Вы находитесь на странице: 1из 8

Beberapa contoh evolusi artifisial yang sudah di kembangkan sampai saat

ini adalah sebagai berikut :


1. Inseminasi buatan (artivicial inseminatoin)
Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang
telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan
merupakan terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan
cairan semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria
(spermatozoa) yang diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau
penampungan semen.
Inseminasi buatan pertama kali dilakukan pada manusia dengan
menggunakan sperma dari suami telah dilakukan secara intravagina pada tahun
1700 di Inggris. Sophia Kleegman dari Amerika Serikat adalah salah satu perintis
yang menggunakan inseminasi buatan dengan sperma suami ataupun sperma
donor untuk kasus infertilitas. Pada wanita kendala ini dapat berupa hipofungsi
ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan rendahnya kadar progesterone.
Sedangkan

pada

pria

berupa

abnormalitas

spermatozoa

kriptorkhid,

azoospermia dan rendahnya kadar testosteron. Selain untuk memperoleh


keturunan, faktor kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi
reproduksi. Berdasarkan penjelasan di atas maka definisi tentang inseminasi
buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin
wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami.
Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak hanya
mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga
menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian,
pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan
pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi pada
manusia dan hewan.
Sebagai contoh di Colorado Amerika Serikat sepasang suami melakukan
program inseminasi, bukan semata-mata untuk mendapatkan keturunan tetapi
karena memerlukan donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun yang

menderita penyakit fanconi anemia, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh
tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika
dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah
melakukan pencangkokan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi
masalahnya Molly anak tunggal. Yang dimaksud inseminasi disini diterapkan
untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia agar dapat
diambil darahnya sehingga diharapkan akan dapat merangsang sumsum tulang
belakang Molly untuk memproduksi darah. Sumber : Flexible Learning,
Universitas Kristen Satya Wacana (http://ferrykarwur.i8.com/index.html)
Ada dua teknik dalam penerapan inseminasi buatan. Teknik tersebut adalah
sebagai berikut
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga
ke lubang uterine (rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan
dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik

IUI

dan

DIPI

dilakukan

dengan

menggunakan

alat

yang

disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan
mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk
memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam
saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan
ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih
sebanyak 0,52 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang
mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama
1015 menit.
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1) Dari sperma suami

Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah
spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH
hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma
suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal.
2) Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau
azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat
diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes
kesehatan terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status
physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular.
Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %.
Persiapan Sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian dimasukkan ke dalam
wadah steril setelah 2-4 hari tidak melakukan hubungan seksual. Setelah dicairkan
dan dilakukan analisa awal sperma, teknik Swim-up standar atau Gradient
Percoll digunakan untuk persiapan penggunaan larutan garam seimbang Earle
atau Medi. Cult IVF medium, keduanya dilengkapi dengan serum albumin
manusia. Dalam teknik Swim-up, sampel sperma disentrifugekan sebanyak 400 g
selama 15 menit. Supernatannya dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium,
kemudian disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan hati-hati
pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 C.
Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi sperma motile dikumpulkan dengan
hati-hati dan digunakan untuk inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll yang berisi media
Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g selama 20 menit. 90 % dari pellet
kemudian dipisahkan dalam 6 ml media dan disentrifugekan lagi sebanyak 500 g
selama 10 menit. Pellet sperma kemudian dipisahkan dalam 0,5 atau 1 ml medium
dan digunakan untuk inseminasi.
Analisis Kualitas Sperma

Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas


sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-benar baik.
Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang
dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan
sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji
Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.
Risiko Injeksi Sperma
Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba
membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah
dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang menang.
Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau
petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah
mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang
kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya
tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara
genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat,
para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang
menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor
kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim
bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam
proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke
dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan injeksi sperma, enzim
akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke dalam sel telur.
Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan terhambat. Selain
itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian dalam sel telur, yang
berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium,
walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat

memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi
normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi
sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih
untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko
mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar.
Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down
sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan
kelenjar pankreas.
2. Kultur jaringan tanaman
Teknik kultur jaringan ini adalah teknik budidaya yang menghasilkan
keturunan yang punya sifat yang sama dengan induknya. Kultur jaringan juga
merupakan

teknik

pemeliharaan

jaringan

dalam

medium

buatan

yang

dipopulerkan oleh Muller hildebrant dan Riker pada tahun 1954. Teknologi ini
merupakan suatu teknik untuk menghasilkan keturunan dengan sifat yang unggul.
Kelebihan dari teknik ini adalah dapat menghasilkan jumlah bibit unggul yang
sangat banyak dalam jangka waktu yang singkat.
3. Transgenesis Tanaman (perpindahan gen ke tanaman secara langsung)
Teknik ini adalah inovasi yang dikatakan masuk akal untuk mencapai sukses
daripada hibridisasi konvensional. Beberapa perkembangan yang memiliki potensi
komersial yang signifikan adalah tanaman yang menghasilkan pestisida sendiri,
tanaman yang tahan terhadap herbisida dan bahkan bioproduk seperti vaksin
tanaman, dikarenakan produksi protein transgenik relatif mudah dan protein yang
dihasilkan pun layak dan bagus, maka perkembangan penelitian pada bidang ini
sangat menjanjikan. Sebagai contoh : serat kapas yang semula mengalami
kenaikan sekitar 1,5 % per tahun dengan cara menyisipkan gen tunggal dapat
meningkat menjadi 60%.
Metode-metode yang digunakan untuk meghasilkan tanaman transgenic antara
lain :
A.

Seleksi perkawinan konvensional dan hibridisasi

Rekayasa genetika pada tanaman bukanlah suatu hal yang baru. Sejak
berkembangnya bidang pertanian para petani telah melakukan seleksi benih sesuai
dengan sifat-sifat yang diinginkan. Untuk mendapatkan bibit unggul yang sesuai
dengan sifat-sifat yang diinginkan dilakukan dengan perkawinan silang antara dua
jenis tanaman dan mengulang kembali perkawinan silang antara keturunan hybrid
dengan salah satu induknya. Pada kenyataanya, tanaman dari spesies yang
berbeda pada dasarnya tidak dapat dihibridisasi, akibatnya sifat genetic tidak
dapat diisolasi dari tanaman.
4. Rekayasa buah tanpa biji
Secara alami, biji sebenarnya diperlukan tanaman untuk berkembangbiak,
terutama bagi tanaman yang tidak bisa diperbanyak secara vegetatif. Biji biasanya
terlindung di dalam buah. Biji merupakan sumber hormon (auksin) yang
diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan buah. Namun, pada
beberapa jenis buahbuahan, biji terkadang mengganggu dan tidak diinginkan
karena merepotkan pada saat buah dikonsumsi. Di alam, buah tanpa biji sudah
ada, tetapi terbatas jenisnya, seperti pisang.
Para petani berhasil menciptakan buah tanpa biji melalui persilangan ataupun
aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Persilangan antara tanaman diploid (2n) dan
tetraploid (4n) menghasilkan tanaman triploid (3n) yang biasanya tanpa biji. Cara
lain adalah melalui aplikasi ZPT (auksin atau giberelin) pada kuncup bunga.
Fungsi ZPT di sini adalah sebagai pengganti biji dalam memenuhi kebutuhan
auksin pada proses pembentukan buah, sehingga bunga dapat berkembang
menjadi buah tanpa adanya biji. Namun, cara ini kurang praktis dan tidak
permanen sifatnya, karena hanya kuncup bunga yang disemprot auksin saja yang
akan menghasilkan buah tanpa biji.
5. Persilangan Drosophila melanogaster
Contohnya persilangan antara N>< bcl dan resiproknya, hasil dari
persilangan ini keturunan F1 mempunyai ciri khas sama dengan induknya
(parental). Selanjutnya di lakukan persilangan untuk F2 (Menyilangkan N dari
F1 dengan jantan resesif) menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya
dan juga muncul keturunan baru yaitu b dan cl. Ini semua terjadi karena adanya

proses pindah silang, semakin muda umur betina makin semakin besar frekuansi
pindah silang dan sebaliknya .
Selain contoh yang sudah di sebutkan di atas saat ini oleh para ahli telah
disiapkan beberapa percobaah lagi yang sangat tidak masuk akal jika pikir dengan
logika yaitu dengan membuta tipe baru DNA di mana tipe baru DNA yang
dulunya berjumlah 4 dengan huruf kimia (A, T, C dan G) sekarang dengan prinsip
evolusi artifisial maka para ahli ingin mengunah tipe DNA dari 4 huruf kimia (A,
T, C dan G) menjdi 12 tipe DNA dengan huruf kimia

DAFTAR PUSTAKA

Flexible Learning, Universitas Kristen Satya Wacana


(http://ferrykarwur.i8.com/index.html)

Gould, Stephen J. (5 Februari 2016). The Structure of Evolutionary Theory.


Harvard University Press. pp. 1433. ISBN 0674006135, 9780674006133.

Wilner A. (2006). "Darwin's artificial selection as an experiment". Stud Hist


Philos Biol Biomed Sci. 37 (1): 2640.
Teori dan Fakta Evolusi 2008 All Rights Reserved
Blogger Templates ScienceDaily (5 Februari 2016) Dalam sebuah penulisan
ulang resep kehidupan, para ilmuan dari Florida menemukan rancangan tipe DNA
baru dengan 12 sandi kimia, bukan 4.
Sari, E. P., Wirastri, E. C., Ciptami, Y., &amp; Puspitarini, S. (2004). MATERI-4:
INSEMINASI BUATAN. Diakses 5 Februari 2016, dari Flexible Learning Universitas Kristen Satya Wacana:
http://ferrykarwur.i8.com/materi_bio/materi4.html

Corebima. A. D. 1997. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.

Corebima. A. D.. 2003. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.

Вам также может понравиться