tatanan
sosial masyarakat Indonesia, sehingga kita perlu peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pornografi. Peraturan yang ada saat ini
belum bisa memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat.
Tujuan:
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 di dalam UU ini, Undang-Undang ini
bertujuan:
a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang
beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b. menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat
istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;
c. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak
masyarakat;
d. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
e. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di
masyarakat.
Keterkaitan dengan fotografi:
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
Dalam menghasilkan karya fotografi, siapa pun tidak diperbolehkan memuat
konten pornografi. Pelanggar aturan ini akan dikenakan sanksi pidana
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang.
Kelemahan
peraturan
Kebijakan ini membatasi ruang ekspresi karya seni rupa, dalam hal ini karya
fotografi. UU tersebut tidak menjelaskan secara jelas eksploitasi seksual dan
norma kesusilaan yang dimaksud pada pasal 1, sehingga semua konten yang
menunjukkan gambar bagian seksual manusia dianggap pornografi.
Kesimpulan
79
jumlah tersebut sebenarnya kurang mewakili kondisi sebenarnya yang terjadi di masyarakat. Pasalnya,
dalam melakukan pekerjaannya, seorang fotografer dapat bertindak tanpa diketahui banyak pihak.
Bila dilihat lebih jauh, maka struktur pasar di subsektor fotografi dapat dilihat melalui masing-masing
ruang lingkupnya yaitu, fotografi jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni. Persaingan
dalam ruang-ruang lingkup tersebut mengandung persaingan pasar yang lebih spesifik lagi.
Untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui seperti
halnya seorang karyawan baru di sebuah perusahaan. Sebagai contoh, di sebuah media massa
di Bandung, untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik media maka seorang fotografer harus
melewati masa magang selama 6-9 bulan sebelum diangkat menjadi karyawan tetap.
Sedangkan untuk menjadi fotografer jurnalistik lepas, entry barrier-nya lebih rendah dibandingkan
dengan fotografer jurnalistik media. Karena untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik lepas
seorang fotografer tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan dengan tingkatan tertentu,
ia juga memiliki fleksibilitas waktu dan tempat dalam bekerja dan berkarya, serta tidak terikat
dengan target pekerjaan. Seorang fotografer jurnalistik lepas dapat bekerja dengan 2 cara, yaitu
(1) melalui kontrak dengan media untuk tugas khusus, atau (2) dengan cara mengirimkan foto
seputar kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung kepada media. Bahkan saat ini dengan
semakin berkembangnya internet, media dapat mencari foto dari blog ataupun media sosial
sebagai sumber foto, tentunya dengan meminta izin pemiliknya, mencantumkan sumber dan
fotografernya, serta memberikan imbalan.
80
Pada pasar mid volume mid price, pemainnya relatif lebih banyak daripada pasar low volume high
price, namun tidak sebanyak high volume low price. Harga menengah ini dikarenakan reputasi yang
dimiliki bisnis fotografi tersebut belum lama atau diferensiasi produknya tidak terlalu unik. Harga
yang ditawarkan pada pasar menengah ini berkisar antara belasan hingga puluhan juta rupiah.
Pemain pada pasar high volume low price biasanya diisi para pemain baru dan pemain lama yang
memang menyasar pada pasar yang besar. Para pemain baru ini biasanya didominasi fotografer
yang mulai beralih dari fotografi amatir ke fotografi profesional. Fotografi yang tadinya hanya
sebagai hobi kemudian dikembangkan menjadi sumber penghasilan. Dalam tahap ini, tentunya
fotografer masih dalam usaha membangun reputasinya. Untuk itu, harga yang ditawarkan
kepada konsumen juga masih rendah. Sementara itu, dari pemain lama di pasar ini, tidak banyak
diferensiasi produk yang diberikan kepada konsumen. Perlu waktu lebih lama dalam menghasilkan
karya foto untuk menciptakan diferensiasi, sehingga demi mendapatkan volume pasar yang
besar, diferensiasi produk tidak dijadikan prioritas dalam bisnis. Di pasar ini terjadi persaingan
sempurna karena jumlah pemain dan juga permintaannya sangat banyak.
81
Selain dilihat dari nilai ekspor, daya saing industri kreatif (dalam hal ini industri fotografi)
juga dapat dilihat dari 7 faktor penyokongnya, yaitu 1) sumber daya kreatif, 2) sumber daya
pendukung, 3) industri fotografi, 4) pembiayaan, 5) pemasaran, 6) infrastruktur dan teknologi,
dan 7) kelembagaan. Gambar 37 menunjukkan daya saing fotografi dari ketujuh faktor tersebut.
Nilai-nilai tersebut didapatkan melalui pendekatan kekuatan dan kekurangan yang ada pada
masing-masing faktor. Nilai skala 0 menandakan bahwa faktor tersebut sangat tidak memadai,
sedangkan nilai skala 10 mengindikasikan faktor tersebut sangat memadai. Nilai skala 5
mengindikasikan bahwa faktor tersebut cukup memadai, namun tidak dapat meningkatkan atau
menumbuhkan potensi industri.
Faktor sumber daya kreatif mendapatkan nilai 4,6. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
wadah untuk memproduksi fotografer seperti insitutsi pendidikan (formal dan nonformal) dan juga
komunitas. Kualitas para fotografer lokal juga semakin meningkat. Di samping itu, kesempatan
untuk meningkatkan kualitas fotografer pun semakin terbuka. Namun, di sisi lain, ada hal-hal
yang menghambat pertumbuhan dan peningkatan kualitas fotografer-fotografer baru, seperti
ketiadaan dukungan industri pada institusi pendidikan, belum jelasnya pola jenjang akademis
untuk fotografi, minimnya komunitas yang dapat bertahan lama, dan lain-lain.
Faktor sumber daya pendukung mendapatkan nilai 3,5. Indonesia memiliki kekayaan alam dan
budaya yang merupakan potensi besar dalam industri fotografi. Sayangnya, saat ini belum ada
manajemen pengetahuan di sektor fotografi. Di samping itu, belum ada kejelian pemerintah
untuk mendukung potensi pariwisata melalui fotografi.
Faktor industri fotografi mendapatkan nilai 5,2. Saat ini, Indonesia merupakan pasar menggiurkan
bagi para produsen kamera karena pangsa pasarnya yang terus meningkat. Selain itu, pasar di
Indonesia juga cukup cepat dalam mengikuti perkembangan teknologi fotografi. Namun, sayang,
tingginya tingkat penjualan kamera tak berbanding lurus dengan peningkatan usaha kreatif di
bidang fotografi. Kurang dari 10% konsumen yang membuka usaha fotografi, sedangkan sisanya
untuk kepentingan pribadi.
Faktor pembiayaan mendapatkan nilai 3,7. Permasalahan di sektor pembiayaan tidak hanya
dialami industri fotografi, namun juga oleh industri kreatif pada umumnya. Karena industri kreatif
merupakan sektor baru, saat ini belum ada skema pembiayaan yang sesuai untuk industri kreatif
ini. Skema pembiayaan yang ada saat ini masih menggunakan pendekatan konservatif, pihak
yang membutuhkan modal harus memberikan jaminan aset sebagai syarat peminjaman modal.
Padahal, industri kreatif memiliki ciri ringan modal namun tinggi nilai tambah. Penyusunan skema
pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif oleh para stakeholder diyakini dapat meningkatkan
pertumbuhan industri kreatif.
Faktor pemasaran mendapatkan nilai 5,3. Faktor ini cukup diuntungkan dengan kemajuan
teknologi informasi. Melalui Internet, informasi dapat lebih cepat disalurkan ke publik. Dengan
kata lain, kesempatan untuk memperluas pasar dapat dilakukan lewat media internet. Tidak hanya
memperluas di dalam negeri, pasar luar negeri pun dapat dijangkau dengan internet. Selain itu,
cara-cara konvensional seperti penyelenggaraan pameran juga harus tetap dilakukan.
Faktor infrastruktur dan teknologi mendapatkan nilai 4. Infrastruktur penting dalam industri
fotografi karena akan memengaruhi faktor pemasaran seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan
82
dukungan infrastruktur yang baik dan juga teknologi yang tepat guna, kualitas fotografi dapat
ditingkatkan, begitu pun dengan pemasarannya. Pembangunan infrastruktur Indonesia saat
ini masih berorientasi di Jawa dan kota-kota besar. Padahal, masih banyak potensi pariwisata di
daerah-daerah terpencil yang sebenarnya juga merupakan potensi bagi industri fotografi.
Faktor kelembagaan mendapatkan nilai 4. Ini merupakan faktor kunci perkembangan industri
kreatif. Sinergi antara 4 pilar, yaitu institusi pendidikan, pemerintah, industri, dan komunitas,
sangat diperlukan guna menghindari tumpang-tindih pekerjaan dan tanggung jawab dalam
melakukan peran pengembangan industri kreatif di bidang fotografi dan bidang-bidang lainnya.
Masing-masing potensi yang dimiliki keempat pilar tersebut harus dapat digunakan tepat sasaran.
Saat ini, sinergi keempat pilar tersebut belum terbentuk. Masing-masing pilar masih berjalan
sendiri-sendiri meskipun memiliki tujuan sama: memajukan fotografi Indonesia.
No.
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(tantangan, hambatan, kelemahan,
ancaman)
1.
83
No.
84
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(tantangan, hambatan, kelemahan,
ancaman)
10
11
2.
3.
INDUSTRI
No.
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(tantangan, hambatan, kelemahan,
ancaman)
5.
PEMBIAYAAN
6.
PEMASARAN
85
No.
86
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
6.
PERMASALAHAN
(tantangan, hambatan, kelemahan,
ancaman)
7.
KELEMBAGAAN
No.
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(tantangan, hambatan, kelemahan,
ancaman)
87
88
BAB 4
Rencana Pengembangan
Fotografi Indonesia
89
90
dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang
ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan
yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin
besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha
yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal.
Sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, pengembangan fotografi sebagai
salah satu subsektor ekonomi kreatif juga diarahkan untuk membangun landasan yang kuat agar
mampu memberdayakan seluruh potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh semua sumber
daya manusia fotografi sehingga tercipta profesionalismeyang diperlukan untuk membentuk
mekanisme yang dapat mendukung terbentuknya industri seni pertunjukansehingga mampu
untuk terus menghadirkan karya-karya berkualitas dan menginspirasi kehidupan bermasyarakat
di Indonesia sehingga menjadi mandiri secara ekonomi (finansial).
Pengembangan fotografi dalam lima tahun mendatang dilakukan melalui peningkatan daya saing
dan ketahanan sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi; peningkatan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri
fotografi Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan daya saing dan ketahanan industri fotografi
Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan akses dan pengembangan pembiayaan yang sesuai;
Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan; pengembangan
infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif; dan penguatan
kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri
fotografi Indonesia.
Ketahanan yang dimaksud adalah adanya keberpihakan Pemerintah dalam melindungi fotografer
lokal dan juga dalam menciptakan lingkungan industri subsektor fotografi Indonesia yang kondusif.
Berdaya saing memiliki arti bahwa dengan kualitas yang dimiliki, seorang fotografer dapat
berkompetisi secara sehat baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berkelanjutan adalah tetap menjaga dan meningkatkan nilai-nilai yang telah ada hingga seterusnya.
91
Mengoptimalkan pemanfaatan
dan mengembangkan sumber
daya lokal yang memiliki
ketahanan dan berdaya saing
secara berkelanjutan
Mengembangkan industri
fotografi Indonesia yang
memiliki ketahanan dan
berdaya saing secara
berkelanjutan
Terciptanya industri
fotografi Indonesia
yang memiliki
ketahanan dan
berdaya saing secara
berkelanjutan
TUJUAN
Industri Fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI
92
Terciptanya sumber
daya manusia kreatif
di bidang fotografi
yang memiliki
ketahanan dan
berdaya saing
Terwujudnya
perlindungan,
pengembangan, dan
pemanfaatan sumber
daya alam dan
sumber daya budaya
bagi industri fotografi
Indonesia secara
berkelanjutan
Mengembangkan
lingkungan yang kondusif
yang mengarusutamakan
kreativitas dalam
membangun industri
fotografi Indonesia yang
memiliki ketahanan dan
berdaya saing dengan
melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
4
Terciptanya pembiayaan
bagi wirausaha di bidang
fotografi yang sesuai,
mudah diakses, dan
kompetitif
Terciptanya perluasan
pasar di dalam dan luar
negeri yang berkualitas dan
berkelanjutan
Tersedianya infrastruktur
dan teknologi yang tepat
guna, mudah diakses, dan
kompetitif
Terciptanya kelembagaan
yang kondusif dan
mengarusutamakan
kreativitas dalam
pengembangan industri
fotografi Indonesia
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya
kualitas pendidikan
yang mendukung
penciptaan orang
kreatif di bidang
fotografi secara
berkelanjutan
Meningkatnya
kualitas tenaga
kerja kreatif (orang
kreatif) di bidang
fotografi
Meningkatnya
wirausaha kreatif lokal
di bidang fotografi yang
memiliki ketahanan dan
berdaya saing
Meningkatnya usaha
kreatif lokal di bidang
fotografi yang berdaya
saing
Terciptanya pusat
pengetahuan
sumber daya alam
dan budaya lokal
yang akurat dan
terpercaya serta
dapat diakses secara
mudah dan cepat
Meningkatnya
keragaman dan kualitas
karya kreatif lokal di
bidang fotografi
Meningkatnya ketersediaan
pembiayaan bagi industri
fotografi lokal yang sesuai,
mudah diakses, dan
kompetitif
Meningkatnya diversifikasi
dan penetrasi pasar karya
fotografi di dalam negeri
dan luar negeri
Meningkatnya ketersediaan
infrastruktur yang memadai
dan kompetitif
10
Meningkatnya ketersediaan
teknologi tepat guna
yang mudah diakses dan
kompetitif
11
12
Meningkatnya partisipasi
aktif pemangku
kepentingan dalam
pengembangan industri
fotografi secara berkualitas
dan berkelanjutan
13
Meningkatnya apresiasi
kepada orang/karya/
wirausaha/usaha kreatif
lokal di bidang fotografi
baik itu di dalam dan luar
negeri
14
Meningkatnya apresiasi
masyarakat terhadap
sumber daya alam
dan budaya lokal yang
mendukung industri
fotografi
93
94
c.
d.
e.
f.
g.
95
4. Memfasilitasi kolaborasi dan keterkaitan antar usaha kreatif maupun antara industri
kreatif dengan industri lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global.
5. Mengembangkan standar usaha kreatif nasional yang diakui secara global serta memfasilitasi
usaha kreatif lokal untuk memenuhi standar industri kreatif nasional dan global.
6. Memfasilitasi para pelaku industri fotografi lokal dalam mempromosikan daerahnya.
lembaga
pembiayaan
yang
mempercepat
2. Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan
kompetitif.
3. Memperkuat hubungan dan akses informasi antara usaha kreatif, pemerintah dengan
lembaga keuangan.
96
97
4. Mereview kembali dan melakukan revisi bila diperlukan pada kurikulum pendidikan yang
sudah ada terkait dengan ekonomi kreatif, khususnya bidang fotografi.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah:
Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan
jenjang S3.
98
Pemberian fasilitas untuk pengembangan pusat data pengetahuan untuk fotografi Indonesia.
Pemberian fasilitas, dana, akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di
dalam maupun luar negeri.
Pemberian fasilitas dan dana bagi fotografer untuk mengikuti pameran fotografi di dalam
maupun luar negeri.
99
4.5.9 Peningkatan
Kompetitif
Ketersediaan
Infrastruktur
yang
Memadai
dan
Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara meningkatkan infrastruktur
di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pengadaan infrastruktur untuk
mempermudah akses ke daerah-daerah yang memiliki objek-objek pariwisata.
100
102
BAB 5
Penutup
BAB 5: Penutup
103
5.1 Kesimpulan
Dalam penyusunan rencana aksi jangka menengah fotografi 2015-2019, fotografi di definisikan
sebagai: Industri yang mendorong penggunaan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu
dalam memproduksi citra dari satu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk
di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan
informasi, untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kesempatan kerja. Definisi
tersebut merupakan hasil elaborasi dari proses analisis yang meliputi: kajian pustaka, wawancara
mendalam, dan focus group discussion, yang melibatkan para narasumber yang mewakili pemangku
kepentingan dari unsur pemerintah, pelaku industri, komunitas/asosiasi, dan kalangan intelektual.
Secara umum ruang lingkup pengembangan fotografi meliputi fotografi profesional, fotografi
seni, fotografi komersial dan fotografi jurnalistik. Fotografi professional adalah fotografi yang
fotografernya menjual keahliannya di bidang fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata
pencahariannya. Fotografi seni adalah fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi
sebagai bagian dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi komersial
biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaan-perusahaan. Foto dalam fotografi
komersial dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari konsep awal), atau klien
dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk kepentingan klien. Fotografi
jurnalistik berkaitan erat dengan wilayah produksi dan konsumsi media cetak dan elektronik.
Tujuan utama pewarta foto adalah memotret kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk
diberitakan kembali melalui media massa. Perkembangan fotografi di Indonesia dimulai tahun
1841 sejak kedatangan Juriaan Munich, seorang utusan Kementerian Kolonial Kerajaan Belanda.
Tujuan kedatangan Munich ke Batavia dengan kamera dauguerreotype yang dia bawa adalah
untuk mengabadikan aneka tanaman serta kondisi alamnya. Maraknya subsektor fotografi dapat
dilihat dengan adanya Perkumpulan Seni Foto Indonesia (PFSI) di tahun 1973. Saat ini dapat
kita saksikan dengan adanya Forum Fotografi Indonesia (FFI) di tahun 2013 membuat subsektor
Fotografi kita semakin berdaya saing.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses
penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem fotografi yang
terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar,
dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif fotografi adalah kreasi, produksi, dan distribusi. Apresiasi
termasuk dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) di dalam ekosistem
fotografi, karena membangun serta meningkatkan kualitas dan kompetensi fotografi. Selain
apresiasi, di dalam lingkungan pengembangan ada pendidikan yang menjadi salah satu elemen
penting; pendidikan melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi,
ilmu, dan juga teknik-teknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre
baru dalam fotografi terus tumbuh dan berkembang. Pasar di dalam subsektor fotografi adalah
konsumen, dimana konsumen dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan atau
organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media,
industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi.
Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan
cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan
dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard disk,
atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya
104
di layanan-layanan photo sharing yang ada di Internet seperti Flickr.com, 500px.com, Picasa,
Instagram, Facebook, dan lain-lain.
Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor fotografi dapat dilihat dari peta industri yang
menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage)
dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya
adalah industri peralatan fotografi, agen model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan kostum,
jasa penyewaan lokasi, jasa penyewaan tata lampu, industri mode, industri desain interior, industri
kimia, industri pembuatan kertas foto, industri teknologi dan informasi, industri pembuatan bingkai
foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri percetakan, dan
industri peralatan elektronik. Forward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya adalah
industri periklanan, industri penerbitan, industri desain, galeri seni, jurnalistik, dan industri
konten digital. Selain digunakan dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor fotografi,
rantai nilai kreatif juga digunakan dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi
di subsektor fotografi, yaitu jasa fotografi, event organizer, biro foto, rental alat foto, agen stock
foto, jasa cetak foto, studio foto, fotografi seni, dan in-house.
Kontribusi ekonomi subsektor fotografi dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan,
aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di
tahun 2013, subsektor fotografi memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 1% terhadap
total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013
sebesar 6.94%. Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor fotografi memberikan kontribusi sebesar 0.54%
terhadap total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan
2010-2013 sebesar 3.85%.
Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di
subsektor fotografi dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah Industri
subsektor Fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan.
5.2 Saran
Pengembangan subsektor fotografi dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada programprogram:
Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan
jenjang S3
BAB 5: Penutup
105
Pemberian fasilitas untuk pengembangan pusat data pengetahuan untuk fotografi Indonesia
Pemberian fasilitas, dana, akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi
di dalam maupun luar negeri
Pemberian fasilitas dan dana bagi fotografer untuk mengikuti pameran fotografi di dalam
maupun luar negeri
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan
beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor
fotografi, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian, dan memutakhirkan data
kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
Kreatif.
106
108
LAMPIRAN
Lampiran
109
110
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
2.1
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
1.2
1.1
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
111
ARAH KEBIJAKAN
3.1
3.2
3.3
STRATEGI
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
112
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Meningkatnya ketersediaan
pembiayaan bagi industri fotografi
lokal yang sesuai, mudah diakses,
dan kompetitif
6.1
Meningkatnya ketersediaan
infrastruktur yang memadai dan
kompetitif
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
5.1
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
4.1
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan
berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
113
a
b
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
7.1
7.2
7.3
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
6.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
114
7.4
MISI/TUJUAN/SASARAN
c
Meningkatkan akses dan distribusi terhadap
informasi/pengetahuan mengenai sumber
daya alam dan sumber daya budaya lokal
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Lampiran
115
INDIKASI STRATEGIS
1.2
c
d
e
Adanya pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah yang memiliki potensi pariwisata
Adanya alokasi beasiswa bagi pengajar fotografi yang akan melanjutkan studi hingga jenjang S3
3.1
a
b
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
2.1
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
1.1
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
116
3.3
a
Peningkatan jumlah komunitas fotografi daerah
INDIKASI STRATEGIS
a
b
a
b
6.1
6.2
b
c
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
5.1
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
4.1
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan
berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
3.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
117
INDIKASI STRATEGIS
7.1
7.2
7.3
7.4
c
d
e
f
g
Adanya pengarsipan dan publikasi sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi
Indonesia
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
MISI/TUJUAN/SASARAN
118
PENANGGUNGJAWAB
2015
Perbaikan dan
penambahan fasilitas
pendidikan fotografi di
pendidikan tinggi
Pembangunan institusi
pendidikan fotografi
baru di daerah-daerah
yang potensial
Memberikan beasiswa
kepada para pengajar
untuk melanjutkan
studi sampai dengan
jenjang S3
Memberikan insentif
penelitian kepada para
pengajar
SASARAN 2: Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
Perbaikan nomenklatur
pendidikan fotografi
SASARAN 1: Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
119
Perbaikan dan
penambahan fasilitas
pendidikan fotografi di
pendidikan tinggi
Pembuatan
standarisasi/sertifikasi
fotografer
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
2017
TAHUN
Pendirian pusat
manajemen
pengetahuan di bidang
fotografi
SASARAN 4: Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
SASARAN 3: Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
SASARAN/RENCANA AKSI
2018
2019
120
Pembinaan komunitas
fotografi Indonesia
Pengembangan skema
pembiayaan industri
kreatif
SASARAN 7: Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
PENANGGUNGJAWAB
SASARAN 6: Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
Pembuatan
standarisasi/sertifikasi
fotografer
Koordinasi
pengembangan unit
usaha fotografi
SASARAN 5: Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
121
PENANGGUNGJAWAB
Pemberian fasilitas,
dana, akses pasar
bagi fotografer untuk
melakukan usaha
fotografi di dalam
maupun luar negeri
Pengadaan
infrastruktur untuk
mempermudah akses
ke daerah-daerah yang
memiliki objek-objek
pariwisata
Pemberian fasilitas
untuk pengembangan
pusat data
pengetahuan untuk
fotografi Indonesia
SASARAN 8: Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
122
PENANGGUNGJAWAB
Pembinaan komunitas
fotografi Indonesia
Kerjasama
pengembangan
teknologi
Penyusunan kebijakan
yang sesuai bagi
wirausaha fotografi
SASARAN 11: Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
Kerjasama dengan
industri fotografi
SASARAN 10: Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
123
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
Pemberian fasilitas
untuk publikasi tulisan
terkait fotografi di
media massa
Sosialisasi yang dilakukan seminar, tulisantulisan, dan penegakan hukum dalam kaitannya
dengan fotografi
Pemberian fasilitas
untuk mengarsipkan
sumber daya alam dan
budaya yang dapat
memperkaya fotografi
Indonesia
SASARAN 14: Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
Event fotografi
Indonesia
SASARAN 13: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
2017
TAHUN
SASARAN 12: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
2018
2019
126