Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deteksi Dini Kanker Leher Rahim


2.1.1 Tes PAP
Pap smear (juga dikenal sebagai tes Pap) adalah suatu tindakan medis yang mana
mengambil sampel sel dari serviks (leher rahim) seorang wanita (serviks merupakan
bagian ujung dari uterus yang masuk ke dalam vagina), kemudian dioleskan pada slide.
Sel tersebut diperiksa dengan mikroskop untuk mencari lesi prakanker atau perubahan
keganasan.
Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa
nyerinya. Pemeriksaan ini spesifitas dan sensitifitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga ada
beberapa wanita berkembang menjadi kanker leher rahim meskipun secara teratur
melakukan pemeriksaan test Pap. Tes ini memerlukan prasarana yang lengkap dan
kompleks yaitu : Materi (slide, spatula), Reagents, Mikroskop, tehnisi sitologi / ahli
patologi terlatih, Pengiriman slide yang handal ke lokasi pengujian dan pembacaan slide.
Jika salah satu komponen tidak ada, seluruh program tidak berjalan. Program skala kecil
akan mengalami biaya yang lebih besar. (FK.UI.,dll., 2007)
Telah diakui bahwa pemeriksaan tes Pap mampu menurunkan kematian akibat
kanker serviks di beberapa negara, walaupun tentu ada kekurangan. Sensitivitas dan
Spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98%. ( Nuranna, 2001)

7
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Kajian Terhadap Berbagai Metode Pemeriksaan Alternatif Kanker Leher


Rahim
Beberapa metode pemeriksaan kanker leher rahim selain Tes Pap telah dikenal,
antara lain:
Kolposkopi, Servikologi, Pap Net (dengan komputerisasi), Tes molekul

DNA-

HPV. Dan hingga metode skrining yang lebih sederhana, yaitu :


Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dan Inspeksi visual dengan asam asetat
dan pembesaran gineskopi (IVAB)

Kolposkopi
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15x;
untuk menampilkan porsio, dipulas terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio
dengan kelainan (infeksi Human Papilloma Virus atau Neoplasia Intraepitel Serviks)
terlebih bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, namun ketersediaan alat
ini terbatas karena mahal. Oleh karena itu alat ini lebih sering digunakan dalam prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil tes pap abnormal.

Servikografi
Pemeriksaan kelainan di porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah
dipulas dengan asam asetat 3-5% yang dapat dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks
dikirim ke ahli genokologi (yang bersertifikat untuk menilai)

Universitas Sumatera Utara

Pap Net (dengan komputerisasi)


Pada dasarnya pemeriksaan Pap Net berdasarkan pemeriksaan slide Tes Pap.
Bedanya untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara komputerisasi. Slide
hasil Tes Pap yang mengandung sel abnormal dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi.
Saat ini dijaringan Pap net yang ada di Indonesia slidenya dikirim ke Hongkong.

Tes DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, NIS (Neoplasia Intraepitel
Serviks) dan kanker leher rahim mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan
tipe HPV mempunyai hubungan patologi yang berbeda Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV
resiko rendah jarang ditemukan pada karsinoma infasif kecuali karsinoma verukosa.
Sementara itu tipe 16, 18, 31, dan 45 tergolong tipe risiko tinggi. ( Nuranna, 2001)

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)


Pemeriksaan visual exocervix, SCJ (squamocolumnar junction), dan kanal
endocervix dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) dengan asam asetat. Hanya
digunakan sebagai tes penapisan. Laporan hasil : Tes-positif, Tes-negatif, Dicurigai
kanker. (FK.UI.,dll., 2001)

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat dan pembesaran gineskopi (IVAB)


Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2.5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan deteksi dini dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih
dengan pulasan asam asetat. ( Azis, 2001)

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.3 IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Sebagai Metode Pemeriksaan
Alternatif Yang Sesuai Untuk Indonesia
Pemikiran perlunya metode pemeriksaan alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa
temuan sensitifitas dan spesitifitas tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga
kenyataannya skrining massal dengan tes Pap belum mampu dilaksanakanantara lain
karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi.
Manfaat dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang baik,
penilaian ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini sebanding
dengan Pap smear dan HPV atau kolposkopi. (FK.UI.,dll., 2007)
Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah diujikan diberbagai negara , agaknya metode IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) layak dipilih sebagai metode pemeriksaan
alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran,
bahwa metode pemeriksaan iva itu .
-

Mudah, praktis dan sangat mampu dilaksanakan.

Dapat dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan bukan Dokter Ginekologi, dapat


dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu.

Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana.

Metode skrining IVA sesuai untuk pelayanan sederhana.

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.4 Prosedur Diagnosis IVA


A. Siapa Yang Harus Menjalani Tes IVA
Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30
dan 45 tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia
antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker
lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Sejumlah faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher
rahim, diantaranya sebagai berikut:
-

Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)

Memiliki banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)

Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti Chlamydia


atau gonorrhea, dan khususnya HIV/AIDS

Ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim

Hasil Pap Smear sebelumnya yang tak normal

Merokok

Selain itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis.,
HIV/AIDS) atau mengunakan costicosteroid secara kronis (mis.,pengobatan asma
atau lupus) berisiko lebih tinggi terjadinya kanker leher rahim jika mereka memiliki
HPV. (FK.UI.,dll., 2007)

Universitas Sumatera Utara

12

B. Kapan Harus Menjalani Tes IVA


Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes
tersebut dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS
atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling
dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang
sederhana untuk ibu tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun
secara berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas
seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat
pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih
lanjut.

C. Penilaian Klien
Tanyakan riwayat singkat kesehatan reproduksinya, antara lain:
-

Riwayat menstruasi

Pola pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)

Paritas

Usia pertama kali berhubungan seksual

Penggunaan alat kontrasepsi

Universitas Sumatera Utara

13

D. Peralatan dan Bahan Lain


IVA dapat dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai berikut
ini:
-

Meja periksa

Sumber cahaya/lampu

Spekulum Bivalved (Cusco or Graves)

Rak atau wadah peralatan

Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
-

Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari
serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim.

Sarung tangan periksa harus baru

Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilah spekulum.

Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%)
Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher
rahim.
Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim

(sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi acetowhite. Pertama-tama petugas


melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim, lalu dibersihkan untuk
menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan secara merata pada serviks.
Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK (sambungan skuamokolumner),
sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel glanduler diperiksa untuk melihat
apakah terjadi perubahan acetowhite.

hasil tes (positif atau negatif) harus dibahas

Universitas Sumatera Utara

14

bersama ibu, dan pengobatan harus diberikan setelah konseling, jika diperlukan dan
tersedia.
Tabel 1. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis
KLASIFIKASI IVA
Hasil Tes-postif

TEMUAN KLINIS
Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SSK
(sambungan skuamokolumner)

Hasil Tes-Negatif

Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu; ectropion,


polyp, cervicitis, imflammation, nabothian cysts

Kanker

Massa mirip kembang kol atau bisul.

2.2 Gambaran Umum Penyakit Kanker Leher Rahim


2.2.1 Definisi Kanker Leher Rahim
Menurut Siregar (1998) yang mengutip pendapat Tobing (1985), kanker leher
rahim adalah penyakit neoplasia ganas pada leher rahim yang sel-sel epitelnya
memperlihatkan tanda-tanda keganasan berupa diferensiasi sel-sel epitel permukaan
menghilang, susunan sel-sel basal yang berbentuk palisade juga tidak dijumpai lagi,
bentuk dan juga inti sel juga bervariasi juga sangat kuat menarik zat warna dan jumlah
sitiplasma sangat berkurang, sehingga sel-sel seolah-olah tersusun padat.
Serviks merupakan bagian terendah dari rahim (uterus) yang menonjol ke vagina
bagian atas. Vagina berakhir di dan mengelilingi leher rahim sehingga leher rahim
tersebut terbagi menjadi bagian atas atau bagian supra vaginal dan bagian bawah atau
bagian vaginal yang biasa disebut Portio.

Universitas Sumatera Utara

15

Leher rahim merupakan bagian yang terpisah dari rahim dan biasanya berbentuk
silinder dan panjangnya 2,53cm dan mengarah ke belakang dan bawah (Harahap, 1984).

2.2.2 Epidemiologi
Kanker leher rahim masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari
kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena
HPV merupakan faktor etiologi, maka kanker leher rahim mempunyai beberapa faktor
resiko yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakit akibat hubungan seksual.
Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko antara lain faktor hubungan seksual
pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok dan pemakaian kontrasepsi
secara hormonal. (FK.UI.,dll., 2007)

2.2.3 Faktor Resiko Kanker Leher Rahim


Faktor kanker leher rahim dibagi dalam dua katagori :
A. Resiko mayor
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV), khususnya kelompok resiko tinggi seperti
HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan tipe 70. Distribusi
geografis tipe HPV berbeda untuk tiap-tiap negara. Human papilloma Virus tipe 16 dan
18 adalah yang paling sering ditemukan di dunia. Dimana HPV tipe 16 umumnya
ditemukan negara barat seperti Eropa, USA dan lain-lain. Sedangkan untuk tipe 18
banyak ditemukan di Asia. HPV merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual.

Universitas Sumatera Utara

16

B. Resiko minor
Resiko minor kanker serviks adalah :
-

Menikah usia muda (<20 tahun)


Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita
yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun lebih beresiko
untuk menderita kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001)

- Pasangan seksual yang berganti-ganti


Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor

yang besar terhadap kejadian kanker ini. Pada

penelitian sitologi tes pap sekelompok wanita tuna susila dan wanita biasa
ternyata jumlah kasus prakarsinoma lebih banyak (bermakna) pada wanitawanita tuna susila (Tambunan, 1995)
-

Terpapar IMS (infeksi menular seksual)

Merokok
Wanita perokok mempunyai resiko 2 kali lebih besar terkena kanker leher rahim
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan,
lender serviks pada wanita perokok mengaandung nikotin dan zat-zat lainnya
yang terdapat di dalam rokok. Zatzat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks disamping merupakan kokarsinogen infeksi virus. (Dalimartha, 1997)

- Sosial Ekonomi
Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan ekonomi rendah mungkin faktor
sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan

Universitas Sumatera Utara

17

perseorangan. golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas


makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh. (Sjamsuddin, 2001)
- Hygiene dan sirkumsisi
Suami yang tidak dikhitan, dapat mengurangi kebersihan genital disertai
kemungkinan meningkatnya timbulnya kanker mulut rahim. Oleh sebab itu
dianjurkan , supaya khitan itu dilakukan untuk kebersihan dan kesehatan.
(YKI Sumut, 2003)
- Jumlah anak terlalu banyak
Melahirkan anak yang sering atau bila jumlah anak lebih dari 3 orang
meningkatkan kemungkinan mendapat kanker rahim (YKI, 2003)
-

Kontrasepsi hormonal atau IUD / AKDR


Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun
dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian. (Sjamsuddin, 2001)
Tali IUD akan menyebabkan trauma pada leher rahim, dikhawatirkan akan
terjadinya proses metaplasia. (BKKBN, 1995)

2.2.4 Pertumbuhan dan Penyebaran Kanker Leher Rahim


Kanker leher rahim tumbuh dan berkembang secara bertahap. Kanker leher rahim
adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intra epitel, perubahan neoplastik, yang
berkembang menjadi kanker leher rahim setelah 10 tahun atau lebih. Pertumbuhannya
dimulai ketika satu sel dari sekian banyak sel normal tiba-tiba mengalami mutasi genetik.

Universitas Sumatera Utara

18

Sel tersebut kemudian berkembang dan membelah diri. Beberapa tahun kemudian, sel
tersebut mengalami mutasi lagi yang menyebabkan pertumbuhan dan ukuran sel menjadi
abnormal, keadaan ini disebut fase dysplasia. Fase dysplasia terus berkembang, dimulai
dari dysplasia ringan, dysplasia sedang, dysplasia berat, dan akhirnya akan menjadi
kanker in situ berkisar antara 1-7 tahun.
Kanker in situ yaitu kanker yang belum menembus batas jaringan tempat kanker tersebut
tumbuh. Beberapa tahun kemudian, sel kanker dapat menembus jaringan basal dan
menyusup ke jaringan sekitarnya. Keadaan ini dinamakan kanker invasif. Sel kanker juga
dapat melepaskan diri dari tempat asalnya dan menembus pembuluh darah atau pembuluh
getah bening (pembuluh limfe). Kemudian, bersama dengan aliran darah atau getah
bening, sel kanker terbawa ke bagian lain dari tubuh. Di tempat yang baru, sel-sel kanker
akan tumbuh dengan sifat-sifat yang sama dengan induknya. Penyebaran kanker ke
jaringan tubuh yang lainnya ini dinamakan anak sebar (metastasis). Biasanya kematian
sukar dihindari bila telah terjadi metastasis. (Dalimartha, 1997)

2.2.5 Gejala dan Tanda-tanda


Gejala dini yang dapat ditunjukkan oleh adanya kanker leher rahim adalah :
-

Keputihan.
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium pre klinik belum dijumpai gejalagejala yang spesifik bahkan dijumpai tanpa gejala. Keluar cairan encer, keputihan
yang berubah warna menjadi merah muda, lalu kecoklatan dan sangat berbau
karena adanya jaringan nekrose karena infeksi.

Perdarahan dari kemaluan

Universitas Sumatera Utara

19

Awal keluhan yang timbul pada penderita kanker leher rahim adalah perdarahan
dari kemaluan diluar siklus haid yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama
makin banyak dan berbau busuk. (Yakub, 1993)
Pada fase permulaan kanker leher rahim kemungkinan penderita belum
mempunyai keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining
kesehatan penduduk). Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan
perubahan-perubahan proliferatif jaringan leher rahim timbul keluhan-keluhan
sebagai berikut :
-

Perdarahan vaginal yang abnormal (intermensrual)

Perdarahan kontak / senggama

Keputihan vaginal yang abnormal

Gangguan miksi (disuria)

Gangguan defekasi

Nyeri di perut bawah menyebar

Limfedema
Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari leher rahim dan

melibatkan jaringan dirongga panggul dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang
menjalar ke pinggul atau kaki.
Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rectum
sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai
bawah menimbulkan edema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah terjadi
penyumbatan kedua ureter.

Universitas Sumatera Utara

20

Standar pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan klinik yang merupakan


dasar dalam menentukan stadium penyakit. Pemeriksaan tersebut terdiri dari inspeksi,
palpasi, inspekulo dan pemeriksaan dalam. Dilanjutkan dengan biopsi, kolposkopi, kuret,
foto thoraks, BNO/IVP, sistoskopi, rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesika
atau rektum maka dikonfirmasi cengan biopsy dan pemeriksaan histopatologik

2.2.6 Upaya Pencegahan Kanker


Menurut Bustan (1997), upaya untuk memberikan pengobatan secara khusus
telah dilakukan dengan segala upaya namun hasil yang diperoleh belumlah sesuai dengan
harapan. Karena itu upaya pengobatan secara sendirian tidaklah dapat diharapkan untuk
mengatasi masalah kesehatan masyarakat ini. Upaya pencegahan yang menyeluruh, mulai
dari upaya pendidikan kesehatan masyarakat sampai upaya rehabilitasi, perlu diberikan
sesuai porsinya masing-masing dalam mengatasi masalah kanker. Dan jelas belum ada
satu tindakan tersendiri yang dianggap memadai.
Gabungan berbagai upaya perlu dilakukan.
Upaya pencegahan kanker meliputi :
I. Pencegahan tingkat I
a) Promosi kesehatan masyarakat, misalna :
1. Kampanye kesehatan masyarakat
2. Program pendidikan kesehatan masyarakat
3. Promosi kesehatan
b) Pencegahan khusus, misalnya :
Intervensi sumber keterpaparan

Universitas Sumatera Utara

21

II. Pencegahan tingkat II


c) Diagnosa dini
d) Pengobatan, misalnya
1. kemoterapi
2. bedah
III Pencegahan tingkat III
e) Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah

2.3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hokum prinsip, proses, kebiasaan yang
terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan
diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala
realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui
catatan-catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu.
Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita
dalam praktek, maka makin besar persiapan kita dimodifikasi dengan realita baru di
dalam lingkungan (Jalaluddin dan Abdullah, 2002).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang tersebut
diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menanyakan
sesuatu yang ingin diukur tentang pengetahuan dari subjek penelitian (Notoatmodjo,
2003).

Universitas Sumatera Utara

22

2.4 Sikap (Attitude)


Sikap dapat didefinisika dengan berbagai cara dan serta definisi itu berbeda satu
sama lain. Menurut Trow (1985) yang dikutip Djaali (2008), mendefinisikan sikap
sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi
yang tepat. Disini lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional pada
seseorang terhadap sesuatu objek. Sedangkan menurut Allport (1954), sikap adalah suatu
kesiapan mental dan saraf tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh
langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan
dengan objek itu (Djaali, 2008).
Menurut Breckler (1984) dalam Azwar (2002), seseorang akan bersikap positif atau
negatif terhadap suatu objek tergantung kepada individu, jika individu memiliki sikap
positif maka sikap tersebut cenderung untuk memberikan suatu respon terhadap suatu
objek dalam bentuk perasaan memihak melalui suatu proses interaksi.
Allport yang dikutip dari Syahrial (1997) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga
komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.

Universitas Sumatera Utara

23

Adapun fungsi sikap, yaitu : (Ahmadi, 1999)


a. Sebagai alat menyesuaikan diri. Sikap merupakan sesuatu yang dapat diadopsi
oleh semua orang.
b. Alat untuk mengukur tingkah laku. Pada orang dewasa hingga lanjut usia,
terdapat adanya pertimbangan antara adanya stimulus dan reaksi. Secara sadar,
akan ada proses untuk menilai stimulus-stimulus tersebut. Hal ini erat kaitannya
dengan cita-cita seseorang, tujuan hidup, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada
dalam masyarakat, keinginan-keinginan yang ada pada diri orang tersebut, dan
sebagainya.
c. Sebagai alat pengatur pengalaman. Pengalaman yang berasal dari luar diri
seseorang akan diterima secara aktif oleh orang tersebut. Artinya, seseorang akan
memilih mana yang perlu atau yang tidak perlu untuk dilayani. Jadi, semua
pengalaman akan diberi penilaian, lalu dipilih.
d. Alat untuk menyatakan kepribadian. Sikap dan pribadi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, dengan melihat sikap-sikap pada
seseorang, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.
Perubahan sikap dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor
ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima atau menolak
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang terdapat dari luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya : interaksi antara manusia, dalam

Universitas Sumatera Utara

24

bentuk kebudayaan, yang sampai kepada individu melalui surat kabar, radio, televisi,
majalah, dan lain sebagainya.
Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak dapat
dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu sikap
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain
faktor dukungan dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 1993).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menanyakan bagaimana pendapat
atau pertanyaan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003)

2.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan
Sikap

PEMERIKSAAN IVA (Inspeksi Visual


denganAsam Asetat)

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться