Вы находитесь на странице: 1из 55

PPRA dan Penggunaan

Antibiotika Rasional.
Armen Muchtar
Departemen Farmakologi Klinik
RSUPNCM/
Departemen Farmakologi&Terapeutik
FKUI

Cultural and Economic Factors that Misshape


Antibiotic Use: The Nonpharmacologic Basis of
Therapeutics

Since the dawn of therapeutics, the prescribing


of medications by doctors and their use by
patients has been marked by substantial
variability in both rationality and effectiveness.
Drug use historically has reflected the highest
principles of science as well as strikingly
irrational behavior. This heterogeneity has been
particularly vivid in the case of antibiotics.
(Ann Intern Med 2000;133: 128-135)

Masalah Obat
Inappropriate: over-prescribing/use, mis-

prescribing/use, under-prescribing/use, and


abuse.
Expensive impoverishment/catastrophic
expenditure.
Harmful: severe/fatal adverse drug events.
Excessive: me-too drugs, copy drugs.
Doubtful: marginal efficacy, placebo effect.
Latar belakang masalah obat:
komoditi, promosi dan
komersialisasi

Farmakoterapeutik: Seleksi Obat


Pada Orang Sakit
6 key steps to a rational therapeutic decision
making:
1) Making accurate diagnosis.
2) Understanding the pathophysiology of the

disease.
3) Reviewing the menu of pharmacotherapeutic
options.
4) Selecting patient-specific drug and dosage.
5) Selecting endpoints to follow.
6) Maintaining the therapeutic alliance with the
patient.

The WHO Steps of Rational Drug


Treatment
Step
Step
Step
Step

1. Define the patient problem.


2. Specify the therapeutic objective.
3a. Choose your preferred drug.
3b. Verify the suitability of your
treatment.
Step 4. Start the treatment.
Step 5. Give information, instruction, and
warning.
Step 6. Monitor the treatment.

Opsi Penggunaan AB Berdasarkan


Diagnosis.
Observasi : fokus infeksi tak jelas, diagnosis

belum terarah, seyogianya tak gunakan AB .


Profilaksis: gunakan AB, tak ada infeksi, ada
ancaman infeksi.
Empiris: gunakan AB spektrum lebar, ada
fokus infeksi dan gejala yang mengancam jiwa.
Pre-emptive: gunakan AB, ada gejala
patognomonik yang mengarahkan diagnosis ke
kuman tertentu.
Definitive: gunakan AB berspektrum sempit
yang sensitif berdasarkan hasil kulturresistensi dari fokus infeksi.

Hasil Diagnostik Bakteriologik:


Penentu Kerasionalan Penggunaan AB
Ada 4 kemungkinan hasil pemeriksaan
bakteriologik:
1) false-negative: bakteri penyebab tak
ketemu,
fokus infeksi ada.
2) false-positive: ditemukan kuman, bukan
penyebab pada fokus infeksi.
3) true-negative: kuman tak ditemukan di
fokus
infeksi, infeksi non-bakteri.
3) true-positive: ditemukan kuman penyebab
infeksi di fokus infeksi.

Peningkatan Ketepatan Diagnostik


Bakteriologik
Sasarannya adalah untuk singkirkan hasil

pemeriksaan yang false-negative/positive.


False-negative sering terjadi bila diambil spesimen
sesudah AB empirik dimulai. Pastikan pengambilan
spesimen sebelum memulai AB empirik.
False-positive terjadi bila yang terambil koloni
kuman bukan dari fokus infeksi, atau spesimen
tercemar sewaktu pengiriman dan proses
pemeriksaan di laboratorium.
Untuk tingkatkan ketepatan diagnostik
bakteriologik, taati pedoman tatacara
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan, dan
pelaporan diagnostik bakteriologik.

Pengambilan dan Pengiriman Bahan


Diagnostik Bakteriologik
Manfaat pemeriksaan sangat ditentukan oleh

kwalitas bahan.
Perlu ada pedoman tertulis tatacara
pengambilan bahan, yang selalu
diperbaharui, dan tersedia di bangsal.
Pengambilan bahan harus didasarkan pada
adanya tanda klinis infeksi yg jelas. Bahan
diambil dari sumber infeksi.
Bahan harus segera di-inokulasi-kan ke
dalam media biakan, di sisi penderita.

Pengambilan dan Pengiriman Bahan


Diagnostik Bakteriologik
Perlu ada sistem kendali mutu yg

disepakati bersama, dilengkapi dgn kriteria


bahan yg memenuhi dan tak memenuhi
syarat utk diperiksa.
Dokter bangsal harus
mengawasi/mengambil sendiri bahan dan
segera mengirim ke lab.
Lengkapi bahan dgn informasi klinis yang
gayut, agar tercapai kwalitas pelaporan yg
baik.
Perlu ada catatan di status tentang cara
pengambilan bahan dan jam pengiriman.

Pemeriksaan Bahan dan Pelaporan


Hasil
Bahan harus segera diperiksa di lab dan

hasil segera dikirim ke bangsal. Jam


penerimaan dan pemeriksaan bahan perlu
dicatat.
Proses pemeriksaan harus mematuhi good
laboratory practices.
Laporan hasil pemeriksaan harus
ditandatangani dokter lab, disertai
komentar/interpretasi tertulis.
Hasil pemeriksaan harus segera dapat
digunakan oleh dokter bangsal utk
pengambilan keputusan.

Diagnosis Etiologik Presumptive


Ditegakkan dengan tes serologik spesifik atau

pemeriksaan mikroskopik.
Pewarnaan Gram dari fokus infeksi/cairan
purulent perlu dilakukan. Spesimen diambil
dengan cara-cara yang lege artis, terhindar
dari kuman komensal atau kontaminan, agar
hasil pemeriksaan tak false-positive.
Syarat pemeriksaan Gram langsung:
terlatih/berpengalaman, sediaan harus segar.
Kelebihan pemeriksaan Gram langsung:
murah, cepat, dan sensitif, bila spesimen
berasal dari fokus infeksi.

Kegunaan Pewarnaan Gram pada


Pneumonia
Tingkatkan sensitifitas Clinical Pulmonary Infection

Score (CPIS) sebagai alat diagnostik.


Arahkan diagnostik ke pengenalan kuman penyebab
infeksi; arahkan terapi, dari empirik berspektrum
lebar ke preemptive berspektrum sempit.
Cegah penggunaan AB yang salah, dengan cara
bedakan kuman komensal dengan kuman penyebab
infeksi.
Konfirmasikan hasil pemeriksaan bakteriologik.
Kurangi risiko biaya, efek samping, dan koloni kuman
yang resisten.
40% pneumonia tak hasilkan seketika sputum
purulen

Ketepatan Diagnosis Pewarnaan


Gram pada Pneumonia Komunitas
Spesimen sputum dinyatakan valid bila pd

pewarnaan Gram ditemukan >25 lekosit PMN dan


<10 sel epitel squamosa, pd pembesaran 100
kali.
Morphotype kuman dgn pewarnaan Gram 85%
sesuai dengan morphotype kuman setelah kultur,
7% dinyatakan sebagai flora normal setelah
kultur.
Kuman yg dapat dikenali morphotype-nya pd
pewarnaan Gram adalah: S pneumonia, S aureus,
S pyogenes, S agalactiae, E coli, Serratia sp, H
influenzae, N meningitidis.

Cacat Baku Mutu Tatalaksana


Pneumonia Komunitas
Baku mutu tatalaksana pneumonia di AS

tetapkan waktu kurang dari 4 jam dosis


pertama AB harus diberikan pada
penderita pneumonia yang dirujuk ke IGD.
Dibuktikan, baku mutu ini dorong
penggunaan AB empirik pada penderita
non- pneumonia.
Tahun 2007, IDSA/ATS rekomendasikan
pemberian AB dimulai setelah diagnosis
etiologik tegak di IGD.

Cacat Baku Mutu Tatalaksana


Pneumonia Komunitas
The JCHA di AS perlonggar window time

itu menjadi 6 jam.


Sebelumnya, tahun 1997, The Medicare
National Pneumonia Project tetapkan
window time itu 8 jam, hingga cukup
waktu untuk tegakkan diagnosis
presumptive.
Peneliti Belanda anjurkan prioritas pada
tindakan yang sudah evidence-based, yaitu
atasi dehidrasi/syok dan beri oksigen,
daripada buru-buru berikan AB.

Cacat Terapi Empirik


Terapi empirik perlukan chain of reasoning sbb: 1)

kompilasi data klinik; 2) pemeriksaan diagnostik


fokus infeksi; 3) identifikasi tempat masuk kuman;
4) flora kuman di tempat masuk; 5) identifikasi
kuman patogen penyebab infeksi; 5) data pola
resistensi kuman di satu unit pelayanan.
Defisit data/pengetahuan di salah satu chain of
reasoning ini sebabkan ketaktepatan pemilihan
dan penggunaan AB.
Survai di satu RS di AS, 1984 1985, temukan
cacat dalam salah satu chain of reasoning itu
capai 56.4%.

Kekeliruan Penggunaan AB, Dari


Sudut Pandang Diagnosis
Beri AB, padahal belum perlu, karena fokus

infeksi tak jelas, gejala tak mengancam,


atau diagnosis belum terarah.
Beri AB profilaksis, tetapi indikasi, timing,
pilihan, dan lama AB tak sesuai pedoman
klinik tingkat kebersihan luka.
Beri AB empirik atas dasar diagnosis klinis,
tetapi gejala penyakit tak mengancam jiwa.
Beri AB pre-emptive tanpa ada usaha
lakukan pemeriksaan mikroskopik/serologik.
Beri AB definif, tapi tak acuhkan hasil kultur
bakteriologik/tak lakukan de-eskalasi.

Optimasi Dosis
Antibiotika
Tingkatkan kesembuhan klinis dan cegah

timbulnya resistensi.
Besar dosis dan regimen pemberian
diperhitungkan untuk capai kadar terapi di
jaringan, yang hasilkan kesembuhan
maksimal.
Dosis dan regimen pemberian ditetapkan
berdasarkan perhitungan parameter
farmakokinetik-farmakodinamik (PK/PD)
masing-masing AB, yang diperoleh dari hasil
penelitian in vivo pada hewan dan orang sakit.

Parameter FarmakokinetikFarmakodinamik
1.
Time-dependent killing
vs
Concentration-dependent killing

Untuk AB yang time-dependent killers,

parameter PK/PD yang digunakan untuk


optimalisasi dosis adalah lama waktu kadar AB di
atas MIC (T>MIC); sedangkan untuk AB yang
concentration-dependent killers, digunakan
parameter rasio antara kadar puncak/MIC
(Cmax/MIC), atau luas area di atas MIC selama 24
jam (AUC24/MIC).
AB yang concentration-dependent killers adalah
AB yg perlihatkan post-antibiotic effect, yaitu
aminoglikosida, kinolon, dan metronidazole.
Belakangan ini sedang dijajaki penggunaan
mutant prevention concentration (MPC) sebagai
pengganti MIC untuk penentuan parameter PK/PD.

Selected Antimicrobials Classified


by Their PK/PD Indices
f T>MIC
24/MIC

Cmax/MIC

-Lactam
Aminoglycosides
Fluoroqinolones
Carbapenems
Metronidazole
Linezolid
Telithromycin
Erythromycin
Daptomycin
Clarythromycin

AUC0-

Azithromycin
Tetracyclines
Glycopeptides
Tigecycline

Figure 1. Relationship between different measures of drug exposure and the microbiological effect observed in a mouse model of pneumonia.
Murine Klebsiella pneumoniae pneumonia was treated with different doses and schedules of ceftazidime. AUC24, area under the 24-h concentrationtime
curve; Cmax, maximum concentration. Data are from [9].

Untuk memperpanjang T>MIC, dianjurkan

agar AB yang time-dependent killers


diberikan dengan syringe pump dalam waktu
3- 4 jam (extended infusion). Bahkan untuk
piperacillin, ceftadizime, dan vancomycin
dianjurkan pemberian perinfus berlanjut
selama 24 jam, karena dalam larutan air
kedua antibiotika ini tetap stabil, tak terurai,
suhu kamar <24C.

Parameter FarmakokinetikFarmakodinamik
2.
Minimal Inhibition Concentration
vs
Mutant Prevention Concentration

Parameter FarmakokinetikFarmakodinamik
3.
Hidrofilik
vs
Lipofilik

Instabilitas Farmakokinetik
Pada sepsis berat dan syok septik, volume

distribusi obat (Vd) naik lebih dari 60%.


Peningkatan itu terjadi karena capillary
leakage dan resusitasi cairan.
Dosis AB perlu disesuaikan ke atas, agar
kadar AB di fokus infeksi tetap tinggi, sesuai
dengan target. Misalnya, dosis awal amikacin
perlu dinaikkan menjadi > 25 mg/kgBB.
Instabilitas farmakokinetik dapat pula terjadi
oleh faktor pengobatan dan
pemburukan/perbaikan penyakit, yang
berpengaruh pada distribusi dan eliminasi AB.

Instabilitas Farmakokinetik
Untuk memelihara kadar terapi AB, perlu

dilakukan penyesuaian dosis AB berdasarkan hasil


pemantauan kadar AB dan klirens kreatinin
harian.
Penyesuaian dosis pada instabilitas
farmakokinetik berlaku untuk AB yang hidrofilik
(beta-laktam, aminoglikosida, dan glikopeptida),
dan tak perlu diberlakukan untuk AB yang lipofilik
(kinolon, linezolid, tetrasiklin, makrolida,
kloramfenikol, rifampicin).
Banyak senter pelayanan yang mempersyaratkan
perlunya therapeutic drug monitoring untuk
optimalisasi dosis AB pada infeksi berat, seperti
sepsis berat dan syok septik.

Terapi Antibiotik Pada


Penderita Sekarat
Penderita sekarat sering mengalami infeksi

berulang, terutama dalam waktu 2-4 minggu


sebelum ajal.
Penggunaan AB pada keadaan ini lebih bersifat
paliatif, karena penyakit utama sudah tidak
tersembuhkan lagi.
Dikuatirkan penggunaan AB pada penderita
sekarat, hanya menambah beban biaya dan
mempermudah kolonisasi dan infeksi kuman
resisten.
Perlu dipertimbangkan secara cermat apakah
masih ada manfaat AB. Bila tak bermanfaat,
sebaiknya pengobatan diarahkan ke terapi paliatif.

Audit Kwantitatif Terapi Antibiotika


di RSUPN-CM
Tingkat konsumsi AB, Juni Juli 2008 adalah:

95.7 DDD/100 patient days.


RS Belanda (2001): 54.7 DDD/100
patient days
RS Denmark (2001): 44.8
--,,-RS Prancis
(2001): 74.1
--,,-Dept. IPD
(2010): 170
--,, --

Audit Kwalitatif Terapi Antibiotika


Apakah data dalam rekam medik cukup untuk

dapat melakukan audit/evaluasi ?.


Apa tanda/gejala/pemeriksaan klinis yang
pastikan adanya infeksi?. Apakah ada indikasi
pemberian AB: ada/tidak/
belum?
Apakah pilihan AB memadai dilihat dari
kemanjuran, keamanan, biaya dan spektrum?.

Audit Kwalitatif Terapi Antibiotika


Apakah lama pemberian AB memadai:

singkat, panjang, atau cukup?


Apakah pemberiannya benar: dosis, interval,
dan rute?
Apakah waktu pemberiannya tepat?: terlalu
dini, terlambat, atau tepat?

Masalah Penggunaan
Antibiotika

Ketaktepatan diagnosis
Pilihan yang tak rasional
Dosis dan regimen tak memadai
Treatment futility

Audit AB Penghematan AB
Pengendalian Resistensi AB.

Antibiotic Stewardship
Programs
Core Strategies
1. Prospective audit with intervention and feedback to the
prescriber
2. Formulary restriction and preauthorization of
antimicrobials.
Supplemental Strategies
3. Education
4. Guidelines and clinical pathways
5. Antimicrobial order forms
6. Antimicrobial cycling
7. Combination therapy
8. Streamlining/de-escalation therapy
9. Dose optimization
10. IV to PO switch

Terima

Kasih

CDCs 12 Steps to Prevent


Antimicrobial Resistance in
Hospitalized Adults
Prevent infection
1. Vaccinate
2. Get the catheter out
Diagnose and treat infection effectively
3. Target the pathogen
4. Access the experts
Use antimicrobials wisely
5. Practice antimicrobial control
6. Use local data

7.
8.
9.
10.

Treat infection, not contamination.


Treat infection, not colonization.
Know when to say no to vancomycin.
Stop treatment when infection is cured
or unlikely.
Prevent transmission
11. Isolate the pathogen
12. Break the chain of contagion.

Вам также может понравиться