Вы находитесь на странице: 1из 30

LAPORAN KASUS

HEPATITIS VIRUS A

Penyusun:
Tri Aji Pujo Sembodo
112011101049
Pembimbing:
dr. Sugeng, SP. PD

SMF INTERNA RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
Bila dilihat dari definisi dapat disebutkan bahwa hepatitis merupakan
suatu peradangan pada hati yang terjadi karena zat toksik seperti agen kimia atau
agen penyakit infeksi (infeksi virus hepatitis). Hepatitis A atau peradangan pada
hati akibat serangan virus hepatitis A adalah penyakit menular yang sering sekali
menimbulkan wabah di dunia. Sebanyak 1,4 juta pasien menurut data WHO
mengalami serangan hepatitis A tiap tahunnya. Insiden infeksi virus hepatitis A
telah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah beralih ke usia yang
lebih tua, hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi lebih baik, begitu pula
higiene dan sanitasi. Penularan hepatitis A adalah melalui fecal-oral. KLB
hepatitis A tidak hanya terjadi di negara miskin dan berkembang, namun juga
pernah terjadi di negara maju seperti Amerika. Di Indonesia sendiri hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat
yaitu berkisar dari 39,8% - 68,3%. Sebagian besar pengidap adalah masyarakat
ekonomi menengah kebawah yang kurang menjaga higenitas makanan. Penyakit
ini dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang signifikan dalam
masyarakat karena diperlukan beberapa waktu untuk sembuh dari penyakit untuk
kembali ke pekerjaan, sekolah atau kehidupan sehari-hari.3
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai hepatitis virus akut. laporan
kausus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa klinik kedokteran untuk lebih
memahami lebih jauh mengenai penyakit hepatitis virus dengan mengidentifikasi
faktor risiko dan masalah klinis.

BAB 2. LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Agama
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
Nomor Rekam Medis
Ruang Rawat

: Tn. Igo Shafarullah


: 13 tahun
: Laki-laki
: Pelajar
: Jayanegara 3/6 Pecoro Kec. Rambipuji
: Islam
: 26 Oktober 2015
: 29 Oktober 2015
: 097716
: Anturium

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan
keluarga pasien pada tanggal 26 Oktober 2015 di Ruang Anturium RSD dr.
Subandi Jember.
2.2.1

Keluhan Utama
Kencing berwarna coklat pekat

2.2.2

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSD Soebandi dengan keluhan kencing berwarna

kecoklatan pekat seperti teh sejak 5 hari yang lalu, tidak nyeri dan tidak terasa
panas. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri perut disertai badan lemas, tetapi
tidak mengeluhkan mual dan muntah.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami demam,
panas dirasa terus menerus dan dirasakan pasien tidak terlalu tinggi namun
berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Panas menurun jika minum obat
penurun panas namun tidak sampai suhu normal dan kembali panas beberapa saat
setelahnya, Keluarga menyangkal adanya panas yang disertai menggigil,
berkeringat, kejang ataupun penurunan kesadaran.
Satu minggu setelah badan panas keluarga pasien juga mengaku mata
beserta badan pasien terlihat kuning, yang semakin lama warna kuningnya
semakin jelas. Ibu pasien juga mengeluhkan jika pasien mual yang tidak disertai

muntah setelah makan. Pasien merasakan nyeri pada ulu hati yang terus menerus
tetapi tidak menjalar, nyeri ketika berkemih disangkal. Buang air kecil lancar
namun warnanya seperti air teh, buang air besar tidak ada keluhan, dan buang air
besar putih/pucat disangkal.
Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini, di keluarga pasien
tidak ada yang mengalami gejala seperti ini, tapi pasien mengaku dilingkungan
sekolahnya ada yang menderita gejala yang sama pasien juga mengaku suka jajan
sembarangan di sekolahan. Pasien belum pernah melakukan tranfusi darah dan
memakai obat-obatan melalui jarum suntik.

2.2.3

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-)


Riwayat asma (-)
Penyakit paru (-)
Riwayat infeksi saluran pernapasan (-)
Riwayat alergi makanan (-)
Penyakit diabetes melitus (-)

2.2.4

Riwayat Penyakit Keluarga


HT (-) DM (-), Asma (-)

2.2.5

Riwayat Pengobatan
Disangkal

2.2.6

Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal

(+)

nyeri kepala (+)

Sistem kardiovaskular

(+)

dada berdebar (-) nyeri dada (-)

Sistem pernapasan

(+)

sesak napas (-), batuk(-), pilek (-), retraksi otot


pernapasan (-), ketertinggalan gerak dada (-).

Sistem gastrointestinal

(+)

nyeri perut kanan atas, mual (+), muntah (-),


dan BAB (dbn)

Sistem urogenital

(+)

nafsu makan menurun dan perut kembung.

(+)

BAK lancar, warna urin kuning ke coklatan.

(-)

nyeri dan rasa panas saat berkemih, nanah dan


atau darah pada urin.

Sistem integumentum

(+)
(-)

selaput mata berwarna kuning


pucat, luka dan atau jaringan parut.

Sistem muskuloskeletal

(-)

pengecilan otot, kelainan tulang, dan bengkak


pada kaki

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
: Cukup

Kesadaran
: Compos mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi jantung
: 76x/menit, teratur, kuat angkat (+)

Frekuensi napas
: 24 x/menit, teratur

Suhu tubuh
: 36,5 C (axilla)

Kepala dan leher


:
o
Kepala:
Anemia (+) pada konjungtiva okular dextra dan sinistra
Ikterik (+) pada sklera konjungtiva dextra dan sinistra
Cyanosis (-) pada mukosa
o Leher:
o Dyspneu (-)
o
pembesaran nodul limfe (-)
o
pembesaran tiroid (-)

o
o
o
Thorax
o Cor

peningkatan JVP (+)


kaku kuduk (-)
deviasi trakea (-)
:
:

- Inspeksi: ictus cordis tidak tampak


- Palpasi: ictus cordis tidak teraba
- Perkusi: batas kiri atas
: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V Mid axila sinistra
batas kanan bawah : SIC V Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
-

Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular,

bising(-)
o Pulmo :
DEXTRA

SINISTRA

Inspeksi:
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)

Inspeksi:
Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-)

Palpasi:
Fremitus raba (n)
Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-)

Palpasi:
Fremitus raba (n)
Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-)

Perkusi:
Sonor
Auskultasi:
Vesikuler (+)
Ronkhi (-)
Wheezing (-)

Perkusi:
Sonor
Auskultasi:
Vesikuler (+)
Ronkhi (-)
Wheezing(-)

Abdomen
:
o Inspeksi : dinding perut flat
o Auskultasi: bising usus (+) N
o Perkusi : timpani
o Palpasi : soepel, elastisitas kulit normal,
nyeri tekan (+) di epigastrium,

hepatomegali (-),

splenomegali (-)

Extremitas

Akral Hangat

:
Extremitas Atas
Dextra
Sinistra
(+)
(+)

Extremitas Bawah
Dextra
Sinistra
(+)
(+)

Oedem

(-)

(-)

(-)

(-)

Kesan: Terdapat anemi, ikterik, dan nyeri tekan di epigastrium.


2.4 Pemeriksaan Penunjang
Lab 26-10-2015
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Hematologi Lengkap (HL)
Hemoglobin
10,2
Leukosit
7,2
Hematokrit
36,7
Trobosit
244
Faal Hepar
Bilirubin direk
11,79
Bilirubin total
16,45
SGOT
125
SGPT
586
Albumin
3,8
Gula Darah
Glukosa sewaktu
168
Elektrolit
Natrium
138,0
Kalium
3,91
Chlorida
105,9
Calsium
2,25
Magnesium
0,83
Fosfor
1,44

Nilai normal

Kesan

12,0 16,0
4,5 11,0
36 46
150 450

Normal
Normal
Normal

0,2 0,4
< 1,2
10 31
9 36
3,4 4,8

Normal

< 200

Normal

135-155
3,5-5,0
90-110
2,15-2,57
0,73-1,06
0,85-1,60

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

2.5 Resume
Anamnesis:
Keluhan utama: Kencing berwarna coklat pekat
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSD Soebandi dengan keluhan kencing
berwarna kecoklatan pekat seperti teh sejak 5 hari yang lalu, tidak nyeri dan
tidak terasa panas. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri perut disertai
badan lemas, tetapi tidak mengeluhkan mual dan muntah.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami
demam, panas dirasa terus menerus dan dirasakan pasien tidak terlalu tinggi
namun berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Panas menurun jika

minum obat penurun panas namun tidak sampai suhu normal dan kembali
panas beberapa saat setelahnya, Keluarga menyangkal adanya panas yang
disertai menggigil, berkeringat, kejang ataupun penurunan kesadaran.
Satu minggu setelah badan panas keluarga pasien juga mengaku
mata beserta badan pasien terlihat kuning, yang semakin lama warna
kuningnya semakin jelas. Ibu pasien juga mengeluhkan jika pasien mual
yang tidak disertai muntah setelah makan. Pasien merasakan nyeri pada ulu
hati yang terus menerus tetapi tidak menjalar, nyeri ketika berkemih
disangkal. Buang air kecil lancar namun warnanya seperti air teh, buang air
besar tidak ada keluhan, dan buang air besar putih/pucat disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal

Pemeriksaan Fisik
Ikterius,anemis, dan nyeri epigastrium.
Pemeriksaan penunjang
Lab SGOT/SGPT meningkat, Bilirubin direct dan total meningkat
3

Assesment

Hepatitis Virus A

Planing
1. Planing Diagnostik
USG Abdomen, Faal Hepar (SGOT/SGPT, bilirubin direct dan total),
Serologi Ig-M anti HCV, Ig-M anti HAV, dan HBsAg.
2. Planing Terapi:
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 2x1
P/O Hepamax 3x1 tab
3. Planing Evaluasi
Produksi urine, TTV, Keluhan

2.6 Follow up
H2MRS

Tanggal
27/10/2015

S
O
A
Nyeri perut (+) T:125/80 mmHg
Hepatitis virus akut
N : 108 x/mnt
BAK
(+)
S : 36,7oC
kecoklatan
RR: 22x/mnt
K/L: anemis + ikterik
BAB
(+)
Thorax:
normal
Cor: S1S2 tunggal
Pulmo: Rh : -/Abd: Nyeri tekan (+), BU(+)N,
soepel, timpani
Extremitas:
Edema

- - -

P
Planning therapy
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 2x1
P/O Hepamax 3x1 tab

2. H3
MRS

Tanggal
28/10/2015

S
Nyeri

perut

berkurang,
BAK

(+)

kuning
kecoklatan
BAB
normal,

(+)
Mual

(-) Muntah (-)

O
A
T:110/80 mmHg
Hepatitis
N : 80 x/mnt
Akut
S : 36,5oC
RR: 20x/mnt
K/L: anemi (-), ikterik (+)
Thorax:
Thorax:
Cor: S1S2 tunggal
Pulmo: Rh : -/Abd: Nyeri tekan (+), BU(+)N,
soepel, timpani
Extremitas:
Edema

- - -

P
Virus Planning therapy
Infus D5: Cumafusin: RL
1:1:1 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 2x1
P/O Hepamax 3x1 tab

3. H4
MRS

Tanggal
29/10/2015

S
O
A
Nyeri perut (-), T:110/80 mmHg
Hepatitis
N : 80 x/mnt
BAK
(+)
Akut
S : 36,5oC
kuning BAB RR: 20x/mnt
K/L: anemi (-), ikterik (+)
(+)
normal,
Thorax:
Mual
(-) Thorax:
Cor: S1S2 tunggal
Muntah (-)
Pulmo: Rh : -/Abd: Nyeri tekan (+), BU(+)N,

P
Virus Planning therapy

soepel, timpani
Extremitas:
Edema

- - Pemeriksaan Penunjang
Lab 28-10-2015
Jenis Pemeriksaan
Faal Hepar
Bilirubin direk
Bilirubin total
SGOT
SGPT
Albumin
Serologi-Imunologi
Ig-M
Anti-HAV

Hasil

Nilai normal

Kesan

10,71
9,6
57
245
3,9

0,2 0,4
< 1,2
10 31
9 36
3,4 4,8

Normal

Positif

Kualitif

(Indek

Negatif indek < 0,40


Equivocal 0,40 dan

3,59)

< 0,50
Positif indek 0,50

Infus D5: Cumafus

1:1:1 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ondansetron 2x1
P/O Hepamax 3x1 tab

USG

Kesan:
Tidak tampak perbesaran hepar. Lien dalam batas normal
Kedua ginjal dalam batas normal

BAB 3. PEMBAHASAN LAPORAN KASUS


Pada anamnesis didapatkan demam 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
demam terus menerus, dan demam menurun jika minum obat penurun panas
namun tidak sampai suhu normal dan kembali panas beberapa saat setelahnya.
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada
hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis,
jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik,
inflamasi, ganggguan endokrin, ganggguan metabolik, dan lainnya. Tanpa
memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah
adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen
adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu
pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen endogen adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam tubuh kita sendiri sebagai reaksi kekebalan melawan kuman
penyakit yang masuk ke tubuh yaitu sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan
interleukin-11 (IL-11). Pirogen eksogen merupakan faktor eksternal tubuh yang
menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh manusia. Misalnya bagian dari sel
bakteri dan virus. Selain itu, bisa juga berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan
oleh bakteri atau virus tertentu. Pirogen eksogen mempunyai kemampuan untuk
merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin. Sebagian
besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap
pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Dimana telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat
menyebabkan pembentukan perogen eksogen, mekanisme virus memproduksi
demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam
makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk

diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel
akibat virus.1,2
Satu minggu setelah badan panas keluarga pasien juga mengaku mata
terlihat kuning. Awalnya tidak terlalu kuning namun lama-lama warna kuningnya
semakin jelas. Selain wajah, warna kuning juga terlihat pada lidah dan mukosa
bibir dan badan pasien. Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kulit, sklera
mata, atau jaringan lainnya seperti membran mukosa yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.
Timbulnya jaundice pada pasien maka harus dipikirkan penyebabnya yang dapat
terjadi akibat proses di pre-hepatik, intra-hepatik, dan post-hepatik. Penyebab
ikterus pre-hepatik adalah hemolisis, perdarahan internal, sindrom Gilbert,
sindrom Crigler-Najjar, sindrom Dubin-Johnson, dan sindrom Rotor. Semua
penyakit tersebut memiliki kesamaan dimana terdapat hiperbilirubinemia indirek.
Penyebab ikterus intra-hepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati
karena alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab ikterus post-hepatik
adalah batu duktus koledokus, kanker pankreas, striktur pada duktus koledokus,
karsinoma duktus koledokus, dan kolangitis sklerosing.1,3
Keluhan mual setelah makan nyeri pada ulu hati yang ringan namun terus
menerus tetapi tidak menjalar sering ditemukan pada pasien hepatitis. Buang air
kecil lancar namun berwarna coklat seperti air teh ini biasanya ditemukan pada
ikterus intra-hepatik yang diantaranya penyebabnya adalah hepatitis. Pasien
mengaku dilingkungan sekolahnya ada yang menderita gejala yang sama, pasien
juga mengaku suka jajan sembarangan di sekolah. Virus hepatitis A menular
melalui

transmisi

fekal-oral dari

makanan

atau

minuman

yang

telah

terkontaminasi. Jika dilihat dari gejala-gejala riwayat yang terdapat pada pasien
ini mengarah ke hepatitis A.2,4,5
Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan penunjang SGOT : 125 u/L.
SGOT merupakan singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase,
SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST), sebuah enzim yang secara
normal berada di sel hati dan organ lain seperti sel darah merah, ginjal, otot
jantung, dan otot skeletal. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak dan
level SGOT darah dihubungkan dengan kerusakan sel hati. Hati dapat dikatakan

rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya,
seperti pada hepatitis akibat virus.6
Pada pasien juga di dapatkan bilirubin total: 13,62 mg/dl yang artinya
melebihi batas normal. Metabolisme bilirubin melalui empat langkah yaitu
produksi, transportasi, konyugasi, dan ekresi. Bilirubin diproduksi dari hasil
pemecahan heme yaitu bagian dari hemoglobin yang nantinya membentuk
bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin untuk ditransportasi ke hepar yang
bertanggungjawab atas clearance dari bilirubin melalui proses konjugasi agar
lebih larut air untuk disekresi ke empedu kemudian diekskresi ke lumen usus.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang
dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna
coklat. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin
direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut
siklus enterohepatis. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih. Kadar bilirubin
total akan meningkat ketika ada kelainan pada empat tahap metabolisme tersebut
diantaranya yaitu pada pasien hepatitis.1,5,7
Pemeriksaan Anti HAV Total pada pasien Positif, menandakan adanya
infeksi pertama kali atau sudah pernah terinfeksi, untuk menentukan hasil yang
baik harus dilakukan tes lgM Anti HAV untuk menentukan adanya infeksi akut.
Walaupun demikian dari anamnesa di dapatkan pasien belum pernah mengalami
gejala seperti ini sebelumnya, hal ini dapat mengarahkan bahwa pasien ini belum
pernah terinfeksi virus hepatitis A sebelumnya.7
Diagnosis banding yang pertama adalah malaria, Malaria adalah penyakit
infeksi dengan demam priodik, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan
ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopheles , pada malaria Terjadi demam periodik
yang diselingi hari tanpa demam dan terdapat gejala klasik yaitu terjadinya Trias
Malaria secara berurutan menggigil, demam, berkeringat. Periode menggigil
biasanya disertai kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar
dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningktnya

temperatur. Kedua yaitu periode panas disertai muka merah, kulit panas dan
kering, nadi cepat da panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok.
Periode ini lebih lama dari fase mrnggigil, dapat sampai 2 jam atau lebih. Ketiga
yaitu Periode berkeringat. Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti
seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lemas. Tipe
demam seperti ini tidak di temukan pada pasien.8
Pada pemeriksaan fisik biasanya di temukan gejala anemia pada malaria,
yang di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. Eritrosit pada
pasien malaria juga tidak dapat hidup lama, pada malaria juga di temukan
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum
tulang. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala anemia dan kadar pemeriksaan
hemoglobin juga dalam batas normal.8
Ikterus juga sering terdapat pada pasien malaria berat disebabkan oleh
lisisnya sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi
sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua
bilirubin yang dihasilkan. Pada pasien tidak di temukan tanda gejala malaria berat
keadaan umum masih tampak baik.5,8
Diagnosis banding berikutnya Adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella thypi atau Salmonella parathypi A, B, atau C. Penyakit ini
ditularkan lewat saluran pencernaan. Gejala klinis demam tifoid pada anak
biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas
rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan yang terlama adalah 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemuadian menyusul
gejala klinis yang biasa ditemukan yaitu demam, pada kasus-kasus yang khas,
demam berlangsung >7 hari, Bersifat febris remitten dan suhu tidak terlalu tinggi.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat tiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam
minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir

minggu ketiga. Tetapi pada pasien mengalami gejala demam tidak mengarah ke
tifoid pasien mengalami demam yang demam terus menerus tanpa naik turun.4,9
Pada demam tifoid terdapat gangguan pada system saluran pencernaan
yang diantaranya pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare. Diagnosis pasti dapat di lakukan pemeriksaan biakan empedu untuk
menemukan Salmonella typhii dan pemeriksaan Widal. Kedua pemeriksaan
tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. Walau
gejala-gejala kelinis tidak mengarah ke demam tifoid tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan widal pada pasien ini intuk menyingkirkan dugaan demam tifoid.9
Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut,
pengobatan hanya bersifat simtomatis. Dalam tatalaksana non-medikamentosa
kunci utamanya adalah istirahat yang dilakukan dengan tirah baring, Tidak ada
diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah kalori dan
protein adekuat yaitu 1 g/kg protein, 30-35 cal/kg.

BAB 4. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hepatitis A adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena virus
hepatitis A. Hepatitis A merupakan penyakit menular melalui makanan dan air
terkontasimansi virus hepatisis A yang sering sekali menimbulkan wabah di dunia.
2.2 Epidemiologi
Epidemiologi dan transmisi VHA mencakup beberapa faktor yaitu variasi,
musim, dan geografis. Di daerah dengan 4 musim, infeksi VHA terjadi secara
musiman yang puncaknya biasa terjadi pada musim semi dan awal musim dingin.
Di daerah tropis puncak insiden yang pernah dilaporkan cenderung terjadi selama
musim hujan dan pola epidemik siklik berulang setiap 5-10 tahun sekali. Faktor
risiko spesifik yang diasosiasikan dengan hepatitis A di Amerika Serikat termasuk
kontak erat dengan orang yang terinfeksi VHA (26%), homoseksual (15%),
penggunaan obat terlarang (10%), wisatawan mancanegara (14%) dan kontak
dengan anak yang dititipkan ditempat penitipan bayi (11%). Insiden tertinggi pada
populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi dibanyak negara di Eropa Utara dan
Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang dewasa.
Sebanyak 1,4 juta pasien menurut data WHO mengalami serangan
hepatitis A tiap tahunnya. Kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A paling besar
terjadi di Shanghai China tahun 1988 yaitu mencapai 300.000 pasien. Meskipun
penularan hepatitis A adalah melalui fecal-oral, atau bisa dikatakan sangat terkait
dengan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. KLB hepatitis A tidak hanya
terjadi di negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2003 terjadi KLB hepatitis
A di USA yaitu di negara bagian Ohio dan Pensylvania sebanyak 640 pasien.
Benua Eropa juga menyatakan 3,9 pasien per 100.000 penduduknya terkena KLB
hepatitis A tahun 2008. Australia menyebutkan angka 300-500 kasus hepatitis A
per tahun yang harus ditangani pemerintah Australia tahun 2010.6
Di negara-negara maju secara kontras diketahui bahwa insiden infeksi
virus hepatitis A telah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah
beralih ke usia yang lebih tua, hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi lebih

baik, begitu pula higiene dan sanitasi. Berdasarkan data yang berasal dari rumah
sakit di Indonesia, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus
hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8% - 68,3% kemudian disusul
oleh hepatitis non-A non-B sekitar 15,5% - 46,6% dan hepatitis B 6,4% - 25,9%.
2.3 Etiologi

Gambar 2.3: Virus Hepatitis A


Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV (Hepatitis A Virus). Virus ini
adalah anggota terpisah dari famili picornavirus. HAV merupakan partikel bulat
27-32 nm dengan simetri kubus, mengandung genom RNA untai tunggal yang
lurus berukuran 7,5 kDa. HAV memiliki sifat stabil pada pemberian ether 20%,
asam (pH 1,0 selama 2 jam), dan panas (60C selama 1 jam). Virus dapat
dihancurkan dengan merebus dalam air selama 5 menit, dengan pemanasan kering
(180C selama 1 jam), radiasi ultraviolet, formalin, dan klorin. Memanaskan
makanan pada suhu > 85C selama 1 menit sangat penting untuk inaktivasi HAV.
Virus hepatitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak
berselubung berukuran 27 nm. Ditularkan melalui jalur fekal-oral, sanitasi yang
jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan. Masa inkubasinya
15-49 hari dengan rata-rata 30 hari. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan
dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2.4 Patofisiologi
Hepar terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian inferior tulang
costae kanan. Hepar normal kenyal dengan permukaannya yang licin. Hepar

merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hepar
terdiri dari dua lobus utama, lobus dextra dan sinistra. Lobus dextra dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior, lobus sinistra dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum Falsiformis. Setiap lobus dibagi menjadi
lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempenglempeng sel hepar berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara
lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel
kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati. Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus
biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di
sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular,
yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta.
HAV masuk ke hepar dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju
hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent
polymerase. Proses replikasi ini tidak terjadi di organ lain. Pada beberapa
penelitian didapatkan bahwa HAV diikat oleh immunoglobulin A spesifik pada
mukosa saluran pencernaan yang bertindak sebagai mediator antara HAV dengan
hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain IgA,
fibronektin dan -2-makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV
dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya
gejala klinis maupun laboratories. Mekanisme kerusakan sel hati oleh HAV belum
sepenuhnya dapat dijelaskan, namun bukti secara langsung maupun tidak
langsung menyimpulkan adanya suatu mekanisme imunopatogenetik. Tubuh
mengeliminasi HAV dengan melibatkan proses netralisasi oleh IgM, hambatan
replikasi oleh interferon, dan apoptosis oleh sel T sitotoksik.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat
pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi
dan nekrosis sel perenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembekakan
dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati.
Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan
kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah
sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit

hapatoseluler jaundice. Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan


timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara
komplit dalam 2 sampai 3 bulan, lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan
kematian. Hepatitis subakut dan kronik dapat menyeebabkan terjadinya gangguan
pada fungsi hati yang permanen. Individu dengan hepatitis kronik menjadi karier
dan beresiko menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati.
2.5 Manifestasi Klinis
Hepatitis pada anak sering bersifat asimtomatis dan hanya 10-20% yang
simtomatik, masa inkubasi 15-40 hari dengan rata-rata 28-30 hari. Masa infeksi
virus hepatitis A berlangsung antara 3-5 minggu. Virus sudah berada di dalam
feces 1-2 minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama
timbulnya gejala. Setelah masa inkubasi biasanya diikuti dengan gejala-gejala
demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran kanan atas perut, dan
dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita
biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit
kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan hati ditemukan tenderness.
Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis A adalah sembuh sendiri (Wilson,
2001).
Banyak pasien yang mempunyai bukti serologi infeksi akut hapatitis A
tidak menunjukkan gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus (an-icteric
hepatitis A). Infeksi penyakit tergantung pada usia, lebih sering dijumpai pada
anak-anak. HAV ditularkan melalui mekanisme fekal-oral. HAV diekskresi dalam
tinja, dan dapat bertahan di lingkungan untuk jangka waktu lama. Pasien bisa
tertular apabila mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
HAV dari tinja.

Tabel 2.5. Gejala tak spesifik pada fase prodormal


Gejala
Kuning
Urin berwarna gelap
Lelah/lemas
Hilang nafsu makan
Nyeri dan rasa tidak enak di perut
Tinja berwarna pucat
Mual dan muntah
Demam kadang-kadang menggigil
Sakit kepala
Nyeri pada sendi (arthalgia)
Pegal pegal pada otot (myalgia)
Diare
Rasa tidak enak di tenggorokan

%
40 80
68 94
52 91
42 90
37 68
52 58
32 73
28 73
26 73
11 40
15 52
16 25
0 20

Perjalanan penyakit yang simtomatik dibagi dalam 3 fase, fase preikterik,


fase ikterik, fase penyembuhan. Yang pertama Fase preikterik/prodromal
berlangsung selama 5-7 hari yang ditandai dengan munculnya gejala seperti
menurunnya nafsu makan, kelelahan, panas, mual sampai muntah, anoreksia,
nyeri perut sebelah kanan, mual dan muntah, demam, diare, urin berwarna coklat
gelap seperti air teh dan tinja yang pucat. Yang kedua fase ikterik biasanya
dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin yang berwarna coklat,
sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Teradi puncak fase ikterik
dalam 1-2 minggu, hepatomegali ringan yang disertai dengan nyeri tekan. Demam
biasanya membaik setelah beberapa hari pertama penyakit kuning. Viremia
berakhir tak lama setelahnya, meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2 minggu.
Biasanya terjadi peningkatan SGPT/SGOT lebih dari 10 kali normal. Yang
etrakhir fase Masa penyembuhan/ konvalense, pada fase ini keluhan mulai
berkurang, Ikterus berangsur-angsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu
kemudian, demikian pula anoreksia, lemas badan dan hepatomegali mulai
berkurang. Penyembuhan sempurna sebagian besar terjadi dalam 3-4 bulan.7,11,12
Klasifikasi lain gejala klinis virus hepatitis A adalah:

Hepatitis A Klasik: timbul secara mendadak didahului gejala prodromal

sekitar 1 minggu sebelum jaundice.


Hepatitis A relaps: Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya dinyatakan
sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur 20-40 tahun.Gejala

relaps lebih ringan daripada bentuk pertama.


Hepatitis A kolestatik: Terjadi pada 10%penderita simtomatis. Ditandai
dengan pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas,

gatal-gatal dan jaundice


Hepatitis A protracted: Pada biopsi hepar ditemukan adanya inflamasi

portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan lobular hepatitis.


Hepatitis A fulminan: paling berat dan dapat menyebabkan kematian,
ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan
waktu protrombin.

2.6 Diagnosis
1. Anamnesa :
Gejala prodormal
Riwayat kontak erat dengan orang yang terinfeksi
Penggunaan obat terlarang
Riwayat pergi ke daerah dengan endemisitas rendah ke tinggi
Pekerja kesehatan
2. Pemeriksaan fisik:
Inspeksi
warna kuning terlihat paling mudah pada sklera, kulit, selaput lendir
langit-langit mulut
pada kasus yang berat (fulminant) didapatkan mulut yang berbau
spesifik (foetor hepaticum)

Palpasi
Perabaan hati membengkak, 2-3 jari di bawah arkus kosta dengan
konsistensi lunak, tepi tajam dan sedikit nyeri tekan
limpa kadang-kadang menbesar, teraba lunak
Perkusi
perkusi abdomen pada kuadran kanan atas menimbulkan rasa nyeri
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesa,

gejala

klinik

dan

berdasarkan pemeriksaan penunjang (isolasi partikel virus atau antigen virus


Hepatitis A dalam tinja penderita, kenaikan titer anti-HAV, kenaikan titer IgM
anti-HAV). Antibodi IgM untuk virus hepatitis A pada umumnya positif ketika
gejala muncul disertai kenaikan ALT (alanine aminotransferase) atau SGPT. IgM
akan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer terjadi dan bertahan hingga
12 bulan dalam 25% pasien. IgG anti-HAV muncul setelah IgM turun dan
biasanya bertahan hingga bertahun-tahun. Pada awal penyakit, keberadaan IgG
anti-HAV selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG
tetap seumur hidup setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan
infeksi yang pernah terjadi pada masa lalu.13
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia fungsi hati
(evaluasi laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan
langsung, ALT atau SGPT, AST atau SGOT, fosfatase alkali, waktu protrombin,
protein total, albumin, IgG, IgA, IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik
setelah onset bilirubinuria diikuti peningkatan ALT dan AST. Individu yang lebih
tua dapat memiliki level bilirubin yang lebih tinggi. Fraksi direk dan indirek akan
meningkat akibat adanya hemolisis, namun bilirubin indirek umumnya akan lebih
tinggi dari bilirubin direk. Peningkatan level ALT dan AST sangat sensitif untuk
hepatitis A. Enzim liver ini dapat meningkat hingga melebihi 10.000 mlU/ml
dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang nantinya akan kembali normal
setelah 5-20 minggu kemudian. Peningkatan Alkaline Phospatase terjadi selama
penyakit akut dan dapat berkelanjutan selama fase kolestasik berlangsung

mengikuti kenaikan level transaminase. Selain itu, albumin serum dapat


turun.5,12,13
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan untuk infeksi virus hepatitis A,
namun ultrasound scan dapat digunakan untuk membantu menyingkirkan
diagnosis banding, untuk melihat pastensi pembuluh darah, dan mengevaluasi
apakah ada penyakit liver kronis. USG penting dilakukan pada pasien gagal hati
fulminan.13
Teknik molekular dapat dilakukan melalui bahan sampel darah dan feses
untuk mendeteksi antigen virus RNA hepatitis A. Virus dan antibodi dapat
dideteksi oleh RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau ELISA kit. Biopsi hati
jarang dilakukan untuk infeksi virus hepatitis A kecuali pasien dicurigai sedang
mengalami relaps kronik virus hepatitis A dan apabila diagnosis lain tidak pasti.13
2.7 Diagnosis Banding
Malaria
Demam thypoid
2.8 Tatalaksana
Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A. Pengobatan
diberikan secara suportif bukan kuratif. Medikasi yang mungkin dapat diberikan
meliputi analgesic, antiemetik, vaksin, dan immunoglobulin. Pencegahan baik
sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih penting.
Para antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak
memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV). Rawat Inap diindikasikan
untuk pasien dengan dehidrasi yang signifikan karena muntah atau mereka dengan
hepatitis fulminan. Tetapi pada keadaan lain yang berat dimana terjadi komplikasi
kekuarangan cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus menerus sehingga
terjadi komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan
perawatan di rumah Sakit.

Konsultasi dengan subspecialis umumnya tidak

diperlukan.
Pada penderita Fulminant hepatitis mungkin perlu dikonsultasikan pada
ahli pencernaan anak atau ahli perawatan intensif.

Meskipun obat demam

golongan asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk mengobati beberapa


gejala yang berhubungan dengan hepatitis A virus (HAV) infeksi, sebaiknya dosis

harus tidak lebih dari 4 gram sehari atau 8 tablet sehari. Pada anak usia 12 tahun
jangan lebih 2 gram atau 4 tablet sehari.
Untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus mempercepat
proses penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup sehingga memberi kekuatan
bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi. Pemberian obat anti mual
dapat diberikan untuk mencegah rasa mual dan muntah yang berlebihan.
Gangguan rasa mual dan muntah itu dapat mengurangi nafsu makan. Hal ini harus
diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan.
Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah hati
atau lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di
dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang
tidak perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit.
Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat
mempengaruhi pasien untuk mengembangkan kambuh hepatitis A. Meskipun
sangat jarang tetapi dapat terjadi komplikasi yitang sering menyertai infeksi
hepatitis A seperti gagalginjal akut, nefritis interstisial, pancreatitis, aplasia sel
darah merah, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok jantung sementara,
sindrom Guillain-Barre, arthritis akut, penyakit Still, sindrom lupus like, hepatitis
autoimun, dan sindrom Sjogren.
Kekambuhan infeksi Hepatitis A terjadi pada sekitar 3-20% penderita.
Setelah melewati fase infeksi akut, terjadi fase remisi berlangsung 3-6 minggu.
Kekambuhan terjadi setelah periode singkat biasanya lebih 3 minggu dan
gejalanya seperti hejala awal meskipun gejalanya lebih ringan ringan.Terdapat
laporan kasus seorang pasien dilakukan transplantasi hari karena terjadi
kekambuhan dan disertai penyakit lainnya yang tidak membaik dengan
pengobatan.
2.9 Pencegahan
Ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis A (WHO, 2014)
antara lain melalui hidup bersih dan sehat dan pemberian vaksinasi. Hampir
semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk
persediaan air publik dan pembuangan limbah saniter, serta sanitasi lingkungan

yang baik. Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan
sering dan mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan,
merupakan tindakan penting untuk mengurangi risiko penularan dari individu
yang terinfeksi sebelum dan sesudah penyakit klinis mereka menjadi apparent.7,12
Pemberian vaksin atau imunisasi. Imunisasi pasif yaitu pemberian antibodi
dalam profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia selama bertahun-tahun. Serum
imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi umum, memberi 80-90%
perlindungan jika diberikan sebelum atau selama periode inkubasi penyakit.
Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun tidak muncul gejala klinis dari
hepatitis A. Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang intensif kontak pasien
hepatitis A dan orang yang diketahui telah makan makanan mentah yang diolah
atau ditangani oleh individu yang terinfeksi. Begitu muncul gejala klinis, host
sudah memproduksi antibodi. Orang dari daerah endemisitas rendah yang
melakukan perjalanan ke daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat
menerima ISG sebelum keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan asalkan
potensial paparan berat terus berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik.12
Imunisasi aktif merupakan vaksin hidup yang telah dilemahkan dan telah
dievaluasi tetapi menunjukkan imunogenisitas dan belum efektif bila diberikan
secara oral. Penggunaan vaksin ini lebih baik daripada pasif profilaksis bagi
mereka yang berkepanjangan atau berulang terpapar hepatitis A. Vaksin hepatitis
A diberikan 2 kali dengan jarak 6-12 bulan. Vaksin sudah mulai bekerja 2 minggu
setelah penyuntikan pertama. Apabila terpapar virus hepatitis A sebelum 2 minggu
yang berarti vaksin masih belum bekerja maka dapat diberikan imunoglobulin.12
Komplikasi pada hepatitis A yaitu diantaranya hepatitis virus kolestasis
dan hepatitis virus fulminan. Hepatitis virus kolestasis ditandai oleh kolestasis
intrahepatik hebat, dengan ikterus berat, bilirubin dalam urine, dan tidak
didapatkan urobilinogen di dalam urine dan tinja. Hepatitis virus fulminan
ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif
sel hati, ini adalah suatu komplikasi yang jarang namun parah di mana 50% pasien
dengan kondisi ini memerlukan transplantasi hati langsung untuk menghindari
kematian. Hepatitis fulminan A juga bisa menyebabkan komplikasi lebih lanjut,
termasuk disfungsi otot dan kegagalan organ multiple.12,13

2.10 Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan
hepatitis A infeksi sembuh sendiri. Komplikasi akibat Hepatitis A hampir tidak
ada kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap
penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi
nekrosis hepatik akut fatal.4,9

DAFTAR PUSTAKA
1. Adirson D.A, Stephen A, Locarini: Replication of Hepatitis Virus A; In Viral
Hepatitis and Liver disease. 1988 p8-11.
2. Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik
Wahab.Jakarta: EGC, 2000
3. Sulaiman A, Julitasari: Virus hepatitis A sampai E di Indonesia; yayasan
penerbitan Ikatan Dokter Indonesia 1995.
4. Silverman A and Sokol R.S: Liver and Pancreas in Current Pediatric
Diagnosis and Treatment 12th. Lange Medical Book 2003. H. 582-9.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. P420-428
6. Gilroy RK. Hepatitis A: Differential Diagnoses & Workup. 2010. [cited 2013
April

02].

[Internet]

Available

at:

http://emedicine.

medscape.com/article/177484-diagnosis
7. World Health Organization. The global prevalence of hepatitis A virus
infection and susceptibility: a systematic review. [cited 2014 April 02].
[Internet]

Available

10.01_eng.pdf

at:

http://whqlibdoc.who.int/hq/2010/WHO_IVB_

Вам также может понравиться