Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kelompok 4 :
Intan Caesaria S.
(101710101019)
(101710101021)
M. Amirul Ghiffari
(101710101106)
mengandung berbagai macam nutrisi antara lain: energi 902 kcal atau 3774 kj, total lemak
100 g, vitamin D 332 IU, asam lemak jenuh saturated 29.829 gr, asam lemak tak jenuh
monosaturated 33.8 gr dan asam lemak tak jenuh polysaturated 31.867 gr.
I.3 Pengemas Primer
Pengemas dari logam banyak digunakan sebagai pengemas primer dalam bentuk
kaleng. Sebenarnya bahan pembuat kaleng adlah plat tipis (tinplate) yang terdiri dari lapisan
baja,timah putih,cairan timah dan besi serta lapisan enamel. Selain plat tipis,alumunium juga
dapat dibuat pengemas. Keunggulan alumunim disbanding plat tipis adalah bobotnya lebih
ringan, mudah dibentuk dan lebih tidak korosif. Kekurangannya adalah kurang tahan tekanan
dan jika terlipat membentuk patahan-patahan yang dapat menyebabkan bocor. Modifikasi
bentuk pengemas primer logam dari plat tipis dan alumunium adalah munculnya alumunium
foil yang berupa lembatran tipis dengan ketebalan sekitar 0,000025 0,006 inchi. Penggunaan
alumunium foil sekarang sudah meluas karena fleksibilitas dan kemudahannya dalam
pemakaian.
I.4 Pengemas Sekunder
Pengemas sekunder merupakan pengemas lapis kedua setelah lapisan primer,dengan
tujuan untuk lebih memberikan perlindungan kepada produk. Kemasan ini tidak bersentuhan
langsung dengan produknya. Pada produk daging ikan kaleng ini digunakan pengemas
sekunder berupa kardus untuk melindungi produk pangan tersebut dari kerusakan.
I.5 Metode Penyimpanan
Penyimpanan produk sarden harus dilakukan pada suhu yang cukup rendah, seperti
pada suhu kamar normal dengan kelembaban rendah. Akan menjadi lebih baik lagi bila
disimpan pada lemari pendingin. Untuk mencegah kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan
vitamin yang dikandung oleh ikan Sardines. Umur simpan makanan dalam kaleng sangat
bervariasi tergantung pada jenis bahan pangan, wadah, proses pengalengan yang dilakukan,
dan kondisi tempat penyimpanan. Jika proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan dengan
baik, makanan dalam kaleng umumnya awet sampai jangka waktu dua tahun.
I.6 Cara Distribusi
Perusahaan mendistribusikan produk tersebut melalui distributor supermarket dan
toko-toko penjual bahan pangan.
I.7 Masa Kadaluarsa
Umur simpan makanan dalam kaleng sangat bervariasi tergantung pada jenis bahan
pangan, wadah, proses pengalengan yang dilakukan, dan kondisi tempat penyimpanan. Jika
proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan dengan baik, makanan dalam kaleng
umumnya awet sampai jangka waktu dua tahun.
I.8 Persyaratan Konsumen
Produk ini dapat dikonsumsi oleh individu yang berumur diatas 5 tahun. Namun
produk ini disarankan tidak dikonsumsi oleh orang yang memiliki alergi terhadap produkproduk makanan yang berasal dari laut.
1.9 Pengaruh HACCP pada Produk
HACCP memberikan kesempatan pada pabrik makanan untuk meningkatkan efisiensi
pengontrolan dengan menciptakan kedisiplinan pendekatan sistematik terhadap prosedur
untuk keamanan pangan (Mortimore, 1995). HACCP (Hazard Analysis and Critical Control
Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap
tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya signifikan yang terkait dengan
ketidakamanan pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001). Sistem HACCP ini
dikembangkan atas dasar identifikasi titik pengendalian kritis (critical control point) dalam
tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan
Witjaksono, 2001).
a. Prinsip
Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut :
Prinsip 1 : Melaksanakan analisa bahaya.
Prinsip 2 : Menentukan Titik Kendali Kritis (CCPs).
Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis.
Prinsip 4 : Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP).
Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pematauan
menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali.
Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif.
Prinsip 7 : Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya.
b. Pedoman Penerapan Sistem HACCP
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut
harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari
Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen
adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan
identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan
menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan
tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam
mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen
yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis
(CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang
harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan
terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang
diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya
yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya.
Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan
jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu
dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan
memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
c. Penerapan Prinsip-Prinsip HACCP
Penerapam prinsip-prinsip HACCP
terdiri
dari
tugas-tugas
berikut
(seperti
perlakuan
pemanasan,
pembekuan,
penggaraman,
pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda
pendistribusiannya.
3. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu,
kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari
institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.
4. Penyusunan bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat
segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu
operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi
tersebut.
5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan
Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan
operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu
mengadakan perubahan bagan alir.
6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan,
pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk
mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat Prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap
tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai
pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya
untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami,
karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat
diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.
Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup halhal sebagai berikut :
produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia; dan
dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian disyaratkan
untuk mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan lebih, jauh satu bahaya dikendalikan
oleh tindakan pengawasan yang tertentu.
7. Penentuan TKK (CCP) (lihat Prinsip 2)2
Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu
TKK pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem HACCP
dapat dibantu dengan menggunakan Pohon keputusan seperti pada Diagram 2, yang
menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon
keputusan
harus
fleksibel,
tergantung
apakah
operasi
tersebut
produksi,
8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (lihat
Prinsip 3)
Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila
mungkin untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan
diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup
tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh.
Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan
HACCP.
11. Penetapan prosedur verifikasi (lihat Prinsip 6)
Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan
pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan
untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi
harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.
Contoh kegiatan verifikasi mencakup :
Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya
Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali
Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk
mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen rencana HACCP.
12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Iihat Prinsip 7)
Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam
penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan
pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.
Contoh dokumentasi :
Analisa Bahaya
Penentuan TKK
Penentuan Batas Kritis
Contoh pencatatan :
Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP)
Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait
Perubahan pada sistem HACCP
Contoh lembaran kerja HACCP seperti pada Diagram 3.
(BSN, 1998).
DIAGRAM 1
DIAGRAM 2
(BSN, 1998).
Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat pemasak
menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan
pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar 1 4 jam
(mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan) dengan suhu pemasakan 100 o 105o C.
4) Penurunan suhu
Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan
suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30o C) dalam waktu maksimum 6
jam.
5) Pembersihan daging
Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah
menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang
ditampung dalam wadah yang terpisah.
6) Pemotongan
Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah,
dipotongpotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada tahap
pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging putih
yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam kaleng.
7) Pengisian
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging ikan
ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard, grated).
a) Solid : 1 2 potong daging putih, bebas serpihan.
b) Standard : 2 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.
c) Chunk : serpihan daging putih satu kali makan, sepihan flake maks 40 %.
d) Flake : potongan daging kecil < chunk
e) Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta).
8) Penambahan medium
2. Diagram Alir
Ikan segar
Sortasi (ukuran )
Penghilangan kepala, sirip, ekor dan isi perut
Dicuci dengan air
Pencucian
Pengisian (filling)
Pre-cooking 100 oC 105oC, lama 1-4 jam
Penirisan (decanting)
Penambahan saus cabai atau tomat
dan minyak sayur suhu 800C
Penghampaan (exhausting)
Penutupan wadah kaleng (seaming)
Pendinginan
Sterilisasi suhu 115-1170C, tekanan 0,8 atm
selama 85 menit (kaleng kecil) dan 105 menit
(kaleng besar)
Pendinginan selama 15 menit
Pelabelan dan pengepakan
2.1 Tabel
2.1.1
No
Tahapan Proses
1.
2.
Penerimaan
bahan baku
Sumber Bahaya
1. Kualitas ikan
segar
Sortasi serta
1. Kontaminasi
penghilangan
alat dan
kepala, ekor,
pekerja
sirip dan isi perut
Potensial Bahaya
Keparahan
L/M/H
(Low/Medi
um/High)
Ya
Fisik : kecacatan
produk
Kimia : merkuri
di lautan
Biologi : mikroba
Fisik : kesalahan
metode
pembersihan
Kimia : Biologi :
Mikroba
Tindakan
Tidak
3.
Pencucian
1. Air yang
digunakan
4.
Pengisian
(filling)
1. Pekerja
2. Benda Asing
5.
6.
7.
Pemasakan
Pendahuluan
(pre-cooking)
Penirisan
1. Proses
pemasakan
1. Posisi/kemirin
gan
kaleng
yang
ditiriskan
Penambahan
1. Kontaminasi
medium pengisi
dari medium
(saus
pengisi
tomat/cabai,
Fisik: Kontaminasi M
bahan
asing
(tulang, bahan
pengotor
lainnya,
kontaminasi
logam Cu dan
Fe dari kaleng).
Kimia : Biologi : Cemaran
Salmonella
1. Pengaturan
M
suhu dan lama
pemasakan
kurang tepat.
minyak sayur)
8.
Penghampaan
(exhausting)
1. Alat
9.
Penutupan
kaleng
1. Mekanisme
kerja alat
Alat
berfungsi
benar.
-
10. Pendinginan
11. Sterilisasi
1. Proses
tidak L
dengan
Fisik : M
Kimia : cemaran
logam
dari
kaleng
Biologi :M
12. Pendinginan
13. Pengepakan dan
pelabelan
bakteri
6. Pekerja kurang
berhati-hati
Penentuan TKK
No
Tahapan Proses
1. Penerimaan
bahan baku
2. Sortasi serta
penghilangan
kepala, ekor,
sirip dan isi perut
3. Pencucian
Bahaya
1. Kualitas ikan
segar
1. Kontaminasi alat
dan pekerja
P1
Ya
P2
Ya
P3
-
P4
Ya
No. CCP
Bukan CCP
Ya
Ya
Ya
Bukan CCP
1. Air yang
digunakan
1. Pekerja
2. Benda Asing
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
CCP
Ya
Tidak
Ya
Ya
Bukan CCP
1. Proses
Ya
Ya
Tidak
CCP
1. Posisi/kemiringan Tidak
kaleng
yang
ditiriskan
7. Penambahan
1. Kontaminasi dari Ya
medium pengisi
medium pengisi
(saus
tomat/cabai,
minyak sayur)
Bukan CCP
Ya
Tidak
CCP
8. Penghampaan
(exhausting)
Bukan CCP
4. Pengisian
(filling)
5. Pemasakan
Pendahuluan
(pre-cooking)
pemasakan
6. Penirisan
1. Alat
Tidak
9. Penutupan
kaleng
10. Pendinginan
11. Sterilisasi
12. Pendinginan
13. Pengepakan dan
pelabelan
1. Mekanisme kerja Ya
alat
1. Proses
1. Alat Pengepak
2. Jenis pengepak
3. Pekerja
Ya
Tidak
CCP
Bukan CCP
Bukan CCP
Tidak
Bukan CCP
CCP (Tahapan
Bahaya
Tindakan
Proses yang
Pengendalian
Tindakan
Tanggung
Langsung
Koreksi
jawab dan
Batas Kendali
wewenang
bagaimana)
CCP)
Pencucian
Koreksi
siapa,
memerlukan
1.
Pemantauan
(apa, dimana,
Air
yang Pengontrolan
digunakan
kualitas air
Apa : ikan
Saat bahan
Dimana : ruang
dicuci
pengolahan
Siapa : pekerja
Bagaimana :
mengontrol
proses
pencucian
-Penggunaan
Quality
Kekeruhan
Control
dengan
dicuci kembali.
Menginvestigasi
penyebab
terjadinya
penyimpangan.
melakukan
metode
BOD/COD,
cemaran
logam berat
(Cu, Hg),
cemaran
mikrobiologis
2.
Pemasakan
Pendahuluan
(pre-cooking)
Proses
pemasakan
Pengontrolan
proses
Apa : ikan
Saat bahan
Dimana : ruang
dimasak
pengolahan
Siapa : pekerja
Bagaimana :
mengontrol
proses
-pemasakan
Quality
Suhu
kembali.
-
Control
pemasakan
dan lama
Menginvestigasi
pemasakan
penyebab
terjadinya
penyimpangan.
3.
4.
Penambahan
Kontaminasi
Pengontrolan
medium pengisi dari medium
proses
(saus
pengisi
tomat/cabai,
minyak sayur)
Penutupan
kaleng
Mekanisme
kerja alat
Pengontrolan
proses
Apa : ikan
Saat bahan
Dimana : ruang
diberi
pengolahan
medium
Siapa : pekerja
Bagaimana :
pengisi
Menghentikan
Quality
Kecepatan
proses.
Control
pengisian
mengontrol
terjadinya
proses
penyimpangan.
Apa : ikan
Saat kaleng
Dimana : ruang
ditutup
pengolahan
Siapa : pekerja
Bagaimana :
Menghentikan
Quality
Ketepatan
proses.
Control
posisi kaleng
Menginvestigasi
penyebab
Menginvestigasi
penyebab
kecepatan
mengontrol
terjadinya
penutupan
proses
penyimpangan.
kaleng
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Melihat Proses Pembuatan Ikan Sardines. http://informasibudidaya.blogspot.com/2011/07/melihat-proses-pembuatan-ikan-sardines.html.
[Diakses tanggal 2 Desember 2012].
[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-Dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan
dan Gizi IPB. Bogor.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pajri, M. 2012. Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna dengan Prinsip Hazard
Analysis
Critical
Control
Point
(HACCP).
http://muhammadpajri1991.blogspot.com/2012/07/mempelajari-proses-pengalenganikan.html. [Diakses tanggal 2 Desember].
Putra,
A.
W.
2008.
Identifikasi
Bahaya
dan
Cara
Pencegahannya.
http://dc310.4shared.com/doc/otlFo3JR/preview.html. [Diakses 1 Desember 2012].
Toledo, R. T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand Rienhold.
New York.
Wirakartakusumah, M. A., Hermanianto, D. dan Andarwulan, N. 1989. Prinsip Teknik
Pangan. PAU Pangan.
LAMPIRAN
Penghampaan (Exhausting)
Sterilisasi (Processing)
Pengguntingan (cutting)
Pengepakan