Вы находитесь на странице: 1из 17

Pengertian seksio cesarea

Seksio cesarea berasal dari bahasa latin caedo yang berarti


memotong. Seksio cesarea didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui
insisi abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Leveno et
al., 2003/2009).
Seksio cesarea merupakan suatu metode alternatif pertolongan
persalinan ketika persalinan normal sudah tidak mampu dilakukan. Saat
ini terjadi peningkatan angka seksio sesarea secara signifikan hampir di
seluruh dunia. Peningkatan angka seksio sesarea bukan hanya di negaranegera berkembang seperti Brazil dan Indonesia tetapi di negara maju
seperti Amerika dan Inggris. Peningkatan angka seksio cesarea di
Amerika Serikat mencapai 20--30%, sedangkan di Inggris mencapai
21,5% (Kitzinger, 2005).

Gambar persalinan tindakan seksiao cesarea


Indikasi medis
Terdapat berbagai faktor medis yang menyebabkan seseorang
harus dilakukan seksio sesarea, diantaranya adalah :
a. Faktor Janin
Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya,
pertumbuhan janin yang berlebihan karena ibu menderita kencing
manis (diabetes mellitus), yang biasanya disebut bayi besar
objektif.7

Kelainan Letak Bayi


Letak Sungsang
Bayi dengan letak sungsang belakangan ini banyak yang lahir
dengan seksio cesarea. Hal ini dikarenakan resiko kematian, cacat
atau kecelakaan lewat vagina (spontan) jauh lebih tinggi.Lebih dari
50% bayi pernah mengalami letak sungsang dalam kurun 9 bulan
kehamilan. Letak sungsang sering tidak diketahui secara pasti
penyebabnya, namun secara teori dapat terjadi karena faktor ibu
seperti kelainan bentuk rahim, tumor jinak rahim/mioma,letak
plasenta lebih rendah.3

Letak Lintang
Letak janin lintang merupakan kelainan letak janin di dalam

rahim pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan) yaitu kepala ada di
samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Bayi dengan letak lintang
tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu tubuh janin
melintang terhadap sumbu tubuh ibu.8
Ancaman Gawat Janin (Fetal distress)
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan
dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Terutama bila
didapatkan kondisi ibu yang kurang mendukung. Contohnya, bila
ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim yang
mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusat sehingga
aliran oksigen kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa
menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak
jarang meninggal dalam rahim.7
Bayi Kembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberi risiko yang lebih tinggi terhadap

ibu dan bayi. Dalam menghadapi kehamilan kembar harus


dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Akan tetapi jika ibu
mengandung 3 janin atau lebih maka sebaiknya menjalani seksio
cesarea. Hal ini akan menjamin bayi-bayi tersebut dilahirkan dalam
kondisi sebaik mungkin dengan trauma minimum.9
Faktor Plasenta
Plasenta previa
Plasenta previa adalah Plasenta yang ada di depan jalan lahir.
(prae=di depan; vias = jalan). Jadi yang dimaksud dengan plasenta
yang letaknya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium internum. Letak plasenta yang
normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim di
daerah fundus uteri.10
Plasenta previa dibagi menjadi 3, yaitu plasenta previa totalis,
plasenta previa lateralis dan plasenta previa marginalis. Plasenta
previa menyebabkan bagian terdepan janin sering sekali sulit untuk
memasuki pintu atas panggul, oleh karena itu dilakukan seksio
cesarea. Seksio cesarea pada plasenta previa selain untuk
mengurangi

kematian

bayi,

juga

terutama

dilakukan

untuk

kepentingan ibu, maka seksio cesarea juga dilakukan pada


plasenta previa walaupun anak sudah mati.10

Solusio Plasenta
Kondisi dengan plasenta yang terlepas dari dinding rahim baik

sebagian

maupun

seluruhnya

dari

tempatnya

berimplantasi

sebelum anak lahir. Solusio plasenta bisa terjadi saat kehamilan


sudah 20 minggu, kebanyakan terjadi dalam trimester ketiga.19
Lepasnya plasenta biasanya ditandai dengan perdarahan yang
bisa keluar dari vagina, tetapi bisa juga tersembunyi dalam rahim,
yang dapat membahayakan ibu dan janinnya. Persalinan dengan
seksio cesarea biasanya dilakukan untuk menolong agar janin

segera lahir sebelum mengalami kekurangan oksigen atau


keracunan air ketuban dan menghentikan perdarahan yang
mengancam nyawa ibu.10

b. Faktor Ibu
Disproporsi Sefalo-pelvik
Disproporsi sefalo-pelvik adalah ketidakseimbangan kepala dan
panggul ibu. Disproporsi sefalo-pelvik mencakup panggul sempit,
fetus

yang

tumbuh

terlampau

besar

atau

adanya

ketidakseimbangan antara ukuran kepala bayi dan pelvis (panggul)


ibu.9
Disfungsi Uterus
Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidakefisienan atau
tidak terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk
dilatasi serviks, dan juga melahirkan yang lama. Disfungsi uterus
ditandai oleh kontraksi intensitas rendah dan jarang serta
lambatnya kemajuan persalinan. Disfungsi uterus sering terjadi
pada disproporsi sepalopelvik (Leveno et al., 2003/2009)
Disfungsi uterus ini menyebabkan tidak adanya kekuatan untuk
mendorong

bayi

keluar

dari

rahim.

Hal

ini

menyebabkan

kemajuannya terhenti sama sekali, sehingga perlu penanganan


dengan seksio cesarea.9
Ruptura Uteri (Robekan rahim)
Ruptura uteri merupakan keadaan robekan pada rahim dimana
telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan
rongga peritoneum.11
Secara teori robekan rahim dapat dibagi 2 yaitu:

Ruptura uteri spontan

Robekan rahim spontan terjadi karena dinding rahim lemah


seperti pada luka bekas seksio sesarea, miomektomi, preporasi
waktu kuretase hypoplasia uteri, pelepasan plasenta secara
manual.

Ruptura uteri violenta


Robekan rahim violenta terjadi karena trauma pertolongan versi

dan ekstraksi, ekstraksi Forsep, kuretase, manual plasenta.


Partus tak maju
Partus tak maju ditandai dengan kontraksi uterus kuat akan
tetapi janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Partus tak
maju dapat disebabkan oleh karena disproporsi sefalo-pelvik,
malpresentase dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Partus
tak maju adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara.1
Pre-eklampsia dan eklampsia (PE/E)
Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang dijumpai pada ibu
hamil di atas 20 minggu ditandai dengan hipertensi dan proteinuria
dengan atau tanpa edema. Eklampsia adalah pre-eklampsia
disertai dengan gejala kejang umumnya terjadipada waktu hamil,
waktu partus atau dalam 7 hari postpart bukan karena epilepsy.10
Terjadinya vasospasme arteri spiralis pada preeklamsia dan
eklamsia menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang
akan berakibat berkurangnya nutrisi dan oksigenasi ke janin
sehingga janin mengalami gangguan pertumbuhan serta hipoksia
yang akhirnya dapat menyebabkan gawat janin sampai kematian
sehingga untuk mempercepat persalinan harus dilakukan dengan
tindakan, seperti seksio cesarea. Murphy menyimpulkan bahwa
wanita dengan preeklamsia (tekanan darah >140/90 mmHg dan
proteinuria positif) mempunyai risiko 1, 86 kali untuk terjadi

persalinan seksio sesarea dibandingkan dengan tidak preeklamsia,


meskipun secara statistik tidak bermakna (95% CI: 0,95-3,73).13
Penyakit Penyerta
Wanita yang mempunyai penyakit-penyakit kronik sebelum
kehamilan, seperti jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus, malaria,
dan lainnya termasuk dalam kehamilan risiko tinggi yang dapat
memperburuk proses persalinan.13
Penyakit Infeksi Bakteri dan Parasit
Penyakit-penyakit infeksi bakteri dan parasit, seperti TORCH
(Toksoplasma,

Rubella,

Citomegalovirus,

Herpes

Simpleks),

penyakit menular seksual, dan virus seperti HIV/AIDS dapat


menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada janin dan
kelainan jalan lahir. Hal ini merupakan faktor penyulit dari bayi
(passanger) dan jalan lahir (passage) sehingga perlu dilakukan
persalinan tindakan. 24
Riwayat Komplikasi Obstetrik
Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi
prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya dengan tindakan
seperti ekstraksi vakum, forsep, atau seksio cesarea merupakan
risiko untuk persalinan berikutnya.25
Ibu yang pernah mengalami seksio cesarea sebelumnya
memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami ruptur uterin.
Untuk memimalkan risiko ruptur uterin, ibu dianjurkan untuk
dilakukan seksio cesarea (Kaufmann, 1996/2006).
Rekomendasi terkahir mengenai VBAC oleh American
College of Obstetricians and Gynecologist untuk persalinan
kandidat persalinan pervaginam setelah seksio cesarea adalah
riwayat satu atau dua kali seksio sesarea transversal rendah,

panggul secara klinis lapang, tidak ada jaringan parut uterus lain
atau riwayat ruptur, tersedia dokter selama persalinan aktif yang
mampu memantau persalinan dan dilakukan seksio sesarea
darurat, dan ketersediaan anestesi dan petugasnya untuk seksio
sesarea darurat (Leveno et al., 2003/2009).
Selain riwayat komplikasi obstetrik di atas, riwayat komplikasi
yang dekat dengan proses persalinan adalah ketuban pecah dini
(KPD), yaitu ketuban yang pecah sebelum proses persalinan
berlangsung. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban
dan melindungi janin terhadap infeksi. KPD berkaitan dengan
penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Apabila persalinan tidak
terjadi dalam 24 jam, akan terjadi risiko infeksi intrauterine
sehingga harus dilakukan persalinan seksio cesarea.7a,26

Komplikasi Persalinan dan Maternal


Komplikasi persalinan merupakan komplikasi yang terjadi

selama

persalinan.

Pregnancy

Induced

Hypertension

(PIH)

merupakan salah satu contoh dari komplikasi persalinan. PIH


ditandai ditandai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria yang
mungkin memerlukan kelahiran bayi dengan cepat sebelum
waktunya. Komplikasi maternal adalah komplikasi persalinan yang
berasal dari ibu. komplikasi maternal termasuk penyakit jantung,
hipertensi, diabetes melitus, inkompatibilitas rhesus, anomali uterin,
atau kelahiran seksio cesarea sebelumnya. Semua komplikasi
maternal ini membutuhkan penanganan seksio cesarea (May &
Mahlmesiter, 1999).
Umur Ibu
Umur dianggap penting karena ikut menentukan prognosis
dalam

persalinan,

karena

dapat

mengakibatkan

kesakitan

(komplikasi) baik pada ibu maupun janin. Umur reproduksi optimal


bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun.12
Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum
berfungsi dengan sempurna sehingga bila terjadi kehamilan dan
persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu,
kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja
secara optimal sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet
yang memerlukan tindakan, seperti seksio cesarea. Ibu hamil
berumur muda juga memiliki kecenderungan perkembangan
kejiwaannya belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan
menerima kehamilannya di mana hal ini dapat berakibat terjadinya
komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan angka kematian ibu
dan perinatal. Faktor risiko untuk persalinan sulit pada ibu yang
belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu di bawah 20
tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih
tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun).13
Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu
sebelum kehamilan atau persalinan saat ini. Paritas dikategorikan
menjadi 4 kelompok yaitu:24
(1) Nullipara adalah ibu dengan paritas 0
(2) Primipara adalah ibu dengan paritas 1
(3) Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5
(4) Grande Multipara adalah ibu dengan paritas >5
Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai risiko
yang relatif tinggi terhadap ibu dan anak, akan tetapi risiko ini akan
menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi
pada paritas keempat dan seterusnya.23
Paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian
maternal adalah paritas 2 dan 3. Risiko untuk terjadinya persalinan
seksio sesarea pada primipara 2 kali lebih besar dari pada
multipara.21

Risiko terjadinya kelainan dan komplikasi yang besar pada ibu


dengan

primipara

ini

dikarenakan

belum

pernah

memiliki

pengalaman melahirkan. Sedangkan pada grandemultipara (ibu


yang melahirkan >5 kali), elastisitas uterusnya menurun, terjadilah
peregangan berlebihan dari uterus menyebabkan atonia uteri dan
meningkatkan risiko perdarahan postpartum.7a
Jarak Kehamilan atau Kelahiran Sebelumnya
Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3
tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya
pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada luka
untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan
meningkatkan risiko terhadap ibu dan anak.16 Hal ini disebabkan
karena bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan
sempurna sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi
kehamilan dan persalinan kembali. Jarak antara dua persalinan
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat
menyebabkan BBLR, kelahiran preterm, dan lahir mati, yang
mempengaruhi proses persalinan dari faktor bayi (passanger).13
17
Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan
bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif,
melemahnya kekuatan fungsi-fungsi-fungsi otot uterus dan otot
panggul yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat sehingga
banyak terjadi partus lama.18,19
Gizi

Tinggi Badan
Yang merupakan faktor risiko untuk seksio cesarea darurat

salah satunya adalah tinggi badan pendek (< 145 cm).13

Status Gizi/IMT

Wanita muda juga meningkat risikonya bila mempunyai berat


yang kurang (umur gestasi yang kecil) atau kurang dalam
memberi makan bayi. 18
Di Indonesia, status gizi ibu hamil sering dinyatakan dalam
ukuran lingkar lengan atas (LLA). Apabila ibu mempunyai LLA
<23,5 cm atau berat badan kurang dari 38 kg sebelum hamil,
maka termasuk Kekurangan Energi Kalori (KEK). Selain itu,
status gizi seorang dewasa dapat dinilai dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT). 13

Kadar Hb
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga

memicu peningkatan produksi eritropoetin. Akibatnya, volume


plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi.20
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai
dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin
yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan
penyempurnaan susunan organ tubuh.20 Pada trimester
pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena
peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak
terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat.
Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin
sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen
yang diperlukan.7 Akibatnya kebutuhan zat besi semakin
meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit
dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi
besi.

Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan


kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu
dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr%
pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan
dengan kejadian hemodilusi.11
Jenis Seksio cesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yang dikenal yaitu:
a. Seksio cesarea transperitonealis
Seksio sesarea klasik
Pembedahan ini dilakukan dengan sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Keuntungan tindakan ini
adalah mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal dan distal. Kerugian yang dapat muncul adalah infeksi
mudah menyebar secara intraabdominal dan lebih sering terjadi
ruptura uteri spontan pada persalinan berikutnya.7
Seksio sesarea Profunda
Dikenal juga dengan sebutan low cervical yaitu sayatan pada
segmen bawah rahim. Keuntungannya adalah penjahitan luka lebih
mudah, kemungkinan rupture uteri spontan lebih kecil dibandingkan
dengan

seksio

cesarea

dengan

cara

klasik,

sedangkan

kekurangannya yaitu perdarahan yang banyak dan keluhan pada


kandung kemih postoperative tinggi.7
b. Seksio sesarea ekstraperitonealis
Seksio cesarea ekstraperitonealis yaitu seksio cesarea berulang
pada seorang pasien yang pernah melakukan seksio cesarea
sebelumnya. Biasanya dilakukan di atas bekas luka yang lama.9
Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan fasia abdomen
sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara

ekstraperitoneum. Pada saat ini pembedahan ini tidak banyak


dilakukan lagi untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal.7
Teknik Pembedahan Seksio cesarea
Dua teknik utama pembedahan seksio sesarea adalah seksio
sesarea klasik dan segmen bawah. Teknik pembedahan seksio sesaria
klasik kini jarang dilakukan, karena mengakibatkan kehilangan jumlah
darah yang jauh lebih banyak. Teknik pembedahan seksio sesarea
segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal atau insisi
transversal. Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan
dan juga kehilangan darah yang jauh lebih sedikit dan infeksi paska
operasi yang jauh lebih kecil dan kemungkinan ruptur pada kehamilan
berikutnya lebih kecil (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 1995/2005).
Komplikasi Tindakan Seksio cesarea
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan seksio sesarea adalah
sebagai berikut:
a. Infeksi Puerperal (nifas)9
Infeksi puerperal terbagi 3 tingkatan, yaitu:

Ringan

Sedang : dengan kenaikan suhu tubuh lebih tinggi, disertai

: dengan kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja

dehidrasi dan sedikit kembung.

Berat

: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini

sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya


telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama
b. Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena banyaknya pembuluh
darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri, dan perdarahan
pada

placental

bed.

Perdarahan

dapat

mengakibatkan

terbentuknya bekuan-bekuan darah (emboli) pada pembuluh darah


balik di kaki dan rongga panggul.9

c. Luka Kandung Kemih


Tindakan seksio sesarea, apabila dilakukan dengan tidak hatihati dapat mengakibatkan luka pada organ lain seperti kandung
kemih, yang dapat menyebabkan infeksi. 9

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R.Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 2, Jakarta : EGC penerbit
buku
kedokteran, 1998
3. Dewi Y, dkk..Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z.Jakarta:
EDSAMahkota, 2007
4. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2009. Jkt: kemenkes RI. 2010
6. Wiknojosastro S.Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005
7. Oxorn H.Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta
Yayasan Essentia Medica,2003
7 a Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirihardjo. Edisi IV.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
8. Christina I.Perawatan Kebidanan (sejarah Kebidanan dan Perawatan
kebidanan Sebelum Melahirkan) Jilid I, Jakarta Penerbit Bratara, 2006
9. Wiknojosastro S.Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga.Jakarta Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2005

Mochtar R.Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 2, Jakarta : EGC penerbit buku


kedokteran, 1998
Christina I.Perawatan Kebidanan (sejarah Kebidanan dan Perawatan
kebidanan Sebelum Melahirkan) Jilid I, Jakarta Penerbit Bratara, 2006
Dewi Y, dkk..Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z.Jakarta:
EDSAMahkota, 2007
Wiknojosastro S.Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga.Jakarta Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2005
Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirihardjo. Edisi IV.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
Oxorn H.Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta
Yayasan Essentia Medica,2003
Sadler TW. 1988. Masa Janin (Bulan Ketiga Hingga Lahir). Dalam:
Susanto L, alih bahasa. Embriologi Kedokteran. Edisi ke-5. Jakarta: EGC,
79-88.
Kusumawati, Y. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadp
Persalinan dengan Tindakan (Studi Kasus di RS. Dr. Moewardi
Surakarta). Tesis Program Pascasarjana Magister Epidemiologi Undip
2006
Polden M dan Mantle J. Physiotherapy in Obstetric and Gynecology.
London: Butterworth Heinemann. 1999. p:23-46
Stephenson RG dan Oconnor LJ. Obstetric and Gynecologic Care in
Phisical Therapy, Second Edition. Canada: SLACK Incorporated. 2000
Rode L, Nilas L, Sei, Wojdeman K, Tabor A. Obesity Related Complication
in Danish Single Cephalic Term Pregnancies. The Am Coll Obstet Gynecol
2005. vol.105. p:537-542
16
11
Wirakusumah F., 1994. Evaluasi Resiko SC: Suatu Studi di Dua RS
Pendidikan, RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Pendidikan Lerden.
Journal Medical Bandung.
Mochtar R., 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid II. Edisi 2, EGC, Jakarta.

Saifuddin AB, George A, Wikjosastro GH, dan Wasspodo D. Infeksi


Kehamilan dan Penyakit Menular Seksual dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2001. p:221-239
Saifuddin AB, George A, Wikjosastro GH, dan Wasspodo. Ketuban Pecah
Dini dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2001.
p:218-220
World Health Organization (WHO). Pendidikan Kesehatan (terjemahan). .
Bandung: Intitut Teknologi Bandung (ITB) Press. 1992

Mochtar R.Sinopsis Obstetri. Jilid II. Edisi 2, Jakarta : EGC penerbit


bukukedokteran, 1998

12 Rochjati P. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlagga


Universi Press. 2003
13 Kusumawati, Y. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadp
Persalinan dengan Tindakan (Studi Kasus di RS. Dr. Moewardi
Surakarta). Tesis Program Pascasarjana Magister Epidemiologi Undip
2006
17 Rode L, Nilas L, Sei, Wojdeman K, Tabor A. Obesity Related
Complication in Danish Single Cephalic Term Pregnancies. The Am Coll
Obstet Gynecol 2005. vol.105. p:537-542
18 Polden M dan Mantle J. Physiotherapy in Obstetric and Gynecology.
London: Butterworth Heinemann. 1999. p:23-46

19 Stephenson RG dan Oconnor LJ. Obstetric and Gynecologic Care in


Phisical Therapy, Second Edition. Canada: SLACK Incorporated. 2000
20 Sadler TW. 1988. Masa Janin (Bulan Ketiga Hingga Lahir). Dalam:
Susanto L, alih bahasa. Embriologi Kedokteran. Edisi ke-5. Jakarta: EGC,
79-88.
21. Wirakusumah F., 1994. Evaluasi Resiko SC: Suatu Studi di Dua RS
Pendidikan, RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Pendidikan Lerden.
Journal Medical Bandung.
23. Mochtar R., 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid II. Edisi 2, EGC, Jakarta.
24 Saifuddin AB, George A, Wikjosastro GH, dan Wasspodo D. Infeksi
Kehamilan dan Penyakit Menular Seksual dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2001. p:221-239
25

World

Health

Organization

(WHO).

Pendidikan

Kesehatan

(terjemahan). . Bandung: Intitut Teknologi Bandung (ITB) Press. 1992


26 Saifuddin AB, George A, Wikjosastro GH, dan Wasspodo. Ketuban
Pecah Dini dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2001. p:218-220

Вам также может понравиться