Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
MEI 2015
HIRSCHSPRUNGS DISEASE
OLEH:
EVI ELVIRA LATIF
10542 0196 10
PEMBIMBING :
dr. Iriani Bahar, Sp. Rad., M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
: 10542 0196 10
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta
petunjuknya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas Referat ini. Salam dan salawat
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabiullah Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang seperti yang kita
rasakan sekarang ini.
Referat ini merupakan suatu tugas yang berikan dalam rangka kepaniteraan klinik,.
Penulis sadar, referat ini masih jauh dari ukuran kesempurnaan oleh karena itu sangat
sangat dibutuhkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca guna
kesempurnaan pembuatan referat penulis selanjutnya.
Akhir kata, penulis uacapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairat
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
iii
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI .............................................................................. 2
C. DEFINISI ............................................................................................................... 9
D. EPIDEMIOLOGI ................................................................................................... 9
E. ETIOLOGI ............................................................................................................. 10
F. KLASIFIKASI ....................................................................................................... 10
G. PATOGENESIS .................................................................................................... 11
H. DIAGNOSIS .......................................................................................................... 12
1. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 12
2. Pemeriksaan Radiologi .................................................................................... 13
3. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................... 21
4. Anorektal Manometri ...................................................................................... 21
5. Biopsi Rektum ................................................................................................. 22
I. DIAGNOSIS BANDING ..................................................................................... 23
J. PENATALAKSANAAN ....................................................................................... 25
K. KOMPLIKASI ....................................................................................................... 28
L. PROGNOSIS ......................................................................................................... 31
iv
HIRSCHSPRUNGS DISEASE
(Evi Elvira Latif, Iriani Bahar)
A. PENDAHULUAN
Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari caecum,
colon, dan rectum. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Semakin ke
bawah menuju rectum, diameternya akan semakin kecil. Secara fisiologis, usus besar
berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain itu, usus besar juga
berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Inervasi usus besar
dilakukan oleh sistem saraf otonom. Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel
ganglion pada submukosa (Meissners) dan pleksus myenteric (Aurbachs) pada usus
besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit
yang disebut Hirschsprungs Disease.(1)
Hirschsprungs Disease ditandai oleh tidak adanya ganglion sel di bagian distal
colon dan meluas ke bagian proximal dengan panjang yang bervariasi. Aganglionik
terbatas pada rektosigmoid 75% pasien, colon transversum 17% dan keseluruhan colon
dengan segmen pendek pada ileum terminal yaitu 8%.(2)
Penyakit Hirschsprung adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan
tidak adanya ganglion dalam usus bagian distal, mengakibatkan obstruksi fungsional.
Meskipun kondisi ini digambarkan oleh Ruysch di 1691 dan dipopulerkan oleh
Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya peyakit ini belum diketahui
secara jelas sampai pertengahan abad ke-20, dimana Whitehouse dan Kernohan
menyatakan bahwa aganglionik pada bagian distal colon sebagai penyebab obstruksi
pada penyakit ini.(3)
Pada tahun 1949, Swenson mendeskripsikan tentang prosedur definitif pertama
untuk penyakit Hirschsprung, yaitu rectosigmoidectomy dengan anastomosis coloanal.
Sejak itu, operasi lainnya juga telah dijelaskan, termasuk teknik Duhamel dan Soave.
Baru-baru ini, diagnosis dini dan kemajuan dalam teknik bedah telah menghasilkan
morbiditas dan mortalitas menurun untuk pasien dengan penyakit Hirschsprung.(3)
Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung didiagnosis pada masa neonatus.
Penyakit Hirschsprung harus dipehatikan pada setiap bayi baru lahir yang belum
1
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Sulit untuk
membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus kecil jika hanya melalui
foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan radiologi lanjutan
untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium enema adalah
pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung ini. Meskipun kontras enema berguna dalam menegakkan diagnosis,
biopsi rektal full-thickness tetap menjadi kriteria standar pemeriksaan. Setelah
diagnosis dikonfirmasi, pengobatan definitif untuk menghilangkan usus aganglionik
dan untuk mengembalikan kontinuitas usus yang sehat dengan rektum bagian
distal.(3,16)
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi dan Embriologi Colon dan Rectum
a. Colon
Secara embriologi colon kanan berasal dari colon tengah, sedangkan
colon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam
perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional,
sehingga colon kanan dan caecum mempunyai mesenterium yang bebas.
Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus
yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang
pada kolonsigmoid dengan radiksnya yang sempit.(4)
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari caecum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar lebih besar dari pada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inch
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar
dibagi menjadi caecum, colon, dan rectum. Pada caecum terdapat katup
ileocaecal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. caecum
menempati sekitar dua atau tiga inch pertama dari usus besar. Katup
ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke caecum. Colon dibagi lagi
menjadi colon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Tempat
dimana colon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri
atas berturut turut dinamakan flekxura hepatica dan fleksura lienalis. Colon
2
mulai setinggi crista iliaca dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan
bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum.
Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir
dari rectum terdapat canalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani externus dan
internus. Panjang rectum sampai canalis ani adalah 5,9 inch.(5)
Dinding colon terdiri dari empat lapisan, yaitu tunika serosa, muskularis,
tela submukosa dan tunika mukosa, akan tetapi usus besar mempunyai
gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal tdk sempurna
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut tenia coli yang bersatu pada
sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik
dari berkerut mambantuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada
taenia, melekat kantong-kantong kecil perineum yang berisi lemak yang disebut
appendices epiploica. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
liberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak dari
pada usus halus.(5)
(8)
merupakan
cabang
dari
a.mesenterika
inferior.
Sedangkan
arteri
2. Fisiologi Colon
Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi
mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700
1000 mil cairan usus halus yang diterima oleh colon, hanya 150 200 mil yang
dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum atau
menelan ludah. (12)
Oksigen dan carbon dioksia didalamnya di serap di usus, sedangkan
nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai
flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 mil sehari. Pada infeksi usus,
produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus, gas tertimbun di saluran
cerna yang menimbulkan flatulensi.(12)
3. Fisiologi Saluran Anal
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas
penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan
menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan
peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan
antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan
salah satu tanpa mengeluarkan yang lain. (11)
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.
Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada waktu
dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks,
namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
a. Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal
ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3
kali/hari) serta refleks gastrokolik.
b. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex,
yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna
secara involunter.
c. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter.
Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat
kegagalan kontraksi spingter itu sendiri.
d. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara
volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga
defekasi dapat terjadi(11)
C. DEFINISI
Hirschsprungs Disease adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus,
mulai dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi tetapi
selalu termasuk anus dan setidak tidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional.(11)
Hirschsprung Disease dikarakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di
pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissner).(13)
D. EPIDEMIOLOGI
Insiden Hirschsprung Disease bervariasi dari 1 di 5.000 hingga 1 dari 10.000
kelahiran hidup. Dominan pada laki-laki dengan perbandingan 3: 1 sampai 5: 1. Dari
jumlah kasus yang didapatkan 94% diantranya adalah pada bayi yang berusia dibawah
5 tahun. Kasus yang melibatkan orang dewasa sangat jarang.(14,15)
9
b. Periode Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltic usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur,
maka feses biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi liquid dan berbau
tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam
beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Gambar 9. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan
definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.(11)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Polos Abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus
kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan
dengan barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi
yang disebabkan oleh Hirschsprungs Disease.(16)
13
14
Gambar 12. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon
yang terisi massa feses dibagian atas dan rektum
yang relatif menyempit di bagian bawah(23)
15
16
Gambar 16. Pemeriksaan barium enema pada seorang pria muda dengan
penyakit Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria ini mengalami konstipasi
kronis yang berlangsung sepanjang hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi
usus besar dan residu feses.(23)
17
Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia 6 bulan dengan
riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi lateral ini menunjukkan
dilatasi pada sigmoid kolon proksimal dan kolon ascendens(25)
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid colon atau rectum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke bayi, yaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi,
didapatkan pemeriksaan dengan CT Scan juga bermanfaat untuk menentukan
letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT Scan yang didapatkan
juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsy rectum.(15)
18
19
Gambar 20. Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi
bagian proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses(15)
Gambar 21. Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi
dan penyempitan di bagian distal rektum.(15)
20
c. Pemeriksaan Laboratorium
CBC count : tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya
komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh Hirschsprungs
Disease. Peningkatan WBC count atau bandemia harus dicurigai terjadinya
enterokolitis.(16)
d. Anorektal Manometri
Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit kronis dan
riwayat atipikal baik untuk Hirschsprungs Disease atau konstipasi
fungsional, manometri anorektal dapat membantu dalam membuat
diagnosis. Anak-anak dengan Hirschsprungs Disease gagal untuk
menunjukkan reflex relaksasi pada spingter ani interna dalam menggapai
inflasi balon dubur.(16)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat reflex anorektal pada
pasien yang dicurigai dengan Hirschsprungs Disease. Orang yang
menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau berkurang ferleks
anorektalnya. Penurunan reflex anorektal yang dimaksudkan adalah
kurangnya relaksasi pada bagian anus setelah dilakukan inflasi balon di
bagian rectum. Bagaimanapun, terdapat banyak perbedaan pendapat tentang
penilaian pada tes diagnostic ini.(26)
e. Biopsi Rectum
Biopsi rectum merupakan tes yang paling akurat untuk mendetaksi
Hirschsprungs Disease. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rectum
untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan Hirschsprugs
Disease tidak mempunyai sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada
biopsy hisap, jaringan dikeluarkan dari colon dengan menggunakan alat
penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongann jaringan colon maka
tidak diperlukan anestesi.(27)
Jika biopsy menunjukkan adanya ganglion, Hirschsprungs Disease
tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh,
biopsy full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam
dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukka danya Hirschsprungs Disease(27)
22
I. DIAGNOSIS BANDING
a. Meconium Plug Syndrome
Riwayatnya sama seperti pemulaan Hirschsprungs Disease pada neonatus,
tapi setelah colok dubur mekonium sudah keluar, defekasi selanjutnya normal. Pada
foto polos, penderita dengan kelainan Meconium Plug Syndrome, tampak distensi
dari pada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen,
namun tidak terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema,
akan tampak gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek
terapeuetik apabila meconium keluar dengan sendirinya setelah beberapa waktu
kemudian.(19,28)
23
Gambar 25. Tampak multiple meconium plug yang terdapat pada seorang
bayi baru lahir dengan Meconium Plug syndrome(28)
b. Akalasia Recti
Keadaan dimana spingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip
dengan Hirschsprungs Disease, tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak
adanya ganglion Meissner dan Aeurbach.(19)
J. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Non Bedah
Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat
operasi defenitif dapat dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi
cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-tindakan
nonbedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan
pipa rektum, pemberian antibiotik, lavase colon dengan irigasi cairan, koreksi
elektrolit serta pengaturan nutrisi(19)
2. Tindakan Bedah
a. Tidakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi abdomen
dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal
bagian distal. Tindakan dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah terjadinya enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab
utama terjadinya kematian pada penderita penyakit Hirschsprung. Manfaat
lain dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan
tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita
Hirschsprung
yang
telah
besar
sehingga
memungkinkan
dilakukan
anastomose.(19)
b. Tindakan Bedah Definitif
Ada beberapa cara tindakan pembedahan yang dapat digunakan untuk
tindakan bedah definitif antara lain teknik Swenson, Duhamel, Soave dan
Rehbein Operation(19)
1) Prosedur Swenson
Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan
preservasi sfingter anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga
peritoneal. Pembedahan ini disebut sebagai prosedur rektosigmoidektomi
dilanjutkan dengan pull-through abdomino-perineal. Puntung rektum
25
klem
disini
lebih
dititik
beratkan
pada
fungsi
hemostasis.(19)
3) Prosedur Soave atau Endorectal Pull Through
Soave mengerjakan prosedur bedah yang berbeda dengan dua
prosedur bedah seperti diuraikan di atas. la melakukan pendekatan
abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa rektosigmoid dari
lapisan seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion
normal keluar anus melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur
ini disebut juga sebagai prosedur pull-through endorektal. Setelah 21 hari,
sisa kolon yang diprolapskan dipotong. Boley pada waktu yang hampir
bersamaan melakukan prosedur pull-through endorektal persis seperti
27
biasanya adalah pemotongan septum yang tidak sempurna sehingga perlu dilakukan
pemotongan ulang yang lebih panjang.(19)
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada
pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab
kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya
enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca
bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang
tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen
diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair
dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
karena terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon
kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli
bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca
bedah.(19)
4. Gangguan Fungsi Spingter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima
universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling (kecepirit) merupakan
parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal
pasca operasi, meskipun secara teoritis tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah
suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,
keluarnya sedikit-sedikit dan sering. Untuk menilai kecipirit, umur dan lamanya
pasca operasi sangatlah menentukan, Swenson memperoleh angka 13,3% terjadinya
kecipirit, sedangkan Kleinhaus justru lebih rendah yakni 3,2% dengan prosedur
yang sama. Kartono mendapatkan angka 1,6% untuk prosedur Swenson dan 0%
untuk prosedur Duhamel modifikasi. Sedangkan prosedur Rehbein juga
memberikan angka 0%. Pembedahan dikatakan berhasil bila penderita dapat
defekasi teratur dan kontinen.(19)
30
L. PROGNOSIS
Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi, 90% pasien
dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami
penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan
saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.(19)
31
KAJIAN ISLAM
Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya
dalam satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun
juga adakalanya sakit. Dan semua ini adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang
manapun.
Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia
menghadapi ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar
dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah
menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik taqdir itu terdapat hikmah,
baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang muslim harus senantiasa
ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.
Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah SAW
yang merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah mengalaminya.
Hiburan Untuk Orang yang Tertimpa Musibah
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim
mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan
Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Allah Taala berfirman :
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah
tetapkan untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
beriman harus bertawakal. (QS. At Taubah: 51).
Juga firman-Nya,
()
32
Artinya:
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid: 2223)
Rasulullah SAW bersabda,:
Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya,
kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon
yang menggugurkan dedaunannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan
sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang
ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Setiap Penyakit Pasti ada Obatnya
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah
menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW
Artinya :
Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya. (HR
Bukhari).
33
Imam Muslim merekam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
anhu, dari Rasulullah SAW bahwasannya beliau bersabda,
Artinya:
Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan
sembuh dengan seizin Allah Azza wa Jalla.
Kesembuhan itu hanya Datang dari Allah
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim alaihissalam,
Artinya:
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. [QS Asy Syuara: 80]
Di surat Al Anam (ayat: 17)
Artinya:
Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Surya, Putu Ayu Ines Lassiyani Surya. Dharmajaya, I Made. Artikel Gejala dan
Diagnosis Penyakit Hirschsprung. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2. Hollwarth, M.and Puri, M. 2006. Pediatric Surgery. Berlin : Springer-Verlag
3. Justin P Wagner, MD Resident Physician. Chief Editor: Julian Katz, MD. 2014.
Hirschsprungs Disease. Department of Surgery, University of California, Los
Angeles,
David
Geffen
School
of
Medicine.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com
Accessed : Thursday 14 May 2015.
4. Sadler,T.W. 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman
Edisi 7,Jakarta : EGC
5. Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Dalam: Hartanto Huriawati.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Volume 1, Edisi 6.Jakarta:
EGC.
6. Frank H. Netter, MD. 2006. Atlas of Netter 4th Edition. Philadelphia : Elsevier
Saunders.
7. Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC
8. Urban, Fischer. 2007. Atlas of Human Anatomy Sobotta
9. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition.
Philadelphia: Elsevier-Mosby.
10. Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksiusus.
Mahanani, Dewi Asih,dkk. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC
11. Irwan, Budi. 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit
Hirschprung pasca operasi pull- through .Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
12. Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.Sjamsuhidaja R,
dalam: De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC
13. Wanner B.W. 2004. Chapter 70. Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON
TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. W.B. Philadelphia : Saunders Company.
35
14. Nurko, Samuel. MD., MPH. Hirschsprungs Disease. Director Center for Motility
and Functional Gastrointestinal Disorders, Childrens Hospital, Boston. Available
at: http://www.motilitysociety.org accessed: Friday 15 may 2015.
15. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD, Chang Sik Yu,
MD,Jung Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon Cayu Lee, MD and Hyun
Kwon Ha, MD . 2008. Hirschprung Disease and Hypoaganglionosis In Adults.
Available at : http://pubs.rsna.org accessed : Friday 15 may 2015
16. Holly L Neville, MD., Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Pediatric Hirsprungs
Disease Associate Professor of Clinical Surgery, Division of Pediatric Surgery,
University of Miami, Leonard M Miller School of Medicine. Available at:
http://emedicine.medscape.com accessed : Saturday 16 may 2015
17. Holschneider A., Ure B.M.,2000. Chapter 34 Hirschsprung Disease in: Aschraft
Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Philadelphia : Saunders Company
18. Corputty, Elfianto D, Lampus, Harsali F, Monoarfa, Alwin. Gambaran pasien
hirschsprung di rsup prof. Dr. R. D. Kandou manado periode januari 2010
September 2014. Available at: http://ejournal.unsrat.ac.id accessed Sunday 17 may
2015
19. Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
20. Jong w, Syamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
21. L Lee Steven, MD Chief , Pediatric Surgery. Kqisar Permanene, Los Angeles,
Medical
Center.
Hirschsprungs
Disease.
Available
at:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed: Sunday 17 may 2015
22. Ashraft, K. Pediatric surgery 4th edition. Philadelphia : Elsevier saunder
23. Pediatric Radiology , Chapter 52 ,Pediatric Abdomen and Pelvis Fundamentals of
Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition ditulis oleh William E. Brant MD, FACR
dan Clyde A. Helms MD.
24. Ciro Yoshida, Jr, MD. 2011. Hirschprung Disease Imaging, in: Medscape
Referrence, Drug. Disease and Procedure . available at: http://www.emedicine.
medscape.com accessed Sunday 17 may 2015
25. Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez, MD, Isabel Torres,
MD, Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa del Hoyo, MD. Congenital anomalies
of the small intestine, colon, and rectum. Available at : Radiographics.rsna.org.
accessed at Saturday 16 may 2015
36
26. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung Disease dalam
Constipation Etiology, Evaluation and Management. Ditulis oleh; Steven Wexner
dan Graeme S. Duthie. Springer- Verlag London Limited 2006. Pediatric Surgical
Problem Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery ditulis oleh Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005.
27. Penatalaksanaan Pasien dengan penyakit Hirschprung.
www.infokedokteran.com accessed at : Monday 18 may 2015
Available
at
28. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass meconium:
Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction. 1999. available at: www.American
Family Physician.com. accessed at Monday 18 may 2015
29. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netters Atlas
of Humans Anatomy. McGraw-Hill. New York.
30. Swenson O. 2002. Hirschsprungs disease : A Review. J Pediatr.
31. https://classconnection.s3.amazonaws.com
37