Вы находитесь на странице: 1из 32

Referat

Sistem Motorik

Pembimbing :
Dr. Yusmanizar Kasim, SpS
Oleh:
Christopher 112014149
Yoshua 112014279
Jelita Septiwati Sitanggang 112015081
Jorgi Neforinaldy M. 112015082

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 26 Oktober s/d 28 November 2015
RSUD KOJA, Jakarta Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul Sistem Motorik. Referat ini disusun sebagai sarana
diskusi dan pembelajaran di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum
Daerah Koja. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pembimbing kami dr. Yusmanizar Kasim,
SpS, yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing kami menyelesaikan
referat ini.
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
mahasiswa fakultas kedokteran, dokter, dan masyarakat Indonesia tentunya. Serta semoga dapat
menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran, terutama di dalam keilmuan penyakit saraf
baik dari segi pengetahuan, pemeriksaan fisik, serta penatalaksanaan dalam mengobati penyakit
yang melibatkan sistem motorik pada tubuh manusia.
Kami menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik mengenai isi,
susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Atas perhatian yang
diberikan kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

ISI

Pemeriksaan Fisik Sistem Motorik ................................................................5


Anatomi Sistem Motorik Upper Motor Neuron (UMN)................................10
Lokalisasi Lesi Pada Sistem Motorik Sentral.................................................19
Anatomi Sistem Motorik Lower Motor Neuron (LMN)................................21
Lokalisasi Lesi Pada Sistem Motorik Perifer ................................................23
....................................................................................................................................
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................30

Daftar Pustaka........................................................................................................................31

BAB I
3

PENDAHULUAN
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).
Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan
area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu
anterior. Upper Motor Neuron(UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik
serebri atau batang otak yang seluruhnya dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan
susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.
Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower motor
neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan
tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. 1,2,3
Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks motorik primer (area 4)
dan area korteks di sekitarnya (terutama korteks premotor, area 6), serta traktus kortikobulbaris dan
traktus kortikospinalis yang berasal dari area kortikal tersebut. 1
Sedangkan basal ganglia adalah kelompok inti materi abu-abu tergeletak jauh di dalam yang otak
belahan otak(inti berekor, putamen dan globus pallidus), yang diencephalon(subthalamic inti), dan
mesencephalon(substantia nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang biasanya menyebabkan gangguan
koordinasi asynergy, ataksia, salah pikiran jarak(dysmetria), dan tremor niat. Myoclonus dan banyak
bentuk tremor tidak tampaknya terkait terutama untuk patologi ganglia basal dan sering muncul di tempat
lain di sistem saraf pusat, termasuk korteks serebral(myoclonus refleks kortikal), batang otak(retikuler
refleks mioklonus, hiperekplexia dan gangguan mioklonus ritmis batang otak seperti mioklonus palatal
dan okular mioklonus), dan sumsum tulang belakang(mioklonus segmental ritmis dan propriospinal
nonrhythmic mioklonus). Sebuah bukti yang semakin kuat mendukung gagasan bahwa beberapa
gangguan gerak adalah induksi di perifer.1,3

BAB II
4

ISI
Pemeriksaan Fisik Sistem Motorik
Pada pemeriksaan motorik yang perlu diperhatikan adalah sikap, kekuatan, tonus,
volume, penampilan, tindakan motorik yang terkoordinasi dan ada tidaknya pergerakan
volunter. Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan
gerak otot. Justru manifestasi objektif inilah yang merupakan bukti riil adanya suatu kelainan
atau penyakit.
Telah dikemukakan bahwa: sindrom lower motor neuron mempunyai gejala : lumpuh,
atoni, atrofi, dan arefleksi. Sindrom lower motor neuron didapatkan pada kerusakan di neuron
motorik, neuraksis neuron motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer), alat
penghubung neuraksis dan otot (myoneural junction). Sindrom upper motor neuron, yang
dijumpai pada kerusakan sistem pyramidal, mempunyai gejala : lumpuh, hipertoni, hiper refleksi,
dan klonus, serta refleks patologis.1
Pemeriksaan
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak involuntar abnormal.
Mengamati sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh baik saat berdiri, duduk,
berbaring, bergerak dan berjalan. Perhatikan juga adanya deformitas pada saat berjalan,
apakah tubuh tampak simetris atau tidak . Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi
besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh
hipotrofi atau atrofi.2
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai
adanya atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di
mana dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan.
Misalnya 3 cm di atas olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan
pula bentuk otot. Hal ini dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu
berkontraksi. Bila didapatkan atrofi, kontur biasanya berubah atau berkurang.2
Di antara gerakan abnormal yang kita kenal ialah : tremor, khorea, atetose,
distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni. Gerakan abnormal dapat terjadi
dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal merupakan kontraksi otot-otot
5

volunteer yang tidak terkendali. Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus
mengobservasi penampilan klinisnya dan manifestasi visualnya, menganalisis pola
gerakan dan melukiskan komponen-komponennya.1
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat
melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah : tremor
normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang
sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang
terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari
tremor fisiologis ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor
yang dijumpai pada hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan.
Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita
tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas tersebut bergetar walaupun tremor
belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein,
obat-obatan seperti adrenalin, efedrin, atau barbiturat.
Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit
Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit
Parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling
tremor). Contoh lainnya adalah tremor intensi. Tremor intensi merupakan tremor yang
timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir
mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat dijumpai pada
gangguan serebellum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di
serebelum, tremor menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hampir mancapai hidung.
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron
motorik, aksonnya serta semua serabut otot yang disarafinya. Gerak fasikulasi biasanya
tidak menyebabkan gerakan pada persendian, kecuali bila fasikulasi terdapat di jari-jari.
Dalam hal sedemikian kadang terjadi gerakan pada persendian.
Fasikulasi mempunyai nilai prognostik pada penyakit degeneratif yang
melibatkan sel neuran motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotrofik lateral). Makin
6

banyak fasikulasi, makin cepat progresivitas penyakit. Kadang-kadang fasikulasi


dijumpai pada orang yang normal. Dalam hal demikian, fasikulasi tidak disertai atrofi,
Fenomena yang serupa (yang disebut miokimia) dapat menyebabkan kontraksi
spasmodik m. orbikularis okuli, m. levator palpebra superior atau otot wajah lainnya. Hal
ini merupakan keadaan yang benigna dan dapat dicetuskan oleh kelelahan atau
kecemasan. Fasikulasi benigna dan miokimia sering menimbulkan rasa takut pada
penderitanya, yang mengasosiasikannya dengan penyakit yang berat.
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai
tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi
anggota gerak dan bagian badan.1 Pada otot yang normal terasa kenyal pada palpasi.
Sebaliknya otot yang lumpuh pada LMN adalah lembik dan kendor, serta konturnya
hilang. Bila otot lumpuh UMN maka konsistensi masih cukup kenyal, bahkan dalam
perbandingan adakalanya terasa lebih tegang. Otot yang distrofi tampak hipertrofi,
reliefnya hilang dan konsistensinya empuk. Nyeri tekan otot ditentukan dengan
memencet otot, karena otot mempunyai jaringan saraf dan jaringan pengikat yang peka
nyeri juga.2
3. Pemeriksaan gerakan pasif
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini
kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian
lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita
mengalami kesulitan menilai tahanan.1
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai
sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi
di traktus pyramidal jadi perlu membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada
gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas).
Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (fenomen cogwheel).1
4. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut1 :
7

a. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita


menahan gerakan ini.
b. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita
menghalangi usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia disuruh
menghalangi (menahan) usaha ini. Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai
tenaga otot. Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan
angka dari 0 5. (0 berarti lumpuh samasekali, dan 5 = normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitas).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
Contoh tenaga 2 : Pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur, namun
tidak mampu mengangkatnya (melawan gaya berat).
Adapun gerak-gerak voluntar yang harus dinilai secara umum adalah sebagai berikut2 :
a. Anteroflexi dan dorsoflexi kepala. Penggerakan ialah otot-otot rektus kapitis anterior,
posterior mayor/minor dan trapezius.
b. Elevasi dan abduksi dari scapula. Penggerak utama ialah otot trapezius, deltoid,
supraskapular dan seratus inferior.
c. Ekstensi sendi siku. Penggerak utama ialah otot triceps.
d. Fleksi di sendi siku, penggerak utama ialah otot biceps, brachial, brachioradial.
e. Depresi dan aduksi dari scapula, penggerak utama ialah otot pectoral dan latisimus
dorsi.
f. Fleksi di sendi pergelangan, penggerak utama ialah otot flexor karpi radialis dan
ulnaris.
g. Ekstensor (dorsofleksi) di sendi pergelangan. Penggerak utama ialah otot ekstensor
karpi radial longus/brevis, ekstensor karpi ulnar dan ekstensor digitorum komunis.
h. Mengepal dan mengembangkan jari-jari tangan. Penggerak utama ialah otot tangan
fleksor digitorum dan ekstensor digitorum dan dibantu oleh otot interosei dorsal dan
volar.
8

i.
j.
k.
l.
m.

Fleksi di sendi panggul. Penggerak utama ialah otot iliopsoas.


Eksteni di sendi panggul. Penggerak utama ialah otot gluteus maksimus
Ekstensi di sendi lutut. Penggerak utama ialah m.quadriceps femoris.
Fleksi di sendi lutut. Penggerak utama ialah m. biceps femoris.
Dorsofleksi di sendi pergelangan kaki dan dorsofleksi jari-jari kaki. Penggerak utama

ialah m. tibialis anterior dan mm. ekstensor jari-jari kaki.


n. Plantarfleksi kaki dan jari-jari kaki. Penggerak utama ialah mm.gastrocnemius,
soleus, peroneus dan fleksor halluces longus.
Kekuatan gerak otot-otot masing-masing harus dinilai apabila dijumpai kelemahan
gerakan akibat lesi pada ototnya sendiri atau akibat lesi di saraf tepi, pleksus, radiks
anterios ataupun di medulla spinalis yang melibatkan beberapa segmen.2
5. Koordinasi gerakan
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia, yaitu
kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama
antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama secara baik, walaupun tidak didapatkan
kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk, atau menggerakkan
anggota badan. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan
gerakan dan dismetria. Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap,
tonus, mengintegrasi, dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat
menyebabkan gangguan sikap dan tonus, dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan
(ataksia). Gerakan menjadi terpecah-pecah, dengan lain perkataan : kombinasi gerakan
yang seharusnya dilakukan secara simultan (sinkron) dan harmonis, menjadi terpecah
pecah dan dilakukan satu per satu serta kadang simpang siur.
Anatomi Sistem Motorik Upper Motor Neuron (UMN)
Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus presentralis lobus
frontalis (Korteks motorik primer, area 4 Broadmann) dan area kortikal di sekitarnya (neuron
motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam jaras serabut yang panjang (terutama traktus
kortikonuklearis dan traktus kortikospinalis/jaras piramidal), melewati batang otak dan turun ke
medula spinallis ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak sinaptik dengan neuron
motorik kedua-biasanya melewati satu atau beberapa interneuron perantara.3

Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-sama
membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang paling langsung dan tercepat
antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu anterius. Selain itu, area kortikal lain
(terutaa korteks premotorik, area 6) dan nuklei subkortikalis (terutama ganglia basalia)
berpartisipasi dalam kontrol neuron gerakan. Area-area tersebut membentuk lengkung umpanbalik yang kompleks satu dengan lainnya dan dengan korteks motorik primer dan serebelum ;
Struktur ini mempengaruhi sel-sel di kornu anterius medula spinalis melalui beberapa jaras yang
berbeda di medula spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi gerakan dan untuk mengatur
tonus otot.3
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dan kornu
anterius medula spinalis berjalan meewati radiks anterior , pleksus saraf (di regio servikal dan
lumbosakral) serta saraf perifer dalam perjalannnya ke otot-otot rangka. Impuls dihantarkan ke
sel-sel otot melalui motor end plate taut neuromuskular.3
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis biasanya menimbulkan
paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu anterius, radiks anterior ,
saraf perifer atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flasid. Defisit motorik akibat
lesi pada sistem saraf jarang terlhat sendiri-sendiri; biasanya disertai oleh berbagai defisit
neuropsikologis dalam berbagai bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya.3

10

Gambar.1 :Struktur otak yang terlibat pada fungsi motorik dan traktus desenden yang berasal dari
struktur tersebut.3

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong dalam kelompok
UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN dibagi dalam susunan
piramidan dan susunan ekstrapiramidal.
Susunan Piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui
interneuron, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni
girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka
berada di lapisan ke V dan masing-masing memliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang
11

berada di korteks motorik menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi


dengan otot kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik yang dekat dengan fisura
lateralis serebri merngurus gerak otot laring, faring, dan lidah. Penyelidikan dengan
elektrostimulasi mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat dipetakan pada
seluruh kawasan motorik sisi kontralateral. Peta itu dikenal sebagai homonkulus motorik. Dari
bagian medial girus presentralis (area 4 = korteks motorik) ke bagian lateral bawah, secara
berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen, toraks,
bahu, lengan, tangan, jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah, dan otot penelan. Yang
menarik perhatian adalah luasnya kawasan peta gerakan tangkas khusus dan terbatasnya kawasan
gerakan tangkas umum. Seperti diperlihatkan oleh homonkulus motorik, Kawasan gerakan otototot jari/tangan adalah jauh lebih luas ketimbang kawasan gerakan otot jari/kaki. Melalui
aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk ini motorik saraf
kranial dan motoneuron di kornu anterior medula spinalis.4
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal. Sebagai berkas saraf
yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di tingkat talamus dan basal ganglia mereka
terdapat di antara kedua bangunan tersebut. Itulah yang dikenal sebagai kapsula interna, yang
dapat dibagi menjadi krus anterior dan posterior. Sudut yang dibentuk oleh kedua bagian interna
itu dikenal sebagai genu. Penataan somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motorik
dimteukan kembali di kawasan kapsula interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus
posterior.4
Di tingkat mesensefalon serabut-serabut itu berkumpul di 3/5 bagian tengah pedunkulus
serebri dan diapit oleh daerah serabut-serabut frontopontin dari sisi medial dan serabut-serabut
parietotemporopontin dari sisi lateral. Di pons serabut-serabut di atas menduduki pes pontis,
dimana terdapat inti-inti tempat serabut-serabut frontopontin dan parietotemporopontin berakhir.
Maka dari itu, bangunan yang merupakan kelanjutan dari pes pontis mengandung hanya serabut
kortikobulbar dan kortikospinal saja. Bangunan tersebut dikenal sebagai piramis dan merupakan
bagian ventral dari medula oblongata.4
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka (di
dalam pedunkulus serebri, lalu di dalam pes pontis dan akhirnya di piramis) untuk menyilang
garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motorik (N.III, IV, V, VI,

12

VII, IX, X, XI) atau interneuronnya di sisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortiikobulbar
berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.4
Di perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis, serabut-serabut kortikospinal
sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral (traktus piramidal lateralis),
yang berjalan di funikulus posterolateralis kontralateral. Sebagian dari mereka tidak menyilang
tetapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateral dan dikenal
sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidal ventralis. Kawasan jaras piramidal
lateral dan ventral makin ke kaudal makin kecil, karen banyak serabut sudah mengakhiri
perjalanan. Pada bagian servikal disampaikan 55% jumlah serabut kortikospinal, sedangkan pada
bagian thorakal dan lumbosakral berturut-turut mendapatkan 20% dan 25%. Mayoritas
motoneuron yang menerima impuls motorik berada di intumesensia servikalis dan lumbalis, yang
mengurus otot-otot anggota gerak atas dan bawah.4
Susunan Ekstrapiramidal
Berbeda dengan uraian yang sederhana tentang susunan piramidal, adalah pembahasan
susunan ekstrapidamidal yang terdiri atas komponen-komponen yakni korpus striatum, globus
palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang
otak, sereblum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4-6-8. Komponenkomponen tersebut dihubungkan satu dengan lain oleh akson masing-masing komponen itu.
Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena
korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka
lintasan sirkuit dinamakan sirkuit striatal.4
Secara sederhana, lintasan sirkuit itu dapat dibedakan dalam sirkuit striatal utama
(prinsipal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesorial)
1. Sirkuit striatal prinsipal
Sirkuit striatal prinsipal tersusun atas tiga mata rantai, yaitu:
a. Hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus
b. Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan talamus
c. Hubungan talamus dengan korteks area 4-6
Data yang tiba di seluruh neokorteks seolah-ola diserahkan kepada korpus
striatum/globus palidus/talamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feed
back bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen

13

susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit
striatal utama itu, maka sirkuit-sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal aksesorik.4
2. Sirkuit striatal aksesorik
a. Sirkuit striatal aksesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan striatumglobus palidus-talamus-striatum
b. Sirkuit striatal aksesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus
subtalamikus-globus palidus
c. Sirkuit striatal aksesorik ke-3 dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatumsubstansia nigra-striatum
Susunan ekstrapidamidal yang dibentuk oleh sirkuit striatal utama dan penunjang
terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik, sehingga memiliki sistem input dan output.4
Data dari dunia luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah terutama impuls asendens
non spesifik yang disalurkan melalui diffuse ascending reticular system atau lintasan
spinotalamik multisinaptik dan impul proprioseptif yang diterima oleh serebelum. Tujuan
lintasan pertama adalah nukleus intralaminar talamus. Data yang diterima oleh serebelum
disampaikan ke talamus juga melalui brakium konjungtivum. Inti talamus yang menerima adalah
nukleus ventralis lateralis talamus dan nukleus ventralis anterior talamus. Kedua lintasan yang
memasukkan data eksteroseptif itu dikenal sebagai sistem input sirkuit striatal.4
Sistem output sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan impuls hasil pengolahan
sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang telah diproses di dalam sirkuit striatal dikirim ke area
4-6 melalui globus palidus dan inti-inti talamik dan pesan-pesan striatal itu disampaikan kepada
nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya ditujukan ke motoneuron. Akson-akson dari
neuron di lapisan V korteks area 4 turun ke batang otak di dalam kawasan frontopontin dan
menjuju ke nukleus ruber dan sel-sel saraf di formasio retikularis. Serabut-serabut rubrospinal
menghubungi baik alfa maupun gama motoneuron yang berada di intumesensia servikalis saja.
Sedangkan serabut-serabut retikulospinal yang sebagian besar multisinaptik sehingga lebih
pantas dijuluki sebagai serabut retikul-spino-spinal menuju ke alfa dan gamma motoneuron
bagian medula spinalis di bawah tingkat servikal. Tercakup juga dalam sistem output adalah
lintasan nigrokolikular dan nigroretikular. Pesan striatal disampaikan ke kolikulus superior dan
formasio retikularis untuk kemudian ditujukan ke motoneuron yang mengatur gerakan kepala
sesai dengan gerakan/posisi kedua bola mata.4

14

Di tingkat kornu anterior, terdapat sirkuit gamma loop yaitu hubungan neuronal yang
melingkari alfa motoneuron-muscle spindle-gamma/alfa motoneuron. Melalui sistem gamma
loop itu tonus otot disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang diinginkan.4
Komponen Sentral Sistem Motorik dan Sindrom klinis akibat Lesi yang Mengenainya
Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks motorik primer
(area 4) dan area korteks di sekitarnya (terutama korteks premotor, area 6), Serta traktus
kortikobulbar dan traktur kortikospinalis yang berasal dari area kortikal tersebut.4
Area Korteks Motorik
Korteks motorik primer (Girus presentralis) merupakan sekumpulan jaringan kortikal
yang terletak di sisi yang berlawanan dengan sulkus sentralis dari korteks somatosendorik primer
(di girus post-sentralis) dan meluas ke atas dan melewati tepi superomedial hemisfer serebri
menuju permukaan medialnya. Area yang merepresentasikan tenggorokan dan laring terletak
pada ujung inferior korteks motorik primer; di bagian atasnya , secara berkesinambungan adalah
area yang merepresentasikan wajah; eksterimatas atas , badan dan ekstremitas bawah. Struktur
ini merupakan Homonkulus motorik terbalik, yang bersesuaian dengan homonkulus
somatosensorik girus post-sentralis.3
Neuron motorik tidak hanya ditemukan di area 4, tetapi juga di area korteks di sekitarnya.
Namun, serabut yan menghantarkan gerakan volunter halus terutama berasal dari girus presentralis. Girus ini merupakan lokasi neuron piramidalis (sel betz) besar yang khas, yang terletak
dilapisan selular kelima korteks dan mengirimkan aksonnya yang bermiyelin tebal dan berdaya
konduksi cepat ketraktur piramidalis. Dahulu, traktus piramidalis seluruhnya dianggap terdiri
dari akson-akson sel betz, tetapi sekarang diketahui bahwa akson sel tersebut hanya berjumlah
3,4-4% jumlah serabut. Komponen serabut terbesar sebenarnya berasal dari sel-sel piramidalis
dan sel-sel fusiformis area 4 dan 6 brodmann yang lebih kecil. Akson yang berasal dari area 4
membentuk sekitar 40% dari seluruh serabut traktus piramidalis; sisanya berasal dari area
frontalis lain, dari area 3, 2, dan 1 korteks somatosensorik parietal (area sensorimotor) dan dari
area lain dilobus parietal. Neuron motorik area 4 memediasi gerakan volunter halus pada sisi
tubuh kontralateral; oleh sebab itu, traktur piramidalis menyilang. Stimulus elektrik langsung
pada area 4, seperti saat tindakan pemindahan syaraf, biasanya mencetuskan kontraksi masing15

masing otot, sedangkan stimulus pada area 6 mencetuskan gerakan yang lebih luas dan
kompleks, misalnya pada seluruh ekstremitas atas atau bawah.3
Traktus Kortikospinalis (Traktus Piramidalis)
Traktus ini berasal dari korteks motorik dan berjalan melalui substantia alba serebri
(Corona radiata), Krus posterius kapsula interna (Serabut terletak sangat berdekatan disini),
Bagian sentral pedunkulus serebri ( krus serebri), Pons , dan basal medula ( Bagian anteriot) ,
tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid. Piramid medula (terdapat
satu pada masing-masing sisi) memberikan nama pada traktus tersebut. Pada bagian ujung bawah
medula, 80-85% serabut piramidal menyilang di sisi lain di deccucasio piramidum. Serabut yng
tidak menyilang disini berjalan menuruni medula spinal di fenikulus anterior ipsilaterlal sebagai
traktus kortikospinalis anterior ; serabut ini menyilang lebih ke bawah ( biasanya setingkat
segmen yang dipersarafinya), melalui komisura anterior medula spinalis. Pada tingkat servikal
dan torakal , kemungkinan juga terdapat beberapa serabut yang tetap tidak menyilang dan
mempersarafi neuron motorik ipsilateral di kornu anterius, sehingga otot-otot leher dan badan
mendapatkan persarafan korikal bilateral. Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di
dekusasio piramidum, kemudian menuruni medula spinalis di funikulus lateralis kontralateral
sebagai traktus kortispinalis lateralis. Traktus ini mengecil pada area potong-lintangnya ketika
berjalan turun kebawah medula spinalis, karna beberapa serabutnya berakhiir di masing-masing
segmen disepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus piramidalis berakhir
membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudain menghantarkan impuls motorik ke
neuron motor yang besar di kornu anterius, serta ke neuron motorik yang lebih kecil.3
Traktus Kortikonuklearis (Traktus Kortikobulbaris)
Beberapa serabut traktus piramidalis membentuk cabang dan massa utama ketika
melewati otak tengah dan kemudian berjalan lebih ke dorsal menuju nuklei nervi kranialis
motorik . Serabut yang mepersarafi nuklei batang otak ini sebagian menyilang dan tidak
menyilang. Nuklei yang menerima input traktus piramidalis adalah nuklei yang memediasi
gerakan volunter otot-otot kranial melalui nervus kranialis V ( nervus trigeminus), Nervus
kranialis VII (Nervus fasialis), Nervus krnaialis IX, X , XI ( Nervus glossofaringeus , Nervus
vagus dan nervus aksesorius), Serta Nervus kranialis XII ( Nervus Hypoglossus).3
16

Traktus Kortikosensefalikus
Ada pula sekumpulan serabut yang berjalan bersama-sama dengan traktus kortionuklearis
yang tidak berasal dari area 4 atau area 6 , tetapi berasal dari area 8 , lapang mata frontal. Impuls
dari serabut-serabut ini memediasi gerakan mata konjugat , yang merupakan proses motorik yang
kompleks. Karena asal dan fungsinya yang khas , jaras yang berasal dari lapang mata frontal
memiliki nama yang berbeda ( traktus kortikomesensefalikus ) meskipun sebagian besar penulis ,
menganggap jaras ini sebagai bagian dari traktus kortionuklearis.3
Traktus Kortikomesensefalikus berjalan bersama dengan traktus piramidalis ( tepat di bagian
rostralnya, di krus posterius kapsula interna) dan kemudian mengarah ke bagian dorsal menuju
nuklei nervi kranialis yang memediasi pergerakan mata , yaitu nervus kranialis III , IV , dan VI
( Nervus okulumotorius, Nervus troklearis dan nervus abdusens). Area 8 mempersarafi otot-otot
mata secara ekslusif dengan cara yang sinergis, bukan secara individual. Stimulasi pada area 8
mencetuskan deviasi tatapan konjugat ke sisi kontralateral. Serabut-serabut traktus
kortikomesensefalik tidak langsung berakhir pada neuron motor nuklei nervi kranialis III , IV
dan VI; Situasi anatomis di daerah ini rumit dan masih belum dipahami.3
Komponen Sistem motorik sentral lainnya
Sejumlah jaras-jaras sentral selain traktus piramidalis, memiliki peran penting pada
pengendalian

fungsi

motorik.

Suatu

kelompok

serabut

yang

penting

(traktus

kortikopontosereblaris) menghantarkan informasi dari korteks serebri ke serebelum, kemudian


input yang ditimbulkannya memodulasi gerakan terencana . Serabut lain berjalan dari korteks ke
ganglia basalia (terutama korpus striatum= nukleu kaudatus dan putamen), Subtantia nigra , dan
formatio retikularis batang otak, serta nuklei lainnya ( misalnya , ditektum mesensefali). Pada
masing-masing struktur tersebut , Impul dihantarkan melalui interneuron ke traktus eferen yang
berproyeksi ke motor neuron di kornu anterius. Medula spinalis-traktus tektospinalis, traktus
ruprospinalis , traktus retikulospinalis , traktus vestibulospinalis dan traktus lainnya). Traktustraktus tersebut memungkinkan serebelum , ganglia basalia, dan nuklei motorik di batang otak
untuk mempengaruhi fungsi motorik di medula spinalis.3
Traktus Motorik Lateral dan Medial di Medula Spinalis
17

Traktus motorik di medula spinalis secara anatomi dan fungsional terpisah menjadi dua
kelompok; kelompok lateral , yang terdiri dari traktus kortikospinalis dan traktus ruprospinalis ,
serta kelompok medial , yang terdiri dari traktus retikulospinalis , traktus vestibulospinalis dan
traktus tektospinalis ( kuypers,1985). Traktus lateral terutama berproyeksi ke otot-otot distal
(terutama di ekstremitas atas) dan juga membuat hubungan propriospinal yang pendek. Serabutserabut ini terutama berperan pada gerakan volunter lengan bawah dan tangan , untuk kontrol
motorik halus yang tepat dan terampil. Sebaliknya , traktus medial mempersarafi neuron motor
yang terletak lebih medial di kornu anterius dan membuat hubungan propriospinal yang relatif
panjang. Serabut ini terutama berperan pada gerakan tubuh dan ekstremitas bawah (postur dan
gait).3
Lesi-lesi pada Jaras Motorik Sentral (UMN)
Patogenesis paresis spastik sentral. Pada fase akut suatu lesi di traktus kortikospinalis,
refelks tendon profunda akan bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flasid pada otot. Refleks
muncul kembali beberap hari atau beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karna
spinde otot berespon lebih sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal,
terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah. Hipersensitifitas ini terjadi
karna hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusi motor ( neuron motor ) yang
mempersarafi otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi secara permanen.
(prestreched) dan lebih mudah berespon terhadap peregangan otot lebih lanjut dibandingkan
normal. Gangguan sirkuit regulasi panjang otot mungkin terjadi yaitu berupa pemendekan
panjang target secara abnormal pada fleksor ektremitas atas dan ekstensor ektremitas bawah.
Hasilnya adalah peningkatan tonus spastik dan hiperrefleksia, serta tanda-tanda traktus
piramidalis dan klonus. Diantara tanda-tanda traktus piramidalis tersebut terdapat tanda-tanda
yang sudah dikenal baik pada jari-jari tangan dan kaki, seperti tanda babinski ( ekstensi tonik ibu
jari kaki sebagai respons terhadap gesekan di telapak kaki ).3
Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat ( otak dan/atau medula
spinalis ) dan akan terlihat lebih jelas bila terjadi kerusakan pada traktus desendens lateral dan
medial sekaligus ( misalnya pada lesi medula spinalis ). Patofisiologi spastisitas masih belum
dipahami, tetapi jaras motorik tambahan jelas memiliki peran penting, karena lesi kortikal murni
dan terisolasi tidak menyebabkan spastisitas.3
18

Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari:


-

Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus


Peningkatan tonus spastik
Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus
Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks ekstreoseptif ( refleks abdominal, refleks plantar,

dan refleks kremaster )


Refleks patologis ( refleks babinski, oppenheim, gordon, dan mendel-bekh-terev, serta

disinhibisi respons hindar [flight], dan


( awalnya massa otot tetap baik )

Lokalisasi lesi pada sistem motorik sentral


Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera
traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontralateral. Hemiparesis yang terlihat
pada wajah dan tangan ( kelemahan brakhiofasial ) lebih sering terjadi dibandingkan di daerah
lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas, temuan klinis
khas yang berkaitan dengan lesi yang lokasi tersebut (a) adalah paresis ekstremitas atas bagian
distal yang dominan, konsekuensi fungsional yang terberat adalah gangguan kontrol motorik
halus, kelemahan tersebut tidak total ( paresis, bukan plegia ), dan lebih berupa gangguan flasid,
bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan (nonpiramidal) sebagian besar tidak
terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut (a) dapat menimbulkan kejang fokal.3
Jika kapsula interna terlibat akan terjadi hemiplegia spastik kontralateral-lesi pada level
ini mengenai serabut piramidal dan serabut non piramidal, karena serabut kedua jaras tersebut
terletak berdekatan. Traktus kortikonuklearis juga terkena, sehingga terjadi paresis nervus fasialis
kontralateral, dan mungkin disertai oleh paresis nervus hipoglosus tipe sentral. Namun, tidak
terlihat defisit nervus kranialis lainnya karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat
persarafan bilateral. Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flasid (pada fase syok)
tetapi menjadi spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut
nonpiramidal yang terjadi bersamaan.3
Lesi setingkat pedunkulus serebri, seperti proses vaskular pendarahan, atau tumor,
menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral.3

19

Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada tumor, iskemia batang
otak, pendarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral. Biasanya,
tidak semua serabut traktus piramidalis terkena, karena serabut-serabut tersebut menyebar di
daerah potong-lintang yang lebih luas di daerah pons dibandingkan di daerah lainnya (misalnya,
setingkat kapsula interna). Serabut-serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus
hipoglosalis telah berjalan ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini; dengan
demikian, kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus trigeminus atau nervus abdusens ipsilateral.
Lesi pada piramid medula dapat merusak serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal
pada tingkat ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flasid kontralateral. Kelemahan tidak
bersifat total (paresis, bukan plegia). Karena jaras desendens lain tidak terganggu.3
Lesi traktus piramidalis di medula spinalis. Suatu lesi yang mengenai traktus
piramidalis pada level servikal menyebabkan hemiplegia, spastik ipsilateral; ipsilateral karena
traktus tersebut telah menyilang pada level yang lebih tinggi, dan spastik karena traktus tersebut
mengandung serabut-serabut piramidalis dan non piramidalis pada level ini, lesi bilateral di
medula spinalis servikalis bagian atas menyebabkan kuadriparesis atau kuadriplegia.3
Sebuah lesi yang mengenai traktus piramidalis di medula spinalis torasika menimbulkan
monoplegia ipsilateral pada ekstremitas bawah. Lesi bilateral menyebabkan paraplegia.
Anatomi Sistem Motorik Lower Motor Neuron (LMN)
Titik dimana persyarafan sudah keluar dari kornu anterior medulla spinalis dan
meneruskan perjalanan sampai ke otot. Neurotransmitter yang ikut menyampaikan impuls syaraf
dari UMN adalah glutamine yang ditangkap oleh glutamin reseptor. LMN disebut juga sistem
syaraf perifer karena mempersyarafi semua otot-otot tubuh, lengan dan tungkai.3

20

Gambar 2. Saraf lower neuron motor3

Klasifikasi menurut target dari motor neuron, dibagi menjadi 3 antara lain :

Somatic motor neurons, berasal dari susunan saraf pusat, menuju medulla spinalis
keluar dari cornu anterior dan mempersyarafi saraf skeletal

Special visceral motor neurons, disebut juga brankial motor neuron dimana dipersyarari
langsung oleh otot brankial (otot-otot dari syaraf kranialis)

General visceral motor neurons (visceral motor neurons), Mempersarafi otot jantung
dan otot polos dari organ dalam (termasuk otot polos arteri, dan kelenjar), nervus ini
bersinaps pada ganglia dari sistem nervus otonom (parasimpatis dan simpatis)

Akibatnya :

Saraf motorik untuk otot skeletal dan otot brankial adalah monosinaptik (melibatkan
hanya 1 motor neuron)
21

Saraf motorik untuk organ visceral adalah disinaptik (melibatkan 2 neuron; 1 berlokasi
dari SSP yang bersinaps di ganglion, 1 lagi berlokasi di susunan syaraf perifer yang
bersinaps ke otot)
Sering diperdebatkan diantara saraf yang mempersarafi otot polos, saraf ganglion,

parasimpatis dan simpatis adalah motor neuron sedangkan visceral motor neuron dianggap
sebagai neuron preganglionik. Terminologi yang sering digunakan sekarang bahwa motor
neuron adalah jaras lintasan yang berasal dari susunan saraf pusat, untuk motorik skeletal.
Pada manusia dan hewan bertulang belakang, motor neuron tergolong kolinergik yang
melepaskan neurotransmitter asetilkolin termasuk neuron ganglion parasimpatis. Dimana
kebanyakan dari saraf simpatis adalah noradrenergic yang melepastkan neurotransmitter
noradrenalin.3

Anatomi somatic motor neuron


Somatic motor neuron terdiri dari alfa eferen neuron, beta eferen neuron dan gamma
eferen neuron. Dikatakan eferen karena menbawa aliran informasi atau stimulus dari susunan
saraf pusat ke saraf perifer.

Alpha motor neurons, Mempersyarafi serabut otot ekstrafusal (tipe serat kerja lambat) yang
berlokasi didalam otot. Sel-sel nya menyerupai sel cornu anterior / cornu ventralis dari
medulla spinalis sehingga sering disebut sebgai sel cornu anterior. Alfa motor neuron ini
berkontribusi dalam tonus otot. Ketika otot teregang, saraf sensorik yang ada dalam otot
spindle akan mengirimkan signal ke SSP, dan SSP akan langsung mengirimkan jawaban ke sel
alfa motor neuron ini, sehingga proses ini dinamakan refleks regang.

Beta motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal yang tehubung dengan serat
ekstrafusal.

Gamma motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal didalam otot spindle yang
mengatur kontraksi serat otot kapan diperlukan regangan yang besar dan kapan hanya
mengeluarkan respon kecil.3
22

Motor units
Motor neuron dan semua serat otot terhubung dalam sebuah motor unit, dimana motor unit
ini dibagi menjadi 3 kategori :

Slow (S) motor units stimulate small muscle fibres, which contract very slowly lambat
dan menyediakan jumlah kecil energy tetapi sangat tahan terdapat lelah, sehingga mereka
digunakan untuk menunjang kontraksi otot, seperti menjaga tubuh pada posisi berdiri
tegak.

Fast fatiguing(FF) motor unit yang merangsang kumpulan otot yang lebih besar, yang
dapat menyediakan tenaga dalam jumlah lebih besar tetapi cepat lelah. Mereka dipakai
dalam tugas yang memerlukan energy besar seperti berlari, melompat.

Fast fatigue-resistant motor units, merangsang otot berukurang sedang yang tidak
bereaksi secapat FF motor unit tetapi dapat bertahan lebih lama dan menyediakan tenaga
dibandingkan S motor unit, seperti berjalan santai.3

Lokalisasi lesi pada sistem motorik perifer

Cornu anterior medulla spinalis : poliomyelitis (infeksi), sindrom corda anterior

(trauma).
Sel mielitis axon motorik : mielitis (infeksi), guillain barre syndrome (autoimun).
Motor end plate : miastenia gravis (autoimun), botulinum toksin, tetanus (toxin),

Duchenne Muscular dystrophy (genetic), neuromiotonia (elektrolit imbalance).


Saraf perifer
: neuropati perifer (metabolic / idiopatik)
Muskulus
: miopati (idiopatik), miositis (infeksi).

23

Gambar 3 : Pembagian kelumpuhan LMN.

Sindrom paralisid flasid. Sindrom ini terdiri dari:

Penurunan Kekuatan dasar


Hipotonia atau atonia otot
Hiporefleksia atau arefleksia
Atrofi otot

Perbedaan antara UMN & LMN

UMN

LMN

Kekuatan

Perese Paralisis

Perese - Paralisis

Tonus

Meningkat/Spastik

Menurun -

Clonus (+)

Flaccid

Refleks Patologis

(+)

(-)

Refleks Fisiologis

Meningkat

Menurun -Hilang
24

Atropi

Disuse Atropi

(+)

Lesi pada Motor Neuron Medula Spinalis


Poliomielitis ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh suatu kelompok virus
neurotropik (tipe I,II,III). Virus poliomielitis mempunyai afinitas khusus pada sel-sel kornu
anterior medula spinalis dan inti motorik tertentu di batang otak. Sel-sel saraf yang terkena
mengalami nekrosis dan otot-otot yang suplainya menjadi paralisis.5

Gambar 6. Poliomielitis.5
Poliomielitis non paralitik. Khas untuk penyakit ini adalah nyeri dan kaku otot belakang
leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonus, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak,
ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha untuk duduk dari sikap tidur, maka ia
akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat
tidur (tanda tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara
positif dengan Kernig dan Brudzinsky yang positif. Head drop yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang.
Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan
terdapat poliomielitis paralitik.5
Poliomielitis paralitik. Gejala klinisnya sama dengan Poliomielitis non paralitik disertai
dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet. Gejala ini dapat menghilang selama
beberapa hari dan kemudian muncul kembali disertai kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flasid
paralisis yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling sering bterkena adalah tungkai. Pada
keadan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernafasan.5
Lesi Pada Radix Medulla Spinalis

25

Guillain-Barre Syndrome. Walaupun penyakit acute Idiopathic Polyneuritis sudah


dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi beberapa sarjana terutama dari Perancis dan AngloAmerican masih bertentangan mengenai nomenclatur, gejala-gejala klinik, pemeriksaan
laboratorium terutama liquor cerebrospinalis dan prognosis. Sarjana-sarjana Perancis menyebut
penyakit ini berdasarkan penemuan, yang menyebut penyakit ini polyradiculoneuritis yang
benigna dan reversible, dapat pula disertai kelainan saraf otak, atau disertai kematian karena
ascending paralysis. Mereka tidak ikut sertakan penderita-penderita yang tidak menunjukkan
dissociasi cytoalbuminique hal mana tidak disetujui oleh sarjana- sarjana Amerika dan Inggeris,
yang berpandangan lebih luas. Banyak istilah telah dipakai untuk penyakit itu diantaranya,
infectious polyneuritis, acute segmentally demyelinating Polyradiculoneuropathy, acute
polyneuritis with facial diplegia, acute polyradiculitis, atau Guillain Barre Strohl Syndrome.6
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu npenyakit autoimun
oleh karena adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor pencetus.
Sedangkan etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena. 7,8
a. Infeksi
b. Infeksi virus

: misal radang tenggorokan atau radang lainnya


: measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B,

Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf,coxakie)


c. Vaksin
: rabies, swine flu
d. Infeksi yang lain
:Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
campylobacter jejuni
e. Keganasan

: Hodgkinsdisease, carcinoma,lymphoma

Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter
jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan strujtur
biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik,
sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga menyerang myelin.
Pada dasarnya guillain barre adalah self Limited atau bisa sembuh dengan sendirinya.
Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang meluas sehingga pada
keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu nafasnya.8
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) Suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus
intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protusi diskus) atau nucleus pulposus yang terlepas
sebagian tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture disc).9

26

Gambar 7. Nucleus pulposus.9


Berdasarkan lokasi pada umumnya dibedakan menjadi 2 lokasi antara lain : 9,10
Cervical disc herniation
Terjadi pada daerah leher, paling sering antara C5-C6 dan C6-C7. Gejalanya berupa rasa
nyeri sampai ke tengkorak kepala bagian belakang, kekakuan bahu, scapula, menjalar
hingga ke lengan dan tangan sehingga menimbulkan kumpulan gejala yang disebut
Cervical Syndrome. Nervus yang terserang adalah plexus servikalis dan plexus brachialis.

Lumbar disc herniation


Herniasi diskus lumbalis terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Gejala melibatkan pinggang,
pantat, paha, ano-genital (melalui nervus pudendus) dan menjalar ke kaki sampai telapak
kaki. Nervus ishiadikus yang paling banyak terkena, sehingga menyebabkan kumpulan
gejala yaitu sindrom ischialgia antara lain kesemutan, baal, pada sesisi kaki, rasa terbakar
pada panggul yang menjalar ke kaki, rasa nyeri seperti tersetrum listrik seolah-olah dari
dalam panggul menjalar ke paha.
Gejala klinis dari herniasi diskus sangat bervariasi tergantung tempat terkenanya dan tipe
jaringan lunak yang ikut terkena. Gejala klinis dapat bervariasi dari tidak ada gejala atau rasa
sakit sedikit karena hanya jaringan saja yang terkena, sampai gejala klinis berat seperti leher
yang tidak dapat berputar, low back pain.

27

Gambar 8.Tahapan hernia nucleus pulposus.10


Seringnya, HNP tidak terdiagnosis dengan cepat pada pasien yang datang dengan keluhan
rasa nyeri pada paha, lutut, atau kaki. gejala lain yang didapati adalah perubahan sensorik dan
motorik seperti baal, kesemutan, kelemahan otot, paralisis dan mempengaruhi refleks.
Tidak seperti nyeri berdenyut, atau nyeri hilang timbul yang disebabkan oleh spasme
otot. Nyeri dari HNP biasanya terus menerus atau setidaknya terus menerus pada posisi tubuh
tertentu. Gejala juga biasanya terlihat hanya sesisi. Jika HNP terjadi sangat besar dan menekan
korda spinalis dari cauda equine pada regio lumbal, maka kedua sisi tubuh dapat terkena
seringnya diserta dengan komplikasi yang serius. Kompresi cauda equina dapat menyebabkan
kerusakan nervus permanen atau kelumpuhan. Kerusakan nervus seperti hilangnya kontrol
terhadap usus, kandung kemih dan disfungsi seksual. Kumpulan dari gejala ini dinamakan
sindrom cauda equina.10
Lesi pada saraf perifer
Neuropathy Perifer. Neuropati perifer adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan

gangguan

saraf-saraf

perifer

akibat

berbagai

penyebab.

Polineuropati

sering berkaitan dengan penyakit sistemik, misalnya diabetes dan obat, toksin lingkungan,
dan beragam penyakit genetik. Mononeuropati mengisyaratkan keterlibatan fokal satu berkas
saraf dan menandakan penyebab lokal seperti trauma, penekanan, atau penjepitan.11
Gejala khas dari neuropati adalah berkaitan dengan jenis saraf yang terkena. Jika saraf
sensoris yang rusak, gejala umumnya termasuk kebas, kesemutan pada daerah yang terkena,
28

sensasi seperti ditusuk-tusuk, atau nyeri. Nyeri yang berkaitan dengan neuropati dapat cukup
kuat dan dapat digambarkan seperti nyeri tusuk, terpotong, terasa remuk, dan rasa terbakar. Pada
beberapa kasus rangsangan tidak nyeri dapat diterjemahkan sebagai nyeri yang hebat atau nyeri
juga dapat dirasakan bahkan tanpa ada rangsangan.11,12
Kerusakan saraf motoris biasanya di indikasikan dengan kelemahan pada daerah yang
dipengaruhi. Jika masalah dengan saraf motoris berlanjut dalam suatu periode waktu, atrofi atau
berkurangnya tonus otot dapat terlihat jelas.
Kerusakan saraf otonom terlihat paling jelas ketika seseorang berdiri dan mengalami
masalah seperti kepala terasa ringan atau perubahan tekanan darah. Indikasi lain kerusakan saraf
otonom adalah kurangnya keringat, air mata dan air liur, konstipasi, retensi urin dan impotensi.
Dalam beberapa kasus, dapat terjadi gangguan irama jantung dan masalah-masalah pernafasan.
Gejala-gejala dapat muncul dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Jangka waktu dan hasil akhir dari neuropati berkaitan dengan penyebab kerusakan saraf.
Penyebab potensial termasuk penyakit, trauma fisik, keracunan, malnutrisi dan penyalahgunaan
alkohol. Pada beberapa kasus neuropati bukanlah merupakan gangguan utama, namun
merupakan suatu gejala dari penyakit yang mendasarinya.13
Lesi pada Neuromuskular Junction
Myastenia Gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian
kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG
dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung
melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site
dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin
pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptorreseptor asetilkolin yang baru disintesis.14
29

Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada


otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan
merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila
penderita beristirahat. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; kelemahan pada otot
ekstraokular atau ptosis, dan Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk
yang akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.14

BAB III
PENUTUP
Sistem motorik merupakan sesuatu yang penting dan esensial di dalam ilmu penyakit
saraf maupun di bidang kedokteran itu sendiri. Pemeriksaan motorik hampir pasti selalu
dilakukan dalam pemeriksaan fisik pasien terutama pada pasien dengan penyakit saraf. Oleh
karena itu telah dibahas secara komprehensif mengenai pemeriksaan fisik motorik pada makalah
ini. Selain itu dibutuhkan juga kemampuan untuk mengetahui lokasi-lokasi lesi pada penyakit
saraf dari hasil pemeriksaan tersebut berupa pemetaan dari lesi UMN dan LMN. Pada lesi UMN
didapatkan gejala paralisis dimana terdapat peningkatan tonus otot serta didapatkannya klonus.
Refleks patologi juga didapatkan positif, refleks fisiologis yang meningkat, dan juga terdapat
disused atrofi. Pada LMN didapatkan gejala flassid dimana didapatkan penurunan tonus otot,
refleks patologis yang tidak ada, refleks fisiologis yang menurun atau bahkan hilang, serta
didapatkannya atrofi. Dari sini, diharapkan bahwa pada pemeriksaan fisik dapat diketahui lesi
dari suatu penyakit terdapat pada UMN atau LMN. Setelah diketahui lokasinya secara general,
30

pada pemeriksaan selanjutnya diharapkan dapat diketahui lokasi lesi secara spesifik sehingga
dapat ditatalaksana secara tepat sehingga menghasilkan prognosis yang baik ke depannya.

Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik : pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: penerbit
FKUI; 2008.h.87-111.
2. Sidharta P. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta: Dian Rakyat;
1995.h.291-471.
3. Baehr M , Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS. Jakarta . Penerbit buku
kedokteran EGC. 2014 ; hal 48-94
4. Mardjonno M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2010. h. 1-7.
5. Hadyanto J. Poliomielitis dasar-dasar pembedahan dan rehabilitasi tehnik-tehnik
untuk rumah sakit daerah. Jakarta: EGC;1996. hlm 13-8.
6. Japardi

I.

Sindrom

guillain

barre.

Tahun

2002.Diunduh

dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1958/1/bedahiskandar
%20japardi46.pdf
31

7. Hartung H, Kieseier BC, Kiefer R. Progress in Guillain-Barre syndrome. Curr Opin


Neurol, 14:597-604, 2001.
8. Indonesia children. Guillain barre syndrom.14 desember 2009. Diunduh dari
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbspatofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/.
9. Eko T, Emril D, Kurniawan M, Trianggoro B. Nyeri punggung bawah. Semarang :
Badan penerbit universitas diponogoro: 2013.17-34.
10. Huldani H, Permana G, Hilda A. Nyeri punggung.edisi pertama.Lampung: Penerbit
Sentosa; 2001. hlm 22-5
11. Suryamiharja A, Purwata E, suharjanti I, Yudiyanta. Konsensus nasional 1 diagnostik
dan penatalaksanaan nyeri neuropati. Perdossi; 2011.hlm 15-49
12. Smart T. Neuropati perifer diagnosis dan pengobatan. 26 maret 2009. Diunduh dari
http://spiritia.or.id/hatip/pdf/h01332.pdf
13. Weiner H, Levit L.Buku saku neurologi. Edisi 5. Jakarta : EGC; 2001.hlm135-6
14. Syah

AK, Lorenzo N. Miastenia grafis. 2 Mei 2014 diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

32

Вам также может понравиться