Вы находитесь на странице: 1из 32

REFERAT

TUMOR OVARIUM

Pembimbing:
dr. Hardjono Purwadhi, Sp.OG

Oleh:
Dasep Padilah

G4A014086

Zafir Jehan Andika

G4A014091

Fiska Praktika Widyawibowo

G4A015034

Risma Pramudya Wardhani

G4A015052

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2015

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TUMOR OVARIUM

Oleh:
Dasep Padilah

G4A014086

Zafir Jehan Andika

G4A014091

Fiska Praktika Widyawibowo

G4A015034

Risma Pramudya Wardhani

G4A015052

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto

Disetujui untuk dipresentasikan


Pada tanggal,

Oktober 2015

Pembimbing,

dr. Hardjono Purwadhi, Sp.OG

BAB I
PENDAHULUAN

Ovarium merupakan tempat di mana lesi neoplastik maupun non neoplastik


sering terjadi. Lesi pada ovarium dapat muncul baik pada periode neonatal
maupun pada periode post menopause. Kelainan pada ovarium yang paling
penting adalah tumor ovarium. Tumor ovarium merupakan salah satu jenis
kelainan yang terjadi pada sistem genitalia wanita. Menurut Prawirohardjo (2008),
tumor ovarium adalah suatu kantong abnormal berisi cairan atau setengah cair
atau padat yang tumbuh dalam indung telur (ovarium). Tumor ovarium dibedakan
menjadi tumor jinak, borderline, dan tumor ganas. Mayoritas tumor pada ovarium
bersifat jinak, akan tetapi semuanya memiliki risiko seumur hidup untuk
berkembang menjadi suatu keganasan (Heffner & Schust, 2005; Lester, 2005).
Angka kejadian tumor ovarium yaitu sekitar 30% dari keseluruhan jenis
tumor pada sistem genitalia wanita. Persentase ini lebih rendah apabila
dibandingkan dengan tumor serviks dan uterus. Akan tetapi, tumor ovarium
memiliki angka mortalitas yang tinggi. Secara global, sebanyak lebih dari 23.000
kasus baru kanker ovarium ditemukan setiap tahunnya, sekitar 13.900 kasus di
antaranya meninggal dunia akibat kanker ovarium. Berdasarkan laporan dari
Badan Registrasi Kanker (BRK) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2005 diketahui bahwa kanker ovarium menempati urutan keempat di antara 10
tumor tersering dari keseluruhan tumor primer yang terjadi pada pria dan wanita
dan menduduki urutan keenam terbanyak dari keganasan pada wanita setelah
kanker serviks, payudara, kolorektal, kulit, limfoma (Lester, 2005; Tambunan,
1991).
Tumor pada ovarium sering ditemukan pada usia produktif, terutama tumor
ovarium yang bersifat jinak. Selama tahap usia produktif, massa pada ovarium
biasanya merupakan kista ovarium fungsional maupun neoplasma ovarium jinak,
sedangkan tumor ovarium yang bersifat ganas lebih banyak ditemukan pada
kelompok usia mendekati menopause dan kelompok usia postmenopause (Heffner
& Schust, 2005; Tavasolli, 2003).

Peningkatan angka kejadian tumor ovarium erat hubungannya dengan


pertambahan usia, jumlah paritas, dan penggunaan oral kontrasepsi pada negara
berkembang (Lester, 2005; Tavasolli, 2003). Tumor ovarium terjadi akibat reaksi
etiologi yang bersifat multifaktorial. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
penyebab terjadinya tumor ovarium, akan tetapi beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhi terjadinya tumor ovarium antara lain faktor genetik, faktor
nutrisi, faktor gaya hidup, dan faktor hormonal (Eichholzer, 1997; Key et al.,
2004; Kritchevsky, 2003; Weisburger, 2002)
Pertumbuhan tumor ovarium seringkali tidak menimbulkan gejala sehingga
penyakit ini dikenal sebagai silent killer. Sulitnya diagnosis dini pada pasien
dengan tumor ovarium menyebabkan tingginya angka mortalitas akibat tumor
ovarium. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
penyakit tumor ovarium oleh petugas kesehatan maupun masyarakat sehingga
dapat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tumor ovarium (Lester,
2005).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tumor ovarium merupakan suatu massa yang tumbuh pada ovarium.
Tumor ovarium dibedakan menjadi tumor jinak ovarium dan tumor ganas
ovarium (kanker ovarium). Tumor jinak ovarium atau yang juga dikenal
sebagai atypical proliferating tumors adalah massa ovarium yang terdiri
dari kelompok tumor yang menunjukkan proliferasi epitel yang jinak dan
non-invasif (Monga, 2000).
Tumor ganas ovarium (kanker ovarium) merupakan suatu jenis
keganasan yang berkembang di sel-sel penunjang ovarium, termasuk sel
epitel permukaan, sel germinal, dan sel stroma. Sel kanker yang
bermetastasis dari organ lain menuju ovarium tidak disebut sebagai kanker
ovarium. Berbagai neoplasma baik jinak maupun ganas dapat berasal dari
setiap jenis sel yang ada dalam ovarium (Heffner & Schust, 2010).
B. Klasifikasi
Tumor ovarium merupakan entitas patologik yang sangat beragam
karena adanya tiga jenis sel yang membentuk ovarium normal yaitu sel epitel
penutup permukaan yang bersifat multipoten, sel germinativum yang bersifat
totipoten, dan sel stroma/genjel seks yang bersifat multipoten. Setiap jenis sel
ini menimbulkan berbagai jenis tumor. Klasifikasi tumor ovarium
berdasarkan sifat neoplastik dan non neoplastiknya yaitu sebagai berikut
(Lester, 2005; Prawirohardjo, 2008; Tavasolli, 2003):
1. Non Neoplastik
a. Kistafolikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai
berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari
beberapafolikelprimeryangsetelahbertumbuhdibawahpengaruh
estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim, melainkan
membesarmenjadikista.Biasanyakistaberdiameterkista11,5cm
(<5cm).Cairandidalamkistajernihdanmengandungestrogen.Oleh
sebabitujeniskistainiseringmengganggusiklushaid.Kistafolikel
inilambatlaunmengecildanmenghilangspontandalam2bulan.

b. Kistakorpusluteum
Dalamkeadaannormalkorpusluteumlambatlaunmengecil
dan menjadi korpus albikans, Kista korpus luteum terjadi karena
bertambahnya sekresi progesteron. Kista ini berasal dari korpus
luteum yang tidak mengecil menjadi korpus albikans, tetapi
mempertahankan diri. Pendarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah
coklat karena darah tua. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel teka. Kista
lutein labih besar daripada kista folikel, cenderung lebih keras dan
padat dalam konsistensi, dan lebih mudah menyebabkan nyeri atau
tanda-tanda iritasi peritoneum.
Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid,
berupa amenorhea diikuti oleh pendarahan tak teratur. Adanya kista
dapat menyebabkan rasa berat perut bagian bawah. Pendarahan yang
berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur. Kista korpus luteum
dapat mengakibatkan ovarium terpuntir dan menimbulkan nyeri yang
hebat.
Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak dengan adanya
amenorhea sering menimbulkan kesulitan dalam diferential diagnosis
dengan kehamilan ektopik yang terganggu. Penanganan kista korpus
luteum adalah menunggu sampai kista hilang sendiri, biasanya dalam
waktu 2 bulan pada wanita tidak hamil dan mengecil perlahan-lahan
pada trimester terakhir pada wanita hamil.
c. KistaTekaLutein
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadangkadang
tanpaadanyakelainantersebut,ovariumdapatmembesardanmenjadi
kistik.Kistabiasanyabilateraldanbisamenjadisebesartinju.Pada
pemeriksaan mikroskopi terlihat luteinisasi selsel teka. Selsel
granulosa dapat pula atresia. Tumbuhnya kista ini ialah akibat
pengaruh hormon koriogonodotropin (HCG) yang berlebihan dan
denganhilangnyamolaataukoriokarsinomaovariumakanmengecil
spontan.
d. KistaInkulusiGerminal

Kistainiterjadikarenainvaginasidanisolasibagianbagian
kecildariepitelgerminativumpadapermukaanovarium.Tumorini
lebihbanyakpadawanitayanglanjutusiadanbesarnyajarangyang
lebihdari1cm. Kista terletak di bawah permukaan ovarium dan berisi
cairan jernih dan serous. Kista ini tidak pernah memberikan gejalagejala yang berarti.
e. KistaEndometrium
Kista ini terdapat pada endometriosis yang berlokasi di
ovarium yang disebut sebagai kista endometrial atau kista coklat.
Dalam ovarium berukuran kecil sampai sebesar tinju yang berisi
darah sampai coklat. Darah tersebut dapat keluar sedikit-sedikit
karena luka pada dinding kista yang dapat menyebabkan perlengketan
antara permukaan ovarium dengan uterus. Kadang dapat mengalir
dalam jumlah yang banyak ke dalam rongga peritoneum dan
menimbulkan akut abdomen.
f. KistaSteinLeventhal
Kista ini ditandai oleh pembesaran bilateral dari polikistik
ovarium, amenorea atau oligomenorea sekunder. Lima puluh persen
dari penderita gemuk dan mengalami hirsutisme tanpa maskulinisasi.
Sindroma ini terjadi pada wanita antara usia 15-30 tahun. Ovarium
pucat, membesar, polikistik, permukaan licin, dan kapsulnya menebal.
Kelainan ini disebabkan oleh peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimulasi hormon.
2. Tumor Neoplastik Jinak
a. Kistik
1) Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis dan cairan dalam kista jernih, serous, dan berwarna
kuning. Berhubung dengan adanya tangkai, maka dapat terjadi
torsi (putaran tangkai) dengan gejala-gejala mendadak.
2) Kistadenoma ovarii musinosum
Tumor ini lazimnya berbentuk multilokuler, karenanya
bentuk

permukaannya

berlobus

lobus

(lobulated).

Tumor

umumnya unilateral walau ditemukan juga yang bilateral. Dinding

kista agak tebal dan berwarna putih keabu-abuan, bila dibuka


terdapat cairan lendir yang khas, kenal seperti gelatin, melekat dan
berwarna kuning hingga kecoklatan.
3) Kistadenoma ovarii serosum
Kista ini sering ditemukan bilateral (10-20%) daripada
kistadenoma musinosum. Tumor serosa dapat membesar sehingga
memenuhi ruang abdomen, tetapi lebih kecil dibanding dengan
ukuran kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin,
tetapi dapat juga lobulated karena kista serosum pun dapat
berbentuk multikolur, meskipun lazimnya berongga satu. Warna
kista putih keabuan. Ciri khas dari kista ini adalah potensi
pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50% dan
keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning dan
kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak jarang,
kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan
pertumbuhan papiler (solid papiloma).
4) Kista endometrioid
Permukaan kista licin, dengan letak umumnya unilateral. Pada
dinding terdapat satu lapisan sel-sel yang menyerupai lapisan
epitel endometrium.
5) Kista dermoid (kista teratoma matur)
Tumor ini dapat mencapai ukuran sangat besar, sehingga
beratnya mencapai beberapa kilogram. Kista ini tidak mempunyai
ciri yang khas. Dinding kista kelihatan putih keabuan dan agak
tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik kenyal, di bagian lain
padat. Dapat ditemukan kulit, rambut kelenjar sebasea, gigi
(ektodermal), tulang rawan, serat otot jaringan ikat (mesodemal)
dan mukosa traktus gastrointestinalis, epitel saluran kista terdapat
produk kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti lemak,
bercampur dengan rambut.
Pada kista dermoid dapat terjadi torsio tangkai dengan
gejala nyeri mendadak di perut bagian bawah. Ada kemungkinan
terjadinya sobekan dinding kista dengan akibat pengeluaran isi
kista dalam rongga peritoneum. Perubahan keganasan dari kista

sangat jarang, hanya 1,5% dari semua kista dermoid dan biasanya
pada wanita lewat menopause.
b. Solid
1) Fibroma ovarii
Potensi menjadi ganas sangat rendah pada fibroma
ovarium, kurang dari 1%. Fibroma ovarii berasal dari elemen
fibroblastik stroma ovarium atau sel mesenkim yang multipoten.
Tumor ini merupakan 5% dari semua neoplasma ovarium dan
paling sering ditemukan pada penderita yang sudah menopause.
Tumor ini mencapai diameter 2 sampai 30 cm; dan
beratnya 20 kg, dengan 90% uniteral. Permukaan tidak rata,
konsistensi keras, warnanya merah jambu keabuan. Apabila
konsistensi sangat padat disebut fibroma durum, dan apabila lunak
disebut fibroma molle. Neoplasma ini terdiri atas jaringan ikat
dengan sel-sel di tengah jaringan kolagen. Apabila terdiri atas
kelenjar-kelenjar kistik, maka disebut kistadenofibroma ovarii.
Fibroma ovarii yang besar biasanya mempunyai tangkai dan dapat
terjadi torsi. Pada tumor ini sering ditemukan sindroma Meigs
(tumor ovarii, ascites, hidrotoraks).
2) Tumor Brenner
Merupakan suatu neoplasma ovarium yang sangat jarang
ditemukan, biasanya pada wanita dekat atau sesudah menopause.
Frekuensinya 0,5% dari semua tumor ovarium. Besar tumor ini
beraneka ragam, dari sangat kecil ke yang beratnya beberapa
kilogram. Lazimnya tumor ini unilateral. Pada pembelahan
berwarna kuning muda seperti fibroma, dengan kista-kista kecil.
Kadang-kadang pada tumor ini temukan sindroma Meigs.
Gambaran mikroskopis tumor ini sangat khas, terdiri dari 2
elemen, yakni sarang-sarang yang terdiri atas epitel-epitel, yang
dikelilingi jaringan ikat yang luas dan padat.
Tumor Brenner tidak menimbulkan gejala-gejala klinik
yang khas, dan jika masih kecil, biasanya ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan histopatologik ovarium. Meskipun
biasanya jinak, dalam beberapa kasus tumor ini menunjukkan
keganasan pada histopatologi dan klinisnya.

3) Tumor sisi adrenal (maskulinovo-blastoma)


Tumor ini sangat jarang terjadi. Biasanya unilateral dan besarnya
bervariasi

antara

menyebabkan

0,5-16

gejala

cm.

Beberapa

maskulinasi,

terdiri

dari

tumor

ini

atas

hirsutisme,

pembesaran klitoris, atrofi memmae, dan perubahan suara.


World Health Organisation (WHO) mengklasifikasikan kanker
ovariumberdasarkanjenisselasalyangmengalamikeganasan,yaitu:
1. Epitelpermukaanovarium
Tumor epitelial ovarium berkembang dari permukaan luar
ovarium, pada umumnya jenis tumor yang berasal dari epitelial adalah
jinak, karsinoma adalah tumor ganas dari epitelial ovarium (EOCs :
Epitelial ovarium carcinomas) merupakan jenis tumor yang paling sering
( 85 90% ) dan penyebab kematian terbesar dari jenis kanker ovarium.
Gambaran tumor epitelial yang secara mikroskopis tidak jelas
teridentifikasi sebagai kanker dinamakan sebagai tumor bordeline atau
tumor yang berpotensi ganas. Tipe-tipe histologi kanker epitel ovarium
berdasarkan klasifikasi histologi dari WHO adalah sebagai berikut
(Busman, 2006):
a. Serous adenocarcinoma
b. Mucinous tumors
1) Adenocarcinoma
2) Pseudomyxoma peritonei
c. Endometrioid Tumors
1) Adenocarcinoma
2) Malignant mixed mullerian tumor
d. Clear cell adenocarcinoma
e. Transitional cell tumors
1) Malignant Brenner tumor
2) Transitional cell carcinoma
f. Squamous cell carcinoma
g. Mixed carcinoma
h. Undifferentiated carcinoma
i. Small cell carcinoma
2. Selgerminal
Tumor germ sel berasal dari element germinal dari ovarium dan
terdiri dari sepertiga dari seluruh neoplasma ovarium. Subtipe yang
paling sering adalah mature cystic teratoma, juga sering disebut kista
dermoid. 95 % dari tumor germ sel terdiri dari kista dermoid dan

biasanya jinak secara klinis. Sebaliknya tumor ganas germ sel hanya
merupakan 5% dari kanker ovarium ganas di negara-negara barat.
Klasifikasi tumor germ sel ovarium penting untuk menentukan prognosa
dan untuk kemoterapi. Klasifikasi tumor germ sel adalah sebagai berikut
(Busman, 2006):
a. Dysgerminoma
b. Non dysgerminoma (kanker embrional)
1) Differensiasi embrional
a) Mixed
b) Mature
c) Immature
2) Differensiasi extra embrional
a) Choriocarcinoma
b) Endodermal sinus tumour (yolk sac tumour)
c) Extraembryonal carcinoma
Tiga ciri khas yang membedakan tumor ganas germ sel dari
kanker epitel ovarium, antara lain:
a. Tumor ganas germ sel sering timbul pada pasien usia muda, biasanya
pada usia belasan atau awal duapuluhan.
b. Kebanyakan terdiagnosa pada stadium I.
c. Prognosis yang bagus walaupun pasien berada pada stadium lanjut
dikarenakan tumor ini sensitif pada kemoterapi. Terapi primer pada
wanita yang masih ingin hamil adalah pembedahan dengan tidak
mengorbankan fertilitas.
3. Stromaovariumsexcord
Tumor sex cordstromal terdiri dari berbagai kelompok neoplasma
yang jarang yang berasal dari matriks ovarium. Klasifikasi histologi
tumor ovarium sex cord-stromal dari WHO adalah sebagai berikut
(Busman, 2006):
a. Granulosa-stromal cell tumors
1) Granulosa cell tumor
a) Adult type
b) Juvenile type
2) Thecoma-fibroma group
a) Thecoma
b) Fibroma/fibrosarcoma
c) Sclerosing stromal tumor
b. Sertoli-stromal cell tumors
1) Sertoli cell tumor
2) Sertoli - Leydig cell tumor
c. Sex cord tumor with annular tubules

d. Steroid cell tumors


1) Stromal luteoma
2) Leydig cell tumor
3) Steroid cell tumor nototherwise specified
e. Unclassified
f. Gynandroblastoma
Sel-sel dalam matriks ovarium berpotensi memproduksi hormon,
dan hampir 90 % dari tumor ovarium yang memproduksi hormon adalah
tumor sex cord-stromal. Akibatnya, pasien dengan jenis tumor ini
mempunyai gejala dan tanda klinis dari kelebihan estrogen atau androgen.
Reseksi dengan bedah merupakan terapi primer, dan tumor sex cordstromal secara umum terbatas pada satu ovarium pada saat diagnosis. Di
samping itu, kebanyakan mempunyai pola tumbuh yang lambat dan
rendah potensi keganasan. Oleh karena sebab-sebab tersebut, hanya
beberapa pasien memerlukan kemoterapi berbasis platinum. Walaupun
penyakit kambuhan sering mempunyai respon yang lemah pada
pengobatan, pasien dapat bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama
karena lambatnya pertumbuhan tumor. Secara keseluruhan prognosis dari
tumor sex cord-stromal adalah baik terutama karena terdiagnosa pada
tahap awal dan pembedahan kuratif. Dikarenakan jarangnya tumor jenis
ini, membatasi pemahaman perjalanan penyakit, terapi dan prognosis
(Busman, 2006).
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab terjadinya tumor ovarium sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa faktor yang diduga berhubungan erat dengan kejadian
tumor ovarium antara lain (Huncharek, 2003; Wiknjosastro, 2005):
1. Faktor genetik/mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau
payudara.
2. Faktor lingkungan meliputi polutan/zat radioaktif
3. Gaya hidup yang tidak sehat
4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone, misalnya akibat
penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi maupun obat
pelangsing tubuh yang bersifat diuretik.
5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur pada area genital termasuk lipatan
paha.

Menurut Monga (2000), ada beberapa teori yang menerangkan


terjadinya tumor ovarium, yaitu:
1. Teori ovulasi
Kapsul epitel mengalami invaginasi ke dalam stroma ovarium pasca
ovulasi. Adanya rangsangan hormon pada stroma mengakibatkan sel-sel
epitel berpotensi untuk menjadi kista-kista baru yang dapat berkembang
menjadi tumor epitel ovarium.
2. Teori endokrin
Epitel pada kapsul ovarium berasal dari jaringan mullerian yang
responsif terhadap hormon. Adanya rangsangan hormon, epitel mullerian
juga berespon saat muncul dalam endometrium atau tuba falopii.
Berdasarkan teori ini, lingkungan hormonal yang tidak seimbang dapat
menyebabkan neoplasia.
3. Teori substansial eksogen
Teori ini menduga bahwa bahan iritan seperti bedak tabur
merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya tumor neoplastik jinak
maupun ganas. Beberapa jenis bedak mengandung bahan karsinogenik.
Sifat karsinogenik ini disebabkan karena komposisi bedak yaitu
magnesium trisilikat yang bersifat basa. Sifat ini dapat melakukan ikatan
dengan DNA sel. Proses ini disebut dengan insersi atau penyusupan suatu
basa nitrogen ke dalam molekul DNA. Proses masuknya molekul ini ke
dalam ovarium belum dapat dipastikan secara kimiawi namun beberapa
penelitian menyebutkan bahwa molekul yang terkandung di dalam bedak
mampu bermigrasi ke ovarium melalui saluran kelamin (Huncharek,
2003).
4. Teori transformasi
Tidak semua tumor yang jinak dapat menjadi ganas, akan tetapi ada
kemungkinan terjadi degenerasi maligna pada tumor tersebut sehingga
berkembang menjadi tumor ganas.

D. Epidemiologi
Tumor ovarium menempati peringkat keenam dari keseluruhan jenis
tumor di Indonesia. Angka kejadian tumor ovarium yaitu sekitar 30% dari
keseluruhan jenis tumor pada sistem genitalia wanita. Angka kejadian tumor

ovarium lebih rendah apabila dibandingkan dengan tumor serviks dan uterus,
akan tetapi angka mortalitasnya relatif tinggi. Angka kejadian tumor jinak
ovarium sekitar 15% dari jumlah keseluruhan tumor epitel ovarium. Tumor
ovarium terutama yang bersifat jinak biasanya terjadi pada wanita kelompok
usia kurang dari 35 tahun atau kelompok usia produktif, sedangkan tumor
ovarium yang bersifat ganas lebih banyak ditemukan pada kelompok usia
mendekati menopause atau kelompok usia postmenopause (Heffner &
Schust, 2005; Monga, 2000; Tavasolli, 2003).
Kanker ovarium jarang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40
tahun, sebagian besar terjadi pada wanita kelompok usia 40-65 tahun. Secara
global, sebanyak lebih dari 23.000 kasus baru kanker ovarium ditemukan
setiap tahunnya, sekitar 13.900 kasus di antaranya meninggal dunia akibat
kanker ovarium. Menurut data statistik American Cancer Society insiden
kanker ovarium sekitar 4% dari seluruh penyakit kanker pada wanita, dan
menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker (ACS, 2010;
Lester, 2005; Tavasolli, 2003).
Di Indonesia, kanker ovarium menduduki urutan ke enam terbanyak
dari keganasan pada wanita setelah kanker serviks, payudara, kolorektal,
kulit, limfoma. Selain itu berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker
(BRK) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 diketahui
bahwa frekuensi relatif kanker ovarium menempati urutan keempat di antara
10 tumor tersering dari keseluruhan tumor primer yang terjadi pada pria dan
wanita.
E. Patomekanisme
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2,8 cm akan melepaskan oosit matur. Folikel yang
ruptur akan menjadi korpus luteum yang pada saat matang memiliki struktur
1,5-2 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada
oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan
(Moeloek, 2006).

Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista dapat terbentuk karena
adanya stimulasi dari hormon gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multipel dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal,
kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah
atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali (Asworth, 2010)..
Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan
gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat
menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovarii, terutama bila disertai dengan
pemberian HCG. Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang
berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau
jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan
(mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang
serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous
(Moeloek, 2006).
Dari gambaran klinis, kista ovarium yang berukuran kecil biasanya
tidak menunjukan gejala atau rasa sakit, kecuali kalau pecah atau terpuntir
yang menyebabkan perdarahan intraperitoneum dan gejala akut abdomen,
sakit yang hebat di daerah perut bagian bawah, dan kaku. Kista yang
berukuran besar atau berjumlah banyak dapat menimbulkan gejala seperti
rasa sakit pada panggul, sakit pinggang, sakit saat berhubungan seksual,
pendarahan rahim yang abnormal (Fauzan, 2009).
Sampai saat ini penyebab pasti tumor ovarium belum diketahui dengan
jelas namun ditemukan beberapa faktor risiko yang dianggap dapat menjadi
penyebab timbulnya tumor ovarium, antara lain faktor genetik, umur,
kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi oral, terapi hormon pengganti pada
masa menopause, obat-obatan yang meningkatkan kesuburan, pemakaian
talk, pengikatan atau ligasi tuba, dan Indek Massa Tubuh (IMT) (Fauzan,
2009).
Hormon steroid seperti estrogen dan progesteron dikaitkan dengan
faktor risiko tumor ovarium, dimana estrogen memicu proliferasi dan

pertumbuhan sel tumor ovarium melalui reseptornya yakni reseptor estrogen


yang bertanggung jawab dalam proliferasi ovarium dan reseptor estrogen
yang berfungsi dalam proses modulasi diferensiasi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa gen-gen tumor suppressor mengalami hipermetilasi
pada daerah promoternya sehingga gen-gen tersebut switched off dengan
akibat kontrol proliferasi sel terganggu. Gen-gen yang diduga berperan dalam
perkembangan menjadi ganas pada tumor ovarium adalah BRCA1 dan
BRCA2 baik karena mutasi genetik atau proses epigenetik. Ekspresi protein
BRCA1 terdapat pada seluruh manusia yang sebagian terdapat pada nukleus,
sedangkan kadar tertinggi didapat dalam ovarium, testis dan timus.
Perubahan genetik maupun epigenetik yang dapat mengakibatkan tidak
terekspresinya protein BRCA1 dalam tumor ovarium sehingga terjadi
transformasi sel-sel menjadi kanker. BRCA1 adalah tumor suppresor yang
ekspresi berkurang dihubungkan dengan proses transformasi dan etiologi dari
kanker payudara dan kanker ovarium sporadik. Berkurangnya ekspresi
BRCA1 sangat mungkin berhubungan dengan adanya metilasi gen
(Pradjatmo, 2012).
Gen BRCA1 memiliki fungsi antara lain DNA-repair, cell-cycle
checkpoint control, protein ubiquitylation, serta chromatin remodeling.
Dalam proses DNArepair, baik gen BRCA1 dan BRCA2 terlibat dalam
proses perbaikan kerusakan DNA dengan jalan berikatan dengan RAD51.
Pada sel normal yang terpapar oleh radiasi ionisasi, baik gen BRCA1 dan
BRCA2 bersama RAD51 akan menginisiasi adanya rekombinan homolog
serta perbaikan kerusakan double strand dari DNA. Sedangkan jika sel
mengalami mutasi kedua gen ini, sel tersebut akan cenderung hipersensitif
terhadap radiasi ionisasi serta akan menunjukkan proses perbaikan yang
cenderung salah (error-prone repair) (Balmana et al, 2009; Robson et al,
2007).
Selama proses checkpoint control terjadi mutasi pada gen BRCA1 dan
BRCA2 yang akan menyebabkan inaktivasi protein BRCT yang berperan
dalam mengatur siklus sel. Hilangnya kontrol checkpoint sel pada kasus ini
merupakan dasar dari munculnya sel tumor ganas pada sel ovarium
(karsinogenesis). Ubiquitylation adalah proses dimana protein dipasang untuk

mengalami degradasi oleh proteasom. Fungsi gen BRCA1 dalam hal ini
adalah membantu proses ini dengan jalan membentuk kompleks BRCA1BARD1. Sedangkan dalam proses chromatin remodeling, BRCA1 berfungsi
dalam proses perbaikan DNA dengan membentuk kompleks multimerik
dengan chromatin-remodelling complexes (SW1 dan SNF), serta bisa
berfungsi sebagai kompleks histon deasetilase. Mutasi pada gen ini akan
mengganggu proses remodelling kromatin pada kerusakan DNA (Balmana et
al, 2009; Robson et al, 2007).
Mutasi KRAS terjadi pada 75% karsinoma primer musinosum. Mutasi
KRAS dapat mencegah microRNA let-7 untuk berikatan dengan KRAS
untuk mengontrol produksi produksi protein. Setiap individu memiliki gen
KRAS yang berfungsi memproduksi protein. Ketika microRNA let-7
berikatan dengan gen KRAS yang normal, maka produksi protein dapat
dikontrol dalam kadar yang normal untuk perkembangan sel. Namun pada
gen KRAS yang mengalami mutasi, let-7 tidak dapat berikatan dengan gen
untuk mengontrol produksi protein, mengakibatkan perkembangan sel yang
berlebih dan berkembang menjadi sel tumor maligna (Balmana et al, 2009;
Robson et al, 2007).

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Melalui anamnesis perlu ditanyakan tentang keluhan yang dialami
beserta riwayat ginekologik meliputi tanggal menstruasi terakhir, siklus
menstruasi, riwayat obstetri, riwayat pemakaian kontrasepsi, riwayat
pengobatan dan juga riwayat penyakit dalam keluarga (Monga, 2000).
Gejala klinis tumor ovarium antara lain (Johari, 2013; Manuaba, 2009;
Monga, 2000; Prawirohardjo, 2007; Yatim, 2008):
a. Sebagian besar pasien tidak merasa ada keluhan (95%)
b. Ketidaknyamanan di perut bagian bawah
c. Pembesaran perut dan menimbulkan gejala perut terasa penuh.
d. Tertekan daerah perut hingga menimbulkan sesak napas.
e. Usia >40 tahun, belum pernah hamil
f. Serangan nyeri tajam yang muncul mendadak pada perut bagian
bawah. Gejala penyakit dapat datang sebagai akibat penyulit kista

ovarium diantaranya sakit mendadak pada perutnya karena terdapat


perdarahan, kista, terpelintirnya tangkai kista atau kista pecah. Kista
telah mengalami degenerasi ganas dengan gejala penderita kurus,
perut terdapat cairan asites, dan sudah terdapat anak sebarnya.
g. Gangguan menstruasi. Umumnya tumor ovarium tidak mengubah
pola haid, kecuali apabila tumor ovarium tersebut mengeluarkan
hormon. Gangguan menstruasi yang dapat timbul berupa ketidak
teraturan siklus menstruasi, amenorea maupun hipermenorea yang
disertai dengan dismenorea.
h. Tumbuhnya rambut pada bagian wajah dan bagian tubuh lainnya.
i. Gangguan miksi dan sukar buang air besar akibat penekanan oleh
massa tumor.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pernafasan
Dapat mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder
yaitu sesak nafas karena adanya pendesakan tumor.
b. Pemeriksaan fisik
1) Mata: Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis
2) Abdomen
a) Inspeksi : perut cembung, membesar, seperti orang hamil
b) Auskultasi: dapat terdengar atau penurunan bising usus
c) Perkusi: redup/ pekak pada lapangan abdomen. Tes undulasi
(+), pekak sisi (+), dan pekak alih (+) (jika terdapat asites)
d) Palpasi: bentuk atau permukaan tumor tidak beraturan/
berbenjol-benjol (ireguler, konsistensi tumor bervariasi,
pergerakan tumor terbatas.
Tabel 1. Temuan Permeriksaan Fisik pada Tumor Ovarium
Jinak
Sifat
unilateral
Konsistensi
kistik
Gerakan
bebas
Permukaan
licin
Asites
sedikit/tidak ada
Benjolan di daerah cul de tidak ada
sac
lambat
Pertumbuhan
(Busman, 2006)
3. Pemeriksaan penunjang

Ganas
bilateral
padat
terbatas
tidak licin
banyak
ada
cepat

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain


(De jong, 2009):
a. Pemeriksaan darah lengkap: untuk melihat adanya anemia akibat
perdarahan, tes fungsi hati dan ginjal untuk melihat adanya
komplikasi penyebaran kanker.
b. USG dan CT scan Abdomen Pelvis : dapat memberi informasi
mengenai ukuran tumor dan perluasannya sebelum pembedahan.
Pada USG : keganasan ovarium akan memberikan gambaran dengan
septa internal, padat, berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites.
c. Parasentesis cairan asites
Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan
pada penderita dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat
menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga
asites ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan
asites hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat
desakan pada diafragma. Bila terdapat cairan ascites yang tidak dapat
diterangkan asalnya atau sebabnya (misalnya akibat Cirrhosis
hepatis), laparatomi eksploratif harus dijalankan.
d. Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta HCG
dan alfafetoprotein.
Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling
sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel,
walaupun sering disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan
pada adanya petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain
Alpha-fetoprotein (AFP), Lactic acid dehidrogenase (LDH), human
placental lactogen (hPL), plasental-like alkaline phosphatase
(PLAP) dan human chorionic gonadotrophin (hCG).
e. Pemeriksaan radiologi: foto thorax untuk melihat adanya metastasis
pada paru atau tidak, efusi pleura
f. Pielografi intravena dan/atau barium enema: bila ada keluhan
simptomatik, untuk mengevaluasi kantung kemih dan usus
g. Laparatomi eksplorasi : Biopsi untuk melihat stadium kanker
Tabel 2. Temuan pada Terapi Pembedahan
Permukaan papiler
Intrakistik papiler
Konsistensi padat

Jinak
jarang
jarang
jarang

Ganas
sangat sering
sangat sering
sangat sering

Bilateral
jarang
Perlengketan
jarang
Asites
jarang
Nekrosis
jarang
Implantasi pada peritoneum jarang
Kapsel utuh
sering
Konsistensi kistik
sering
(Busman, 2006)
Penentuan stadium kanker ovarium didasarkan

sering
sering
sering
serng
sering
jarang
jarang
pada temuan yang

didapatkan saat melakukan eksplorasi laparatomi. Stadium kanker ovarium


menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
berdasarkan pada hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer
dan penemuan penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 1. (Berek &
Natarajan, 2007).
Tabel 3. Kriteria Stadium Kanker Ovarium
Stadiu
m
I
IA

IB

IC

II
IIA
IIB
IIC

III

IIIA

IIIB

Kriteria
Pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium.
Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium, cairan ascites tidak
mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada
permukaan luar tumor, kapsul utuh.
Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium, cairan ascites tidak
mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada
permukaan luar tumor, kapsul utuh.
Tumor pada stadium Ia atau Ib tetapi dengan pertumbuhan tumor pada
permukaan luar dari satu atau kedua atau kapsul pecah atau cairan
ascites atau cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel ganas.
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke
rongga pelvis.
Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi
Penyebaran tumor ke organ pelvis lainnya.
Tumor dengan stadium IIa atau IIb, tetapi dengan pertumbuhan tumor
pada pemukaan luar dari satu atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau
cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel ganas.
Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implantasi di luar
pelvis dan atau terdapat pembesaran kelenjar limfe inguinal atau
retroperitoneal.Metastasis pada pemukaan liver sesuai dengan stadium
III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi pemeriksaan histologi
menunjukkan penyebaran tumor ke usus halus atau omentum.
Tumor secara makroskopis terbatas pada pelvis dan tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan
penyebaran ke permukaan peritoneum abdominal.
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di permukaan
peritoneum berdiameter tidak lebih dari 2 cm dan didukung oleh hasil

IIIC

IV

pemeriksaan histologi. Tidak ada penyebaran ke kelenjar limfe.


Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan diameter lebih
dari 2 cm atau terdapat penyebaran ke kelenjar limfe retroperitoneal atau
inguinal atau keduanya
Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium dengan metastase
jauh.Bila terdapat efusi pleura, harus ditemukan sel-sel ganas pada
pemeriksaan sitologi. Metastasis pada parenkim liver sesuai dengan
stadium IV

(Berek & Natarajan, 2007; FIGO, 2014)

G. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding tumor ovarium, antara lain (Green, 2015):
1. Kehamilan
Dapat dibedakan dengan reaksi biologis, rontgen dan auskultasi.
2. Ascites
Ascites kadang-kadang dapat menyerupai kista, terutama bila besar
sekali. Untuk membedakannya, dapat ditanyakan pada penderita, apakah
pernah menderita sirosis hepatis atau karsinoma peritonei yang sekunder.
Yang lebih penting ialah pemeriksaan perkusi. Pada tumor ovarium akan
ditemukan daerah pekak di depan dan timpani di samping, sedang pada
ascites sebaliknya. Pada ascites ada shiffting dullness (pekak alih).
Dengan palpasi, pada penderita yang tidak begitu gemuk akan dapat
diraba batas- batas dari tumor (William, 2007).
3. Pertonitis TB
Keadaan ini dapat menyerupai kista ovarium. Hal ini disebabkan
karena ascites yang dibentuk sering mempunyai kapsul, yang pada palpasi
dan perkusi menyerupai kista. Pada anamnesa ada TB paru, disertai
demam subfebril, maka diagnosa lebih condong ke arah peritonitis TB.
Juga tumor masanya lebih sering tinggi dari daerah panggul. Kadangkadang peritonitis TB disertai dengan endometritis TB, sehingga dapat
diketahui pada kuretase.
4. Myoma Uteri
Pada pemeriksaan bimanual tumor yang berasal dari ovarium pada
waktu tumor didorong, portio akan tetap, tidak ikut bergerak. Pada
myoma uteri, portio akan tetap. Kadang-kadang timbul kesukaran bila
tumor ovarii melekat dengan uterus. Dalam hal ini portio akan ikut
bergerak. Bila tumor ini besar, pada myoma dapat teraba konsistensi yang

keras dan berbenjol- benjol, sedang pada tumor ovarium, lebih lembek,
permukaan rata dan letaknya agak kesamping dan lebih mudah digerakan
(William, 2007).
5. Perut gemuk. Dapat dibedakan dengan perkusi dan pemeriksaan dalam
(William, 2007).
6. Pelvic Inflamatory Disease (PID). Pada pemeriksaan endovaginal
sonogram, memperlihatkan secara relative pembesaran ovarium kiri (pada
pasien dengan keluhan nyeri).
7. Endometriosis Pada pemeriksaan

endovaginal

sonogram

tampak

karakteristik yang difus, echo yang rendah sehingga memberikan kesan


yang padat.
8. Diverticulitis
9. Tuba ovarium abses (TOA)
10. Kehamilan Ektopik (KE). Pada pemeriksaan endovaginal sonogram
memperlihatkan ring sign pada tuba, dengan dinding yang tebal disertai
cairan yang bebas disekitarnya. Tidak ada pembuahan intrauterine.
11. Tumor adnexa
12. Kista ovarium
13. Borderline Ovarian Cancer
14. Colon Cancer
15. Colonic Obstruction
16. Gastric Cancer
17. Irritable Bowel Syndrome
18. Pancreatic Cancer
19. Peritoneal Cancer
20. Urinary Tract Obstruction
21. Uterine Cancer
22. Uterine Leiomyoma (Fibroid) Imaging
23. Neoplasia Tuba Fallopi
H. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan tumor ovarium didasarkan pada berat
ringannya penyakit, usia pasien, dan keinginan pasien untuk memiliki
keturunan. Pasien dengan usia lebih tua atau mendekati menopause,
mempertahankan kemampuan reproduksi menjadi hal yang tidak terlalu
dipermasalahkan (Alam, 2007).
1. Asimptomatik pasien
Apabila pada pemeriksaan didapatkan tumor berdiameter 6 cm, CA
125 <35 mU/mL, dan vaskularisasi normal pada sekitarnya, dapat
dilakukan tindakan konservatif. Pada kasus ini bila tumor tidak membesar

dalam waktu 3 bulan, dan tetap tidak membesar setelah 6 bulan disertai
dengan kadar CA 125 <35 mU/mL biasanya tumor akan mengalami
resolusi dalam waktu 3-7 tahun (Howard, 2000).
Tumor jinak dengan diameter <10 cm

dapat

dilakukan

laparoskopik. Kriteria observasi tumor ovarium yang asimptomatik antara


lain (Howard, 2000):
a. Tumor atau kista unilateral tanpa adanya massa padat.
b. Wanita premenopause dengan tumor berdiameter 3-10 cm.
c. Kadar CA 125 dalam batas normal.
d. Tidak ada ascites atau perlengketan dalam omentum.
Manajemen penanganan tumor jinak ovarium dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Manajemen Penanganan Tumor Jinak Ovarium


(Alam, 2007)
2. Simptomatik pasien
a. Wanita hamil
Apabila pasien menunjukkan manifestasi klinis yang berat,
perdarahan atau akut abdomen maka diperlukan operasi segera.
Pasien kista ovarium yang sedang hamil sering mengalami perdarahan
akibat terjadinya torsio kista. Kista dermoid dapat ruptur dan
mengakibatkan peritonitis. Kista ovarium dapat didiagnosis sebelum

kehamilan, sehingga dapat direncanakan persalinan perabdominam


(Monga, 2000).
b. Wanita pubertas
Jarang ditemukan adanya tumor ovarium pada wanita yang
sedang mengalami masa pubertas. Jenis tumor yang paling sering
ditemukan pada wanita pubertas adalah teratoma dan kista folikular.
Gejala yang dialami meliputi nyeri abdomen, distensi abdomen, dan
pubertas prekoks. Penatalaksanaan tergantung pada berat ringannya
penyakit (Monga, 2000).
3. Terapi
a. Aspirasi kista dengan bantuan USG
Keuntungan dari teknik ini adalah tidak perlu dilakukan
operasi, dengan syarat kista yang diaspirasi tidak membentuk cairan
kembali. Setelah cairan kista diaspirasi, perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi terhadap cairan kista. Teknik ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada tumor ganas. Teknik ini dapat dilakukan terutama
pada pasien wanita berusia muda dengan kista unilateral, unilokular,
dan diameter kista <10 cm. Teknik ini juga dilakukan apabila pasien
memiliki risiko yang besar apabila dilakukan operasi (Howard, 2000).
b. Laparoskopi
Penggunaan laparoskopi untuk penanganan massa di pelvik
meningkat dalam satu dekade terakhir ini. Hingga akhir tahun 1990
tidak ada panduan secara umum mengenai penggunaan laparoskopi
sebagai alat diagnostik maupun terapi untuk kelainan-kelainan
ginekologi. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya risiko
keganasan dari massa di ovarium yang menjalani prosedur
laparoskopi, maka harus didapati kriteria sebagai berikut (Duggal,
2004):
1) Pasien tidak memiliki riwayat kanker dalam keluarga
2) Pasien usia reproduksi
3) Ukuran massa <5 cm
4) Pemeriksaan USG didapatkan massa unilateral, unilokuler dengan
batas yang tipis.
5) Kadar penanda tumor CA 125 dalam batas normal

Penggunaan laparoskopi dalam prosedur pembedahan untuk kista


ovarium dapat berupa kistektomi dan salfingo ooforektomi (Duggal,
2004).
Keuntungan laparoskopi yaitu nyeri post operatif sedikit,
mempersingkat waktu perawatan, pasien dapat cepat kembali
beraktivitas, dan memperkecil kemungkinan terjadinya perlengketan
dibandingkan dengan laparotomi. Akan tetapi kerugiannya antara ain
eksisi yang tidak lengkap terhadap dinding kista dan kemungkinan
adanya keganasan yang tidak diprediksi dapat terjadi (Howard, 2000).
c. Laparotomi
Tatalaksana pembedahan pada kista dermoid sebaiknya
menggunakan metode laparotomi, karena kemungkinan bocornya
cairan dapat diminimalisir sehingga komplikasi yang serius dapat
dicegah. Tumor ovarium pada wanita berusia <35 tahun jarang
menyerupai keganasan, sehingga laparotomi sangat penting untuk
mengeksplorasi seluruh abdomen dan melihat keadaan kedua
ovarium. Tumor ganas ovarium pada wanita berusia <35 tahun sering
tampak seperti germ tumor yang responsif terhadap kemoterapi, oleh
karena itu kistektomi atau ooforektomi merupakan terapi yang cocok
dan aman (Duggal, 2004).
Apabila terdapat keganasan pada tumor ovarium, terdapat tiga pilihan
terapi kanker ovarium, antara lain terapi pembedahan, radioterapi, dan
kemoterapi. Pilihan terapi terhadap kanker ovarium didasarkan pada stadium
kanker ovarium. Terapi kanker ovarium berdasarkan stadium kanker ovarium
adalah sebagai berikut (Busman, 2008; Britow, 2006):
1. Stadium Ia, Ib, dan Ic
Terapi yang terbaik

untuk

lesi stadium

adalah total

abdominal hysterectomy dan bilateral salpingooophorectomy (TAHBSO) dengan staging operasi yang akurat. Pada banyak institusi,
omentektomi adalah bagian dari staging untuk lesi stadium I. Omentum
adalah organ yang memiliki sifat menarik sel-sel tumor (absorsi) dan
menunjukkan penyakit mikroskopik pada pasien dengan lesi stadium I
yang

jelas. Nilai omentektomi sebagai modalitas terapi untuk lesi

stadium

masih belum ditegakkan. Kanker ovarium yang telah

mencapai stadium Ic memiliki pilihan terapi berupa radioterapi;


kemoterapi sistemik; dan histerektomi total abdominal disertai
radioterapi (Busman, 2008; Britow, 2006).
2. Stadium IIa, IIb, dan IIc
Pilihan terapi untuk penyakit stadium IIa dan IIb adalah total
abdominal hysterectomy dan bilateral salpingo-oophorectomy (TAHBSO), omentektomi. Pusat penelitian lain memilih irradiasi pelvik dan
abdominal sebagai terapi pasca operasi. Institusi lain menunjukkan
kesuksesan dengan kombinasi radiasi pelvik dan kemoterapi sistemik.
Secara umum radioisotope dan terapi radiasi bukanlah terapi lini pertama
untuk kanker ovarium. Biasanya dilakukan operasi dan kemudian
diikuti dengan kemoterapi (Busman, 2008; Britow, 2006).
3. Stadium III
Setiap usaha harus dilakukan untuk membuat operasi usus mayor
untuk mengeluarkan massa tumor (bulk) termasuk omentum yang cukup
luas setelah dilakukan TAH-BSO. Studi retrospektif menyebutkan bahwa
angka survival pasien dengan penyakit stadium III berhubungan dengan
jumlah residu tumor pasca operasi. Pasien dengan residu tumor yang
lebih sedikit memiliki prognosis yang lebih baik dengan terapi
ajuvan. Pasien dengan kanker ovarium stadium III harus diterapi dengan
kemoterapi. Sebagian besar sentral pengobatan kanker memilih
kemoterapi agen multipel yang berbasis Platinum seperti Carboplatin
dan Paclitaxel, karena sebagian besar pasien memberikan respon yang
baik terhadap terapi ini. Durasi terapi agen multipel biasanya 6-8 siklus
(Busman, 2008; Copeland, 2007).
4. Stadium IV
Penanganan ideal untuk kanker

ovarium

stadium

IV

adalah

mengeluarkan sebanyak mungkin massa kanker dan memberikan


kemoterapi setelah operasi (Busman, 2008; Copeland, 2007).
I. Prognosis
Prognosis tumor ovarium baik apabila terdiagnosis sejak awal dan
tidak ada tanda-tanda keganasan, sehingga dapat dilakukan terapi
sebagaimana mestinya. Namun apabila suatu tumor jinak berkembang

menjadi keganasan (kanker ovarium) maka five years survival rate-nya


adalah sebagai berikut (Sihombing & Sirait, 2007):
1. Stadium I : 76,3%
2. Stadium II : 66,6%
3. Stadium III : 24,6%
4. Stadium IV : 8,1%
J. Komplikasi
Perkembangan maupun pengobatan tumor ovarium yang bersifat ganas
atau kanker ovarium dapat menyebabkan beberapa komplikasi antara lain
(Sukandar, 2008):
1. Ascites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke strukturstruktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul melalui penyebaran
tumor melewati cairan peritonial ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura
Cairan abdomen yang mengandung sel-sel ganas dapat menyebar dari
cavum abdomen menuju pleura melalui saluran limfe.
3. Infertilitas, akibat dari pembedahan pada pasien menopause.
4. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga
muncul masalah potensial ototoksik, nefrotoksik, neurotoksis.
5. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus,
asites fistula dan edema ekstermitas bawah.

BAB III
KESIMPULAN
Tumor ovarium merupakan suatu massa yang tumbuh pada ovarium.
Tumor ovarium diklasifikasikan menjadi tumor ovarium neoplastik dan tumor
ovarium non neoplastik. Lesi neoplastik maupun non neoplastik pada ovarium
dapat muncul sejak periode neonatal maupun pada periode postmenopause.
Berdasarkan histopatologinya tumor ovarium diklasifikasikan menjadi tumor
jinak dan tumor ganas ovarium. Sebagian besar tumor ovarium bersifat jinak,
terutama apabila ditemukan pada kelompok wanita usia reproduktif, sedangkan
keganasan pada ovarium sebagian besar ditemukan pada kelompok wanita usia
menopause atau postmenopause.
Diagnosis tumor ovarium jarang dapat ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan klinik, sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui level tumor marker atau pemeriksaan
radiologis seperti USG maupun CT-scan sebelum dilakukan pembedahan.
Penatalaksanaan tumor ovarium didasarkan pada berat ringannya penyakit, usia
pasien, dan keinginan pasien untuk memiliki keturunan. Tatalaksana yang dapat
dilakukan antara lain aspirasi kista dengan bantuan USG, laparoskopi, maupun
laparotomi, sedangkan terapi untuk kanker ovarium sampai saat ini masih
menggunakan kombinasi antara terapi pembedahan, kemoterapi dan radioterapi.

DAFTAR PUSTAKA
Abeloff., Martin MD., et al. 2004. Clinical Oncology 3rd Edition. New York:
Elsevier Churchill Livingstone
Alam, N. 2007. Crash Course: Obstetric and Gynecology. New York: Mosby
American Cancer Society. 2010. Cancer Facts and Figures 2010. Available at:
http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003130
-pdf.pdf [Accessed: 10th October 2015]
Ashworth, A., Weber BL., Domchek SM. 2010. Inherited genetic factors and
breast cancer In: Harris JR, Morrow M, Lipmann ME, Osborne CK, eds.
Disease of the breast. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Balmana, J., Diez O., Castiglione M. 2009. BRCA in Breast Cancer: ESMO
Clinical Recommendations. Annals of Oncology 20(4): 1920
Berek, JS & Natarajan S. 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer dalam Berek
& Novaks Gynecology Edisi 14. New Delhi: Lippincot Williams &
Walkins. Hlm 1457-531
Britow, RE, Karlan BY. 2006. Surgical For Ovarian Cancer Principle And
Practice. London: Informa Healthcare Taylor and Francis
Busman, B. 2006. Kanker Ovarium. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Editor: M.F. Azis, Andrijono, dan A.B. Saifuddin. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hlm 468-257
Busman, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B,
editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Copeland, LJ. 2007. Epithelial Ovarian Cancer In Clinial Gynecology Oncology


7th edition. Philadelphia: Mosby Elsevier
De Jong, W. 2009. Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hlm 729-30.
Duggal, BS., Tarnareja P., Sharma RK., Rath SK., Wadhwa RD. 2004.
Laparoscopic Management of Adnexal Mass. MJAFI
Eichholzer, M. 1997. The Significance of Nutrition in Primary Prevention Cancer.
Ther-Umsch 54(8): 457-62
Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka
kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia
FIGO. 2014. 2014. FIGO staging for ovarian, fallopian tube and peritoneal cancer.
Gynecologic Oncologic 133: 401-404
Green, A. 2015. Ovarian Cancer Differential Diagnoses. American Society of
Clinical Oncology
Heffner, LJ & Schust DJ. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
Heffner, LJ & Schust DJ. 2010. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
Howard, AJ. 2000. Surgery for Benign Gynecologic Condition Dalam Te Lindes
Operative Gynecology 10th Edition. Kalifornia: Lippincott Williams and
Wilkins Publisher
Hunchareck, M., Geschwind JF., Kupelnick B. 2003. Perineal Application of
Cosmetic Talk and Risk of Invasive Ephitelial Ovarian Cancer. Anticancer
Research 23:1955-60
Johari, A & Gandis, F. 2013. Insiden Kanker Ovarium Berdasarkan Faktor Risiko
di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2008-2011. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara 1(1)
Key, TJ., Schatzkin A., Willett WC., Allen NE., Spencer EA., Travis RC. 2004.
Diet, Nutrition, and The Prevention of Cancer. Public Health Nutrition
Journal 7: 187-200
Kritchevsky, D. 2003. Diet and Cancer: Whats Next? Journal of Nutrition 133:
3827S-9S

Lester, SC. 2005. The Breast Dalam Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease 7th Edition. New York: Elsevier hlm 1119-51
Moeloek, FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. 2006. Standar Pelayanan Medik
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Hlm 130-1
Monga, ASH. 2000. Benign Tumors of The Ovary Dalam Gynaecology by Ten
Teachers 18th Edition. New York: Edward Arnold Publisher
Pradjatmo, H. 2012. Status Metilasi Gen BRCA1 Gen BRCA2 Ekspresi Protein
BRCA1 Protein BRCA2 Hubungannya dengan Terjadinya Tumor Epitelial
Ovarium Derajad Diferensiasi Jenis Histopatologi Stadium dan Survival
Penderita
Kanker
Epitelial
Ovarium.
Available
at:
http://repository.ugm.ac.id/95349/ Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015
Prawirohardjo, S. 2005. Kanker ganas alat genital dalam Ilmu Kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Rasjidi, I. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita Edisi Pertama. Jakarta:
Sagung Seto
Robson, M & Offit K. Clinical Practice: Management of An Inherited
Predisposition to Breast Cancer. New England Journal of Medicine 357(2):
154-62
Sihombing, M & Sirait AM. 2007. Angka Ketahanan Hidup Penderita Kanker
Ovarium di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Majalan Kedokteran
Indonesia 57(10): 346-52
Sukandar, YE., Andrajati R., Sigit IJ., Adnyana IK., Setiadi AAP. 2008. Iso
Farmakoterapi. Jakarta: EGC
Tambunan, GW. 1991. Kanker Ovarium Dalam Diagnosis dan Tatalaksana
Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Jakarta: EGC
Tavasolli, FA. 2003. Tumours of The Ovary and Peritoneum in WHO
Classification of Tumours Pathology & Genetics Tumours of The Breast
and Female Genital Organs. International Agency for Research on Cancer
Press Lyon 1: 114-92
Weisburger, JH. 2002. Lifestyle, Health and Disease Prevention: The Underlying
Mechanisms. Europe Journal of Cancer Prevention 11: S1-7

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka


William & Helm C. 2007. American College of Obstetricians and Gynecologists
Ovarian Cysts. Diakses dari http://emedicine.com
Yatim, F. 2008. Penyakit Kandungan. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Вам также может понравиться