Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGEMBANGAN
KULINER
NA SIONAL
2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN
KULINER NASIONAL 2015-2019
:
Mandra Lazuardi
Mochamad Sandy Triady
iv
RENCANA PENGEMBANGAN
KULINER NASIONAL 2015-2019
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD):
Rian Farisa
Ayu Mulyadi
Rudi Rustandi Donal
Bondan Winarno
Rudy Harsono
Dinny Mutiah
Santi Palupi
Dony Riyadi
Shinta
Evi
Sumaryadi
Fajar Ayuningsih
Timotius Agus Rachmat
Fony Sumolang
Virginia Kadarsan
Hamdan
Vita Datau
Inti Krisnawati
William Wongso
Linda Adimidjaja
Wulan Resnisari
Minerva Taran
Yoen Wahyu
Misriati
vi
Kata Pengantar
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting
dalam mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Ekonomi ini digerakkan
oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, yaitu sumber daya
manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah, dan sumber
warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan
ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Kita secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan
membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya
pengembangannya diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing
baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga
memajukan aspek-aspek non-ekonomi, berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita
dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan
mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu, ekonomi
kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup,
pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial.
Kuliner sebagai salah satu dari lima belas subsektor di dalam ekonomi kreatif, merupakan kegiatan
persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan dan minuman yang menjadikan unsur
kreativitas, estetika, tradisi, dan kearifan lokal sebagai elemen terpenting dalam meningkatkan cita
rasa dan nilai produk untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi konsumen. Saat
ini masih ada masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan industri kuliner di Indonesia,
termasuk di dalamnya jumlah dan kualitas orang kreatif yang masih belum optimal, ketersediaan
sumber daya alam yang belum teridentifikasi dengan baik, keseimbangan perlindungan dan
pemanfaatan sumber daya budaya, minimnya ketersediaan pembiayaan bagi orang-orang kreatif,
pemanfaatan pasar yang belum optimal, ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan
kompetitif serta kelembagaan dan iklim usaha yang belum sempurna.
Dalam upaya melakukan pengembangan industri kuliner di Indonesia, diperlukan pemetaan
terhadap ekosistem kuliner yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance environment,
dan pengarsipan. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple
helix yaitu intelektual, pemerintah, dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas
kreatif dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi
dan jaringan yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis dan komunitas. Keberhasilan
ekonomi kreatif di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang
menyeluruh dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
vii
Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025 yang diterbitkan pada tahun 2009, di mana kuliner belum masuk ke dalam subsektor
industri kreatif. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data dan informasi, telah
dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua pemangku kepentingan baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif, dan komunitas
kuliner secara intensif. Hasilnya adalah buku yang menjabarkan secara rinci pemahaman mengenai
industri kuliner dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan industri
kuliner lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat
pengembangan industri kuliner selama ini dapat diatasi sehingga dalam kurun waktu lima tahun
mendatang, industri kuliner dapat menjadi industri yang berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan
dinamis secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia.
Salam Kreatif
viii
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................... vii
Daftar Isi.............................................................................................................................. ix
Daftar Gambar..................................................................................................................... xi
Daftar Tabel......................................................................................................................... xii
Ringkasan Eksekutif............................................................................................................ xiii
BAB 1 PERKEMBANGAN KULINER DI INDONESIA.......................................................
21
45
ix
67
Daftar Gambar
Gambar 11 Culinary Arts in Creative Economy.................................................................... 8
Gambar 12 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Kuliner.............................9
Gambar 13 Perkembangan Kuliner Indonesia........................................................................18
Gambar 21 Peta Ekosistem Industri Kreatif...........................................................................22
Gambar 22 Proses Kreasi Kuliner...........................................................................................23
Gambar 23 Peta Ekosistem Kuliner....................................................................................... 26
Gambar 24 Proses Produksi Kuliner...................................................................................... 28
Gambar 25 Proses Penyajian Kuliner..................................................................................... 29
Gambar 26 Peta Industri Kuliner...........................................................................................37
Gambar 31 Kontribusi Ekonomi Kuliner Berbasis PDB..........................................................48
Gambar 32 Kontribusi Ekonomi Kuliner Berbasis Ketenagakerjaan...................................... 49
Gambar 33 Kontribusi Ekonomi Kuliner Berbasis Aktivitas Perusahaan................................50
Gambar 34 Kontribusi Ekonomi Kuliner Berbasis Konsumsi Rumah Tangga........................51
Gambar 35 Kontribusi Ekonomi Kuliner Berbasis Nilai Ekpor..............................................52
Gambar 36 Jumlah Usaha Subsektor Kuliner ....................................................................... 55
Gambar 37 Daya Saing Kuliner ............................................................................................55
Gambar 38 Data Ekspor dan Impor Kuliner ........................................................................ 58
xi
Daftar Tabel
Tabel 11 Klasifikasi Subsektor Kuliner pada Industri Kreatif.................................................. 4
Tabel 31 Kontribusi Ekonomi Subsektor Kuliner 2010-2013.................................................46
Tabel 32 Potensi dan Permasalahan Kuliner............................................................................61
Tabel 41 Visi Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Kuliner 2015-2019..........................69
xii
Ringkasan Eksekutif
Kuliner berkaitan erat dengan proses dalam menyiapkan makanan atau memasak yang merupakan
kegiatan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa antropolog memercayai
bahwa kegiatan memasak sudah ada sejak 250 ribu tahun lalu pada saat tungku pertama kali
ditemukan. Sejak itu, teknik memasak terus mengalami perkembangan. Setiap daerah di penjuru
dunia memiliki teknik memasak dan variasi makanan yang berbeda-beda. Hal ini menjadikan
makanan sebagai suatu hal yang memiliki fungsi sebagai produk budaya. Berangkat dari
pemahaman tersebut, kuliner dijadikan sebuah komoditas industri kreatif berbasis budaya. Hal
ini yang mendorong terciptanya subsektor kuliner menjadi salah satu dari lima belas subsektor
ekonomi kreatif di Indonesia.
Berdasarkan pemahaman tersebut, diperlukan sebuah kesepakatan definisi dari subsektor kuliner
yang sesuai dengan konsep ekonomi kreatif. Hal ini juga didorong oleh masih barunya istilah
kuliner di Indonesia sehingga maknanya masih belum memiliki acuan yang jelas. Selain itu,
diperlukan juga ruang lingkup dari subsektor kuliner di Indonesia yang dijadikan fokus dalam
pengembangan ekonomi kreatif.
Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam mengenai subsektor kuliner,
perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal, yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan
merupakan best practices dari negara-negara yang sudah maju industri kulinernya. Selain itu, perlu
juga dipahami kondisi aktual dari kuliner di Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi.
Pemahaman antara kondisi ideal dan kondisi aktual dapat memberikan gambaran mengenai
kebutuhan dari industri kuliner nasional sehingga dapat berkembang dengan baik, dengan
mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan,
ancaman, dan hambatan) yang dihadapi.
Ekosistem kuliner, yaitu sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan
(interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan
lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai tersebut.
Peranan ekonomi kreatif bagi Indonesia sudah semestinya diukur secara kuantitatif sebagai
indikator yang bersifat nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai
keberadaan ekonomi kreatif yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk
ikut serta dalam memajukan Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai
ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk kuliner.
Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan
perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi
ekonomi kuliner, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung berdasarkan data Klasifikasi
xiii
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009 yang hanya memasukkan klasifikasi usaha
kode 56 yaitu usaha penyedia makanan dan minuman, sehingga nilai PDB ini dapat lebih akurat
apabila sudah memasukkan kode KBLI yang sesuai dengan ruang lingkup usulan (Bab 2.2.2
Ruang Lingkup Industri Kuliner), yaitu memasukkan beberapa lapangan usaha pengolahan
makanan dan minuman.
Visi, misi, tujuan dan, sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan kuliner
pada periode 2015-2019. Poin-poin tersebut menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi atau lembaga terkait
secara terarah dan terukur yang dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Kuliner Indonesia.
xiv
Benjamin Franklin
KULINER 2015-2019
10
KERAJINAN 2015-2019
ARSITEKTUR 2015-2019
09
12
08
PERIKLANAN 2015-2019
RENCANA AKSI
JANGK A MENENGAH
17
VIDEO 2015-2019
PENERBITAN 2015-2019
16
15
18
MUSIK 2015-2019
PERFILMAN
2015-2019
14
RENCANA AKSI
JANGK A MENENGAH
11
ARSITEKTUR
2015-2019
06
05
04
xv
BAB 1
Perkembangan Kuliner
di Indonesia
Washington DC,
Amerika Serikat
Creative Sector
Museums and heritage
Building arts
Culinary arts
Performing arts
Media and Communications
Visual arts/Crafts and Designer
products
Negara yang sudah memasukkan kuliner ataupun industri yang berkaitan dengan makanan dan
minuman ke dalam sektor industri kreatif di antaranya adalah Italia dan dua negara bagian di
Amerika Serikat, yaitu Washington DC dan Mississipi. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan
oleh negara-negara tersebut (seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1-1), dapat dilihat bahwa Italia
memasukan food and wine industry ke dalam industri kreatif karena produk makanan seperti keju,
daging olahan, dan wine merupakan produk budaya mereka dan hal tersebut tidak bisa dilepaskan
dari kreativitas apabila ingin terus lestari dan berkembang.
Selain Italia, beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti Washington DC dan Mississipi,
sudah memasukkan subsektor kuliner (culinary arts) ke dalam industri kreatif dengan pertimbangan
bahwa mereka memiliki kekayaan dan keunikan dalam bidang tersebut. Selain itu, dunia kuliner
dianggap memiliki perkembangan yang baik dalam hal penciptaan kreasi baru yang ditandai
dengan maraknya kemunculan restoran yang menyajikan kreasi menu baru..
Definisi culinary arts yang digunakan di Washington DC adalah:
The subset of the food preparation industry that includes all cooking-related activities in which aesthetics
and creative content are critical elements. The segment includes only locally-owned food establishments,
full-service restaurants, gourmet food shops, and caterers.3
Atau dalam bahasa Indonesia:
Bagian dari industri penyedia makanan yang kegiatannya meliputi semua hal yang terkait dengan
aktivitas memasak yang mana estetika dan kreativitas merupakan elemen yang sangat penting. Segmen
industri ini meliputi restoran lokal, restoran full-service, toko makanan, dan jasa boga.
Sedangkan definisi culinary arts yang digunakan di Mississippi adalah:
Subset of the food preparation industry in which aesthetics and creative content are what attracts
customers and generates higher prices.4
Atau dalam bahasa Indonesia:
Bagian dari industri penyedia makanan yang mana estetika dan kreativitas merupakan hal utama
yang menarik konsumen serta menyebabkan penetapan harga yang tinggi mungkin untuk dilakukan.
Kedua definisi di atas menjelaskan bahwa praktik kuliner dalam konteks ekonomi kreatif merupakan
sebuah kegiatan persiapan makanan dan minuman yang menekankan aspek estetika dan kreativitas
sebagai unsur terpenting dalam memberikan nilai tambah pada suatu produk kuliner dan mampu
meningkatkan harga jual. Definisi ini menekankan bahwa tidak seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan makanan dan minuman masuk ke dalam area kuliner pada industri kreatif.
Kuliner saat ini tidak lagi hanya sebatas produk pemuas kebutuhan dasar manusia. Ada unsur lain
(3) The DC Office Planning. (2010). Creative Capital: The Creative DC Action Agenda. Washington DC: The DC Office Planning
(4) Mississippi Development Authority. (2011). Mississippis Creative Economy. Mississippi: Mississippi Development
Authority
yang dicari oleh konsumen saat mengonsumsi sebuah sajian makanan dan minuman. Kuliner
yang memiliki unsur budaya asli suatu daerah dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk
datang mengunjungi daerah tersebut. Kuliner yang menggunakan kreativitas dapat menghasilkan
olahan makanan yang memiliki cita rasa lezat dan juga memberikan pengalaman tersendiri saat
menyantapnya, sehingga menjadikan kuliner sebagai komoditas yang menarik untuk dikembangkan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan definisi dari subsektor kuliner pada
ekonomi kreatif Indonesia, yaitu:
Sumber: Focus Group Discussion subsektor Kuliner, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (MeiJuni 2014)
Dari definisi di atas terdapat beberapa kata kunci, yaitu kreativitas, estetika, tradisi, dan kearifan
lokal yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Kreativitas. Kreativitas yang dimaksud adalah aspek ide baru yang dapat memberikan nilai
tambah pada sebuah makanan dan minuman. Kreativitas ini dapat tertuang melalui kreasi
resep, kreasi cara pengolahan, dan kreasi cara penyajian. Proses kreativitas tidak harus selalu
menghasilkan sesuatu yang 100% baru, namun bisa berupa pengembangan dari sesuatu
yang sudah ada sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan lebih menarik di pasar.
2. Estetika. Estetika yang dimaksud adalah aspek tampilan dari sebuah makanan dan minuman
yang ditata dengan memperhatikan unsur keindahan sehingga menjadikan produk kuliner
tersebut memiliki nilai lebih dan mampu menggugah selera konsumen untuk menikmatinya.
Contohnya adalah menyajikan masakan tradisional khas suatu daerah menjadi lebih modern.
3. Tradisi. Tradisi yang dimaksud adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan dalam
mengolah dan mengonsumsi makanan dan minuman. Hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun
lisan, karena tanpa adanya proses ini, suatu tradisi dapat punah. Unsur tradisi ini sangat
penting dalam menjaga warisan budaya kuliner Indonesia.
4. Kearifan Lokal. Kearifan lokal yang dimaksud adalah identitas suatu daerah
berupakebenaran yang telah tertanam dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan
lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi
nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Berkaitan
dengan kuliner, kearifan lokal akan membentuk karakter kuliner suatu daerah yang harus
mampu diangkat dan dikenalkan kepada masyarakat luas.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia kuliner tidak lepas dari nilai tradisi dan
kearifan lokal suatu daerah karena makanan, terutama di Indonesia, merupakan salah satu warisan
Sumber: pekankreatif.com
budaya. Untuk meningkatkan daya tarik konsumen, diperlukan sebuah kreativitas sehingga
tercipta produk kuliner yang menarik dan berkualitas.
Adanya penajaman konteks kuliner pada industri kreatif dikarenakan oleh adanya usaha kuliner
non-kreatif dalam jumlah besar dalam subsektor kuliner dimana akarnya adalah industri pertanian
serta industri makanan dan minuman. Klasifikasi tersebut menjadikan usaha restoran cepat saji,
restoran dengan menu tetap, dan usaha kuliner standar lainnya tidak masuk dalam subsektor
kuliner pada industri kreatif di negara bagian tersebut.
Pada umumnya industri kuliner didefinisikan lebih ke arah pelayanan makanan dan minuman
(foodservice). Hal ini karena pada area tersebut lebih dibutuhkan kemampuan dan keahlian kuliner
seperti memasak berbagai menu makanan yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajikannya
di sebuah piring dengan penataan yang menggugah selera. Seiring perkembangan dunia kuliner,
beberapa klasifikasi mulai memasukkan produk makanan hasil olahan atau kemasan ke dalam
ruang lingkup kuliner, yaitu untuk kategori specialty foods. Berdasarkan The Specialty Food
Association, Specialty Foods didefinisikan sebagai:
Foods, beverages or confections meant for human use that are of the highest grade, style and/or quality
in their category. Their specialty nature derives from a combination of some or all of the following
qualities: their uniqueness, exotic origin, particular processing, design, limited supply, unusual
(5) Mississippi Development Authority. (2011). Mississippis Creative Economy. Mississippi: Mississippi Development Authority
Berdasarkan ruang lingkup yang ada, fokus pengembangan subsektor kuliner pada industri
kreatif Indonesia periode 20152019 adalah yang berupa jasa kuliner (restoran dan jasa boga).
Pengembangan jasa kuliner ini diharapkan mampu mengangkat makanan tradisional Indonesia
dan juga mampu memberikan pengalaman saat menyantapnya.
10
memasak ternama didunia. Sekolah ini mampu membawa metode baru dalam proses mendidik
calon-calon profesional di bidang kuliner. The CIA menggabungkan konsep pembelajaran teori
dan praktik dengan mewajibkan seluruh siswanya untuk menyelesaikan delapan belas (18) minggu
bekerja magang di sebuah restoran terkemuka.8
Pada tahun 1895, di Benua Eropa berdiri Le Cordon Bleu, salah satu sekolah bidang kuliner
tertua dan terkemuka hingga saat ini. Sekolah ini lahir dari sebuah program kursus memasak yang
diberikan oleh para juru masak terkenal di Perancis saat itu hingga berkembang menjadi sebuah
sekolah memasak. Hingga saat ini Le Cordon Bleu telah beroperasi di berbagai negara dengan
jumlah lebih dari 50 sekolah, tidak saja hanya di Eropa, namun hingga Thailand dan Malaysia.9
Perkembangan dunia kuliner di awal abad 20-an semakin membaik, terutama di berbagai negara
Eropa dan Amerika. Berbagai restoran baru lahir dan minat masyarakat untuk menikmati
hidangan berkualitas pun semakin meningkat. Hingga pada tahun 1926, terbit suatu panduan
buku mengenai berbagai restoran yang ada di Perancis yang dikenal dengan nama Michelin
Guide serta memberikan penghargaan berupa Michelin Stars, yaitu sebuah penghargaan atas
kualitas yang dimiliki suatu restoran. Hingga saat ini Michelin Stars menjadi penghargaan paling
bergensi di dunia kuliner. Penghargaan ini menggunakan sistem peringkat sebagai berikut:10
Two stars: Restoran yang sangat istimewa, layak untuk dikunjungi kembali;
Three stars: Restoran yang sangat-sangat istimewa, layak dikunjungi secara khusus.
Keberadaan penghargaan seperti ini mampu memicu para juru masak untuk terus berkreasi
menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadikan dunia kuliner menjadi lebih menarik.
Seorang juru masak yang berhasil membawa restorannya mendapatkan penghargaan Michelin Star
akan mendapatkan pengakuan internasional yang dapat meningkatkan namanya di dunia kuliner.
Pengaruh kuliner Perancis sangat besar dalam perkembangan kuliner dunia dan bermigrasi ke berbagai
belahan dunia. Julia Child, juru masak asal Amerika, merupakan salah satu orang yang berperan membawa
kuliner Perancis ke Amerika dengan membuat sebuah buku panduan memasak berjudul Mastering the
Art of French Cooking dengan tebal 726 halaman yang sangat populer hingga saat ini. Ia juga memiliki
program memasak yang disiarkan di televisi, The French Chef, disiarkan pertama kali pada tahun 1963
dan bertahan hingga sepuluh tahun kemudian serta meraih Emmy Awards sebagai program edukasi
terbaik saat itu. Pada tahun 2002, kerja keras, dedikasi, dan prestasi Julia Child dalam dunia kuliner
diabadikan di The National Museum of American History. Di museum tersebut ditampilkan sebuah
area yang menggambarkan dapur yang digunakan oleh Julia Child pada program memasaknya di televisi.
Kesuksesan Julia Child pun menjadi inspirasi dalam pembuatan sebuah film bertema kuliner pada tahun
2009 berjudul Julie and Julia dan berhasil mendapatkan beberapa penghargaan.11
Kisah Julia Child merupakan gambaran dari perkembangan dunia kuliner di abad ke-20, saat
dunia kuliner mampu memberikan pengaruh yang kuat dan dapat menjadi objek bagi industri
lainnyamulai dari penerbitan, pertelevisian, hingga perfilmandimana kondisi ini semakin maju
di tahun 2000-an hingga saat ini. Kolaborasi dunia kuliner dengan industri media semakin erat,
(8) http://en.wikipedia.org/wiki/Cooking_school, diakses 19 Juli 2014 pukul 18.00
(9) http://en.wikipedia.org/wiki/Le_Cordon_Bleu, diakses 19 Juli 2014 pukul 18.00
(10) http://www.viamichelin.co.uk/tpl/mag6/art200903/htm/tour-saga-michelin.htm, diakses 19 Juli 2014 pukul 16.00
(11) http://www.pbs.org/food/chefs/julia-child/, diakses 19 Juli 2014 pukul 15.30
11
ditandai dengan semakin banyaknya program televisi dengan tema kuliner yang menciptakan
status baru bagi para juru masak yang tampil di layar kacacelebrity chef. Beberapa program bertema
kuliner seperti Masterchef, No Reservations, Jamie at Home, Hestons Feast, dan sebagainya telah
mengangkat nama para juru masak menjadi seorang public figure, diantaranya adalah Gordon
Ramsay, Jamie Oliver, Heston Blumenthal, Anthony Bourdaindan dan Nigella Lawson.
Perhatian dunia akan kuliner sebagai komoditas potensial dalam industri kreatif semakin meningkat di
abad ke-21. Sejak tahun 2005, UNESCO melalui program Creative City Network (CCN), mendefinisikan
tujuh subsektor dalam cakupan industri kreatifnya di mana kuliner/gastronomi termasuk di dalamnya.
Program CCN ini memfasilitasi proses pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan sumber daya antar
anggotanya sebagai jalan untuk mengangkat industri kreatif lokal dan menumbuhkan kerjasama
di seluruh dunia dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Untuk dapat menjadi bagian
dari program ini, khususnya sebagai kota gastronomi, suatu daerah harus memiliki potensi kuliner.
Kriteria yang harus dimiliki oleh kota yang ingin mengajukan diri sebagai kota gastronomi adalah:
1. Berkembangnya kuliner yang merepresentasikan karakter kota/wilayah;
2. Berkembangnya komunitas kuliner dan restoran-restoran tradisional;
3. Penggunaan bahan baku lokal dalam proses memasak tradisional;
4. Pemahaman masyarakat mengenai teknik memasak tradisional dan praktik kuliner yang
bertahan di tengah perkembangan teknologi dan industri;
5. Tersedianya pasar tradisional dan industri makanan tradisional;
6. Adanya tradisi dalam menyelenggarakan festival, penghargaan, kontes, dan kegiatan promosi
kuliner lainnya;
7. Adanya upaya pelestarian lingkungan dan pemanfaatan produk lokal secara berkelanjutan;
8. Adanya upaya pengembangan apresiasi masyarakat, sosialisasi mengenai nutrisi yang
baik di lembaga pendidikan, serta diperhatikannya keragaman sumber daya alam dalam
kurikulum sekolah memasak.12
(12) http://www.unesco.org/new/en/culture/themes/creativity/creative-cities-network/gastronomy/, diakses 19
Juli 2014 pukul 19.00
12
Hingga saat ini sudah ada lima kota yang dinobatkan sebagai kota gastronomi, yaitu:
1. Popayn, Kolombia
2. Chengdu, Cina
3. stersund, Swedia
4. Jeonju, Korea Selatan
5. Zahl, Lebanon
13
Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi dan ilmu sains pun memberikan pengaruh di
bidang kuliner. Konsep molecular gastronomy muncul sebagai konsep penggunaan transformasi
fisika dan kimia dari bahan pangan selama proses memasak serta konsep pengembangan
fenomena sensori pada saat makanan dikonsumsi. Keberadaan molecular gastronomy sudah mulai
diperkenalkan sejak tahun 1988 oleh Nicholas Kurti dan Herve This, ilmuwan di bidang fisika
dan kimia, dan semakin berkembang di awal tahun 2000-an. Hasil dari teknik memasak ini
adalah makanan yang inovatif secara tampilan dan rasa saat dikonsumsi.
Selain konsep molecular gastronomy, saat ini mulai dikenal istilah culinology yang merupakan
disiplin ilmu yang menggabungkan culinary arts, food science, dan food technology dengan tujuan
untuk menghasilkan pengembangan produk makanan yang lebih baik yang dapat dikonsumsi
oleh konsumen. Konsep culinology dikembangkan oleh Research Chefs Association (RCA), yang
terdiri dari chefs, food scientists, dan praktisi pada industri kuliner.13 Konsep ini diperkirakan akan
semakin berkembang di masa mendatang karena kualitas dari sebuah makanan akan semakin
diperhatikan terutama dari segi kesehatan. Makanan yang baik adalah makanan yang tidak hanya
enak secara cita rasa, namun juga baik bagi kesehatan, seperti gluten-free cuisine dan penggunaan
bahan baku organik.
Pemanfaatan dan eksplorasi makanan tradisional juga akan semakin berkembang. Hal ini
ditunjukkan oleh kuliner khas Korea, Thailand, dan Spanyol yang semakin mendunia. Kuliner
tradisional ini menjadi media diplomasi yang mulai diperhitungkan, karena makanan dapat
menjadi media bagi orang-orang untuk bersosialisasi dan saling mengenal lebih jauhCulinary
Diplomacy. Thailand adalah negara pertama yang secara aktif melakukan diplomasi kuliner dengan
program Thai Kitchen to The World, sebuah program untuk memperkenalkan kuliner Thailand
ke dunia internasional. Fenomena terbaru adalah Korea Selatan dengan Kimchi Diplomacy-nya,
sebuah program diplomasi kuliner yang dilakukan untuk mengangkat kuliner tradisional Korea
dan terbukti sukses membawa makanan khas Korea semakin mendunia.14
14
meja.Menu-menu yang biasa disajikan adalah Nasi Goreng, Rendang, Opor Ayam, dan Sate yang
dilengkapi dengan Kerupuk dan Sambal. Meski populer di Belanda dan luar negeri, saat ini Rijsttafel
jarang ditemukan di Indonesia.15 Salah satu restoran yang konsisten menyajikan berbagai menu
dengan konsep Rijsttafel hingga saat ini adalah Restoran Oasis di Jakarta yang berdiri sejak 1968.16
Di tahun 1960-an dan 1970-an, perkembangan dunia kuliner Indonesia dari sisi pendidikan mulai
berkembang dengan berdirinya beberapa lembaga pendidikan tinggi bidang kuliner. Salah satunya
adalah Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) yang bermula dari didirikannya Sekolah Kejuruan
Perhotelan (SKP) pada tahun 1959 di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.17
Rijsttafel
Sumber: oasisjakarta.com
Pada dasarnya kekayaan potensi kuliner Indonesia ini sudah disadari sangat berharga dan perlu
dilestarikan oleh pemerintah sejak lama. Pada tahun 1967, Departemen Pertanian menerbitkan
sebuah buku masakan yang diberi judul Mustika Rasa.
(15) http://ms.wikipedia.org/wiki/Rijsttafel, diakses 19 Juli 2014 pukul 15.00
(16) Sorta Tobing. Oasis, Konsisten Menyajikan Hidangan Kolonial. http://www.tempo.co/read/news/2012/08/25/201425391/
Oasis-Konsisten-Menyajikan-Hidangan-Kolonial, diakses 19 Juli 2014 pukul 16.00
(17) http://stp-bandung.ac.id/go/index.php/id/tentang-stpb, diakses 19 Juli 2014 pukul 15.30
15
16
Di akhir tahun 1980-an, pengawasan terhadap produk makanan dan minuman di Indonesia
mulai mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan kepastian halal
tidaknya produk-produk tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi di mana Indonesia merupakan
negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Berkaitan dengan hal itu, pada tahun 1989,
MUI mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI) sebagai lembaga sertifikasi halal di Indonesia.18
Popularitas masakan tradisional Indonesia sempat menurun namun kembali bangkit di awal tahun
2000-an saat posisi makanan dan minuman yang merupakan sebuah kebutuhan dasar manusia
mulai bergeser bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Produk makanan dan minuman mulai
menjadi bagian dari gaya hidup baru beberapa kalangan masyarakat dan berubah menjadi sebuah
industri kuliner yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok manusia, namun juga memenuhi
kebutuhan lainnya seperti kebutuhan bersosialisasi maupun mengaktualisasikan diri.
Jakarta dan Bandung merupakan kota-kota yang mengalami perkembangan industri kuliner
sangat pesat. Pertumbuhan rumah makan atau restoran di kedua kota tersebut meningkat tinggi
dan menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi sebagai objek wisata. Tren Wisata Kuliner
yang dipopulerkan oleh sebuah tayangan televisi dengan judul yang sama pada tahun 2005
semakin mengangkat potensi dunia kuliner Indonesia. Bondan Winarno, sang pembawa acara
tersebut pun mampu menarik minat masyarakat untuk semakin dekat dengan kuliner khas
Indonesia.
Perkembangan kuliner di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran media. Sejak awal tahun 2000an hingga kini, semakin banyak program televisi lokal yang menyiarkan program kuliner, mulai
dari acara memasak hingga kompetisi memasak. Hal ini juga diikuti dengan profesi pendukung
dunia kuliner yang ikut serta mengangkat perkembangan dunia kuliner di Indonesia. Profesi
food photograper, food stylist, hingga food blogger semakin marak berkembang sejak tahun 2010.
Pada tahun 2011, popularitas kuliner tradisional Indonesia mulai diakui oleh masyarakat dunia.
Hal ini ditunjukkannya dengan masuknya beberapa masakan IndonesiaSate, Nasi Goreng, dan
Rendangkedalam daftar Worlds 50 Best Foods versi CNN dimana Rendang menduduki posisi
pertama.19 Hal ini semakin meningkatkan antusiasme masyarakat Indonesia dan asing untuk
lebih mengenal berbagai kuliner tradisional Indonesia. Upaya pelestarian dan pengenalan ragam
kuliner tradisional Indonesia ini berlanjut dengan Program 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia
(30 IKTI) yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2012.
17
18
20
BAB 2
Ekosistem dan
Ruang Lingkup Industri
Kuliner Indonesia
21
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini maka dibuat sebuah peta ekosistem
yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu:
1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain)
Rantai nilai kreatif adalah rangkaian proses penciptaan nilai kreatif. Di dalamnya terjadi
transaksi sosial, budaya, dan ekonomi yang terdiri dari proses kreasi, produksi, dan penyajian.
2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment)
Lingkungan pengembangan adalah lingkungan yang dapat menggerakkan dan meningkatkan
kualitas proses penciptaan nilai kreatif yang meliputi pendidikan dan apresiasi.
3. Konsumen (Market)
Konsumen adalah pihak yang mengapresiasi dan mengonsumsi produk kuliner yang
dihasilkan dari rangkaian proses pada rantai nilai kreatif.
4. Pengarsipan (Archiving)
Pengarsipan adalah proses preservasi terhadap hasil kreasi kuliner yang dapat diakses dan
dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan (orang kreatif, pemerintah, lembaga
pendidikan, pelaku bisnis, komunitas, dan intelektual) di dalam ekosistem industri kreatif
sebagai media pembelajaran dan sumber inspirasi dalam penciptaan kreasi lainnya.
22
Keempat komponen tersebut mempunyai peran yang berbeda dan saling berinteraksi sehingga
membentuk sebuah siklus dalam sebuah ekosistem kuliner yang dapat menghasilkan rantai nilai
kreatif secara berkelanjutan.
Melalui ekosistem ini diharapkan proses penciptaan nilai kreatif, aktivitas, output dari setiap
proses, dan peran yang terlibat di dalamnya dapat terpetakan dengan baik sehingga rencana
pengembangan yang dibuat lebih sistematis dan tepat sasaran.
23
Proses kreasi yang terjadi di dunia kuliner secara umum dapat dibagi dalam tiga tahap kegiatan
utama, yaitu:
1. Konseptualisasi Ide
Proses kreasi berawal dari sebuah ide sang juru masak sebagai orang kreatif di bidang
kuliner. Ide ini merupakan sebuah hasil pemikiran yang dapat dihasilkan berdasarkan
beberapa hal. Sebuah studi20 mengenai proses kreasi seorang Michelin-Starred Chef,21
menyatakan bahwa proses penciptaan ide seorang juru masak didasari oleh tiga hal, yaitu
pertimbangan produk, sumber inspirasi, dan tacit creativity skills.22
Pertimbangan produk yang dimaksud adalah dasar dari jenis produk yang akan dijadikan
sebuah kreasi. Hal ini dapat ditinjau dari berbagai kategori produk, misalkan apakah
berupa makanan atau minuman, makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup,
dan sebagainya. Dari pertimbangan produk ini, kemudian seorang juru masak akan
menggunakan kreativitasnya untuk mengolah menjadi suatu kreasi.
Proses ini tentunya membutuhkan sebuah inspirasi untuk mencapai kreasi yang menarik
dan bercita rasa tinggi. Sumber inspirasi sendiri dapat berasal dari berbagai hal, seperti
buku memasak, media informasi, pengalaman kuliner, dan sebagainya. Berbagai referensi
tersebut akan menciptakan suatu ide yang lekat dengan komposisi bahan baku, harmonisasi
rasa, hingga pengalaman kuliner bagi penikmatnya. Selain ketiga hal tersebut, faktor tradisi
dan kearifan lokal menjadi hal yang dapat juga dipertimbangkan dalam penciptaan ide
untuk kreasi kuliner, terutama dalam konteks tradisional.
2. Eksperimen
Tahap konseptualisasi ide akan menghasilkan sebuah hasil pemikiran kreatif seorang juru
masak yang kemudian perlu dituangkan dalam bentuk nyata. Bentuk penuangan ide ini
berupa eksperimen sang juru masak yang dimasak sehingga menjadi suatu kreasi yang sesuai
dengan gambaran awal. Proses eksperimen sendiri dapat berupa proses percobaan di dapur
dengan menggunakan seluruh kemampuan dan pengetahuan kuliner yang dimilikinya.
Oleh karena itu, tingkat kemampuan dan pengetahuan kuliner akan sangat dibutuhkan di
tahap ini, seperti penguasaan berbagai metode memasak dan ragam bahan baku.
Pada proses ini, seorang juru masak akan menggunakan ide yang sudah didapatkannya
tersebut untuk bermain dengan bermacam-macam bahan baku, bumbu, tekstur
makanan, dan juga rasa yang dihasilkan dalam beberapa kali percobaan hingga didapatkan
komposisi yang sesuai. Selanjutnya adalah melakukan tes rasa terhadap beberapa orang
untuk mengetahui pendapat dan masukan mengenai kreasi kuliner yang sudah dihasilkan.
Selain itu juga mulai dipertimbangkan faktor keuangan dari kreasi yang dihasilkan, dari
mulai biaya produksi hingga penentuan harga jual.
(20) Stierand, M, Drfler, V and MacBryde, J (forthcoming). Innovation of Extraordinary Chefs: Development Process
or Systemic Phenomenon?. British Academy of Management Annual Conference, 15-17 September, Brighton.
(21) Michelin-Starred Chefs adalas sebutan untuk para juru masak yang telah mendapatkan penghargaan Michelin Star
(22) Tacit creativity skills adalah suatu keahlian atau kemampuan dari seorang individu yang sulit dipelajari oleh atau dijabarkan
kepada orang lain, hal ini pada umumnya akan menjadi karakter atau keunikan bagi setiap individu terutama orang kreatif
24
3. Finalisasi
Tahapan selanjutnya adalah menyempurnakan hasil kreasi menjadi sebuah kreasi kuliner
yang memiliki standar tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencatatan resep dari
kreasi kuliner tersebut dan juga proses standar lainnya, seperti metode pengolahan hingga
cara penyajian. Pada tahap ini juga dilakukan proses pengajaran dan pelatihan oleh sang
juru masak kepada para pekerja lainnya di dapur.
Marco Lim
Sumber: www.marcopadang.com
MARCO LIM
Chef Marco Lim adalah pemilik dari restoran Marco Padang, sebuah restoran yang menyajikan
masakan Padang dengan cita rasa yang autentik. Lahir dan besar di Padang, menjadikan Chef
Marco mengerti betul mengenai ragam masakan dari daerahnya. Di tangannya, aneka masakan
Padang tampil dengan sentuhan estetika yang cantik, sangat menarik dan menggugah selera.
Walaupun diberikan sentuhan modern pada saat penyajiannya, rasa tetaplah asli karena dia
tetap menjaga rasa autentiknya dan bahkan bahan bakunya pun sebagian didatangkan langsung dari Sumatera Barat. Kreasinya ini membuktikan bahwa tradisi kuliner Indonesia dapat
menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya untuk terus digali sehingga menghasilkan
kreasi kuliner yang berkualitas internasional namun tetap berkarakter Indonesia.
Sumber: www.gastronomy-aficionado.com
25
Kebijakan Sertifikasi
Kebijakan Pengembangan
Industri Kuliner
Kebijakan Pengembangan
Wisata Kuliner
MEDIA
Riset Pasar
Mendaftarkan Sertifikasi
CREATIVE CHAIN
Promosi
Festival Dalam Negeri & Festival Luar Negeri
JURU MASAK
RESTORAN/JASA BOGA
RESTORAN/JASA BOGA
Pertimbangan Produk
Proses Teknis
Konseptualisasi Ide
Tradisi
Purchasing
Receiving
Storing
Holding
Cooking
Pre Prep
Penyajian Makanan/Minuman
Penyajian Suasana
Faktor Destinasi
Restaurant
Full-Service Restaurant
Plating
Fine Dining
Finalisasi
Kearifan Lokal
Proses Penyajian
Proses Manajerial
Casual Dining
Pemilik Area
(Venue Owner)
Fast-Casual Dining
Kreasi Resep
Quick-Service Dining
Makanan
Caterers
Minuman
Private Dining
Event
KREASI
PRODUKSI
PENYAJIAN
Akses Publik
KONSUMSI
ARCHIVING
Pengumpulan
Akses Publik
Penyimpanan
Restorasi
KONSUMEN
NURTURANCE
Preservasi
Institusi Pemerintah/Media/Komunitas
APRESIASI
Akses Publik
PENDIDIKAN
NURTURANCE ENVIRONMENT
APRESIASI
Non-Formal
Informal
Formal
Non-Formal
SMK
Kursus
Keluarga
SMK
Kursus
Sekolah Tinggi
Manajemen Tata Boga
Pelatihan
Komunitas
Sekolah Tinggi
Manajemen Tata Boga
Pelatihan
Program Sertifikasi
Kompetensi
Program Sertifikasi
Kompetensi
Pengembangan ilmu
tata boga
Standar kompetensi
profesi
Standar kompetensi
profesi
Lembaga Pendidikan
Keterangan:
Rantai Nilai
Aktivitas/Informasi Utama
Aktivitas Pendukung
Pelaku Utama
Output
Nurturance Environment
Kebijakan
Kebijakan kurikulum
pendidikan
26
Ketiga proses di atas akan menghasilkan resep dari sebuah produk makanan dan minuman. Proses
eksperimen yang dilakukan dapat berupa inovasi dalam hal bahan baku, proses pengerjaan, ataupun
proses penyajian sehingga tercipta produk makanan dan minuman yang dapat menarik perhatian
konsumen. Proses kreasi ini dapat pula berupa kerja sama antara beberapa pihak, misalnya antara
seorang juru masak dan perencana kegiatan dalam menciptakan konsep hidangan dalam sebuah
jamuan makan sehingga kreasi kuliner yang dihasilkan sesuai konsep dan suasana lokasi acara.
Terlepas dari berbagai kreasi yang ada, rasa tetap merupakan faktor utama dalam hal penciptaan
kreasi kuliner. Hal tersebut ditunjang pula dengan cara penyajian sehingga konsumen akan
mendapatkan pengalaman baru dalam menyantap hidangan. Penciptaan rasa pun terus mengalami
perkembangan, dari mulai penggalian kekayaan makanan lokal, penggabungan cita rasa makanan
beberapa area, hingga pemanfaatan teknologi dalam proses pengolahan makanan. Selain itu, di
era modern seperti ini, proses kreasi pun sangat dipengaruhi oleh perkembangan media informasi.
Pengaruh global produk kuliner dari berbagai negara telah menjadi sumber kreasi bagi para juru
masak di negara lainnya untuk menciptakannya kreasi produk kulinernya sendiri.
Pelaku utama dalam tahap ini tetaplah seorang juru masak karena mereka yang memiliki
kemampuan dalam bidang kuliner. Namun, terdapat juga beberapa aktor penting dalam menggali
dan mengembangkan ide, seperti pengelola restoran, konsumen, hingga komunitas kuliner yang
kerap memberikan inspirasi dalam menciptakan kreasi baru.
Industri kuliner di Indonesia berkembang cukup pesat dalam sepuluh tahun belakangan dan
semakin mampu menghasilkan kreasi kuliner yang sangat beragam. Semakin banyak orang kreatif
kuliner yang lebih berani berkreasi, namun pemanfaatan potensi kuliner tradisional masih kurang
digali secara baik. Hal ini harus mulai diperhatikan karena kuliner tradisional adalah potensi
besar untuk dikembangkan. Berkaca kepada beberapa negara yang sudah mampu menciptakan
kreasi yang berbasis kuliner tradisionalnya hingga mampu menembus pasar internasional
Jepang dengan sushi, Thailand dengan tom yam, Italia dengan pasta, hingga Perancis dengan
macaroonmenjadikan suatu hal yang sangat mungkin apabila para juru masak di Indonesia
mampu mengangkat kuliner tradisional Indonesia dengan unsur kekinian sehingga mampu
bersaing di pasar internasional.
27
Proses produksi pun mengalami perkembangan yang ditandai dengan semakin bervariasinya produk
kuliner di pasaran. Hal ini pun menandai semakin berkembangnya metode memasak di Indonesia.
Salah satunya adalah perpaduan metode tradisional dan modern yaitu membawa cara memasak
tradisional ke dapur modern. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembuatan atau bahkan
mempercepat proses produksinya tanpa menghilangkan cita rasa aslinya. Contoh dari alat modern
yang sudah lazim digunakan adalah oven listrik dan panci bertekanan tinggi (high pressure cooker).
Di sisi lain, masih banyak juga profesional di bidang kuliner yang tetap mempertahankan metode
tradisional sesuai dengan aslinya dengan tujuan untuk menjaga rasa dan tradisi, seperti penggunaan
tungku, anglo, pengasapan, hingga proses penyajian yang dilakukan secara tradisional. Hal ini
justru dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Proses penggabungan dua hal ini pun bukan hal baru di Indonesia. Saat elemen tradisional
bertemu dengan modernitas, kuliner Indonesia tetap memiliki cita rasa asli tradisional tetapi
praktis dalam produksinya. Pada umumnya proses ini dapat ditemukan pada restoran-restoran
kelas menengah ke atas dan dilakukan oleh juru masak profesional.
28
Salah satu hal utama yang berperan penting dalam proses produksi di bidang kuliner adalah bahan
baku. Kualitas dan jenis bahan baku akan sangat memengaruhi produk yang dihasilkan. Oleh
karena itu akses untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai sangat penting pada tahapan ini.
Selain itu, untuk setiap produk yang masuk ke pasar harus melalui proses perizinan yang dikeluarkan
oleh badan sertifikasi sebagai syarat bahwa produk makanan dan minuman tersebut layak
dikonsumsi. Di Indonesia terdapat beberapa sertifikasi terkait produk makanan, seperti sertifikat
halal yang menjadi salah satu sertifikat penting untuk dimiliki di industri kuliner Indonesia.
29
Pada tahapan ini proses penyajian tidak saja berupa penyajian makanan dan minuman tetapi ada
tambahan lain, yaitu penyajian suasana atau pengalaman kuliner selama menikmati hidangan.
Penyajian suasana ini akan memberikan nilai tambah dari produk kuliner dan kerap digunakan
untuk menarik konsumen. Yang paling umum adalah dengan menata dekorasi restoran sebagai
sarana untuk menikmati produk kuliner dengan konsep yang menarik.
Penyajian suasana ini pun tidak bisa dipisahkan dengan penyajian makanan. Kedua hal ini sudah
saling menyatu. Hal ini semakin berkembang seiring perubahan gaya hidup dan pandangan akan
sebuah makanan yang lebih dari sekadar kebutuhuan pokok, tetapi makanan sebagai produk sosial.
Oleh karena itu, tampilan menjadi hal yang penting untuk menarik konsumen. Sebuah lokasi usaha
kuliner seringkali menjadi sebuah destinasi wisata sehingga kini kerap terdengar istilah wisata kuliner.
Proses penyajian ini akan berbeda sesuai dengan konsep restorannya dan dapat dibedakan menjadi
beberapa kategori, yaitu full-service restaurant, fast-casual dining, quick-service dining, cafe, hawker
center, foodtruck, dan sebagainya. Kategori ini dibedakan berdasarkan jenis makanan yang disajikan,
proses pembuatan, dan proses penyajiannya sehingga akan memberikan pengalaman berbeda
bagi konsumen. Bersantap makan malam di sebuah restoran fine-dining akan sangat berbeda
dengan di sebuah food street center/ hawker center. Namun bukan berarti restoran fine-dining
memberikan kuliner yang lebih baik karena segmentasi dari produk yang ditawarkan berbeda.
Yang terpenting adalah seluruh tempat penyajian tersebut harus memiliki standar kebersihan
dan kesehatan yang terjaga.
Singapura adalah salah satu contoh negara yang memiliki standar dan sistem pengawasan yang
baik bagi seluruh usaha kuliner yang ada. Mulai dari usaha yang berupa kedai kecil di sisi jalan
hingga restoran berskala internasional diwajibkan untuk memiliki standar kebersihan yang sudah
ditetapkan. Hal ini terbukti dengan diakuinya Singapura sebagai salah satu negara dengan street
food terbaik di dunia karena walaupun disajikan di jalan, namun memiliki cita rasa yang baik
dan tingkat kebersihan yang terjaga. Kondisi ini yang masih sangat perlu diperbaiki di Indonesia.
Negara ini perlu meningkatkan kualitas kebersihan suatu usaha kuliner terlepas dari lokasi dan
skala usahanya. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap konsumen.
Selain itu, keberadaan pemilik tempat usaha (venue owner) di industri kuliner dapat memberikan
imbas positif terhadap pengusaha kuliner. Pengusaha kuliner pada umumnya menyewa suatu
tempat untuk mendirikan usaha restorannya. Pada umumnya venue owner memiliki kebijakan
yang dapat menentukan makanan seperti apa yang dapat masuk ke dalam lokasi usahanya,
tergantung dengan konsep yang diusung oleh venue owner tersebut. Keberadaan venue owner
ini akan membantu para pelaku usaha kuliner untuk mengembangkan bisnisnya karena dapat
memberikan akses kepada konsumen untuk menikmati ragam kuliner. Salah satunya adalah Eat
and Eat, sebuah foodcourt yang menyajikan berbagai jenis kuliner dalam satu area.
Dalam tahapan ini, dukungan kegiatan promosi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap produk kuliner dan mendorong mereka untuk mencobanya. Promosi juga
dapat dilakukan dengan membuat iklan di media. Media cetak merupakan salah satu media yang
sering digunakan, terutama majalah mengenai gaya hidup. Berbagai ulasan mengenai industri
kuliner, seperti ulasan restoran, merupakan salah satu cara dalam mengenalkan bisnis ini. Pada
umumnya tahapan ini akan melibatkan food stylists dan food photographers untuk menjadikan
tampilan produk kuliner lebih menarik saat tampil di iklan.
30
Kegiatan lainnya dalam proses komersialisasi adalah melalui pengembangan wisata kuliner
sehingga produk kuliner tersebut semakin dikenal dan menjadi daya tarik bagi warga lokal dan
para wisatawan. Cara lainnya yang kini sedang marak dilakukan adalah dengan mengikuti
berbagai pameran atau festival kuliner yang diadakan oleh pihak swasta maupun pemerintah.
Beberapa acara pameran dan festival kuliner yang rutin diadakan adalah Festival Jajanan Bango,
Braga Culinary Night, Festival Kampung Jajan Betawi, dan festival-festival kuliner di luar negeri.
Pameran dan festival tersebut merupakan salah satu wadah yang cukup efektif dalam mempertemukan
pelaku usaha dan konsumen sehingga menjadikan suatu usaha kulinerbaik yang berskala kecil
hingga besarmendapatkan perhatian pasar yang mampu meningkatkan usaha menjadi lebih baik.
Dunia maya pun menjadi salah satu media dalam proses komersialisasi. Perkembangan media
informasi memberikan banyak manfaat dan peluang, mulai dari mempromosikan hingga menjual
berbagai produk kuliner. Penggunaan jejaring sosial merupakan salah satu cara yang cukup efektif
31
dan berbiaya rendah yang dapat digunakan. Selain itu, kemunculan food blogger juga semakin
memberikan keuntungan bagi industri kuliner karena dapat membantu promosi.
Proses komersialisasi bidang kuliner juga mulai dilakukan melalui pengembangan wisata kuliner di
suatu daerah. Mengenalkan produk kuliner sebagai salah satu tujuan wisata yang dapat dinikmati
para wisatawan merupakan cara yang efektif dalam mengembangkan industri kuliner. Proses
promosi ini juga kerap dilakukan melalui media televisi dan cetak.
B. Pasar (KONSUMEN)
Pasar adalah pihak yang menyerap produk kuliner yang dihasilkan. Konsumen yang terdapat di
pasar dapat dikategorikan sebagai dua kelompok besar, yaitu:
1. Konsumen Umum
Konsumen umum adalah kategori konsumen yang membeli dan mengonsumi produk
kuliner sebagai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pada umumnya, konsumen
kategori ini melakukan konsumsi secara rutin.
2. Konsumen Khusus
Konsumen khusus adalah kategori konsumen yang membeli dan mengonsumsi produk
kuliner dengan tujuan lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan dasar. Alasan yang
biasanya melatarbelakangi konsumen kategori ini dalam membeli suatu produk kuliner
adalah mencari pengalaman, wawasan, atau tuntutan pekerjaan. Wisatawan atau turis
adalah salah satu contohnya. Mereka pada umumnya akan memenuhi berbagai usaha
kuliner yang menjadi ikon suatu daerah.
Dalam pengembangan ekonomi kreatif, tipe konsumen yang perlu ditingkatkan adalah konsumen
khusus karena penyerapan kreasi kuliner akan lebih mudah dilakukan. Suatu usaha kuliner akan
lebih berkelanjutan dan menjadi ikon suatu daerah apabila mampu menarik konsumen tipe ini.
Oleh karena itu, diperlukan juga proses edukasi pasar sehingga konsumen akan lebih mampu
menghargai suatu kreasi kuliner, khususnya kuliner tradisional Indonesia, sehingga harga jualnya
dapat meningkat.
32
Michelin Stars selalu ada sosok seorang juru masak luar biasa. Tanpa mereka, tidak akan ada
restoran berpredikat super ini. Oleh karena itu wajar jika predikat Michelin juga menempel pada
juru masaknya, seperti Thomas Keller, Heston Blumenthal, dan Gordon Ramsay.
Seiring perkembangan teknologi, bentuk apresiasi pun turut tumbuh dan berkembang. Bentuk apresiasi
yang disalurkan melalui media digital semakin mudah dilakukan dan juga diakses. food blog adalah
salah satu wadah apresiasi yang dilakukan melalui media digital yang menyajikan ulasan mengenai
produk kuliner. Tidak jarang beberapa food blog sudah menjadi panduan dalam menentukan pemilihan
produk kuliner. Media televisi pun memberikan kontribusi yang sangat aktif dalam melakukan apresiasi
terhadap dunia kuliner dengan menayangkan program-program kulinernya.
Apresiasi bidang kuliner di Indonesia yang berupa penghargaan masih sangat jarang dilakukan baik
oleh pihak swasta maupun pemerintah. Penghargaan atas prestasi pelaku usaha atau praktisi bidang
kuliner sebagain besar diberikan oleh institusi atau lembaga di luar negeri. Beberapa penghargaan
yang ada di Indonesia diberikan oleh pihak media cetak (majalah) yang menyelenggarakan
penghargaan tahunan, seperti penghargaan restoran terbaik. Kegiatan apresiasi ini diharapkan
akan terus berkembang di Indonesia sebagai salah satu cara untuk menghargai kerja keras para
pelaku di bidang kuliner dan dapat menjadi motivasi untuk terus menciptakan kreasi terbaik
karena dengan adanya hal ini maka secara tidak langsung akan meningkatkan iklim kompetisi
yang sehat untuk selalu menjadi lebih baik.
Namun, bentuk apreasiasi ini diharapkan dapat berupa sesuatu yang tidak saja hanya sekadar
penghargaan di atas kertas, namun juga dapat berupa sesuatu yang mampu memberikan nilai
tambah secara langsung dan berkelanjutan. Sebagai contoh, suatu penghargaan bagi seorang
juru masak yang berhasil mengangkat kuliner tradisional Indonesia menjadi lebih kekinian
akan mendapakan akses sebagai juru masak di berbagai acara kenegaraan. Hal-hal seperti ini
yang masih harus lebih sering dilakukan di Indonesia sehingga upaya pengembangan kuliner
tradisional Indonesia akan lebih dinamis dari segala aspek yang terkait.
C.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam bidang kuliner, terutama terkait
kualitasnya. Hal ini dikarenakan pendidikan berperan sebagai sarana penciptaan orang kreatif dalam
industri kuliner. Secara umum, institusi pendidikan yang ada terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Institusi pendidikan dengan program bergelar.
2. Lembaga pelatihan atau pendidikan bersertifikat.
3. Lembaga pelatihan atau pendidikan nonsertifikat.
Institusi atau lembaga pendidikan mengajarkan berbagai keahlian dan ilmu yang terkait dengan
dunia kuliner dan menghasilkan tenaga ahli di bidang tersebut. Proses pendidikan ini ada yang
bersifat pendek, seperti kursus atau pelatihan, hingga progam bergelar yang rata-rata membutuhkan
waktu tiga sampai empat tahun. Selain mencetak tenaga ahli di bidang kuliner, proses studi ini juga
menghasilkan riset-riset terkait industri kuliner, baik yang bersifat teknis, seperti riset pemanfaatan
teknologi pada kuliner, maupun nonteknis, seperti riset strategi pengembangan industri kuliner.
Industri kuliner di Indonesia semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini ditandai
dengan semakin tingginya minat masyarakat untuk mengikuti studi di bidang kuliner baik secara
33
formal maupun nonformal. Proses pembelajaran mengenai industri kuliner di Indonesia secara
formal dapat ditempuh sejak tingkat sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Pada umumnya insitusi pendidikan kuliner berada di bawah bidang pariwisata. Untuk tingkat
sekolah menengah, pendidikan kuliner dapat ditempuh melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
bidang tata boga atau jasa boga. Untuk tingkat perguruan tinggi dapat ditempuh melalui Sekolah
Tinggi Pariwisata (STP), universitas yang memiliki jurusan pariwisata, manajemen perhotelan,
ataupun culinary arts. Pendidikan di perguruan tinggi menawarkan program pendidikan mulai
dari tingkat Diploma I (D1).
Berdasarkan data Dikti (2010), terdapat 213 program studi perhotelan dan pariwisata yang
tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan sebagian besar berada di bawah sekolah
tinggi atau akademi pariwisata. Beberapa institusi pendidikan formal yang menyediakan jenjang
pendidikan di bidang kuliner adalah:
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti.
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
Universitas Kristen Petra (Hotel Management).
Universitas Bina Nusantara (Hotel Management Culinary Arts).
Universitas Ciputra (Culinary Business).
Selain pendidikan formal, terdapat beberapa lembaga pendidikan khusus yang mengajarkan
kemampuan kuliner. Lembaga-lembaga tersebut pada umumnya memberikan jenjang pendidikan
dalam bentuk pelatihan yang bisa diikuti selama kurang lebih 1 bulan hingga 1 tahun. Lembaga
pendidikan atau pelatihan yang ada saat ini, di antaranya adalah Jakarta Culinary Center, Chez
Lely Cooking School, dan Tristar Culinary Institute.
Selain itu, terdapat institusi pendidikan yang merupakan bagian pengembangan bisnis yang
dilakukan oleh usaha-usaha yang berkaitan dengan dunia kuliner, seperti usaha perhotelan. Ada
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan yang memiliki lembaga pendidikan di
bidang kuliner guna menciptakan tenaga ahli di bidang kuliner yang memang sangat berkaitan
dalam usaha perhotelan, seperti Lembaga Pendidikan Terapan Panghegar yang dikelola oleh
Hotel Pangegar Bandung.
Kurikulum yang digunakan pada lembaga pendidikan yang ada sebagain besar mengacu pada
kurikulum western food, terutama Perancis, yang diakui sebagai salah satu pusat kuliner dunia.
Hal ini menjadikan lulusan yang dihasilkan menguasai bidang tersebut namun memiliki kendala
saat akan mengolah masakan tradisional Indonesia karena porsi pembelajaran masakan Indonesia
yang kurang atau bahkan tidak ada.
Apabila melihat praktik di negara lain, Thailand sudah memiliki kurikulum yang mempelajari
kuliner tradisional Thailand yang diajarkan secara profesional. Hal seperti ini yang masih perlu
dikembangkan di Indonesia. Di awal tahun 2014, SMK Negeri 1 Kudus telah dijadikan sebagai
Sekolah Menengah Kejuruan pertama di Indonesia yang mewajibkan siswanya untuk dapat
memasak 30 ikon kuliner tradisional Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan lulusan yang
memahami teknik memasak kuliner tradisional Indonesia dengan benar.
34
35
D. Pengarsipan
Proses pengarsipan merupakan proses mendokumentasikan perkembangan pada industri kuliner
yang dapat dijadikan referensi di masa mendatang. Proses ini dapat dilakukan oleh pihak akademisi
sebagai materi studi, pemerintah sebagai panduan analisis perkembangan industri, dan juga pihak
asosiasi ataupun komunitas. Hal ini bertujuan agar masyarakat luas dapat memiliki akses untuk
mengetahui informasi atau kondisi mengenai kuliner di Indonesia.
Bentuk pengarsipan lain adalah berupa pendirian museum yang dapat menjadi sarana pengarsipan
dan juga sarana pembelajaran. Salah satu kelebihan dari sebuah museum adalah kemampuan
untuk menyajikan informasi melalui berbagai media, mulai dari melihat, mendengar, merasakan,
bahkan mencobanya langsung. Dalam dunia kuliner, sudah ada beberapa negara yang memiliki
museum terkait budaya dan sejarah kulinernya, salah satunya adalah Hangzhou Cuisine Museum
di Republik Rakyat Tiongkok. Sebuah museum yang didirikan Pemerintah Republik Rakyat
Tiongkok dan menampilkan berbagai replika dari ragam kuliner tradisional, diorama berbagai
praktik kuliner, dan informasi mengenai sejarah dan perkembangan kuliner di sana. Selain itu,
terdapat juga Culinary Arts Museum yang dikelola oleh Johnson and Wales University di Amerika
Serikat. Museum ini memiliki lebih dari 250.000 koleksi dan 60.000 koleksi di antaranya ada
berupa buku resep. Koleksi lainnya berupa berbagai jenis peralatan dapurtradisional dan juga
moderndan berbagai dokumentasi visual mengenai berbagai kegiatan terkait praktik kuliner.
Proses pengarsipan yang ada di Indonesia saat ini masih dilakukan secara terpisah oleh setiap aktor
yang membutuhkan. Untuk resep masakan, proses pengarsipan banyak dilakukan dalam bentuk
buku yang diperjualbelikan. Melihat ragam kuliner Indonesia, kegiatan pengarsipan merupakan
hal yang sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian dan pengembangan kuliner tradisional
Indonesia. Potensi budaya kuliner Indonesia yang sangat kaya tersebut tidak akan dapat tergali
dengan baik apabila media untuk mengetahuinya sangat minim. Sistem pengarsipan yang baik
akan mempermudah masyarakat, khususnya orang kreatif kuliner untuk mempelajari kuliner
Indonesia dan bahkan menjadikannya sebuah sumber inspirasi untuk menciptakan kreasi kuliner
yang berkualitas tinggi dan tetap memiliki karakter serta sentuhan unsur tradisional Indonesia.
36
INDUSTRI PENDUKUNG
(FORWARD LINKAGE)
Industri Pariwisata
Fine Dining
Casual Dining
INDUSTRI UTAMA
Fast-Casual Dining
Restoran
Jasa Boga
JURU MASAK
KONSUMEN
Private Dining
PROMOSI
INDUSTRI PENDUKUNG
(BACKWARD LINKAGE)
Event
Media Cetak
Media Elektronik
Media Digital
KREASI
Venue Owner
PRODUKSI
PRESENTASI
37
38
39
40
Ruang lingkup subsektor pada KBLI Ekonomi Kreatif masih sangat luas. Oleh karena itu, perlu
ada penambahan kriteria tertentu dalam menentukan apakah sebuah usaha di bidang kuliner
masuk ke dalam konsep ekonomi kreatif. Berdasarkan beberapa literatur, kriteria yang bisa
digunakan dalam menentukan ruang lingkup industri kuliner dalam ekonomi kreatif adalah:
1. Melibatkan juru masak terlatih.
2. Menghasilkan menu baru secara rutin.
3. Menyajikan atau mengandung makanan lokal atau tradisional.
4. Memberikan pengalaman kuliner bagi konsumen.
Selain itu, terdapat penambahan kode yang direkomendasikan untuk masuk ke dalam KBLI
Ekonomi Kreatif Kuliner, yaitu:
Penambahan satu lapangan usaha baru di kode 56Penyediaan Makanan Minuman,
yaitu: Pusat Penjualan Makanan dan Minuman
Penambahan kode 10: Industri Makanan
Penambahan Kode 11: Industri Minuman sebagai bagian dari kuliner, namun perlu
kajian lebih lanjut untuk memisahkannya dengan hasil olahan industri makanan dan
minuman yang bersifat reguler.
41
2. Chain
Pada model bisnis ini, sebuah usaha pada umumnya dimiliki oleh sebuah kelompok atau
perusahaan yang menjalankan berbagai usaha yang tersebar di berbagai lokasi dengan satu merek.
Usaha di bawah model bisnis ini akan memiliki standardisasi dalam menjalankan seluruh unit
usahanya agar memiliki kualitas yang sama, dimulai dari format dan dekorasi bangunan hingga
produk serta pelayanan yang ditawarkan. Usaha restoran atau rumah makan dengan model
seperti ini pada umumnya merupakan fast-casual dining atau quick-service dining.
3. Franchise
Model bisnis ini serupa dengan model chain, hanya saja pemilik dari setiap usaha ini dapat
berbeda orang dengan cara membeli hak untuk menjual dari usaha tersebut. Pengertian
franchise atau waralaba berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 adalah
perikatan ketika salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan/atau menggunakan
Hak dari Kekayaan Intelektual (HKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki
pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak
lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Saat ini
banyak sekali usaha di bidang kuliner yang menggunakan model bisnis seperti ini untuk
memperluas jaringan usahanya. Serupa dengan model chain, usaha restoran dengan model
seperti ini pada umumnya merupakan fast-casual dining atau quick-service dining.
Model bisnis di atas merupakan model bisnis yang berjalan mengikuti proses rantai bisnis pada
ekosistem yaitu dari tahap kreasi hingga penyajian. Namun, sebuah model bisnis pada industri
kuliner bisa terjadi pada tahap kreasi saja yang melibatkan industri media sebagai konsumen dari
model bisnis tersebut. Model bisnis seperti ini dapat dikategorikan sebagai model bisnis media,
yaitu model bisnis yang terjadi saat orang kreatif kuliner (juru masak dan pakar kuliner) sudah
dapat melakukan komersialisasi atas hasil kreasinya melalui kolaborasi dengan industri media,
baik media cetak, televisi, maupun digital. Bentuk dari produk yang dihasilkan berupa buku
resep masakan dan program kuliner yang disiarkan di televisi.
Sudah banyak nama juru masak di dunia kuliner internasional yang juga mengeluarkan berbagai
judul buku resepnya, di antaranya Julia Child, Jamie Oliver, Nigella Lawson, Anthony Bourdain,
dan sebagainya. Di Indonesia, nama Sisca Soewitomo dan juga Bondan Winarno adalah dua dari
sekian nama yang sudah mengeluarkan buku resep, khususnya berbagai resep masakan Indonesia.
Selain itu, program kuliner yang ditayangkan di televisi dapat menjadi target model bisnis kuliner
pada tahap ini. Sudah banyak nama-nama juru masak yang memiliki program televisi sendiri,
bahkan menjadi lebih terkenal berkat program tersebut.
42
44
BAB 3
Kondisi Umum Kuliner
di Indonesia
45
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
Nilai Tambah
Subsektor (ADHB)*
Miliar
Rupiah
155,044.80
169,707.80
186,768.30
208,632.75
180,038.41
Kontribusi Nilai
Tambah Subsektor
Terhadap Ekonomi
Kreatif (ADHB)*
Persen
32.78
32.20
32.27
32.51
32.44
Kontribusi Nilai
Tambah Subsektor
Terhadap Total PDB
(ADHB)*
Persen
2.40
2.29
2.27
2.29
2.31
Pertumbuhan Nilai
Tambah Subsektor
(ADHK)**
Persen
4.16
4.22
5.18
4.52
Berbasis Ketenagakerjaan
Jumlah Tenaga
Kerja Subsektor
Orang
3,707,894
3,732,961
3,735,019
3,736,968
3,728,210
Tingkat Partisipasi
Tenaga Kerja
terhadap
Ketenagakerjaan
Sektor Ekonomi
Kreatif
Persen
32.26
32.01
31.65
31.48
31.85
Tingkat Partisipasi
Tenaga Kerja
terhadap
Ketenagakerjaan
Nasional
Persen
3.43
3.40
3.37
3.37
3.39
46
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
0.68
0.06
0.05
0.26
41,815
45,462
50,005
55,829
48,277.71
Pertumbuhan
Jumlah Tenaga
Kerja Subsektor
Persen
Produktivitas
Tenaga Kerja
Subsektor
Ribu
Rupiah/
Pekerja
Pertahun
Jumlah
Perusahaan
Subsektor
Perusahaan
2,951,278
2,989,512
3,031,296
3,039,281
3,002,842
Kontribusi Jumlah
Perusahaan
terhadap Jumlah
Perusahaan
Ekonomi Kreatif
Persen
56.07
56.07
56.15
56.07
56.09
Kontribusi Jumlah
Perusahaan
terhadap Total
Usaha
Persen
5.44
5.44
5.46
5.43
5.44
Pertumbuhan
Jumlah
Perusahaan
Persen
1.30
1.40
0.26
0.99
Nilai Ekspor
Subsektor
Juta
Rupiah
10,681,281.00
11,293,246.71
11,359,651.24
11,816,125.03
11,287,575.99
Kontribusi
Ekspor Subsektor
Terhadap Ekspor
Sektor Ekonomi
Kreatif
Persen
11.05
10.74
10.31
9.93
10.51
Kontribusi
Ekspor Subsektor
Terhadap Total
Ekspor
Persen
0.67
0.58
0.57
0.57
0.60
Pertumbuhan
Ekspor Subsektor
Persen
5.73
0.59
4.02
3.45
Nilai Konsumsi
Rumah Tangga
Subsektor
Juta
Rupiah
273,349,227.00
297,220,944.46
327,771,796.53
367,508,129.42
316,462,524.35
Kontribusi
Konsumsi Rumah
Tangga Subsektor
terhadap Konsumsi
Sektor Ekonomi
Kreatif
Persen
42.56
42.01
41.92
42.41
42.22
47
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
Kontribusi
Konsumsi Rumah
Tangga terhadap
Total Konsumsi
Rumah Tangga
Persen
7.50
7.33
7.29
7.28
7.35
Pertumbuhan
Konsumsi Rumah
Tangga
Persen
8.73
10.28
12.12
10.38
Kerajinan; 14%
Kuliner; 33%
Mode; 28%
Musik; 1%
Rp 208,63 T
Permainan Interaktif; 1%
5.1%
6.1%
4,52 %
(26) PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi
48
Pendapatan yang besar ini diperoleh berdasarkan PDB dari kategori usaha penyediaan makananan
dan minuman. Hal ini yang membuat PDB kuliner sangat besar dikarenakan produk kuliner
yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dibandingkan produk subsektor lainnya.
Namun, apabila melihat dari nilai rata-rata pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB), 27
pertumbuhan pada kuliner berada di bawah laju rata-rata pertumbuhan subsektor industri
kreatif lainnya dan juga masih di bawah laju rata-rata pertumbuhan skala nasional.
(27) NTB merupakan nilai lebih yang timbul setelah melalui suatu proses produksi atau nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara
49
Jika ditinjau dari aspek laju pertumbuhan unit usaha, kuliner memiliki nilai rata-rata pertumbuhan
(1.48%) yang berada di atas nilai rata-rata industri kreatif (0.98%) dan nasional (1.05%). Hal
ini menandakan industri kuliner memiliki perkembangan yang baik dari sisi pertumbuhan
bisnis, sehingga mampu menarik orang untuk membuka usaha di bidang kuliner. Namun, laju
pertumbuhan unit usaha ini tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja subsektor
50
kuliner (0.26%) yang justru berada jauh di bawah rata-rata pertumbuhan tenaga kerja industri
kreatif (1.09%) maupun nasional (0.79%), kondisi ini menunjukkan bahwa unit usaha yang tumbuh
memang berada pada tingkat kecil dan menengah yang tidak menyerap banyak tenaga kerja.
Poduk kuliner berhasil memberikan kontribusi sebesar 42.42% terhadap total konsumsi rumah
tangga pada industri kreatif. Hal ini merupakan kontribusi terbesar apabila dibandingkan dengan
kontribusi yang diberikan oleh subsektor lainnya, salah satu faktor yang menjadikan tingginya
nilai kontribusi ini karena pada dasarnya produk kuliner merupakan kebutuhan utama manusia,
yaitu pangan atau makanan, karena selain kuliner,mode juga memberikan kontribusi yang besar
sebagai industri yang landasan utama produknya merupakan kebutuhan utama manusia.
51
Produk kuliner memberikan kontribusi sebesar 9.93% terhadap total nilai ekspor pada industri
kreatif. Hal ini merupakan kontribusi terbesar ketiga setelah industri mode dan industri kerajinan.
Namun, laju pertumbuhan nilai ekspor produk kuliner (3.45%) termasuk rendah bila dibandingkan
rata-rata laju pertumbuhan ekspor industri kreatif secara keseluruhan (7.2%) maupun rata-rata
laju pertumbuhan ekspor nasional (9.9%). Bentuk ekspor dari subsektor kuliner ini secara umum
dapat berupa dua kategori, yaitu 1) warga negara asing yang mengonsumsi makanan dan minuman
di Indonesia dan 2) perusahaan Indonesia yang membuka usaha kuliner di luar negeri. Data ini
menunjukkan bahwa industri kuliner Indonesia masih harus terus dikembangkan agar dapat
meningkatkan pertumbuhan nilai ekspor yang lebih optimal. Perkembangan pariwisata Indonesia
dapat menjadi salah satu media untuk meningkatkan nilai ekspor produk kuliner karena hal ini
akan meningkatkan konsumsi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia termasuk
konsumsi terhadap produk kuliner.
52
53
Tujuan dari sertifikat ini adalah untuk memberikan jaminan mutu dan kualitas yang
ditawarkan kepada konsumen sudah sesuai dengan aturan halal. Sertifikat halal menjadi
faktor penting di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
Untuk memberikan panduan lengkap mengenai proses sertifikasi halal yang dapat
digunakan oleh pelaku usaha maupun konsumen, LPPOM MUI menerbitkan HAS
2300 yang merupakan sebuah buku panduan yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu
HAS 23000:1 mengenai Persyaratan Sertifikasi: Kriteria Sistem Jaminan Halal dan HAS
23000:2 mengenai Persyaratan Sertifikasi Halal: Kebijakan dan Prosedur.28
3. Kebijakan pengembangan usaha
Salah satu media pengembangan usaha pada bidang kuliner dapat menggunakan konsep
waralaba. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengembangan
Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman telah
mengembangkan konsep waralaba agar menciptakan lingkungan usaha dengan sistem
waralaba yang lebih kondusif, terutama untuk pengembangan usaha kecil dan menengah.
Peraturan ini dilatarbelakangi oleh perkembangan dan pertumbuhan waralaba jenis
usaha makanan dan minuman yang signifikan. Peraturan ini pun diharapkan mampu
mempromosikan produk-produk domestik dengan adanya penetapan kewajiban
penggunaan bahan baku dan peralatan dari dalam negeri.
Struktur pasar kuliner memiliki barrier to entry yang rendah, pelaku usaha baru dapat masuk ke
dalam industri ini dengan mudah. Ada beberapa hal yang menjadikan industri kuliner memiliki
barrier to entry yang rendah, yaitu:
1. Modal yang tidak terlalu besar
2. Perizinan yang cenderung mudah
3. Proses bisnis yang tidak terlalu rumit
Kemudahan ini ditunjukkan dengan tingginya rata-rata tingkat laju pertumbuhan unit usaha
kuliner (1.48%) dibandingkan rata-rata tingkat laju pertumbuhan unit usaha sektor lainnya (0.98%).
55
Gambar 3-7 menunjukkan nilai daya saing kuliner yang ditinjau dari tujuh aspek, yaitu sumber
daya kreatif, sumber daya pendukung, industri, pembiayaan, pemasaran, infrastruktur dan
teknologi, dan kelembagaan, di mana memiliki nilai rata-rata sebesar 5.3 dari skala 10. Dari
gambar tersebut dapat dilihat bahwa kuliner memiliki sumber daya pendukung yang mampu
meningkatkan nilai daya saing. Kondisi ini tercipta karena potensi yang dimiliki Indonesia dalam
hal sumber daya alam dan budaya.
Kekayaan sumber daya alam dan keberagaman sumber daya budaya menjadikan kuliner Indonesia
memiliki nilai unggul, walaupun potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik karena
adanya beberapa faktor penghambat, seperti akses dalam mendapatkan sumber daya alam yang
masih belum baik. Dan hal ini juga kurang diimbangi dengan baik dari sisi sumber daya kreatifnya.
Secara kuantitas, jumlahnya sumber daya manusia di bidang kuliner sudah cukup banyak, namun
yang menjadi isu adalah mengenai sedikitnya sumber daya kreatif yang mengerti dan menguasai
kuliner Indonesia secara baik yang mampu mengembangkan potensi kuliner Indonesia. Salah
satu penyebab utamanya adalah belum masuknya kuliner Indonesia sebagai salah satu materi
pembelajaran di mayoritas institusi pendidikan di Indonesia dan juga belum adanya kurikulum
khusus mengenai kuliner Indonesia, terutama mengenai kuliner tradisional Indonesia.
Aktor kreatif dalam industri kuliner adalah sang juru masak (chef ). Seorang juru masak idealnya
merupakan orang yang mendapatkan ilmu kuliner melalui jenjang pendidikan dan terjun ke
industri untuk mendapatkan pengalaman. Kondisi ini sedikit berbeda bila mengacu kepada kondisi
Indonesia, untuk makanan tradisional masih banyak juru masak yang menguasai menu ini secara
turun temurun di lingkungan keluarga, hal ini akan menjadi kendala saat proses pembelajaran
untuk generasi selanjutnya karena tidak adanya panduan baku. Kondisi ini akan makin menjadi
kendala saat proses pengajaran di jenjang pendidikan formal mengacu pada kurikulum internasional
dan kurang mendalami makanan ataupun teknik memasak tradisional. Kuliner tradisional yang
seharusnya mampu menjadi daya tarik Indonesia, justru kurang menonjol di negeri sendiri.
Dari sisi industri, pada dasarnya industri kuliner sudah terbentuk sejak lama dan terus berkembang.
Data BPS menunjukkan nilai rata-rata pertumbuhan unit usaha kuliner (1.48%) yang berada di
atas nilai rata-rata industri kreatif (0.98%) dan nasional (1.05%). Hal ini menunjukkan minat
industri yang tinggi terhadap usaha kuliner, namun hal ini belum diimbangi dengan kualitas
produk yang dihasilkan. Masih ada isu dalam standar usaha yang belum baik, terutama dari
hygiene sanitasi.
Hal lainnya yang perlu ditinjau adalah pemasaran kuliner Indonesia yang masih lemah, penetrasi
pasar yang belum optimal baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu penyebabnya adalah
lemahnya kelembagaan yang ada. Beberapa pemangku kepentingan masih belum bersinergi
dengan baik untuk mengembangkan industri kuliner, dari sisi pemerintahan pun, beberapa
institusi memiliki program masing-masing yang terkadang menjadi tumpang tindih dan tidak
efektif. Koordinasi yang baik diperlukan untuk menyatukan pihak pelaku usaha, pemerintah,
industri, komunitas, dan juga akademisi dalam mengembangkan daya saing industri kuliner.
Selain itu, analisis mengenai daya saing subsektor di pasar dunia dapat dilakukan dengan
membandingkan data ekspor dan impor sesuai dengan Gambar 3-8. Bentuk ekspor dari subsektor
kuliner ini secara umum dapat berupa dua kategori, yaitu 1) warga negara asing yang mengonsumsi
makanan dan minuman di Indonesia dan 2) perusahaan Indonesia yang membuka usaha kuliner
56
57
di luar negeri. Bentuk impor dapat berupa 1) warga negara Indonesia yang mengonsumsi makanan
dan minuman di luar negeri dan 2) perusahaan asing yang membuka usaha kuliner di Indonesia.
Hal ini dikarenakan ruang lingkup yang digunakan masih berupa kategori penyedia makanan
dan minuman saja, sehingga bentuk ekspor dan impor bukan berupa barang.
Gambar 3-8 Data Ekspor dan Impor Kuliner
58
Berdasarkan Gambar 3-8 terlihat bahwa perbandingan antara nilai ekspor dan impor sangat tipis. Namun,
secara proporsional, terlihat bahwa laju pertumbuhan impor jauh di atas laju pertumbuhan ekspor. Hal
ini dapat menyimpulkan bahwa daya saing subsektor kuliner masih rendah bila di bandingkan dengan
produk dari luar negeri, namun bukan berarti menjadikan industri kuliner Indonesia tidak berdaya saing.
Oleh karena itu, apabila dibandingkan dengan beberapa negara Asia, posisi industri kuliner Indonesia
masih belum popular dan terkenal di dunia internasional. Beberapa negara asia telah mampu menampilkan
ikon kulinernya di tingkat dunia dan mendapatkan pengakuan dunia, seperti Thailand dengan Tom
Yam, Jepang dengan Sushi, Korea Selatan dengan Kimchi, Singapore dengan Laksa, dan sebagainya.
Beberapa negara yang memiliki industri kuliner yang sudah maju bahkan hingga ke tingkat
internasional memiliki kekuatan dalam upaya mempromosikan kuliner asli negaranya. Contoh paling
dekat adalah Thailand, sesama negara Asia dan sama-sama memiliki ragam kuliner tradisional yang
bervariasi namun sudah maju terlebih dahulu di tingkat internasional dibandingkan dengan Indonesia.
Dukungan pemerintah menjadi faktor penting yang menjadikan Thailand mampu berkembang di
bidang kuliner. Salah satunya adalah dukungan pemerintah dalam membantu mendirikan usaha
kuliner tradisional di luar negeri. Sudah banyak sekali restoran Thailand tersebar di negara-negara
Eropa dan Amerika. Selain itu dalam usaha mengembangkan kuliner tradisional, pemerintah
Thailand mengadakan program Thai Kitchen To The World, sebuah gerakan untuk mempromosikan
kuliner Thailand di mata dunia yang gencar dilakukan oleh hotel dan restoran di Thailand. Program
ini menjadikan hotel atau restoran yang beskala internasional pun menawarkan kuliner tradisional
dengan kualitas dan standar dunia. Hal ini yang dirasa masih kurang diterapkan di Indonesia, masih
banyak hotel dan restoran, khususnya hotel berbintang di Indonesia, lebih menonjolkan kuliner
mancanegara, padahal sebagian besar tamu hotel tersebut berasal dari mancanegara. Seharusnya
hotel-hotel di Indonesia bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempopulerkan masakan
Indonesia di mata dunia.29 Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang perlu ditingkatkan apabila
kuliner tradisional Indonesia ingin bersaing di tingkat internasional, yaitu:
1. Dukungan pemerintah yang optimal;
2. Menjamin ketersediaan pasokan bahan baku kuliner tradisional dari Indonesia;
3. Meningkatkan jumlah restoran Indonesia di luar negeri;
4. Meningkatkan juru masak asal Indonesia yang ahli kuliner nusantara.30
Hal-hal di atas dirasa masih kurang dimiliki oleh Indonesia bila dibandingkan negara tetangga,
seperti Thailand yang giat melakukan ekspor bahan baku kuliner tradisional, sehingga mempermudah
pembuatan masakan Thailand di luar area Thailand.
Pada dasarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memilki daya saing yang tinggi.
Hal ini dikarenakan Indonesia memilki beraneka ragam kuliner tradisional yang sangat menarik
jika mampu dikemas dan disajikan sesuai dengan kondisi saat ini ataupun kondisi internasional.
Salah satu buktinya adalah ditetapkannya rendang, nasi goreng, dan sate sebagai makanan terenak
di dunia versi CNN. Hal inilah yang perlu dikembangkan, menciptakan cara yang kreatif dalam
mengembangkan kuliner Indonesia tanpa menghilangkan cita rasa aslinya. Selain itu, saat ini
minat dan antusiasme masyarakat terhadap dunia kuliner semakin tinggi, sehingga hal ini bisa
dijadikan momen yang tepat untuk meningkatkan daya saing industri kuliner Indonesia.
(29) Bondan Winarno
(30) Yono Purnomo
59
Di Indonesia ini terdapat sekitar 300 etnis yang memiliki keragaman kuliner, namun hanya 10%
saja yang baru digarap. Kekayaan ini dapat dijadikan sebagai senjata utama untuk menghasilkan
kreasi dalam subsektor kuliner. Masakan tradisional Indonesia harus mampu muncul ke
permukaan sehingga dikenal oleh masyarakat luas, tidak saja hanya menjadi masakan daerah
yang disajikan di rumah, namun mampu menjadi daya tarik suatu daerah. Faktor kreativitaslah
yang diperlukan dalam mengangkat masakan tradisional ini sehingga mampu memiliki nilai
tambah untuk dipasarkan.
60
terfokus pada makanannya, namun juga mengenai cerita dan pengalaman yang dirasakan
sangat menyantap produk kuliner tersebut. Hal ini menjadikan produk kreasi kuliner
akan semakin mudah untuk dikenal oleh masyarakat secara luas.
Untuk mengetahui secara lebih mendetail, Tabel 3-2 berikut ini menjelaskan mengenai seluruh
potensi dan permasalahan yang ada di Indonesia.
Tabel 3-2 Potensi dan Permasalahan Kuliner
NO
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
61
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
NO
PERMASALAHAN
(Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
INDUSTRI
62
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
NO
PERMASALAHAN
(Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
PEMBIAYAAN
PEMASARAN
63
NO
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN
(Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
KELEMBAGAAN
64
POTENSI
(Peluang dan kekuatan)
NO
PERMASALAHAN
(Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
9
10
11
12
13
14
15
16
16
65
66
BAB 4
Rencana Pengembangan
Kuliner Indonesia
67
68
Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015-2019 bertujuan untuk menciptakan
ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan
kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai
dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang
ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan
yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang
makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan
iklim usaha yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal.
VISI
Tabel 4-1 Visi Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Kuliner 2015-2019
Industri kuliner yang berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan
sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
Menciptakan industri kuliner yang
berdaya saing, tumbuh, beragam,
dan berkualitas
MISI
TUJUAN
Peningkatan
sumber daya
manusia kreatif
bidang kuliner yang
berdaya saing dan
dinamis
Perwujudan industri
kuliner yang berdaya saing,
tumbuh, beragam, dan
berkualitas
Perwujudan
perlindungan,
pengembangan
dan pemanfaatan
sumberdaya alam
dan sumber daya
budaya bagi industri
kuliner secara
berkelanjutan
Menciptakan lingkungan
yang kondusif yang
mengarusutamaan unsur
budaya dan kreativitas dalam
pengembangan industri
kuliner dengan melibatkan
seluruh pemangku
kepentingan
4
Penciptaan
kelembagaan
yang mendukung
pengembangan
industri kuliner
Perluasan pasar di
dalam dan luar negeri
yang berkualitas dan
berkelanjutan
Pembiayaan yang
sesuai, mudah diakses,
dan kompetitif
Peningkatan
infrastruktur dan
teknologi yang
dapat menunjang
pengembangan
industri kuliner
69
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya
kuantitas dan
kualitas pendidikan
bidang kuliner
yang mendukung
pengembangan
kuliner tradisional
Indonesia
Meningkatnya
kuantitas dan
kualitas orang
kreatif bidang
kuliner tradisional
Indonesia
Terciptanya pusat
pengetahuan
sumber daya
budaya mengenai
kuliner tradisional
Indonesia yang
akurat dan
terpercaya serta
dapat diakses
secara mudah dan
cepat
Meningkatnya wirausaha
kuliner tradisional kuliner
Indonesia yang berdaya
saing dan dinamis
Meningkatnya keragaman
dan kualitas karya kuliner
tradisional Indonesia
Terciptanya akses
untuk mendapatkan
bahan baku yang
bercirikhas lokal,
beragam dan
kompetitif
Terciptanya regulasi
yang mendukung
penciptaan iklim
yang kondusif bagi
pengembangan kuliner
tradisional Indonesia
Meningkatnya
partisipasi aktif
pemangku kepentingan
dalam pengembangan
industri kuliner secara
berkualitas dan
berkelanjutan
10
Meningkatnya apresiasi
kepada orang/karya/
wirausaha/usaha
kuliner tradisional
Indonesia di dalam dan
luar negeri
11
Meningkatnya
penetrasi dan
diversifikasi pasar
karya kuliner
tradisional Indonesia di
dalam dan luar negeri
12
Meningkatnya
ketersediaan
pembiayaan bagi
industri kuliner yang
sesuai,mudah diakses
dan kompetitif
13
Meningkatnya
infrastruktur dan
teknologi yang
dapat menunjang
pengembangan
industri kuliner
70
Pada visi di atas terdapat empat kata kunci, yaitu berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan dinamis.
Yang dimaksud dengan: (1) berbudaya adalah sebuah industri kuliner yang memahami dan
dapat menginterpretasikan nilai dan kearifan lokal, warisan budaya, tradisi secara bijaksana;
(2) berdaya saing adalah sebuah indusrtri kuliner yang mampu berkompetisi secara adil, jujur
dan menjunjung tinggi etika, serta unggul di tingkat nasional maupun global; (3) kreatif adalah
sebuah industri kuliner yang mampu melihat peluang/kemungkinan-kemungkinan baru dan
melakukan inovasi dalam mengembangkan industri kuliner; (4) dinamis adalah sebuah industri
kuliner yang memiliki kemampuan untuk terus melakukan perbaikan (continuous improvement).
71
72
73
74
75
76
78
BAB 5
Penutup
BAB 5: Penutup
79
5.1 Kesimpulan
Dalam penyusunan Rencana Aksi Jangka Menengah Kuliner 2015-2019, kuliner didefinisikan
sebagai: Kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan, dan minuman yang
menjadikan unsur kreativitas, estetika, tradisi, dan/atau kearifan lokal; sebagai elemen terpenting
dalam meningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut, untuk menarik daya beli dan memberikan
pengalaman bagi konsumen. Definisi tersebut merupakan hasil elaborasi dari proses analisis
yang meliputi: kajian pustaka, wawancara mendalam, dan focus group discussion, yang melibatkan
para narasumber yang mewakili pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, pelaku industri,
komunitas/asosiasi, dan kalangan intelektual.
Secara umum ruang lingkup pengembangan kuliner meliputi jasa kuliner dan barang kuliner.
Jasa kuliner meliputi restoran dan jasa boga, sedangkan barang kuliner merupakan produk
kuliner dalam kemasan. Untuk pengembangan periode ini akan difokuskan pada jasa kuliner.
Perkembangan kuliner di Indonesia dimulai tahun sejak 1600an dengan masuknya pengaruh
budaya asing pada masa kolonial. Seiring waktu, maraknya dunia kuliner dapat dilihat dengan
berdirinya berbagai lembaga pendidikan bidang kuliner sejak tahun 1960an, terbitnya buku
masakan Indonesia pertama berjudul Mustika Rasa di tahun 1967, hingga mulai maraknya usaha
waralaba bidang kuliner di tahun 1990an. Saat ini dapat kita saksikan dengan adanya pengaruh
media sejak tahun 1990an membuat dunia kuliner di Indonesia semakin berkembang. Di tahun
2000an, minat dan antusiasme masyarakat terhadap kuliner semakin tinggi, hingga semakin
populernya istilah wisata kuliner.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses
penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem kuliner yang
terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar,
dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif kuliner terdiri dari proses kreasi, proses produksi, dan proses
penyajian. Lingkungan pengembangan kuliner adalah apresiasi dan pendidikan, di mana kegiatan
apresiasi terhadap kuliner Indonesia dirasa masih sangat kurang. Pasar di dalam industri kuliner
adalah konsumen penikmat kuliner yang dibagi menjadi konsumen umum dan konsumen khusus.
Pengarsipan yang dimaksud dalam kuliner adalah proses mendokumentasikan perkembangan
pada dunia kuliner yang dapat dijadikan referensi perkembangan kuliner di masa mendatang.
Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor kuliner dapat dilihat dari peta industri yang
menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage)
dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor kuliner diantaranya
adalah penyedia bahan baku, penyedia piranti makan, penyedia alat memasak, penyedia jasa desain,
penyedia jasa arsitektur, dan lainya. Forward linkage di dalam subsektor kuliner diantaranya
adalah industri tv dan radio, media cetak, industri pariwisata, dan lainnya. Selain digunakan
dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor kuliner, rantai nilai kreatif juga digunakan
dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi di industri kuliner. Apabila ditinjau
secara unit usaha, model bisnis yang berjalan pada industri kuliner adalah berupa jasa penyedian
makanan dan minuman (restoran atau rumah makan) yang secara umum dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu independent, chain, dan franchise.
Kontribusi ekonomi subsektor kuliner dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan,
aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di
80
tahun 2013, subsektor kuliner memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 33% terhadap
total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013
sebesar 4,52%. Nilai ini merupakan yang terbesar dibandingkan kontribusi subsektor lainnya.
Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor kuliner memberikan kontribusi sebesar 31,48% terhadap
total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013
sebesar 0,26%.
Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di subsektor
kuliner dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah sumber daya alam dan budaya
yang beragam, industri yang terus berkembang, minat dan antusiasme masyarakat terhadap
kuliner yang tinggi, pasar dalam negeri yang besar, serta pasar luar negeri yang mulai melirik.
Berdasarkan kondisi kuliner di Indonesia saat ini, tantangan yang mungkin dihadapi, serta dengan
memperhitungkan daya saing serta potensi yang dimiliki dan juga arahan strategis pembangunan
nasional serta pengembangan ekonomi kreatif periode 20152019, maka visi pengembangan
kuliner selama periode 20152019 adalah Industri kuliner yang berbudaya, berdaya saing,
kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia.
5.2 Saran
Pengembangan subsektor kuliner dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada:
Mulai memetakan standar kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner.
Pemberian insentif dan kemudahan perijinan bagi usaha pelestarian dan pemanfaatan
kekaayan kuliner tradisional Indonesia.
Mulai memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha untuk dapat memenuhi standar nasional
terutama strandar kesehatan dan kebersihan.
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan
beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor
kuliner, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian/lembaga, dan memutakhirkan
data kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
(KBLI) Kreatif.
BAB 5: Penutup
81
82
LAMPIRAN
Lampiran
83
84
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
2.1
1
2
3
2. Perwujudan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya budaya bagi industri kuliner secara berkelanjutan
1.2
1.1
1. Peningkatan sumber daya manusia kreatif bidang kuliner yang berdaya saing dan dinamis
Misi 1: Menciptakan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, & berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR KULINER
Lampiran
85
3.1
3.2
3.3
3. Perwujudan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
Misi 2: Menciptakan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
2.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
86
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
4.3
4.2
4.1
2
3
Misi 3: Menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamaan unsur budaya dan kreativitas dalam pengembangan industri kuliner dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
87
ARAH KEBIJAKAN
Meningkatnya ketersediaan
pembiayaan bagi industri kuliner
yang sesuai,mudah diakses dan
kompetitif
7.1
7. Peningkatan infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
6.1
5.1
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
STRATEGI
88
Adanya standar kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner yang
diakui secara global
Adanya pemberdayaan dan pelatihan juru masak untuk peningkatan
kemampuan dalam mengolah kuliner tradisional Indonesia dengan standar
global secara rutin di beberapa daerah
Adanya direktori wirausaha dan orang kreatif kuliner yang menjadi tenaga
pengajar
INDIKASI STRATEGIS
2.1
a
b
c
d.
2. Perwujudan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya budaya bagi industri kuliner secara berkelanjutan
1.2
1.1
1. Peningkatan sumber daya manusia kreatif bidang kuliner yang berdaya saing dan dinamis
Misi 1: Menciptakan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, & berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
89
b
c
3.2
3.3
a
b
b
a
4.1
a
b
c
d
Misi 3: Menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamaan unsur budaya dan kreativitas dalam pengembangan industri kuliner dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
3.1
3. Perwujudan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
INDIKASI STRATEGIS
a
Misi 2: Menciptakan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
2.1
MISI/TUJUAN/SASARAN
90
4.3
Adanya pusat informasi kondisi pasar kuliner yang dapat diakses oleh publik
7.1
INDIKASI STRATEGIS
a
b
7. Peningkatan infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
6.1
5.1
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
4.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
91
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
Penyusunan kurikulum
yang berbasiskan
kuliner tradisional
Indonesia
Peningkatan kualitas
sistem standarisasi
mutu pendidikan
Pemberian beasiswa
bidang kuliner ke
tingkat pendidikan yang
lebih tinggi
Pemberdayaan
ahli masak kuliner
tradisional Indonesia di
daerah sebagai tenaga
pengajar
Pemberdayaan
wirausaha dan
orang kreatif bidang
kuliner dalam proses
pendidikan
SASARAN 1: Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan bidang kuliner yang mendukung pengembangan kuliner tradisional Indonesia
SASARAN/RENCANA AKSI
2017
TAHUN
2018
2019
92
PENANGGUNGJAWAB
Pemetaan standar
kompetensi dan
sertifikasi tenaga kerja
bidang kuliner
Pemberian akses
tenaga kerja bidang
kuliner untuk
mendapatkan
pelatihan/bimbingan
dalam meningkatkan
kompetensi
Fasilitasi
pemberdayaan dan
pelatihan juru masak
untuk peningkatan
kemampuan dalam
mengolah kuliner
tradisional Indonesia
dengan standar global
SASARAN 2: Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif bidang kuliner tradisional Indonesia
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
93
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
2017
TAHUN
2018
Pembuatan media
informasi kuliner
tradisional Indonesia
(Pusat Informasi
Kuliner Tradisional
Indonesia)
Pelaksanaan program
pengembangan sumber
daya unggulan daerah
SASARAN 4: Terciptanya akses untuk mendapatkan bahan baku yang bercirikhas lokal, beragam dan kompetitif
Pemetaan kekayaan
kuliner tradisional
Indonesia
SASARAN 3: Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya budaya mengenai kuliner tradisional Indonesia yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara
mudah dan cepat
SASARAN/RENCANA AKSI
2019
94
Peningkatan akses
terhadap bahan baku
lokal berkualitas yang
kompetitif
PENANGGUNGJAWAB
Fasilitasi peningkatan
keterampilanpengetahuan-sikap
wirausaha dengan
menghadirkan mentor
bisnis bidang kuliner
berpengalaman di
tingkat nasional dan
global
Pengenalan konsep
kewirausahaan sejak
jenjang pendidikan
yang disertai dengan
praktik kewirausahaan
SASARAN 5: Meningkatnya wirausaha kuliner tradisional kuliner Indonesia yang berdaya saing dan dinamis
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
95
PENANGGUNGJAWAB
Fasilitasi
pengembangan
inkubator bisnis
yang dikelola secara
profesional dan sesuai
dengan kebutuhan
industri kuliner
Pemetaan kesenjangan
yang terjadi di
industri kuliner untuk
meningkatkan tata
kelola industri
SASARAN 6: Meningkatnya usaha kuliner tradisional Indonesia yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkualitas
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
96
Penyelenggaraan
kompetisi untuk kreasi
produk kreatif berbasis
kuliner tradisional
Indonesia baik di
tingkat daerah maupun
nasional
PENANGGUNGJAWAB
2015
Pengembangan
kebijakan untuk
memasukan
pengajaran kuliner
tradisional Indonesia
di seluruh lembaga
pendidikan bidang
kuliner di Indonesia
SASARAN 8: Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan kuliner tradisional Indonesia
Fasilitasi peningkatan
kapasitas usaha untuk
dapat memenuhi
standar nasional
terutama strandar
kesehatan dan
kebersihan
SASARAN/RENCANA AKSI
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
97
Pengembangan
kebijakan pemanfaatan
sumber daya lokal
sebagai bahan baku
produk kuliner
tradisional Indonesia
Pengembangan
kebijakan pengaturan
waralaba produk
kuliner
Harmonisasi kebijakan
pengawasan higienitas
usaha kuliner (terkait
dengan kebersihan dan
kesehatan)
SASARAN/RENCANA AKSI
Kementerian Perdagangan;
Kementerian Keuangan; Kementerian
Kelautan dan Perikanan; Kementerian
Pertanian; Kementerian Perindustrian;
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif; Pemerintah Daerah
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
98
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
Pemberdayaan
komunitas kuliner
untuk berkolaborasi
dengan instansi
pemerintah
Pembentukan forum
rutin yang melibatkan
seluruh aktor di
industri kuliner untuk
membahas isu-isu yang
terjadi
Pelaksanaan ajang
penghargaan bidnag
kuliner bergengsi yang
resmi diadakan oleh
pemerintah
SASARAN 10: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kuliner tradisional Indonesia di dalam dan luar negeri
2017
TAHUN
SASARAN 9: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri kuliner secara berkualitas dan berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
2018
2019
Lampiran
99
Pelaksanaan kegiatan
kompetisi/festival/
diskusi/ kegiatan
lainnya yang dapat
menggali, mengangkat,
mempromosikan
orang/karya/
wirausaha/usaha
kreatif berbasis kuliner
tradisional Indonesia,
serta meningkatkan
interaksi antara orang
dan wirausaha kreatif
lokal dan dunia
Pelaksanaan kampanye
dan promosi kuliner
tradisional Indonesia di
dalam dan luar negeri
Peningkatan kerjasama
dengan komunitas
kuliner sebagai sarana
pengembangan dan
edukasi masyarakat
SASARAN/RENCANA AKSI
Memperbanyak gerakan/kampanye/
promosi mengenai kuliner Indonesia baik di
dalam dan luar negeri; Memperbanyak dan
memperluas jangkauan kegiatan/festival
terkait kuliner Indonesia
Memperbanyak kompetisi/festival/diskusi/
kegiatan lainnya yang dapat menggali,
mengangkat, mempromosikan orang/karya/
wirausaha/usaha kreatif berbasis kuliner
tradisional Indonesia, serta meningkatkan
interaksi antara orang dan wirausaha
kreatif lokal dan dunia; Memfasilitasi
kelompok masyarakat untuk mengadakan
kegiatan-kegiatan tersebut
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
100
PENANGGUNGJAWAB
Fasilitasi informasi
dan kajian mengenai
kondisi pasar di dalam
dan luar negeri yang
dapat diakses oleh
dunia bisnis kuliner
Penyelenggaran
roadshow promosi
kuliner tradisional
Indonesia di dalam dan
luar negeri
Pembangunan sentra
kuliner daerah sebagai
ikon kuliner
Kementerian Perdagangan;
Kementerian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah; Kementerian
Perindustrian; Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif
Pemerintah Daerah
Kementerian Perdagangan;
Kementerian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah; Kementerian
Perindustrian; Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif
Pemerintah Daerah
SASARAN 11: Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kuliner tradisional Indonesia di dalam dan luar negeri
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
Lampiran
101
PENANGGUNGJAWAB
Penyusunan skema
pembiayaan yang
sesuai bagi industri
kuliner terutama bagi
pelaku di daerah dalam
mengantisipasi isu
fluktuasi harga bahan
baku
Fasilitasi akses
pendanaan bagi
pelaku usaha kuliner
tradisional Indonesia
dengan lembaga
pembiayaan atau
investor
SASARAN 12: Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri kuliner yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
102
PENANGGUNGJAWAB
Pemberian insentif
yang kompetitif bagi
lembaga riset/peneliti
dalam bidang teknologi
pangan
Peningkatan kerjasama
dan kolaborasi dalam
pemanfaatan hasil
penelitian dalam
bidang teknologi
pangan
Pemetaan daerah
potensial di bidang
pariwisata dan kuliner
SASARAN 13: Meningkatnya infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
SASARAN/RENCANA AKSI
2015
2016
2017
TAHUN
2018
2019
106