Вы находитесь на странице: 1из 24

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PARU ON THERAPY


DENGAN ANEMIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Emi Puspita Sari
1507101030030
Pembimbing:
dr. Nurrahmah Yusuf, M.Ked (Paru), Sp.P

BAGIAN/SMF PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, tugas presentasi kasus telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi

Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan kea
lam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah Tuberkulosis Paru on Therapy dengan
Anemia. Tugas ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing

yaitu

dr.Nurrahmah Yusuf, M.Ked (Paru), Sp.P yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun
dari dosen dan teman-teman agar tercapai hasil yang lebih baik.

Banda Aceh, Desember 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL .
i
KATA PENGANTAR . . ii
DAFTAR ISI iii
BAB I

PENDAHULUAN .

BAB II LAPORAN KASUS ....


2.1
Identitas Pasien ..
2.2
Anamnesis ..
2.3
Pemeriksaan Tanda Vital ...

3
3
3
4

2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10

Pemeriksaan Fisik .. 4
Pemeriksaan Penunjang . 8
Diagnosa Banding .. 9
Diagnosa 9
Tatalaksana 9
Planning . 10
Prognosis ... 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..


3.1
Definisi .
3.2
Epidemiologi .
3.3
Etiologi dan Faktor Risiko
3.4
Patogenesis
3.5
Klasifikasi Tuberkulosis ..
3.6
Gejala Klinis .
3.7
Diagnosis .
3.8
Tatalaksana
3.9
Komplikasi

11
11
11
11
12
14
15
16
17
21

DAFTAR PUSTAKA ..

22

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis complex, ditandai dengan batuk produktif lebih dari 2
minggu disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan
gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan
mudah lelah). (1)
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
didunia.

Pada

tahun

1992,

World

Health

Organization

(WHO)

telah

mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Pada tahun 2009 diperkirakan


kasus TB sekitar 9,4 juta sampai 14 juta kasus TB. (1) Penyakit TB banyak

menyerang kelompok usia kerja produktif, kebanyakan dari kelompok sosial


ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Meningkatnya kasus Human
immunodeficiency virus (HIV) yang menurunkan daya tahan tubuh juga
menyebabkan meningkatnya kembali penyakit TB (reemerging disease) di negaranegara yang tadinya sudah berhasil mengendalikan penyakit ini. (1)
Tuberkulosis sebagai penyakit kronik dapat menyebabkan beberapa
komplikasi yaitu anemia, hiponatremia, leukositosis, abnormalitas fungsi hepar,
dan hipokalsemia (2), batuk berdarah, pneumotoraks, gagal napas, dan gagal
jantung. (1)
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
tubuhnya. Kriteria WHO pada tahun 1968, dinyatakan sebagai anemia bila
terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut: (3)

Laki-laki dewasa
Perempuan dewasa
Perempuan hamil
Anak 6-14 tahun
Anak 6 bulan- 6 tahun

Hb <13gr/dl
Hb <12 gr/dl
Hb <11 gr/dl
Hb <12 gr/dl
Hb < 11 gr/dl

Timbulnya anemia karena adanya kegagalan sumsum tulang atau


kehilangan sel darah merah berlebihan. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab
yang tidak diketahui. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala
tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
1. Sistem kardiovaskular: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas
saat beraktifitas, angina pektoris, dan gagal jantung
2. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunangkunang, kelemahan otot, iritabilitas, serta perasaan dingin pada ekstremitas
3. Sistem urogenital: gangguan haid
4. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus (3)

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Nn. S

Umur
No. CM
Jenis Kelamin

: 20 tahun
: 1-07-27-20
: Perempuan

Alamat
Suku
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan

: Bandar baru, Pidie Jaya


: Aceh
: Islam
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 06 Desember 2015
: 10 Desember 2015

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama

: Sesak napas

Keluhan Tambahan

demam naik turun


Riwayat Penyakit Sekarang:

: batuk berdahak, pucat, penurunan berat badan,

Pasien datang ke IGD rumah sakit umum zainal Abidin dengan keluhan
sesak napas yang dialami sejak 2 bulan belakangan ini. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca dan bersifat hilang timbul. Keluhan pasien disertai demam naik turun
pada malam hari. Keluhan ini telah dialami pasien sejak 3 bulan. Keluhan lain
berupa batuk berdahak, riwayat bedarah (-), warna dahak hijau. Pasien juga
mengalami penurunan berat badan yang signifikan, berat badan sebelumnya 40 kg
menjadi 35 kg. pasien juga terlihat pucat pada wajah.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Penyakit sebelumnya pernah dirawat di RS saat sedang hamil dengan

keluhan sesak napas sejak 2 bulan yang lalu


Riwayat Penggunaan Obat :
Pasien mengonsumsi OAT sejak tanggal 12 november 2015
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien

Riwayat Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tinggal bersama keluarga dengan
posisi rumah yang tersusun rapat, pasien malas makan

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital


Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: Sakit sedang
: Kompos mentis
: 130/90 mmHg
: 110 kali/menit, regular,kuat angkat, isi penuh
: 28 kali/menit, regular
: 36,7 C

2.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit

: sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-),

Kepala

: rambut hitam, distribusi merata, sukar dicabut

Wajah

: pucat, simetris

Mata :

anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks

cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil


isokor 3 mm/3 mm

Telinga
Hidung

: kesan normotia
: sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut:mukosa kering (-), sianosis (+), tremor (-), hiperemis (-),
tonsil hiperemis (-/-), T1 T1.
Leher:

retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku

kuduk (-).

Thoraks Anterior
Pemeriksaa
n Fisik Paru
Inspeksi

Thorax Dekstra

Thorax Sinistra

Statis:Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-), barrel chest (-)

Palpasi
Atas Fremitus taktil menurun,nyeri
tekan (-)
Tengah Fremitus taktil menurun, nyeri
tekan (-)
Bawah Fremitus taktil menurun, nyeri
tekan (-)

Fremitus taktil normal, nyeri


tekan (-)
Fremitus taktil normal, nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil normal, nyeri
tekan (-)

Perkusi
Atas sonor

sonor

Tengan Sonor

sonor

Bawah Redup
Auskultasi
Atas Vesikuler (+), rhonki (+),

Tengah
Bawah

Redup
Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki(+),

Vesikuler (+), rhonki (+),

wheezing (-)

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

wheezing (-)

Thoraks Posterior

Pemeriksaan
Fisik Paru
Inspeksi

Thorax Dekstra
Statis

Thorax Sinistra

:Normochest

Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi


interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/vocal: normal,
nyeri tekan (-)
Tengan Fremitus taktil/vocal: normal,
Bawah

Fremitus taktil/ vocal:


normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal:

nyeri tekan (-)

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: normal,

Fremitus taktil/ vocal:

nyeri tekan (-)

normal, nyeri tekan (-)

Perkusi
Atas Sonor

Sonor

Tengan Sonor

Sonor

Bawah Redup

Redup

Auskultasi
Atas

Tengan

Vesikuler (+), rhonki (+),

wheezing (-)

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (+),

Vesikuler (+), rhonki (+),

wheezing (-)

wheezing (-)

Vesikuler (-), rhonki (-),

Bawah Vesikuler (+), rhonki (-),


wheezing (-)

Jantung
Auskultasi

Vesikuler (+), rhonki (+),

: BJ I > BJ II, regular (+) takikardi

wheezing (-)

Abdomen

Inspeksi

: simetris, distensi (-)

Palpasi

: organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi

: timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi

: Peristaltik (3 x dalam 1 menit)

Ekstremitas

Ekstremitas superior : sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), CRT <2

Ekstremitas inferior : sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), CRT <2

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium Darah
Pemeriksaan
6 Desember 2015
12-15g/dl
37-47 %
4,2-5,4. 103/mm3
4,5-10,5. 103/mm3
150-450. 103/mm3

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

8,0*
29*
3,8*
6,1
577*

Eosinofil
Basofil
N. Batang
N. Segmen
Limfosit
Monosit

9*
1
0*
64
17*
10*

0-6 %
0-2%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%

Elektrolit
Natrium (Na)

143

135-145

Kalium (K)

3,8

3,5-4,5

Klorida (Cl)

99

90-110

108

<200

13

13-43

0,37*

0,51-0,95

Kimia Klinik

DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum
Kreatinin

Foto thorax 15 Oktober 2015


b. Foto Thoraks
Tampak perselubungan homogen
di lobus medius dan inferior paru
dextra et sinistra.
Jaringan lunak dan skeletal dalam
batas normal
Jantung dan aorta dalam batas
normal
Kesimpulan: TB Paru

Pemeriksaan Sputum BTA 28


Oktober 2015 = +/+/+ (positif)
2.6 Diagnosa Banding
Dyspneu ec DD

1) TB Paru
2) Pneumonia
3) Efusi Pleura
+ Anemia

2.7 Diagnosa
TB Paru + Anemia
2.8 Tatalaksana

Diet telur 4 butir/hari


IVFD RA 16 gtt/ menit S/S Aminofluid
Inj. Cefotaxime 1 gram / 12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Curcuma tab 2x1
Paracetamol tab 3x1
Neurodex tab 2x1
Rimstar 4 FDC 1x2 tab
Inadryl syr 3xC1
Nebul ventolin / 8 jam
Nebul pulmicort / 12 jam
Sucralfat syr 3xC1

2.9 Planning
Cek sputum BTA

Kultur MO
2.10

Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam


Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium

tuberculosis

complex.

Pada

manusia

kebanyakan

yang

menginfeksi adalah Mycobacterium tuberculosis. Selain itu terdapat juga


Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium canetti, dan
Mycobacterium microti. Organisme ini disebut sebagai basil tahan asam. (4)
Biasanya tuberkulosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang bagian dari
tubuh seperti system urinaria, Central Nervus System, otak dan lainnya. (5)
3.2 Epidemiologi
Prevalensi tuberkulosis didunia telah mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pada tahun 2009, sekitar 9,4juta penduduk dunia mengalami TB kasus
baru dan sekitar 1,3 juta mengalami kematian akibat tuberkulosis. (1)

Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Aceh tahun 2012, jumlah kasus
TB paru BTA positif berjumlah 4.028 kasus yang mana mengalami penurunan
angka dari tahun sebelumnya. (6) Persentase tertinggi penduduk yang menderita
TB kasus baru terdapat di Kabupaten Aceh Barat yaitu 269/100.000 penduduk.
Angka kematian penduduk akibat TB di provinsi Aceh mencapai 1,6 kematian per
100.000 penduduk. Sementara itu, angka kesuksesan kesembuhan penderita TB di
Provinsi Aceh telah mencapai angka 94,25%. (7)
3.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Mycobacterium tuberculosis

merupakan

bakteri

berbentuk

batang

pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 3 , mempunyai sifat tahan asam, dapat
hidup

selama

berminggu-minggu

dalam

keadaan

kering,

serta

lambat

bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. (2)

Penularan TB terjadi melalui udara dengan percikan partikel mucus


sebesar 1,5 nm yang mengandung M.tuberculosis. Penularan jarang terjadi secara
kontak dengan bahan sekresi atau yang terpajan basil TB. Kemungkinan tertular
meningkat bila sputum bersifat tahan asam (acid fast), adanya infiltrat luas atau
kavitas di lobus atas paru, banyak sputum, batuk sangat kuat, dan lingkungan
kurang sirkulasi udara. Inhalasi basil TB melalui percikan sewaktu batuk atau
bersin menimbulkan infeksi TB laten (ITBL), dengan adanya uji mantaoux positif
tanpa disertai adanya kelainan fisis dari radiologi. (8)
Peningkatan risiko penularan TB umumnya terdapat pada penderita
imunokompromais seperti:

HIV/AIDS

Diabetes Melitus (DM)


Malnutrisi
Akibat penggunaan steroid jangka panjang
Silikosis
Merokok dalam jangka waktu yang lama (4)

3.4 Patogenesis
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah
perkotaan mempermudah proses penularan dan berperan sekali dalam peningkatan
jumlah kasus TB. Penularan TB biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi
droplet nukleus yang mengandung basil TB. Hanya droplet nukleus ukuran 1-5
mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran napas
sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus maupun alveolus. (6)

Gambar 2. Tuberkulosis menyebar lewat udara


Di bronkiolus dan alveolus inilah basil tuberkulosis berkembang biak dan
menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah tanpa perlawanan yang berarti
dari pejamu karena belum ada kekebalan awal. Di dalam alveolus makrofag akan
memfagositosis sebagian basil tuberkulosis tetapi belum mampu membunuhnya.
Sebagian basil TB dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang
biak dan menyebar melalui saluran limfe regional maupun melalui aliran darah
sehingga dapat mencapai berbagai organ tubuh. Di dalam organ tersebut akan
terjadi transfer antigen ke limfosit.(6)
Basil TB hampir selalu dapat bersarang di sumsum tulang, hepar dan limfe
tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas. Basil TB di lapangan atas
paru, ginjal, tulang, dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum
imunitas spesifik terbentuk. (6)

Tuberkulosis post primer dimulai dengan serangan dini, yang umumnya


terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun anterior. Sarang dini mulamula berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang ini akan mengikuti salah
satu keadaan sebagai berikut : (4)
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tetap segera terjadi proses penyembuhan
dengan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri, menjadi
lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga terjadi bahwa sarang tadi menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas, bila jaringan keju
dibatukan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa),
yang bila dibatukkan akan menimbulkan kaviti. Kaviti awalnya berdinding
tipis kemudian menjadi tebal (kavitas sklerotik). Kaviti akan mengalami:
- Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
- Memadat dan membungkus diri (encapsulated) disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi dapat aktif
-

kembali dan mencair menimbulkan kaviti kembali.


Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau menyembuh dengan
membungkus diri, akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan
tampak sebagai bintang (stellate shaped). (4)

3.5 Klasifikasi Tuberkulosis


3.5.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) (1)
1. Tuberkulosis paru BTA (+), apabila:
a. 2 atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA (+)
b. satu hasil pemeriksaan dahak BTA (+) dan pemeriksaan foto
thoraks menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c. satu hasil pemeriksaan dahak BTA (+) dan hasil kultur
Mycobacterium Tuberculosis (+)
2. Tuberkulosis paru BTA (-), apabila:
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-),
gambaran klinis dan kelainan foto thoraks menunjukkan
tuberkulosis aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan hasil
kultur M. Tuberculosis (+)

3.5.2

Berdasarkan tipe pasien (9)


a. Kasus baru
Pasien belum pernah mendapat pengobatan OAT atau pernah mendapat
OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Pasien sebelumnya sudah mendapat pengobatan tuberkulosis kemudian
dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat karena BTA (+) atau
biakan (+)
c. Kasus setelah putus obat (default)
Pasien menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat
dalam 2 bulan berturut-turut sebelum pengobatan selesai.
d. Kasus gagal pengobatan (failure)
Pasien BTA (+) yang masih (+) atau kembali menjadi (+) lagi pada
akhir bulan ke-5 atau pada akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Pasien dengan BTA (+) setelai selesai pengobatan ulang dengan
pengobatan kategori 2 dan dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA (-), biakan (-), gambaran radiologis TB
tidak aktif atau foto serial menunjukan gambaran menetap.
-

Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.


Pada kasus dengan gambaran radiologis meragukan atau telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologis.

3.6 Gejala Klinis


Gejala klinis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) (1)

2.

1. Gejala respiratori:
Batuk 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia

Berat badan menurun


3.7 Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular TB maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis, antara lain: (1)
a. Anamnesa

terhadap

pasien

(autoanamnesis)

maupun

keluarganya

(heteroanamnesis)
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
c. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB yang sangat penting
untuk menegakkan diagnosa. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura,

liqour cerebrospinal, bilasan bronkus,

bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,


feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu
foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan.
e. Pemeriksaan Penunjang Lain
i. Analisa cairan pleura
ii. Pemeriksaan histopatologi jaringan
iii. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakkan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS):

S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung


pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua


P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi (8)

3.8 Tatalaksana
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. (1)
Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Bakterisid

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Harian
3xseminggu
5
10

Bakterisid

(4-6)
10

(8-12)
10

Pyrazinamid (Z)

Bakterisid

(8-12)
25

(8-12)
35

Streptomisin (S)

Bakterisid

(20-30)
15

(30-40)
15

bakteriostatik

(12-18)
15

(12-18)
30

(15-20)
Tabel 1. Dosis OAT

(20-35)

Rifampisin (R)

Ethambutol (E)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT- Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.


Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO)


Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
(9)

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (9)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:
- Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
- Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
- Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket


berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

dikemas dalam satu paket untuk satu pasien


Paket Kombipak
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif
Pasien TB ekstra paru

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1


b. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2


c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari)
Berat badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Tabel 4. Dosis untuk OAT sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih
rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan
terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua. (9)
Efek samping OAT
Efek Samping
Penyebab
Kemerahan kulit dengan atau Semua jenis OAT

Penatalaksanaan
Hentikan OAT

tanpa gatal
Tuli

Hentikan streptomisin, ganti

Streptomisin

Streptomisin

dengan etambutol
Hentikan streptomisin, ganti

Hampir semua OAT

dengan etambutol
Hentikan OAT

Gangguan penglihatan
Purpura, syok
Nyeri sendi
Kesemutan dan rasa terbakar

Etambutol
Rifampisin
Pirazinamid
Isoniazid

ikterus menghilang
Hentikan etambutol
Hentikan rifampisin
Beri aspirin
Beri vitamin B (piridoksin)

Urin berwarna merah

Rifampisin

100mg perhari
Tidak perlu diberi apa-apa,

Gangguan keseimbangan
Ikterus tanpa penyebab lain

sampai

diberikan penjelasan kepada


pasien
Pendekatan DOT
DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam
pelaksanaan program penanggulangan TB. Penanggulangan dengan strategi
DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. (6) Sesuai dengan
rekomendasi WHO, DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu sebagai berikut. (1)
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah Directly Observed Therapy (DOT)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku/standar
3.9 Komplikasi
Tuberkulosis sebagai penyakit kronik dapat menyebabkan beberapa
komplikasi yaitu anemia, hiponatremia, leukositosis, abnormalitas fungsi hepar,
dan hipokalsemia (2), batuk berdarah, pneumotoraks, gagal napas, dan gagal
jantung. (1)
Menurut Depkes RI (2002) merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberkulosis paru stadium lanjut yaitu: (9)
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan

kematian

tersumbatnya jalan napas

karena

syok

hipovolemik

atau

karena

2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus


akibat retraksi bronchial
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan ginjal

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Diagnosis

&

Penatalaksanaan Indonesia: Tuberkulosis. Jakarta: Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia. 2006. p. 1-52
2. Lee SW, Kang YA, Yoon YS, et al. The Prevalence and Evolution of
Anemia With Tuberculosis. J Korean Med Sci. 2006 April 28; 21: 1028-32
3. Handayani W, Haribowo AS. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika; 2008. p.
37-40
4. Hasan H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010: Tuberkulosis Paru.
Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga RSUD DR.Soetomo.2010. p.9-30
5. Center for Disease Control (CDC). Tuberculosis (TB). 2012. [Online].;
2015

[cited

2015

Desember

11].

Available

from:

http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm
6. Departemen Kesehatan Provinsi Aceh. Profil Kesehatan Provinsi Aceh
Tahun 2012: Prevalensi Tuberkulosis. Banda Aceh: Departemen Kesehatan
Provinsi Aceh. 2012. p. 12-14
7. Mulyadi, Suangkupon R, Dermawan I. Profil Penderita Tuberkulosis paru
di Pesisir Pantai Aceh Barat Daya (Kajian di Puskesmas Balngpidie).
Indonesia: Jurnal Respirologi Indonesia 2011; 31 (2): p. 105-8
8. Djojodibroto RD. Respirologi (Respiratory Medicine): Tuberkulosis Paru.
Jakarta: EGC. 2013. p. 151-168

9. Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Pedoman

Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2014. p.128

Вам также может понравиться