Вы находитесь на странице: 1из 41

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

REFERAT
MEI 2015

HIRSCHSPRUNGS DISEASE

OLEH:
EVI ELVIRA LATIF
10542 0196 10
PEMBIMBING :
dr. Iriani Bahar, Sp. Rad., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa:

Nama

: Evi Elvira Latif

NIM

: 10542 0196 10

Judul Referat : Hirschsprungs Disease

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik di


Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Mei 2015

Pembimbing

(dr. Iriani Bahar, Sp. Rad., M.Kes)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta
petunjuknya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas Referat ini. Salam dan salawat
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Baginda Nabiullah Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang seperti yang kita
rasakan sekarang ini.
Referat ini merupakan suatu tugas yang berikan dalam rangka kepaniteraan klinik,.
Penulis sadar, referat ini masih jauh dari ukuran kesempurnaan oleh karena itu sangat
sangat dibutuhkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca guna
kesempurnaan pembuatan referat penulis selanjutnya.
Akhir kata, penulis uacapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairat
Wassalamualaikum wr.wb

Makassar, Mei 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul .......................................................................................................... i


Lembar Pengesahan ..................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................. iii
Daftar Isi ...................................................................................................................... iv

A. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI .............................................................................. 2
C. DEFINISI ............................................................................................................... 9
D. EPIDEMIOLOGI ................................................................................................... 9
E. ETIOLOGI ............................................................................................................. 10
F. KLASIFIKASI ....................................................................................................... 10
G. PATOGENESIS .................................................................................................... 11
H. DIAGNOSIS .......................................................................................................... 12
1. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 12
2. Pemeriksaan Radiologi .................................................................................... 13
3. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................... 21
4. Anorektal Manometri ...................................................................................... 21
5. Biopsi Rektum ................................................................................................. 22
I. DIAGNOSIS BANDING ..................................................................................... 23
J. PENATALAKSANAAN ....................................................................................... 25
K. KOMPLIKASI ....................................................................................................... 28
L. PROGNOSIS ......................................................................................................... 31

Kajian Islam ................................................................................................................. 32


Daftar Pustaka .............................................................................................................. 35

iv

HIRSCHSPRUNGS DISEASE
(Evi Elvira Latif, Iriani Bahar)
A. PENDAHULUAN
Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari caecum,
colon, dan rectum. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Semakin ke
bawah menuju rectum, diameternya akan semakin kecil. Secara fisiologis, usus besar
berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain itu, usus besar juga
berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Inervasi usus besar
dilakukan oleh sistem saraf otonom. Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel
ganglion pada submukosa (Meissners) dan pleksus myenteric (Aurbachs) pada usus
besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit
yang disebut Hirschsprungs Disease.(1)
Hirschsprungs Disease ditandai oleh tidak adanya ganglion sel di bagian distal
colon dan meluas ke bagian proximal dengan panjang yang bervariasi. Aganglionik
terbatas pada rektosigmoid 75% pasien, colon transversum 17% dan keseluruhan colon
dengan segmen pendek pada ileum terminal yaitu 8%.(2)
Penyakit Hirschsprung adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan
tidak adanya ganglion dalam usus bagian distal, mengakibatkan obstruksi fungsional.
Meskipun kondisi ini digambarkan oleh Ruysch di 1691 dan dipopulerkan oleh
Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya peyakit ini belum diketahui
secara jelas sampai pertengahan abad ke-20, dimana Whitehouse dan Kernohan
menyatakan bahwa aganglionik pada bagian distal colon sebagai penyebab obstruksi
pada penyakit ini.(3)
Pada tahun 1949, Swenson mendeskripsikan tentang prosedur definitif pertama
untuk penyakit Hirschsprung, yaitu rectosigmoidectomy dengan anastomosis coloanal.
Sejak itu, operasi lainnya juga telah dijelaskan, termasuk teknik Duhamel dan Soave.
Baru-baru ini, diagnosis dini dan kemajuan dalam teknik bedah telah menghasilkan
morbiditas dan mortalitas menurun untuk pasien dengan penyakit Hirschsprung.(3)
Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung didiagnosis pada masa neonatus.
Penyakit Hirschsprung harus dipehatikan pada setiap bayi baru lahir yang belum
1

mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Sulit untuk
membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus kecil jika hanya melalui
foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan radiologi lanjutan
untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium enema adalah
pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung ini. Meskipun kontras enema berguna dalam menegakkan diagnosis,
biopsi rektal full-thickness tetap menjadi kriteria standar pemeriksaan. Setelah
diagnosis dikonfirmasi, pengobatan definitif untuk menghilangkan usus aganglionik
dan untuk mengembalikan kontinuitas usus yang sehat dengan rektum bagian
distal.(3,16)
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi dan Embriologi Colon dan Rectum
a. Colon
Secara embriologi colon kanan berasal dari colon tengah, sedangkan
colon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam
perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional,
sehingga colon kanan dan caecum mempunyai mesenterium yang bebas.
Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus
yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang
pada kolonsigmoid dengan radiksnya yang sempit.(4)
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari caecum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar lebih besar dari pada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inch
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar
dibagi menjadi caecum, colon, dan rectum. Pada caecum terdapat katup
ileocaecal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. caecum
menempati sekitar dua atau tiga inch pertama dari usus besar. Katup
ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke caecum. Colon dibagi lagi
menjadi colon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Tempat
dimana colon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri
atas berturut turut dinamakan flekxura hepatica dan fleksura lienalis. Colon
2

mulai setinggi crista iliaca dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan
bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum.
Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir
dari rectum terdapat canalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani externus dan
internus. Panjang rectum sampai canalis ani adalah 5,9 inch.(5)

Gambar 1. Anatomi Colon(6)

Dinding colon terdiri dari empat lapisan, yaitu tunika serosa, muskularis,
tela submukosa dan tunika mukosa, akan tetapi usus besar mempunyai
gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal tdk sempurna
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut tenia coli yang bersatu pada
sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik
dari berkerut mambantuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada
taenia, melekat kantong-kantong kecil perineum yang berisi lemak yang disebut
appendices epiploica. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
liberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak dari
pada usus halus.(5)

Gambar 2. Lapisan Dinding Colon (7)


Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterica superior dan
inferior. Arteri mesenterica superior memvaskularisasi colon bagian kanan, dari
caecum sampai dua per tiga proximal colon transversum. Arteri mesenterica
superior mempunyai tiga cabang utama, yaitu arteri ileocolica, arteri colica
dextra dan arteri colica media. Sedangkan arteri mesenterica inferior
memvaskularisasi colon bagian kiri (mulai dari 1/3 distal colon transversum
sampai rectum bagian proximal). Arteri mesenterica inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri colica sinistra, arteri rectalis superior, dan arteri
sigmoidea.(5)

Gambar 3. Vaskularisasi Colon

(8)

Vaskularisasi tambahan daerah rectum diatur oleh arteri sacralis media


dan arteri hemoroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari colon dan
rectum superior melalui vena mesenterica superior dan inferior serta vena
hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system portal yang mengalirkan darah
ke hati.(5)
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan
pengecualian spingter eksterna yang berada di bawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah colon transversum,
dan saraf pervicus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal.
Serabut simpati meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk
mencapai colon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi
dan kontrasi, serta perangsangan spingter rectum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. (9)
Sistem saraf otonomik intrinsic pada usus terdiri dari tiga plexus :
1. plexus auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
2. plexus henle : terletak di sepanjang batas dalam otot sirkuler.
3. Plexus meissner : terletak di submukosa.
Pada penderita Hirschsprungs Disease, tidak dijumpai ganglion
pada ketiga plexus tersebut.(9)

Gambar 4. Skema saraf autonom intrinsik usus(6)


5

Jadi pasien dengan kerusakan medulla spinalis, maka fungsi ususnya


tetap normal, sedangkan pasien dengan Hirschsprungs Disease akan
mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi ke
absenan plexus aeurbach dan meissner. (10)
b. Rectum
Rectum memiliki tiga buah valvula : superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvis dan terfiksasi,
sedangkan 1/3 bagian proximal terletak di rogga abdomen dan relative mobile.
Kedua bagian ini dipisahka oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior
lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah
bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang
lebih proximal; dikelilingi oleh spingter ani (external dan internal) serta otototot yang mengatur pasase isi rectum ke dunia luar. Spingter ani externa terdiri
dari tiga sling : atas, medial dan depan.(9)

Gambar 5. Rectum dan anal canal(6)

Persarafan motorik spingter ani interna berasal dari serabut saraf


simpatis (N. Hypogastricus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (N. Splenicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua
jenis serabut saraf ini membentuk plexus rectalis. Sedangkan musculus levator
anii dipersarafi oleh N. Sacralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi
spingter ani externa dan m. puborectals. Saraf simpatis tidak mempengaruhi
otot rectum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. splenicus (parasimpatis).
Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N.
slenicus pelvic (saraf parasimpatis.).(9)

Gambar 6. Saraf pada perineum (laki-laki)(8)


Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina)
yang

merupakan

cabang

dari

a.mesenterika

inferior.

Sedangkan

arteri

hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna,berasal dari a.iliaka


interna,mendarahi rektumbagiandistal dan daerah anus.(11)

Gambar 7. Vaskularisasi Rectum(8)

2. Fisiologi Colon
Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi
mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700
1000 mil cairan usus halus yang diterima oleh colon, hanya 150 200 mil yang
dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum atau
menelan ludah. (12)
Oksigen dan carbon dioksia didalamnya di serap di usus, sedangkan
nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai
flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 mil sehari. Pada infeksi usus,
produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus, gas tertimbun di saluran
cerna yang menimbulkan flatulensi.(12)
3. Fisiologi Saluran Anal
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas
penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan
menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan
peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan

antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan
salah satu tanpa mengeluarkan yang lain. (11)
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.
Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada waktu
dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks,
namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
a. Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal
ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3
kali/hari) serta refleks gastrokolik.
b. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex,
yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna
secara involunter.
c. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter.
Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat
kegagalan kontraksi spingter itu sendiri.
d. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara
volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga
defekasi dapat terjadi(11)
C. DEFINISI
Hirschsprungs Disease adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus,
mulai dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi tetapi
selalu termasuk anus dan setidak tidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional.(11)
Hirschsprung Disease dikarakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di
pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissner).(13)
D. EPIDEMIOLOGI
Insiden Hirschsprung Disease bervariasi dari 1 di 5.000 hingga 1 dari 10.000
kelahiran hidup. Dominan pada laki-laki dengan perbandingan 3: 1 sampai 5: 1. Dari
jumlah kasus yang didapatkan 94% diantranya adalah pada bayi yang berusia dibawah
5 tahun. Kasus yang melibatkan orang dewasa sangat jarang.(14,15)
9

Di United States, Hirschsprungs Disease terjadi pada sekitar 1 per 5000


kelahiran hidup. Sedangkan secara internasional, prevalensi dapat bervariasi menurut
wilayah dan telah terbukti ssebanyak 1 per 3000 kelahiran hidup di Negara Federasi
Mikronesia.(16)
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya
Hirschsprungs Disease.penyakit ini lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu
aganglionosis disbanding oleh ayah. Sebanyak 12,5% dari kembaran pasien mengalami
aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan
menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar, yang terkena kebanyakan
mengalami long segment aganglionosis.(17)
Insiden Hirschsprungs Disease di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar di satu di antara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia
220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1540 bayi dengan Hirschsprungs Disease. Kartono mencatat 40 sampai 60 pasien
Hirschsprungs Disease yang dirujuk setiap tahunnya ke RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta.(18)
E. ETIOLOGI
Hirschsprungs Disease terjadi karena tidak adanya ganglion pada pleksus
myenterikus (auerbach) dan sub mukosa (meissner) pada rectum atau colon. Neuron
enteric berasal dari neural crest dan bermigrasi secara caudal bersama dengan serat
saraf vagus di sepanjang usus. Sel-sel ganglion akan tiba di colon proximal pada 8
minggu usia kehamilan dan tiba di anus pada 12 minggu usia kehamilan. Kegagalan
migrasi neuron enterik pada colon dan atau rectum ini akan membentuk segmen
aganglionik. Hal ini menyebabkan Hirschsprungs Disease.(16)
F. KLASIFIKASI
Menurut letak segmen aganglionik, maka penyakit ini di bagi dalam :(19)
1. Megakolon congenital segmen pendek
Bila segmen aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid (70 80%)
2. Mengakolon congenital segmen panjang (20%)
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid
10

3. Kolon aganglionik total


Bila segmen aganglionik mengenai seluruh colon (5 11%)
4. Colon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%)
G. PATOGENESIS
Pada penyakit ini, colon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatis
intramural. Bagian colon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap
sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini colon proximal yang
normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megacolon.(20)
Pleksus mesenteric (aeurbach) dan pleksus submukosal (meisnner) tidak
ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanism
eakurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric
berasal dari diferensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat
ditemukan di usus halus pada minggu ke tujuh usia gestasi dan akan sampai ke colon
pada minggu 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprungs Disease
adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju ussu bagian
distal. Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan
neuroblast dalam bertahan, berproliferasi atau berdiferensiasi pada segment
aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi pada usus yang aganglionik.
Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule dan
factor neurotropik.(21)
Motalitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsic. Ganglia
ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.
Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya
melalui serat kolinergik dan andregenik. Saat kolinergik ini menyebabkan kontraksi,
dan serat adregenic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan HirschsprungS
Disease, sel ganglion tidak ditemukan sehingga control intrinsic menurun,
menyebabkan peningkatan control persarafan ekstrinsik. Innervasi dari system
adregenik diduga mendominasi system kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus
otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsic, peningkatan tonus tidak di
11

imbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic


yang tidak terkoordinasi dan pada akhirnya terjadi obstruksi fungsional.(22)
H. DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinis
Hirschsprungs Disease dapat dibedakan bersadarkan usia gejala klinis
mulai terlihat, yaitu(11)
a. Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yag terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis
yang signifikan. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakanancaman komplikasi yang serius bagi penderita Hirschsprungs
Disease ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi
saat usia 2 4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.
Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, fese berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hamper 1/3 kasus Hirschsprungs Disease datang
dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi.(11)

Gambar 8. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali(11)
12

b. Periode Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltic usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur,
maka feses biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi liquid dan berbau
tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam
beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

Gambar 9. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan
definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.(11)

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Polos Abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus
kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan
dengan barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi
yang disebabkan oleh Hirschsprungs Disease.(16)

13

Gambar 10. Foto polos abdomen padaHirschsprungs Disease(19)


b. Pemeriksaan Barium Enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnose
Hirschsprungs Disease adalah barium enema, dimana akan dijumpai tiga tanda
khas:
1) Tampak daerah penyempitan di bagian rectum ke proximal yang
panjangnya bervariasi.
2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proximal daerah penyempitan kea rah
daerah dilatasi
3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proximal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
Hirschsprungs Disease, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium,
yakni foto setelah 24 48 jam barium dibiarkan membaur denga feses.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur denga feses kea
rah proximal colon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprungs
Disease namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat
menggumpal di daerah rectum dan sigmoid.(11)

14

Gambar 11. Pemeriksaan barium enema pada penderita dengan penyakit


Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid
serta pelebaran di bagian atas dari zona transisi(11)

Gambar 12. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon
yang terisi massa feses dibagian atas dan rektum
yang relatif menyempit di bagian bawah(23)

15

Gambar 13. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada bayi


menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan mengalami spasme.(23)

Gambar 14. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid


pada foto barium enema sisi lateral.(24)

16

Gambar 15. Pemeriksaan barium enema yang dilakukan selanjutnya


memperlihatkan gambaran megakolon yang tipikal, zona transisi serta
bagian aganglionik yang tidak melebar(23)

Gambar 16. Pemeriksaan barium enema pada seorang pria muda dengan
penyakit Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria ini mengalami konstipasi
kronis yang berlangsung sepanjang hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi
usus besar dan residu feses.(23)
17

Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia 6 bulan dengan
riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi lateral ini menunjukkan
dilatasi pada sigmoid kolon proksimal dan kolon ascendens(25)

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid colon atau rectum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke bayi, yaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi,
didapatkan pemeriksaan dengan CT Scan juga bermanfaat untuk menentukan
letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT Scan yang didapatkan
juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsy rectum.(15)

18

Gambar 18. Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik


di bagian atas rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun.
AC = ascending colon, DC = descending colon.
Segmen kolon yang lain dalam batas normal.(15)

Gambar 19. Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi


bagian atas dari rektum dan rectosigmoid junction
yang terisi massa feses (pada anak panah)(5)

19

Gambar 20. Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi
bagian proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses(15)

Gambar 21. Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi
dan penyempitan di bagian distal rektum.(15)

20

c. Pemeriksaan Laboratorium
CBC count : tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya
komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh Hirschsprungs
Disease. Peningkatan WBC count atau bandemia harus dicurigai terjadinya
enterokolitis.(16)
d. Anorektal Manometri
Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit kronis dan
riwayat atipikal baik untuk Hirschsprungs Disease atau konstipasi
fungsional, manometri anorektal dapat membantu dalam membuat
diagnosis. Anak-anak dengan Hirschsprungs Disease gagal untuk
menunjukkan reflex relaksasi pada spingter ani interna dalam menggapai
inflasi balon dubur.(16)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat reflex anorektal pada
pasien yang dicurigai dengan Hirschsprungs Disease. Orang yang
menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau berkurang ferleks
anorektalnya. Penurunan reflex anorektal yang dimaksudkan adalah
kurangnya relaksasi pada bagian anus setelah dilakukan inflasi balon di
bagian rectum. Bagaimanapun, terdapat banyak perbedaan pendapat tentang
penilaian pada tes diagnostic ini.(26)

Gambar 22. manometri anorektal,yang memakai balon berisi udara


sebagai transducernya. Pada penderita Hirschsprungs Disease (kanan),
tidak terlihat relaksasi spingter ani.(19)
21

e. Biopsi Rectum
Biopsi rectum merupakan tes yang paling akurat untuk mendetaksi
Hirschsprungs Disease. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rectum
untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan Hirschsprugs
Disease tidak mempunyai sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada
biopsy hisap, jaringan dikeluarkan dari colon dengan menggunakan alat
penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongann jaringan colon maka
tidak diperlukan anestesi.(27)
Jika biopsy menunjukkan adanya ganglion, Hirschsprungs Disease
tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh,
biopsy full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam
dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukka danya Hirschsprungs Disease(27)

Gambar 23. Pewarnaan Acetylcholinesterase dari biopsy hisap rectum.


Normal rektum menunjukan minimal aktivitas Acetylcholinesterase
dari lamina propria dan ganglion submukosa(2)

22

Gambar 24. Penyakit Hirschsprung dikarakteristikan dengan


peningkatan positif acetylcholinesterase di lamina propia
dan penebalan serabut saraf di submukosa(2)

I. DIAGNOSIS BANDING
a. Meconium Plug Syndrome
Riwayatnya sama seperti pemulaan Hirschsprungs Disease pada neonatus,
tapi setelah colok dubur mekonium sudah keluar, defekasi selanjutnya normal. Pada
foto polos, penderita dengan kelainan Meconium Plug Syndrome, tampak distensi
dari pada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen,
namun tidak terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema,
akan tampak gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek
terapeuetik apabila meconium keluar dengan sendirinya setelah beberapa waktu
kemudian.(19,28)

23

Gambar 25. Tampak multiple meconium plug yang terdapat pada seorang
bayi baru lahir dengan Meconium Plug syndrome(28)
b. Akalasia Recti
Keadaan dimana spingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip
dengan Hirschsprungs Disease, tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak
adanya ganglion Meissner dan Aeurbach.(19)

Gambar 26. Akalasia Recti(31)


24

J. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Non Bedah
Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat
operasi defenitif dapat dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi
cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-tindakan
nonbedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan
pipa rektum, pemberian antibiotik, lavase colon dengan irigasi cairan, koreksi
elektrolit serta pengaturan nutrisi(19)
2. Tindakan Bedah
a. Tidakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi abdomen
dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal
bagian distal. Tindakan dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah terjadinya enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab
utama terjadinya kematian pada penderita penyakit Hirschsprung. Manfaat
lain dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan
tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita
Hirschsprung

yang

telah

besar

sehingga

memungkinkan

dilakukan

anastomose.(19)
b. Tindakan Bedah Definitif
Ada beberapa cara tindakan pembedahan yang dapat digunakan untuk
tindakan bedah definitif antara lain teknik Swenson, Duhamel, Soave dan
Rehbein Operation(19)
1) Prosedur Swenson
Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan
preservasi sfingter anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga
peritoneal. Pembedahan ini disebut sebagai prosedur rektosigmoidektomi
dilanjutkan dengan pull-through abdomino-perineal. Puntung rektum
25

ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan. Pada masa pascabedah


ditemukan beberapa komplikasi seperti kebocoran anastomosis, stenosis,
inkontinensi, enterokolitis dan lain-lain.(29)
Teknik Pembedahan
Reseksi kolon aganglion dimulai dengan pemotongan arteri dan vena
sigmoidalis dan hemoroidalis superior. Segmen sigmoid dibebaskan
beberapa sentimeter dari dasar peritoneum sampai 1-2 cm proksimal
kolostomi. Puntung rektosigmoid dibebaskan dari jaringan sekitarnya di
dalam rongga pelvis untuk dapat diprolapskan melalui anus. Pembebasan
kolon proksimal dilakukan untuk memungkinkan kolon tersebut dapat
ditarik ke perineum melalui anus tanpa tegangan.(29)
Puntung rektum diprolapskan dengan tarikan klem yang dipasang di
dalam lumen. Pemotongan rektum dilakukan 2 cm proksimal dari garis
mukokutan, bagian posterior dan bagian anterior sama tinggi (Prosedur
Swenson I). Atau pemotongan dilakukan dengan arah miring, 2 cm di
bagian anterior dan 0,5 cm di bagian posterior (prosedur Swenson II).
Selanjut-nya, kolon proksimal ditarik ke perineum melalui puntung rektum
yang telah terbuka. Anastomosis dilakukan dengan jahitan dua lapis dengan
menggunakan benang sutera atau benang vicryl. Setelah anastomosis
kolorektal selesai dilakukan, kemudian rektum dimasukkan kembali ke
rongga pelvis. Reperitonealisasi dilakukan dengan perhatian pada
vaskularisasi kolon agar tidak terjahit. Penutupan dinding abdomen
dilakukan setelah pencucian rongga peritoneum. Kateter dan pipa rektal
kecil dipertahankan untuk 2 - 3 hari.(29)
2) Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui
bagian posterior rectum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior
rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang
26

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to


side. Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam
puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang.(19)
Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel,
diantaranya:
a) Modifikasi Grob (1959)
Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal
setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensi
b) Modifikasi Talbert dan Ravitch
Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side
to side yang panjang
c) Modifikasi Ikeda
Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi
setelah 6-8 hari kemudian
d) Modifikasi Adang
Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps
sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada
hari ke 7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan
pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya.
Pemasangan

klem

disini

lebih

dititik

beratkan

pada

fungsi

hemostasis.(19)
3) Prosedur Soave atau Endorectal Pull Through
Soave mengerjakan prosedur bedah yang berbeda dengan dua
prosedur bedah seperti diuraikan di atas. la melakukan pendekatan
abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa rektosigmoid dari
lapisan seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion
normal keluar anus melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur
ini disebut juga sebagai prosedur pull-through endorektal. Setelah 21 hari,
sisa kolon yang diprolapskan dipotong. Boley pada waktu yang hampir
bersamaan melakukan prosedur pull-through endorektal persis seperti
27

prosedur Soave dengan anastomosis langsung tanpa kolon diprolapskan


lebih dahulu. Tehnik ini dilakukan untuk mencegah retraksi kolon bila
terjadi nekrosis bagian kolon yang diprolapskan.(29)
4) Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum
pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intra abdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,
sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.(19)
K. KOMPLIKASI
Secara garis besar, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung
dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan
fungsi spinkter. Beberapa hal dicatat sebagai faktor predisposisi terjadinya penyulit
pasca operasi, diantaranya : usia muda saat operasi, kondisi umum penderita saat
operasi, prosedur bedah yang digunakan, keterampilan dan pengalaman dokter bedah,
jenis dan cara pemberian antibiotik serta perawatan pasaca bedah.(19)
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan
yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada
kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma
colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hatihati.(19)
Kartono mendapatkan angka kebocoran anastomese hingga 7,7% dengan
menggunakan prosedur Swenson, sedangkan apabila dikerjakan dengan prosedur
Duhamel modifikasi hasilnya sangat baik dengan tak satu kasus pun mengalami
kebocoran.(19)
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam.
Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh,
terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam
28

tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila


dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen
proksimal.(19,30)
2. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya
jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler
biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior
berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang
biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan
defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari
businasi hingga sfingterektomi posterior. (30)
3. Enterokolitis
Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan dapat
berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat
enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5%
masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan
angka kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur
Duhamel modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tandatanda enterokolitis adalah(30)
1) Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit
2) Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi,
3) Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari
4) Pemberian antibiotika yang tepat.
Sedangkan untuk koreksi bedahnya tergantung penyebab/prosedur operasi
yang telah dikerjakan. Businasi pada stenosis, sfingterotomi posterior untuk spasme
spingter ani, dapat juga dilakukan reseksi ulang stenosis. Prosedur Swenson
biasanya disebabkan spinkter ani terlalu ketat sehingga perlu spinkterektomi
posterior. Sedangkan pada prosedur Duhamel modifikasi, penyebab enterokolitis
29

biasanya adalah pemotongan septum yang tidak sempurna sehingga perlu dilakukan
pemotongan ulang yang lebih panjang.(19)
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada
pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab
kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya
enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca
bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang
tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen
diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair
dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
karena terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon
kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli
bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca
bedah.(19)
4. Gangguan Fungsi Spingter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima
universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling (kecepirit) merupakan
parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal
pasca operasi, meskipun secara teoritis tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah
suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,
keluarnya sedikit-sedikit dan sering. Untuk menilai kecipirit, umur dan lamanya
pasca operasi sangatlah menentukan, Swenson memperoleh angka 13,3% terjadinya
kecipirit, sedangkan Kleinhaus justru lebih rendah yakni 3,2% dengan prosedur
yang sama. Kartono mendapatkan angka 1,6% untuk prosedur Swenson dan 0%
untuk prosedur Duhamel modifikasi. Sedangkan prosedur Rehbein juga
memberikan angka 0%. Pembedahan dikatakan berhasil bila penderita dapat
defekasi teratur dan kontinen.(19)

30

L. PROGNOSIS
Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi, 90% pasien
dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami
penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan
saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.(19)

31

KAJIAN ISLAM
Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya
dalam satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun
juga adakalanya sakit. Dan semua ini adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang
manapun.
Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia
menghadapi ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar
dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah
menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik taqdir itu terdapat hikmah,
baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang muslim harus senantiasa
ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.
Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah SAW
yang merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah mengalaminya.
Hiburan Untuk Orang yang Tertimpa Musibah
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim
mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan
Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Allah Taala berfirman :

Artinya:
Katakanlah (Muhammad), Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah
tetapkan untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
beriman harus bertawakal. (QS. At Taubah: 51).

Juga firman-Nya,


()

32

Artinya:
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid: 2223)
Rasulullah SAW bersabda,:
Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya,
kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon
yang menggugurkan dedaunannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan
sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang
ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Setiap Penyakit Pasti ada Obatnya
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah
menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW


Artinya :
Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya. (HR
Bukhari).

33

Imam Muslim merekam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
anhu, dari Rasulullah SAW bahwasannya beliau bersabda,

Artinya:
Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan
sembuh dengan seizin Allah Azza wa Jalla.
Kesembuhan itu hanya Datang dari Allah
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim alaihissalam,


Artinya:
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. [QS Asy Syuara: 80]
Di surat Al Anam (ayat: 17)

Artinya:
Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Surya, Putu Ayu Ines Lassiyani Surya. Dharmajaya, I Made. Artikel Gejala dan
Diagnosis Penyakit Hirschsprung. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2. Hollwarth, M.and Puri, M. 2006. Pediatric Surgery. Berlin : Springer-Verlag
3. Justin P Wagner, MD Resident Physician. Chief Editor: Julian Katz, MD. 2014.
Hirschsprungs Disease. Department of Surgery, University of California, Los
Angeles,
David
Geffen
School
of
Medicine.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com
Accessed : Thursday 14 May 2015.
4. Sadler,T.W. 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman
Edisi 7,Jakarta : EGC
5. Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Dalam: Hartanto Huriawati.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Volume 1, Edisi 6.Jakarta:
EGC.
6. Frank H. Netter, MD. 2006. Atlas of Netter 4th Edition. Philadelphia : Elsevier
Saunders.
7. Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC
8. Urban, Fischer. 2007. Atlas of Human Anatomy Sobotta
9. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition.
Philadelphia: Elsevier-Mosby.
10. Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksiusus.
Mahanani, Dewi Asih,dkk. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC
11. Irwan, Budi. 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit
Hirschprung pasca operasi pull- through .Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
12. Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.Sjamsuhidaja R,
dalam: De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC
13. Wanner B.W. 2004. Chapter 70. Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON
TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. W.B. Philadelphia : Saunders Company.

35

14. Nurko, Samuel. MD., MPH. Hirschsprungs Disease. Director Center for Motility
and Functional Gastrointestinal Disorders, Childrens Hospital, Boston. Available
at: http://www.motilitysociety.org accessed: Friday 15 may 2015.
15. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD, Chang Sik Yu,
MD,Jung Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon Cayu Lee, MD and Hyun
Kwon Ha, MD . 2008. Hirschprung Disease and Hypoaganglionosis In Adults.
Available at : http://pubs.rsna.org accessed : Friday 15 may 2015
16. Holly L Neville, MD., Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Pediatric Hirsprungs
Disease Associate Professor of Clinical Surgery, Division of Pediatric Surgery,
University of Miami, Leonard M Miller School of Medicine. Available at:
http://emedicine.medscape.com accessed : Saturday 16 may 2015
17. Holschneider A., Ure B.M.,2000. Chapter 34 Hirschsprung Disease in: Aschraft
Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Philadelphia : Saunders Company
18. Corputty, Elfianto D, Lampus, Harsali F, Monoarfa, Alwin. Gambaran pasien
hirschsprung di rsup prof. Dr. R. D. Kandou manado periode januari 2010
September 2014. Available at: http://ejournal.unsrat.ac.id accessed Sunday 17 may
2015
19. Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
20. Jong w, Syamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
21. L Lee Steven, MD Chief , Pediatric Surgery. Kqisar Permanene, Los Angeles,
Medical
Center.
Hirschsprungs
Disease.
Available
at:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed: Sunday 17 may 2015
22. Ashraft, K. Pediatric surgery 4th edition. Philadelphia : Elsevier saunder
23. Pediatric Radiology , Chapter 52 ,Pediatric Abdomen and Pelvis Fundamentals of
Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition ditulis oleh William E. Brant MD, FACR
dan Clyde A. Helms MD.
24. Ciro Yoshida, Jr, MD. 2011. Hirschprung Disease Imaging, in: Medscape
Referrence, Drug. Disease and Procedure . available at: http://www.emedicine.
medscape.com accessed Sunday 17 may 2015
25. Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez, MD, Isabel Torres,
MD, Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa del Hoyo, MD. Congenital anomalies
of the small intestine, colon, and rectum. Available at : Radiographics.rsna.org.
accessed at Saturday 16 may 2015

36

26. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung Disease dalam
Constipation Etiology, Evaluation and Management. Ditulis oleh; Steven Wexner
dan Graeme S. Duthie. Springer- Verlag London Limited 2006. Pediatric Surgical
Problem Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery ditulis oleh Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005.
27. Penatalaksanaan Pasien dengan penyakit Hirschprung.
www.infokedokteran.com accessed at : Monday 18 may 2015

Available

at

28. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass meconium:
Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction. 1999. available at: www.American
Family Physician.com. accessed at Monday 18 may 2015
29. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netters Atlas
of Humans Anatomy. McGraw-Hill. New York.
30. Swenson O. 2002. Hirschsprungs disease : A Review. J Pediatr.
31. https://classconnection.s3.amazonaws.com

37

Вам также может понравиться

  • Referat Anisokor
    Referat Anisokor
    Документ12 страниц
    Referat Anisokor
    Nurunnisa Isny
    Оценок пока нет
  • Case Hernia Femoralis
    Case Hernia Femoralis
    Документ25 страниц
    Case Hernia Femoralis
    Ririn Putri Nadia
    Оценок пока нет
  • Nefrolitiasis Dan Hidronefrosis
    Nefrolitiasis Dan Hidronefrosis
    Документ13 страниц
    Nefrolitiasis Dan Hidronefrosis
    Hari Murti
    Оценок пока нет
  • Efusi Pleura Masif
    Efusi Pleura Masif
    Документ4 страницы
    Efusi Pleura Masif
    Syifa Sabilla Jatmiputri
    Оценок пока нет
  • Ileus Obstruktif
    Ileus Obstruktif
    Документ38 страниц
    Ileus Obstruktif
    jessicajea
    Оценок пока нет
  • Hischprung Desease
    Hischprung Desease
    Документ31 страница
    Hischprung Desease
    dwita
    Оценок пока нет
  • Kista Koledokus Referat Radiologi
    Kista Koledokus Referat Radiologi
    Документ4 страницы
    Kista Koledokus Referat Radiologi
    sepputri
    Оценок пока нет
  • Referat Hirschprung
    Referat Hirschprung
    Документ34 страницы
    Referat Hirschprung
    lutfi fauzan
    Оценок пока нет
  • Sarkoma Jaringan Lunak
    Sarkoma Jaringan Lunak
    Документ8 страниц
    Sarkoma Jaringan Lunak
    Nizwan Sham
    Оценок пока нет
  • Hipertrofi Pylorus Stenosis Case Intan
    Hipertrofi Pylorus Stenosis Case Intan
    Документ20 страниц
    Hipertrofi Pylorus Stenosis Case Intan
    Intan Ade
    Оценок пока нет
  • Ca Testis
    Ca Testis
    Документ21 страница
    Ca Testis
    Alven Edra
    100% (1)
  • Karsinoma Nasofaring PDF
    Karsinoma Nasofaring PDF
    Документ44 страницы
    Karsinoma Nasofaring PDF
    nur dwi hayati
    Оценок пока нет
  • Fraktur Galeazzi
    Fraktur Galeazzi
    Документ30 страниц
    Fraktur Galeazzi
    draxe26
    Оценок пока нет
  • Ileus Obstruktif
    Ileus Obstruktif
    Документ20 страниц
    Ileus Obstruktif
    Benjamin Cruz
    Оценок пока нет
  • CRS Spondilitis TB Jolatuvel Bahana 1110312089
    CRS Spondilitis TB Jolatuvel Bahana 1110312089
    Документ38 страниц
    CRS Spondilitis TB Jolatuvel Bahana 1110312089
    Rana Zara Athaya
    Оценок пока нет
  • Referat Ilmu Bedah Saraf1
    Referat Ilmu Bedah Saraf1
    Документ37 страниц
    Referat Ilmu Bedah Saraf1
    Celline Tantono
    Оценок пока нет
  • Referat Efusi Pleura
    Referat Efusi Pleura
    Документ48 страниц
    Referat Efusi Pleura
    Rochnald Pigai
    Оценок пока нет
  • Duodenal Web
    Duodenal Web
    Документ16 страниц
    Duodenal Web
    Reidita Rosela Suardi
    Оценок пока нет
  • Infanticide
    Infanticide
    Документ34 страницы
    Infanticide
    eldi
    Оценок пока нет
  • BAB II (Penilaian Maloklusi Pada Fraktur Mandibula)
    BAB II (Penilaian Maloklusi Pada Fraktur Mandibula)
    Документ13 страниц
    BAB II (Penilaian Maloklusi Pada Fraktur Mandibula)
    Ridha R. Sufri
    Оценок пока нет
  • Referat Karsinoma Parotis
    Referat Karsinoma Parotis
    Документ29 страниц
    Referat Karsinoma Parotis
    Shelly Stephanie Bintoro
    Оценок пока нет
  • Duodenal+Web, PDF - Pdf. RIA
    Duodenal+Web, PDF - Pdf. RIA
    Документ37 страниц
    Duodenal+Web, PDF - Pdf. RIA
    FITRIA
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka Trauma Tembak
    Tinjauan Pustaka Trauma Tembak
    Документ25 страниц
    Tinjauan Pustaka Trauma Tembak
    Stephanie Wirjomartani
    Оценок пока нет
  • Megacolon Kongenital
    Megacolon Kongenital
    Документ58 страниц
    Megacolon Kongenital
    Arfiian Iffan Buddiarso
    Оценок пока нет
  • Referat Pankreatitis
    Referat Pankreatitis
    Документ17 страниц
    Referat Pankreatitis
    pujianwara
    100% (2)
  • Referat Tonsilitis Kronis
    Referat Tonsilitis Kronis
    Документ17 страниц
    Referat Tonsilitis Kronis
    Putri Santri
    Оценок пока нет
  • Presentasi Case Duodenal Web
    Presentasi Case Duodenal Web
    Документ58 страниц
    Presentasi Case Duodenal Web
    Moch Nizam
    Оценок пока нет
  • Fraktur Suprakondiler Humerus
    Fraktur Suprakondiler Humerus
    Документ5 страниц
    Fraktur Suprakondiler Humerus
    Keyla Kehara Putri
    Оценок пока нет
  • Referat MPASI
    Referat MPASI
    Документ27 страниц
    Referat MPASI
    Ima Mori
    Оценок пока нет
  • Bismillah Peritonitis
    Bismillah Peritonitis
    Документ39 страниц
    Bismillah Peritonitis
    sari
    Оценок пока нет
  • REFERAT CHOLEDOCHOLITHIASIS Andi Mujtahida
    REFERAT CHOLEDOCHOLITHIASIS Andi Mujtahida
    Документ28 страниц
    REFERAT CHOLEDOCHOLITHIASIS Andi Mujtahida
    Andi Mujtahida
    Оценок пока нет
  • Refarat Radiologi Riyaldi
    Refarat Radiologi Riyaldi
    Документ49 страниц
    Refarat Radiologi Riyaldi
    andini puspita sari
    Оценок пока нет
  • Referat VSD
    Referat VSD
    Документ28 страниц
    Referat VSD
    NuriPratiwi
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus CA Nasofaring
    Refleksi Kasus CA Nasofaring
    Документ20 страниц
    Refleksi Kasus CA Nasofaring
    RadityaPriambodo
    Оценок пока нет
  • Referat Anatomi Dan Pemeriksaan Fisik THTKL - Madihah
    Referat Anatomi Dan Pemeriksaan Fisik THTKL - Madihah
    Документ48 страниц
    Referat Anatomi Dan Pemeriksaan Fisik THTKL - Madihah
    binsyah
    Оценок пока нет
  • Referat SAH
    Referat SAH
    Документ26 страниц
    Referat SAH
    Irsa Sevenfoldism
    Оценок пока нет
  • Anatomi Hepar
    Anatomi Hepar
    Документ4 страницы
    Anatomi Hepar
    Chitralovherz Ci'anagh IlanGh
    Оценок пока нет
  • HERNIA
    HERNIA
    Документ30 страниц
    HERNIA
    endah
    Оценок пока нет
  • MENINGIOMA
    MENINGIOMA
    Документ17 страниц
    MENINGIOMA
    Muhammad Nurjayadin
    Оценок пока нет
  • REFERAT Perdarahan Intrakranial
    REFERAT Perdarahan Intrakranial
    Документ22 страницы
    REFERAT Perdarahan Intrakranial
    Nia Ifriana
    Оценок пока нет
  • Anatomi, Histologi Dan Fisiologi Telinga
    Anatomi, Histologi Dan Fisiologi Telinga
    Документ8 страниц
    Anatomi, Histologi Dan Fisiologi Telinga
    DEDY KURNIAWAN
    Оценок пока нет
  • Anorektal Embrio
    Anorektal Embrio
    Документ32 страницы
    Anorektal Embrio
    kinausman
    Оценок пока нет
  • Kasus Hidronefrosis Fix
    Kasus Hidronefrosis Fix
    Документ85 страниц
    Kasus Hidronefrosis Fix
    Imada Khoironi
    Оценок пока нет
  • Referat Radiologi Anatomi Tulang
    Referat Radiologi Anatomi Tulang
    Документ5 страниц
    Referat Radiologi Anatomi Tulang
    Salma Maulidiyah
    Оценок пока нет
  • Referat Panic Disorder Kelompok 9
    Referat Panic Disorder Kelompok 9
    Документ36 страниц
    Referat Panic Disorder Kelompok 9
    Noer As
    Оценок пока нет
  • Limfoma
    Limfoma
    Документ34 страницы
    Limfoma
    Rifqiihsaan Maulanayusup
    Оценок пока нет
  • Anatomi Saluran Cerna
    Anatomi Saluran Cerna
    Документ9 страниц
    Anatomi Saluran Cerna
    lisawzf
    Оценок пока нет
  • Tugas Baca Bedah Anak
    Tugas Baca Bedah Anak
    Документ23 страницы
    Tugas Baca Bedah Anak
    Andreas Rendra
    Оценок пока нет
  • Lisye - Clue Anamnesis
    Lisye - Clue Anamnesis
    Документ3 страницы
    Lisye - Clue Anamnesis
    Lisye Elsina Kareni
    Оценок пока нет
  • AFASIA
    AFASIA
    Документ30 страниц
    AFASIA
    Agista Khoirul
    Оценок пока нет
  • Fraktur Vertebrta
    Fraktur Vertebrta
    Документ18 страниц
    Fraktur Vertebrta
    m43
    Оценок пока нет
  • Referat Intususepsi
    Referat Intususepsi
    Документ21 страница
    Referat Intususepsi
    dimaswiantadiguna
    Оценок пока нет
  • Hirschsprung Disease
    Hirschsprung Disease
    Документ47 страниц
    Hirschsprung Disease
    Mutammamin Ula
    Оценок пока нет
  • CRS Retensio Urin Ec Striktur Uretra
    CRS Retensio Urin Ec Striktur Uretra
    Документ28 страниц
    CRS Retensio Urin Ec Striktur Uretra
    kiky
    Оценок пока нет
  • Lapsus Hemorrhoid
    Lapsus Hemorrhoid
    Документ26 страниц
    Lapsus Hemorrhoid
    Wandry Tonapa
    Оценок пока нет
  • Hirschprung Disease
    Hirschprung Disease
    Документ41 страница
    Hirschprung Disease
    Sri Wahyuni Sahir
    0% (1)
  • Monica Megakolon
    Monica Megakolon
    Документ41 страница
    Monica Megakolon
    Monica Roly Vonita
    Оценок пока нет
  • LP Ca Colon
    LP Ca Colon
    Документ27 страниц
    LP Ca Colon
    azmy
    Оценок пока нет
  • Referat-Colitis Philip Yoram Rapar N11123004
    Referat-Colitis Philip Yoram Rapar N11123004
    Документ28 страниц
    Referat-Colitis Philip Yoram Rapar N11123004
    philiprapar
    Оценок пока нет
  • Tumor Colon Radiologi
    Tumor Colon Radiologi
    Документ31 страница
    Tumor Colon Radiologi
    Syaiful Syukur
    Оценок пока нет
  • Lapsus TETANUS
    Lapsus TETANUS
    Документ14 страниц
    Lapsus TETANUS
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Lapsus Anak (Kolestasis)
    Lapsus Anak (Kolestasis)
    Документ24 страницы
    Lapsus Anak (Kolestasis)
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Urgensi Dan Jejaring Organisasi
    Urgensi Dan Jejaring Organisasi
    Документ15 страниц
    Urgensi Dan Jejaring Organisasi
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Antropologi Kesehatan PPT AS
    Antropologi Kesehatan PPT AS
    Документ26 страниц
    Antropologi Kesehatan PPT AS
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Luka
    Identifikasi Luka
    Документ1 страница
    Identifikasi Luka
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Kesadaran Menurun
    Kesadaran Menurun
    Документ22 страницы
    Kesadaran Menurun
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Nuklir
    Kedokteran Nuklir
    Документ3 страницы
    Kedokteran Nuklir
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • LAPORAN TUTORIAL Kel VI
    LAPORAN TUTORIAL Kel VI
    Документ29 страниц
    LAPORAN TUTORIAL Kel VI
    Muh Aditya Manulusi
    Оценок пока нет
  • Pernafasan Normal
    Pernafasan Normal
    Документ3 страницы
    Pernafasan Normal
    Muh Aditya Manulusi
    0% (1)
  • Modul Infeksi Kulit Bercak Putih Kel 6
    Modul Infeksi Kulit Bercak Putih Kel 6
    Документ20 страниц
    Modul Infeksi Kulit Bercak Putih Kel 6
    Muh Aditya Manulusi
    100% (1)
  • Laporan Kelompok 4. Forensik Modul 2 (Pemeriksaan Bagian Dalam)
    Laporan Kelompok 4. Forensik Modul 2 (Pemeriksaan Bagian Dalam)
    Документ15 страниц
    Laporan Kelompok 4. Forensik Modul 2 (Pemeriksaan Bagian Dalam)
    Muh Aditya Manulusi
    100% (3)
  • От Everand
    Оценок пока нет
  • От Everand
    Оценок пока нет