Вы находитесь на странице: 1из 21

KESEHATAN KERJA DAN PAK

UNIVERSITAS ANDALAS

RESPIRATORY DISORDER

Oleh :
Kelompok 11
Nova Lucyana
Riyani Putri Pertiwi
Susi Warni
Zulfa Yandra

1311211002
1311211065
1311211096
1311211015

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Kesehatan Kerja dan PAK. Makalah ini
kami susun dengan judul RESPIRATORY DISORDER .
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah dan
pihak-pihak yang selama ini turut membantu kami. Semoga Allah memberikan
balasan yang sepadan atas budi baik yang selama ini diberikan.
Tidak lupa kami mohon maaf atas segala kesalahan yang kami perbuat
selama menyelesaikan makalah ini.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini kami berharap agar makalah ini
dapat memberikan manfaat pada pembelajaran kita pada mata kuliah Kesehatan
Kerja dan PAK. Kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini akan
kami terima dengan senang hati.

Padang, Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Kerusakan Pada Sistem Pernapasan...................................................................3
BAB 3 : PEMBAHASAN............................................................................................7
3.1 Jurnal 1................................................................................................................7
3.1.1 Pembahasan Jurnal.......................................................................................7
3.1.2 Metode Penelitian........................................................................................8
3.1.3 Hasil Penelitian............................................................................................8
3.1.4 Kesimpulan................................................................................................12
3.2 Jurnal 2..............................................................................................................13
3.2.1 Metode Penelitian......................................................................................13
3.2.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan.............................................................14
3.2.3 Kesimpulan................................................................................................16
BAB 4 : PENUTUP....................................................................................................17
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................17
4.2 Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua mahluk hidup bernafas. Bernafas adalah proses menghirup udara dan
mengeluarkan udara. Di dalam udara terkandung berbagai macam gas, salah satunya
adalah oksigen. Gas yang sangat dibutuhkan oleh tubuh adalah oksigen. Oleh karena
itu, hanya oksigen yang diambil dari udara untuk pernafasan. Oksigen adalah salah
satukebutuhan yang sangat vital. Seorang manusia atau hewan masih dapat bertahan
hidupbeberapa hari tanpa air atau beberapa minggu tanpa makan, tetapi tanpa
oksigen hanya beberapa menit saja. Pernafasan mengeluarkan gas karbon dioksida.
Gas karbon dioksidadikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru.
Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan
dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut:
rongga hidung faring trakea bronkus paru-paru (bronkiol dan alveolus).
Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan
udara sebelum sampai ke alveoli.Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang
memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui
batuk ataupun bersin.
Namun banyak sekali kelainan dari sistem pernapasan yang dapat mengganggu
proses dari pernapasan kita. Dalam makalah ini akan dibahas tentang beberapa
kerusakan pada sistem pernapasan dan kemajuan dalam bidang kedokteran yang
berkaitan dengan ganggguan sistem pernapasan.

1.2 Perumusan Masalah


1. Kerusakan apa saja yang dapat mengganggu kerja dari sistem pernapasan ?
2. Apa saja penyebab-penyebab dari kerusakan sistem pernapasan ?
3. Bagaimana gangguan fungsi paru pada pekerja industri penggilingan padi di
demak ?

1.3 Tujuan Penulisan

2
1. Untuk mengetahui penyakit-penyakit dari gangguan sistem pernapasan
2. Untuk memahami penyebab dari gangguan sistem pernapasan
3. Untuk mengetahui gangguan fungsi paru pada pekerja industri penggilingan padi
di Demak.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerusakan Pada Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan manusia yang terdiri atas beberapa organ dapat mengalami
gangguan. Gangguan ini biasanya dapat berupa kelainan, penyakit, atau karena ulah
dan perilaku manusia itu sendiri (seperti merokok). Penyakit atau gangguan yang
menyerang sistem pernapasan ini dapat menyebabkan terganggunya proses
pernapasan atau bahkan merusak saluran pernafasan. Beberapa kelainan dan penyakit
akibat kerusakan pada sistem pernapasan pada manusia antara lain sebagai berikut :
a.

Asma
Asma dikenal dengan bengek yang disebabkan oleh bronkospasme. Asma

merupakan

penyempitan

saluran

pernapasan

utama

pada

paru-paru

yang

menimbulkan serangan sesak napas dan mengi yang berulang. Gejala penyakit ini
ditandai dengan susah untuk bernapas atau sesak napas. Penyempitan saluran
pernapasan dapat disebabkan oleh hal berikut :
1. Sumbatan jalan nafas yang sebagian reversibel.
2. Radang jalan nafas sehingga merusak sel epitel saluran nafas.
3. Reaksi yang berlebihan pada jalan nafas terhadap berbagai rangsangan, misal
reaksi alergi.
Penyakit ini tidak menular dan bersifat menurun. Kondisi lingkungan yang
udaranya tidak sehat atau telah tercemar akan memicu serangan asma. Penderita
asma diobati dengan obat-obatan yang disebut bronkodilator.Obat ini tidak diminum
atau disuntikkan ke penderita tetapi digunakan sebagai inhaler (dihirup).
b.

Bronkitis Kronis
Penyebab dari penyakit ini adalah Peradangan kronis pada saluran udara paru-

paru biasanya disebabkan oleh rokok.Jarang sekali, infeksi akut yang berulang
menimbulkan bronkitis kronis.Pada bronkitis kronis, bronkus, saluran udara utama
menuju paru-paru, meradang, membengkak, dan menyempit akibat iritasi oleh asap
tembakau, infeksi berulang, atau paparan lama terhadap zat polutan. Saluran udara
yang meradang mulai menghasilkan dahak berlebihan, awalnya menyebabkan batuk
mengganggu di waktu lembap dan dingin, lalu berlanjut sepanjang tahun.
Gejalanya seperti suara serak, mengi, dan sesak napas juga timbul.Akhirnya si
penderita merasa sesak napas bahkan di saat sedang istirahat.Jika terjadi infeksi

4
saluran napas sekunder, dahak dapat berubah warna dari bening atau putih menjadi
kuning atau hijau.
c.

Faringitis
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri pada

waktu menelan makanan atau kerongkongan terasa kering.Gangguan ini disebabkan


oleh infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu banyak merokok.
d.

Emfisema
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan

kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.Pada emfisema, gelembung


udara (alveolus) menjadi teregang berlebihan.Mereka juga meluruh dan menyatu
sehingga luas permukaan penyerap oksigen jadi berkurang.Alveolus tidak hanya
kehilangan daerah pertukaran udaranya, tapi udara juga terjebak di dalam akibat
penurunan elatisitas dinding alveolus.Akibatnya, paru-paru mengembang berlebihan,
volume udara yang masuk dan keluar paru-paru berkurang, dan lebih sedikit oksigen
yang dapat diserap ke dalam aliran darah.Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang diperlukan.Emfisema membuat penderita sulit bernafas.Penderita
mengalami batuk kronis dan sesak napas.
Sebagian besar penderita emfisema adalah para perokok berat dalam waktu
lama, walaupun kelainan bawaan langka yang disebut defisiensi alfa1-antitripsin juga
dapat menyebabkan emfisema.Meskipun kerusakan akibat emfisema biasanya
ireversibel (tak bisa kembali), berhenti merokok kadang dapat memperlambat
perkembangan penyakit dan memungkinkan silia untuk pulih kembali.Silia sendiri
adalah rambut-rambut kecil di permukaan lapisan saluran udara paru-paru.
Gejala dari penyakit ini adalah sesak napas, mengi, sesak dada, mengurangi
kapasitas untuk kegiatan fisik, batuk kronis, kehilangan nafsu makan dan berat, serta
kelelahan.
Jika Anda perokok, berhenti merokok adalah cara pencegahan terbaik. Bagi
yang sudah terkena, berhenti merokok dapat mengurangi penyebaran penyakit.
e.

Pneumonia (radang paru-paru)


Peradangan dari gelembung udara mikroskopik paru-paru yaitu alveolus dan

saluran udara terkecil yaitu bronkiolus atau disebut pneumonia.Pneumonia dapat


timbul di berbagai daerah di paru-paru.Pneumonia lobar menyerang sebuah lobus
atau potongan besar paru-paru.Pneumonia lobar adalah bentuk pneumonia yang
mempengaruhi area yang luas dan terus-menerus dari lobus paru-paru.

5
Selain itu, ada juga yang disebut bronkopneumonia yang menyerang seberkas
jaringan di salah satu paru-paru atau keduanya.
f.

Tuberculosis (TBC)
TBC adalah penyakit

yang

disebabkan

oleh

bakteri Mycobacterium

tuberculosis.Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus


terdapat bintil-bintil.TBC dapat menyebabkan kematian.Sebagian besar orang yang
terinfeksi oleh bakteri tuberculosis menderita TBC tanpa mengalami gejala, hal ini
disebut latent tuberculosis. Apabila penderita latent tuberculosis tidak menerima
pengobatan maka akan berkembang manjadi active tuberculosis. Active tuberculosis
adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak mampu untuk melawan bakteri
tuberculosis yang terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi terutama
pada bagian paru-paru.
TBC dapat di atasi dengan terapi.Terapi TBC yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut.
1) Pengguna vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin). Vaksin BCG diberikan mulai
dari bayi. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10
15 tahun, sehingga pada usia 12 15 tahun dapat dilakukan vaksinasi ulang.
2) Pengobatan pada pasien latent tuberculosis.
3) Pengobatan pada active tuberculosis dengan menggunakan antibiotik selama
kurang lebih 6 bulan tidak boleh putus.
g.
Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah penyakit yang terdapat di selaput paru atau yang disebut
pleura.Pneumotoraks terjadi jika satu atau kedua membran pleura tertembus dan
udara masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru-paru mengempis.Membran
pleura dipisahkan oleh lapisan cairan pleura sangat tipis yang melumasi gerakan
mereka.Keseimbangan tekanan antara dinding dada, lapisan pleura, dan jaringan
paru-paru memungkinkan paru-paru "terisap" ke dalam dinding dada.
h.

Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai karakteristik keterbatasan

jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel.PPOK adalah kelainan jangka panjang
di mana terjadi kerusakan jaringan paru-paru secara progresif dengan sesak napas
yang semakin berat.PPOK terutama meliputi bronkitis kronis dan emfisema, dua
kelainan yang biasanya terjadi bersamaan.
Gejala utama dari penyakit ini sesak napas, batuk, dan produksi sputum
(riak).Sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea
melalui mulut.Biasanya juga disebut dengan expectoratorian.

6
Penyebabnya adalah udara masuk dan keluar dari paru-paru terhambat dan
kemampuan paru-paru untuk mengambil oksigen untuk memenuhi kebutuhan normal
tubuh berkurang.Sejauh ini faktor penyumbang terbesar risiko PPOK adalah
merokok.
i.

Efusi pleura
Cairan berlebih di dalam membran berlapis ganda yang mengelilingi paru-paru

disebut efusi pleura.Dua lapis membran yang melapisi paru-paru atau pleura dilumasi
oleh sedikit cairan yang memungkinkan paru-paru mengembang dan berkontraksi
dengan halus dalam dinding dada.Infeksi seperti pneumonia dan tuberkulosis, gagal
jantung, dan beberapa kanker dapat menimbulkan pengumpulan cairan di antara
pleura.Jumlahnya bisa mencapai tiga liter yang menekan paru-paru.
j.
Dipteri
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium
diptherial yang dapat menimbulkan penyumbatan pada rongga faring maupun laring
oleh lendir yang dihasilkan bakteri tersebut.
k.
Kanker paru-paru
Biasanya terjadi Pada usia setengah baya yang sering merokok. Penyakit ini
dapat dipicu oleh polusi udara dan polusi asap rokok yang mengandung hidrokarbon
termasuk benzopiren.

BAB 3 : PEMBAHASAN
3.1 Jurnal 1
Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik Di Udara Terhadap
Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Penggilingan Padi Di Demak.
3.1.1 Pembahasan Jurnal
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kadar debu organik di
lingkungan kerja terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industri penggilingan
padi di Kabupaten Demak. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :
menganalisis faktor risiko kadar debu organik di udara, umur pekerja, masa kerja,
jenis pekerjaan, penggunaan Alat Pelindung Diri, Kebiasaan Merokok terhadap
gangguan fungsi paru. Menurut Maters (1991) yang dimaksud dengan pencemaran
udara adalah

bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam

lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi
oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek
pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Untuk pencemaran debu organik Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan adalah 4 mgr/m udara. Pencemaran udara
dapat terjadi karena adanya sumber pencemar, termasuk industri penggilingan padi
yang dipengaruhi pula oleh faktor kelembaban, suhu udara, serta arah dan kecepatan
angina.
Untuk mengetahui fungsi paru para pekerja dapat dilakukan deteksi fungsi
paru dengan mengukur Force Vital Capacity (FVC) untuk mendeteksi gangguan
restriksi, Force Expiratory Capacity 1 st minute (FEV1) dan perbandingan antara
FVC/FEV1 untuk gangguan obstruksi (7-12).
Adapun dampak debu organik di udara terhadap kesehatan tenaga kerja
adalah Bronchitis industri, Asma kerja, Kanker paru dan lain lain. Upaya untuk
mengurangi dampak debu terhadap kesehatan tenaga kerja adalah mengurangi hal
tersebut adalah dengan melakukan shielding, penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), mengurangi faktor risiko potensial lainnya seperti merokok, dan riwayat
penyakit paru.

Sedangkan Hipotesis peneltian ini adalah : Ada pengaruh faktor

risiko kadar debu organic di udara, umur pekerja, masa kerja, jenis pekerjaan,

8
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Kebiasaan merokok dan Riwayat pernah
mengidap penyakit paru terhadap gangguan fungsi paru.
3.1.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat eksplanatori,
dengan mengambil data dari responden secara survei dan menggunakan pendekatan
secara cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah Pekerja Industri
Penggilingan Padi di Kabupaten Demak, penarikan sampel dilakukan dengan cara
simple Random Sampling.
Pengukuran fungsi paru dilakukan dengan menggunakan Spirometer,
pengukuran kadar debu dengan menggunakan Dust sampler, sedangkan data
karakteristik responden, penggunaan APD, riwayat penyakit paru dan kebiasaan
merokok dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur.
Analisis data penelitian dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat.
Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap
gangguan fungsi paru dengan Chi Square Test dan untuk mengetahui besarnya faktor
risiko dilakukan dengan menghitung Rasio Prevalens masing masing faktor risiko.
Sedangkan analisis multivariat dengan menggunakan Regresi Logistik untuk
mengetahui besarnya pengaruh faktor risiko secara bersama sama terhadap
gangguan fungsi paru.
3.1.3 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 3 perusahaan industri penggilingan padi dengan


sampel sebanyak 45 orang pekerja dari : UD Sari Bumi (7 orang), UD Mutiara Prima
(29 orang) dan UD Sumber Baru II (9 orang), terdiri dari 15 orang (33,33 %) laki
laki dan 30 orang (66,67 %) perempuan. Tingkat pendidikan responden relatif masih
rendah, tamat SD / sederajat (46,7 %), selanjutnya adalah tamat SLTP (24,4 %),
tamat SLTA (17,8 %) dan tidak tamat SD/sederajat (11,1 %), tinggi badan antara 150
169 cm, berturut turut 155 159 (24,4 %), 160 164 (24,4 %), dan 165 169 (22,2
%), berat badan terdiri dari : 50 54 kg (20 %), 55 59 kg (24,4 %) dan 60 64 kg
(26,7 %). masa kerja < 5 tahun (26,7 %) masa kerja = 5 tahun (73,33 %). bagian

9
slep (82 %), sedangkan pada bagian pecah kulit (11%) dan ayakan (7 %). Sedangkan
distribusi data menurut fungsi paru 19 orang (42,2 %) normal dan 26 orang (57,8 %)
gangguan. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko umur menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna (p value=0.213) antara umur tua dan muda
terhadap kejadian gangguan fungsi paru. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ari Susanto, tetapi sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ady Setiawan. Menurut Bannet (1997) bahwa umur akan
cenderung mempengaruh daya tahan tubuh terhadap kejadian suatu penyakit. Kian
bertambah umur seseorang akan kian menurun pula daya tahan tubuh seseorang.
Dengan demikian umur tidak berpengaruh langsung terhadap gangguan kesehatan
seseorang. Oleh karena itu hasil penelitian satu sama lain dapat saja berbeda.
Distribusi pekerja menurut faktor risiko kadar debu terdiri dari 11 orang
(24,4%) berada pada ruang dengan kadar debu < NAB, dan 34 orang (75.6%) bedara
pada ruang dengan kadar debu diatas NAB. hasil uji statistik menunjukkan ada
perbedaan yang bermakna (p value = 0.002, RP = 3,883) antara pekerja yang berada
pada ruang < NAB dan > NAB. Hasil penelitian ini Analisi Faktor Risiko sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring, at. al, Adi Setiawan (1996) serta
Ari Sosanto (2002), keseluruhan hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa
kadar debu organik yang melebih Nilai Ambang Batas berhubungan dan berpengaruh
terhadap kejadian Gangguan fungsi paru pada pekerja. Distribusi Faktor risiko masa
kerja terdiri dari subjek menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami gangguan
fungsi paru pada pekerja < 5 tahun adalah 2.2 % dan pada pekerja = 5 tahun adalah
55.6 %. Rasio Prevalens (RP) adalah 8,333 ( CI = 3.822 309.145. Uji statistik juga
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna masa kerja terhadap kejadian
gangguan fungsi paru dengan 2= 16.399 p value = 0,000. Masa kerja menentukan
lama paparan seseorang terhadap faktor risiko, kian lama paparan (masa kerja) kian
besar kemungkinan seseorang mendapatkan faktor risiko tersebut. Sumakmur (1998)
menyatakan bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan
fungsi paru adalah lamanya seseorang terpapar polutan tersebut. Hal ini berarti
semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama pula waktu paparan terhadap
polutan tersebut. Menurut Bannet bahwa konsentrasi dan lama paparan terhadap
polutan berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru.
Faktor risiko APD terdiri dari 9 orang menggunakan dan 36 orang tidak
menggunakan, uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

10
penggunaan APD terhadap fungsi paru (p value = 0.766). Hasil penelitian ini
bertentangan dengan teori dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring, at. Al
(1999) bahwa penggunaan masker dengan ukuran 5 3 dapat menurunkan kadar
debu yang masuk ke paru paru pekerja hingga 87,6 %. Hal ini dapat disebabkan oleh
penggunaan masker yang tidak rutin, masker yang kurang memenuhi syarat.
Faktor risiko kebiasaan merokok terdiri dari 60 % (27 orang) pekerja
mempunyai kebiasaan merokok, dan hanya 40 % saja pekerja yang tidak mempunyai
kebiasaan merokok.
Berdasarkan hasil uji statistik, ada perbedaan yang bermakna antara pekerja
yang mempunyai kebiasaan merokok dan tidak merokok (p value = 0.001). Rasio
prevalens pekerja dengan kebiasaan merokok terhadap kejadian gangguan fungsi
paru adalah 2,8 kali lebih besar. Menurut Epler, GR(2000) kebiasaan merokok
merupakan faktor penyerta potensial terjadinya gangguan fungsa paru. Kebiasaan
merokok bukan hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah,
tetapi juga akan menjadi faktor cpotensial dari beberapa penyakit paru, termasuk
karsinoma paru.
Data pekerja menurut riwayat penyakit paru terdiri dari : 42,2 % mempunyai
riwayat penyakit paru, dan sebagian besar (57.8 %) pekerja tidak mengidap penyakit
paru. Hasil analisis bivariat faktor risiko mengidap penyakit paru dengan Gangguan
Funsi paru menunjukkan pekerja yang mempunyai riwayat penyakit (94.7 %) lebih
besar dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyei riwayat prnyakit (30,8
%), dengan Rasio Prevalens sebesar 3,075 kali. Uji statistik menunjukkan
kemaknaan dengan p value = 0,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Susanto, at al dan penelitian Setiawan, at. al. yang mendapatkan
bahwa pekerja yang pernah mengidap penyakit paru berhubungan secara bermakna
terhadap gangguan fungsi paru, serta ditunjang pula oleh pendapat Bannet (1997)
bahwa pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru akan lebih mudah
mendapatkan gangguan fungsi paru dibandingkan dengan pekerja yang tidak
mempunyai riwayat penyakit paru Untuk mengetahui besarnya pengaruh masing
masing faktor risiko terhadap kejadian gangguan fungsi paru secara bersdama
sama, dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik terhadap
factor risiko dengan hasil sebagai berikut :

11
Tabel : Hasil Analisis multivariat faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
gangguan fungsi paru pada pekerja Industri Penggilingan padi di Kabupaten Demak,
2003.
NO FAKTOR

1
2
3
4

Odd

95.0% C.I.

RISIKO

Ratio

Lower

Upper

Kadar Debu
Masa Kerja

1.168
1.171

35.946
224.81

0.460

8
128.10

1.703

5
69.121

3,018
4.130

Kebiasaan 2.038
Merokok
Riwayat

df

p value

1
1

0.039
0.024

(OR)
2.451
6.154

0.156

0.674

3.535

0.021

4.310

-7,455

0.005

0.001

Penyakit
Paru
Constant

Berdasarkan hasil analisis multivariat tersebut diatas, faktor risiko yang


paling berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja industri
padi di Kabupaten Demak berturut turut adalah masa kerja (B =4.130, p value =
0.024), riwayat pernah mengidap penyakit paru (B = 3.535, p value = 0.021), kadar
Debu organik di udara pada ruang kerja (B = 3.018, p value = = 0,039). Sedangkan
kebiasaan merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru (p
value = 0,156).
Berdasarkan hasil analisis Regresi Logistik tersebut diketahuibahwa pekerja
yang bekerja di ruang dengan kadar debu di udara melebihi NAB, masa kerja lama
(lebih dari 5 tahun), dan mempunyai riwayat penyakit paru akan memiliki
probabilitas untuk mendapat gangguan fungsi paru sebesar 100 % - 3,59 % = 96.41
%

12
3.1.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari beberapa
faktor risiko yang diteliti Analisis bivariat menunjukkan gangguan fungsi paru
tersebut terbukti secara bermakna dipengaruhi oleh kadar debu organik di udara yang
melebihi NAB dengan p value = .002, serta di perberat oleh faktor potensial yaitu :
masa kerja (p value = .000), serta kebiasaan merokok (p value =0.001) dan riwayat
pernah mengidap penyakit paru (p value =0,000). Sedangkan variabel kontrol
lainnya seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan dan penggunaan Alat Pelindung
Diri, tidak berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru. Rasio prevalensi
dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian fungsi paru adalah : kadar
debu organik di udara yang melebihi NAB dengan Ratio Prevalence = . 2,451 kali,
serta di perberat oleh faktor potensial yaitu : masa kerja (Ratio Prevalence = . 6.154
kali), dan riwayat pernah mengidap penyakit paru (Ratio Prevalence =4.310 kali).
Upaya untuk mengurangi gangguan fungsi paru pada pekerja industri
penggilingan padi di kabupeten Demak ini, kiranya dilakukanpengawasan dan
pengendalian secara berkala secara terintegrasi dari pihak penelola industri
penggilingan padi, Balai Hiperkes dan Dinas Kesehatan setempat yaitu : 1)memantau
dan mengendalikan kadar debu di udara ruang kerja bagi para pekerja, 2) melakukan
shielding pada sumber debu yang ada, 3)melakukan uji fungsi paru pada seluruh
pekerjanya, 5)memberikan penyuluhan atau bentuk kegiatan lain yang bertujuan
untuk lebih meningkatkan kesadaran pada para pekerja tentang faktor risiko 6)
pengobatan rutin dan replacement ke ruang yang kadar debu organiknya di bawah
Nilai Ambang Batas.

13
3.2 Jurnal 2
Pajanan Debu Batubara Dan Gangguan Pernafasan Pada Pekerja
Lapangan Tambang Batubara
3.2.1 Metode Penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat dekriptif dengan pendekatan

cross

sectional. Populasi penelitian adalah pekerja lapangan tambang batubara. Besar


sampel penelitian ini adalah 28 orang dengan kriteria inklusi untuk pekerja dengan
jenis kelamin laki-laki, tempat tinggal kurang dari 2 km dari perusahaan, bekerja
pada shift siang, tidak merokok dan bersedia menjadi responden penelitian ini.
Penelitian ini memerlukan waktu selama dua bulan yaitu pada bulan Maret
April 2007. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di

PT. Kalimantan Prima

Persada Sungai Puting Rantau, Kalimantan Selatan. Variabel dalam penelitian ini
adalah kadar debu respirabel dan gangguan pernafasan pada pekerja lapangan PT.
Kalimantan Prima Persada Sungai Puting.

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah alat ukur debu Low Volume Dust Sampler, dilengkapi dengan
pompa penghisap udara yang dihubungkan dengan filter penyaring debu respirabel,
timbangan analitik dengan sensitivitas 0,1 mg, termometer dan higrometer, alat
kalibrasi, stop watch, desikator, pinset, tripod, serta kuesioner untuk mengetahui
karakteristik dan gangguan pernafasan pada pekerja.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Data sekunder
berupa data jumlah pekerja berdasarkan umur, pendidikan, dan masa kerja, data
kesakitan dan kematian pekerja, data kecelakaan kerja, struktur organisasi, peta
wilayah perusahaan dan data jam kerja perusahaan.
Analisis data melalui tabulasi pengukuran kadar debu respirabel yang
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB). Data dari kuesioner ditabulasi
secara manual dan dibuat tabulasi data dalam bentuk tabel persentase dan
diiterprestasikan secara deskriptif sesuai dengan data karakteristik tenaga kerja dan
gangguan pernafasan pada pekerja.

14
3.2.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil pengukuran kadar debu respirabel di PT. Kalimantan Prima Persada
Sungai Puting dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Debu Respirabel di PT. Kalimantan Prima Persada
Sungai Puting, 2007
No

1
2
3
4

Waktu

Hasil

Rerata

Pengukuran

(mg/m

(Jam)

3)

08.00 10.00
10.00 12.00
13.00 15.00
15.00 17.00

2,08
2,50
2,92
1,25

2,19

NAB (mg/m3)

Keterangan

>NAB

Tabel 1. menunjukkan bahwa kadar debu respirabel yang ada di lapangan sedikit
melebihi nilai ambang batas normal yaitu sebesar 2,19 mg/m. Hal ini dikarenakan
waktu pengukuran pada siang (pukul 08.00 17.00), dimana suhu dan kecepatan
angin meningkat, sehingga jumlah kadar debu respirabel di lapangan semakin besar.
Mendekati sore hari (pukul 15.00 17.00) kadar debu respirabel turun. Tingginya
kadar debu di tempat kerja dapat menyebabkan

terjadinya kelainan faal paru.

Kegiatan penimbunan batubara, dalam bentuk gunungan akan menimbulkan dampak


terhadap penurunan kualitas udara, berupa peningkatan debu udara ambien. Dispersi
debu batubara terjadi karena bantuan angin yang berhembus mengenai tumpukan
batubara, saat penurunan dan penaikan batubara ke kendaraan pengangkut (Wang,
2004).
Tabel 2. Gangguan Pernafasan yang Dialami Pekerja Lapangan PT. Kalimantan
Prima Persada Sungai Puting, 2007
No
1
2
3
4
5
6

Gangguan Pernafasan
Batuk kering
Batuk berdahak
Sesak nafas
Asma akibat kerja
Alergi debu
Keluhan pada dada

Jumlah
14
15
8
7
3
6

Persentase (%)
23,73
25,42
13,56
11,86
5,08
10,17

15

TAK (tanpa ada keluhan)


Jumlah

6
59

Tabel 2. menunjukkan adanya gangguan pernafasan pada

10,18
100,00
pekerja lapangan PT.

Kalimantan Prima Persada Sungai Puting.


Gangguan pernafasan yang sering diderita responden adalah batuk berdahak dan
batuk kering.
Dalam dosis besar, semua debu bersifat merangsang dan dapat menimbulkan
reaksi walaupun ringan. Reaksi itu berupa produksi lendir berlebihan, bila terus
berlangsung dapat terjadi hiperplasi kelenjar mukus (Vallyathan, 2000). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lestari (2000), menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara konsentrasi debu tinggi dengan terjadinya kelainan
faal paru. Debu yang masuk ke saluran inspirasi menyebabkan reaksi mekanisme
pertahanan non-spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan
gangguan fagostosis makrofag. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan
menyebabkan produksi lendir bertambah dan otot polos di sekitar jalan nafas
terangsang sehingga menimbulkan penyempitan.
Penyakit yang ditimbulkan akibat terhirup banyaknya debu dapat dihindari
dengan berbagai cara diantaranya adalah upaya pengandalian administratif,
pengendalian teknis dan pemakaian APD. Upaya pengendalian teknis permesinan
dalam mengurangi dampak gangguan pernafasan meliputi pemeliharaan mekanis dan
rancangan ulang proses yang dimaksudkan untuk melenyapkan, mengisolir atau
mengumpulkan emisi debu dengan cara sebagai berikut (Weeks, 2003):
1. Proses separasi, otomasi atau penutupan. Secara umum melengkapi semua daerah
kerja dengan ventilasi sehingga udara bersih bisa masuk;
2. Pengaturan operasi kerja, perlengkapan dan peralatan kerja untuk mencegah
penyebaran debu;
3. Menggunakan metode basah untuk mencegah terbentuknya debu;
4. Memilah tempat kerja dengan menetapkan tempat kerja tertentu untuk proses
tertentu.
Praktek kerja yang tepat dan benar harus diterapkan dalam pemakaian bahan
atau pelaksanaan proses kerja yang berpotensi mengakibatkan terbentuknya debu di
lingkungan kerja. Praktek kerja tersebut hendaknya meliputi (Weeks, 2003):

16

1. Syarat pemakaian dan pemeliharaan sistem mesin pengolah, instalasi, dan alat
perlengkapan sesuai dengan instruksi yang digariskan;
2. Membasahi batubara di tempat kerja sebelum dilakukan pengolahan, pemakaian,
kontak tangan, pengolahan dengan mesin, pembersihan, atau pemindahan;
3. Upaya untuk membersihkan mesin dan daerah kerja secara teratur mengikuti
metode yang tepat dan benar;
4. Pemakaian alat pelindung diri secara tepat dan benar.

3.2.3 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dapat diambil kesimpulan


bahwa hasil pengukuran kadar debu respirabel di PT. Kalimantan Prima Persada
Sungai Puting sebesar 2,19 mg/m , dimana kadar tersebut melebihi Nilai Ambang
Batas. Gangguan pernafasan yang dialami pekerja lapangan PT. Kalimantan Prima
Persada antara lain batuk kering, batuk berdahak, sesak nafas, asma akibat kerja,
alergi debu, keluhan pada dada. Gangguan pernafasan banyak dialami oleh
responden dengan karakteristik berdasarkan kelompok umur yaitu umur 15-30 tahun
(60,71%), pendidikan yaitu

SLTA/sederajat (42,86%), dan masa kerja yaitu

responden dengan masa kerja < 2 tahun (39,28%).

17

BAB 4 : PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Paru-paru adalah suatu organ yang sangat vital di dalam tubuh manusia
sebab paru-paru adalah organ pernapasan manusia.Pada dasarnya penyakit paru-paru
tidaklah berat. Hal ini semuanya berawal dari kelalaian manusia dimulai dari
menjaga lingkungan dari tercemarnya udara dan sampai dengan sebagian manusia
malah sengaja memasukkan racun kedalam tubuhnya melalui paru-paru dengan cara
mengisap rokok dan lain sebagainya.
Penyakit paru-paru ada yang bisa disembuhkan dan juga yang tidak bisa
disembuhkan.Tapi pada dasarnya lebih banyak penyakit paru-paru yang bisa
disembuhkan dari pada penyakit paru yang belum bisa disembuhkan hal ini
tergantung kepada kita semua bagaimana cara kita menjaga kesehatan kita.
4.2 Saran
Gangguan pernapasan akibat kerja di Indonesia harusnya mendapatkan
perhatian yang serius, ini semua dikarenakan masih sedikitnya laporan mengenai
gangguan pernapasan di tempat kerja. Ini semua terjdi karna masih banyak yang
beranggapan bahwa penyakit pernapasan merupakan penyakit yang sepele.

DAFTAR PUSTAKA
ANWARI, I. P. 2014. Makalah Sistem Pernapasan | Makalah Sistem Respirasi pada
Manusia.
http://www.mediapustaka.com/2014/10/makalah-sistem-pernapasanmakalah.html, diakses tanggal 24 Januari 2016
S, F. S. N., JOKO, T. & SETIANI, O. 2004. Analisis Faktor Risiko kadar debu
Organik di udara terhadap Gangguan fungsi Paru pada Pekerja Industri
Penggilingan Padi di Demak. Kesehatan Lingkungan Indonesia, 3.
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/9641,diakses
tanggal 24 Januari 2016.
S, Q, K, L. & S, R. 2008. Debu Batubara dan Gangguan Pernafasan JURNAL
KESEHATAN LINGKUNGAN, 4.

Вам также может понравиться