Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

Penanganan grey water di Indonesia saat ini


adalah langsung dibuang ke saluran drainase

PENDAHULUAN

yang akan berujung ke badan air tanpa


pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini tentu

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

akan menambah beban pencemaran di badan


perairan / sungai. Kandungan utama grey

Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dan

water yaitu nitrogen dan fosfor dalam jumlah

laju pertumbuhan penduduk di Indonesia,


maka air limbah grey water di lingkungan

yang tinggi akan menyebabkan kemampuan


pemulihan alamiah (self-purification) sungai

rumah tangga untuk masa yang akan datang


potensial menjadi ancaman yang cukup serius

terlampaui sehingga terjadilah


peristiwa eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan

terhadap pencemaran lingkungan


perairan. Grey water merupakan bagian dari

kandungan oksigen terlarut dalam air

limbah cair domestik yang proses

berkurang sehingga membahayakan makhluk


hidup yang ada di badan air tersebut.[2]

pengalirannya tidak melalui toilet, misalnya


seperti air bekas mandi, air bekas mencuci
pakaian, dan air bekas cucian dapur.

Pengolahan air limbah


menggunakan Wetland merupakan salah satu

Sebagian besar kandungan yang terdapat


pada grey water adalah bahan organik yang

pilihan pengolahan yang tepat mengingat


karakteristik air limbah grey water dengan

mudah terdegradasi. Sekitar 60 85% dari total

beban organik relatif kecil serta unsur nitrogen

volume kebutuhan air bersih akan menjadi

dan fosfat yang cukup tinggi. Unsur N serta P

limbah cair domestik (Metcalf and Eddy,


2004). Bagian darigrey water adalah sekitar

pada air limbah ini merupakan pupuk alami

75% dari total volume limbah cair domestik


(Eriksson dkk., 2001). [1]

dapat dilaksanakan dengan teknologi yang

Selain itu limbah rumah tangga (black

water menggunakan Wetlanddengan konsep

water dan grey water) juga merupakan salah

fitoremediasi ini memanfaatkan simbiosis

satu sumber pencemar terbesar sungai-sungai

mikroorganisme dalam tanah dengan akar

di Indonesia. Di beberapa wilayah di Indonesia

tumbuhan yang mengeluarkan oksigen. Bahan

seperti Jakarta Timur dan Jakarta Utara, air

organik yang terdapat dalam air limbah akan

bersih sudah menjadi barang langka. Tidak

dirombak oleh mikroorganisme menjadi

hanya di Jakarta, kelangkaan air bersih

senyawa lebih sederhana dan akan

sekarang ini menjadi salah satu masalah di

dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrient,

dunia. Kenaikan jumlah penduduk membuat

sedangkan sistem perakaran tumbuhan air

kebutuhan air semakin meningkat. Menurut

akan menghasilkan oksigen yang dapat

National Water Company, rata-rata orang di

digunakan sebagai sumber energi/katalis

rumah menggunakan sekitar 1600 liter per hari

untuk rangkaian proses metabolisme bagi


kehidupan mikroorganisme.

untuk berbagai kebutuhan. Tiga kebutuhan air

bagi tumbuhan sehingga sistem pengolahan


sederhana, praktis, mudah dan murah dalam
pemeliharaannya. Pengolahan grey

terbesar dalam rumah tangga adalah untuk


memasak, mandi, mencuci dan menyiram
tanaman. Pengolahan limbah terbaik adalah

Jenis tumbuhan dapat disesuaikan dengan


jenis sistem Wetland yang digunakan. Pada

pengolahan yang dilakukan dimana limbah

sistem Wetlandini, air tidak menggenang di

dihasilkan. Maka sebaiknya pengolahan

atas media tanam tetapi air mengalir di bawah

limbah ini dilakukan sejak dari rumah tangga


(Natawidha, 2011).

media sehingga memiliki berbagai


keuntungan. Salah satu keuntungannya

adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi


lebih bervariasi sehingga dapat digunakan
sebagai taman dengan estetika yang baik.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini
adalah untuk :
1. Mengetahui teknologi apa saja yang dapat
diterapkan untuk mengolah limbah
2. Mengidentifikasi penerapan
konsep Fitoremediasi berdasarkan
metode Wetland sebagai upaya pengolahan
limbah yang familiar.
1.3 MANFAAT
Memberikan tambahan pengetahuan dan
alternatif sistem pengolahan air limbah
utamanya grey water skala rumah tangga
dengan water treatment yang
berkonsepkan Fitoremediasi serta
menggunakan metode Wetland.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah dan Limbah


Cair (Air Limbah)[3]
Pengertian limbah secara umum adalah
sisa dari suatu usaha atau kegiatan manusia
baik berupa padat, cair ataupun gas yang
dipandang sudah tidak memiliki nilai
ekonomis sehingga cenderung untuk
dibuang. Limbah juga merupakan suatu
bahan yang tidak berarti dan tidak
berharga limbah bisa berarti sesuatu yang
tidak berguna dan dibuang oleh
kebanyakan orang, mereka
menganggapnya sebagai sesuatu yang
tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu
lama maka akan menyebabkan penyakit
atau merugikan. Limbah adalah buangan

yang dihasilkan dari suatu proses produksi,


baik dari proses industri maupun domestik
(rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai
sampah), yang kehadirannya pada suatu
saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis atau bersifat merugikan.
Menurut UU No. 32/2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah
didefinisikan sebagai sisa suatu usaha atau
kegiatan.
Limbah cair adalah air yang membawa
sampah (limbah) dari rumah, bisnis &
industri (Purwadarminta, 1997). Limbah
cair juga dapat didefinisikan sebagai
kotoran dari masyarakat & rumah tangga
dan juga yang berasal dari industri, air
tanah, air permukaan serta buangan
lainnya atau air buangan yang bersifat
kotoran umum (Sugiharto, 1987).
Sedangkan Metcalf & Eddy (dalam
Sugiharto 1987) mendifinisikan limbah
cair sebagai A combination of the liquid or
water carried wastes removed from
residences, institutions, and commercials
and industrials establishment, together
with such groundwater, surface water,
and stormwater as may be
present. Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa limbah
cair/air limbah adalah sisa dari hasil usaha
dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan
kimia organik dan anorganik. Dengan
konsentrasi dan kuantitas tertentu, limbah
dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan, terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah. Tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah. Karakteristik limbah
yaitu:

1) berukuran mikro,

kesehatan, oleh sebab itu harus disalurkan


melalui saluran tertutup ke arah

2) dinamis,

pengolahan/penampungan. Air tinja bersama


tinjanya disalurkan ke dalam septic tank.

3) berdampak luas (penyebarannya), dan

Septic tank dapat berupa 2 atau 3 ruangan


yang dibentuk oleh beton bertulang

4) berdampak jangka panjang (antar


generasi).

sederhana. Air yang sudah bersih dari


pengolahan ini barulah dapat disalurkan ke
saluran kota atau lebih baik lagi dapat

Sedangkan faktor yang mempengaruhi


kualitas limbah yaitu :

diresapkan ke dalam tanah sebagai bahan


cadangan air tanah.

1) volume limbah,

b. Sumber air limbah

2) kandungan bahan pencemar, dan


3) frekuensi pembuangan limbah.
2.2 Jenis, Sumber dan karakteristik Air
Limbah
a. Jenis air limbah
1) Air sabun (Grey Water)

Air sabun umumnya berasal dari limbah


rumah tangga, hasil dari cuci baju, piring
atau pel lantai. Air ini sebenarnya dapat
dimanfaatkan untuk menyirami tanaman
karena pada kadar tertentu alam masih
memiliki kemampuan untuk mengurai
sabun yang pada dasarnya merupakan
rantai karbon yang umum terdapat di alam.
Hanya saja perlu diperhatikan jika
sabunnya mengandung bahan berat
pembunuh kuman seperti karbol atau
mengandung minyak yang sulit terurai
seperti air hasil cuci mobil yang umumnya
tercemar oli.
2) Air Tinja/Air limbah padat (Black Water)
Air tinja merupakan air yang tercemar tinja,
umumnya berasal dari WC. Volumenya dapat
cair atau padat, umumnya satu orang dewasa
menghasilkan 1,5 L air tinja/hari. Air ini
mengandung bakteri coli yang berbahaya bagi

1) Air buangan yang bersumber dari rumah


tangga (domestic waste water) adalah air
limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri
dari ekskreta ( tinja dan air seni, air bekas
cucian dapur dan kamar mandi dan umumnya
terdiri dari bahan organik).
2) Air buangan dari industri (industrial waste
water) adalah air buangan yang berasal dari
berbagai jenis industri akibat proses produksi.
Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat
bervariasi, sesuai dengan bahan baku yang
dipakai industri antara lain : nitrogen, sulfida,
amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna,
mineral logam berat, zat pelarut dan
sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan jenis
air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi
lingkungan lebih rumit daripada air limbah
rumah tangga.
3) Air buangan kotapraja (manucipal wastes
water) yaitu air buangan yang berasal dari
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran,
tempat-tempat umum, tempat ibadah dan
sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang
terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.

c. Karakteristik air limbah


1) Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari bahan-bahan padat
dan suspensi, terutama air limbah rumah
tangga biasa berwarna suram seperti larutan

polutan dalam air limbah, bila


pengolahannya tepat akan dapat diubah
menjadi energi yang dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan masyarakat. Nutrien yang
terdapat dalam air limbah juga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk untuk lahan
pertanian.

sabun, sedikit berbau, kadang-kadang


cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinta
dan sebagainya.

Secara umum, terminologi pengolahan air


limbah secara alami (natural system)
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

2) Karakteristik kimiawi

a) Sistem pengolahan limbah secara alami

mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas

bertujuan untuk memanfaatkan kembali

Biasanya air buangan ini mengandung


campuran zat-zat kimia anorganik yang
berasal dari air bersih serta bermacammacam zat organik yang berasal dari
penguraian tinja, urine dan sampahsampah lainnya. Oleh sebab itu pada
umumnya bersifat basah pada waktu masih
baru dan cenderung bau asam apabila
sudah mulai membusuk.

nutrien, air dan energi yang terdapat pada air


limbah.
b) Dalam pengolahan air limbah, yang
diutamakan adalah proses penguraian secara
anaerobik karena tidak memerlukan
penyediaan oksigen secara mekanis sehinga
akan mengurangi biaya operasional.
c) Apabila menggunakan proses aerobik untuk

3) Karakteristik bakteriologis

penguraian zat organik oksigen yang

Kandungan bakteri pathogen serta organisme

disediakan berasal dari proses fotosintesis


maupun proses re-aerasi alami.

golongan coli terdapat juta dalam air limbah


tergantung dari mana sumbernya, namun
keduanya tidak berperan dalam proses
pengolahan air buangan.
2.3 Teknologi Alternatif Pengolahan Air
Limbah[4]

Pemilihan teknologi pengolahan air limbah


sebaiknya mengunakan anggapan bahwa
air limbah adalah sumber daya, bukan
sesuatu yang harus dibuang. Air limbah
harus dipandang sebagai sumber daya
karena didalamnya terdapat 4 komponen,
yaitu: air + energi + nutrien + peluang
kerja. Air, yang merupakan komponen
utama dari air limbah, bila telah diolah dan
memenuhi standar akan dapat
dipergunakan untuk irigasi ataupun usaha
perikanan. Zat organik, yang merupakan

Beberapa metode pengolahan air limbah


yang memenuhi terminologi pengolahan
air limbah secara alami yaitu: pengolahan
air limbah dengan proses anaerobik, kolam
stabilisasi, rawa buatan dan kolam
tumbuhan air.
a. Pengolahan Air Limbah dengan Proses
Anaerobik

Meskipun pengolahan air limbah secara


anaerobik telah dikenal sejak hampir 2000
tahun yang lalu di India dan Cina dalam
bentuk tangki penguraian untuk limbah
kotoran hewan, proses ini cukup lama
diabaikan sebagai salah satu alternatif
pengolahan limbah. Hal ini dikarenakan,
proses anaerobik dianggap tidak efisien

dan terlalu lambat untuk mengolah air


limbah yang semakin hari semakin
bertambah banyak volumenya (Nayono,
2005). Semenjak terjadinya krisis energi
dunia beberapa dekade lalu, pengolahan air
limbah secara anaerobik diusahakan untuk
dapat digunakan kembali. Sejak akhir
tahun 1960-an, proses pengolahan limbah
secara anaerobik mulai diteliti secara
intensif sehingga sekarang dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu
alternatif pengolahan limbah selain
teknologi dengan proses aerobik yang
telah lama dikenal (Hickey et al., 1991).
Contoh teknologi pengolahan limbah
secara anaerobik. (a) Upflow anaerobic
filter, (b). Downflow anaerobic filter,
(c).Fluid bed, (d). Contact process, dan
(e). Upflow anaerobic sludge blanket.
Beberapa penelitian dari berbagai negara
melaporkan bahwa pemanfaatan proses
anaerobik untuk pengolahan limbah
domestik dan limbah industri mempunyai
tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.
Karena proses anaerobik berlangsung
dengan baik pada suhu sekitar 30 40oC,
maka pada daerah tropis proses anaerobik
ini mampu mencapai hasil pengolahan
limbah yang cukup memuaskan.
Pengurangan BOD dan COD bisa
mencapai 70% sampai 90%. Meskipun
demikian, hasil dari pengolahan anaerobik
ini (terutama untuk pengolahan air limbah
industri) masih relatif belum sesuai dengan
ketentuan untuk dapat dibuang langsung
ke badan air. Oleh karena itu, pengolahan
tambahan masih diperlukan agar kualitas
air hasil pengolahan cukup bagus untuk
dapat dibuang langsung ke sungai.
b. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam
Stabilisasi (Waste Stabilization Ponds)
Kolam stabilisasi didefinisikan sebagai
kolam dangkal buatan manusia yang

menggunakan proses fisis dan biologis


untuk mengurangi kandungan bahan
pencemar yang terdapat pada air limbah.
Proses tersebut antara lain meliputi
pengendapan partikel padat, penguraian
zat organik, pengurangan nutrien (P dan
N) serta pengurangan organisme patogenik
seperti bakteri, telur cacing dan virus
(Polprasert, 1996; Pena-Varon and Mara,
2004).
Kolam stabilisasi ini cukup banyak
digunakan oleh negara-negara berkembang
karena biaya pembuatan dan
pemeliharaannya murah serta lahan yang
tersedia masih cukup banyak. Prinsip dasar
dari kolam stabilisasi adalah (Veenstra,
2000):
a) Menyeimbangkan dan menjaga fluktuasi
beban organik dan beban hidrolis limbah air,
b) Mengendapkan partikel padatan dari air
limbah di kolam pertama,
c) Memanfaatkan proses fotosintesis yang
dilakukan oleh algae sebagai sumber utama
oksigen,
d) Proses penguraian zat organik secara
biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme
(baik secara aerobik maupun anaerobik), dan
e) Pengurangan organisme patogenik melalui
beberapa proses interaktif antara alga dan
bakteria.

Kolam stabilisasi dapat diklasifikasikan


berdasarkan pada proses biologis yang
utama pada kolam tersebut, pola
pembebanan hidrolis atau tingkat
pengolahan yang diinginkan. Berdasarkan
pada hal tersebut, kolam stabilisasi dapat
digolongkankan menjadi: kolam
anaerobik, kolam fakultatif dan kolam
pematangan (Polprasert, 1996).

a) Kolam anaerobik (anaerobic ponds). Kolam


anaerobik didesain agar partikel padat yang
dapat terurai secara biologis dapat
mengendap dan diuraikan melalui proses
anaerobik. Kolam ini biasanya mempunyai
kedalaman 3 sampai 5 meter dengan masa
tinggal hidrolis (hydraulic retention time) antara
1 sampai 20 hari.
b) Kolam fakultatif (facultative ponds). Kolam

mengambang di dalam air. Tumbuhan air


yang dipergunakan pada sistem
pengolahan ini mampu menyerap nutrien
anorganik (terutama P dan N) dalam
jumlah yang relatif besar (Pescod, 1992;
Krneret al., 2003). Selain itu, sistem ini
juga mampu untuk mengurangi kandungan
logam berat yang terdapat pada air limbah
(Polprasert, 1996; Espinosa-Quinones et
al., 2005).

fakultatif biasanya mempunyai kedalaman


berkisar 1 sampai 2 meter dengan proses
penguraian secara aerobik dibagian atas dan
penguraian secara anaerobik di lapisan
bawahnya. Jenis kolam ini mempunyai masa
tinggal hidrolis antara 5 sampai 30 hari.
Penggunaan kolam fakultatif bertujuan untuk
menyeimbangkan input oksigen dari proses
fotosintesis alga dengan pemakaian oksigen
yang digunakan untuk penguraian zat organik.
c) Kolam pematangan (maturation ponds).
Kolam pematangan adalah kolam dangkal
dengan kedalaman hanya 1 sampai 1,5 meter.
Hal ini ditujukan agar keseluruhan kolam

Cara kerja dari kolam tumbuhan air ini


utamanya didasarkan pada simbiosis
mutualisme antara tumbuhan air dan
bakteri pengurai bahan pencemar yang
terdapat di dalam air. Bakteri aerobik dan
fakultatif yang akan menguraikan
kandungan bahan pencemar organik
menggunakan oksigen yang diproduksi
oleh proses fotosintesis tumbuhan air.
Sedangkan, produk sampingan dari proses
penguraian yang dilakukan oleh bakteria
yaitu karbondioksida dan amonium akan
dimanfaatkan tumbuhan air dalam proses
fotosintesis tersebut.

tersebut dapat ditumbuhi oleh alga sehingga


oksigen yang dihasilkan selama proses
fotosintesis dapat dipergunakan untuk proses

d. Pengolahan Air Limbah dengan Rawa


Buatan (Constructed Wetlands)

penguraian secara aerobik. Kolam ini


digunakan untuk memperbaiki kualitas air
yang dihasilkan oleh pengolahan di kolam
fakultatif dan untuk mengurangi jumlah
organisme patogenik. Sebagai upaya untuk
mendapatkan kualitas air limbah hasil olahan
yang lebih baik, kolam anaerobik, kolam
fakultatif dan kolam pematangan dapat
dikombinasikan dalam beberapa cara.

c. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam


Tumbuhan air (Macrophyte ponds)
Kolam tumbuhan air (makrofita= yaitu
tumbuhan air yang relatif berukuran lebih
besar daripada alga) adalah sejenis kolam
pematangan yang memanfaatkan
tumbuhan air yang terapung ataupun

Menurut US-EPA (1988), yang dimaksud


dengan rawa adalah suatu daerah yang
terendam oleh air permukaan atau air tanah
dalam suatu periode tertentu yang
memungkinkan terjadinya kondisi jenuh
air pada tanah tersebut. Rawa buatan
biasanya mempunyai kedalaman sekitar
0,6 meter berbentuk memanjang seperti
kanal sempit. Dikarenakan prinsip dasar
pengolahan air limbah dengan rawa buatan
ini sama dengan prinsip kolam tumbuhan
air, maka rawa buatan ini harus ditanami
dengan tumbuhan yang relatif toleran
terhadap air seperti ekor kucing (Typha
spp), bulrush (Scirpus spp) atau reed
(Phragmites communis).

Tidak seperti rawa alami, rawa buatan


untuk pengolahan air limbah dapat dibuat
hampir dimana saja meskipun dengan
lahan yang terbatas. Rawa buatan juga
mempunyai kapasitas dan kemampuan
pengolahan air limbah yang lebih bagus
dibandingkan dengan rawa alami karena
bagian dasar dari rawa buatan ini biasanya
dibuat dengan konstruksi khusus dan dapat
diatur pembebanan hidrolisnya
(Polprasert et al., 2001; Crites et al.,
2006). Rawa buatan dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu rawa buatan yang
air limbahnya mengalir di permukaannya
(free water surface system) dan rawa
buatan yang air limbahnya mengalir di
bawah permukaan rawa (subsurface flow
system= SF).

didapatkan dari literatur tertulis dan di


internet.

Kemampuan rawa buatan untuk


pengolahan air limbah, terutama di daerah
tropis, sangat tinggi. Pengurangan BOD
dengan menggunakan proses ini bisa
mencapai 65% sampai 85%. Padatan
tersuspensi dapat dikurangi sebanyak 90%,
sedangkan pengurangan nutrien (nitrogen
dan fosfor) dapat mencapai 85% serta
pengurangan organisme patogen mencapai
99,5% (Polprasert et al., 2001; Crites et
al., 2006).

3.2 Jenis Data

BAB III
METODOLOGI
3.1 metodologi penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan tersebut dilakukan
dengan pengamatan dan dokumentasi.
Pengamatan yang dilakukan bersifat
partisipatif. Penulis berpartisipasi langsung
melakukan pengamatan di pusat
pendidikan lingkungan hidup di seloliman,
trawas, mojokerto. Dari sanalah penulis
terinspirasi untuk melakukan Dokumentasi

3.1. Jenis Penulisan


Penulisan ini merupakan penulisan
kualitatif, yaitu prosedur penulisan yang
menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis dari orang-orang dan hasil
pengamatan, didukung dengan studi
literatur atau studi kepustakaan
berdasarkan pendalaman kajian pustaka
berupa data, sehingga realitas dapat
dipahami dengan baik (Moleong, 1990:5).
Penulisan kualitatif juga menggunakan
data yang dinyatakan secara verbal dan
kualifikasinya bersifat teoritis (Nawawi,
1995:32).

Data dalam penulisan ini merupakan jenis


data sekunder. Menurut Moleong (2000),
data sekunder merupakan data yang
berasal dari selain obyek yang diteliti.
Data sekunder ini didapatkan dari artikel,
literatur kepustakaan, media massa, arsiparsip.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan
pada penulisan ini, penulis menggunakan
metode Studi Pustaka. Metode ini
dilakukan dengan cara mempelajari
beberapa literatur yang berhubungan
dengan masalah yang dikaji. Beberapa
literatur ini dapat berupa pustaka cetak
maupun elektronik, seperti data-data dari
buku literatur, majalah, buletin, tabloid
koran dan lain-lain. Penulis lebih banyak
mencari data yang berkaitan dengan
instansi / obyek penulisan.
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH STUDI

2.1 Gambaran umum wilayah studi

2.Program pertanian organik

Pada tanggal 3-4 November 2012 penulis

3.Program sumber daya

mengunjungi Pusat Pendidikan Lingkungan


Hidup (PPLH) Seloliman. Kegiatan studi alam

4.Program usaha

yang bertujuan mengenalkan penulis kepada


alam secara langsung dengan lebih dekat.

Latar belakang diadakan pelatihan PPLH

Seperti bagaimana menggunakan potensi

adalah untuk pemberdayaan masyarakat,

alam tanpa merusak keseimbangan serta

pendidikan dan menambah pengalaman.

kelestarian lingkungan. PPLH (Pusat

Selain itu para peserta yang mengikuti

Pendidikan Lingkungan Hidup) Seloliman,

pelatihan untuk diaplikasikan dalam


lingkungan nyata.

terletak di desa Seloliman, kecamatan Trawas,


kabupaten Mojokerto. Didirikan pada tahun
1990 dengan tujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang sadar dan peduli akan
lingkungan sebagai tempat tinggal yang perlu
dijaga kelestariannya. PPLH sendiri
merupakan lembaga swadaya masyarakat
yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Dibangun di area seluas 3.5 hektar.
PPLH Seloliman menyajikan pemandangan
alam yang indah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mempelajari konsep
pemanfaatan potensi alam yang ramah
lingkungan.Di sini penulis bisa menikmati
suasana hutan alami dan sungai yang
mengalir jernih. Area PPLH yang bernuansa
hutan alam membuat kita merasa bagaikan
berada di sebuah perumahan ditengah hutan.
Bangunan di PPLH Seloliman didominasi
dengan kayu sehingga semakin mengentalkan
suasana menyatu dengan alam.
Pengunjungnya tidak hanya penduduk sekitar
saja, namun juga dari dalam kota hingga luar
kota. Mulai dari kalangan masyarakat umum,
pelajar TK, SD, SMP, SMA sampai dengan
mahasiswa yang akan melakukan penelitian.
Diperkenalkan kepada kami berbagai macam
konsep pengolahan teknologi berbasis ramah
lingkungan yang dikembangkan oleh PPLH.
PPLH Seloliman juga menjadi salah satu
tujuan objek wisata Internasional dan
mempunyai empat program yaitu:
1.Program pendidikan

2.2 Objek Observasi

4.3.1 Solar Water Heater (Penghangat


Air Tenaga Sinar Matahari)
Berbentuk pyramid memungkinkan
menerima sinar matahari pada semua
sisinya sehingga tidak usah mengggeser
dan mengikuti sudut datangnya matahari.
Sistem penghemat air ini menggunakan
prinsip efek rumah kaca, yaitu panas yang
sudah masuk sulit untuk keluar, sehingga
makin lama suhu yang ada di dalam
semakin panas, semua dicat hitam agar
dapat menyerap panas. Lebih efektif dan
bahan sebaiknya dari bahan yang bersifat
penghantar panas yang baik.
4.3.2 Solar Cell
Listrik tenaga surya terjadi ketika sinar
matahari menumbuk sebuah sel surya yang
dapat mengubah energi cahaya menjadi
energi listrik. Sel surya bekerja
berdasarkan prinsip photoelektrik, karena
itu disebut photovotaic atau solar sel.
4.3.3 Solar Box Cooker
Sinar matahari juga dapat dimanfaatkan
untuk memasak, yaitu sebuah reflektor
dengan daya tangkap sinar matahari ekstra

yang juga akan berfungsi sebagai


penutup/jendela solar box.
4.3.4 Water Treatment
Salah satu untuk membersihkan air
tercemar tanpa bahan kimia, sehingga
tidak ada dampak lain terhadap lingkungan
sekitar akibat proses. Keuntungan dari
sistem ini lebih murah dari pengolahan lain
tidak memerlukan energi untuk prosesnya.
4.3.5 Solar Ternal Dryer
Alat pengering menggunakan sinar
matahari berbentuk piramida
memungkinkan menerima sinar matahari
pada semua sisinya sehingga tidak perlu
menggeser mengikuti sudut datangnya
sinar matahari, suhunya tidak boleh
melebihi 600C dan dibuat fentilasi untuk
memudahkan sirkulasi udara.
4.3.6 Biogas
Gas yang berasal dari kotoran hewan yang
sudah melalui beberapa proses seperti
pengendapan, penguapan. Uapnya
ditampung di sebuah tabung dan gas
tersebut bisa digunakan untuk memasak,
karena biogas itu setara dengan gas LPG.
4.3.7 Tanaman obat keluarga
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Konsep Fitoremediasi [5]
Konsep mengolah air limbah dengan
menggunakan media tanaman atau lebih
populer disebutFitoremediasi telah lama
dikenal oleh manusia, bahkan digunakan
juga untuk mengolah limbah berbahaya
(B3) atau untuk limbah radioaktif.
Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di

beberapa negara telah pula membahas


dengan detail bagaimana proses remediasi
ini dapat menolong manusia untuk
memecahkan problem
lingkungannya. Phyto asal kata
Yunani/greek phyton yang berarti
tumbuhan/tanaman
(plant), remediation asal kata
Latin remediare (to remedy) yaitu
memperbaiki/ menyembuhkan atau
membersihkan sesuatu.
Jadi Fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman
tertentu yang bekerjasama dengan
microorganisme dalam media (tanah, koral
dan air) dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/polutan) menjadi kurang atau
tidak berbahaya bahkan menjadi bahan
yang berguna secara ekonomi.
Proses dalam sistem ini berlangsung secara
alami dengan enam tahap proses secara
serial yang dilakukan tumbuhan terhadap
zat kontaminan/pencemar yang berada
disekitarnya yaitu antara lain :
1. Phytoacumulation
(phytoextraction) yaitu proses tumbuhan
menarik zat kontaminan dari media
sehingga berakumulasi disekitar akar
tumbuhan, proses ini disebut
juga Hyperacumulation.
2. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah
proses adsorpsi atau pengendapan zat oleh
akar untuk menempel pada akar. Proses ini
telah dibuktikan dengan percobaan
menanam bunga matahari pada kolam
mengandung zat radio aktif di Chernobyl
Ukraina.
3. Phytostabilization yaitu penempelan
zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang
tidak mungkin terserap ke dalam batang
tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat

(stabil) pada akar sehingga tidak akan


terbawa oleh aliran air dalam media.
4. Rhyzodegradetion disebut
juga enhenced rhezosphere
biodegradation, atau plented-assisted
bioremidiation degradation, yaitu
penguraian zat-zat kontaminan oleh
aktivitas microba yang berada di sekitar
akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan
bacteri.
5. Phytodegradation (phyto
transformation) yaitu proses yang
dilakukan tumbuhan untuk menguraikan
zat kontaminan yang mempunyai rantai
molekul yang kompleks menjadi bahan
yang tidak berbahaya dengan dengan
susunan molekul yang lebih sederhana
yang dapat berguna bagi pertumbuhan
tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun, batang, akar atau
di luar sekitar akar dengan bantuan enzym
yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu
sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan
enzym berupa bahan kimia yang
mempercepat proses degradasi.

Jaka, Keladi Loreng/Sente/Hitam, Kenyeri


Merah/Putih, Lotus Kuning/Merah, Onje
Merah, Pacing Merah/Putih, Padi-padian,
Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol
Merah/Putih, Spider Lili, dan lain-lain.
5.3 Aplikasi di Lapangan
Beberapa penerapan lapangan dengan
konsep Fitoremediasi yang cukup berhasil
diantaranya :
1. Menghilangkan logam berat yang
mencemari tanah dan air tanah, seperti
yang dilakukan di New Zealand, lokasi :
Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah
yang tercemar Cadmium (Cd oleh
penggunaan pesticida) dengan menanam
pohon poplar.
2. Pengolahan limbah domestik dengan
konsep Fitoremediasi dengan
metode Wetland, seperti yang diterapkan di
beberapa tempat di Bali dengan sebutan
Waste Water Garden (WWG) atau terkenal
dengan taman seperti yang terlihat di
Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan
Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa
kolam dari pasangan batu kemudian diisi

6. Phytovolatization yaitu proses menarik


dan transpirasi zat contaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah
menjadi larutan terurai sebagai bahan yang
tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya
diuapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan
dapat menguapkan air 200 sampai dengan
1000 liter perhari.
5.2 Jenis tanaman yang digunakan
dalam Fitoremediasi
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan
dalam Fitoremediasi adalah Anturium
Merah/Kuning, Alamanda Kuning/Ungu,
Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden
Merah/Kuning/Putih, Dahlia, Dracenia
Merah/Hijau, Heleconia Kuning/Merah,

media koral setinggi 80 cm yang ditanami


tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya
dialirkan air limbah (grey
water dan effluent dari septictank). Air harus
dijaga berada pada ketinggian 7 cm atau 10
cm dibawah permukaan koral agar terhindar
dari bau dan lalat/ serangga lainnya.
1. Membersihkan tanah dan air tanah yang
mengandung bahan peledak (TNT, RDX
dan amunisi militer) di Tennese, USA
dengan menggunakan
metode Wetland yaitu kolam yang diberi
media koral yang ditanami tumbuhan air
dan kemudian dialirkan air yang tercemar
bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang
digunakan seperti: Sagopond (Potomogeton
pectinatus), Water stargas (Hetrathera),
Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.

Untuk menghindari kloging (mampet)


pada lapisan koral maka air limbah
sebelum masuk unitWetland ini harus
dilewatkan unit pengendap partikel discret.
Berdasarkan hasil test laboratorium
terhadap influent dan effluent diperoleh
hasil evaluasi kinerja unit tersebut dengan
effisiensi removal sebagai berikut:
BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d 96 %,
TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %,
Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99
%.
Terdapat 27 spesies tumbuhan yang
digunakan untuk Taman Bali ini
diantaranya Keladi, Pisang, Lotus, Cana,
Dahlia, Akar Wangi, Bambu Air, Padipadian, Papirus, Alamanda dan tanaman
air lainnya. Pemeliharaan sistem ini sangat
kecil yang umumnya hanya menyiangi
daun-daun tumbuhan yang layu/kering,
dengan demikian maintainance cost sangat
rendah. Menurut penjelasan dari
pihakSunrise School Bali yang telah dua
tahun menggunakan sistem ini belum
pernah terjadi cloging pada lapisan koral
dengan void ratio hanya 40% untuk ukuran
koral hanya 5 mm s/d 10 mm.Pada
dasarnya proses yang terjadi
pada Wetland ini sangat alami artinya
microorganisme dan tanaman
membentukecosystem sendiri untuk
berhadapan dengan jenis polutan yang
masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi
terhadap zat dan kadar pencemararan
sangat baik, berbeda dengan
misalnyafakultatif pond proses akan rusak
(invalid) jika ada B 3 yang masuk atau jika
beban pencemaran meningkat lebih dari
20% akan terbentuk algae bloom. Namun
penerapan yang digunakan umumnya
terbatas pada skala kecil yaitu untuk
perkantoran, sekolah dan komunal sekala
RW, hal ini terjadi karena luas lahan yang
dibutuhkan perkapitanya lebih tinggi
dibanding sistem konvensional umumnya.

Meskipun dibandingkan dengan


sistem stabilization pond kebutuhan lahan
jauh lebih luas.
5.4 Wetland/ Lahan Basah[4]
Salah satu dari fitoremediasi adalah
metode wetland atau penggunaan lahan
basah untuk untuk proses pembersihan
logam berat atau senyawa-senyawa
berbahaya menjadi tidak berbahaya.
Metode wetland ini secara umum dibagi
menjadi dua kategori, yaitu:
1.) Subsurface Flow Systems

Subsurface flow systems atau sistem aliran


bawah tanah. Subsurface flow
systems didesain untuk aliran bawah tanah
melalui media permeabel, menjaga air
diolah dibawah permukaan, selain itu
menghindari berkembangnya bau dan
gangguan masalah lainnya. Sistem ini juga
sebagai root-zone systems, rock-reedfilters, dan vegetated submergedbed
systems. Media yang digunakan biasanya
tanah, pasir, gravel, dan pecahan
batu/kerikil.
2.) Free Water Surface Systems

Sistem aliran permukaan didesain untuk


mensimulasikan lahan basah alami, dengan
aliran air melewati permukaan tanah pada
genangan yang dangkal. Vegetasi sering
terdiri dari tanaman marsh, seperti cattail
dan reeds. Kedua tipe tersebut biasanya
berada di lembah atau terusan baik secara
alami terbentuk atau yang sengaja dibuat.
Wetland memiliki efisiensi penghilangan
suspensi padat pada kolom air yang cukup
besar. Materi-materi yang tersuspensi di
kolom air dapat terdiri dari banyak macam

kontaminan, seperti nutrien, logam berat,


atau ikatan fisika atau kimia.

Keuntungan:
1. Mengurangi pergerasiko dari bahan

Salah satu cara yang digunakan


adalah fitostabilisasi. Fitostabilisasi adala
h penghentian kontaminan di tanah melalui
absorpsi dan akumulasi oleh akar, adsorpsi
ke dalam akar di daerah akar dari tanaman.
Selain itu digunakan untuk menjaga
migrasi/perpindahan kontaminan melalui
angin, erosi air, dan dispersi
tanah. Fitostabilisasi terjadi melalui
akumulasi kontaminan pada jaringan
tanaman dan di tanah sekitar akar karena
perubahan kimia dari kontaminan, yang
menjadi tidak larut dan berhenti di
komponen tanah. Bahan kontaminan yang
tidak dapat larut biasanya tidak
berbahaya.Fitostabilisasi juga mengacu
pada pembangunan/ pengembangan
tanaman penutup pada permukaan air dari
tanah atau sedimen yang terkontaminasi.

kontaminan anorganik tanpa menghilangkan


bahan tersebut dari lokasi mereka.
2. Jika dibandingkan teknik lain seperti
Excavation atau penggalian, yang teknik ini
lebih murah
3. Menambah kesuburan tanah

Kelemahan
Akibat bahan kontaminan yang tertinggal
di tempat, tempat/daerah tersebut harus
terus dimonitoring untuk memastikan
kondisi kestabilan lingkungan. Jika bahan
konsentrasi pencemar meningkat, efek
racun dapat menghambat pertumbuhan
tanaman tersebut. Jika menggunakan
aditif/penyubur tanah, maka harus
diterapkan secara periodik untuk menjaga
kefektifan dari proses fitoremediasi.

5.5 Manfaat dan Fungsi Wetland


5.4 Konsep Perencanaan Wetland[5]
Wetland memiliki berbagai fungsi dan
kegunaan yaitu :
1.)Organic Carbon (BOD) Removal
2.)Nitrogen Removal
3.)Phosphorus Removal
4.)Trace Metals Removal
5.)Removal of Toxic Organic Compounds

Fungsi ekologi :
1.)Tempat makan dan habitat kehidupan
liar
2.)Peningkatan kualitas air
3.)Perlindungan terhadap banjir
4.)Kontrol abration garis pantai
5.)Untuk rekreasi
5.6 Keuntungan Dan Kelemahan
Wetland

Beberapa ketentuan yang diperlukan untuk


membuat sistem ini yaitu:
1. Unit Wetland harus didahului dengan bak
pengendap untuk menghindari cloging pada
media koral oleh partikel-partikel besar.
2. Konstruksi berupa bak/kolam dari pasangan
batu kedap dengan kedalaman 1 m.
3. Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa
berlubang untuk outlet
4. Kolam diisi dengan media koral (batu pecah
atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm,
setinggi/setebal 80 cm.
5. Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa
jenis berjarak cukup rapat, dengan
melubangi lapisan media koral sedalam 40
cm untuk dudukan tumbuhan.
6. Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan
mengatur level (ketinggian) outlet yang

memungkinkan media selalu tergenang air


10 cm dibawah permukaan koral.
7. Desain luas berdasarkan Beban BOD yang
masuk per hari dibagi dengan Loading

menggunakan sistem Wetland bagi kolam


leachit.
2. Sistem pengolahan limbah
dengan Wetland disarankan hanya untuk

rate pada umumnya. Untuk Amerika Utara =

skala lingkungan maksimum 2000 orang

32.10 kg BOD/Ha per hari. Untuk daerah


tropis kira-kira = 40 kg BOD/Ha per hari .

dan perkantoran atau gedung-gedung


sekolah karena kebutuhan lahannya cukup
2

tinggi antara 1.25 m /capita s/d 2.5

CONTOH PERHITUNGAN:

m /capita dibanding fakultatif pond hanya


2

Misalnya Kantor/Hotel/bangunan gedung


lain dengan pegawai/pengunjung sejumlah
1000 orang. Maka perhitungan untuk
membuat Wetland ini adalah :
1. Pemakaian air rata-rata 10
liter/pegawai/hari dengan BOD rata-rata =
250 mg/l
2. Beban BOD = 101/orang/hari x 1000 orang
x 250 mg/l = 2.5 kg/hari

0.2 s/d 0.5 m /capita atau hanya 1/5 dari


kebutuhan.
3. Biaya investasi sangat relatif terhadap
ketersedian lahan, dengan demikian untuk
skala kecil sangat ekonomis bila lahan
dapat disediakan.
4. Biaya O & P sangat rendah karena
pemeliharaan hanya sambilan untuk
pembersihan daun tumbuhan.
5. Untuk skala rumah tangga sistem ini dapat
dianggap pengganti bidang resapan.

3. Kebutuhan bak pengendap sekaligus bak


3

anaerobik 2500 g : 250 g/m = 10 m , Jika


kedalaman kolam 2.5 m maka luas kolam
2
anerobik = 4m
4. Kebutuhan Wetland. Efisiensi anaerobik
3

DAFTAR PUSTAKA
[1] Ratna Widya Danista. 2010. Penggunaan
Bambu Air (Equisetum Hyemale) Dan Bambu

untuk Td = (10 m : 10,000 l/hari) satu hari


atau 60 %. Jadi BOD influen ke Wetland =

Rejeki (Dracaena Sanderiana) Untuk

40 % x 250 mg/l = 100 mg/l. Beban BOD


yang masuk = 10000 l/hari x 100 mg/l = 1

Water Dengan Sistem Constructed


Wetland. Paper, (online),

kg/hari. Loading rate = 40 kg/Ha/hari, maka

(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19610-

luas kolam yang diperlukan = 1 kg/hari : 40


2
kg/Ha/hari = 250 m

3307100067-Paper.pdf diakses 12 November


2012).

Penyisihan Nitrogen Dan Fosfor Pada Grey

5. Dibutuhkan lahan kira-kira 260 m .


Kedalaman kolam Wetland = 1 m, tebal
media koral 80 cm, kedalaman air 70 cm.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Fitoremediasi cukup efektif dan murah
untuk menangani pencemaran terhadap
lingkungan oleh logam berat dan B3
sehingga dapat digunakan untuk remediasi
TPA dengan menanam tumbuhan pada
lapisan penutup terakhir TPA dan

[2] http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-19609-3307100067Chapter1.pdf diakses tanggal 12


November 2012
[3] Kebijakan Diklat Kesehatan
Lingkungan Dalam Program. Pembuatan
saluran Air Limbah Sederhana. Modul,
(online),
(http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescika
rang/images/stories/KurmodTTG/pengolah
anairlimbah/mi4b%20modul%20pembuata

n%20spal%20sederhana.pdf, diakses 12
November 2012).
[4] Satoto E Nayono . Metode Pengolahan
Air Limbah Alternatif Untuk Negara
Berkembang. Paper, (online)
(http://eprints.uny.ac.id/1160/1/Alternatif_
pengolahan_limbah.pdfdiakses tanggal 12
November 2012)
[5] Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata
Perdesaan. 2003. Fitoremediasi.
(http://digilibampl.net/file/pdf/fitoremediasi.pdf diakses
12 November 2012).

Вам также может понравиться