Вы находитесь на странице: 1из 13

Batu Ginjal dan Resiko untuk Penyakit Ginjal Kronis

Latar belakang dan tujuan: Batu ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis
(CKD) pada orang dengan gangguan herediter yang langka (contoh hiperoxaluria
primer, cystinuria) tapi masih belum diketahui apakah batu ginjal merupakan
faktor risiko penting untuk CKD pada populasi umum.
Desain, pengaturan, partisipan dan pengukuran: Pada Wilayah Olmsted, MN,
residents, semua yang memiliki penyakit batu (n=4774) didiagnosa dari tahun
1986 sampai 2003 dengan perbandingan 1:3 pada subjek kontrol (n=12.975). Cox
proportional hazard model dihubungkan dengan umur, jenis kelamin, dan
penyakit-penyakit komorbiditas (hipertensi, diabetes, obesitas, dyslipidemia, gout,
pengguna alkohol, perokok, penyakit jantung koroner, gagal jantung, infark
serebral, dan penyakit vaskular perifer) yang digunakan untuk menilai risiko
terjadinya CKD yang dijadikan sebagai diagnosis klinis (kode diagnostik), ESRD
atau kematian dengan CKD, yang bertahan dengan peningkatan kreatinin serum
(>90 hari) (>1.3 mg/dl pada pria, >1.1 mg/dl pada wanita) atau dengan laju GFR
<60 ml/menit [er 1.73 m2 yang menetap.
Hasil: Selama rata-rata 8.6 tahun follow up, pasien dengan gangguan batu
memiliki peningkatan risiko untuk terjadi CKD, tapi peningkatan risiko untuk
ESRD atau kematian dengan CKD masih belum pasti. Diantara pasien dengan
follow-up kadar kreatinin serum, pasien yang memiliki penyakit batu berisiko
untuk meningkatnya kadar kreatinin serum dan penurunan GFR yang menetap.
Kesimpulan: Batu ginjal adalah fakor risiko untuk CKD, dan penelitian ditujukan
untuk menilai screening dan preventif untuk CKD pada pasien yang mengalami
penyakit batu.
Batu ginjal dan penyakit ginjal kronis (CKD) adalah peyakit umum, yang
mempengaruhi masing-masing 5% dan 13% populasi dewasa. CKD dikenal sebagai
komplikasi dari batu ginjal sebagai akibat yang herediter yang langka (contoh
hiperoxaluria primer, Dent disease, 2-8-hydroxyadenine crystalluria, cystinuria), dimana
nephrocalcinosis atau deposit kristal ginjal dapat menyebabkan penurunan GFR yang

progresif dan ESRD pada usia muda. Sebagai tambahan, batu infeksi (struvite) dapat
menyebabkan nefropati obstruktif dengan batu staghorn dan dapat menjadi penyebab
ESRD yang berhubungan dengan nefrolitiasis. Meskipun ESRD dikaitkan langsung
dengan batu ginjal, dengan prevalensi 3.2% diantara pasien yang memulai hemodialysis
tetap, batu ginjal masih tetap merupakan faktor yang berkontribusi dalam
perkembangan penyakit CKD dan progresinya. Penelitian case-kontrol menyebutkan
bahwa pasien kulit hitam yang mendapatkan hemodialysis memiliki 3 kali lebih sering
batu ginjal sebelumnya dibandingkan individu kulit hitam pada populasi umum. Pada
penelitian cross-sectional, fungsi renal berkurang pada pasien dengan penyakit batu
dibandingkan dengan individu normal. Telah diobservasi pada populasi umum,
estimated GFR (eGFR) lebih rendah pada orang overweight dan obese yang menderita
penyakit batu ginjal dan penelitian case-control menemukan peningkatan risiko CKD
pada pasien penyakit batu sebelumnya dan tanpa hipertensi; akan tetapi, penelitian
kohort berdasarkan populasi menilai bahwa risiko terjadinya CKD dengan batu ginjal
masih kurang. Dengan adanya sistem medical record yang komprehensif di Wilayah
Olmsted, MN, insiden CKD pada populasi umum dibandingkan antara kohort pasien
dengan batu sebelumnya dan kohor subjek kontrol.
Bahan dan Metode
Populasi Penelitian
Penelitian berdasarkan populasi dapat dilaksanakan di Wilayah Olmsted karena
perawatan medis dipusatkan dalam komunitas. Lebih dari 95% populasi setidaknya
pernah mengunjungi klinik di Wilayah Olmsted setiap 2 sampai 3 tahun, sehingga
memenuhi kuota populasi lokal. Kode diagnostic (secara manual atau otomatis dari
diagnose akhir di rekam medis) dari tahun 1935 dan dibuat dalam indeks dan
dihubungkan secara virtual di seluruh penyedia layanan di Wilayah Olmsted melalui
Rochester Epidemiology Project. Setelah dewan institusi menyetujui penelitian ini,
semua penghuni Wilayah Olmsted yang didiagnosa awal dengan batu ginjal dari tahun
1986 sampai 2003 diidentifikasi menggunakan International Classification of Diseases,
Ninth Revision (ICD-9) codes 592, 594, dan 274.11 dan ekuivalen Hospital Adaptation
of the International Classification of Disease 9 (HICDA-8) codes. Pada tinjauan manual
dari 113 grafik dengan kode-kode ini, 70 mendapatkan gejala pertama dari batu ginjal di

Wilayah Olmsted dengan karakteristik nyeri kolik atau dengan nyeri atipikal dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan foto atau hematuria, 25 telah memiliki batu ginjal
sebelum tinggal di wilayah Olmsted, 4 secara kebetulan (asimptomatik) batu ginjal pada
pemeriksaan foto, 5 memiliki batu di kandung kemih dan 9 tidak memiliki batu yang
dapat diverifikasi. Pasien dengan batu ginjal dipasangkan dengan subjek kontrol dengan
perbandingan 1:3 diantara semua penghuni wilayah Olmsted berdasarkan indeks waktu
(episode batu pertama untuk pasien batu ginjal dan kunjungan klinik yang paling
mendekati dan yang mendekati pada subjek control) 5 tahun, durasi rekam medis
sebelum indeks waktu 5 tahun, umur penyakit 5 tahun dan jenis kelamin. Subjek
kontrol yang selanjutnya mengidap penyakit batu ginjal kemudian setelah indeks waktu
dikeluarkan dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kelompok penyakit batu ginjal.
Luaran (outcome)
CKD diidentifikasi menggunakan beberapa pendekatan. Diagnosis klinis CKD
ditetapkan berdasarkan kode dengan ICD-9 dan setara HICDA-8 (lihat Lampiran).
Beberapa kode tertentu (gagal ginjal kronis, nefropati diabetik, proteinuria, nefritis dan
nefropati, dan penyakit ginjal hipertensi) dianalisis secara tersendiri. Seluruh daftar
kematian dan kematian yang disebabkan oleh CKD dicatat dari surat-surat kematian
yang dikeluarkan Minnesota State. Tercatat dialysis tetap (hemodialisis atau dialisis
peritoneal) dan transplantasi ginjal di Olmsted County disebutkan dalam database klinis.
Titik akhir gabungan ditetapkan berdasarkan adanya ESRD (dialisis atau transplantasi)
atau kematian dengan CKD.
Secara independen, CKD berdasarkan kadar kreatinin serum (SCr) yang diperoleh
catatan medis elektronik Mayo Clinic dari 1983 hingga 2006. Kadar SCr yang standar
dari 146 sampel serum beku yang dikumpulkan dari tahun 1999 hingga tahun 2000
dengan Cleveland Clinic (standar SCr = -0,265 + 1,092 * Mayo Clinic SCr) . CKD
ditetapkan berdasarkan peningkatan kadar SCr (persentil >97,5 dalam donor ginjal
regional: >1,3 mg/dl pada pria dan 1,1 mg / dl pada wanita), yang mengidentifikasi
individu dengan GFR kurang dari yang diharapkan dengan berdasarkan umur. CKD
juga diklasifikasikan dengan eGFR <60 ml/menit per 1,73 m2 dengan menggunakan
Modifikasi SCr berdasarkan modification of Diet in Renal Disease aquation. Untuk
membedakan CKD dari gagal ginjal akut, analisis membutuhkan level SCr pertama >90

hari setelah elevasi awal SCr (atau eGFR <60 ml/menit per 1,73 m2) dan semua
intervensi kadar SCr untuk memenuhi persyaratan ambang batas.
Komorbiditas
Waktu awal diagnosis klinis yang telah dikaitkan dengan batu ginjal atau CKD
(hipertensi, diabetes, obesitas, dislipidemia, asam urat, ketergantungan alkohol,
penggunaan tembakau, penyakit arteri koroner, gagal jantung, infark serebral, dan
penyakit pembuluh darah perifer) diidentifikasi dari kode ICD-9 (lihat Lampiran) dan
setara HICDA-8.
Analisis Statistik
Pasien dikeluarkan dari analisis dengan kejadian CKD ketika mereka menyatakan CKD
klinis atau ESRD sebelum waktu indeks atau dalam waktu 90 hari setelah waktu indeks
atau ketika mereka memiliki rata-rata SCr tinggi selama 3 tahun sampai 1 bulan
sebelum waktu indeks. Selain itu, pasien yang tidak memiliki tindak lanjut dari
kunjungan klinik >90 hari setelah waktu indeks dikeluarkan. Pasien tanpa CKD pada
kunjungan klinik terakhir mereka atau kematian pasien pada 31 desember 2006 akan
dikeluarkan. Insiden peningkatan SCr didasarkan pada tes SCr follow up >90 hari
setelah waktu indeks. Analisis tambahan menilai insiden eGFR <60 dan <30 ml/menit
per 1,73 m2 selama masa follow up dan mengeklusi pasien dengan prevalensi eGFR
<60 ml/min per 1,73 m2 hingga prevalennya mencapai batas SCr. Untuk menilai bias
antara pasien dengan penyakit batu dan subjek kontrol, kami membandingkan proporsi
dengan setidaknya satu tes SCr follw up/tindak lanjut. Untuk mengatasi potensi bias,
kami melakukan analisis dengan membatasi sampel untuk pasien dengan setidaknya
satu tes SCr tindak lanjut dan dengan menyensor tes SCr terakhir.
Regresi logistik digunakan untuk menghitung odds rasio (OR) untuk prevalen CKD
pada pasien dengan dengan penyakit batu sebelumnya dibandingkan dengan subjek
kontrol. Kelangsungan hidup dari CKD berikutnya diperkirakan dengan menggunakan
metode Kaplan-Meier. Hubungan batu ginjal dengan kejadian CKD selanjutnya dinilai
menggunakan Cox proportional hazards model dengan penyesuaian untuk usia, jenis
kelamin, dan penyakit penyerta. Komorbiditas dianggap sebagai kovariat tetap (ada
sebelum waktu indeks). Hasilnya sama dengan penyesuaian untuk komorbiditas yang

terjadi setelah waktu indeks (dianggap sebagai kovariat tergantung waktu, data tidak
ditampilkan). Model juga mengevaluasi peristiwa CKD dengan kematian sebagai risiko.
Hazard ratio (HR, yaitu, tingkat kejadian CKD pada pasien dengan penyakit batu relatif
untuk mengontrol subjek) dan interval kepercayaan 95% (CI) dilaporkan.
Hasil
Karakteristik Dasar
Gambar 1 menunjukkan kerangka sampling. Sebanyak 4.774 pasien dengan batu dan
12.975 subjek kontrol yang diidentifikasi dari populasi umum Olmsted County antara
tahun 1986 dan 2003. Setelah eksklusi pasien dengan CKD klinis yang lazim atau
peningkatan prevalent SCr dan orang-orang yang tidak memiliki klinik kunjungan 90
hari setelah waktu indeks, 4066 pasien dengan batu dan 10.150 subyek kontrol di follow
up untuk insiden CKD. Hanya 2,1% dari pasien ini yang bukan kulit putih, konsisten
dengan distribusi rasial masyarakat (96% kulit putih pada tahun 1990). Sebagai
konsekuensi dari perbandingan, pasien dengan batu dan subyek kontrol yang sama
sehubungan dengan usia (rata-rata 44 tahun), jenis kelamin (59% laki-laki), dan panjang
dokumentasi rekam medis sebelum waktu indeks (rata-rata 18 tahun). Rata-rata SD
(kisaran) follow up kunjungan klinik terakhir atau kematian adalah 8,65,4 tahun (0,2520,93 thn) pada pasien dengan batu dan 8.7 5.3 tahun (0,25-20,96 thn) pada subyek
kontrol. Seperti terlihat pada Tabel 1, pasien dengan batu lebih besar kemungkinan
untuk memiliki diagnosis awal hipertensi, diabetes, obesitas, dislipidemia, gout, atau
penyakit arteri coroner dibandingkan subyek kontrol dan kecil kemungkinan memiliki
diagnosis ketergantungan alkohol. Pasien dengan batu

juga lebih mungkin untuk

memiliki setidaknya satu tes SCr > 90 hari setelah waktu indeks (73 vs 61%; P
<0,0001). Sebanyak 2.969 pasien dengan batu dan 6171 subjek kontrol pada analisis
subset disensor oleh tes SCr terakhir (gambar 1).

Gambar 1. Kerangka sampling pada wilayah Olmsted, MN. Ukuran sampel pada kohort
pasien dengan batu dan kontrol bervariasi tergantung apakah di follow up dan disensor
oleh kunjungan klinik di wilayah Olmsted atau oleh kreatinin serum (SCr) pada Mayo
Clinic.
Tabel 1. Komorbiditas utama di Wilayah Olmsted, MN, kohort pasien dengan panykit
batu dan kontrol

Prevalensi CKD
Diagnosis klinis CKD lebih prevalent pada pasien dengan batu sebelumnya
dibandingkan dengan subjek kontrol (.9 vs 3.1%; OR 2.32; 95% CI 2.00 sampai 2.70).
Prevalensi klinis CKD bervariasi sesuai dengan pada waktu indeks: >5 tahun sebelum
waktu indeks, OR 1.30 (95% CI 0.99 sampai 1.72); 1 sampai 5 tahun waktu indeks, OR

1.36 (95% CI 1.02 sampai 1.80); 0 sampai 1 tahun sebelum waktu indeks, OR 2.73
(95% CI 1.81 sampai 4.12); dan 0 sampai 90 hari setelah waktu indeks, OR 6.99 (95%
CI 5.11 sampai 9.58). Setidaknya satu data kadar SCr tersedia pada 2123 pasien dengan
batu dan 4340 subjek kontrol antara 3 tahun dan 1 bulan sebelum waktu indeks (45 vs
33%; P<0.0001). Pasien dengan batu dibandingkan dengan subjek kontrol juga lebih
mungkin untuk mendapatkan CKD dengan peningkatan SCr (3.5 vs 1.9%; OR 1.81;
95% CI 1,49 sampai 2.22) atau penurunan eGFR (4.6 vs 3.0%; OR 1.55; 95% CI 1.31
sampai 1.84). Peningkatan prevalensi dari elevasi SCr diantara pasien dengan batu tidak
mengubah secara substansi setelah penyesuaian dengan semua komorbiditas (OR 1.77;
95% CI 1.44 sampai 2.18)
Insidens CKD dengan Diagnosis Klinis
Setelah eksklusi pasien dengan prevalent CKD, pasien dengan batu lebih sering
terdiagnosis CKD dibandingkan dengan subjek kontrol (HR 1.67; 95% CI 1.48 sampai
1.88; Gambar 2A). Laporan untuk risiko yang ada untuk kematian hanya menurun
sedikit untuk kejadian CKD (2 poin persentase pada pasien dengan batu dan subjek
kontrol pada umur 18 tahun). Beberapa kategori kode diagnostic spesifik (gagal ginjal
kronik, nefropati diabetik, dan proteinuria) meningkat diantara pasien dengan penyakit
batu ginjal (tabel 2). Pasien dengan batu memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena
ESR atau kematian dengan CKD (HR 1.34; 95% Ci 0.81 sampai 2.23), tapi hal ini tidak
signifikan (P=0.25; gambar 2B). Peningkatan risiko untuk CKD klinis diantara pasien
penyakit batu tetap signifikan dan tidak berubah setelah penyesuaian dengan umur, jenis
kelamin dan komorbiditas (tabel 3). Tidak seperti laporan sebelumnya, risiko untuk
CKD tidak berbeda dengan pasien dengan penyakit batu yang obese dibandingkan yang
tidak obese (HR 1.49 vs 1.74; P=0.22 untuk interaksi) atau dengan pasien penyakit batu
yang memiliki hipertensi dibandingkan dengan yang tidak memiliki hipertensi (HR 1.70
vs 1.62; P=0.62 untuk interaksi).
Insidens CKD berdasar SCr
Terdapat insidensi yang lebih tinggi untuk peningkatan SCr yang terus menerus (gambar
2, C dan D) dan penurunan eGFR yang menetap diantara pasien dengan batu
sebelumnya dibandingkan dengan subjek kontrol. Tabel 4 membandingkan risiko untuk

kejadian SCr dengan CKD yang ditunjukkan dengan peningkatan SCR versus
penurunan eGFR, dengan melihat kunjungan terakhir versus tes SCr terakhir, dan
dengan CKD yang didefinisikan dengan durasi manapun versus durasi kejadian yang
menetap. Bagaimanapun pendekatannya, pasien dengan batu sebelumnya, memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk CKD (P 0.01 untuk semuanya). Peningkatan risiko
untuk terjadinya peningkatan SCr diantara pasien dengan batu sebelumnya tetap
signifikan dan tidak berubah dengan penyesuaian umur, jenis kelamin dan komorbiditas
lainnya (tabel 3). Dibandingkan dengan risiko untuk eGFR yang tetap <60 ml/menit per
1.73 m2 pada pasien dengan batu sebelumnya, dimana besarnya risikonya sama dengan
yang eGFR nya tetap <30 ml/menit per 1.73 m2, meskipun tidak signifikan secara
statistik (HR 1.42 [95% CI 1.24 to 1.63] versus 1.53 [95% CI 0.91 to 2.56].
Diskusi
Pada populasi ini yang berdasarkan penelitian kohort, risiko untuk terjadinya CKD
diantara pasien dengan batu sebelumnya meningkat dibandingkan dengan subjek
kontrol. Risiko untuk diagnosis klinis CKD adalah 50 sampai 67% lebih tinggi, risiko
untuk peningkatan SCr yang menetap adalah 26 sampai 46% lebih tinggi dan risiko
untuk penurunan eGFR yang menetap adalah 22 sampai 42% lebih tinggi. Peningkatan
risiko ini bersifat independen terhadap komorbiditas yang terkait dengan CKD. Selama
rata-rata follow up 8.6 tahun, tidak terdapat hasil signifikan untuk peningkatan risiko
untuk ESRD atau kematian dengan CKD.
Hal ini menarik bahwa terdapat peningkatan risiko untuk CKD sebelum diagnosis
pertama dari batu ginjal. Grafik panduan menunjukkan sampai 22% dari pasien dengan
batu sebelumnya memiliki batu ginjal sebelum tinggal di wilayah Olmsted. Lebih lanjut,
grafik diagnosis dari batu ginjal kadang muncul dalam beberapa bulan atau bahkan
beberapa tahun setelah muncul gejala. Sehingga batu ginjal yang tidak terdokumentasi
mungkin dapat menjelaskan peningkatan risiko ini terhadap CKD sebelum ditemukan
batu yang pertama. Resiko tinggi untuk klinis CKD pada pasien dengan batu setahun
sebelum didiagnosa dengan batu ginjal (OR 2.73) yang dibandingkan dengan >5 tahun
sebelumnya adalah konsisten dengan hipotesis ini. Faktor komplikasi lainnya adalah
bahwa CKD biasanya asimptomatik dan mungkin tidak terdiagnosa selama bertahuntahun sampai dokter mendapatkan indikasi (contoh batu ginjal) untuk memeriksa SCr

atau urinalisis. Peningkatan risiko yang diobservasi untuk klinis CKD pada 90 hari
pertama setelah episode batu (OR6.99) dapat memberiksan deteksi bias atau
kemungkinan gagal ginjal akut yang salah diklasifikasikan sebagai CKD. Untuk
memperoleh bias potensial, CKD dianalisa sebagai preeksis (prevalent) ketika
didiagnosa dalam waktu 90 hari pertama setelah waktu indeks (hasilnya sama
menggunakan waktu 2 tahun daripada 90 hari).
Mengindentifikasi CKD dapat menjadi sulit karena gangguan ini biasanya asimptomatik
dan diagnose tergantung pada biomarker yang tidak memiliki batas tegas antara normal
dan tidak normal, misalnya SCr (atau eGFR) dan protein urine. Sehingga, pendekatan
multipel digunakan untuk mengklasifikasi CKD pada penelitian ini. Kode diagnostic
memiliki keuntungan untuk kontribusi konteks klinis dan penilaian dari interpretasi
laboratorium dan radiologi yang digunakan untuk diagnosis CKD tapi tingkat
kronisitasnya dapat menjadi tidak jelas dan pengetahuan akan batu ginjal sebelumnya
dapat mempengaruhi diagnosis. Kode individual dapat membantu untuk mencirikan
penyakit, dan pada penelitian ini, pasien dengan batu sebelumnya tampak untuk
memiliki peningkatan risiko untuk penyakit ginjal dengan proteinuria. Kode individual
harusnya juga diinterpretasikan dengan secara hati-hati. Pasien manapun yang memiliki
diabetes dan kemudian mendapatkan CKD akan menerima diagnosis nefropati
diabetik. penyakit ginjal hipertensif dapat didiagnosa pada pasien dengan hipertensi
sebelumnya dan kemudian mengidap CKD tanpa faktor risiko lainnya. ESRD adalah
paling sulit yang merupakan hasil akhir CKD tapi kejadian ini hanya tejadi pada 66
pasien dan follow up lebih lanjut diperlukan untuk mendeteksi hubungannya.
Beberapa faktor membutuhkan pertimbangan dengan klasifikasi berdasarkan SCr dari
CKD (tabel 4). Hal ini telah diperdebatkan apakah eGFR <60 mL/menit per 1.73m2
pada pasien lebih tua dengan kadar SCr normal adalah kriteria yang adekuat unutk
penyakit ini. Penelitian ini menemukan bahwa pasien dengan penyakit batu sebelumnya
memiliki peningkatan risiko CKD yang ditunjukkan dengan peningkatan SCr atau
penurunan eGFR; akan tetapi, pasien dengan batu sebelumnya lebih mungkin untuk
mendapatkan pemeriksaan SCr selama follow-up dan sehingga lebih mungkin untuk
mendeteksi adanya CKD. Terdapat bukti adanya bias deteksi, dengan 73% pasien
dengan batu sebelumnya memiliki setidaknya sekali pemeriksaan SCr dibandingkan
dengan 61% subjek kontrol, akan tetapi, ketika membatasi sampel hanya pada pasien

dengan follow up SCr pada klinik Mayo, pasien dengan batu sebelumnya masih
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk CKD. Pendekatan alternatif ini ditujukan untuk
diteksi bias tapi lebih kepada bias seleksi, khususnya untuk subjek kontrol. Pasien
dengan follow up kadar SCr pada klinik Mayo lebih mungkin untuk risiko CKD
dibandingkan dengan yang tidak follow up SCr atau memiliki follow up kadar SCr pada
tempat lain
Mekanisme batu ginjal dapat meningkatkan risiko CKD tidak sepenuhnya jelas.
karakteristik pembentuk batu yang telah dikaitkan dalam penelitian lain dengan risiko
ESRD termasuk penyakit batu keturunan, batu struvite, infeksi saluran kemih, episode
batu yang sering, uropati obstruktif, dan anomali saluran kemih. Sebelum ESRD, faktor
yang berbeda mungkin memediasi peningkatan risiko untuk CKD. Hipertensi, diabetes,
obesitas, dislipidemia, dan asam urat semua dikaitkan dengan batu ginjal. HR tetap
relatif konstan untuk faktor ini, dan ada sedikit bukti bahwa faktor-faktor ini
menjelaskan peningkatan risiko CKD. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan apakah risiko CKD pada komunitas pasien batu dengan obat (misalnya,
diuretik thiazide, sitrat, analgesik nefropati), jenis batu, infeksi saluran kemih, shock
wave lithotripsy, obstruksi berulang batu, atau luka dari kristaluria kronis (terutama
kalsium oksalat).
Ada beberapa potensi keterbatasan penelitian ini. Pengukuran laboratorium protein urin
dan kadar SCr dari Olmsted County selain penyedia Mayo Clinic tidak tersedia.
Peristiwa batu ginjal yang terjadi di luar Olmsted County tidak terdeteksi. Sampel
adalah sebagian besar orang kulit putih, dan risiko CKD dengan batu ginjal mungkin
berbeda dalam kelompok ras lainnya. Informasi tentang jenis batu, ukuran batu, obatobatan (misalnya, diuretik thiazide), lithotripsy, dan operasi lainnya yang tidak tersedia,
dan risiko untuk CKD dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor ini. Alternatif
metode untuk mengklasifikasikan komorbiditas selain kode diagnostic dapat
menyebabkan hasil yang berbeda. Akhirnya, pasien dengan batu sebelumnya lebih
mungkin untuk memiliki follow up > 90 hari daripada subjek kontrol (93 vs 82%).
Termasuk pasien dengan follow up <90 akan meningkatkan perkiraan risiko CKD pada
pasien dengan batu sebelumnya.

Kesimpulan
Batu ginjal adalah prediktor untuk terjadinya CKD, yang dinilai oleh diagnosis klinis,
peningkatan SCr, atau penurunan eGFR. Tidak ada yang signifikan secara statistik risiko
ESRD. Beberapa pasien dengan penyakit batu secara medis dievaluasi dan diobati untuk
mencegah batu berulang. CKD adalah prediktor independen penting penyakit
kardiovaskular dan kematian sebelum ESRD. Pasien dengan batu ginjal dapat menjamin
skrining lebih agresif untuk subklinis CKD, dan, jika diidentifikasi, langkah-langkah
untuk memperbaiki perkembangan penyakit dapat menjadi penting (misalnya,
angiotensin blokade) . Mungkin juga penting untuk pengobatan agresif untuk mencegah
batu ginjal berulang dapat menurunkan risiko CKD.
Tabel 2. Risiko untuk CKD dengan menggunakan kode diagnostic dan ESRD di wilayah
Countym, MN, pasien dengan batu dan subjek kontrol

Tabel 3. Risiko untuk CKD di wilayah Sounty, MN, pasien dengan batu dibandingkan
dengan subjek kontrol dengan penyesuaian komorbiditas dasar.

Lampiran

Вам также может понравиться