Вы находитесь на странице: 1из 20

Hukum Persaingan Usaha Dalam

Kerangka Regulasi Dan Implementasi


di Indonesia
Contoh Kasus Dugaan Persekongkolan
Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Legislatif
Tahun 2004 Dalam Putusan KPPU Nomor
08/KPPU-L/2004

Latar Belakang Permasalahan


Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan perekonomian
yang baik dan kondusif serta kesejahteraan bagi rakyatnya. Yakni
dapat dipenuhi melalui pertumbuhan ekonomi. Namun untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bukanlah hal yang mudah
dan sederhana. Justru berbagai konflik dalam sebuah negara lahir
akibat kesalahan dan kegagalan bagaimana ekonomi
ditumbuhkan.
Persaingan Usaha yang sehat ( fair competition ) merupakan salah
satu syarat bagi negara-negara mengelola perekonomian yang
berorientasi pasar. 1)
1) Jhonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori, Dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, IKAPI Jatim, Cetakan Pertama, 2006

kesalahan dan kegagalan dimana ekonomi tersebut


ditumbuhkan dan dibangun. Adapun campur tangan
negara dalam pasar muncul dalam bentuk persaingan
yang ketat dimana dimasing-masing negara memiliki
kewenangan didalam menentukan jenis industri,
perdagangan dan jasa yang dibiarkan bersaing secara
bebas ataupun perdagangan yang diproteksi.
Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur
tentang interaksi perusahaan atau pelaku usaha di
pasar, sementara tingkah laku perusahaan ketika
berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.2)
Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu
dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi yang
berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik
perusahaan maupun penjual secara bebas berupaya
untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan
usaha atau perusahaan tertentu yang didirikannya.3)
2)Andi Fahmi Lubis,Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks.,Jakarta,Creative
Media, 2009, hal 21
3) Budi Kagramanto.Mengenal Hukum Persaingan Usaha., Sidoarjo, Laras, 2010, hal. 57.

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang


bertujuan menjaga kepentingan umum dan efisiensi
ekonomi nasional. Efisiensi ekonomi nasional dalam hal
ini berarti bahwa praktik usaha yang tidak efisien yaitu
kontraproduktif dan bertentangan dengan UndangUndang No.5 Tahun 1999 seperti monopoli, oligopoli,
kartel, persekongkolan tender, dan sebagainya, yang
dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan
melemahkan ekonomi pasar dan menguntungkan pihak
tertentu. Memandang Undang-Undang No.5 Tahun
1999 tidak boleh dari sudut kepentingan negara
(publik), dalam artian kepentingan masyarakat umum,
tapi juga dari sudut pelaku usaha itu sendiri bahwa
hukum persaingan adalah payung bagi tumbuhnya
industri-industri baru, peningkatan kualitas pasar, dan
pada akhirnya percepatan pertumbuhan ekonomi, tidak
hanya bagi negara, tapi juga pelaku usaha itu sendiri.
Maka dari itu penegakan hukum persaingan usaha
adalah mutlak.
(KPPU) sebagai sebuah lembaga penegakan hukum
(persaingan) independen di luar pengadilan lahir untuk
menjawab amanat Undang - Undang No.5 Tahun 1999
yaitu melakukan pengawasan persaingan usaha dan

(UU No. 7/2014).Undang-Undang tersebut juga


menganut prinsip persaingan usaha yang
sehat.Hal tersebut terdapat dalam Pasal 10
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 yang
menyebutkan bahwa pelaku usaha distribusi
melakukan distribusi barang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan serta
etika ekonomi dan bisnis dalam rangka tertib
usaha. Dalam penjelasan pasal 10 Undang-Undang
Perdagangan dijelaskan yang dimaksud etika
ekonomi dan bisnis adalah agar prinsip dan
perilaku ekonomi dan bisnis oleh pelaku usaha
distribusi dapat melahirkan kondisi dan realitas
ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur dan
berkeadilan, serta mendorong berkembangnya
etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi, dan
kemampuan saing guna terciptanya suasana
kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang
berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan
secara berkesinambungan. Dengan penjelasan
tersebut, maka Undang-Undang No. 7 Tahun 2014
menguatkan kewajiban bagi pelaku usaha untuk

Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang pada bagian
sebelumnya, maka timbul isu hukum yang akan di
bahas adalah sebagai berikut :
1.Hukum Persaingan Usaha Dalam Kerangka
Regulasi dan
Praktek di Indonesia
2.Analisa pertimbangan hukum Majelis Komisi
dalam
Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-L/2004tentang
Dugaan
Persekongkolan Pengadaan Tinta Sidik Jari
Pemilu
Legislatif Tahun 2004

Metode Penulisan
Adapun penulisan didalam makalah ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute
aproach), pendekatan konsepsual (conceptual approach) dan pendekatan kasus ( case
approach). Pendekatan Undang-Undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah
peraturan baik yang berlaku secara nasional. Jadi penulisan didalam makalah ini
menitikberatkan pada peraturan yang terkait dengan larangan praktek didalam persaingan
usaha yakni persekongkolan.
Pendekatan konsepsual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan
dokrin-dokrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Jadi di dalam makalah ini menggunakan
berbagai prinsip dan teori hukum yang berkaitan dengan larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat menjadi landasan didalam membangun argumentasi.
Pendekatan kasus (case approach) adalah pendekatan dimana dalam kasus tertentu akan
dianalisa secara mendalam apakah dalam penegakan hukum kasus tersebut telah sesuai
dengan kaidah dan norma hukum yang telah ada atau tidak. Pada makalah ini mengambil
kasus No.08/KPPU-L/2004 tentang kasus dugaan persekongkolan pengadaan tinta sidik jari
pemilu legislatif tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat ( selanjutnya disingkat dengan UU No.5
Tahun1999)
Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Penerapan Pasal I angka 10 Tentang Pasar yang bersangkutan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pasal 19 Huruf d (Praktek Diskriminasi) Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (selanjutnya disingkat dengan Peraturan KPPU No.3 Tahun 2011
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(selanjutnya disingkat dengan Peraturan KPPU 5 Tahun 2011)
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(selanjutnya disingkat dengan Peraturan KPPU 11 Tahun 2011)
Peraturan Menteri BUMN Nomor 5/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan/atau Jasa BUMN (selanjutnya disingkat
dengan Permen BUMN 5 Tahun 2008.
Peraturan Menteri BUMN Nomor 15 Tahun 2012Tentang Perubahan Peraturan
Menteri BUMN Nomor 5/BUMN/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Pembahasan
Dengan adanya implementasi hukum persaingan usaha yang bertujuan untuk
menghindari timbulnya persaingan usaha tidak sehat. Dimana Pasal 1 Angka (6)
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha. Pengertian persaingan usaha tidak sehat
ini dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang
serta penyalahgunaan posisi dominan.
Undang-undang No.5 Tahun 1999 pada dasarnya berisi larangan terhadap perjanjian,
kegiatan posisi dominan, yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang
sehat. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha
melakukan persaingan usaha tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk mempersempit pembahasan masalah didalam makalah ini hanya terbatas
didalam larangan praktek monopoli persaingan usaha yang terdapat didalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 pada passal 1 angka 8 dan bagian keempat pasal 22.
Persekongkolan mempunyai karakteristik tersendiri, karena dalam persekongkolan
(conspiracy/konspirasi) terdapat kerjasama yang melibatkan dua atau lebih pelaku
usaha yang secara bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum.

Secara yuridis pengertian persekongkolan usaha atau conspiracy ini


diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,
yakni sebagai bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar
bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan
adanya perjanjian , tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang
tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.
Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kejasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan
pelaku usaha yang bersekongkol
Jadi secara singkat pengertian persekongkolan adalah suatu bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku usaha yang
bertujuan untuk menguasai pasar untuk kepentingan pribadi
mereka.

larang oleh Undang-Undang No.5 Tahun 1999, yaitu


persekongkolan tender ( Pasal 22), persekongkolan untuk
membocorkan rahasia dagang ( Pasal 23), serta
persekongkolan untuk menghambat perdagangan (Pasal 24).
Sebagai contoh kasus yang diambil didalam penulisan makalah
ini adalah Putusan Perkara Nomor : 08/KPPU-L/2004. Adapun
Kronologis Putusan didalam Perkara Nomor : 08/KPPU-L/2004
tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat selanjutnya disebut UndangUndang Nomor 1999 yang dilakukan oleh :
Konsorsium PT.Mustika Indra Mas (Terlapor I)
Konsorsium PT.Multi Mega Service ( Terlapor II)
Konsorsium PT. Senorotan Perkasa (Terlapor III)
Konsorsium PT.Tricipta Adimandiri (Terlapor IV)
Konsorsium PT.Yanaprima Hastapersada (Terlapor V)
Prof.Dr.Rusadi Kantaprawira,SH, selaku ketua Panitia Pengadaan
Tinta Sidik Jari Pemilu Legislatif Tahun 2004. (Terlapor VI)
Berdasarkan laporan tertulis tanggal 4 Oktober 2004, yang
pada pokoknya menyatakan telah terjadi praktek persaingan
usaha tidak sehat dan persekongkolan dalam pengadaan tinta
sidik jari untuk pemilu tahun 2004 dalam bentuk; pembuatan
Nota Kesepahaman antar pemasok tinta di KPU, penunjukan
perusahaan yang tidak berkemampuan, perubahan harga

dan atau menentukan pemenang tender sehingga


dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat. Berdasarkan fakta-fakta di atas,
Majelis Komisi menemukan fakta-fakta
persekongkolan untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang pada tender pengadaan
tinta sidik jari Pemilu Legislatif Tahun 2004 sebagai
berikut:
Panitia meluluskan Terlapor I meskipun tidak
memiliki API
Panitia membagi 4 (empat) zona dan menunjuk 4
(empat) pemenang tanpa alasan yang jelas.
Pengajuan penawaran dilakukan sebanyak 2
(dua) kali dengan merubah harga yaitu dengan
cara ; merinci harga sesuai dengan zona oleh 3
(tiga) perusahaan yaitu Terlapor VII, Terlapor VIII
dan Terlapor IX dan menyesuaikan harga sesuai
dengan plafon
Panitia melakukan penyesuaian harga dengan

Pembuatan nota kesepahaman oleh 5 (lima) peserta yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV dan Terlapor V dalam melaksanakan proyek pengadaan tinta yang menjadi
bagian pemenang dari Terlapor I dan membagi keuntungan; Kesepakatan diantara 5 (lima)
peserta untuk memberikan uang tanda terima kasih sebesar Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta Rupiah) kepada KPU dan kesepakatan diantara 8 (delapan) peserta untuk
membiayai kunjungan ke India.
Bahwa terhadap Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VII,
Terlapor VIII, Terlapor IX dan Terlapor X, Majelis Komisi menilai yang bersangkutan
merupakan pelaku-pelaku persekongkolan yang telah merugikan negara sehingga patut
untuk dikenai ganti rugi dan atau denda.Bahwa denda yang dikenakan kepada Terlapor
I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor X dibebankan kepada
perusahaan dan orang-orang yang terlibat dan atau turut terlibat dan atau menikmati
keuntungan hasil persekongkolan tersebut yaitu Lo Kim Muk, John Manurung, Hilmi
Rahman, Welly Sahat, Makmur Boy, Jackson Andree W. Kumaat, Nucke Indrawan, Musab
Mochammad, Melina Alaydroes dan Yulinda Juniarty.Bahwa ganti rugi yang dikenakan
kepada Terlapor VII, Terlapor VIII, dan Terlapor IX adalah sebesar nilai kerugian negara
Rp 2.159.233.800,00 (dua milyar seratus lima puluh sembilan juta dua ratus tiga puluh tiga
ribu delapan ratus Rupiah) dibagi rata untuk masing-masing Terlapor dimaksud.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan di atas, dan


mengingat ketentuan Pasal 43 ayat (3) dan Pasal 47 Undang-undang
Nomor 5Tahun 1999, Majelis Komisi memutuskan :
Menghukum Terlapor I Konsorsium PT Mustika Indra Mas, Terlapor
II Konsorsium PT Multi Mega Service, Terlapor III Konsorsium PT Senorotan
Perkasa, Terlapor IV Konsorsium PT Tricipta Adimandiri, Terlapor V
Konsorsium PT Yanaprima Hastapersada dan Terlapor X PT Nugraha Karya.
Oshinda secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar Rupiah) yang harus disetorkan ke
Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak
Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda
No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode
penerimaan1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak
dibacakannya putusan ini.
Menghukum Terlapor VII Konsorsium PT Fulcomas Jaya untuk membayar
ganti rugi sebesar Rp. 719.744.600,00 (tujuh ratus sembilan belas juta
tujuh ratus empat puluh empat ribu enam ratus Rupiah) yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak
Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H.
Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak
dibacakannya putusan ini.

belas juta tujuh ratus empat puluh empat ribu enam ratus Rupiah) yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak
Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda
No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak dibacakannya putusan ini.
Menghukum Terlapor IX Konsorsium PT Lina Permai Sakti untuk membayar ganti
rugi sebesar Rp. 719.744.600,00 (tujuh ratus sembilan belas juta tujuh ratus
empat puluh empat ribu enam ratus Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas
Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen
Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Negara (KPPN)
Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh
hari) sejak dibacakannya putusan ini.
Menghukum Lo Kim Muk, John Manurung, Welly Sahat, Hilmy Rahman,
Makmur Boy, Jackson Andree W. Kumaat, Nucke Indrawan, Musab
Muhammad, Melina Alaydroes dan Yulinda Juniarty dalam bentuk larangan
untuk mengikuti dan atau terlibat dalam kegiatan pengadaan barang dan atau
jasa di KPU maupun KPUD selama 2 (dua) tahun sejak dibacakannya putusan
ini.
Menyarankan kepada atasan dan instansi penyidik untuk melakukan tindakan
dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H. dan
R.M. Purba sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Putusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Musyawarah Majelis Komisi pada
hari Kamis tanggal 30 Juni 2005 dan dibacakan dimuka persidangan yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 11 Juli 2005 oleh
anggota Majelis Komisi, Soy Martua Pardede, S.E., sebagai Ketua Majelis, Ir. H.

PENUTUP
Kesimpulan
Menurut bukunya Dr. Andi Lubis, dkk, terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang di larang oleh UndangUndang No.5 Tahun 1999, yaitu persekongkolan tender ( Pasal 22), persekongkolan untuk membocorkan rahasia dagang
( Pasal 23), serta persekongkolan untuk menghambat perdagangan (Pasal 24), sebagai berikut ;
Persekongkolan Tender ( Pasal 22)
Dalam memori penjelasan Pasal 22 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, tender adalah tawaran mengajukan sebuah harga
untuk memborong suatu pekerjaan , maupun untuk pengadaan barang-barang atau untuk menyediakan jasa-jasa tertentu.
Berdasarkan pada pengertian tersebut , maka cakupan tawaran pengajuan harga dalam tender meliputi : (1)
memborong/melaksanakan suatu pekerjaan tertentu, (2) Pengadaan barang atau jasa(3) membeli barang dan atau jasa,
serta (4) menjual barang atau jasa.
Persekongkolan untuk membocorkan rahasia dagang/ Perusahaan ( Pasal 23)
Pasal 23 UU No.5 Tahun 1999 menyebutkan, bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pengertian rahasia dagang dikemukakan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa
rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai
ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Persekongkolan Menghambat Perdagangan ( Pasal 24)

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha dilarang untuk
bersekongkol dengan pihak lain untuk :
Menghambat pelaku usaha pesaing dalam memproduksi,
Menghambat pemasaran , atau memproduksi dan memasarkan barang, jasa,
atau barang dan jasa dengan maksud agar barang , jasa, atau barang dan
jasa yang ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkutan menjadi berkurang
atau menurun kualitasnya,
Bertujuan untuk memperlambat waktu proses produksi, pemasaran, atau
produksi dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan jasa yang
sebelumnya sudah dipersyaratkan, serta
Kegiatan persekongkolan seperti ini dapat menimbulkan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Dugaan pelanggaran ketentuan dalam Undang - UndangNo. 5 Tahun 1999
yang dilakukan oleh ; Konsorsium PT. Mustika Indra Mas, Konsorsium PT.Multi
Mega Service, Konsorsium PT. Senorotan Perkasa, Konsorsium PT. Tricipta Adi
Mandiri, Konsorsium PT.Yanaprima Hasta Persada, Prof.Dr.Rusadi
Kantaprawira, SH dimana selaku Ketua Panitia Pengadaan Tinta Sidik Jari
Pemilu Legislatif Tahun 2004, Konsorsium PT.Fulcomas Jaya, Konsorsium
PT.Wahgo Internasional Corporation, Konsorsium PT.Lina Permai Sakti, dan PT.
Nugraha Karya Oshida., dalam putusan perkara KPPU nomor 08/KPPU-L/2014
pelanggaran yang dilanggar adalah pada pasal 22 undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 menyatakan Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak
lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat

pelanggaran pasal tersebut mengenai persekongkolan yakni ;


Panitia meluluskan terlapor I meskipun tidak memiliki API
Panitia membagi empat zona dan menunjuk empat pemenang
tanpa alasan yang jelas
Pengajuan penawaran dilakukan sebanyak dua kali dengan
merubah harga yaitu dengan cara; merinci harga sesuai dengan
zona oleh tiga perusahaan yakni Terlapor VII, Terlapor VIII dan
Terlapor IX dan menyesuaikan harga sesuai dengan plafon
Panitia melakukan penyesuaian harga dengan harga rata-rata untuk
empat pemenang yang masing-masing mendapat bagian disetiap
empat zona
Adanya pembuatan nota kesepahaman oleh Lima peserta tender
untuk memberikan uang tanda terima kasih sebesar
Rp.400.000.000,- ( Empat Ratus Juta Rupiah) kepada KPU dan
kesepakatan diantara delapan peserta tender untuk membiayai
kunjungan ke India.
Total kerugian yang diderita oleh negara sebesar
Rp.2.159.233.800,00 (Dua Milyar Seratus Lima Puluh Sembilan Ribu
Dua Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Delapan Ratus Rupiah)
Majelis Komisi dalam putusan perkara KPPU nomor 08/KPPU-L/2014
telah menerapkan Undang Undang No.5 Tahun 1999 maupun
peraturan lainnya yang terkait dengan perkara yang diputus secara

Saran
KPPU didalam membentuk tim pemeriksaan
seyogyanya tidak menggunakan tim yang sama juga
didalam pemeriksaan lanjutan, minimal di dalam
keanggotaannya ada yang berubah.

Terima Kasih

Вам также может понравиться