Вы находитесь на странице: 1из 17

Asal terjadinya Hari Kusta Sedunia :

1. Hari Kusta Sedunia ditetapkan oleh seorang pendiri Yayasan Kusta Raoul Fallereau.
Nama yayasan ini ditetapkan oleh pendirinya sama dengan namanya sendiri yaitu Roul
Fallereau (RF), seorang wartawan berkebangsaan Perancis. Selama 30 th Raoul Fallereau
mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan nasib penderita kusta. Raoul Fallereau ini
berjuang untuk menghilangkan stigma social di masyarakat. Roul Fallereau
mengorganisir penetapan Hari Kusta (Leprosy Day) untuk mendapatkan kepedulian
terhadap kusta. Pada tahun 1955, ada 150 radio dari 60 negara yang menyiarkan tentang
kampanye kusta.
2. Suatu cara yang menarik terjadi di Amerika Tengah pada tahun 1953 untuk
memperlihatkan bagaimana stigma social tersebut. Seorang yang mengetahui dirinya
terserang kusta setelah didiagnosa oleh Dokter beberapa hari kemudian bunuh diri
dengan melompat dari jendela. Dari hasil hasil pemeriksaan visum, ternyata ia hanya
menderita kelainan kulit yang tidak begitu berbahaya. Dari kejadian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa Seorang penderita kusta tidak mati karena penyakit kustanya, tetapi
mati karena ia penyandang kusta.
3. Peristiwa pertama kali orang-orang Afrika laki-laki, perempuan, anak-anak secara
besar-besaran datang berkunjung ke Leprosary ditetapkan sebagai Hari Kusta (Leprosy
Day). Peristiwa ini terjadi pada hari Minggu, minggu terakhir bulan Desember 1955.
Oleh karena itu di Eropa, Hari Kusta Sedunia atau World Leprosy Day ditetapkan pada
hari Minggu, minggu terakhir bulan Desember.
4. Di India Presiden Mahatma Gandhi adalah seorang yang sangat menaruh perhatian
dan besar jasanya kepada penderita Kusta. Mahatma Gandhi meninggal karena terbunuh
pada hari Minggu, minggu terakhir bulan Januari. Untuk mengenang jasa-jasanya pada
kusta, maka Hari Kusta Sedunia di Negara-negara Asia ditetapkan pada hari Minggu,
Minggu terakhir bulan Januari.
Tujuan dari peringatan Hari Kusta adalah meningkatkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat dan berbagai stakeholder dalam pemberantasan kusta untuk mencapai
Indonesia Bebas Kusta.
KUSTA
Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen
adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari
saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, sarafsaraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta
tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit
tzaraath
Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen
adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari
saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-

saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta
tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit
tzaraath.
Sejarah Singkat Kusta
Kusta berasal dari kata kustha di bahasa Sansekerta, yang berarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum. Penderita Kusta sebenarnya telah ditemukan sejak tahun 600 Sebelum
Masehi. Namun, kuman penyebab penyakit Kusta, yakni Mycobacterium leprae,
ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun
1873, maka dari itu Kusta ini dikenal juga dengan nama Morbus Hansen, sesuai dengan
penemu kuman penyebab kusta tersebut.
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika dan Asia tengah dan kemudian tersebar melalui
perpindahan penduduk di beberapa belahan dunia, penyebaran penyakit tersebut
umumnya dibawa oleh para pedagang yang melintasi batas negara. Sedangkan Kusta
masuk ke Indonesia ini melalui para pedagang dan penyebar agama sekitar abad ke IV-V
oleh orang India.
Hari Kusta
Penyakit Kusta juga diperingati sebagai Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day), yang
awalnya di inspirasi oleh seorang wartawan berkebangsaan Perancis yang benama Raoul
Fallereau. Wartawan tersebut juga mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan nasib
penderita Kusta selama 30 tahun. Raoul berjuang untuk menghilangkan stigma sosial di
masyarakat. Sampai dengan tahun 1955, terdapat 150 radio dari 60 negara yang
menyiarkan kampanye pemberantasan Kusta. Peristiwa yang terjadi pada akhir minggu
bulan Desember tahun 1955 ini ditetapkan sebagai Hari Kusta Sedunia.
Sementara itu, di sejumlah negara-negara Asia termasuk Indonesia, peringatan Hari Kusta
Sedunia diperingati pada minggu akhir bulan Januari sebagai penghormatan terhadap
jasa-jasa Mahatma Gandhi yang meninggal diakhir bulan Januari tersebut. Mahatma
gandhi adalah tokoh pejuang India yang menaruh perhatian yang sangat besar kepada
penderita Kusta, khususnya di India.
Penyebab
Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta.Sebuah bakteri yang tahan asam M.
leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi
oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum
dapat dikultur pada laboratorium.
Masa belah diri kuman kusta ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan
dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Sehingga masa tunas pun menjadi lama, yaitu
sekitar 25 tahun.
Kuman Kusta ini pertama kali menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot,
tulang dan juga testis, kecuali susunan saraf pusat. Kusta yang merupakan penyakit
menahun ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan anggota tubuh penderita tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Penderita Kusta kebanyakan dari masyarakat ekonomi menengah kebawah yang kurang
atau belum memahami arti penting dari kebersihan lingkungan. terlebih bagi mereka yang
tinggal di daerah kumuh dan terbatas akan fasilitas air bersih. Sehingga, setelah
mengetahui faktor penyebab Kusta, maka anggapan masyarakat bahwa Kusta adalah
penyakit kutukan Tuhan dan penyakit keturunan adalah SALAH

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2

Jenis Kusta
Dari sisi medis, Kusta diklasifikasikan berdasarkan banyak faktor, hal tersebut bertujuan
untuk mempermudah cara penanganan dari penyakit kulit ini. Namun, pada Program P2
Kusta dibagi menjadi dua, yakni kusta Pausibasilar (PB) atau kusta tipe kering dan kusta
Multibasilar (MB) atau kusta tipe basah.
Kusta Pausibasilar (PB)
Tanda-tandanya:
Bercak putih seperti panu yang mati rasa, artinya bila bercak putih tersebut disentuh
dengan kapas, maka kulit tidak merasakan sentuhan tersebut.
Permukaan bercak kering dan kasar
Permukaan bercak tidak berkeringat
Batas (pinggir) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil.
Kusta tipe kering ini kurang/tidak menular, namun apabila tidak segera diobati akan
menyebabkan cacat. Umumnya, orang mengira bercak putih seperti tanda-tanda di atas
adalah panu biasa, sehingga pemeriksaan pun tidak segera dilakukan sebelum akhirnya
orang tersebut telah mengalami Kusta pada level lebih lanjut. Sehingga, pemeriksaan dan
pengobatan semenjak dini ke Puskesmas atau pun Rumah Sakit terdekat pun sangat
dianjurkan. Pengobatan kusta tipe PB ini cenderung lebih sebentar daripada tipe basah.
Kusta Multibasilar (MB)
Tanda-Tandanya:
Bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan.
Terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak.
Pada permukaan bercak, sering ada rasa bila disentuh dengan kapas.
Pada permulaan tanda dari tipe kusta basah sering terdapat pada cuping telinga dan muka.
Kusta tipe basah ini dapat menular, maka bagi yang menderita penyakit tipe kusta tipe
basah ini harus berobat secara teratur sampai selesai seperti yang telah ditetapkan oleh
dokter. Namun, umumnya kendala yang dihadapi adalah pasien tidak mentaati resep
dokter, sehingga selain mereka tidak menjadi lebih baik, mereka pun akan resisten
terhadap obat yang telah diberikan.
Untuk Kusta MB ini menular lewat kontak secara langsung dan lama. Penularan terjadi
apabila seseorang kontak dengan pasien sangat dekat dan dalam jangka panjang, dr. Ina
kembali menjelaskan. Sehingga bagi pasien kusta MB harus segera melakukan
pengobatan, dan melakukan penyembuhan secara teratur.
Cacat Kusta
Apabila kita mendengar kata Kusta, salah satu hal yang terbersit dalam pikiran kita
adalah penyakit yang dapat menyebabkan cacat bagian tubuh lebih lagi pada mutilasi
beberapa bagian tubuh tertentu. Seperti halnya penyakit lain, cacat tubuh tersebut
sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dan penanganan penyakit dilakukan
semenjak dini. Demikian pula diperlukan pengetahuan berbagai hal yang dapat
menimbulkan kecacatan dan pencegahan kecacatan, sehingga tidak menimbulkan cacat
tubuh yang tampak menyeramkan.
Menurut WHO (1980) batasan istilah dalam cacat Kusta adalah:
Impairment: segala kehilangan atau abnormalitas struktur atau fungsi yang bersifat
psikologik, fisiologik, atau anatomik, misalnya leproma, ginekomastia, madarosis, claw
hand, ulkus, dan absorbsi jari.
Dissability: segala keterbatasan atau kekurangmampuan (akibat impairment) untuk

4
5
6

1
2

melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi manusia. Dissability
ini merupakan objektivitas impairment, yaitu gangguan pada tingkat individu termasuk
ketidakmampuan dalam aktivitas sehari-hari, misalnya memegang benda atau memakai
baju sendiri.
Handicap: kemunduran pada seorang individu (akibat impairment atau disability) yang
membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal yang bergantung pada umur,
seks, dan faktor sosial budaya. Handicap ini merupakan efek penyakit kusta yang
berdampak sosial, ekonomi, dan budaya.
Deformity: kelainan struktur anatomis
Dehabilitation: keadaan/proses pasien Kusta (handicap) kehilangan status sosial secara
progresif, terisolasi dari masyarakat, keluarga dan teman-temannya.
Destitution: dehabilitasi yang berlanjut dengan isolasi yang menyeluruh dari seluruh
masyarakat tanpa makanan atau perlindungan (shelter).
Jenis Cacat Kusta
Cacat yang timbul pada penyakit Kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu:
Kelompok pada cacat primer, ialah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh
aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap kuman Kusta.
Kelompok cacat sekunder, cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer, terutama akibat
adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom). Kelumpuhan motorik menyebabkan
kontraktur sehingga dapat menimbulkan gangguan mengenggam atau berjalan, juga
memudahkan terjadinya luka. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan
elastisitas berkurang. Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi
sekunder.
Pencegahan Cacat Pada Kusta
Pencegahan cacat Kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada
penanggulangannya. Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas
kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri dan keluarganya. Di samping itu perlu
mengubah pandangan yang salah dari masyarakat, antara lain bahwa Kusta identik
dengan deformitas atau disability.
Upaya pencegahan cacat terdiri atas:
Untuk Upaya pencegahan cacat primer, meliputi:
diagnosis dini
pengobatan secara teratur dan akurat
diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi
Upaya pencegahan sekunder, meliputi:
Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya
kontraktur
Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat
tekanan yang berlebihan
Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi, sehingga pada proses penyembuhan
tidak terlalu banyak jaringan yang hilang
Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.
Prinsip yang penting pada perawatan sendiri untuk pencegahan cacat kusta adalah:
pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat risiko terjadinya luka

pasien harus melindungi tempat risiko tersebut (dengan kaca mata, sarung tangan, sepatu,
dll)
pasien mengetahui penyebab luka (panas, tekanan, benda tajam dan kasar)
pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, melumasi) dan melatih
sendi bila mulai kaku
penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan luka,
mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat
Penularan Kusta
Sampai saat ini penyebab penularan penyakit Kusta yang pasti masih belum diketahui,
namun para ahli mengatakan bahwa penyakit Kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernafasan dan juga melalui kulit.
Walau tidak terdapat hukum-hukum pasti penularan Kusta ini, perlu diketahui bahwa
jalan keluar dari kuman Kusta ini adalah melalui selaput lendir hidung penderita. Namun
ada beberapa artikel yang menyatakan bahwa penularan Kusta ini melalui sekret hidung
penderita yang telah mengering dimana basil dapat hidup 2 -7 hari. Cara penularan lain
yang umumnya diungkapkan adalah melalui kulit ke kulit, namun dengan syarat tertentu.
Karena tidak semua sentuhan kulit ke kulit itu dapat menyebabkan penularan.
Sampai saat ini masih belum ditemukan vaksinasi terhadap Kusta, namun berdasarkan
beberapa sumber, dikatakan bahwa apabila kuman Kusta tersebut masih utuh bentuknya
maka memiliki kemungkinan penularan lebih besar daripada bentuk kuman yang telah
hancur akibat pengobatan. Sehingga, perlu ditekankan bahwa pengobatan merupakan
jalan untuk mencegah penularan penyakit Kusta ini.
Penanggulangan Kusta
Tujuan utama adanya upaya penanggulangan Kusta adalah memutus mata rantai
penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati, dan menyembuhkan
penderita, serta mencegah timbulnya cacat. Salah satu cara penanggulangan penyakit
Kusta yang telah lama dilaksanakan adalah melalui program MDT (Multi Drug Therapy).
Program MDT ini dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi Kemoterapi
WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan Kusta dengan rejimen
kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas
kombinasi obat-obat dapson, rifampisin, dan klofazimin. Selain untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk
mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka putus-obat (drop-out rate)
yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson. Di samping itu diharapkan juga MDT
dapat mengeliminasi persistensi kuman Kusta dalam jaringan. Namun dalam pelaksanaan
program MDT-WHO ada beberapa masalah yang timbul, yaitu adanya persister, resistensi
rifampisin dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB.
Semakin dini diatasi maka semakin kecil kemungkinan penularan. Kusta tidak menular,
apabila kita peduli dan memiliki niat kuat untuk menanggulanginya.

MEMPERINGATI HARI KUSTA SEDUNIA 2015


HILANGKAN STIGMA! KUSTA DAPAT
DISEMBUHKAN DENGAN TUNTAS

Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang


menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang
berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut
dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Penyakit ini merupakan penyakit yang menyerang saraf tepi, kulit dan
organ lainnya sehingga menimbulkan kecacatan. Di dunia kasus baru
kusta tahun 2012 sebesar 18.994 kasus. Indonesia merupakan salah satu
negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi hingga saat ini. Pada
tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus baru sebanyak 16.856 kasus
dan jumlah kecacatan tingkat 2 diantara penderita baru sebanyak 9,86%.
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia menempati urutan ketiga dunia
setelah India dan Brazil (WHO, 2013).
Dalam perjalanan penyakitnya, kusta yang ditemukan dan diobati
terlambat dapat menimbulkan kecacatan. Kecacatan yang kelihatan pada
penderita kusta seringkali tampak menyeramkan sehingga menyebabkan
perasaan jijik dan ketakutan yang berlebihan terhadap kusta (leprofobia).
Meskipun penderita kusta telah selesai minum obat, status penderita kusta
tetap melekat pada dirinya seumur hidup. Status predikat inilah yang
menjadi dasar permasalahan psikologis pada penderita. Penderita merasa
kecewa, takut dan duka yang mendalam terhadap keadaan dirinya, tidak
percaya diri, malu,merasa diri tidak berharga dan berguna dan
kekhawatiran akan dikucilkan. Selain itu, opini masyarakat (stigma) juga
menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi dan dikucilkan oleh
masyarakat.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 5 kabupaten Indonesia pada
tahun 2007, diskriminasi pada penderita kusta terjadi pada sarana dan
pelayanan publik seperti sekolah, perusahaan, restoran, sarana ibadah,
sarana kesehatan dan sarana umum lainnya. Kecacatan yang ada pada
penderita kusta juga menyebabkan diskriminasi atau penolakan yang
dilakukan oleh masyarakat. Bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat
bermacam-macam seperti dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan,
diceraikan dari pasangan hidupnya, tidak boleh masuk tempat ibadah,
restoran, hotel dan lain-lain. Masih adanya diskriminasi dilakukan oleh
petugas kesehatan yang seharusnya memberikan pelayanan kepada
penderita masih takut dan enggan melayani penderita kusta.
Stigma dan diskriminasi seringkali menghambat penemuan kasus kusta
secara dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan
medis yang dialami oleh penderita maupun orang yang pernah mengalami

kusta. Timbulnya stigma pada penderita maupun masyarakat


menyebabkan keterbatasan penderita kusta dan orang yang pernah
mengalami kusta untuk dapat menerima hak asasinya secara penuh
sebagai seorang manusia dan sebagai bagian dari masyarakat.
Stigma merupakan salah satu faktor penting pengucilan sosial bagi orangorang yang memiliki masalah kesehatan. Orang-orang yang pernah
mengalami kusta, kecacatan fisik yang terkait kusta, serta anggota
keluarga mereka sering ditolak dalam partisipasi sosial. Stigma ini dapat
menjadi sangat kuat dan melumpuhkan, stigma tersebut dapat menjadi
lebih buruk daripada penyakit itu sendiri. Dalam banyak kasus, stigma
memiliki dampak langsung pada pada situasi sosial dan ekonomi mereka.
Terlepas dari efek langsung terhadap individu dan kelompok masyarakat,
stigma dan diskriminasi sering menjadi penghalang utama untuk
pelaksanaan yang efektif pada program kusta atau rehabilitasi. Kesadaran
akan pentingnya stigma yang berhubungan dengan kesehatan meningkat
dan banyak proyek telah mendapatkan beberapa pengalaman dengan
kegiatan pengurangan stigma.
Dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi
dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat.
Penderita diharapkan dapat merubah pola pikirnya sehingga akhirnya
mereka dapat berdaya dalam menolong dirinya sendiri bahkan oranglain.
Masyarakat diharapkan dapat mengubah pandangannya serta membantu
penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta agar tetap sehat
dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.
Berbagai upaya dalam meningkatkan motivasi dan merubah pola pikir
penderita kusta serta mengubah pandangan masyarakat maka
diselenggarakan berbagai kegiatan dalam memperingati hari Kusta
sedunia ke -62. Tema yang diangkat pada peringatan ini adalah Hilangkan
Stigma ; Kusta Dapat Disembuhkan Dengan Tuntas. Beberapa kegiatan
yang akan dilakukan antara lain seminar tentang upaya mengurangi stiga
negatif tentang Kusta, Penayangan iklan layanan masyarakat tentang
kusta, penyebarluasan dan pemasangan media di tempat-tempat strategis
dan pembuatan video tentang kegiatan perawatan diri yang dilakukan di
komunitas pada daerah masing-masing. Berbagai kegiatan tersebut
bertujuan meningkatkan pemahaman tentang penyakit kusta dan
menurunkan stigma di masyarakat. Dalam kegiatan tersebut diupayakan
melibatkan orang yang pernah mengalami kusta, lintas sektor, akademisi,
mahasiswa, pemuka agama, tenaga medis dan NGO lokal.

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ
tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan.

Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta


merupakan penyakit yang tidak mudah menular, karena
diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam
waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta
sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita
ditemukan dan diobati secara dini.
Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan
terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat.
Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit
kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan
tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada
perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II
adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi
penderita kusta.
Kecacatan yang nampak pada tubuh penderita kusta
seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar
masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan
ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau
dinamakan leprophobia. Meskipun penderita kusta telah
menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan
sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang
kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah
yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para
penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya
diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan
dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini
masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta
dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Survei di lima Kabupaten di Indonesia (Kab. Subang, Malang,
Gresik, Gowa, dan Bone) pada tahun 2007 memotret
diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di lingkungan
keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti
dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau
tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran,
tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum
lainnya.

Stigma dan diskriminasi seringkali menghambat penemuan


kasus kusta secara dini, pengobatan pada penderita, serta
penanganan permasalahan medis yang dialami oleh
penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta.
Karena itu, dalam upaya menghilangkan stigma dan
diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat
baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita
diharapkan dapat mengubah pola pikirnya, sehingga dapat
berdaya untuk menolong diri mereka sendiri, bahkan orang
lain. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat
mengubah pandangannya serta membantu penderita
maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar
tetap sehat dan mampu menjaga kesehatan secara mandiri.
Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI mencatat
16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per
1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di
peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak
setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus).
Untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk
meningkatkan motivasi, mengubah pandangan dan
menghilangkan stigma bagi penderita kusta juga OYPMK,
maka setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan
Januari, diperingati sebagai hari kusta sedunia atau world
leprosy day. Tahun ini, hari kusta sedunia jatuh pada 25
Januari 2015 dengan tema Hilangkan Stigma! Kusta Bisa
Disembuhkan Secara Tuntas.

World Leprosy Day


2016 we can beat
leprosy

World Leprosy Day is observed on the last Sunday in January.


The next World Leprosy Day will be taking place on
31st January 2016. The day was chosen by French
humanitarian Raoul Follereau in 1953 to coincide with the
anniversary of Mahatma Ghandis death on 30th January
1948.
World Leprosy Day raises awareness of a disease that many
people believe to be extinct. Today it is not just the disease
that is forgotten, but the people too.
Everyday nearly 600 more people are diagnosed with and
start treatment for leprosy. In 2014, 213,899 people were
diagnosed and it is estimated that millions more go
undiagnosed.

What is leprosy?
Leprosy is an infectious disease of the skin and nerves
which, if not diagnosed and treated quickly, can result in
debilitating disabilities. The effects of leprosy are
exacerbated by the negative stigma surrounding the
disease.
In countries like India and Bangladesh, people are subjected
to discrimination and social exclusion simply because they
are, or have previously been, affected by leprosy. In India
there are still 17 laws which discriminate against people with
this disease. 2

Memeringati Hari Kusta Sedunia yang jatuh setiap hari


Minggu pekan terakhir di bulan Januari, stigma dan
diskriminasi masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh
orang kusta. Banyak yang takut saat berjabat tangan bahkan
mengobrol denga orang-orang ini. Padahal penularan
penyakit ini tidak langsung kena, namun butuh kontak dalam
waktu lama untuk tertular dari orang yang mengalami kusta.
"Kusta ini penyebarannya melalui kontak langsung dan
(jangka waktu) lama, misalnya terjadi pada suami istri,"

terang Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek


pada saat pencangan Resolusi Jakarta pada Senin
(26/1/2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian
Kesehatan RI yang diterima Health-Liputan6.com
penularan dari penderita kusta yang tidak diobati bisa terjadi
jika melakukan kontak dalam jangka waktu lama melalui
pernapasan. Biasanya terjadi pada orang yang tinggal
serumah maupun tetangga dekat.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
leprae ini pun tidak mudah menualr. Sekitar 95 persen
peduduk memiliki kekebalan terhadap kusta sehingga tidak
dapat tertular. Lalu, 3 persen diantaranya bisa tertual namun
bisa sembuh dengan sendiri.
Pada 2 persen sisanya yang bisa tertular dan membutuhkan
pengobatan. Jika tidak segera diobati, penyakit yang
menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain
(kecuali otak) ini bisa menimbulkan kecacatan. Kecacatan
biasanya pada mata, tangan, kaki.
Penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah
dalam keadaan cacat yang sudah terlihat pada mata, tangan
atau kaki. Padalah jika menyadari secara dini kehadiran
bercak merah (kusta merah) atau bercak putih (kusta putih)
dan segera melakukan pengobatan, risiko cacat pada tubuh
bisa dihindari.
"Apabila sudah positif terkena lewat penemuan dini, harus
segera melakukan pencegahan kecacatan tingkat 2 yaitu
kecacatan yang nampak terlihat," terang Direktur
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI, dr. H.M. Subuh, MPPM di kantor Kemenkes
RI, Senin (26/1/2015).
Jika tidak segera diobati, penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta ini menyerang kulit, saraf tepi
dan jaringan tubuh lain seperti otak. Akibatnya, muncul

kecacatan pada mata dengan keadaan tidak bisa menutup


hingga buta.
Lalu, tangan yang mati rasa pada telapak, jari memendek,
putus maupun lunglai, lalu pada kaki akan mati rasa, jar-jari
kiting, memendek dan putus.
Risiko kecacatan tersebut sebenarnya bisa dihindari dengan
berobat secara dini dan teratur. "Obatnya pun gratis
diberikan di puskesmas terdekat," tambah Subuh.
Pengobatan kusta menggunakan kombinasi beberapa
macam obat (multi drug therapy). Untuk kusta kering
menggunakan dua macam obat yaitu Rifampisin dan DDS
yang dikonsumsi selama 6-9 bulan.
Sedangkan untuk kusta basah pengobatan dengan tiga
macam jenis obat yaitu Rifampisin, Lamprene, dan DDS.
Konsumsi obat dilakukan selama 12 bulan.
Dengan teratur mengonsumsi obat, penderita kusta bisa
sembuh dari penyakit yang disebabktan bakteri
Mycobacterium leprae.
Hari Kusta Sedunia diperingati pada hari Minggu terakhir bulan
Januari. Hal ini dijadikan momentum untuk mengingatkan bahwa
Orang Yang Pernah Mengalami Kusta memerlukan perhatian
seluruh masyarakat. Adanya stigma dan diskriminasi terhadap
Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) di Tanah Air
dibuktikan dari hasil Survei Situasi Stigma dan Diskriminasi
terhadap OYPMK di 5 kabupaten dan hasil Penelitian Mengenai
Pemenuhan dan Perlindungan Hak OYPMK dan Keluarga Mereka
yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Diskriminasi dialami OYPMK dalam bentuk penolakan di
sekolah, di tempat kerja, dan dalam mendapatkan pekerjaan.
Lebih memprihatinkan lagi adalah, mereka juga ditolak di layanan
kesehatan. Dalam pidatonya Menkes RI tanggal 27 Februari 2012,
dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH bersama 11
organisasi profesi (IDI, PERDOSKI, PERDOSRI, IPNI, IBI, PREI, ARVI,

ARSADA, IAKMI, AIPKI) 2 Fakultas Kedokteran (FKUI, FK Atmajaya)


dan WHO Indonesia tandatangani Piagam Seruan Nasional
Mengatasi Kusta dalam rangka Hari Kusta Sedunia Ke-59, di
kantor Kemenkes RI menegaskan, seperti penduduk Indonesia
lainnya, orang yang pernah mengalami kusta berhak
mendapatkan pelayanan di Puskesmas, di Rumah Sakit, di
fasilitas kesehatan apa pun dan di bagian mana pun di wilayah
Republik Indonesia.Saya melarang perlakuan diskriminatif
kepada orang yang pernah mengalami kusta di Tanah Air kita
dengan alasan apa pun juga, tegas Menkes. Kenapa kusta perlu
perhatian masyarakat ? Saat ini Indonesia masih menjadi
penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan
Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru
dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam
keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904
kasus (11,2%) adalah anak-anak. Keadaan ini menunjukkan,
penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan
keterlambatan penemuan kasus masih terjadi. Dalam Global
Strategy for Further Reducing the Disease Burden Due To Leprosy
2011-2015 yang dicanangkan WHO, disebutkan target global yang
hendak dicapai tahun 2015 yaitu penurunan 35% angka cacat
yang kelihatan (tingkat II) pada tahun 2015 dari data tahun 2010.
Hal ini relevan untuk dicapai dengan melihat besarnya beban
akibat kecacatan kusta. Sebenarnya Apa Sih Kusta ? Kusta atau
lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang menahun dan
disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit
ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi
meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan penyakit keturunan
atau kutukan Tuhan. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta,
yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.

Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama


yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen
pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Bagaimana Tanda-Tandanya ? Kusta terkenal sebagai penyakit
yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Yang
penting setidak-tidaknya dapat menduga ke arah penyakit kusta.
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari
tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya
akan disajikan tanda-tanda secara umum, agar dikenal oleh
masyarakat awam, yaitu: Adanya bercak tipis seperti panu pada
badan/tubuh manusia Pada bercak putih ini pertamanya hanya
sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak. Adanya
pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,
aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang
kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat. Adanya bintilbintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit Alis
rambut rontok Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut
facies leomina (muka singa) Terutama bagi kelainan kulit yang
berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit
menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih
gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit). Diagnosis
penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda cardinal (tanda
utama) yaitu: 1. Bercak kulit yang mati rasa Bercak
hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang) atau
eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak
(meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja
terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri. Gambar 1. Bercak
Eritematosa Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi 2. Penebalan saraf
tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa
gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : Gangguan fungsi
sensoris : mati rasa. Gangguan fungsi motoris : kelumpuhan.
Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, bengkak,
pertumbuhan rambut yang terganggu. 3. Ditemukan kuman

tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping


telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang
bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Bagaimana
Penularanya? Pada umumnya penularan penyakit kusta adalah:
Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung
penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x
24 jam. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus
dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis
maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan
berulang-ulang. Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang
yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasuskasus lepra terbuka. Menurut Ress (1975) dapat ditarik
kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta
hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan
Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita.
Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini
adalah : Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Jenis
kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti Ras : Bangsa Asia dan
Afrika lebih banyak dijangkiti Kesadaran sosial :Umumnya negaranegara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial
ekonomi rendah Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang
sehat Bagaimana Pencegahan Penularan Penyakit Kusta ? Hingga
saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil
penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh
bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan
dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan
adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga
penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan
penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan
kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan
kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara
pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh
manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat

sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh
manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman
kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke
dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang
lembab. Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit
kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta
kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan
mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian
penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta
kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap
orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa : Ada obat
yang dapat menyembuhkan penyakit kusta Sekurang-kurangnya
80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta Enam dari
tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain Kasus-kasus
menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
secara teratur Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah
sebagian besar cacat fisik Penyakit Kusta merupakan salah satu
permasalahan indonesia dari sekian banyak permasalahan yang
masih saja terjadi selain meningkatnya penyakit lainya serta
munculnya penyakit-penyakit baru. Mudah-mudahan program
yang diselenggarakan pemerintah ini memiliki solusi dan tindakan
nyata yang disertai dukungan lintas sektor. Karena Hingga kini
berdasarkan wawancara pihak puskesmas dan kepala desa
disekitar tempat tinggal saya, salah satu program kesehatan yaitu
"Desa dan Kelurahan Siaga Aktif" yang di programkan pemerintah
dari tahun 2006 hingga muncul "pedoman desa dan kelurahan
siaga aktif" tahun 2010 dan pedoman tahun 2011 yang baru oleh
kementrian kesehatan hingga kini banyak yang belum
mengetahui program tersebut yang semestinya sudah berjalan
dan dievaluasi untuk mencapai target 80 % desa dan kelurahan
siaga aktif untuk menjadi basis Indonesia sehat. Semoga hal ini
tidak terjadi di sebagian besar daerah Indonesia. Melalui
Peringatan Hari Kusta sedunia ini pemerintah, masyarakat dan

khususnya saya diingatkan akan kasus kusta untuk bisa berbagi


melalui berbagai media yang ada. Semoga Indonesia Bebas Kusta,
dan Sehat sepanjang Hayat. (Rujukan Berbagai Sumber). Salam
Agus Samsudrajat S
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agus34drajat/harikusta-sedunia-kusta-indonesia-peringkat-iiidunia_550e25d1a33311a72dba7f93

Вам также может понравиться