Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
oleh:
Dewi Farida Vivtyasari
NIM. 115070207111005
A. ANATOMI URETRA
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai
orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior
dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior
dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan
normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen
uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
dinamakan
uretra
prostatika.
Bagian
selanjutnya
adalah
uretra
membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar
untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini
bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku
B. FISIOLOGIS URETRA
C. DEFINISI
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan
karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan penyempitan lumen
uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur uretra lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjang uretranya (C. Smeltzer,
Suzanne; 2002 hal 1468).
D. KLASIFIKASI STRIKTUR URETRA
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
E. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh
kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika
telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang
akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea,
walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan
penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu
yang terinfeksi atau menggunakan kondom.1-3
2. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul pada
selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi
pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis,
instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan
kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah. 1-3
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
b. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra,
seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau iatrogenik.
Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau infeksi, keganasan,
dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan gejala sekunder dari
urethritis gonococcal, yang masih umum di beberapa populasi berisiko tinggi.
Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral, kateterisasi
uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik keseluruhan
(reseksi
transurethral,
kateterisasi
uretra,
sistoskopi,
prostatektomi,
operasi
brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada pasien yang
lebih muda dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi hipospadia dan
fraktur panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah
reseksi transurethral dan idiopathy. Penyebab utama penyakit penyempitan multifokal/
tempat
kejadian
mengimplikasikannya
infeksi
sebagai
yang
penyebab.
berhubungan
Namun,
dengan
satu-satunya
striktur
studi
yang
tentang
metaplasia epitel uretra dari normal jenisnya pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel
skuamosa berlapis. Ini adalah epitel yang rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat
terjadi distensi selama berkemih. Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel
menyebabkan ekstravasasi urine saat berkemih yang memicu untuk terbentuknya
fibrosis subepitel. Pada penampakan mikroskopis, tempat terjadinya robekan terbentuk
fibrosis dan menyatu selama periode tahun untuk membentuk plak makroskopik, yang
kemudian dapat menyempitkan uretra jika mereka menyatu di sekitar lingkar uretra
untuk membentuk sebuah cincin yang lengkap. Dalam model pembentukan striktur,
infeksi bakteri dapat menginduksi metaplasia skuamosa, dan faktor lainnya dapat
berupa bahan kimia, fisik atau biologis.
GAMBAR : Anatomi striktur uretra anterior meliputi, dalam banyak kasus, yang
mendasari spongiofibrosis.
a. Sebuah lipat, mukosa.
b. Iris penyempitan.
c. Full-ketebalan keterlibatan dengan fibrosis minimal dalam jaringan
spons.
d. Full-ketebalan spongiofibrosis.
e. Peradangan dan fibrosis yang melibatkan jaringan luar korpus
spongiosum.
f.
G. MANIFESTASI KLINIS
Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan gejala yang
populer diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms). Patofisiologi LUTS
didasarkan atas 2 kelompok gejala, yaitu :
1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli untuk
mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain: weakness of
stream (pancaran kencing melemah), abdominal straining (mengejan), hesitancy
(menunggu saat akan kencing), intermittency (kencing terputus-putus), disuria (nyeri
saat kencing), incomplete emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing
menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan pengisian
kandung kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan kapasitas kandung kemih,
antara lain
: frekuensi,
urgensi,
nocturia,
incontinensia
(paradoxal),
nyeri
suprasimfisis.
3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain tidak
lampias, terminal dribbling, inkontinensia paradoks
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria,
inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak,
infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.
H. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari
penyebab striktur uretra.
b. Pemeriksaan fisik dan local:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
g. Laboratorium
-
h. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses
miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada
wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal
menandakan ada obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan
dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan uretrogram adalah
pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan kontras.uretra.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras
secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan
ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau
operasi.
4. Instrumentasi
I.
PENATALAKSANAAN
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.Pasien
yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk
mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian
antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang
dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra. Tindakan khusus yang
dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan
periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.
Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang
logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang
juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari
bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan
dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan
meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut.
Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi
pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah
bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie
filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan
dengan dilatasi menggunakan bougie lurus.
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan
yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang
pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter
yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan
bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan
asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.
GAMBAR:
Dilatasi uretra pada pasien pria
(lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior
dengan sebuah bougie lurus (G)
dilatasi
dengan
bengkok (H-J)
2. Uretrotomi interna
sebuah
bougie
Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.
4.
Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau
dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse.
Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di
eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft
atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis
dengan menyertakan pembuluh darahnya.
J. KOMPLIKASI
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau
diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan
melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi
trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul
sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan
mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol
di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa
dinding otot.
2. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul
residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan
dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan
normal residu ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan
masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya
kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulas
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine,
kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di
supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
K. HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER URETRA DENGAN STRIKTUR URETRA
Kunci penting permasalahan striktur uretra adalah terbentuknya jaringan parut
atau scar di dalam lumen uretra. Terbentuknya jaringan parut ini adalah sebuah
proses imun tubuh guna memperbaiki kerusakan yang dialami oleh tubuh.
Setidaknya terdapat dua hal yang menyebabkan terbentuknya jaringan parut, yakni
proses inflamasi dan infeksi. Pada beberapa studi juga menyebutkan sistem saraf
berperan pada terjadinya striktur uretra, namun penelitian itu hanya dilakukan pada
tikus percobaan.
Inflamasi pada striktur uretra. Studi pada penggunaan kateter uretra Batch
menyebutkan keterkaitan pembentukan striktur selama penggunaan dengan
peradangan akut dan kronis yang ditandai setelah implantasi subkutan pada tikus.
Tingkat peradangan tidak berkorelasi dengan kekasaran permukaan kateter yang
dinilai dari pemindaian mikroskop elektron, tetapi menunjukkan hubungan yang
sangat baik dengan efek sitotoksik ekstrak yang larut dari kateter pada makrofag
dalam kultur jaringan. Temuan menunjukkan bahwa pembentukan striktur dapat
diinduksi oleh zat kimia dan tidak mungkin berhubungan dengan kekasaran
permukaan kateter. Walaupun belum jelas bagaimana zat kimia dapat menyebabkan
striktur, namun diperkirakan berperan penting adalah proses imunitas berupa
inflamasi lokal yang terjadi di lumen uretra.
Beberapa faktor etiologi dimana kateter dapat menyebabkan striktur uretra
telah didiskusikan. Beberapa tahun terakhir banyak perhatian bahan kateter,
terutama lateks, dan perannya dalam pembentukan striktur. Kateter uretra terbuat
dari berbagai bahan dikombinasikan dengan bahan kimia yang berbeda. Tampaknya
seolah-olah zat kimia dapat larut dari bahan kateter sehingga menyebabkan reaksi
inflamasi. Menggunakan teknik kultur sel dan model hewan yang diimplantasi dari
bahan kateter ke dalam uretra. Studi tersebut menilai sitotoksisitas secara in vitro
(IC50) dan reaksi inflamasi in vivo dari bahan kateter yang berbeda. Studi ini
menegaskan bahwa terutama bahan lateks tidak memiliki efek sitotoksik dan tidak
mungkin sinergis dalam timbulnya gejala pada pasien.20 Pada saat peradangan
tersebut sembuh dengan terbentuknya jaringan fibrosa, jika mengurangi luas lumen
uretra, akan terjadilah striktur uretra.
Terbentuknya biofilm pada pemasangan kateter juga menjadi pemicu infeksi
pada uretra. Di saluran kemih, dikenal biofilm terkait infeksi termasuk prostatitis,
sistitis kronis, urolitiasis struvite, dan kateter terkait infeksi. Biofilm melindungi
organisme penyebab dari sistem pertahanan tubuh dan terapi antimikroba.
Pembentukan biofilm secara tradisional telah dianggap hasil dari adhesi dan
pembentukan kapsul oleh mikroorganisme. Biofilm ini akan membuat lingkungan
yang baik untuk bakteri melakukan invasi dan proliferasi di lapisan epitel uretra.
L. PENCEGAHAN
-
Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan
gagal ginjal.
Melihat beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, terdapat solusi untuk
mencegah
terjadinya
striktur
uretra
atau
paling
tidak
menurunkan
angka
Infeksi sebagai salah satu pencetus terjadinya striktur juga dapat dicegah.
Pencegahan dapat diawali dengan sebuah sistem dimana tenaga medis yang
melakukan kateterisasi diingatkan bahwa kateter masih terpasang dan bila tidak
diperlukan dapat dilepas. Selain itu tenaga medis diingatkan untuk mengganti kateter
yang telah terpasang pada interval tertentu dan bila tenaga medis itu bukan dokter
dapat menggantinya tanpa persetujuan dokter. Pada sebuah studi metanalisa
mendapatkan hasil dengan dilakukan intervensi angka kejadian infeksi saluran
kencing terkait kateter berkurang sebesar 52% (P=0,001). Secara keseluruhan
durasi pemasangan kateter berkurang 37%, 2,61 hari lebih sedikit pada pasien
dengan intervensi. Sedangkan pada studi dengan intervensi penggantian kateter
tidak ditemukan perbedaan sebelum dan sesudah intervensi. 23 Bahan kateter juga
dijadikan pertimbangan. Kateter yang dilapisi silver mengurangi angka kejadian
infeksi terkait kateter. Dengan berkurangnya durasi kateterisasi dan angka kejadian
infeksi saluran kemih terkait kateter maka kemungkinan pasien menjadi striktur
uretra juga berkurang.
Pada guideline eropa dan asia menyebukan langkah-langkah untuk
mencegah infeksi terkait kateter. Langkah-langkah tersebut adalah (1) sistem kateter
harus tetap tertutup, (2) durasi pemasangan kateter haruslah seminimal mungkin, (3)
antiseptik