Вы находитесь на странице: 1из 125

STIKES NGUDI

SKRIPSI

WALUYO

PERBEDAAN KEMAMPUAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN


SEBELUM DAN SETELAH PEMBERIAN PENDIDIKAN
KESEHATAN DENGAN METODE SIMULASI PADA
ANAK SINDROM DOWN DI SEKOLAH DASAR
LUAR BIASA (SDLB) NEGERI UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG

Oleh :
TRI WULANDARI BUDI S
030112b077

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak tetrdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti
bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi
apapun sesuai peraturan yang berlaku.

Ungaran, Februari 2014

Tri Wulandari Budi S


NIM. 030112b077

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran


Program Studi DIV Kebidanan
Skripsi, Februari 2014
Tri Wulandari Budi S
Perbedaan Kemampuan Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum Dan Setelah
Pemberian Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Simulasi Pada Anak
Sindrom Down Di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang 2014

(xiv + 82 halaman + 6 tabel + 6 gambar + 8 lampiran)


ABSTRAK
Cuci tangan pakai sabun dapat menghilangkan virus dan bakteri penyebab
berbagai macam penyakit pernafasan dan percernaan. Anak dengan Sindrom
Down mengalami penurunan kemampuan adaptif, seperti mencuci tangan dan
mereka rentan mengalami penyakit pernafasan dan pencernaan. Oleh karena itu
sangat penting untuk mengajari mereka untuk mencuci tangan yang benar. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun
sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi
pada anak Sindrom Down di SDLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang tahun
2014.
Desain penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan
rancangan one group pretest-posttest. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 79
siswa di SDLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dan sampel penelitian ini
berjumlah 45 responden. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan cuci tangan pakai sabun
sebelum pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak
Sindrom Down dalam kategori kurang yaitu (11,1%), cukup (75,6%) dan baik
(13,3%). Kemampuan cuci tangan setelah pemberian pendidikan kesehatan
didapatkan kategori kurang (0,0%), cukup (31,1%)dan baik (68,9%). Adanya
perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah pemberian
pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di SDLB
Negeri Ungaran (p value = 0,000 < 0,05).
Penggunaan metode simulasi dapat meningkatkan kemampuan cuci tangan
pakai sabun pada siswa Sindrom Down di SDLB Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang. Saran bagi pihak sekolah untuk lebih berkomitmen melaksanakan
pendidikan kesehatan dengan menerapkan metode simulasi dan membiasakan
hidup bersih dan sehat.
Kata kunci
: Kemampuan, cuci tangan, metode simulasi, sindrom Down
Kepustakaan : 27 (2000-2013)
Ngudi Waluyo School of Health Ungaran
Diploma IV of Midwifery Study Program
Thesis, February 2014
Tri Wulandari Budi S
The Differences in Ability to do Hand-washing between Before and After
Getting Health Education Provided by Simulation Method in Children with
Down Syndrome at Ungaran State Elementary School for Children with
Special Needs (SDLB) Semarang Regency 2014

(xiv + 82 pages + 6 tables + 6 figures + 8 appendices)


ABSTRACT
Hand-washing with soap can eliminate the viruses and bacteria that cause
various respiratory and digestive diseases. The children with Down syndrome
decreased adaptive ability, such as washing hands and they are susceptible to
respiratory and digestive diseases. Therefore it is very important to teach them to
do hand-washing properly. The purpose of this research was to find the
differences in the ability to do hand-washing with soap between before and after
getting education provided by simulation method in children with Down
Syndrome at SDLB Ungaran in 2014.
This was a pre- experimental study with one-group pretest-posttest design.
The population in this study was all students with Down Syndrome at SDLB
Ungaran who were 79 students and the samples were 45 respondents. Data
analysis used the Wilcoxon test.
The result of this study indicated that the ability to do hand-washing with
soap before the health education provided by simulation method in children with
Down Syndrome was in the pour category of 11,1%, in the sufficient of 75,6%
and in the good category of 13,3%. After the health education, the children who
were in the pour was 0,0%, in the sufficient was 31,1% and in the good category
was 68,9%. It can be concluded that there is an influence of health education
about hand-washing with simulation method toward the children with Down
Syndrome at SDLB (p value = 0.000<0.05)
Used simulation method can improve the ability of hand-washing with
soap at the Down Syndrome students in SDLB Ungaran Semarang regency.
Suggestion for the school to be more committed to carry out health education by
applying simulation method to getting used to clean and healthy living.
Keywords
: Ability to do hand-washing, simulation method, Down Syndrome
Bibliographies : 27 (2000-2013)
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah, disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan di hadapan tim
penguji skripsi penelitian Program Studi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran, pada:
Hari
: Kamis
Tanggal
: 20 Februari 2014
Ungaran, 20 Februari 2014

Pembimbing I

Pembimbing II

(Puji Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kes Epid))


(Meilita Dwi
Pundrianagari.,S.TP.,M.Gizi)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
Ungaran, 28 Februari 2014
Penguji I
(Umi Aniroh, S.Kep., Ns., M.Kes)
Penguji II
(Puji Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kes (Epid))
Penguji III

(Meilita Dwi Pundrianagari, S.TP.,M.Gizi)

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Perbedaan Kemampuan Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum Dan Setelah
Pemberian Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Simulasi Pada Anak Sindrom
Down Di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang Tahun 2014. Skripsi yang penulis susun ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Ilmu Terapan di Program Studi
IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.

D-

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari masukan, bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. H. Asaat Pitoyo, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran.
2. H. dr. Adil Zulkarnaen, Sp.OG (K), selaku Ketua Program Studi D-IV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian pendahuluan.
3. Puji Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kes (Epid) dan Meilita Dwi Pundrianagari,
S.TP.,M.Gizi., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, bantuan, motivasi dan masukan yang sangat
berarti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh staff STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang telah membantu dalam
kelancaran penyusunan skripsi.
5. Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
6. Kedua orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan semangat dan
motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman satu angkatan dan sahabat-sahabatku, Yulinda Laska, Ni Putu
Eka Ratnasari, Tecky Affifah Santi Amarta yang selalu ada buatku dalam
menyelesaikan pendidikan ini.Love You All.
8. Rikchi Setiawan yang selalu membantu dan memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini, makasih sayang.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada,
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran yang membangun untuk koreksi kearah perbaikan. Akhir
kata, penulis berharap skripsi ini dapat dilanjutkan dan membawa manfaat bagi
berbagai pihak.
Ungaran,

Februari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
ABSTRAK........................................................................................................ii
ABSTRACT.....................................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................v
KATA PENGANTAR.......................................................................................vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................5
1. Tujuan Umum.................................................................................5
2. Tujuan Khusus................................................................................5
D. Manfaat Penelitian................................................................................6
1. Manfaat Teoritis..............................................................................6
2. Manfaat Praktis...............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pendidikan Kesehatan...........................................................................8
1. Definisi Pendidikan Kesehatan.......................................................8
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan.........................................................8
3. Tahap-tahap Pendidikan Kesehatan................................................9
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pendidikan Kesehatan. 10
5. Metode Pendidikan Kesehatan.......................................................12
6. Media Pendidikan Kesehatan.........................................................21
7. Sasaran Pendidikan Kesehatan.......................................................23
B. Metode Simulasi...................................................................................25
C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat..........................................................27
1. Pengertian ......................................................................................27
2. Indikasi Penilaian PHBS Sekolah...................................................28
3. Pentingnya PHBS untuk Anak Sekolah..........................................28
4. Anak Usia Sekolah : Usia Rawan Penyakit dan Sebagai
Change
Agent
PHBS
........................................................................................................
29
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pelaksanaan
PHBS
........................................................................................................
30
6. Sasaran PHBS di Sekolah...............................................................30
7. Manfaat PHBS di Sekolah..............................................................30
D. Mencuci tangan ....................................................................................31
1. Pengertian Mencuci Tangan ..........................................................31
2.
Manfaat Mencuci Tangan.....................................................................32
3. Tujuan Mencuci Tangan ................................................................32
4. Cara Mencuci Tangan....................................................................32
5. Waktu Mencuci Tangan ................................................................35
E. Sindrom Down .....................................................................................34
1. Pengertian......................................................................................34
2. Epidemiologi..................................................................................35
3. Etiologi...........................................................................................35
4. Gejala Klinis..................................................................................38
5. Tumbuh Kembang Anak Dengan Sindrom Down.........................40
6. Diagnosis.......................................................................................46
7. Penatalaksanaan.............................................................................47
8. Prognosis........................................................................................54
9. Pencegahan....................................................................................54

BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN


A.
B.
C.
D.
E.

Kerangka Teori......................................................................................55
Kerangka Konsep..................................................................................56
Variabel Penelitian................................................................................56
Hipotesis Penelitian..............................................................................56
Definisi Operasional.............................................................................57

BAB IV METODE PENELITIAN


A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Desain Penelitian..................................................................................59
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling................................................60
Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................62
Alat Pengumpulan Data........................................................................62
Teknik Pengumpulan Data....................................................................63
Etika Penelitian.....................................................................................65
Pengolahan Data...................................................................................67
Analisis Data ........................................................................................68

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Analisis Univariat.................................................................................70
B. Analisis Bivariat...................................................................................72
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis
Univariat
..............................................................................................................
73
B. Analisis
Bivariat
..............................................................................................................
78
C. Keterbatasan Penelitian........................................................................80
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...........................................................................................81
B. Saran.....................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fenotif Karakteristik Bayi dengan Sindrom Down..........................38


Tabel 2.2 Tingkat Retardasi Mental, Perkiraan Rentan IQ, dan Jenis Tingkah
laku Adaptif yang Terlihat...............................................................................44
Tabel 3.1 Definisi Operasional.........................................................................57
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan kemampuan cuci tangan
sebelum pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi................70
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan kemampuan cuci tangan
sebelum pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi................71
Tabel 5.3 Perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah
pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi..............................72

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rata-rata tinggi badan anak dengan Sindrom Down....................42


Gambar 2.2 Rata-rata berat badan anak dengan Sindrom Down......................42
Gambar 2.3 Fungsi intelektual anak dengan Sindrom Down...........................43
Gambar 3.1 Kerangka Teori..............................................................................55
Gambar 3.2 Kerangka Konsep..........................................................................56

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Pendahuluan
Lampiran 3 Surat Balasan Dari KESBANGPOL dan LINMAS
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Balasan Dari SDLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang
Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 7 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Lampiran 4 Surat Permohonan Sebagai Responden
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 6 Tabulasi Data
Lampiran 7 Output SPSS
Lampiran 8 Lembar Konsul

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) disekolah adalah
sekumpulan perilaku yang di praktikan oleh peserta didik, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan sehat (Promkes Depkes RI, 2008).
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran menilai PHBS
sekolah, antara lain mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,
mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, karena lebih terjamin
kebersihannya, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, serta menjaga
kebersihan jamban, olahraga dan aktifitas fisik yang teratur dan terukur,
sehingga mengingkatkan kebugaran dan kesehatan peserta didik,
memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin, tidak merokok di
sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan peseta didik
setiap 6 bulan untuk memantau pertumbuhan peserta didik, membuang
sampah pada tempatnya.
Salah satu komponen dalam delapan PHBS di sekolah yang mulai
digalakkan oleh pemerintah yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
Mencuci tangan merupakan hal yang penting karena tangan merupakan
sumber media penyebaran infeksi sehingga menyebabkan beberapa
penyakit seperti diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA).

Mencuci tangan adalah salah satu proses pembuangan kotoran dan debu
secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan
air mengalir (Kusmiyati, 2007). Tangan terkena kuman sewaktu kita
bersentuhan dengan orang lain, hewan atau permukaan yang tercemar
kuman, kemudian kuman tersebut dapat masuk ke tubuh ketika tangan
menyentuh mata, hidung dan mulut.
Anak usia sekolah merupakan objek yang perlu ditanamkan cara
mencuci tangan yang benar karena pada masa ini mereka masih belum
paham akan kebersihan tubuhnya, sedangkan kuman ada dimanapun
sehingga mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan
kuman dan untuk menghindari penularan penyakit. Masalah kesehatan
seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), bahkan cacingan
timbul karena kurang kebersihan terhadap makanan yang dimakan dan
kebersihan anggota tubuh seperti kedua tangan. Oleh karena itu sangat
penting untuk diketahui dan diingatkan bahwa perilaku cuci tangan pakai
sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah
penyebaran berbagai penyakit menular yang diakibatkan karena kurang
terjaganya kebersihan tangan (Rompas, 2013).
Kebiasaan dan kemampuan cuci tangan tidak timbul begitu saja,
tetapi harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak merupakan obyek
perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan
lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat
(Batanoa, 2008). Tidak hanya pada anak-anak normal, kebiasaan cuci

tangan ini juga harus dibiasakan pada anak-anak berkebutuhan khusus


seperti pada anak dengan Sindrom Down.
Anak-anak Sindrom Down mengalami defisit atau gangguan,
diantaranya defisit memori karena IQ anak Sindrom Down di bawah ratarata anak normal, gangguan kemampuan berbahasa atau berbicara,
sehingga sulit untuk belajar disekolah pada umumnya mereka cenderung
tidak terkordinasi dan kurang memiliki tekanan otot yang cukup sehingga
sulit bagi mereka untuk melakukan tugas-tugas fisik dan terlibat dalam
aktifitas bermain seperti anak-anak yang normal, mereka juga sulit
menyesuaikan diri dan susah berkembang, selain itu terjadi penurunan
keterampilan adaptif antara lain keahlian memperhatikan dan merawat diri
serta mengemban tugas sosial seperti berinteraksi dengan kawan sebaya,
kontrol diri, berpakaian, buang air, makan, kebersihan diri seperti cuci
tangan (Nevid,2003), mereka membutuhkan pendidikan khusus yang
sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam memberikan pendidikan
kesehatan mengenai cuci tangan pakai sabun perlu teknik atau metode
yang tepat dan sesuai dengan keterbatasan anak Sindrom Down, sehingga
teori yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Salah satu metode
yang dapat digunakan pada anak Sindrom Down adalah metode simulasi.
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2005) simulasi adalah satu
metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan
(imakan) yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya, penggambaran

suatu sistem atau proses dengan peragaan memakai model statistik atau
pemeran. Keunggulan dari metode simulasi ini adalah siswa dapat
melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam kelompoknya, dapat
membina hubungan personal yang positif, dapat membangkitkan imajinasi,
dan membina hubungan komunikatif serta bekerja sama dalam kelompok.
Metode simulasi ini diharapkan mampu membantu keterampilan motorik,
meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki postur tubuh dan keseimbangan
pada anak Sindrom Down.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 04
Oktober 2013, di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Ungaran menggunakan
daftar tilik (checklist) cuci tangan pakai sabun, didapatkan hasil dari 10
responden yang diambil secara acak, di temukan hanya 2 responden yang
dapat melakukan cuci tangan dengan benar, sedangkan pada 8 responden
yang lain, teknik mencuci tangan belum benar. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan kemampuan cuci
tangan pakai sabun sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan
dengan menggunakan metode simulasi pada anak Sindrom Down di
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan dalam penelitian ini
Adakah perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan
sesudah pemberian pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode
simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Negeri Ungaran Kabupaten Semarang ?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan
menggunakan metode simulasi terhadap kemampuan cuci tangan pakai
sabun pada anak Sindrom Down usia di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB ) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum
diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode
simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
b. Mengetahui kemampuan cuci tangan pakai sabun setelah diberikan
pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom
Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang.
c. Menganalisis perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun
sebelum

dan

setelah

pemberian

pendidikan

kesehatan

menggunakan metode simulasi pada anak Sindrom Down di

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten


Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat menjadi bahan masukan
untuk ilmu pengetahuan dan penelitian ini dapat digunakan untuk
bahan pengembangan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Setelah penelitian ini dilakukan dapat memberikan cara yang tepat
dalam melakukan cuci tangan yang benar dan memberikan
gambaran mengenai dampak bahaya apabila tidak melakukan cuci
tangan pakai sabun.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai informasi
bagi pihak institusi pendidikan untuk lebih mendorong siswasiswinya untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di
kehidupan sehari-hari.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana menerapkan ilmu dan
teori yang telah diperoleh di bangku pendidikan. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Kesehatan
1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan kesehatan adalah suatu
penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari
segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis
atau praktek kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan behavioral

investement jangka panjang. Hasil investement pendidikan kesehatan


baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang
pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat, sedangkan
peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung
terhadap indikator kesehatan.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai
hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan
kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran
(outcome) pendidikan kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau
usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau
pesan

tersebut,

individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya


masyarakat,

kelompok

atau

individu

dapat

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.


Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh
terhadap perilakunya.
3. Tahap-tahap Pendidikan Kesehatan

Menurut Maulana (2009), pendidikan kesehatan dilaksanakan


secara ilmiah melalui tahap sensitisasi, publisitas, edukasi, dan
motivasi.
a. Tahap Sensitisasi
Untuk

tahap

itu

dilakukan

pemberian

informasi

untuk

menumbuhkan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal


penting berkaitan dengan kesehatan (misalnya kesadaran terhadap
adanya pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan, dan kegiatan
imunisasi). Kegiatan pada tahap ini tidak dimaksudkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan tidak mengarah pada perubahan
sikap serta tidak atau belum bermaksud mengubah perilaku
tertentu. Bentuk kegiatan radio spot, poster, dan selebaran.
b. Tahap Publisitas
Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan
menjelaskan lebih lanjut jenis pelayanan kesehatan, misalnya di
Puskesmas, Posyandu, Polindes,dan Pustu.
c. Tahap Edukasi
Tahap

selanjutnya

adalah

tahap

edukasi,

yang

bertujuan

meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, dan mengarahkan


perilaku yang diinginkan oleh kegiatan tersebut. Cara yang

digunakan oleh kegiatan tersebut. Cara yang digunakan adalah


dengan belajar mengajar.
d. Tahap Motivasi
Motivasi ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi. Ini berarti
bahwa setelah mengikuti pendidikan kesehatan, individu, atau
masyarakat mampu mengubah perilaku sehari-hari sesuai dengan
perilaku yang dianjurkan. Kegiatan-kegiatan secara berurutan dan
bertahap. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan harus menguasai
ilmu komunikasi untuk tahap sensitisasi dan publisitas serta
menguasai ilmu belajar mengajar untuk melaksanakan pendidikan
kesehatan pada tahap edukasi dan motivasi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pendidikan kesehatan
Menurut Effendy (2000), banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu pendidikan kesehatan masyarakat, apakah itu dari
pendidikan kesehatan, sasaran, atau dalam proses pendidikan
kesehatan itu.
a. Faktor pendidikan kesehatan
1) Kurang persiapan
2) Kurang menguasai materi yang dijelaskan
3) Penampilan kurang meyakinkan sasaran

4) Suara kurang dapat didengar atau terlalu kecil


b. Faktor sasaran
1) Tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit mencerna
pesan yang disampaikan
2) Tingkat sosial ekonomi
3) Kepercayaan dan adat istiadat
4) Kondisi lingkungan
c. Faktor proses dalam pendidikan kesehatan
1) Waktu pendidikan kesehatantidak sesuai dengan waktu yang
diinginkan sasaran
2) Tempat pendidikan kesehatandekat dengan keramaian
3) Jumlah sasaran terlalu banyak
4) Metode yang digunakan kurang tepat
5) Bahasa yang digunakan sulit dimengerti
d. Ruang lingkungan pendidikan kesehatan
1) Dimensi Sasaran
a) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu

b) Pendidikan

kesehatan

kelompok

dengan

sasaran

kesehatan

masyarakat

dengan

sasaran

kelompok
c) Pendidikan
masyarakat

2) Dimensi tempat pelaksanaannya


a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah
dengan

sasaran

murid

yang

pelaksanaannya

diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)


b) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan
di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah
Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan
keluarga pasien
c) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan
sasaran buruh atau karyawan
3) Tingkat pelayanan Pendidikan Kesehatan
a) Promosi Kesehatan (Health Promotion)
b) Perlindungan Khusus (Specific Protection)

c) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis


and Prompt Treatment)
d) Pembatasan cacat (Disability Limitation)
e) Rahabilitasi (Rehabilitation). (Mubarak, 2006)
5. Metode Pendidikan Kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan diperlukan beberapa metode
yang berbeda. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran
pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi
juga harus disesuaikan dengan sasaran.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan
individual, kelompok dan massa (Public).
a. Media Pendidikan Individual (Perorangan)
Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang
bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru,
atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Misalnya seorang ibu yang baru saja
menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik
terhadap imunisasi TT karena baru saja memperoleh/mendengar
pendidikan kesehatankesehatan. Pendekatan yang digunakan agar
ibu tersebut menjadi akseptor yang lestari atau ibu hamil tersebut
segera meminta imunisasi, maka harus didekati perorangan.

Perorangan disini tidak hanya berarti kepada ibu-ibu yang


bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga
dari ibu tersebut. Dasar digunakannya pendekatan individual ini
disebabkan karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atas perilaku
baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat,
serta membantunya maka perlu menggunakan metode (cara ini).
Bentuk dari pendekatan ini, antara lain :

1) Bimbingan

dan

pendidikan

kesehatan(guidance

and

counseling)
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih
intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat
dikorek, dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien
tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran,
penuh

pengertian

akan

menerima

perilaku

tersebut

(mengubah perilaku).
2) Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan
klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum
menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima

perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah


atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu pendidikan
kesehatanyang lebih mendalam lagi.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus
mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidik
formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya
akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan
tergantung pola pada besarnya sasaran pendidikan.
1) Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah peserta
pendidikan kesehatanitu lebih dari 15 orang. Metode yang baik
untuk kelompok besar ini, antara lain :
a) Ceramah : Metode ini baik untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah :
(1) Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu
sendiri

menguasai

diceramahkan.

materi

Untuk

itu

dari

yang

akan

penceramah

harus

mempersiapkan diri dengan : 1) Mempelajari materi


dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi apabila
disusun dalam diagram atau skema, 2) Menyiapakan
alat-alat

bantu

pengajaran

misalnya;

makalah

singkat, slide, transparan, sound system dan


sebagainya.
(2) Pelaksanaan
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah
apabila penceramah tersebut dapat menguasai
sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran
(dalam

arti

psikologis),

penceramah

dapat

melakukan hal-hal sebagai berikut :


1) Sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak
boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.
2) Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
3) Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta
ceramah.
4) Berdiri di depan (di pertengahan), tidak boleh
duduk.
5) Menggunakan

alat-alat

semaksimal mengkin.

bantu

lihat

(AVA)

b) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar
dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah
suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau beberapa
ahli tentang suatu topic yang dianggap penting dan
biasanya dianggap hangat di masyarakat.
2) Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang, biasanya
kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk
kelompok kecil ini antara lain :
a) Diskusi Kelompok
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota
kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka
formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa
sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk
lingkaran atau segi empat. Pemimpin diskusi/ penyuluh
juga duduk di antara peserta, sehingga tidak menimbulkan
kesan ada yang lebih tinggi. Tepatnya mereka dalam taraf
yang sama, sehingga tiap anggota kelompok ada
kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.

Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus


memberikan pancingan-pancingan berupa pertanyaanpertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang
dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup, pemimpin
kelompok harus mengarahkan, dan mengatur sedemikian
rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara,
sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang
peserta.
b) Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi
kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi
kelompok.

Bedanya

pada

permulaannya

pemimpin

kelompok memancing dengan satu masalah kemudian tiap


peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan.
Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan
ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua
peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi
komentar oleh siapa pun. Baru setelah semua anggota
mengeluarkan

pendapatnya,

tiap

anggota

mengomentari, dan akhirnya terjadilah diskusi.


c) Bola Salju (Snow Balling)

dapat

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1


pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan
atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang
bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan
masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian
tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini
bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian
seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
d) Kelompok Kecil-kecil (Bruzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok
kecil-kecil (bruzz group) kemudian dilontarkan suatu
permasalahan-permasalahan sama/tidak dengan kelompok
lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah
tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
tersebut dan dicari kesimpulannya.

e) Role Play (Memaikan Peranan)


Dalam metode ini beberapa anggota kelompok
ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk
memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas,
sebagai perawat atau bidan dan sebagainya, sedangkan

anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat.


Mereka

meragakan

misalnya

bagaimana

interaksi/

komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.


f) Permainan Simulasi (Simulasi Game)
Metode ini adalah merupakan gambaran antara role
play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan
disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti
permainan monopoli dengan menggunakan dadu, gaco
(penunjuk arah), selain beberan atau papan main.
Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi
berperan sebagai nara sumber.
c. Metode Pendidikan Massa (public)
Metode

pendidikan

(pendekatan)

massa

untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan


kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara
yang paling tepat adalah pendekatan massa. Oleh karena sasaran
ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status

sosial ekonomi, tingkat

pendidikan, dan sebagainya maka pesan-pesan kesehatan yang


akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga
dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran

masyarakat terhadap suatu inovasi, belum begitu diharapkan


sampai dengan perubahan perilaku. Namun demikian bila sudah
sampai berpengaruh terhadap perubahan perilaku adalah wajar.
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak
langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa.
Beberapa contoh metode ini, antara lain :
1. Ceramah umum (public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan
Nasional. Menteri Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu
bentuk pendekatan massa.
2. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media
elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
3. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah
kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan
pendekatan pendidikan kesehatan massa. Contoh : Praktek
Dokter Herman Susilo di Televisi pada waktu yang lalu.
4. Sinetron Dokter Sartika di dalam acara TV juga merupakan
bentuk pendekatan pendidikan kesehatan massa.

5. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk


artikel maupun hanya Tanya jawab/konsultasi tentang
kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendekatan
pendidikan kesehatan massa.
6. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster
dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan
massa. Contoh: Billboard Ayo ke Posyandu.
6. Media Pendidikan Kesehatan
Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada
hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA). Disebut media
pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel)
untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi
masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesanpesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3, yakni :
a. Media cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan sangat bervariasi antara lain :
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesanpesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam
bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan
kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk
buku, di mana tiap lembar (halaman) berisi gamabr peragaan
dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi
berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar
6) Poster, ialah bentuk media cetak berisi pesan atau informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok di
tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b. Media elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesanpesan atau informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya, antara lain
: Radio, televise, internet, telepon, handphone, teleconference.
c. Media lain : Surat

7. Sasaran Pendidikan Kesehatan


Tujuan akhir atau visi promosi kesehatan adalah kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatakan kesehatan mereka
sendiri. Dari visi ini jelas bahwa yang menjadi sasaran utama
pendidikan kesehatan adalah masyarakat, khususnya lagi perilaku
masyarakat. Namun demikian, karena terbatasnya sumber daya, akan
tidak efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta itu, langsung
dialamatkan kepada masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pentahapan sasaran promosi kesehatan. Berdasarkan pentahapan
upaya promosi kesehatan ini, maka sasaran dibagi menjadi dalam tiga
kelompok sasaran (Notoatmodjo, 2003).
a. Sasaran Primer (Primary Target)
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung
segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan
permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokan
menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu
hamil dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja dan sebagainya.
Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran primer ini

sejalan

dengan

strategi

pemberdayaan

masyarakat

(empowerement).
b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan
sebagainya.

Disebut

sasaran

sekunder,

karena

dengan

memberikan pendidikan kesehatan kelompok ini diharapakan


untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Di samping itu dengan
perilaku sehat para tokoh masyarakat sebagai hasil pendidikan
kesehatan yang diterima, maka para tokoh masyarakat ini akan
memberikan contoh atau acuan perilaku sehat bagi masyarakat
sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan sasaran
sekunder ini adalah sejalan dengan startegi dukungan sosial
(social support).
c. Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebiakan baik di
tingkat pusat maupun daerah adalah sasaran tersier pendidikan
kesehatan. Dengan kebijakan-kebijakan atau kepurtusan yang
dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap
perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan juga
kepada masyarakat umum (sasaran primer). Upaya promosi

kesehatan yang ditujukan kepda sasaran tersier ini sejalan dengan


strategi advokasi (advocacy).

B. Metode Simulasi
Menurut Syaefudin (2005), metode simulasi adalah sebuah
replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya
perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu.
Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi adalah sebuah model yang berisi
seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sebuah sistem
kehidupan yang sebenarnya.
Dalam pengajaran modern teknik ini banyak dilakukan sehingga
siswa bisa berperan seperti orang-orang atau dalam keadaan yang
dikehendaki.
Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk seperti orang yang
dimaksudkan, dengan tujuan agar orang dapat mempelajari lebih
mendalam tentang bagaimana orang merasa dan berbuat sesuatu. Jadi,
siswa itu berlatih memegang peran sebagai orang lain.
Metode simulasi dalam pendidikan kesehatan adalah pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk meniru suatu
kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan
tanggung jawabnya.
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode simulasi
antara lain adalah :
1. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.

2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggug jawab.


3. Dapat merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
4. Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
Metode simulasi selain mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan, sebagai berikut :
1) Kelebihan Metode Simulasi
a) Menyenangkan siswa
b) Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreativitas siswa
c) Memungkinkan

eksperimen

berlangsung

tanpa

memerlukan

lingkungan yang sebenarnya


d) Mengurangi hal-hal yang verbalistis atau abstrak
e) Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam
f) Menimbulkan semacam interkasi antar siswa yang memberi
kemungkinan timbulnya keutuhan dan kegotong-royongan serta
kekeluargaan yang sehat
g) Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban atau
kurang cakap
h) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis

i) Memungkinkan guru bekerja dengan tingkat abilitas yang berbedabeda.


2) Kelemahan Metode Simulasi
a) Efektivitas dalam memanjukan belajar siswa belum dapat
dilaporkan
b) Terlalu mahal biayanya
c) Banyak yang meragukan hasilnya karena tidak diikutsertakannya
elemen-elemen yang penting
d) Menghendaki pengelompokan fleksibel, perlu ruang dan gedung
e) Menghendaki banyak imajinasi dari guru maupun siswa
f) Menimbulkan hubungan informasi antara guru dan siswa yang
melebihi batas
g) Sering medapat kritik dari orang tua karena dianggap permainan
saja (Roestiyah, 2008).
C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
1. Pengertian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) disekolah adalah
sekumpulan perilaku yang di praktikan oleh peserta didik, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil

pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,


meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan sehat (Promkes Depkes RI, 2008).
Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di tatanan institusi
pendidikan. Hal ini di sebabkan karena banyaknya data yang
menyebutkan bahwa munculnya

sebagian menyebutkan

bahwa

munculnya sebagian penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah


(6-10), misal diare, kecacingan dan anemia ternyata umumnya berkaitan
dengan PHBS. Dampak lainnya dari kurang dilaksanakannya PHBS
diantaranya yaitu suasana belajar yang tidak mendukung karena
lingkungan sekolah kotor, menurunnya , menurunkan citra sekolah di
masyarakat (Maryunani, 2013).
2. Indikator Penilaian PHBS Sekolah
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran menilai PHBS
sekolah, antara lain :
a. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun.
b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, karena lebih terjamin
kebersihannya.
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat, serta menjaga
kebersihan jamban.
d. Olahraga dan aktifitas fisik yang teratur dan terukur, sehingga
mengingkatkan kebugaran dan kesehatan peserta didik.

e. Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin.


f. Tidak merokok di sekolah.
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan peseta didik
setiap 6 bulan untuk memantau pertumbuhan peserta didik.
h. Membuang sampah pada tempatnya.
3. Pentingnya PHBS untuk Anak Sekolah
a. Anak

usia

sekolah

termasuk

kelompok

masyarakat

yang

mempunyai resiko tinggi.


b. Anak usia sekolah adalah waktu yang paling tepat untuk
menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat.
c. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari golongan anakanak, terutama di negera yang mengenal wajib belajar.
d. Sekolah adalah salah satu institusi masyarakat yang telah
terorganisir secara baik.
e. Kesehatan anak usia sekolah akan menentukan kesehatan
masyarakat dan bangsa di masa depan.
4. Anak Usia Sekolah : Usia Rawan Penyakit dan Sebagai
Change Agent PHBS

a. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat


menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan
baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa
rawan terserang berbagai penyakit.
b. Jumlah anak di Indonesia rata-rata 30 % dari total penduduk
Indonesia dan usia sekolah merupakan masa keemasan untuk
menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
sehingga berpotensi sebagai change agent atau agen perubahan
untuk mempromosikan PHBS, baik di lingkungan sekolah, keluaga
dan masyarakat. Peserta didik atau murid pada hakekatnya
merupakan kelompok paling mudah dan cepat untuk menerima
perubahan. Di harapkan dengan kelompok sasaran anak sekolah ini
maka apabila sejak kecil terbiasa, budaya hidup bersih dan sehat
akan terbawa sampai besar dan pada saat dewasa budaya tersebut
tidak akan berubah lagi.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pelaksanaan PHBS
Penyebab rendahnya atau menurunnya pelaksanaan PHBS di
pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Faktor perilaku dan non perilaku fisik
b. Faktor sosial ekonomi
c. Faktor teknis

d. Faktor geografis
e. Faktor kurangnya upaya promotif tentang kesehatan khususnya
mengenai PHBS dari puskesmas dan instansi kesehatan lain.
6. Sasaran PHBS di Sekolah
Sasaran pembinaan PHBS di sekolah, di tujukan untuk :
a. Siswa / peserta didik.
b. Warga sekolah, antara lain : Kepala Sekolah, Guru, Karyawan
sekolah, Komite sekolah dan orangtua siswa.
c. Masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam, dan lainlain).
7. Manfaat PHBS di Sekolah
a. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan
dan ancaman penyakit.
b. Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak
pada prestasi belajar siswa.
c. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat
sehingga mampu menarik minat orang tua.
d. Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan.

e. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

D. Mencuci Tangan
1. Pengertian Mencuci Tangan
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan
yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang
menular di pelayanan kesehatan, penyebaran mikroorganisme
multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting
tehadap timbulnya wabah (Boyce dan Pitter, 2002 dalam Kusmiyati
2008). Cuci tangan dianggap sebagai salah satu langkah paling efektif
untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi.
Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari kotoran,
mulai dari ujung jari hingga siku dan lengan atas dengan cara tertentu
sesuai kebutuhan. Mencuci tangan mencegah terjadinya infeksi silang
melalui tangan dan menjaga kebersihan individual. Adapun variasi
mencuci tangan adalah dengan mencuci tangan bersih dan mencuci
tangan steril.
Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan
cuci tangan menggunakan sabun anti microbial, iritasi kulit jauh lebih
rendah apabila menggunakan sabun biasa (Kusmiyati, 2008).
2. Manfaat Mencuci Tangan

Tangan kita adalah bagian dari tubuh yang paling sering


bersentuhan dengan mulut dan hidung. Mulut sebagian tempat
masuknya makanan dan minuman, sekaligus juga tempat masuknya
kuman penyakit. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian dengan
melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan bahan dan cara
yang bena, dan saat yang tepat, akan menurunkan angka kejadian
diare sebesar 47 % dan angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) sebesar 30% (Zain, 2010).
3. Tujuan Mencuci Tangan
Tujuan dari melakukan cuci tangan, antara lain (Kusmiyati, 2008) :
a. Mengurangi mikroorganisme, antara lain : Staphylococcus sp,
Staphylococcus

aureus,

Salmonella

sp,

Neisseria

mucosa,

Pseudomonas aeruginosa, Basillus cereus, Escherichia coli

pada

tangan dan mencegah kontaminasi.


b. Mencegah atau mengurangi peristiwa infeksi.
c. Memelihara tekstur dan integritas kulit tangan dengan tepat.
4. Cara Mencuci Tangan
a. Persiapan alat
1) Bak cuci dengan air hangat yang mengalir (sesuaikan dengan
kondisi yang ada).

2) Sabun biasa atau antiseptik.


3) Handuk bersih dan tissue.
b. Prosedur pelaksanaan
1) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
2) Gulungkan lengan baju yang panjang hingga di atas
pergelangan tangan anda. Lepaskan perhiasan dan jam tangan.
3) Lakukan 9 langkah cuci tangan, meliputi ( Kusmiyati, 2008) :
(a) Basahi kedua telapak tangan anda dengan air mengalir dan
tuang sabun ke telapak tangan. Selanjutnya, gosok kedua
telapak tangan kearah depan dan belakang.
(b) Gosok punggung tangan anda dan masukkan jari ada ke
sela jari secara bergantian.
(c) Gosok sela jari dengan jari-jari tangan yang berlawanan,
lakukan secara bergantian.
(d) Gosok punggung jari secara bergantian.
(e) Gosok ibu jari secara bergantian.
(f) Gosok ujung jari pada telapak tangan secara bergantian.
(g) Bilas kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

(h) Tutup kran dengan tissue atau handuk bersih.


(i) Keringkan tangan dengan handuk bersih.
5. Waktu Mencuci Tangan
Ada 6 saat penting untuk melakukan cuci tangan pakai sabun
menurut Zain (2010), yaitu :
a. Sebelum makan

b. Sesudah buang air besar atau buang air kecil di toilet


c. Sebelum memegang bayi
d. Sesudah menceboki anak
e. Sebelum menyiapkan makanan
f. Setelah batuk atau bersin yang mencemari tangan

E. Sindrom Down
1. Pengertian
John Langdom adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama
kali menggambarkan kumpulan gejala dari Sindrom Down pada tahun
1886. Tetapi sebelumnya Esquirol pada tahun 1838 dan Senguin pada

tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yang mempunyai tandatanda mirip dengan Sindrom Down (Durand, 2007).
Sumbangan Down yang terbesar adalah kemampuannya untuk
mengenali karakteristik fisik yang spesifik dan diskripsinya yang jelas
tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan anak
normal. Karena matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu
disebut juga sebagai Mongoloid, tetapi sekarang istilah ini sudah
tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu
bangsa (Soetjiningsih, 1995).
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat
dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas,
yang terjadi akibat jumlah kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan
bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian
lengan bahwa dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen
lainnya

menghasilkan

suatu

perubahan

homeostasis

yang

memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan


susuna saraf pusat (Nevid,2003).
2. Epidemiologi
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya
terakhir adalah 1,0-2,0 per 1000 kelahiran hidup, dimana 20 tahun
sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan
berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur.

Diperkirakan 20 % anak dengan Sindrom Down dilahirkan oleh ibu


yang berumur diatas 35 tahun.
Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa
angka kejadiannya pada bangsa kulit lebih tinggi dari pada kulit
hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian
pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
3. Etiologi
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang
penyebab Sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi semenjak
ditemukan adanya kelainan kromosom pada Sindrom Down pada
tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian
non disjunctional sebagai penyebabnya, yaitu :
a. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non
disjunctional.

Bukti

yang

mendukung

teori

ini

adalah

berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan


adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat
anak dengan Sindrom Down.
b. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya
non disjunctional pada Sindrom Down ini. Uchida 1981
(dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang

melahirkan anak Sindrom Down, pernah mengalami radiasi di


daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain
tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan
penyimpangan kromosom.
c. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya
Sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu
memasukkan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya non
disjunction.
d. Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi Sindrom
Down adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit
yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow 1966 (dikutip
dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang melahirkan anak
dengan Sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama.
e. Umur ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non disjunction
pada kromosom. Perubahan Endrokrin, seperti meningkatnya
sekresi

endrogen,

menurunnya

kadar

hidroepiandrosteron,

menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi

reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH


(Lueteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating
Hormone) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya non disjunction.
f. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap Sindrom Down, juga
dilaporkan adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian
sitogenetik pada orangtua dari anak Sindrom Down mendapatkan
bahwa 20-30% kasus ektra kromosom 21 bersumber dari
ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain seperti gangguan intragenetik, organisasi nucleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan
sebagai penyebab dari Sindrom Down.
4. Gejala Klinis
Berat badan pada waktu lahir dari bayi dengan Sindrom Down
pada umunya kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus
mempunyai berat badan lahir 2500 gram atau kurang. Komplikasi
pada masa neonatal lebih sering daripada bayi yang normal.
Pueschel,1983 dalam (Soetjiningsih,2000) membuat suatu tabel
tentang frekuensi yang secara fenotip karakteristik dan paling sering
terdapat pada bayi dengan Sindrom Down, yaitu :
Tabel 2.1 : Tabel fenotif karakteristik bayi dengan Sindrom Down
Karakteristik

Frekuensi (%)

Sutura sagitalis yang terpisah


Fisura palpebralis yang miring
Jarak yang lebar antara jarak kaki I dan II
Fontanela palsu
Plantar crease jari kaki I dan II
Hiperfleksibilitas
Peningkatan jaringan sekitar leher
Bentuk palatum yang abnormal
Hidung hipoplastik
Kelemahan otot
Hipotonia
Bercak Brushfield pada mata
Mulut terbuka
Lidah terjulur
Lekukan epikantus
Single palmar crease pada tangan kiri
Single palmar crease pada tangan kanan
Brachyclinodactily pada tangan kiri
Brachyclinodactily pada tangan kanan
Jarak pupil yang lebar
Tangan yang pendek dan lebar
Oksiput yang datar
Ukuran telinga yang abnormal
Kaki yang pendek dan lebar
Bentuk/ struktur telinga abnormal
Letak telinga yang abnormal
Kelainan tangan lainnya
Kelainan mata lainnya
Sidaktili
Kelainan kaki lainnya
Kelainan mulut lainnya

98
98
96
95
96
91
87
85
83
81
77
75
65
58
57
55
52
51
50
47
38
35
34
33
28
16
13
11
11
8
2

Penelitian yang lain mungkin akan mendiskripsikan fenotip


yang berbeda, terutama kalau diketemukan pada anak dengan Sindrom
Down dengan umur yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik yang berubah dengan bertambahnya umur anak. Seperti
lekukan epikantus atau jaringan tebal sekitar leher akan berkurang
dengan bertambahnya umur anak. Sebaliknya celah lidah yang dalam

atau kelainan pada gigi akan nampak jelas dengan bertambahnya umur
anak. Demikian pula dengan retardasi mental ataupun perawakan
pendek akan bertambah jelas dengan bertambahnya umur anak.
Berdasarkan atas diketemukannya karakteristik dengan
frekuensi yang tinggi pada Sindrom Down, maka gejala-gejala
tersebut dianggap sebagai cardinal sign dan petunjuk diagnostik
dalam mengidentifikasi Sindrom Down secara klinis. Tetapi yang
perlu diketahui adalah tidak adanya kelainan fisik yang terdapat secara
konsisten dan patognomonik pada Sindrom Down. Bentuk muka anak
dengan Sindrom Down pada umumnya mirip dengan lainnya,
sehingga nampak seperti saudara.
5. Tumbuh Kembang Anak Dengan Sindrom Down
Keanekaragaman faktor biologis, fungsi dan prestasi yang
terdapat pada manusia yang normal, juga terdapat pada anak dengan
Sindrom Down. Sehingga pada anak dengan kelainan ini juga terdapat
variasi yang luas pada semua aspek kehidupannya. Pola pertumbuhan
fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang
tinggi diatas rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang
obesitas. Demikian pula dengan kemampuan intelektual anak, yaitu
dari anak yang retardasi mental sampai yang intelegensinya normal.
Seperti halnya perilaku dan emosinya yang juga bervariasi sangat luas.
Seorang anak dengan Sindrom Down dapat lemah dan tidak aktif,
sedangkan yang lainnya agresif dan hiperaktif. Sehingga gambaran

stereotif dimasa lalu tentang anak dengan Sindrom Down yang


pendek, gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu terbuka dan
lidah yang terjulur keluar, serta retardasi mental yang berat adalah
deskripsi yang tidak sepenuhnya benar.
Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan Sindrom Down lebih
rendah bila dibandingkan dengan anak yang normal (Gambar 2.1 dan
2.2, dikutip dari Pueschel SM, 1983). Perlu dilakukan pematauan
pertumbuhannya secara berkelanjutan pada anak ini, karena sering
disertai juga adanya hipotiroid. Sehingga kalau pertumbuhannya
kurang dari yang diharapkan, sebagainya diperiksa kadar hormon
tiroidnya. Selain itu, anak dengan penyakit jantung bawaan yang
berat, juga lebih pendek bila dibandingkan dengan yang tanpa
komplikasi.
Gangguan makan juga dapat terjadi pada anak yang disertai
dengan kelainan congenital yang lain, sehingga berat badannya sulit
naik pada masa bayi/prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah atau
pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.

Gambar 2.1 : Rata-rata tinggi badan anak dengan Sindrom Down

Gambar 2.2 : Rata-rata berat badan anak dengan Sindrom Down


Pada umumnya perkembangan anak dengan Sindrom Down,
lebih lambat dari anak yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan
jantung konginetal, hipotonia yang berat, masalah biologis atau
lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan
bangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.

Sebaliknya anak yang mendapat program intervensi dini, orang tua


yang memberi lingkungan yang mendukung, serta tanpa adanya
kelainan jantung bawaan, maka perkembangan anak menunjukan
kemajuan yang relatif pesat.

Gambar 2.3 : Gambar fungsi intelektual anak dengan Sindrom Down


(Gambar yang di arsir vertikal)
Penelitian terakhir tidak sependapat dengan kesan sebelumnya,
bahwa anak dengan Sindrom Down selalu disertai dengan retardasi
mental yang besar. Tetapi kebanyakan mereka disertai dengan
retardasi mental yang ringan atau sedang. Beberapa anak bahkan taraf
IQ nya borderline, hanya sedikit yang retardasi mental berat
(Gambar 2.3 di kutip dari Pueschel, 1983).
Tabel 2.2 : Tingkat Retardasi Mental, Perkiraan Rentang Skor IQ, dan
Jenis Tingkah Laku Adaptif yang Terlihat.
Perkiraan
Rentang
Skor IQ

Usia Prasekolah
0-5 tahun

Usia Sekolah
6-21 tahun

Dewasa di atas 21
tahun

Ringan
(50-70)

Sering terlihat

Menguasai

Biasanya dapat

tidak memiliki

keterampilan

mencapai

gangguan tetapi

praktik serta

keterampilan sosial

lambat dalam

kemampuan

dan vokasional

berjalan, makan

membaca &

untuk membiayai

sendiri, dan

aritmetika sampai

diri sendiri;

bicara dibanding

kelas 3-6 SD

mungkin

anak-anak

dengan pendidikan

membutuhkan

lainnya

khusus. Dapat

bimbingan dan

diarahkan pada

dukungan dalam

konformitas sosial

menghadapi
tekanan sosial dan
ekonomi yang tidak

Sedang
(35-49)

Keterlambatan
yang nyata pada
perkembangan
motorik,
terutama dalam
bicara; berespons
terhadap
pelatihan dalam
berbagai selfhelp.

biasa.
Dapat mempelajari Dapat melakukan
komunikasi
tugas-tugas
sederhana,
sederhana dalam
perawatan
lingkungan pusat
kesehatan dan
pelatihan;;
keselamatan dasar, berpartisipasi
serta keterampilan dalam rekreasi
tangan sederhana; sederhana;
tidak mengalami
berpergian secara
kemajuan dalam
mandiri ke tempatfungsi membaca
tempat yang
dan aritmatika.
dikenal; biasanya
tidak dapat
melakukan self
maintenance.

Perkiraan
Usia Prasekolah
Rentang
0-5 tahun
Skor IQ

Usia Sekolah
6-21 tahun

Dewasa di atas 21
tahun

Berat
(20-34)

Parah
(di bawah
20)

Ditandai dengan
adanya
keterlambatan
dalam
perkembangan
motorik,
kemampuan
komunikasi yang
minim atau tidak
ada sama sekali;
dapat berespons
terhadap
pelatihan selfhelp mendasar,
misalnya makan
sendiri.
Retardasi
motorik kasar;
kapasitas
minimal untuk
berfungsi pada
area
sensorimotor;
membutuhkan
bantuan perawat.

Biasanya mampu
berjalan, tetapi
memiliki
ketidakmampuan
yang spesifik;
dapat mengerti
pembicaraan dan
memberikan
respons; tidak
memiliki
kemajuan dalam
kemampuan
membaca dan
aritmetika.

Dapat
menyesuaikan diri
dengan rutinitas
diri dengan
rutinitas sehari-hari
dan aktivitas
repetitif;
membutuhkan
pengarahan dan
supervise terusmenerus dalam
lingkungan yang
melindungi.

Keterlambatan
yang terlihat jelas
dalam semua area
perkemmbangan;
dapat menunjukan
respons emosional
dasar; mungkin
berespons terhadap
pelatihan
keterampilan
dengan
menggunakan
kaki, tangan, dan
rahang;
memerlukan
sepervisi/
pengawasan yang
ketat.

Dapat berjalan,
mungkin
membutuhkan
bantuan perawat,
dapat berbicara
secara primitive;
terbantu dengan
aktivitas fisik
teratur; tidak
melakukan selfmaintenance.

Sedangkan perilaku anak dengan Sindrom Down pada awal


kehidupannya tidak menunjukan temperamen yang berbeda dengan
anak yang normal. Demikian pula perilaku sosialnya mempunyai pola

interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya. Walaupun tingkat


responnya berbeda secara kuantitatif, tetapi polanya adalah hampir
sama.
6. Diagnosis
Diagnosis dari Sindrom Down berdasarkan atas adanya gejalagejala klinis yang khas, serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom.
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologi pada kasus yang
tidak khas. Pada pemeriksaan radiologi, didapatkan brachycephalic,
sutura dan fontanela yang terlambat menutup. Tulang ileum dan
sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar, terdapat
pada 87 % kasus.
Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita Sindrom Down
adalah untuk mancari adanya translokasi kromosom. Kalau ada, maka
kedua ayah-ibunya harus diperiksa. Kalau dari salah satu ayah atau
ibunya karier, maka keluarga lainnya juga perlu diperiksa, hal ini
sangat berguna unruk pencegahan.
Kemungkinan terulangnya kejadian Sindrom Down yang
disebabkan translokasi kromosom adalah 5-15%, sedangkan kalau
trisomi hanya 1%.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan carian amnion atau vili
korionik dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan. Dengan
kultur jaringan dan kariotiping 99% Sindrom Down dapat didiagnosis
antenatal. Diagnosis antenatal perlu pada ibu hamil yang berumur
lebih dari 35 tahun, atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan

anak dengan Sindrom Down. Bila didapatkan bahwa janin yang


dikandung menderita Sindrom Down, maka dapat ditawarkan
terminasi kehamilan kepada orangtuanya.
Pemeriksaan Sindrom Down secara klinis pada bayi seringkali
meragukan, maka pemeriksaan dermatologlifik (sidik jari, telapak
tangan dan kaki) pada Sindrom Down menunjukan adanya gambaran
yang khas. Dematologlifik ini merupakan cara yang sederhana, mudah
dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup tinggi dalam
mendiagnosis Sindrom Down.
7. Penatalaksanan
Anak dengan Sindrom Down diperlukan penanganan secara
multidisiplin. Selain penanganan secara medis, pendidikan anak juga
perlu mendapatkan perhatian, disamping partisipasi dari keluarganya.
a. Penanganan Secara Medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan
penanganan medis yang sesuai dengan anak normal. Mereka
memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi kedaruratan medis,
serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat
beberapa

keadaan

dimana

anak

dengan

memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal :


1) Pendengarannya

Sindrom

Down

70-80% anak dengan Sindrom Down dilaporkan terdapat


gangguan

pendengaran.

Oleh

karenanya

diperlukan

pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, selalu dilakukan


tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
2) Penyakit Jantung Bawaan
30-40% anak dengan Sindrom Down disertai dengan penyakit
jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka
panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3) Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan
penglihatan atau katarak. Sehingga perlu evaluasi secara rutin
oleh ahli mata.
4) Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan konginetal
yang berat lainnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada
masa bayi atau prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus justru
terjadi obesitas pada masa remaja atau sekolah dewasa.
Sehingga diperlukan kerjasama dengan ahli gizi.

5) Kelainan Tulang

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada Sindrom Down, yang


mencakup dislokasi patella, subluksasio pangkal paha atau
ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang terakhir ini
sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, atau apabila
anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis,
maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6) Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan
ahlinya, meliputi masalah imunologi, gangguan fungsi
metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
b. Pendidikan
Ternyata anak dengan Sindrom Down mampu berpatisipasi
dalam belajar melalui program intervensi dini. Taman kanak-kanak,
dan melalui pendidikan khusus yang positif akan berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.
1) Intervensi Dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan
Sindrom Down dan keluarganya, menyebabkan kemajuan yang
tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti
program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah
program intervensi dini yang dipaki sebagai pedoman bagi

orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi


anak Sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat
manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang
mencakup aktifitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar
anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak
agar mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan,
buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan memberi
kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati
secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting
daripada

jumlah

rangsangan,

Dalam

membentuk

perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu


perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.
2) Taman Bermain/ Taman Kanak-Kanak
Taman bermain/taman kanak-kanak juga mempunyai
peranan yang cukup penting pada awal kehidupan anak. Anak
akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keterampilan
motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya.
Anak juga dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
Dengan memberikan kesempatan bergaul dengan lingkungan
diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam
dunia yang lebih luas.

3) Pendidikan Khusus (SLB-C)


Program pendidikan khusus pada anak dengan Sindrom
Down akan membantu anak melihat dunia sebagai suatu
tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja.
Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka
memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Lingkungan sekolah memberi kepada anak dasar
kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik, akademis
dan

kemampuan

sosial.

Sekolah

hendaknya

memberi

kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan


dengan orang lain, serta mempersiapkannya menjadi penduduk
yang produktif.

Kebanyakan anak dengan Sindrom Down

adalah rnampu didik. Selama dalam pendidikan anak diajari


untuk biasa bekerja dengan baik dan menjalin hubungan yang
baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan mengerti
mana yang salah dan mana yang benar, senang bagaimana
bergaul

dengan

masyarakat.

Banyak

masyarakat

yang

menerima anak dengan Sindrom Down apa adanya.


c. Pendidikan kesehatanPada Orang Tuanya
Begitu diagnosis Sindrom Down ditegakkan, para dokter
harus menyampaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan
pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orang tua

selanjutnya dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberi


penjelasan yang pertama kali, reaksi orang tua sangat bervariasi.
Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena pada waktu itu
mungkin orang tua masih belum rnampu berpikir secara nalar.
Mungkin, pada waktu itu mereka masih dikuasai oleh perasaan
kecewa, sedih atau pun sebagai mekanisme pembelaan dapat saja
mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau menerima atau
menolak. Dokter hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang
tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan yang dihadapi. Akan
lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu kita memberi
penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling
memberikan dukungan. Dokter harus menjelaskan bahwa anak
dengan Sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang
sama dengan anak yang normal, serta pentingnya makna kasih
sayang dan pengasuhan orang tua.
Pertemuan lanjutan diperlukan

untuk

memberikan

penjelasan yang lebih lengkap waktu yang diluangkan dokter untuk


membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orang
tua tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anak
nya. Orang tua harus diberi penjelasan apa itu Sindrom Down,
karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah
tumbuh kembangnya. Orang tua harus diberi tahu bahwa fungsi
motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada

Sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa kromosom,


harus dijelaskan dengan istilah yang sederhana. Informasi juga
menyangkut tentang risiko terhadap kehamilan berikutnya. Hal
yang penting lainnya adalah menekankan bahwa bukan ibu ataupun
ayah yang dapat dipersalahkan tentang ini. Akibat terhadap
kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya
mungkin pula akan muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua tidak
mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota
keluarga lainnya. Untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar
mau terbuka tentang masalah ini.
Walaupun menyampaikan masalah Sindrorn Down akan
menyakitkan bagi orang tua penderita, tetapi ketidak terbukaan
justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang
tidak mungkin dari orang tuanya.
Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain
yang juga mempunyai anak dengan Sindrom Down, agar
berbincang-bincang dengan orang tua yang belum punya anak
dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang
pengalaman dari orang yang senasib biasanya lebih menyentuh
perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif. Sehingga
orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang
dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.

8. Prognosis

Sebanyak 44% kasus dengan Sindrom Down hidup sampai 60


tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun. Berbagai faktor berpengaruh
terhadap harapan hidup penderita sindrorn Down ini, yang terpenting
adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada
penderita ini mengakibatkan 80% kematian. Kematian akibat dari
penyakit jantung bawaan pada penderita ini terjadi terutama pada satu
tahun pertama kehidupan. Keadaan lain yang lebih sedikit
pengaruhnya

terhadap

harapan

hidup

penderita

ini

adalah

meningkatnya angka kejadian lekemia pada sindrorn Down, sekitar 15


kali dari populasi yang normal. Timbulnya penyakit Alzheimer yang
lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan hiclup setelah
umur 44 tahun. Juga anak dengan Sindrom Down ini rentan terhaciap
penyakit infeksi, yang sebabnya belum diketahui.
9. Pencegahan
Konseling genetik, maupun amniosentesis pada kehamilan yang
dicurigai, akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom
Down. Saat ini dengan kemajuan biologi molekular, misalnya dengan
"gene targeting" atau yang dikenal juga sebagai "homologous
recombination" sebuah gene dapat di non-aktifkan. Tidak terkecuali
suatu saat nanti, gen-gen yang terdapat di ujung lengan panjang
kromosom 21 yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip
Sindrom Down dapat dinonaktifkan.

BAB III
Pendidikan kesehatan KERANGKA
:
KERJA PENELITIAN
- Bimbingan dan
penyuluhan
A. Kerangka Teori Penelitian
- Interview (wawancara)
- Ceramah
- Seminar
- Diskusi kelompok
- Curah pendapat
- Bola Salju

Kemampuan cuci
tangan

Anak Sindrom Down :

Simulasi

Retardasi Mental
Ringan dan Sedang
Bagan 3.1 Kerangka Teori
- Penurunan
Keterampilan
Sumber : Effendy 2000, Soetjiningsih 2000, Notoatmodjo 2003
adaptif

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
B. Kerangka Konsep Teori
Variabel Independent

Variabel Dependent

Pendidikan kesehatan
Kemampuan cuci
Bagan 3.2 Kerangka Konsep
tangan pakai sabun
sabun dengan metode
cuci tangan pakai

C. Variabel
simulasiPenelitian
1. Variabel Independent
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah pendidikan
kesehatan cuci tangan pakai sabun dengan metode simulasi.
2. Variabel Dependent
Variabel Dependent dalam penelitian ini adalah kemampuan cuci
tangan pakai sabun pada anak sindrom Down.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis
Ada perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah
pemberian pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode simulasi pada
anak sindrom di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang .
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Variabel

Pemberian informasi

Independent
Pendidikan

Alat dan
Cara Ukur
-

Hasil Ukur
-

Skala
Data
-

kesehatan dengan
memperagakan dan

kesehatan

mengikutsertakan

cuci tangan

responden dalam

pakai sabun

pelaksanaannya

dengan

secara langsung

metode
simulasi
Variabel

Anak Sindrom Down

Alat ukur

Hasil ukur

mampu menerapkan

menggunak

dikategorikan

tahapan cuci tangan

an

cuci tangan

pakai sabun, mulai

checklist,

menjadi :
1. Baik bila

pada anak

dari (a) Membasahi

yang terdiri

Sindrom

telapak tangan air

dari 9 item

Dependent
Kemampuan

skor 7-9
2. Cukup bila
skor 5-6

Ordinal

Down

mengalir dan tuang

penilaian.

sabun ke telapak

Cara

tangan, gosok kedua

mengukur

telapak tangan kearah

bila

depan dan belakang,

dilakukan

(b) Gosok punggung

diberi skor

tangan anda dan

1 dan

masukkan jari ada ke

apabila

sela jari secara

tidak

bergantian. (c) Gosok

dilakukan

sela jari dengan jari-

diberi skor

jari tangan yang

0.

berlawanan, lakukan
secara bergantian. (d)
Gosok punggung jari
secara bergantian. (e)
Gosok ibu jari secara
bergantian. (f) Gosok
ujung jari pada telapak
tangan secara
bergantian. (g) Bilas
kedua tangan dengan
air bersih yang
mengalir. (h)Tutup
kran dengan tissue
atau handuk bersih. (i)
Keringkan tangan
dengan handuk bersih,
dengan benar
berdasarkan cuci

3. Kurang bila
skor < 4

tangan 9 langkah

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan Pre Eksperimental Design
dengan

rancangan

One Group Pretest Posttest.

Dikatakan

Pre

Eksperimental Design karena design ini belum merupakan eksperimen


sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut
berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen sehingga hasil
eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata
dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi karena tidak
adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random
(Sugiyono, 2010).
Rancangan one group prestest posttest tidak ada kelompok
pembanding (kontrol) tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest)
yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang mungkin terjadi

setelah adanya eksperimen (program) (Notoatmodjo, 2010). Bentuk


rancangan ini adalah sebagai berikut :
Pretest
Perlakuaan
Keterangan :
01
X
01
: Pengukuran Pertama (Pretest)
02
: Pengukuran Kedua (Posttest)
X
: Perlakuan atau Eksperimen

Posttest
02

B. Populasi dan Sampek Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang
yang masuk dalam kategori Sindrom Down berjumlah 79 siswa.
2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2005), Sampel adalah bagian dari
populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili
seluruh populasinya. Apabila jumlah populasi kurang dari 10.000
dapat menggunakan rumus formula yang lebih sederhana dengan
menggunakan rumus :
N
n=
1 + N (d)2
Keterangan :
N
= Besar populasi
n
= Besar sampel
d
= Tingkat kesalahan yang diinginkan 10% (0,10)
N
n=
1 + N (d)2
79
n=

1 + 79 (0,1)2
79
n=
1,79
n = 44,1
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel yang harus
diteliti adalah 44,1 sampel dan peneliti membutuhkan menjadi 45
responden.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010). Kriteria Inklusi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa dengan Sindrom Down di Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Ungaran.
b. Kriteria Eksklusi
1) Siswa yang tidak bersedia menjadi responden
2) Siswa yang pada saat penelitian dilakukan tidak berangkat
sekolah
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian
ini yaitu teknik Simple Random Sampling, dikatakan simple
(sederhana)

karena

pengambilan

sampel

anggota

populasi

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam


populasi itu (Sugiono, 2011). Cara mendapatkan sampel itu dengan
lotre atau undian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10-15 Februari 2014.
D. Alat Pengumpul Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Pengumpulan data primer pada penelitian ini cara observasi untuk
mengetahui kemampuan cuci tangan pakai sabun pada anak Sindrom
Down.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah siswa Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang

yang diperoleh dari pihak Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang.
2. Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara
observasi menggunakan checklist cuci tangan pakai sabun, saat
dilakukan pretest dan posttest.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen penelitian ini berupa checklist.
Checklist adalah suatu daftar untuk mencek, yang berisi nama
subjek dan beberapa gejala serta identitas lainnya dari sasaran
pengamatan. Pengamatan tinggal memberikan tanda check (V) pada
daftar tersebut yang menunjukan adanya gejala atau ciri dari sasaran
pengamatan (Notoatmodjo, 2010).
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Prodi DIV Bidan
Pendidik STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, kemudian mengajukan
izin ke Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan
Masyarakat (KESBANGPOLLINMAS) Kabupaten Semarang.

2. Mengajukan surat permohonan izin kepada Badan Perencanaan


Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Semarang ke Dinas
Pendidikan Kabupaten Semarang.
3. Mengajukan surat izin ke Dinas Pendidikan kabupaten Semarang
kemudian dilanjutka ke Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang.
4. Mengajukan surat izin ke Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang.
5. Setelah mendapatkan izin dari Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, maka peneliti melaksanakan
penelitian pada tanggal yang telah ditentukan.
6. Meminta data siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang dengan jumlah populasi 83 siswa.
7. Menentukan jumlah sampel penelitian. Jumlah sampel yang
dibutuhkan yaitu sebanyak 45 responden dengan menggunakan
teknik Simple Random Sampling dengan lotre atau undian.
8. Pada saat akan melakukan penelitian, peneliti dibantu oleh 4 asisten
peneliti. Asisten melakukan observasi pada saat pretest dan posttest,
serta memberikan pendidikan kesehatan kepada responden.

9. Mengajukan surat persetujuan menjadi responden, setelah responden


menyetujui, kemudian responden melakukan cap jempol di lembar
persetujuan.
10. Membagi 45 responden menjadi 9 kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 5 responden. Kemudian peneliti membuat
jadwal penelitian, 5 kelompok pertama dilakukan pretest pada hari
senin, pendidikan kesehatan pada hari rabu, dan posttest pada hari
jumat, sedangkan pada 4 kelompok kedua dilakukan pretest pada
hari selasa, pendidikan kesehatan pada hari kamis dan posttest pada
hari sabtu.
11. Peneliti menyiapkan peralatan cuci tangan pakai sabun di luar kelas,
berupa tempat air, sabun cuci tangan dan tissue sebanyak 5 set.
12. Peneliti mengarahkan responden untuk melakukan cuci tangan pakai
sabun, sebagai pretest. Dan peneliti mengobservasi responden dalam
melakukan cuci tangan menggunakan checklist cuci tangan pakai
sabun.
13. Setelah responden selesai melakukan pretest, peneliti memeriksa
hasil observasi pada lembar checklist cuci tangan pakai sabun.
14. Memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.

15. Mengarahkan responden untuk melakukan cuci tangan pakai sabun


kembali

sebagai

posttest,

peneliti

melakukan

observasi

menggunakan checklist cuci tangan pakai sabun.


16. Setelah selesai melakukan observasi, peneliti mengumpulkan
checklist yang telah diisi selanjutnya dilakukan pengolahan data dan
analisis data.

F. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2009), Etika penelitian ada 3, yaitu :
1. Informed Concent
Yaitu persetujuan dari responden atau subjek yang akan diteliti setelah
mendapatkan informasi tentang rencana penelitian yang akan
melibatkannya. Persetujuan ini perlu dibuat untuk menyakinkan bahwa
subjek telah memahami dan tidak berkeberatan sebagai subjek
penelitian. Pada penelitian ini karena responden memiliki keterbatasan
dalam melakukan tanda tangan, maka persetujuan dilakukan dengan
menggunakan cap jempol.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan memberi kode nomor pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
riset.
4. Respect for person (Menghormati manusia)
Aspek yang terkandung dalam etika penelitian adalah otonomi
responden untuk terlibat atau tidak dalam penelitian (Sugiono, 2009).
5. Privacy
Privacy adalah privasi partisipan, tempat pengambilan data berlangsung
dilingkungan sekolah yaitu diteras ruang kelas sehingga tidak terganggu
pihak lain yang tidak berkepentingan dalam penelitian (Notoatmodjo,
2010).

G. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data meliputi :
1. Editing (Penyutingan Data)
Editing adalah tahap pengolahan data yang dilakukan untuk mengoreksi
atau memeriksa kembali data-data yang sudah terkumpul meliputi
kelengkapan data dan kesesuaian data sehingga hasil yang diperoleh

tidak akan error. Jika pengukuran belum lengkap maka akan dilakukan
pengukuran kembali.
2. Scoring
Scoring adalah memberikan nilai terhadap hasil observasi pelaksanaan
sesuai dengan kriteria penilaian yang ditetapkan peneliti untuk
mengukur hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Data hasil penilaian checklist pelaksanaan cuci tangan diberi skor :
a. Skor 1 dikerjakan
b. Skor 0 tidak dikerjakan
3. Coding (Pemberian Kode)
Coding atau pengkodean adalah mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010).
Mengklasifikasikan hasil pengamatan. Klasifikasi dilakukan dengan
cara menandai dengan kode berupa angka, kemudian dimasukan dalam
tabel guna mempermudah membacanya.
Data hasil pengolahan pelaksanaan cuci tangan pakai sabun :
a. Kode 3 untuk pelaksanaan Baik
b. Kode 2 untuk pelaksanaan Cukup
c. Kode 1 untuk pelaksanaan Kurang
4. Tabulating

Tabulating adalah mengelompokan data ke dalam tabel tertentu menurut


sifat dan kategori yang telah dimiliki (Notoatmodjo, 2010). Tabulating
dalam penelitian ini adalah pekerjaan membuat tabel, data-data yang
telah diberi kode kemudian dimasukan kedalam tabel, agar mudah dapat
dijumlah, disusun atau ditata untuk disajikan.
5. Data Entry (Memasukan Data)/Processing
Data adalah jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau software
komputer.
H. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan (Sugiono, 2010). Menurut
Notoatmodjo (2010), bahwa ada 2 macam analisis data. Dalam penelitian
ini analisis yang digunakan adalah :
1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan tiap
variabel yang diteliti secara terpisah dengan cara membuat tabel
frekuensi dari masing-masing variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis
ini digunakan untuk mengetahui kemampuan cuci tangan pakai sabun
pada anak Sindrom Down sebelum diberikan pendidikan kesehatan
dengan metode simulasi dan untuk mengetahui kemampuan cuci tangan

pakai sabun pada anak Sindrom Down setelah diberikan pendidikan


kesehatan dengan metode simulasi.
2. Analisis Bivariat
Pada penelitian ini menggunakan uji nonparametrik, dimana skala
pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Analisa bivariat yang
digunakan adalah untuk analisa perbedaan dua sampel berpasangan
untuk data ordinal menggunakan uji statistik uji Wilcoxon Matched
Pairs untuk menentukan perbedaan nyata antara data pasangan
(dependen) yang diambil sampel. Bila hasil perhitungan p 0,05
berarti Ho ditolak Ha diterima artinya, ada perbedaan pemberian
pendidikan kesehatan dengan metode simulasi terhadap kemampuan
cuci tangan pada anak Sindrom Down. Sebaliknya bila hasil
perhitungan p 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak
ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi
terhadap kemampuan cuci tangan pada anak Sindrom Down.

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat
1. Kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
Tabel 5.1

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kemampuan


cuci tangan pakai sabun sebelum pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom
Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang

Kemampuan cuci tangan


Kurang
Cukup
Baik
Total

Frekuensi
5
34
6
45

Persentase (%)
11,1
75,6
13,3
100,0

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


mempunyai kemampuan cuci tangan sebelum pemberian pendidikan
kesehatan yang cukup yaitu sebanyak 34 responden (75,6%), kurang
sebanyak 5 responden (11,1%) dan baik sebanyak 6 responden (13,3%).

2. Kemampuan cuci tangan pakai sabun setelah pemberian pendidikan


kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
Tabel 5.2

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kemampuan


cuci tangan pakai sabun setelah pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom
Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri
Ungaran Kabupaten Semarang

Kemampuan cuci tangan


Kurang
Cukup
Baik
Total

Frekuensi
0
14
31
45

Persentase (%)
0,00
31,1
68,9
100,0

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


mempunyai kemampuan cuci tangan setelah pemberian pendidikan
kesehatan yang baik yaitu sebanyak 31 responden (68,9%), cukup
sebanyak 14 responden (31,1%) dan tidak ada responden yang memiliki
kemampuan kurang (0,0%).

B. Analisis Bivariat

Perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah


pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak
Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang
Tabel 5.3 Perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan
setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode
simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang
Variabel

Kemampuan cuci tangan pakai


sabun sebelum pemberian
pendidikan kesehatan dengan
metode simulasi.
Kemampuan cuci tangan pakai
sabun setelah pemberian
pendidikan kesehatan dengan
metode simulasi

p value

45

Mean
Rank
15,50

45

0,00

-5,477

0,000

Hasil analisis data didapatkan p value = 0,000<0,05, berarti ada


perbedaan yang signifikan antara kemampuan cuci tangan pakai sabun
sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode
simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat
1. Kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang.
Sebelum pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi,
dilakukan pretest dan didapatkan hasil sebagian besar responden
mempunyai kemampuan cuci tangan kurang sebanyak 5 responden
(11,1%), cukup sebanyak 34 responden (75,6%) dan baik sebanyak 6
responden (13,3%).
Responden yang memiliki kemampuan cuci tangan baik, berasal
dari kelas 5 dan kelas 6, karena sudah pernah mendapatkan pendidikan
kesehatan cuci tangan pakai sabun dan responden masuk dalam kategori
anak dengan IQ sedang. Responden yang memiliki kemampuan cuci
tangan cukup rata-rata berasal dari kelas 3 dan kelas 4, mereka juga sudah
pernah mendapatkan pendidikan kesehatan dari pihak Puskesmas Ungaran,
sehingga mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang cuci tangan pakai
sabun.
Pada responden yang memiliki kemampuan cuci tangan pakai
sabun yang kurang berasal dari kelas 1 sampai kelas 2, karena belum
pernah mendapatkan pendidikan kesehatan sebelumnya. Ada beberapa
langkah cuci tangan yang tidak dilakukan pada saat dilakukan pretest.

Mereka hanya melakukan gerakan cuci tangan menuangkan sabun


secukupnya, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya, dan membilas kedua tangan dengan air
bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk atau tissue.
Faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang adalah
intelegensi. Intelegensi merupakan kemampuan untuk berfikir. Seseorang
yang mempunyai intelegensi yang tinggi, mereka akan dengan cepat,
mudah dan tepat dalam bertindak, sedangkan bagi individu yang memiliki
intelegensi

rendah

akan

lambat

dalam

bertindak,

selain

itu

keanekaragaman faktor biologis, fungsi dan prestasi yang terjadi pada anak
Sindrom Down juga mempengaruhi kemampuan, apalagi berkaitan dengan
pelatihan dalam berbagai selfhelp.
Di SDLB Negeri Ungaran pernah diberikan pendidikan kesehatan
mengenai cuci tangan pakai sabun dari Puskesmas Ungaran kira-kira 1
tahun yang lalu. Walaupun sudah pernah mendapatkan pendidikan
kesehatan, karena pada anak-anak Sindrom Down mengalami defisit
memori, khususnya untuk informasi yang ditampilkan secara verbal,
sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mengingat informasiinformasi yang pernah diberikan dan kemungkinan metode yang
digunakan tidak sesuai dengan karakteristik anak dengan Sindrom Down.
Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya
pelaksanaan PHBS di sekolah, antara lain faktor perilaku dan non perilaku
fisik, faktor sosial ekonomi, faktor teknis, faktor geografi, faktor
kurangnya upaya promontif tentang kesehatan khususnya mengenai PHBS

dari instansi kesehatan (Maryunani, 2013) yang belum optimal dan


berkesinambungan.
2. Kemampuan cuci tangan pakai sabun setelah pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang.

Setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi


didapatkan sebagian besar responden mempunyai kemampuan cuci tangan
dalam kategori cukup (31,1%), baik (68,9%) dan tidak ada responden yang
memiliki kemampuan cuci tangan pakai sabun dalam kategori kurang.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa ada peningkatan
kemampuan cuci tangan pakai sabun pada anak Sindrom Down setelah
diberikan pendidikan kesehatan, ini terbukti dengan responden yang
mempunyai kemampuan cuci tangan kurang yaitu 5 responden (11,1%)
menjadi 0 responden (0,0%), pada responden yang mempunyai
kemampuan cukup yaitu 34 responden (75,6%) turun menjadi 14
responden (31,1%) dan yang sebelumnya hanya 6 responden yang
mempunyai kemampuan baik (13,3%) naik menjadi 31 responden
(68,9%).
Peningkatan kemampuan tersebut terkait dengan pemberian
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu
kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok atau individu, harapannya dengan adanya pesan

tersebut, masyarakat kelompok atau individu dapat memperoleh


pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan
tersebut

diharapkan

dapat

berpengaruh

terhadap

perilakunya

(Notoatmodjo, 2003).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Endang
Zulaicha Susilaningsih tahun 2013, mengenai pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan siswa sekolah dasar
menunjukan hasil adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
perilaku mencuci tangan pada siswa SDN 01 Gonilan.
Dalam memberikan pendidikan kesehatan, perlu memperhatikan
metode atau teknik yang tepat, sesuai dengan karakteristik responden,
salah satu metode yang digunakan adalah metode simulasi. Metode
simulasi merupakan replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem.
Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi adalah sebuah model yang berisi
seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sebuah sistem
kehidupan yang sebenarnya.
Metode simulasi dapat meningkatkan kemampuan pada anak
dengan keterbatasan IQ seperti pada anak Sindrom Down, metode ini
dapat mengurangi hal-hal yang bersifat verbalis dan abstrak, serta dapat
menimbulkan respon positif dari anak-anak yang lamban kurang cakap.
Selain itu metode simulasi lebih dapat memberikan rasa nyaman dan
senang kepada anak-anak Sindrom Down, karena mereka merasa sedang
bermain bukan belajar, dengan begitu materi yang disampaikan akan lebih
mudah diterima oleh anak-anak Sindrom Down.

Dalam pelaksanaan observasi pada saat dilakukan posttest, ada


peningkatan kemampuan cuci tangan, langkah-langkah cuci tangan yang
belum dilakukan pada saat pretest seperti menggosok jari-jari sisi dalam
dari kedua tangan saling mengunci, mengosok ibu jari kiri berputar dalam
genggaman tangan kanan dan sebaliknya, menggosok dengan memutar
ujung jari-jari tangan kanan dan sebaliknya sudah bisa dilakukan saat
posttest. Rata-rata anak kelas 4, 5 dan 6 yang mengalami peningkatan
kemampuan cuci tangan

pakai sabun dari yang cukup menjadi baik,

karena sebelumnya mereka sudah pernah mendapatkan pendidikan


kesehatan, sehingga dengan pemberian pendidikan kesehatan dengan
metode simulasi ini mengingatkan kembali materi atau informasi yang
pernah di dapatkan, peningkatan ini terjadi pada anak dengan kategori IQ
sedang. Peningkatan kemampuan cuci tangan pakai sabun dari yang
kurang menjadi cukup di dapatkan pada responden yang berasal dari kelas
1 dan kelas 2, karena memberikan pendidikan kesehatan dengan metode
yang sesuai maka dapat meningkatan kemampuan seseorang dan
pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun merupakan pengalaman
pertama yang mereka dapatkan.

B. Analisis Bivariat
Perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah
pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak
Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang.

Perbedaan kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah


pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi pada anak sindrom
down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang, berdasarkan uji statistik Wilcoxon didapatkan p value = 0,000 <
0,05, berarti ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan cuci tangan
pakai sabun sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan
metode simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
Pada hasil penelitian ini kemampuan cuci tangan pakai sabun yang baik
setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi sebanyak 31
responden (68,9%), dikarenakan responden tersebut menguasai materi yang
telah diberikan sehingga dapat melakukan cuci tangan pakai sabun dengan
baik. Sebanyak 14 responden (31,1%) memiliki kemampuan cuci tangan
pakai sabun yang cukup, dikarenakan responden kurang percaya diri dalam
melakukan praktek dan dipengaruhi oleh hipotonia yang berat pada beberapa
responden sehingga ada langkah cuci tangan pakai sabun tidak dilakukan.
Sesuai dengan hasil observasi praktek oleh siswa di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang sebagian besar
menunjukan hasil dengan nilai yang baik. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan kesehatan, yaitu pertama pemberi
pendidikan kesehatan, kaitanya dengan siapa, bagaimana latar belakang
pendidikan dan kompetensi pemberi pendidikan kesehatan, dalam penelitian
ini, pemberi pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun adalah seoarang

bidan. Kedua sasaran pendidikan kesehatan, yaitu siapa respondennya,


karakteristik respondennya, dan jumlah responden. Sasaran penelitian ini
adalah anak Sindrom Down. Faktor yang ketiga adalah metode penyampaian
pendidikan

kesehatan, metode yang digunakan adalah metode simulasi

(Effendi, 2000).
Penggunaan metode yang tepat dan sesuai dengan karakteristik responden
juga sangat penting, sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan
baik oleh responden, metode simulasi merupakan kegiatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk mengeluarkan pendapat
yang pada akhirnya diperoleh kesepakatan bersama dalam berfikir atau
memahami materi yang diberikan.
Cara pembelajaran seperti ini lebih pada meningkatkan kemampuan dalam
keterampilan berkomunikasi dan kepekaan terhadap aksi orang lain, sehingga
dengan keterbatasan IQ pada anak Sindrom Down dan kemampuan
komunikasi yang bersifat verbal, maka metode ini sangat tepat dalam
kegiatan pendidikan kesehatan. Didapatkan perubahan yang signifikan pada
responden antara sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan
dengan metode simulasi, efektifitas pendidikan kesehatan dengan metode
simulasi sangat baik dalam merubah perilaku seseorang.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sekar Arum (2012) menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan dengan metode simulasi teknik menggosok gigi
berpengaruh terhadap perubahan indeks kemampuan dan kebersihan gigi dan
mulut pada MI AT-Taufiq kelas V Lakarsanti Surabaya.
C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini,


adapun keterbatasan penelitian, antara lain :
1. Pada penelitian ini tidak mengkategorikan tingkatan IQ pada anak

Sindrom Down, yaitu kategori debil (sedang) dan embisil (rendah)


sehingga tidak dapat melihat bagaimana perbedaan kemampuan cuci
tangan pada anak yang memiliki tingkat IQ sedang dengan anak yang
memiliki tingkat IQ rendah.
2. Penelitian ini hanya memberikan pendidikan kesehatan 1 kali saja. Pada

kenyataannya tidak semua anak dapat langsung mengerti, sehingga butuh


pengulangan dalam memberikan pendidikan kesehatan, ini terjadi pada
anak kelas 1 dan 2 dalam kategori embisil (rendah).
3. Pemberiaan pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun tidak hanya

dilakukan oleh peneliti saja, akan tetapi dilakukan juga oleh asisten
peneliti yang memungkinkan adanya subjektifitas pemberi pendidikan
kesehatan.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2014 tentang
Perbedaan Kemampuan Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum dan Setelah
Pemberian Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Simulasi pada Anak
Sindrom Down di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran
Kabupaten Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar responden mempunyai kemampuan cuci tangan pakai
sabun sebelum pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi
dalam kategori cukup sebanyak 34 responden (75,6%).
2. Responden

yang

mempunyai kemampuan cuci tangan pakai sabun

setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi


sebagian besar memiliki kemmapuan baik sebanyak 31 responden
(68,9%).
3. Ada perbedaan antara kemampuan cuci tangan pakai sabun sebelum dan
setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode simulasi ( p =
0,000 < (0,05)).

B. Saran
1. Bagi Sekolah
Disaranakan

pihak

sekolah

untuk

lebih

berkomitmen

untuk

melaksanakan pendidikan kesehatan dengan menerapkan metode


simulasi dan membiasakan hidup bersih dan sehat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai sumber informasi dalam
rangka menambah referensi dan wawasan pengetahuan tentang
kemampuan cuci tangan dengan pendidikan kesehatan dengan metode
simulasi.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan bagi peneliti yang lain dapat meneliti metode-metode
pendidikan

kesehatan

yang

lainnya

sehingga

dapat

membantu

tersampaikannya informasi kesehatan secara efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Kusmiyati, Yuni. 2007. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.
Yogyakarta: Fitramaya.
Kusyati,Eni dkk. 2013. Ketrampilan & Prosedur Laboratorium
Keperawatan Dasar. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Nevid, Jeffery. Beverly, Green. Spencer, Rathus. 2003. Psikologi
Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Alan, Emery.2003. Dasar-Dasar Genetika Kedokteran. Yogyakarta:
Yayasan Essential medica.
Soekidjo, Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sugiono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung:
CV Alfabeta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka cipta.
Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Sugiono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: CV Alfabeta.
Soetjiningsih. 2000. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Effendi, Nasrul. 2000. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
Mubarak. Adi Santoso, Bambang. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas.
Jakarta: Erlangga.

Syaefudin, Udin., Syamsuddin, Abin. 2005. Perencenaan Pendidikan


Pendekatan Komperhensif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dinkes. 2011. 7 Langkah Mencuci Tangan yang Baik dan Benar.
http://dinkes.magetankab.go.id/node/117%20Langkah%20Mencuci
%20Tangan%20yang%20Baik%20dan%20Benar. Diakses tanggal
19 Desember 2013
Rompas. 2013. Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Dengan Terjadinya Diare Pada Anak Usia Sekolah Di SD GMIM
Kecamatan Tareran.(Skripsi). Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Batonoa, J. 2008. Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare.
http//222.124.164.132/web/detail.php?sid=162887&actmenu=46.
Diakes pada tanggal 25 Desember 2013.
Anitah, Sri, W, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Maryunani, Anik. 2013. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Djauzi, S. 2008. Raih Kembali Kesehatan Mencegah Berbagai Penyakit
Hidup Sehat Untuk Keluarga. Jakarta: Kompas.
Depkes. 2008. Buku Panduan Peringatan Hari Cuci Tangan Sedunia,
Ketiga. Jakarta.
Paisal,Zain.2013.
Manfaat
Cuci
Tangan
Pakai
Sabun
(CTPS). http://www.catatandokter.com/2013/01/manfaat- cucitangan-pakai-sabun-ctps.html. Diakses tanggal 23 Desember
2013.
Misbahuddin. 2013. Analisis Data Penelitian dengan Statistik Edisi Ke-2.
Jakarta: Bumi Aksara.
Mubarak. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: CV Sagung Seto.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka
Cipta.
Durand, V.M, Barlow, D.H. 2007. Essentials of Abnormal Psychology.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.

JADWAL PENYUSUNAN SKRIPSI PERBEDAAN KEMAMPUAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN SEBELUM DAN
SETELAH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE SIMULASI PADA ANAK SINDROM
DOWN DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB) NEGERI UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2013

No

Kegiatan

1
2
3
4

Pengajuan Judul Skripsi


Penyusunan Proposal
Ujian Proposal
Revisi Proposal
Validitas dan

5
6
7
8
9

Reliabilitas
Pelaksanaan Penelitian
Penyusunan Laporan
Ujian Skripsi
Revisi Skripsi

September
1 2 3 4

Oktober
1 2 3 4

November
Desember
1 2 3 4 1 2 3 4

Januari
1 2 3

Februari
1 2 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS)

Oleh
TRI WULANDARI BUDI S
030112b077

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)
A. Identitas Penyuluh
Sub Pokok Bahasan
Waktu pertemuan
Hari/Tanggal
Pertemuan
Sasaran
Penyuluh
Tempat

: Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Pakai Sabun


(CTPS)
: 60 menit
:
: Pertemuan ke I
: Anak Sindrom Down SDLB Negeri Ungaran
: Tri Wulandari Budi S
: SDLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang

B. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cara cuci tangan
diharapkan siswa bisa menerapkan cuci tangan pakai sabun dengan
benar dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cuci tangan pakai
sabun diharapkan anak SDLB Negeri Ungaran Kabupaten
Semarang :
a. Menjelaskan pengertian cuci tangan dengan benar
b. Menyebutkan manfaat cuci tangan dengan benar
c. Menjelaskan tata cara cuci tangan dengan tepat
d. Menjelaskan waktu cuci tangan dengan benar
e. Melakukan simulasi cuci tangan dengan baik

C. Pokok-pokok Materi
1. Pengertian cuci tangan
2. Manfaat cuci tangan
3. Tujuan cuci tangan
4. Tata cara cuci tangan
5. Waktu mencuci tangan

D. Kegiatan Penyuluhan
E. Tahap/

G. Kegiatan Pengajar

F. Waktu
K.
Pen 1. Mengucapkan salam
dahuluan
L.

H.

Kegiatan

M.

mahasiswa
Menjawa

2. Menginformasikan materi yang akan


3

menit

disampaikan

b salam
N.

3. Menjelaskan tujuan dari pembelajaran


4. Melakukan apersepsi mengenai cuci

I. Metode
S.
T.

Memperh

tangan

Memperh

X.
Ceramah

U.

atikan
O.

J. Media/alat

V.
W.

Tanya Jawab

atikan
P.

Memperh
atikan

Q.

Sumbang
saran

Y. Penyajian

1. Menjelaskan kepada siswa tentang

R.
AW.

Z. 10menit

tujuan cuci tangan dengan cara:

AX.

AA.

a. Menggali pengetahuan siswa

AB.

tentang tujuan cuci tangan.

AC.

b. Memberi penguatan atas jawaban

AY.

Sumbang

BY.

DD.

BZ.

DE.

CA.

saran
AZ.

Sumba
ng saran

CB.

DF.LCD,
Laptop dan
Power

AD.
AE.
AF.
AG.
AH.
AI.
AJ.
AK.
AL.
AM.
AN.
AO.
AP.
AQ.
AR.
AS.

siswa.

BA.

c. Menyimpulkan jawaban dari siswa


BC.

b. Memberi penguatan atas jawaban


BF.

c. Menyimpulkan jawaban dari

tangan yang benar, dengan cara:

ah

BJ.

CG.

Power

Sumbang

CH.

Memperh

BL.

mahasiswa

BM.
BN.

Sumbang

Ceramah
CI.

CJ.

Memperh

BK.

c. Menyimpulkan jawaban dari

DJ. LCD,

BE.

atikan

dari mahasiswa.

DI.
Laptop dan

BI.

b. Memberi penguatan atas jawaban

4. Melakukan simulasi cuci tangan

Ceram

CF.

atikan

a. Menggali pengetahuan mahasiswa

DG.

BD.

BG.
BH.

Point
DH.

CE.

saran

mahasiswa

tentang cara cuci tangan.

Memperh

CD.

atikan

tentang alat cuci tangan

3. Menjelaskan cara melakukan cuci

Ceram
ah

BB.

a. Menggali pengetahuan mahasiswa

mahasiswa

CC.

atikan

2. Menjelaskan persiapan alat cuci tangan


dengan benar

Memperh

DK.
Ceramah

CK.
CL.

Point
DL.
DM.

Ceramah

CM.

DN.
DO.

CN.

DP.

CO.

DQ.

CP.Ceramah
CQ.
CR.

LC

D, Laptop
dan Power

Ceram
ah

Point
DR.

dengan melibatkan siswa.

saran

AT.
AU.

BO.
BP.Memperhatikan

AV.
5. Memberikan kesempatan kepada

BQ.

CS.

DS.

CT.Ceramah

DT.

CU.
CV.

BR.

Memper

mahasiswa untuk bertanya

Melak

DV.

ukan simulasi

DW.

hatikan

cara cuci

BS.

tangan pakai

BT.Mengikuti

sabun 7

simulasi cara
cuci tangan

CW.

pakai sabun 7

CX.

langkah

CY.

BV.
BW.

Bertanya
BX.

nutup

Pe

1. Menanyakan kembali materi yang


telah diberikan.

EB.

Menjawab
EC.

DX.

Ala
t Peraga

DY.

langkah

BU.

DZ.

DU.

Tanya
jawab

CZ.
DA.
DB.
DC.
EJ. Ceramah
EK.

ET.

EA.
menit

2. Menyimpulkan materi yang telah


disampaikan.

ED.
EE.

3. Menutup pertemuan dengan

Memperhat

EL.
EM.

Ceram

ikan

mengucapkan salam.

ah

EF.
EG.

Memperhat

EN.
EO.

Ceram

ikan

ah

EH.
EI.

Menjawab

EP.
EQ.

salam

Ceramah
ER.

ES.

EU.
EV.
Evaluasi
1. Prosedur : Posttest
2. Jenis
: Simulasi
3. Alat
: Checklist
EW.
Referensi
EX.
Kusmiyati, Yuni. 2007. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
EY.
EZ.Kusyati,Eni dkk. 2013. Ketrampilan & Prosedur Laboratorium
Keperawatan Dasar. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
FA.
FB.Paisal,Zain.2013.
Manfaat
Cuci
Tangan
Pakai
Sabun
(CTPS). http://www.catatandokter.com/2013/01/manfaat- cucitangan-pakai-sabun-ctps.html. Diakses tanggal 23 Desember
2013.
FC.
FD.
Lampiran
FE.
Lampiran 1 : Materi
FF.
Lampiran 2 : Checklist
FG.
FH.
FI.
FJ.
FK.
FL.
FM.
FN.
FO.
FP.
FQ.
FR.
FS.
FT.
FU.
FV.Lampiran 1
FW.
FX.
MATERI
FY.
FZ.
6. Pengertian Mencuci Tangan
GA.
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan
tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial
yang menular di pelayanan kesehtan, penyebaran mikroorganisme

multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting


tehadap timbulnya wabah (Boyce dan Pitter, 2002 dalam Kusmiyati
2008). Cuci tangan dianggap sebagai salah satu langkah paling efektif
untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi.
GB.
Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari kotoran,
mulai dari ujung jari hingga siku dan lengan atas dengan cara tertentu
sesuai kebutuhan. Mencuci tangan mencegah terjadinya infeksi silang
melalui tangan dan menjaga kebersihan individual. Adapun variasi
mencuci tangan adalah dengan mencuci tangan bersih dan mencuci
tangan steril.
GC.
Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya
dengan cuci tangan menggunakan sabun anti microbial, iritasi kulit
jauh lebih rendah apabila menggunakan sabun biasa (Kusmiyati,
2008).
GD.
7. Manfaat Mencuci Tangan
GE.
Tangan kita adalah bagian dari tubuh yang paling sering
bersentuhan dengan mulut dan hidung. Mulut sebagian tempat
masuknya makanan dan minuman, sekaligus juga tempat masuknya
kuman penyakit. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian
dengan melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan bahan
dan cara yang bena, dan saat yang tepat, akan menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47 % dan angka kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 30% (Zain, 2013).
GF.
8. Tujuan Mencuci Tangan
GG.
Tujuan dari melakukan cuci tangan, antara lain (Kusmiyati,
2008) :
d. Mengurangi mikroorganisme, antara lain : Staphylococcus sp,
Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Neisseria mucosa,
Pseudomonas aeruginosa, Basillus cereus, Escherichia coli
pada tangan dan mencegah kontaminasi.
e. Mencegah atau mengurangi peristiwa infeksi.
f. Memelihara tekstur dan integritas kulit tangan dengan tepat.

GH.
9. Cara Mencuci Tangan
c. Persiapan alat
4) Bak cuci dengan air hangat yang mengalir (sesuaikan dengan
kondisi yang ada).
5) Sabun biasa atau antiseptik.
6) Handuk bersih dan tissue.
d. Prosedur pelaksanaan
4) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
5) Gulungkan lengan baju yang panjang hingga di atas
pergelangan tangan anda. Lepaskan perhiasan dan jam tangan.
6) Lakukan 7 langkah cuci tangan, meliputi :
(j) Basahi kedua telapak tangan anda dengan air mengalir dan
tuang sabun ke telapak tangan. Selanjutnya, gosok kedua
telapak tangan kearah depan dan belakang.
(k) Gosok punggung tangan anda dan masukkan jari ada ke
sela jari secara bergantian.
(l) Gosok sela jari dengan jari-jari tangan yang berlawanan,
lakukan secara bergantian.
(m)Gosok punggung jari secara bergantian.
(n) Gosok ibu jari secara bergantian.
(o) Gosok ujung jari pada telapak tangan secara bergantian.
(p) Bilas kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
(q) Tutup kran dengan tissue atau handuk bersih.
(r) Keringkan tangan dengan handuk bersih.
GI.
10. Waktu Mencuci Tangan
GJ.
Ada 6 saat penting untuk melakukan cuci tangan
pakai sabun menurut Zain (2013), yaitu :
g. Sebelum makan
h. Sesudah buang air besar atau buang air kecil di toilet
i. Sebelum memegang bayi
j. Sesudah menceboki anak
k. Sebelum menyiapkan makanan
l. Setelah batuk atau bersin yang mencemari tangan
GK.
GL.
GM.
GN.
GO.
GP.

GQ.
GR.
GS.
GT.
GU.
GV.
GW.
GX.
GY.
GZ.
HA. Lampiran 2
HB.
HC.

Cheklist Cuci Tangan Pakai Sabun


HD.

HE.

Kelompok

HF.

Nama Responden

HG.
N

HH.

Menuangkan sabun secukupnya.

HQ.

HR.

Meratakan dengan kedua telapak tangan

HW.

HX.

Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri

IB.

IC.

HN. HO.
1

Langkah Cuci Tangan Pakai Sabun

HI.Nilai
HL.
HM.

HP.

HS.HT.
2 HU.

HV.
HY.HZ.

3 dengan tangan kanan dan sebaliknya.

ID.

IA.
IE. Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela

IG.

IH.

IM.

IN.

IR.

IS.

jari.

IF.
II.

IJ. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan

saling mengunci.
IK.

IL.
IO. IP. Menggosok
6

ibu

jari

kiri

berputar

dalam

genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

IT.
7

IX.
8

JC.
9

IQ.
IU. Menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan

IV.

IW.

secara

JA.

JB.

IZ.
JD. Bilas kedua tangan dengan air bersih yang

JE.

JF.

JH.

JK.

kanan dan sebaliknya.

IY. Bersihkan

kedua

pergelangan

tangan

bergantian.

mengalir dan keringkan tangan dengan handuk


bersih.
JG.

Total Score

JI.

JJ.
JL.
JM.
JN.
JO.

JP.SURAT PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN


JQ.
JR. Kepada
JS. Yth. Calon Responden
JT. Di SDLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang
JU.
JV. Dengan Hormat
JW.Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswi program studi
DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran:
JX. Nam

: Tri Wulandari Budi S

JY. NIM

: 030112b077

JZ.

Akan mengadakan penelitian dengan judul Perbedaan kemampuan


cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah pemberian pendidikan
kesehatan dengan metode simulasi pada anak Sindrom Down di Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang.
KA.

Penelitian yang dilakukan tidak menimbulkan akibat yang

merugikan bagi siswa yang menjadi responden. Kerahasiaan semua


informasi yang telah diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Jika tidak bersedia menjadi responden dan ada halhal yang terjadi kemungkinan siswa untuk mengundurkan diri, maka siswa
diperbolehkan mengundurkan diri dan tidak terlibat dalam penelitian ini.
Apabila siswa menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk
menandatangani lembar persetujuan untuk pelaksanaan penelitian.

KB. Atas perhatian, kerjasama dan kesediaannya dalam


berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima
kasih.
KC.
KD.
Hormat Saya
KE.

(Tri Wulandari Budi


S)
KF.

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

KG.
KH.

Dengan membubuhkan cap jempol pada lembar ini, saya:

KI. No. Responden


:
KJ.
KK.
Nama
:
KL.
KM.
Memberikan persetujuan

untuk

menjadi

responden

penelitian. Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Kemampuan Cuci Tangan Pakai
Sabun Sebelum Dan Setelah Pemberian Pendidikan Kesehatan Dengan
Metode Simulasi Pada Anak Sindrom Down Di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) Negeri Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2014. Saya telah
diberitahu peneliti, bahwa jawaban ini bersifat sukarela dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian. Oleh karena itu secara sukarela
saya ikut berperan serta dalam penelitian ini.
KN.

KO.

Semarang,

Februari

2014
KP.
KQ.

Responden

KR.
KS.
KT.
KU.
KV.

KW.
KX.

Tabulasi Data

KZ. Kemampuan Pretest


KY.
N

LA. Kemampuan Posttest


LM. K
at
eg
ori

LN. LO. LP. LQ. LR. LS. LT. LU. LV.


1 2 3 4 5 6 7 8 9

LY. LZ. MA.MB.MC.MD.ME.MF. MG.MH. MI.


1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 5

MJ. C
uk
up

MK.ML. MM.MN.MO.MP. MQ.MR.MS. MT.


1 1 1 1 1 0 1 0 1 7

MU. Ba
ik

MV. MW.MX.MY. MZ.NA. NB. NC.ND.NE. NF.


2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 5

NG. C
uk
up

NH.NI. NJ. NK. NL. NM.NN.NO.NP.


1 1 1 1 1 0 1 0 1

NQ.
7

NR. Ba
ik

NS. NT. NU.NV. NW.NX. NY. NZ. OA.OB. OC.


3 1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

OD. C
uk
up

OE.OF. OG.OH.OI. OJ. OK.OL. OM. ON.


1 1 1 1 0 0 1 1 1 7

OO. Ba
ik

LC. LD. LE. LF. LG. LH. LI. LJ. LK.


1 2 3 4 5 6 7 8 9

LL.
J

LW.
J

LX. Ka
te
go
ri

OP. OQ.OR.OS.OT. OU.OV. OW.OX.OY.


4 1 1 0 0 0 0 0 1 1

OZ.
4

PA. C
uk
up

PB. PC. PD. PE. PF. PG.PH. PI. PJ.


1 1 1 1 0 1 1 0 1

PK.
7

PL. Ba
ik

PM.PN. PO.PP. PQ.PR. PS. PT. PU. PV.


5 1 1 1 0 0 0 1 1 1

PW.
6

PX. B
ai
k

PY. PZ. QA.QB.QC.QD.QE.QF. QG. QH.


1 1 1 1 1 0 1 1 1 8

QI. Ba
ik

QJ. QK.QL. QM.QN.QO.QP. QQ.QR.QS. QT.


6 1 1 1 0 0 0 0 1 1 5

QU. C
uk
up

QV. QW.QX.QY. QZ. RA. RB. RC.RD. RE.


1 1 1 1 0 1 1 1 1 8

RF. Ba
ik

RG.RH.RI. RJ. RK. RL. RM.RN.RO.RP.


7 1 1 1 0 0 0 0 1 1

RQ.
5

RR. C
uk
up

RS. RT. RU.RV. RW.RX. RY. RZ. SA.


1 1 1 1 0 1 1 1 1

SB.
8

SC. Ba
ik

SD. SE. SF. SG.SH. SI. SJ. SK. SL. SM. SN.
8 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7

SO. B
ai
k

SP. SQ.SR. SS. ST. SU. SV. SW.SX.


1 1 1 1 1 1 1 1 1

SY.
9

SZ. Ba
ik

TA. TB. TC. TD. TE. TF. TG. TH. TI. TJ.
9 1 1 1 0 0 1 1 1 1

TK.
7

TL. B
ai
k

TM.TN. TO. TP. TQ. TR. TS. TT. TU.


1 1 1 0 0 1 1 1 1

TV.
7

TW. Ba
ik

TX.
TY. TZ. UA. UB. UC.UD. UE. UF. UG. UH.
1
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6

UI. B
ai
k

UJ. UK. UL. UM.UN.UO.UP. UQ.UR. US.


1 1 1 1 0 1 1 0 1 7

UT. Ba
ik

UU.
UV. UW.UX. UY. UZ. VA. VB. VC. VD. VE.
1
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5

VF. C
uk
up

VG.VH. VI. VJ. VK. VL. VM.VN. VO. VP.


1 1 1 1 0 1 0 1 1 7

VQ. Ba
ik

VR.
VS. VT. VU. VV. VW.VX. VY. VZ. WA. WB.
1
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

WC.C
uk
up

WD.WE.WF.WG.WH.WI. WJ.WK.WL. WM.


1 1 1 1 0 1 0 1 1 7

WN.Ba
ik

WO.
WP.WQ.WR.WS.WT.WU.WV.WW.WX. WY.
1
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6

WZ. B
ai
k

XA. XB. XC. XD. XE. XF. XG.XH. XI.


1 1 1 1 0 1 1 0 1

XK. Ba
ik

XJ.
7

XL.
XM.XN. XO.XP. XQ.XR. XS. XT. XU. XV.
1
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6

XW. B
ai
k

XX. XY. XZ. YA. YB. YC. YD. YE. YF.


1 1 1 1 1 0 1 1 1

YG.
8

YH. Ba
ik

YI.
YJ. YK. YL. YM.YN. YO. YP. YQ.YR. YS.
1
1 1 1 0 0 0 0 0 1 4

YT. C
uk
up

YU. YV. YW.YX. YY. YZ. ZA. ZB. ZC.


1 1 1 1 0 0 0 1 1

ZD.
6

ZE. Ba
ik

ZF.
ZG. ZH. ZI. ZJ. ZK. ZL. ZM.ZN. ZO. ZP.
1
1 1 0 0 0 0 0 0 1 3

ZQ. K
ur
an
g

ZR. ZS. ZT. ZU. ZV. ZW.ZX. ZY. ZZ.


1 1 1 1 0 0 0 0 1

AAA. AAB.
5
Cukup

AAC.
AAN.
AAD.AAE.AAF.AAG.
AAH.AAI.AAJ.AAK.AAL. AAM.
1
Kuran
1 1 0 0 0 0 0 0 1 3
g

AAO.
AAP.AAQ.
AAR.AAS.AAT.AAU.AAV.AAW. AAX. AAY.
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AAZ.
ABA.ABB.ABC.ABD.ABE.ABF.ABG.
ABH.ABI. ABJ.
1
1 1 1 0 0 0 0 0 1 4

ABL.ABM.
ABN.ABO.
ABP.ABQ.
ABR.ABS.ABT. ABU. ABV.
1 1 1 0 1 0 0 0 1 5
Cukup

ABK.
Cukup

ABW.
ABX.ABY.ABZ.ACA.ACB.ACC.
ACD.
ACE.ACF. ACG. ACH.
1
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

ACI.ACJ.ACK.ACL.ACM.
ACN.
ACO.
ACP.ACQ. ACR. ACS.
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
Baik

ACT.
ACU.
ACV.ACW.
ACX.ACY.ACZ.ADA.ADB.ADC. ADD. ADE.
2
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

ADF.ADG.
ADH.
ADI.ADJ.ADK.ADL.ADM.
ADN. ADO. ADP.
1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
Baik

ADQ.
ADR.
ADS.ADT.ADU.
ADV.ADW.
ADX.ADY.ADZ. AEA. AEB.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AEC.AED.AEE.AEF.AEG.
AEH.AEI.AEJ.AEK. AEL. AEM.
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
Baik

AEN.
AEO.
AEP.AEQ.
AER.AES.AET.AEU.AEV.AEW. AEX. AEY.
2
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AEZ.AFA.AFB.AFC.AFD.AFE.AFF.AFG.AFH. AFI.
1 1 1 1 0 1 0 1 1 7

AFK.
AFL.AFM.
AFN.AFO.AFP.AFQ.AFR.AFS.AFT. AFU. AFV.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AFW.
AFX.AFY.AFZ.AGA.
AGB.
AGC.
AGD.
AGE. AGF. AGG.
1 1 1 1 1 1 0 1 1 8
Baik

AFJ.
Baik

AGH.
AGI.AGJ.AGK.
AGL.AGM.
AGN.
AGO.
AGP.AGQ. AGR. AGS.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AGT.AGU.
AGV.AGW.
AGX.
AGY.AGZ.AHA.AHB. AHC. AHD.
1 1 1 1 0 0 1 0 1 6
Baik

AHE.
AHF.AHG.
AHH.
AHI.AHJ.AHK.AHL.AHM.
AHN. AHO. AHP.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AHQ.
AHR.
AHS.AHT.AHU.
AHV.AHW.
AHX.AHY. AHZ. AIA.Ba
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
ik

AIB.
AIC.AID.AIE.AIF.AIG.AIH.AII. AIJ.AIK. AIL.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

AIM.
Cukup

AIN.AIO.AIP.AIQ.AIR.AIS.AIT.AIU.AIV. AIW.
1 1 1 1 0 0 1 0 1 6

AIX.Ba
ik

AIY.
AIZ.AJA.AJB.AJC.AJD.AJE.AJF.AJG.AJH. AJI.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

AJJ.C
uk
up

AJK.AJL.AJM.AJN.AJO.AJP.AJQ.AJR.AJS. AJT.
1 1 1 1 1 0 0 0 1 6

AJU.
Baik

AJV.
AJW.AJX.AJY.AJZ.AKA.AKB.AKC.AKD.AKE. AKF.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

AKG.
Cukup

AKH.AKI.AKJ.AKK.AKL.AKM.
AKN.AKO.
AKP. AKQ. AKR.
1 1 1 1 0 0 1 1 1 7
Baik

AKS.
AKT.AKU.AKV.AKW.
AKX.AKY.AKZ.ALA.ALB. ALC. ALD.
2
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

ALE.ALF.ALG.ALH.ALI.ALJ.ALK.ALL.ALM. ALN. ALO.


1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
Baik

ALP.
ALQ.ALR.ALS.ALT.ALU.ALV.ALW.ALX.ALY. ALZ. AMA.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AMB.
AMC.
AMD.
AME.
AMF.AMG.
AMH.
AMI.AMJ. AMK. AML.
1 1 0 1 0 0 1 0 1 5
Cukup

AMM.
AMN.
AMO.
AMP.AMQ.
AMR.
AMS.
AMT.AMU.
AMV. AMW. AMX.
3
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AMY.AMZ.
ANA.ANB.ANC.
AND.
ANE.ANF.ANG. ANH. ANI.Ba
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
ik

ANJ.
ANK.ANL.ANM.
ANN.
ANO.
ANP.ANQ.
ANR.
ANS. ANT. ANU.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

ANV.ANW.
ANX.ANY.ANZ.AOA.
AOB.
AOC.
AOD. AOE. AOF.
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
Baik

AOG.
AOH.
AOI.AOJ.AOK.
AOL.AOM.
AON.
AOO.
AOP. AOQ. AOR.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AOS.
AOT.AOU.
AOV.AOW.
AOX.
AOY.AOZ.APA. APB. APC.
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

APD.
APO.
APE.APF.APG.
APH.API.APJ.APK.APL.APM. APN.
3
Kuran
1 1 0 0 0 0 0 0 1 3
g

APP.APQ.
APR.APS.APT.APU.APV.APW.
APX. APY. APZ.
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AQA.
AQB.
AQC.
AQD.
AQE.
AQF.AQG.
AQH.
AQI.AQJ. AQK. AQL.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AQM.
AQN.
AQO.
AQP.AQQ.
AQR.
AQS.
AQT.AQU. AQV. AQW.
1 1 0 1 1 0 0 0 1 5
Cukup

AQX.
ARI.C
AQY.AQZ.ARA.ARB.ARC.
ARD.
ARE.ARF.ARG. ARH.
3
uk
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
up

ARJ.ARK.ARL.ARM.
ARN.
ARO.
ARP.ARQ.
ARR. ARS. ART.
1 1 0 1 0 0 1 0 1 5
Cukup

ARU.
ARV.ARW.
ARX.ARY.ARZ.ASA.ASB.ASC.ASD. ASE. ASF.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

ASG.
ASH.ASI.ASJ.ASK.ASL.ASM.
ASN.ASO. ASP. ASQ.
1 1 1 1 0 1 0 0 1 6
Baik

ASR.
ASS.AST.ASU.ASV.ASW.
ASX.ASY.ASZ.ATA. ATB. ATC.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

ATD.ATE.ATF.ATG.ATH.ATI.ATJ.ATK.ATL. ATM. ATN.


1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

ATO.
ATP.ATQ.ATR.ATS.ATT.ATU.ATV.ATW.
ATX. ATY.
3
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

ATZ.
Cukup

AUA.AUB.AUC.
AUD.
AUE.AUF.AUG.
AUH.
AUI. AUJ. AUK.
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AUL.
AUW.
AUM.
AUN.
AUO.
AUP.AUQ.
AUR.
AUS.AUT.AUU. AUV.
4
Kuran
1 1 0 0 0 0 0 0 1 3
g

AUX.AUY.AUZ.AVA.AVB.AVC.AVD.AVE.AVF. AVG. AVH.


1 1 0 1 0 0 1 0 1 5
Cukup

AVI.
AVJ.AVK.AVL.AVM.
AVN.AVO.AVP.AVQ.AVR. AVS. AVT.
4
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AVU.AVV.AVW.
AVX.AVY.AVZ.AWA.
AWB.
AWC. AWD. AWE.
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AWF.
AWG.
AWH.
AWI.AWJ.AWK.
AWL.
AWM.
AWN.
AWO. AWP. AWQ.
4
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AWR.
AWS.
AWT.AWU.
AWV.
AWW.
AWX.
AWY.
AWZ. AXA. AXB.
1 1 0 1 0 0 0 1 1 5
Cukup

AXC.
AXD.AXE.AXF.AXG.
AXH.AXI.AXJ.AXK.AXL. AXM. AXN.
4
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4
Cukup

AXO.
AXP.AXQ.
AXR.AXS.AXT.AXU.AXV.AXW. AXX. AXY.
1 1 0 1 0 1 0 1 1 6
Baik

AXZ.
AYA.AYB.AYC.AYD.AYE.AYF.AYG.AYH.AYI. AYJ.
4
1 1 0 1 0 0 0 0 1 4

AYK.
Cukup

AYW.
AZH.
AYX.AYY.AYZ.AZA.AZB.AZC.AZD.AZE.AZF. AZG.
4
Kuran
1 1 0 0 0 0 0 0 1 3
g

AYL.AYM.
AYN.AYO.AYP.AYQ.AYR.AYS.AYT. AYU. AYV.
1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
Baik

AZI.AZJ.AZK.AZL.AZM.
AZN.AZO.AZP.AZQ. AZR. AZS.
1 1 1 1 0 0 0 0 1 5
Cukup

AZT.

AZU.
AZV.
AZW.
AZX.
AZY.
AZZ.
BAA.
BAB.
BAC.
BAD.
BAE.
BAF.
BAG.
BAH.
BAI.
BAJ.

NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N

Kategori Kemampuan
Posttest - Kategori
Kemampuan Pretest

Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total

0a
30b
15c
45

Mean Rank
.00
15.50

a. Kategori Kemampuan Posttest < Kategori Kemampuan Pretest


b. Kategori Kemampuan Posttest > Kategori Kemampuan Pretest
c. Kategori Kemampuan Posttest = Kategori Kemampuan Pretest

Sum of Ranks
.00
465.00

Test Statisticsb
Kategori
Kemampuan
Posttest Kategori
Kemampuan
Pretest
Z
-5.477a
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000

BAK.
BAL.
BAM.

a. Based on negative ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Frequencies
Statistics

BAN.
BAO.
BAP.

Valid
Missing

Kategori
Kemampuan
Pretest
45
0

Kategori
Kemampuan
Posttest
45
0

Frequency Table
Kategori Kemampuan Pretest

Valid

Kurang
Cukup
Baik
Total

Frequency
5
34
6
45

Percent
11.1
75.6
13.3
100.0

Valid Percent
11.1
75.6
13.3
100.0

Cumulative
Percent
11.1
86.7
100.0

BAQ.
Kategori Kemampuan Posttest

Valid

BAR.
BAS.
BAT.

Cukup
Baik
Total

Frequency
14
31
45

Percent
31.1
68.9
100.0

Valid Percent
31.1
68.9
100.0

Cumulative
Percent
31.1
100.0

Вам также может понравиться