Вы находитесь на странице: 1из 8

Flow Cytometry

A. Flow Cytometry
1. Sejarah perkembangan flow cytometry
Pada 1934, Moldavan pertama kali memperkenalkan alat hitung sel darah otomatik
dengan metode flow through. Kemudian, pada 1950 dikomersialkan alat dengan metode
impedansi, tetapi masih menggunakan pengenceran bahan di luar alat. Sepuluh tahun
kemudian, pengenceran tidak dilakukan di luar alat, tapi secara otomatis.
Pada 1953, Crossland and Taylor memperkenalkan teknik penghitungan sel darah, di mana
sel dialirkan dalam saluran tunggal, menggunakan bahan cair sebagai laminar sheat flow, dan
sel diperiksa dengan metode pendar cahaya.
Pada 1965, diperkenalkan pengukuran sel dengan pendar cahaya yang ditangkap oleh
detektor di lebih dari satu sudut dan menggunakan sinar dengan intensitas kuat, yaitu sinar
laser. Sinar ini oleh sel itu dapat dipantulkan, dibias, bahkan tembus ke dalam sel, sehingga
dapat mendeteksi intrasel.
Metode flow cytometry terus berkembang dengan perkembangan elektrik komputer dan
reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan
metode flow cytometrymenggunakan label fluoresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel,
juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraselular, struktur intra sitoplasmik,
dan inti sel.
2. Definisi dan prinsip kerja flow cytometry
Flow cytometry adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan sifat-sifat sel (cyto) yang
dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit yang ditembus oleh seberkas sinar
laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat
oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel maupun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan
satu atau lebih probe. Oleh karena itu, instrumen dapat mengidentifikasi setiap jenis aktivitas
sel dan menghitung jumlah masih-masing dalam suatu populasi campuran.
Setiap sel yang melewati berkas sinar laser akan menyebabkan sinar laser terpencar
(scattered) ke dua arah, yaitu forward scatter (FSC) yang pararel dengan arah sinar dan side
scatter (SSC) yang arahnya tegak lurus pada arah sinar laser. Besarnya FSC berbanding lurus
dengan atau menggambarkan volume atau ukuran sel. Sel yang mati (walaupun penampakan
mikroskopis sebaliknya), terlihat lebih kecil dibanding sel hidup. Sel darah merah juga

berbeda dengan sebenarnya, umumnya lebih kecil dari semua sel darah. Adapun SSC
ditentukan oleh morfologi dan emisi sinar fluoresen yang dipancarkan oleh fluorokrom yang
digunakan untuk mewarnai sel. Sinyal-sinyal itu dikonversikan menjadi angka digital dan
diperlihatkan pada suatu histogram yang dapat dianalisis untuk memperoleh informasi
tentang karakteristik sel bersangkutan.
Gambar 1. Pancaran sinar laser saat sel melewati berkas sinar laser

Untuk identifikasi antigen, dapat digunakan berbagai zat pewarna fluorokrom. Fluorokrom
merupakan suatu senyawa fluoresein yang dapat berpendar saat mengalami eksitasi oleh sinar
dengan panjang gelombang tertentu. Berikut beberapa fluorokrom yang sering digunakan
dalam flow cytometry, yaitu fluorescein isothyocyanate (FITC) yang memancarkan sinar
hijau-kuning dengan emisi 519 nm, 4,6-Diamidino 2-Phenylinidole (DAPI) dengan
emisi 455 nm, propidium iodide (PI) dengan emisi 617 nm dan phycoeritrin (PE) yang
memancarkan sinar merah-orange dengan emisi 578 nm.
3. Kegunaan flow cytometry
Flow cytometry merupakan sebuah metode yang secara luas digunakan untuk meneliti
ekspresi permukaan sel dan molekul sellular, menggolongkan dan mendeskripsikan tipe sel
yang berbeda dalam populasi sel yang heterogen, menaksirkan kemurnian subpopulasi yang
terisolasi, dan menganalisis ukuran dan jumlah sel.
Flow cytometry dengan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FACS) memiliki
aplikasi dalam sejumlah bidang, termasuk biologi molekuler, patologi, imunologi, biologi
tanaman, dan biologi kelautan. Beberapa di antaranya, meliputi:
a.

Analisis dan pemisahan subpopulasi limfosit dengan menggunakan antibodi monoklonal

terhadap antigen permukaan yang diberi label dengan zat warna fluorokrom.
b. Pemisahan limfosit yang memproduksi berbagai kelas imunoglobulin dengan
menggunakan antibodimonoklonal terhadap kelas dan subkelas Ig spesifik dan tipe L-chain.
c.

Memisahkan sel hidup dari sel mati.

d. Analisis kinetik atau siklus sel dan kandungan DNA atau RNA.
B.

Flow Cytometer

Flow cytometer merupakan salah satu instrumen yang menggunakan metode flow cytometry.
Alat tersebut memiliki kemudahan serta keunggulan dibanding dengan cara konvensional.
Selain dapat mengukur berbagai macam karakteristik sel dalam waktu yang cepat secara
simultan, teknologi ini juga memiliki ketepatan dan ketelitian yang tinggi.

Flow cytometer pada dasarnya adalah mikroskop yang dilengkapi dengan komponen yang
berfungsi untuk melalukan individu sel secara sekuensial melalui berkas cahaya (laser) yang
akan dianalisis. Komponen penyusunnya terdiri atas tiga sistem, yaitu fluida, optik, dan
elektronik.
1. Sistem fluida
Gambar 2. Cara kerja sistem fluida
Sistem fluida mengarahkan sel melalui cahaya (laser) untuk dianalisis, terdiri darisheath
fluid dan central

channel. Tenaga

hidrodinamik mengakibatkan

sel

satu

per

satu

melewati central channel. Fluida merupakan bagian yang paling sensitif pada flow cytometer.
Jika terjadi kesalahan, semuanya akan salah dan fatal. Masalahnya sebagai berikut:
a.

Clogs, celah pada aliran larutan sangat kecil.

b. Gelembung udara, akan mengganngu aliran dan yang akan diinterpretasikan sebagai sel.
c.

Leaks, kurangnya tekanan udara dalam sistem akan mengganggu aliran selular dan akan

memengaruhi hasil.
d. Errors, yang paling umum memengaruhi fluida adalah:
-

Clumps of cells. Hal ini akan clog mesin dan berakibat kesulitan utama dan

headaches. Kejadian ini dapat diatasi dengan pre-filtrasi populasi sel tidak lebih besar dari
50 um filter.
-

Konsentrasi sel yang tidak sesuai. Semua larutan memiliki proporsi partikel debu yang

rendah. Suatu flow rate yang lebih besar sekitar 4.000 sel/sekon meningkatkan resiko pada
pengukuran multiple cellsecara simultan.
2. Sistem optik
Sistem optik terdiri atas laser sebagai sumber cahaya dan mengeksitasi (fluorokrom) sel
dalam aliran sampel, serta filter optik untuk mengarahkan sinyal cahaya yang dihasilkan ke
detektor yang sesuai.
Alasan penggunaan laser, karena kemampuannya untuk difokuskan menjadi berkas cahaya
elliptis. Ini terkait dengan komponen-komponen fluida terkait. Laser memancarkan cahaya
koheren dan merupakan berkas sangat pararel. Hal ini memungkinkan dasar pengukuran
yang berbasis pada gangguan berkas (beam disturbance) dapat dilakukan (forward scatter,
side scatter). Penggunaan berkas terfokus yang elliptis dapat menghasilkan hanya cahaya
fluoresensi dari single cell(size dependent) yang dapat diukur setiap saat.
Pengukuran sel pada flow cytometer menggunakan prinsip pendar cahaya (light scattering).
Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu aliran melewati celah di mana

berkas cahaya difokuskan ke sel (sensing area). Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan
dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan
pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel. satu
detektor diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (FSC), beberapa diletakkan dengan
membentuk sudut (SSC), dan detektor fluoresen. FSC berkorelasi dengan volume atau ukuran
sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam partikel, seperti ukuran
nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran plasma.
Deteksi sinyal dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi photomultiplier (cathode-ray)
dan rangkaian elektronika. Sinyal yang dibangkitkan oleh setiap sel pada dasarnya
merupakan oscilloscope trace. Dengan melakukan integrasi sinyal ini, akan dihasilkan suatu
nilai numerik bagi fluoresensi maupun nilai SSC.
3. Sistem elektronik
Sistem elektronik berfungsi untuk mendeteksi cahaya dan mengubahnya ke bentuk sinyal
digital. Data yang dihasilkan oleh flow cytometer dapat diplot dalam satu dimensi, untuk
menghasilkan histogram atau dalam dua dimensi plot titik, atau bahkan dalam tiga dimensi.
Plot sering dibuat pada skala logaritmik, karena emisi pewarna fluoresen yang berbeda. Data
akumulasi menggunakan flow cytometer dapat dianalisis menggunakan perangkat lunak
komputer, seperti WinMDI Flowjo, FCS Ekspres, VenturiOne, CellQuest Pro, atau Cytospec.
Gambar 3. Grafik representasi data flow cytometry

C. Aplikasi Flow Cytometry dengan Flow Cytometer FACS Calibur


1. Analisis DNA (Pengukuran kinetik sel )
Pengukuran kinetik pertumbuhan sel diperlukan untuk menentukan prognosis kanker,
mengetahui dinamika sel T pada infeksi HIV, dan sebagainya. Kinetik sel dapat dipelajari
dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengukur indeks proliferasi. Pengukuran
indeks proliferasi sel dapat dilakukan dengan menentukan proporsi atau fraksi sel dalam faseS (yaitu: suatu fraksi dari populasi sel total dalam siklus sel) dan mengukur kandungan DNA.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode flow cytometry. Prinsip metode ini
adalah mengukur emisi fluoresen fluorokrom yang terikat pada DNA dalam sel apabila sel itu
dilewatkan berkas sinar dengan panjang gelombang yang sesuai (laser). Zat warna
fluorokrom dapat mengikat DNA secara stokiometris. Pengikatan zat warna fluorokrom pada
DNA dapat memberikan informasi tentang kandungan DNA total dan fraksi sel yang berada
pada siklus sel secara cepat, akurat, dan praktis. Fluorokrom yang digunakan untuk

kuantifikasi DNA adalah propidium iodide (PI) dan ethidium bromida. Interkalasi fluorokrom
ini di antara pasangan basa dsDNA atau RNA menghasilkan suatu kompleks dengan
fluoresensi efisien yang dapat dideteksi dengan sinar laser dengan kekuatan relatif rendah.
Kandungan DNA relatif (status ploidi) dari satu populasi sel dinyatakan dengan indeks DNA
dalam fraksi Go/G1 populasi sel bersangkutan dibandingkan terhadap populasi sel kontrol
diploidi. Indeks DNA populasi sel normal ploidi adalah 1.0. Sel ganas, walaupun tidak selalu,
biasanya menunjukkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) dan pada histogram, populasi
abnormal akan menunjukkan puncak ekstra (hiperdiploidi). Fraksi sel yang berada pada fase
Go/G1, S dan G2M dapat dihitung dari distribusi DNA.
2. Analisis DNA (Analisa status ploidi tanaman)
Analisa ploidi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan flow cytometry. Sampel dapat
berupa jaringan daun tanaman yang kemudian dilisiskan dalam larutan buffer pelisis dan
DAPI (4,6-diamidino-2-phenylindole). Selanjutnya larutan difiltrasi untuk memisahkan
debris. Filtrat kemudian dideteksi kandungan DNA-nya dengan flow cytometry. Ploidi dari
tanaman ditentukan dengan mengamati peak atau puncak yang ditunjukkan pada layar
monitor.
3. Uji fungsi neutrofil
Uji fungsi neutrofil merupakan parameter penting dalam menganalisis respon imun seluler
nonspesifik. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara uji fagositosis partikel bakteri dan uji
aktivitasphagocyte respiratory burst menggunakan metode flow cytometry. Prinsip uji
fagositosis adalah menganalisis jumlah neutrofil yang mengandung bakteri berlabel yang
dibubuhkan.
Pengukuran fungsi fagositosis dan respiratory burst secara simultan dapat dilakukan
menggunakan darah yang diinkubasi dengan kumanStafilococcus aureus atau E coli yang
telah diberi label fluorescein FITC selama waktu tertentu (biasanya 60 menit) guna
menganalisis proporsi sel yang berisi bakteri. Fungsi respiratory burst dievaluasi dengan
mengukur banyaknya ethidium bromide (EB) berfluoresensi merah yang dihasilkan oleh
oksidasi hidroethidin yang terjadi akibat dibentuknya produk oksidatif oleh PMN atas
rangsangan bakteri yang difagositosis. Jadi, yang diukur oleh flow cytometer adalah proporsi
sel yang berisi bakteri yang berfluoresensi hijau dan intensitas fluoresensi merah yang
dihasilkan EB dalam sel PMN bersangkutan. Fluorokrom yang dapat digunakan, antara lain
propidium

iodide

yang

berfluoresensi

merah

untuk

melabel

Stafilococcus

dan

dihidrorhodamine 123 yang akan berubah menjadi rhodamine 123 yang berfluoresensi hijau
setelah dioksidasi.

4. Monitoring penderita terinfeksi virus HIV (Pengukuran limfosit T)


Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa dilakukan dengan metode flow cytometry.
Pemeriksaan menggunakan flow cytometer yang berbasis flow cytometry merupakan
pemeriksaan yang paling baik untuk limfosit T helper/inducer (CD4 +) atau limfosit T
supressor/cytotoxic (CD8+).
Virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD4 +. Limposit yang
terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh sistem imun
selular. Pada infeksi HIV yang progresif, jumlah CD4+ dan limposit T menurun. Jumlah
absolut CD4+ merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat,
dan monitoring progresivitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV.
Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan laboratorium untuk monitoring penyakit.
Besarnya berbanding terbalik dengan jumlah CD4+. Jadi, jumlah CD4+ dan jumlah virus
secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan
diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV.
Nilai normal limfosit T
Dewasa:
-

Limfosit T CD4 absolut

:lebih besar dari 500/cmm3

Limfosit T CD4 %

:lebih besar dari 25%

Bayi 12 bulan:
-

Limfosit T CD4 absolut

:lebih besar dari 1.500/cmm3

Limfosit T CD4 %

:lebih besar dari 25%

Anak-anak 1-5 tahun:


-

Limfosit T CD4 absolut

:lebih besar dari 1.000/cmm3

Limfosit T CD4 %

:lebih besar dari 25%

Contoh pemeriksaan laboratorium


a.

Persiapan sampel : 3 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung vakum K 3EDTA dan

ditutup rapat (pada suhu kamar, sampel stabil <30 jam). Jika tidak langsung digunakan, dapat
disimpan terlebih dahulu dalam styrofoam. Pada penyimpanan lebih dari 48 jam sampel
darah dapat membeku (hemolisis).
b. Memasukkan 20 L reagen BD Trites CD3/CD4/CD45 dan 50 L sampel darah ke dalam
tabung BD Trucount. Tabung BD Trucount berisi lycophilized pellet yang akan
melepaskan fluorescent beads yang diketahui jumlahnya apabila ke dalam tabung
ditambahkan reagen monoklonal antibodi dan darah EDTA, gunanya adalah untuk

menghitung jumlah absolut leukosit. Reagen BD Tritest CD3/CD4/CD45 terdiri dari


CD4+ FITC/ CD8+ PE/ CD3+ per CP. Reagen tersebut merupakan reagen imunofluoresen tiga
warna untuk identifikasi absolut limfosit T CD4, limfosit T CD3 +CD4+, dan limfosit T
CD3+ CD8+.
c.

Campuran tersebut di-vortex dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar (di tempat

gelap).
d. Menambahkan 450 L lysing solution ke dalam campuran, kemudian di-vortex dan
diinkubasi kembali selama 15 menit pada suhu kamar.
e.

Dibaca dengan flow cytometer FACS Calibur.

Referensi
Anonim. Introduction to Flow Cytometry, diakses dari http://www.abcam.com.
Koeswardani, Boentoro, dan Budiman. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi Alat Hitung Sel
Darah Technicon H-1 dan H-3, diakses darihttp://www.tempo.co.id.
Kresno, S. B. 2003. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
Ormerod, M. G., 1998. Flow Cytometry: A Practical Approach. Edisi kedua. IRL Press
Http://lemlit.uhamka. ac.id

Diposkan oleh nurul hidayati di 06.50

PRODIA
Keakuratan hasil merupakan hal utama yang diberikan Laboratorium Klinik Prodia kepada
para pelanggan, untuk itulah Prodia selalu mengusahakan yang terbaik dalam
pengerjaan sampel, khususnya pemilihan metode pemeriksaan. Berikut metode-metode
pemeriksaan yang digunakan Laboratorium Klinik Prodia untuk mendapatkan hasil yang
akurat.
1. Pemeriksaan Kimia, menggunakan metode Enzimatik, Kolorimetri, Immunoturbidimetri.
2. Pemeriksaan Immunologi, menggunakan metode Enzyme Linked Immunoassay
(ELISA), Chemiluminescence Immunoassay, Fluorescent Assay, Nephelometry, Lateral
Flow Immunochromatographic Assays (rapid test), Agglutination, Immuno Fluorescent
(mikroskopik).

3. Pemeriksaan Hematologi, menggunakan metode Flow Cytometry.


4. Pemeriksaan Sedimen Urin, menggunakan Flow Cytometry dan Mikroskopik.
5. Pemeriksaan Papsmear, menggunakan metode Liquid Based Cytology.
6. Pemeriksaan Mikrobiologi, menggunakan metode Kultur Resistensi
7. Diagnostik Molekuler, menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Hybrid
Capture, PCR-RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), Real Time PCR,
Hybridization, Induced Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICPMS), High Performance
Liquid Chromatography (HPLC).
Umumnya setiap jenis pemeriksaan memang menggunakan metode yang berbeda.
Namun, terdapat beberapa metode pemeriksaan yang digunakan untuk lebih dari satu
jenis Pemeriksaan.
Di samping itu, terdapat beberapa pemeriksaan yang menggunakan metode khusus atau
dengan kata lain pemeriksaan tersebut tidak dapat menggunakan metode umum.
Pemeriksaan tersebut, yakni pemeriksaan trace element (logam) menggunakan metode
ICP MS, pemeriksaan HbA1c menggunakan metode HPLC, pemeriksaan HPV DNA dengan
metode Hybrid Capture, pemeriksaan HCV Genotyping dengan Line Probe Hybridization,
dan pemeriksaan Anti Nuclear Antibody menggunakan metode Imuno Fluorecsent
(mikroskopik).
Meski demikian, metode-metode yang digunakan akan berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi, sehingga penggantian metode akan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan.
Dari sekian banyak metode yang digunakan, Laboratorium Klinik Prodia memiliki satu
metode pemeriksaan yang menjadi unggulan. Metode ini menjadi unggulan karena
hanya Laboratorium Klinik Prodia dipercaya untuk menggunakannya. Metode tersebut
adalah ICP MS. Metode pemeriksaan ini digunakan dalam diagnostic molekuler. Sebagai
laboratorium klinik yang sangat menjunjung keakuratan hasil, untuk itulah Laboratorium
Klinik Prodia akan selalu berinovasi dan mengembangkan segala aspek yang
berpengaruh kepada hasil, khususnya metode pemeriksaan. Karena yang terbaik hanya
untuk Anda.

Вам также может понравиться