Вы находитесь на странице: 1из 32

MAKALAH TUGAS FARMAKOTERAPI

ESSESMENT STUDI KASUS


Peptic Ulcer

Disusun oleh :
Kelompok 4
Indah Puspita Sari

132210101045

Nadiyah Churi M

132210101046

Mirzatus Sholicha

132210101047

Virda Vitra Mandasari

132210101049

Atika Sari D.P

132210101050

Istiyam Pebriani
Sulfiati

132210101051
132210101053

Eunike Aprilianio
Renova R. Putri

132210101055
132210101057

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah swt, karena berkat
rahmat-Nya Kami bisa menyelesaikan Tugas makalah Farmakoterapi studi
kasus Peptic Ulcer.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga Tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan Tugas ini.
Semoga Tugas ini bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Peptic ulcer disease adalah lesi pada lambung atau duedenum yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi asam


lambung, pepsin dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor
defensif/faktor pelindung mukosa (produksi prostaglandin, gastric mucus,
bikarbonat dan aliran darah mukosa). Ada tiga penyebab terjadinya peptic
ulcer disease, yaitu Helicobacter pylori, induksi nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID) dan stress ulcer. Infeksi dari Helicobacter pylori
menyebabkan infeksi kronis gastritis pada semua individu yang akan
memicu terjadinya peptic ulcer disease (PUD) dan kanker lambung (gastric
cancer). Helicobacter pylori berbentuk spiral, sensitif terhadap pH,
termasuk golongan bakteri Gram negatif dan merupakan bakteri
mikroarofilik yang hidup berada diantara lapisan mukus dan permukaan
sel epitelial di perut dan di beberapa lokasi di lambung. Bakteri ini
menghasilkan sitotoksin yang mampu memecah pertahanan mukus dan
kemudian menempel pada sel epitelial lambung atau pada usus halus.
Bakteri ini akan menghasilkan adhesin yang mengikat membran yang
terdiri dari lipid dan karbohidrat. Bakteri ini juga memproduksi urease
yang akan mengkatalis peristiwa hidrolisis urea menjadi karbonmonoksida
dan amonia yang bersifat toksik. Amonia dan produk lain yang dihasilkan
oleh bakteri ini akan terakumulasi dan merusak integritas mukosa
lambung dan menyebabkan terjadinya ulcer (tukak/luka) (Dipiro, J.T., et al.,
2005).
NSAID termasuk aspirin dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung melalui dua mekanisme yaitu secara langsung atau mengiritasi
topikal sel epitelium lambung dan secara sistemik dengan menghambat
sistesis prostaglandin (Dipiro, J.T., et al., 2005).
Selain faktor-faktor penyebab diatas, peptic ulcer disease juga dapat
disebabkan oleh kebiasaan merokok lebih dari 10 batang sehari.
Mekanisme merokok dapat menyebabkan peptic ulcer disease masih
belum jelas. Mekanisme yang mungkin yaitu adanya penundaan

pengosongan lambung, menghambat sekresi bikarbonat, dan mengurangi


produksi prostaglandin pada lapisan mukosal yang akan mengakibatkan
berkurangnya perlindungan terhadap mukosa lambung. Selain itu merokok
dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung, walaupun ini
tidak terjadi pada setiap individu (Dipiro, J.T., et al., 2005).
Tukak gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda
tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dan dijumpai lebih banyak
pada pria usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah pada dekade
keenam. Insidensi dan kekambuhan saat ini menurun sejak ditemukan
kuman Helicobacter pylori (H. pylori) sebagai penyebab tukak gaster,
disamping NSAID, dan penyebab yang jarang adalah Sindroma Zollinger
Ellison (Tarigan, 2001). Di Denmark, prevalensi tukak gaster adalah 1,2%
untuk pria dan 0,6% untuk perempuan. Kejadian tahunan tukak gaster
bervariasi dari sekitar 1 kasus per 1000 penduduk di Jepang menjadi 1,5
kasus per 1000 penduduk di Norwegia menjadi 2,7 kasus per 1000
penduduk di Skotlandia (Shrestha, 2009).
Di Amerika Serikat, angka kematian adalah sekitar 1 kasus per
1000.000 orang berdasarkan estimasi tahun 1979. Angka kematian lebih
tinggi pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun, yang dapat disebabkan
oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID dalam kelompok usia ini.
Kelompok berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan insufisiensi ginjal
kronis dan diabetes. Tukak gaster juga terkait dengan morbiditas cukup
berhubungan dengan nyeri epigastrium kronis, mual, muntah, dan anemia
(Shrestha, 2009).
Tukak gaster ditemukan setelah pasien datang ke rumah sakit
dengan keluhan rasa sakit seperti terbakar, muntah, dan penurunan berat
badan. dan diagnosis ditegakkan dengan melakukan endoskopi (Mayo
Clinic Stuff, 2011). Studi seroepidemiologik populasi umum di Indonesia
menunjukkan bahwa prevalensi tukak gaster yang disebabkan oleh H.
pylori pada anak-anak berumur 0-14 tahun sekitar 7,2-28%, sedangkan
pada umur diatas 15 tahun antara 36.54,3%. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin meningkatnya umur, maka prevalensinya pun semakin tinggi.
Sebuah survei di Jakarta menunjukkan bahwa penderita tukak gaster

karena H. pylori lebih banyak ditemukan pada etnik Batak dan Cina dari
etnik lainnya (Silitonga, 2007).

1.2.

Rumusan Masalah

1.3.

Tujuan

1.4.

Manfaat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.

Peptic Ulcer Disease (PUD)

2.1.1.

Definisi

Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit yang paling
umum yang mempengaruhi saluran gastrointestinal (GI). Hal ini
menyebabkan cedera inflamasi di mukosa lambung atau duodenum,
dengan ekstensi luar submukosa ke dalam mukosa muskularis. Etiologi
kondisi ini adalah multifaktorial dan jarang berhubungan hanya untuk
sekresi asam berlebihan. Meskipun tukak gaster adalah penyakit yang
umum, diagnosis bisa sulit karena memiliki spektrum yang luas dari
presentasi klinis, mulai dari asimptomatik ke nyeri epigastrium samarsamar, mual, dan anemia kekurangan zat besi yang dapat mengakibatkan
perdarahan akut yang mengancam jiwa (Shrestha, 2009).
Peptic ulcer atau ulkus peptikum merupakan suatu keadaan dimana
terjadi perlukaan pada daerah esofagus, lapisan lambung ataupun
duodenum. Meskipun bisa terjadi pada ketiga daerah tersebut, namun
prevalensi terbesar terjadi pada lapisan lambung dan duodenum. Definisi
lain, ulkus peptikum adalah suatu keadaan hilangnya lapisan epitelium
dari mukosa yang cukup besar dan dalam, bahkan bisa mencapai lapisan
muscularis mucosae. Secara klinis ulkus peptikum terjadi ketika lapisan di
saluran cerna (esofagus, lambung dan duodenum) kehilangan permukaan
mukosanya. Bedanya dengan erosi adalah pada luasnya tukak yang
terjadi, dikatakan erosi apabila kerusakan mukosa tidak meluas sampai
dibawah epitel dan lebar ulkus < 5mm, sedangkan tukak peptikum terjadi
kerusakan mukosa yang meluas sampai di bawah epitel dengan lebar
tukak > 5mm. Keadaan ini akan terlihat dari hasil pemeriksaan endoskopi
maupun radiografi.

Gambar 1. Ulkus Peptikum

Gambar 2. Hasil endoskopi dari ulkus peptikum.


(A)

Ulkus yg terjadi pada lambung bagian antrum,

terlihat ada pembengkakan padabagian tengah ulkus, dimana


pada area tersebut terdapat pembuluh darah sehinggaberesiko
tinggi terjadi pendarahan. (B) Ulkus yang terjadi pada
daeduodenum yang sedang terjadi pendarahan waktu dilakukan
endoskopi.
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk
dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus
peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal,
tergantung pada lokasinya.
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering
dianggap sebagai ulkus (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi,
ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan


setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
2.1.2.

Epidemiologi

10% di Amerika berkembang kasus ulkus peptik kronik dengan


kejadian yang bervariasi terkait tipe ulkus, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
ras, lokasi geografis, predisposisi genetic, dan faktor sosial tapi
mempunyai peran yang kecil dalam patogenesis ulkus. Prevalensi penyakit
ulkus peptik sering terjadi pada lansia. Angka kematian meningkat pada
pasien lanjut usia akibat penyakit ulkus peptik yang disebabkan
meningkatnya penggunaan NSAID dan infeksi Helicobacter pylori.
Prevalensi penyakit ulkus peptikum di Amerika telah bergeser dari
dominasi laki-laki menjadi sebanding antara laki-laki dan wanita yaitu
setelah wanita monopause. Kejadian yang sekarang ini menunjukkan
penurunan pada pria muda dan terjadi peningkatan pada wanita tua, hal
ini di sebabkan terjadinya penurunan tingkat merokok pada pria muda dan
terjadi peningkatan penggunaaan NSAID pada orang dewasa yang lebih
tua. Sejak tahun 1960, pasien yang berobat kedokter terkait dengan
maag, rawat inap, operasi maupun meninggal telah menurun sekitar 50 %
di Amerika, terutama karena tingkat penurunan kejadian PUD (Peptic Ulcer
Disease) itu pada manusia. Beberapa tahun, kasus penggunaan NSAID non
selektif menyebabkan kematian sekurangnya 16.500 orang dan yang di
rawat di rumah sakit sekitar 107.00 orang di Amerika.
Penurunan pasien rawat inap itu sendiri merupakan hasil dari
penurunan kejadian PUD tanpa komplikasi. Namun kejadian rawat inap
pada pasien yang lebih tua terkait dengan komplikasi maag ( pendarahan
dan perforasi ) itu meningkat. Meskipun keseluruhan mortalitas dari PUD
mengalami penurunan, tapi tingkat kematian meningkat pada pasien lebih
tua dari 75 tahun, dan kemungkinan besar ini akibat dari peningkatan
konsumsi AINS dan populasi yang menua. Pasien dengan ulkus lambung
memiliki tingkat kematian lebih besar dibandingkan dengan ulkus
duodenum karena lambung ulkus yang lebih menonjol pada orang tua.
Walaupun begitu, PUD tetap salah satu penyakit yang paling umum pada

GI, sehingga dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup, kehilangan


pekerjaan, dan perawatan medis biaya tinggi.
2.1.3.

Etiologi

Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada dua pendapat yang ekstrim,
apakah penyakit ini adalah suatu kelainan setempat atau merupakan
bagian dari suatu kelainan sistemik dimana tukak hanya merupakan
tanda/ gejala (Simadibrata, 2001). Tukak peptik terjadi karena
pengeluaran asam-pepsin oleh H. Pylory, NSAID atau faktor-faktor lain
yang menyebabkan ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung.
Lokasi tukak menghubungkan dengan jumlah faktor-faktor etiologi. Tukak
dapat terjadi di perut bagian manapun seperti bagian distal, antrum dan
duodenum (Berardy dan Lynda, 2005).
Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik adalah :
a. Infeksi Helicobacter Pylori
Sebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan
pepsin ketika Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan
mekanisme penyembuhan. Hipersekresi asam adalah mekanisme
patogenik yang utama pada tingkat Hypersecretory seperti ZollingerEllison syndrome (ZES). Infeksi Helicobacter pylori dapat menyebabkan
gastritis kronik yang menginfeksi semua individu, kemudian akan
berkembang menjadi PUD (sekitar 20%), kanker gastrik (kurang dari 1%)
dan MALT. Semua kasus ulkus duodenum serta 2/3 dari kasus tukak
lambung diperkirakan berhubungan dengan Helicobacter pylori. Lokasi
ulkus berkaitan dengan sejumlah factor etiologi. Ulkus lambung ringan
dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian besar terletak di
lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung bagian antral.
Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke orang melalui tiga
jalur yaitu fecaloral, oral-oral dan iatrogenic. Transmisi fecal-oral dapat
terjadi secara langsung dengan menginfeksi seseorang dan tidak langsung
melalui kontaminasi pada makanan atau minuman akibat tangan yang
tidak bersih setelah menyentuh fecal. Transmisi oral-oral merupakan rute
karena Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut. Transmisi

secara iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti


endoskopi.
b. Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs)
Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu obat
yang sering diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas. Angka
kejadian yang sangat besar akibat penggunaan NSAIDs (termasuk aspirin)
jangka panjang berupa gangguan saluran GI. Menggunakan NSAIDs dan
infeksi Helicobacter pylori adalah faktor risiko independen untuk penyakit
tukak lambung. Resiko adalah 5 sampai 20 kali lebih tinggi pada orang
yang menggunakan NSAIDs dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan. Secara klinis, 3-4,5% kejadian ulkus peptikum pada pasien
yang mengalami arthritis karena penggunaan NSAIDs dan 1,5%
diantaranya berkembang serius menjadi komplikasi ( perdarahan saluran
cerna, perforasi dan obstruksi ). Berikut golongan obat NSAIDs Non
Selektif yang dapat menyebabkan ulkus peptikum :

Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi


terjadi ulkus di saluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat
meningkat pada pasien yang punya riwayat pernah mengalami ulkus dan
perdarahan GI. Kejadian ulkus dan komplikasinya berhubungan dengan
penggunaan dosis NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah misalnya
dosis aspirin 81-325mg/hari untuk kardioprotektif dapat menginduksi
ulkus.

c. Stres psikologis
Stress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya PUD
yang kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan antara
penyebab dan akibat terjadinya PUD. Kemungkinan emosional pada stress
yang memicu perilaku untuk merokok dan menggunakan NSAID, sehingga
hal ini yang dapat menyebabkan ulkus.
d. Kebiasaan Merokok
Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga
dapat menginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan
lambung, penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu refluks
duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin (PG). meskipun
merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi efeknya tidak
konsisten. Merokok dapat menyebabkan seeorang lebih mudah terinfeksi
HP.
e. Faktor Diet dan Penyakit Lain
Kedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti,
beberapa minuman seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir,

dan susu dapat menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko


PUD. Kafein dapat menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol dapat
menyebabkan kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI bagian
atas, tapi tidak ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol dapat
menyebabkan ulkus. Pasien dengan penyakit kronik seperti cystic fibrosis,
pancreatitis kronik, coronary artery disease dapat meningkatkan ulkus
pada duodenal.
2.1.4.

Patogenesis

Ulkus peptikum disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin yang


berlebih oleh mukosa lambung atau berkurangnya kemampuan sawar
mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat pencernaan dari
kompleks asam-pepsin (Guyton dan Hall, 2007). Asam pepsin penting
dalam patogenesis tukak peptik. Akan tetapi berlawanan dengan tukak
duodeni, pasien umumnya mempunyai laju sekresi asam yang normal atau
berkurang dibandingkan dengan individu tanpa tukak. Sepuluh sampai dua
puluh persen pasien dengan tukak lambung juga mempunyai tukak
duodeni (Mc.Guigan, 2001). Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu
seperti aspirin, alkohol, indomestasin, fenilbutazon dan kotikostreroid
mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan menimbulkan
tukak. Obat-obatan lain seperti kafein, akan meningkatkan pembentukan
asam. Stress emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis
tukak peptik, agaknya dengan meningkatkan pembentukan asam sebagai
akibat perangsangan vagus. Sejumlah penyakit tampaknya disertai
pembentukan tukak peptik yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis
kronik, penyakit paru kronik, hiperaratirioidisme dan sindrom ZollingerEllison (Wilson dan Lindseth, 2005).
Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan
terhadap ulcerasi. Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum
dibagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih besar dari
normal, sering sebanyak dua kali normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi bakteri, percobaan pada
hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam

lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum


mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan untuk alasan
apa saja (sebagai contoh, pada gangguan fisik) yang sering merupakan
penyebab utama ulkus peptikum (Guyton dan Hall, 2007).
2.1.5.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri


epigastrium. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau
pada malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri ini seringkali
digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak. Remisi dan
eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen
atas yang persisten. Pola nyeri-makan-hilang ini dapat saja tidak khas
pada tukak lambung. Bahkan pada beberapa penderita tukak lambung
makanan dapat memperberat nyeri. Biasanya penderita tukak lambung
akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan penderita tukak
duodenum biasanya memiliki berat badan yang tetap (Wilson dan
Lindseth, 2005).
Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan
regurgitasi. Timbulnya muntah terutama pada tukak yang masih aktif,
sering dijumpai pada penderita tukak lambung daripada tukak duodenum,
terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di
pilorus atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut
kembung, perut merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya
konstipasi sebagai akibat instabilitas neromuskuler dari kolon (Akil, 2006).
Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin
dalam mulutnya merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan
saliva tanpa ada rasa. Keluhan ini diketahui sebagai water brash. Sedang
pada lain pihak kemungkinan juga terjadi regurgitasi pada cairan lambung
dengan rasa yang pahit (Akil, 2006). Secara umum pasien tukak gaster
mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan
keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung,
nyeri ulu hati, sendawa atau terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati
dan cepat merasa kenyang (Tarigan, 2001).

2.1.6.

Diagnosis

Kriteria terpenting pada diagnosis tukak duodenum adalah nyeri


khas yang hilang oleh makanan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti
pada penderita tukak lambung, sebab gejala tidak enak pada epigastrum
lebih sering timbul. Biasanya tidak mungkin untuk membedakan antara
tukak lambung dan duodenum hanya dari anamnesis saja (Wilson dan
Lindseth, 2005).
Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan
barium radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan
adanya tukak dalam lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap
ada, maka ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi.
Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada karsinoma
lambung atau sindrom Zolliger-Ellison (Wilson dan Lindseth, 2005).
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis,
hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk
pemeriksaan histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan
biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu
hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah
(Tarigan, 2001).

2.2.

Obat-Obat yang Digunakan Terapi pada Penyakit yang pernah

diderita
a. Propranolol
Propranolol adalah obat untuk Hipertensi ( darah tinggi ), Angina,
Aritmia, dan pencegahan migrain yang diproduksi oleh Dexa Medica. Ada
2 jenis propranolol yang diproduksi dexa medica yaitu Propranolol
10 dan Propranolol 40
Komposisi :
Propranolol 10, tiap tablet mengandung Propranolol HCL ---- 10 mg
Propranolol 40, tiap tablet mengandung Propranolol HCL ---- 40 mg
Farmakologi :

Propranolol adalah suatu obat penghambat beta-adrenoseptor yang


terutama digunakan untuk terapi takiaritma dan antiangina. Propranolol
memiliki khasiat menghambat kecepatan konduksi impuls dan mendepresi
pembentukan fokus aktopik. Perbedaannya dengan kinidin adalah
Propranolol tidak memiliki efek antikolinergik, sehingga tidak
mengakibatkan takikardia paradoksal.
Indikasi Propranolol :
-

Angina

Aritmia

Hipertensi

Pencegahan Migrain

Kontraindikasi Propranolol :
1.

Penderita asma bronkial dan penyakit paru obstruktif menahun yang


lain.

2.

Penderita asidosis metabolik (diabetes militus )

3.

Penderita dengan payah jantung termasuk payah jantung


terkompensasi dan yang cadangan kapasitas jantung kecil.

4.

Kardiogenik syok.

5.

Bila ada "atrio-ventricular (A-V) blok " derajat 2 dan 3.

Dosis :
Dewasa :
-

Angina : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, setiap 3 - 7 hari dosis dapat


ditingkatkan.

Aritmia : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, dosis dapat ditingkatkan


bila diperlukan.

Hipertensi : oral 20 mg, 3 -4 kali sehari atau 40 mg , 2 kali sehari, bila


diperlukan dosis dapat ditingkatkan.

Migrain : oral 20 mg, 3 - 4 kali sehari, bila diperlukan dosis dapat


ditingkatkan.

Anak-anak :
-

Aritmia : oral 0,5 mg/kg BB perhari dibagi 3 - 4 kali pemberian.

Hipertensi : 1 - 3 mg/kg BB/hari dibagi 3 kali pemberian.

Efek Samping Propranolol :

Kardiovascular : bradikardia, gagal jantung kongestif, blokade A-V,


hipotensi, tangan terasa dingin, trombositopenia, purpura, insufisiensi
arterial.

Susunan saraf pusat : rasa capai, lemah dan lesu ( paling sering),
depresi mental/insomnia, sakit kepala, gangguan visual, halusinasi.

Gastrointesnial : mual, muntah, mulas, epigastric distress, diare,


konstipasi ischemic colitis, flatulen.

Pernafasan : bronkospasme.

Hematologik : diskarasia darah (trombositopenia, agranulositosis).

Lain-lain: gangguan fungsi seskual, impotensi, alopesia, mata kering,


alergi.

Peringatan dan perhatian :


-

Jangan diberikan pada wanita hamil dan menyusui kecuali bila sangat
dibutuhkan.

Bagi penderita yang minum Propranolol dan akan dibius (anestesi


umum) harus diberitahukan kepada dokternya.

Bila terjadi bradikardia dan hipotensi maka Propranolol harus


dihentikan, bila perlu ditanggulangi dengan injeksi intravena 1 - 2 mg
atropin dan bila perlu dilanjutkan dengan suatu stimulans betareseptor seperti misalnya injeksi intravena mula-mula 25ug isoprenalin
atau injeksi intravena 0,5mg orciprenalin.

Hati-hati bila diberikan pada penderita renal failure

Hati-hati bila digunakan bersama obat antiaritmia lain.

Keamanan dan keefektifan pada anak-anak belum diketahui dengan


pasti.

Hati-hati bila diberikan pada penderita gangguan fungsi hati, nonalergic bronchospasm (seperti : bronkitis kronis, emfisema), bedah
mayor, diabetes, hipoglikemia, thyrotoxicosis, wolff parkinson white
syndrome).

Interaksi Obat :
-

Aluminium hidrosida gel mengurangi absorpsi Propranolol didalam


usus.

Etanol memperlambat absorpsi Propranolol

Fenitoin, fenobarbital dan rifampin mempercepat klirens Propranolol

Bila diberikan bersama klorpromazin akan menaikkan kadar kedua


obat tersebut didalam plasma.

Klirens antipirin, lidokain dan teofilin akan berkurang bila diberikan


bersama dengan Propranolol.

Simetidin akan mengurangi metabolisme Propranolol di dalam hati,


memperlambat eliminasi dan meningkatkan kadar di dalam plasma.

b. Indomethacin
Indomethacin merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
yang digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang dan
membantu meringankan gejala arthritis misalnya, osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis atau asam urat seperti peradangan, kekakuan,
bengkak dan nyeri sendi.
Namun obat ini tidak menyembuhkan artritis dan hanya
meringankan gejalanya saja. Indomethacin juga digunakan untuk
mengobati ankylosing spondylitis, yang merupakan jenis arthritis yang
mempengaruhi sendi di tulang belakang.
Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati nyeri bahu yang
disebabkan oleh bursitis atau tendinitis. Indomethacin juga dapat
digunakan untuk mengobati kondisi lain seperti yang ditentukan oleh
dokter. Obat ini hanya tersedia dengan resep dokter.
Kemasan
Obat ini tersedia dalam bentuk sediaan berikut:
-

Kapsul

Suspensi

Kapsul, Extended Release

Indikasi
1.

Rheumatoid arthritis sedang hingga parah

2.

Ankylosing spondylitis sedang hingga parah

3.

Osteoarthritis sedang hingga parah

4.

Bursitis dan tendinitis akut

5.

Acute gouty arthritis

Kontraindikasi
1. Pasien yang hipersensitif terhadap obat ini
2. Asma
3. Urtikaria
4. Pasien yang memiliki riwayat alergi dengan obat NSAID
Dosis
Untuk bentuk sediaan oral (kapsul dan suspensi):
1. Untuk Acute gouty arthritis
a. Dewasa: 50 mg 3 kali sehari.
b. Anak-anak diatas usia 15 tahun: dosis didasarkan pada berat badan
dan harus ditentukan oleh dokter.
c. Anak-anak di bawah usia 14 tahun: dosis didasarkan pada berat
badan dan harus ditentukan oleh dokter.
2. Untuk bursitis dan tendinitis akut
a. Dewasa: 75-150 mg per hari, dibagi menjadi 3 atau 4 dosis sama,
selama 1-2 minggu seperti yang ditentukan oleh dokter.
b. Anak-anak diatas usia 15 tahun: dosis didasarkan pada berat badan
dan harus ditentukan oleh dokter.
c. Anak-anak di bawah usia 14 tahun: dosis didasarkan pada berat
badan dan harus ditentukan oleh dokter.
3. Untuk ankylosing spondylitis, osteoartritis, atau rheumatoid arthritis
a. Dewasa: 25 mg 2 atau 3 kali sehari. Dokter mungkin juga
meningkatkan dosis menjadi 25 atau 50 mg per hari, sesuai
kebutuhan. Namun, dosis total biasanya tidak lebih dari 200 mg per
hari.
b. Anak-anak diatas usia 15 tahun: dosis didasarkan pada berat badan
dan harus ditentukan oleh dokter.
Anak-anak di bawah usia 14 tahun: dosis didasarkan pada berat badan
dan harus ditentukan oleh dokter.
c. Arthotec
Tiap kemasan arthrotec mengandung zat aktif (nama generik)
(Natrium diclofenac 25 mg + misoprostol 200 mcg) / tablet

Diklofenak (diclofenac) adalah nonsteroidal anti-inflammatory


drug (NSAID) dengan nama kimia 2- (2,6-dichloranilino) asam fenilasetat.
Diklofenak (diclofenac) bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
siklooksigenase (COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan
prostaglandin saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan
peradangan. Dengan menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin lebih
sedikit diproduksi, yang berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda.
Indikasi
-

Kegunaan arthrotec (diclofenac) adalah untuk membantu mengurangi


nyeri, gangguan inflamasi (radang), dismenore, nyeri ringan sampai
sedang pasca operasi khususnya ketika pasien juga mengalami
peradangan.

Arthrotec juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada penderita


arthritis, rheumatoid arthritis, osteoarthritis, sakit gigi, migrain akut,
asam urat dan nyeri karena batu ginjal dan batu empedu.

Arthrotec sering digunakan untuk mengurangi nyeri kronis pada


penderita kanker

Kontraindikasi
-

Jangan menggunakan arthrotec untuk pasien yang alergi terhadap


diclofenac atau misoprostol, memiliki riwayat reaksi alergi
(bronkospasme, shock, rhinitis, urtikaria) setelah penggunaan aspirin
atau NSAID lainnya (misalnya, ibuprofen, celecoxib).

Pasien yang akan atau telah menjalani operasi by-pass jantung


sebaiknya jangan menggunakan arthrotec.

Obat ini juga dikontraindikasikan untuk pasien yang memiliki masalah


ginjal, hati, atau radang / tukak pada lambung atau usus.

Pasien yang sedang hamil terutama di 3 bulan terakhir, sebaiknya


tidak menggunakan arthrotec.

NSAID termasuk arthrotec tidak boleh diberikan untuk penderita


demam berdarah, karena menginduksi kebocoran kapiler dan gagal
jantung.

Efek Samping

Efek samping yang umum akibat pemakaian arthrotec adalah


gangguan pada saluran gastrointestinal seperti mual, muntah,
sembelit, nyeri perut, diare, dispepsia, kembung, perdarahan /
perforasi, mulas, ulkus lambung dan duodenum. Dalam pemakaian
jangka panjang pasien biasanya diberikan obat seperti misoprostol,
ranitidine 150 mg, atau omeprazole 20 mg pada waktu tidur, sebagai
pencegahan pendarahan gastrointestinal.

Orang-orang yang menderita gagal jantung, penyakit jantung atau


stroke sebaiknya tidak menggunakan arthrotec meskipun banyak
penelitian mengatakan efek samping diclofenac terhadap resiko
terjadinya infark miokardial relatif kecil.

Efek samping pemakaian arthrotec pada organ hati jarang terjadi, dan
biasanya reversibel. Meski demikian, kasus-kasus seperti nekrosis hati,
sakit kuning, hepatitis fulminan dan gagal hati telah dilaporkan terjadi
pada pemakaian jangka panjang dan dalam dosis yang lebih tinggi. Jika
tes hati yang abnormal menetap atau memburuk, jika tanda-tanda dan
gejala yang konsisten dengan penyakit hati klinis terjadi, atau jika
manifestasi sistemik terjadi (misalnya : eosinofilia, ruam, dan lain
lain), pemakaian arthrotec (diclofenac) harus dihentikan.

Efek samping arthrotec (diclofenac) yang berkaitan dengan kesehatan


mental adalah depresi, kecemasan, mudah marah, mimpi buruk, dan
reaksi psikotik tetapi ini terjadi sangat jarang.

Seperti NSAID lainnya, arthrotec (diclofenac) dapat menyebabkan


luteinized sindrom folikel ruptur, yang menunda atau mencegah
ovulasi. Oleh karena itu arthrotec (diclofenac) dapat menyebabkan
kemandulan yang sifatnya sementara pada wanita, terutama jika
pemakaian obat-obat ini dilakukan dalam jangka panjang.

Kondisi-kondisi penekanan sumsum tulang seperti leukopenia,


agranulositosis, thrombopenia dengan / tanpa purpura, anemia
aplastik dapat terjadi tetapi sangat jarang. Meski demikian pasien yang
menggunakan arthrotec (diclofenac) harus memperhatikan
kemungkinan ini, karena jika terjadi dapat berakibat fatal.

Anemia juga dilaporkan terjadi pada pasien yang menggunakan NSAID


termasuk arthrotec (diclofenac). Pasien pada pengobatan jangka
panjang, kadar hemoglobin dan hematokrit harus diperiksa jika mereka
menunjukkan tanda-tanda gejala anemia.

Reaksi dermatologis seperti dermatitis eksfoliatif, sindrom StevensJohnson, dan nekrolisis epidermal toksik, yang dapat berakibat fatal,
dapat terjadi selama pemakaian NSAID termasuk arthrotec
(diclofenac). Pengobatan harus dihentikan jika tanda tanda seperti
ruam atau hipersensitivitas muncul.

arthrotec (diclofenac) juga dapat mengganggu siklus menstruasi


normal.

Interaksi Obat
-

arthrotec (diclofenac) berinteraksi dengan obat-obat berikut :

Antikoagulan (misalnya, warfarin dan heparin), aspirin, kortikosteroid


(misalnya prednisone), atau selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) (misalnya, fluoxetine) karena obat obat ini
meningkatkan resiko perdarahan lambung

Siklosporin, lithium, methotrexate, kuinolon (misalnya, ciprofloxacin),


atau sulfonilurea (misalnya, glipizide) karena efek samping obat obat
ini meningkat jika diberikan bersamaan dengan arthrotec (diclofenac)

Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor (misalnya, enalapril)


atau diuretik (misalnya, furosemide, hydrochlorothiazide) karena
efektivitas obat obat ini menurun jika diberikan bersama arthrotec
(diclofenac)

Dosis
Dewasa, awal : 2-3 kali sehari 1 tablet bersama makanan
d. Allopurinol
Allopurinol adalah obat yang digunakan untuk mencegah
serangan penyakit gout dengan menurunkan kadar asam urat di dalam
darah. Selain karena pola makan yang kurang sehat, kadar asam urat juga
bisa naik akibat pengobatan kemoterapi pada penderita kanker. Selain
gout, kadar asam urat yang tinggi juga bisa menyebabkan
pembentukanbatu ginjal.

Indikasi
Artritis gout dan gangguan yang berkaitan termasuk batu ginjal Kalsium
Oksalat/Fosfat pada terjadinya hiperurisemia dan/atau hiperurikosuria.
Tentang Allopurinol
Jenis obat

Penghambat xanthine-oxidase

Golongan

Obat resep
Mencegah gout dan pembentukan batu ginjal
tertentu dengan menurunkan kadar asam urat
yang tinggi.
Mencegah peningkatan kadar asam urat pada

Manfaat

pasien kanker yang menjalani kemoterapi

Dikonsumsi oleh

Dewasa dan anak-anak

Bentuk obat

Tablet

Dosis Allopurinol
Untuk dewasa, dosis biasanya akan diberikan sebanyak 100-600 mg
tiap hari. Dosis akan disesuaikan dengan kondisi yang diobati, tingkat
keparahannya, dan respons tubuh terhadap obat. Pada pasien anak-anak,
dosis juga akan disesuaikan dengan berat badan mereka.
-

Ringan : 100-200 mg/hari.

Maksimal : 800 mg/hari.

Anak berusia kurang dari 15 tahun : 100-300 mg/hari.


Efek Samping:
Reaksi hipersensitifitas: ruam mokulopapular didahului pruritus,
urtikaria, eksfoliatif dan lesi pupura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan
sindrome poliartrtis. Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual,
muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam.
Interaksi Obat:
Pemberian Alopurinol dengan azatioprin, merkaptopurin atau
siklofosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut. Jangan
diberikan bersama-sama dengan garam besi dan obat diuretik golongan
tiazida. Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati.

e. Ramipril
Ramipril adalah salah satu obat penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitor)yang diresepkan untuk penderita gagal jantung
dan hipertensi. Obat ini juga bisa digunakan untuk mencegah kerusakan
ginjal dan pembuluh darah, misalnya akibat diabetes. Ramipril bekerja
dengan cara mengurangi produksi hormon angiotensin II. Dengan
demikian, otot arteri menjadi lebar dan aliran darah yang mengandung
oksigen ke jantung pun meningkat. Obat ini juga dapat menurunkan
tekanan darah sehingga risiko stroke dan serangan jantung bisa lebih
terkendali.
Ramipril juga dapat mengurangi volume cairan dalam sirkulasi
tubuh. Oleh karena itu, jantung tidak perlu bekerja terlalu keras dalam
memompa darah ke seluruh tubuh. Karena efek ini, ramipril juga bisa
diberikan kepada penderita gagal jantung. Ramipril adalah jenis obat yang
disebut ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitors yang bekerja
dengan cara mengendurkan pembuluh darah. Hal ini membantu
mengecilkan tekanan darah.
Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung, dan
untuk meningkatkan kemampuan bertahan setelah serangan jantung.
Dosis:
Pemberian dosis melalui mulut (per oral) 2.5 mg sehari saru kali.
Dosis lanjutan: 10 mg melalui mulut (per oral) sehari satu kali.
Efek Samping:
Efek CV (hipotensi, angioedema); Efek CNS (kelelahan, sakit kepala); Efek
GI (gangguan perasa); Efek berturut-turut (batuk tidak berdahak; upper
resp tract symptoms); Efek Dermatologis (ruam, erythema multiforme,
toxic epidermal necrolysis); reaksi hipersensitivitas; Efek ginjal (kerusakan
ginjal); Gangguan electrolyte (hiperkalemia, hiponatremia,); gangguan
darah.
Tentang Ramipril
Jenis obat

Kelompok obat ACE Inhibitor

Golongan

Obat resep

Menangani hipertensi, gagal jantung, serta mencegah


Manfaat

masalah ginjal dan pembuluh darah.

Dikonsumsi
oleh

Dewasa

Bentuk obat

Tablet, kapsul, dan obat cair

Dosis Ramipril
Dosis ramipril akan disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien
secara menyeluruh, kondisi yang ingin ditangani dan tingkat
keparahannya. Berikut adalah dosis yang umum diresepkan berdasarkan
manfaat ramipril:
Dosis
Manfaat

(mg/hari)

Hipertensi

2.5 10

Gagal jantung

1.25 10

Pencegahan serangan jantung


kembali

2.5 10

Menangani gangguan ginjal

1.25 10

Ramipril bisa dikonsumsi sekali sehari atau dibagi menjadi dua kali
dosis minum. Dosis bisa diubah seiring waktu untuk disesuaikan dengan
respons tubuh terhadap dosis awal.
Efek Samping
Efek samping berikut akan muncul akibat adaptasi tubuh dengan
obat. Meski tidak semua membutuhkan penanganan medis, namun segera
hubungi dokter jika efeknya berkepanjangan dan mulai terasa
mengganggu. Beberapa efek samping yang mungkin muncul adalah:
-

Pandangan menjadi kabur.

Batuk kering.

Mual.

Sakit perut dan diare.

f. Simvastatin

Tiap tablet salut selaput mengandung: Simvastatin 10 mg


Farmakologi:
Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam mevinat yang
mempunyai mekanisme kerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutarilkoenzim A (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis
dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA reduktase bertanggung jawab
terhadap perubahan HMG-CoA menjadi asam mevalonat.
Penghambatan terhadap HMG-CoA reduktase menyebabkan penurunan
sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density
Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan
ekstrahepatik, sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam
plasma. Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan
meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.
Indikasi:
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, singkirkan dulu
penyebab hiperkolesterolemia sekunder (misal: diabetes melitus tidak
terkontrol, hipertiroidisme, sindroma nefrotik, disproteinemia, penyakit
hati obstruktif, alkoholisme serta terapi dengan obat lain) dan lakukan
pengukuran profil lipid total kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserida.
Penurunan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita
hiperkolesterolemia primer, bila respon terhadap diet dan
penatalaksanaan non farmakologik saja tidak memadai.
Simvastatin meningkatkan kadar kolesterol HDL dan karenanya
menurunkan rasio LDL/HDL serta rasio kolesterol total/LDL. Meskipun
mungkin bermanfaat mengurangi kolesterol LDL yang meninkat pada
penderita dengan hiperkolesterolemia campuran dan hipertrigliseridemia
(dengan hiperkolesterolemia sebagai kelainan utama), namun simvastatin
belum diteliti pada kelainan utama berupa peningkatan
kadar Chylemicron.
Kontraindikasi:
-

Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami


gagal fungsi hati.

Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang


abnormal.

Pecandu alkohol.

Bagi wanita hamil dan menyusui.

Hipersensitif terhadap simvastatin.

Dosis:
Penderita harus melakukan diet pengurangan kolesterol baku
sebelum dan selama memulai pengobatan dengan simvastatin dan harus
melanjutkan diet selama pengobatan dengan simvastatin. Dosis awal 10
mg/hari sebagai dosis tunggal malam hari. Dosis awal untuk pasien
dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5 mg/hari. Pengaturan
dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu sampai
maksimal 40 mg/hari (diberikan malam hari). Lakukan pengukuran kadar
lipid dengan interval tidak kurang dari 4 minggu dan dosis disesuaikan
dengan respon penderita. Pada pasien yang diobati dengan obat-obat
imunosupresan bersama HMG-CoA reduktase inhibitor, dosis simvastatin
yang dianjurkan adalah terendah. Bila kadar kolesterol LDL < 75 mg/dl
(1,94 mmol/l) atau kadar total kolesterol plasma < 140 mg/dl (3,6 mmol/l)
maka perlu dipertimbangkan pengurangan dosis simvastatin.
Penderita gangguan fungsi ginjal: Pemberian simvastatin tidak perlu
penyesuaian dosis, karena simvastatin tidak diekskresi ginjal secara
bermakna. Simvastatin efektif diberikan dalam bentuk tunggal, atau
bersamaan dengan Bile Acid Sesquestran akan lebih efektif.
Efek samping:
-

Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut,


fatigue, nyeri dada dan angina.

Astenia, miopathy, ruam kulit, rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik


edema terisolasi.

Interaksi obat:
Bila simvastatin dikombinasikan dengan siklosporin, eritromisin,
gemfibrozil dan niacin dapat menyebabkan peningkatan resiko terjadi
myopathy dan rhabdomyolisis.

Bila simvastatin dikombinasikan dengan warfarin akan meningkatkan


aktivitas warfarin sebagai antikoagulan.

Pemberian simvastatin bersamaan waktu dengan digoksin dapat


menyebabkan aktivitas jantung akan meningkat.

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1.

Studi Kasus
Hari 1 : Ny. GE, 86 tahun, masuk UGD pada hari ini karena

mengalami melena sehari kemarin dan muntah dengan warna hitam


seperti kopi tadi pagi. Seminggu sebelumnya dia merasa lemas,lesu, dan
nyeri di epigastrik, dan mual. Dia memiliki riwayat penyakit osteoarthritis,
gout, hipertensi, dan tremor karena sering cemas. Dia tidak memiliki
riwayat alergi dan saat ini mengkonsumsi obat sebagi berikut :

Propanolol 40 mg 3xsehari

Indometacin 25 mg 3xsehari jika nyeri

Arthrotec (na diklofenak 50 mg + misoprostol 200mcg) 2xsehari

Allopurinol 100 mg sekali sehari

Ramipril 10 mg sekali sehari

Simvastatin 40 mg saat malam hari

Data laboratorium pada awal masuk menunjukkan :


-

Haemoglobin 8.3 g/dL (reference range 1113)

Haematocrit 0.31 (0.360.46)

C-reactive protein 45 mg/L (04)

Packed cell volume (PCV) 0.275 (0.3600.470)

International normalised ratio (INR) 1.01

Mean cell volume (MCV) 75 fL (80100)

Sodium 141 mmol/L (135145)

Potassium 4.0 mmol/L (3.55)

Mean cell haemoglobin (MCH) 25 pg (2732)

Creatinine 105 micromol/L (4584)

Platelets 264 109/L (150400)

Urea 20.3 mmol/L (1.78.3)

Pemerikasaan tanda vital menunjukkan :

Tekanan Darah 115/59mmHg

Respiratory Rate 24

Nadi 155 beats per minute (bpm).

Hasil endoscopy pada hari kedua menunjukkan ada infeksi H.Pylori.


3.2.

Lembar SOAP sebagai Essesment Farmakoterapi

3.3.

Pembahasan

BAB 4. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Akil, HAM. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : FKUI.
Hal 345-8.
Anonim, (2010). Atlas of Pathophysiology, 3rd Edition,Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Berardi R.R., Welage L.S. 2005. Peptic Ulcer Disease. In Dipiro J.T., Talbert
R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. ed: Pharmacotherapy
a Pathophysiologic Approach. 6th ed. USA: McGraw-Hill Companies. p.
630
Dipiro, Joseph T., et al., (2008). Pharmacotherapy: A Phatophysiology
Approach, 7thEdition, Columbus: McGraw-Hill Company.
Fleming, Shawna. L., (2007). Helicobacter pylory, Deadly Diseases and
Epidemics, New York: Infobase Publishing.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Lindseth, G.N., 2005. Gangguan Usus Besar. In : Price, S.A., dam Wilson,
L.M. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6 th Edition,
Volume 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC., p.456-470.
Prince A Sylvia.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Jakarta.EGC
Silitonga, M.M. 2007. Infeksi Saluran Gastroduodenal oleh Bakteri
Helicobakter pylori. Jurnal Biologic, Volume 6, Nomor 2. Fakultas MIPA
Universitas Advent Indonesia Bandung.
Shrestha, S. 2009. Peptic Ulcer Disease. Division of Gastroenterology,
Gastroenterology Care Consultants. Available from:
http://emedicine.medscape.com
Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid
I. Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran. Page: 338-344

Вам также может понравиться