Вы находитесь на странице: 1из 23

CEDERA CERVICAL

Disusun oleh:
MONIKA TATYANA YUSUF
20100310057
Pembimbing: dr. Soetikno, Sp.B
RSUD Muntilan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN
a. Identitas Pasien
Nama
: Ny. SA
Umur
: 31 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
b. Anamnesa
Keluhan Utama
Pasien datang post kecelakaan lalu lintas dengan riwayat mengenderai sepeda
motor, terpeleset kemudian ditabrak oleh mobil di belakangnya. Pasien mengeluh pusing,
nyeri leher, mual (-), munth (-), sesek (-), keluar darah dari lubang telinga kanan, nyeri
pada bagian pinggang dan punggung.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dilakukan observasi vital sign selama 3 jam di IGD. Vital sign pasien cukup
stabil. Selain itu dilakukan pula untuk pemeriksaan fisik head to toe pada pasien. Selain
itu dilakukan pemeriksaan Hb serial setiap 1 jam. Pada saat observasi di IGD pasien tibatiba merasakan mual dan kemudian muntah darah.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah ada riwayat penyakit apapun.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit dan keluhan yang sama dalam keluarga.
Tinjauan Sistem:
Kepala leher

: pusing, nyeri pada leher

Kulit

: tidak ada keluhan

THT

: keluar darah dari lubang telinga kanan

Respirasi

: tidak ada keluhan

Gastrointestinal

: mual muntah darah.

Kardiovaskular

: tidak ada keluhan

Perkemihan

: tidak ada keluhan, nyeri (-)

Sistem Reproduksi

: tidak ada keluhan

Ekstremitas

: tidak ada keluhan, edema (-)

c. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien


S (Subyektif):

Pasien datang post kecelakaan lalu lintas dengan riwayat mengenderai sepeda
motor, terpeleset kemudian ditabrak oleh mobil di belakangnya. Pasien mengeluh
pusing, nyeri leher, mual (-), munth (-), sesek (-), keluar darah dari lubang telinga
kanan, nyeri pada bagian pinggang dan punggung. Dilakukan observasi vital sign
selama 3 jam di IGD. Vital sign pasien cukup stabil. Selain itu dilakukan pula
untuk pemeriksaan fisik head to toe pada pasien. Selain itu dilakukan pemeriksaan
Hb serial setiap 1 jam. Pada saat observasi di IGD pasien tiba-tiba merasakan

mual dan kemudian muntah darah.


O (Obyektif) :
o Keadaan Umum : CM, lemas. GCS : E4V5M6
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
: 99 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 370C
o Kepala dan Leher :
Conjungtiva pucat :+/+
Sklera Ikterik: -/ Pupil isokor d: 3mm, reflek cahaya +/+
Leher terasa nyeri, terasa ROM terbatas.
o Cor
Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ditemukan bising atau suara
tambahan jantung
o Pulmo
Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk.
Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak ada peningkatan
maupun penurunan.
Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru.
Perkusi : sonor
Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri)
Suara rokhi basah halus : -/ Suara wheezing : -/o Status Lokalis : Abdomen
Bentuk datar, tidak ada jejas baik pada abdomen depan maupun belakanh
Peristaltik usus (+) normal
Nyeri tekan (+) pada daerah punggung dan pinggang setinggi T10-12
Perkusi : timpani
o Ekstremitas
Udem : (-) baik di ekstremitas atas maupun bawah
Akral dingin: (-) baik di ekstremitas atas maupun bawah
3

Kekuatan otot 5/5/5/5 motorik (+), sensorik (+), ROM bebas


o Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin serial I (jam 19.10)
Leukosit
: 25,22
(N: 4.5-11)
Eritrosit
: 3,91
(N: 4.5-5.5)
Hemoglobin
: 9,6*
(N: 14-18)
Hematokrit
: 28,9
(N: 40-54)
Trombosit
: 434
(N: 150-450)
Darah Rutin serial II (jam 20.42)
Leukosit
: 32,41
(N: 4.5-11)
Eritrosit
: 3,57
(N: 4.5-5.5)
Hemoglobin
: 8,6*
(N: 14-18)
Hematokrit
: 26,1
(N: 40-54)
Trombosit
: 329
(N: 150-450)
Darah Rutin serial III (jam 21.57)
Leukosit
: 28,80
(N: 4.5-11)
Eritrosit
: 3,59
(N: 4.5-5.5)
Hemoglobin
: 8,9*
(N: 14-18)
Hematokrit
: 26,2
(N: 40-54)
Trombosit
: 311
(N: 150-450)

Hasil Rontgen Cervical

Hasil Rontgen Thorax

Hasil Rontgen region Lumbal

A (Assessment)
:
o Trauma Cervical

P (Planning)
Obat yang digunakan

Dosis

Cara Pemberian

Infus RL

28 tpm

IV

Inj Ceftriaxone

2 x 1 gr

IV

Inj Ranitidine

2 x 50 mg

IV

Inj Ketorolac

3 x 30 mg

IV

Inj Piracetam

3 gr/ 8 jam

IV

Transfusi PRC

1 kolf atau s.d Hb 10g/dl

IV

Karena pada rontgen cervical ditemukan adanya fraktur, kompresi pada C2-C3
maka diputuskan untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap guna
pemeriksaan yang lebih baik seperti dengan MRI, CT Scan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cedera Tulang Belakang
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga
dsb. Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang palingsering dari
kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi danpengobatan pada
cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi.
Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord danpemeliharaan aligment dan stabilitas
merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan
perkembangan multidisipliner timtrauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical
dan stabilitasmerupakan hal penting harus dikenal masyarakat.
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan
di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga
memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait
dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur
servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang
dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher
B. Anatomi
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton
dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum).
Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan
dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33
vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4
coccigeal.
7

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan
dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi
terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma
tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama
dan transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt
mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla
spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan
olah raga(22%), , terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
C. Pengertian Fraktur
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur,sebagaimana yang dikemukakan para ahli
melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993)

berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
tekanan pada tulang yang berlebihan.

D. Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut
rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang
luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal
terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh
E.

tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.


Epidemiologi Fraktur Cervical
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung,
kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab
kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma.
Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot
melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40%
luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling
sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.

F.

Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang
dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang
dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara
tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap
awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematon menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema.
Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa

menyebabkan syndroma comportement.


G.
Gambaran Klinik
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klnik fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
d. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
10

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
k. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur
H.

Klasifikasi Fraktur
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur
Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi:
1. Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi
menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta
mengenai seluruh kerteks.
2. Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).
a. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan
dunia luar, meliputi:
1. Fraktur tertutup
yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol
malalui kulit.
2. Fraktur terbuka
yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan
lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi
menjadi 3 grade yaitu:
a. Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b. Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
c. Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot
dan kulit.
b. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
11

1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan
tulang lembek
2. Transverse yaitu patah melintang
3. Longitudinal yaitu patah memanjang
4. Oblique yaitu garis patah miring
5. Spiral yaitu patah melingkar
c. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan
fragmen yaitu:
1. Tidak ada dislokasi
2. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan
memendek.

I.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya


A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma
a. Trauma Hiperfleksi
1. Subluksasi anterior
terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ; ligament
longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi
anterior adalah adanya angulasi ke posterior

(kifosis) local pada tempat

kerusakan ligament. Tanda-tanda lainnya :


Jarak yang melebar antara prosesus spinosus
Subluksasi sendi apofiseal

12

Gambar 1. Subluksasi anterior

2. Bilateral interfacetal dislocation


Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament di
posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasi anterior korpus
vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.

3. Flexion tear drop fracture dislocation


Gambar
2. Bilateral
interfacetal
Tenaga fleksi murni
ditambah
komponen
kompresi menyebabkan robekan pada
dislocation
ligamen longitudinal anterior
dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur
avulse pada bagian antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak
tulang servikal dalam fleksi :
13

Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior

korpus vertebrae
Pembengkakan jaringan lunak pravertebral

Gambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation


4. Wedge fracture
Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan
kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

Gambar 4. Wedge fracture


5. Clay shovelers fracture
Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher
mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus ; biasanya pada
CVI-CVII atau Th1.

14

b. Trauma Fleksi-rotasi

Gambar 5. Clay Shovelers fracuter

Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi kerusakan
pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan
vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap dalam
posisi lateral.

Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi


b. Tampak AP
c. Tampak oblik
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan prosessus spinosus.

c. Trauma
a. Hiperekstensi
Tampak Lateral

Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-inferior. Lesi tidak stabil karena
terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan ligament yang
bersangkutan.
15

2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.

Gambar 7. Hangmans Fracture


d. Ekstensi-rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi
e. Kompresi vertical
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus
oksipitalis, ke tulang leher.
1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

2. Bursting fracture vertebra


tengah
dan bawah
Gambar servikal
8. Jeffersons
fracture

Gambar 8. Bursting fracture vertebra servical tengah & bawah

16

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan


a. Stabil
b. Tidak stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya komponen
ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap lainnya.
Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis
anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak
rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah
contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan
normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak
stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf.
Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri.
Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks
posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterioryang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga

bagian

anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis


2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis,
diskus dan annulus vertebralis
kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior,
ligamen interspinosa dan supraspinosa
J.

Jenis Fraktur cervical


Jenis fraktur daerah cervical, sebagai berikut:
1. Fraktur Atlas C 1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala

menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat. Condylus occipitalis pada basis
crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka
pergeseran tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam keadaan terbuka.
17

Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi
cervical dengan collar plaster selama 3 bulan.

2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)


Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas
menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi sendi

yang

atlantoaxial

dapat

mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya perlunakan kemudian akan ada penekanan
ligamentum transversalis.
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid. Umumnya
ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid pindah dengan atlas dan dapat
menekan medulla spinalis. Terapi untuk fraktur tidak bergeser
cervical.Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial

yaitu

imobilisasi

vertebra

adalah reduksi dengan traksi continues.

3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral


Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun
mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe
untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan plastic collar

selama

tidak

stabil.

minggu

dapat
Terapi
(masa

penyembuhan tulang)
4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical
Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba
sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala
belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang
ligament posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut

subluksasi,

ada

bagian

dibawahnya,

medulla

spinalis

mengalami kontusio dalam waktu singkat.


Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi cervical
dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar selama 2 bulan.
5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical

18

Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme


fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen

terjadinya

robek dan posterior facet

pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau
fraktur dislokasi pada C7 Th1
posisi yang terbaik

maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral maka

untuk radiografi adalah swimmer projection

Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun


dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull

continu

fraktur
dapat

dipakai

sementara.
6. Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury)
Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher

tiba-

tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak
belakang; badan terlempar ke depan dan kepala tersentak ke
ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tetapi
anterior meregang atau robek dan diskus

belakang.

dari
Terdapat

kemungkinan ligamen longitudinal

mungkin juga rusak.

Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan
bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan
lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi,
dan rasa baal atau paraestesia pada lengan. Biasanya

gejala

penglihatan

kabur

tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan

pemeriksaan dengan sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada
bentuk terapi yang

telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi.

7. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus)


Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada otot.
kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan

Adanya

menyebabkan avulsi prosesus

spinosus yang disebut clay shovelers fracture. Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya.
K.

Metode untuk foto daerah cervical

1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan bayangan
trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk
memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan odontoid).
19

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cer vical dan T1, jika tidak cedera yang
rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang dengan
sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus
diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh bagian depan korpus
vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral dan dasar-dasar prosesus
spinosus setiap ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang
interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh
hematoma jaringan lunak.
3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh melebihi 4,5
mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa
4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film lateral pada
posisi ekstensi dan fleksi.
5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya dapat berarti
klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar
korpus vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena.
Pergeseran yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi
bilateral.
6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.
L.

Pemulihan Spinal Stability


Medical management yaitu setelah fase akut spinal injurytertangani maka immobilisasi

untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidakstabil diperlukan untuk memungkinkan
penyembuhan tulang dan ligamentberlangsung, juga untuk melindungi spinal cord. Imobilisasi
dapat dilakukan dengancervical orthosis, collar, porter type orthosis, cervico thoracic dan halo
orthosis.
Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collarmempunyai
keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanyamembatasi pergerakan minimal
pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collarmemberikan proteksi yang lebih baik daripada
soft collar terutama pada gerakanfleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi:
non/minimal displaceC1 C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior
cervicaldisctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3 point fiksasi,pada
20

mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest membatasifleksi dan ekstensi,
axial rotasi dan lateral bending. Alat ini direkomendasikan untukdiscplace atlas fracture,
adontoid fracture, semua axis fracture dan kombinasi C1 C2fracture dan post operasi
imobilisasi setelah surgical fusion.
Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresielemen neural dan
restorasi spinal stability Operasi anterior dan posterior.

21

BAB III
KESIMPULAN

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang.Fraktur dapat diakibatkan


oleh beberapa hal yaitu:Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau
tekanan, Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Manifestasi kunik fraktur adalah
nyeri, edema, memar/ekimosis, spame otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas
abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.
Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu : hiperfleksi, fleksi-rotasi,
hiperekstensi, ekstensi-rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu ;
Stabil dan tidak stabil
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,tahap
berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain fotofluoroscopy,
polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

22

DAFTAR PUSTAKA
Japardi I. Cervical Injury : FK USU. Last updated 2002. http://www.Bedah- iskandar
Japardi7.pdf.
Moira Davinport. Fracture cervical spine. Last updated 30-04-2010. http://www.82340overview.htm.
Patel Pradip R. (2007) Lecture Notes Radiologi, Edisi kedua. Jakarta : Erlangga.
Rasad S. (2005). Radiologi Diagnostik, Edisi kedua. Jakarta : FK UI.
______ . Fraktur. Last updated 2010. http://www.fraktur-ilmu bedah.html.
______. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi-interfasetalbilateral.html

23

Вам также может понравиться