Вы находитесь на странице: 1из 5

Remidiasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika melalui

Konflik Kognitif: Review


Wakid Rima Oktafianto1*, Supriyadi1, Ngurah Made Dharma Putra1
1

Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Indonesia 50229


*Email: rima.oktafianto@gmail.com

Abstrak, Pembelajaran fisika menuntut pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika. Sebelum pembelajaran, dalam
struktur kognitif siswa telah terbentuk konsepsi fisika. Namun konsepsi tersebut belum tentu benar dan sesuai dengan
konsepsi para ahli. Jika konsepsi awal siswa tidak sesuai dengan konsepsi para ahli fisika terjadilah miskonsepsi.
Miskonsepsi banyak terjadi pada mata pelajaran fisika. Miskonsepsi harus segera diatasi. Salah satu pendekatan yang efektif
mengatasi miskonsepsi adalah pendekatan konflik kognitif. Melalui pendekatan konflik kognitif siswa dapat mereorganisasi
struktur kognitifnya sendiri sehingga miskonsepsi dapat teratasi.

Kata Kunci: konsep fisika, miskonsepsi, konflik kognitif

PENDAHULUAN
Fisika merupakan mata pelajaran yang
mempelajari tentang fenomena alam, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan
matematika. Sehingga selain diperlukannya operasi
matematis, juga diperlukan pemahaman tentang
konsep. konsep-konsep tersebut dikenalkan melalui
kegiatan pembelajaran. Siswa tidak memasuki
pelajaran dengan kepala kosong. Tetapi sebaliknya
kepala siswa telah dipenuhi dengan pengalaman
dan pengetahuan yang berhubungan dengan
pelajaran yang diajarkan [1]. Dalam kehidupannya,
siswa selalu berinteraksi dengan alam, melihat
benda-benda, dan peristiwa-peristiwa alam.
Pengalaman-pengalaman ini membawa mereka
mengembangkan penafsiran atau dugaan-dugaan
sehingga terbentuk konsepsi awal [2]. Akan tetapi
konsepsi awal yang terbentuk tersebut belum tentu
benar. Konsepsi awal yang tidak sesuai dengan
konsep ilmiah para ahli disebut dengan
miskonsepsi.
Adanya
miskonsepsi
dapat
mengakibatkan kesulitan pada saat mempelajari
suatu konsep.
Miskosepsi banyak terjadi dalam mata
pelajaran fisika. Hampir pada seluruh materi fisika
terjadi miskonsepsi. Dari 700 penelitian tentang
miskonsepsi dalam fisika, 300 diantaranya meneliti
tentang miskonsepsi pada mekanika, 159 pada
listrik, 70 pada kalor, optika, dan sifat-sifat materi,
35 pada ilmu bumi dan antariksa, serta 10
penelitian pada fisika modern [3].
Miskonsepsi yang terjadi harus segera
dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Berbagai

pendekatan dapat digunakan untuk mengatasi


miskonsepsi, salah satunya pendekatan konflik
kognitif. Dalam artikel ini akan dibahas apa itu
konflik kognitif dan keefektifannya dalam
mengatasi miskonsepsi siswa pada konsep-konsep
fisika.

Konsep, Konsepsi, Miskonsepsi


Menurut Ausubel konsep merupakan
benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi,
atau ciri-ciri yang memiliki kekhasan dan yang
terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau
simbol. Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciriciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara
sesama manusia dan yang memungkinkan manusia
berpikir [4].
Pemahaman tiap siswa terhadap banyak
konsep sangat mungkin berbeda-beda. Tafsiran
seseorang terhadap suatu konsep disebut dengan
konsepsi. Walaupun dalam fisika kebanyakan
konsep telah mempunyai arti yang jelas dan
disepakti oleh para tokoh fisika, konsepsi siswa
tetap saja dapat berbeda-beda. Jika konsepsi siswa
sama atau relatif sama dengan konsepsi fisikawan,
maka konsepsi siswa tersebut tidak dapat dikatakan
salah. Tetapi jika konsepsi siswa sungguh-sungguh
tidak sesuai dengan konsepsi para fisikawan, maka
siswa tersebut dikatakan mengalami miskonsepsi
[5]. Miskonsepsi dapat juga dipandang sebagai
sebuah konsepsi yang melekat kuat dibenak siswa
yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi para
ahli, yang dapat menghambat bahkan menyesatkan
siswa dalam memahami suatu konsep.

Ada beberapa hal yang menyebabkan


terjadinya miskonsepsi pada seseorang dalam
mempelajari suatu ilmu, terutama dalam
pembelajaran ilmu fisika yang syarat akan konsepkonsep dasar fisika diantaranya adalah: (a) kurang
tepatnya aplikasi konsep-konsep yang telah
dipelajari,
(b)
ketidakberhasilan
dalam
menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang
lain pada situasi yang tepat, (c) ketidakberhasilan
guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari
konsep yang bersangkutan, (d) sulitnya untuk
meninggalkan pemahaman siswa yang telah ada
sebelumnya [6].

Diagnosa Miskonsepsi
Terdapat
bermacam-macam
cara
melakukan diagnosa untuk mengidentifikasi
miskonsepsi. Diantaranya melalui tes diagnostik
dan Certainty of Response Index (CRI).
Tes Diagnostik
Tes
diagnostik
dilakukan
melalui
wawancara klinis, tes tertulis beralasan, dan peta
konsep. Dengan menggunakan wawancara klinis
dapat diungkapkan pengetahuan awal dan
miskonsepsi siswa secara lebih mendalam dan
lebih orisinil. Berdasarkan jawaban dan
argumentasi yang dikemukakan siswa pada lembar
tes, dapat ditelusuri pengetahuan awal dan
miskonsepsi siswa serta latar belakangnya. Cara
ketiga ialah dengan menggunakan peta konsep.
Konsepsi siswa dapat diperkirakan dengan peta
konsep yang bentuknya tentu saja berbeda dengan
tingkat pemahaman masing-masing siswa terhadap
suatu konsep. Oleh karena itu penelusuran
pengetahuan awal (prior knowledge) siswa dapat
dilakukan dengan bantuan peta konsep [7].
Certainty of Response Index (CRI)
Teknik lain yang dapat digunakan untuk
menelusuri keadaan miskonsepsi siswa tentang
konsep-konsep yaitu dengan menggunakan model
CRI (Certainty of Response Index). Model ini dapat
menggambarkan keyakinan siswa terhadap
kebenaran alternatif jawaban dengan didasarkan
pada suatu skala yang diberikan bersamaan dengan
setiap jawaban suatu soal. Skala dan kriteria CRI
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. CRI dan Kriterianya [8]


CRI
0
1
2
3
4
5

Kriteria
(Totally guessed answer)
(Almost guess)
(Not sure)
(Sure)
(Almost certain)
(Certain)

Tingkat kepastian jawaban tercermin


dalam skala CRI yang diberikan sendiri oleh siswa,
CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan
konsep pada diri siswa dalam menjawab suatu
pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya
ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya
CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan
kepastian konsep yang tinggi pada diri siswa dalam
menjawab pertanyaan. Seorang siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat
dibedakan secara sederhana dengan cara
membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal
dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban
yang diberikan untuk soal tersebut [4], Seperti pada
tabel 2. Kelemahan teknik ini terletak pada
ketergantungannya terhadap kejujuran siswa dalam
menuliskan skala CRI.
Tabel 2. Penentuan Miskonsepsi
Jawaban
Benar

Salah

CRI
Rendah
Lucky guess

Tinggi
Pemahaman
konsep benar

Lack a
knowledge

Miskonsepsi

Konflik
Kognitif
Perubahan Konsep

sebagai

Dasar

Sebelum pembelajaran, dalam struktur


kognitif siswa telah terbentuk konsepsi fisika.
Namun konsepsi tersebut belum tentu benar dan
sesuai dengan konsepsi para ahli. Jika konsepkonsep baru dimasukkan ke dalam struktur kognitif
siswa akan terjadi pencampuran konsep lama yang
belum tentu benar dengan konsep baru. Akibatnya
timbul pengertian yang salah dan siswa kesulitan
untuk memahami konsep baru tersebut.

Pendekatan
konflik
kognitif
dikembangkan dari pandangan Piaget bahwa siswa
secara
aktif
melakukan
reorganisasi
pengetahuannya yang telah disimpan dalam
struktur kognitif. Struktur kognitif siswa dapat
mengalami reorganisasi untuk menyesuaikan
dengan informasi yang baru diterimanya melalui
adaptasi berupa proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi merupakan suatu proses dimana
informasi yang masuk ke otak disesuaikan sampai
cocok dengan struktur kognitif itu sendiri.
Sedangkan
akomodasi
merupakan
proses
perubahan struktur kognitif karena hasil
pengamatan atau informasi baru [5]. Apabila
pengalaman atau informasi baru tidak cocok
dengan struktur kognitif siswa maka dapat
menimbulkan konflik dan terjadilah asimilasi dan
akomodasi, yaitu perubahan konsep dengan
membentuk struktur kognitif yang cocok dengan
informasi baru tersebut. Pendekatan tersebut
dikenal dengan pendekatan konflik kognitif.
Pendekatan
konflik
kognitif
memberikan
kemudahan bagi siswa dalam mempelajari konsepkonsep fisika, melatih siswa berpikir kritis dan
kreatif, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa
[6].
Proses konflik kognitif meliputi tiga
tahap: (1) Pendahuluan (preliminary) yaitu
dilakukan dengan penyajian konflik kognitif, (2)
konflik (conflict) yaitu penciptaan konflik yang
melibatkan proses asimilasi dan akomodasi, dan (3)
penyelesaian (resolution) yaitu kegiatan diskusi
dan menyimpulkan hasil diskusi [9]

Hasil Remidiasi Miskonsepsi melalui


Konflik Kognitif
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
mengatasi miskonsepsi dalam pembelajaran fisika,
salah satunya melalui pendekatan konflik kognitif.
Pada materi usaha dan energi, pendekatan konflik
kognitif dapat mengurangi terjadinya miskonsepsi
dengan tingkat pemahaman rata-rata kelas XI A1
83% dan kelas XI A2 86,25% [10]. Pada materi
Suhu
dan
kalor,
remidiasi
miskonsepsi
menggunakan pendekatan konflik kognitif dapat
mereduksi miskonsepsi yang terjadi [1][11][12].
Pada materi dinamika 34,3% siswa miskonsepsinya
dapat diperbaiki menjadi konsepsi ilmiah [13],
penurunan juga terjadi pada miskonsepsi dinamika
yang dialami mahasiswa melalui remidiasi konflik
kognitif [14]. Pendekatan konflik kognitif juga

diaplikasikan pada materi tekanan [6], mekanika


dan kelistrikan [15]. Semua penelitian yang telah
dilakukan
menunjukkan
bahwa
remidiasi
miskonsepsi berhasil dilakukan melalui pendekatan
konflik kognitif.
Keberhasilan remidiasi terjadi karena pada
pembelajaran dengan pendekatan konflik kognitif
terjadi proses internal yang intensif pada peserta
didik sehingga keseimbangan ilmu pengetahuan
yang lebih tinggi akan tercapai. Dengan adanya
konflik dalam otak siswa maka dapat menghasilkan
perubahan jaringan konsep dalam otak siswa
(perubahan struktur kognitifnya). Perubahan itu
belum tentu benar, maka melalui penggunaan
teorinya secara aktif dalam sejumlah masalah yang
tepat, siswa dilatih dan diarahkan ke teori yang
benar menurut model fisikawan sekarang. Kondisi
ini dapat berdampak positif terhadap pengurangan
miskonsepsi siswa [1][5].

PENUTUP
Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran
fisika efektif untuk mengatasi miskonsepsi fisika.
Pendekatan konflik kognitif dapat dijadikan salah
satu alternatif bagi guru untuk mengatasi
miskonsepsi yang terjadi. Pendekatan konflik
kognitif akan lebih efektif jika guru lebih
memperhatikan prasyarat konsep yang harus
dimiliki siswa dalam pembelajaran, menyampaikan
konsep-konsep dasar secara benar dan membantu
siswa dalam menghubungkan antar konsep serta
pandai memilih pendekatan pembelajaran untuk
mengurangi miskonsepsi fisika yang dialami oleh
para siswa.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

Mosik and Maulana P, Usaha Mengurangi


Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui
Pembelajaran dengan Pendekatan Konfik
Kognitif, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
6, 2010, pp: 30-35.
Ismu Wahyudi and Nengah Maharta,
Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi Fisika
pada Guru Fisika SMA RSBI di Bandar
Lampung, Jurnal Pendidikan MIPA 14 (1),
2013, pp: 18-32.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan


Konsep dalam Pendidikan Fisika, Jakarta:
Grasindo, 2013
Yuyu R. Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi
pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan
Certainty of Respone Index (CRI), Mimbar
Pendidikan 24 (3), 2005, pp: 4-9.
Euwe Van Den Berg, Miskonsepsi Fisika dan
Remidiasi, Salatiga: Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW).
Setyowati A, Implementasi Pendekatan
Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika
untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa SMP Kelas VII, Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 7, 2011, pp: 8996.
Muhamad Taufiq, Remidiasi Miskonsepsi
Mahasiswa Calon Guru Fisika pada Konsep
Gaya melalui Penerapan Model Siklus
Belajar (Learning Cycle) 5E, Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia 1 (2), 2012, pp:
198-203.
Saleem Hasan et al., Misconseptions and the
Certainty of Response Index (CRI), Phys.
Educ. 34 (5), pp: 294-299.
Lee G et al., Development of An Instrument
for Measuring Cognitive Conflict in
Secondary-Level Science Classes. Journal of
Research in Science Teaching 40 (6), pp: 585603.
Nunumg Khasanah, Penggunaan Pendekatan
Konflik Kognitif untuk Remidiasi Miskonsepsi
Pembelajaran Usaha dan Energi, Tesis,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Mustafa Baser, Fostering Conceptual Change
by Cognitive Conflict Based Instruction on
Students Understanding of Heat And
Temperature Concepts, Eurasia Journal of
Mathematics Science and Technology
Education 2 (2), 2006, pp: 96-114.
Nana, Penggunaan Konflik kognitif untuk
Remidiasi Miskonsepsi Suhu dan Kalor,
Thesis, Universitas Sebelas Maret, 2006.
I Wayan Sadia, Efektivitas Model Konflik
Kognitif dan Model Siklus Belajar untuk
Memperbaiki Miskonsepsi Siswa dalam
Pembelajaran Fisika, Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja 3, 2004,
pp: 40-58.
Kurniadi Erawan, Mengatasi Miskonsepsi
Dinamika dengan Konflik Kognitif melalui

Metode Demonstrasi, Thesis, Universitas


Negeri Sebelas Maret, 2008.
15. Jaesool Kwon et al., The Effects of Cognitive
Conflict on Students Conceptual Change in
Physics, Journal of Physics Education Korean
National University 4 (1), pp: 64-79.

Artikel

Remidiasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika melalui


Konflik Kognitif: Review

Disusun Oleh
WAKID RIMA OKTAFIANTO
0403514012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2016

Вам также может понравиться