Вы находитесь на странице: 1из 38

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-1

BAB III
TINJAUAN PERENCANAAN

3.
3.1. Umum
Perencanaan diartikan sebagai suatu tahapan awal dari suatu
pekerjaan. Hasil perencanaan merupakan produk yang didukung oleh
peraturan atau ketentuan yang sah, yang dapat dipertanggung jawabkan
secara teknis maupun secara hukum. Perencanaan perkerasan jalan
untuk Jalan pada proyek ini menggunakan metode Bina Marga yang
berdasar

pada

Manual

Desain

Perkerasan

Jalan

No.

02/M/BM/2013 yang dilakukan sesuai kebutuhan berdasarkan kondisi


jalan eksisting pada masing-masing lokasi.
Perencanaan juga digunakan sebagai alat untuk mengukur
pelaksanaan proyek perencanaan kegiatan ini diperlukan untuk
menghemat waktu, biaya dan tenaga tanpa mengabaikan syarat kekuatan
kontruksi itu sendiri. Kenyataan dilapangan seringkali berbeda dengan
desain yang direncanakan. Sehingga diperlukan pengalaman kerja di
lapangan yang diharapkan dapat menunjang dalam menghadapi
permasalahan yang akan timbul dilapangan. Perancangan dan persiapan
yang matang sebelum pelaksanaan kegiatan merupakan tindakan
antisipasi dini di dalam mengatasi permasalahan yang kerap muncul di
lapangan.
Prinsip-prinsip pokok yang dipakai sebgai pertimbangan dalam
perencanaan suatu proyek konstruksi jalan adalah :
a. Kekuatan struktur jalan yang mampu menahan beban lalu
lintas yang direncanakan.
b. Biaya dan dana yang seefisien mungkin.
c. Keamanan jalan selama masa pelaksanaan kegiatan dan
keamananan bagi pengguna jalan.
Pemeliharaan jalan setelah kegiatan selesai agar umur rencana
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-2

jalan tersebut tercapai.


Tahap-tahap perencanaan pembangunan suatu proyek adalah
sebagai berikut :
a. Tahap Pra-Perencanaan
Tahapan ini terdiri dari gambar-gambar sketsa atau
merupakan outline dari bangunan berikut dengan perkiraan
biaya proyek. Gambar-gambar tersebut dikembangkan lebih
rinci lagi untuk dapat dipakai sebagai dasar pembahasan
berikutnya.
b. Tahap Perencanaan
Tahap ini terdiri dari uraian lanjutan dari gambar-gambar
yang dikembangkan lagi, gambar dasar dengan skala yang
lebih besar. Gambar-gambar ini dikembangkan lagi menjadi
gambar-gambar detail yang dilengkapi dengan urutan kerja dan
syarat-syarat serta perhitungan anggaran bangunan.
c. Pembuatan Gambar-Gambar Detail
Merupakan gambar detail yang menjelaskan secara rinci
pekerjaan konstruksi disamping sebagai dasar pelaksanaan
juga dipakai sebagai dokumen lelang. Gambar-gambar detail
ini dibuat oleh konsultan perencana.
d. Pembuatan Uraian Kerja dan Syarat-Syarat
Uraian kerja dan syarat-syarat ini mencangkup semua aspek
antara lain material, peralatan,tenaga kerja maupun mutu dari
pekerjaan.
e. Perhitungan Anggaran Biaya
Anggaran biaya merupakan perhitungan banyaknya biaya
yang dibutuhkan untuk bahan, upah, dan biaya lain yang
berhubungan dengan proyek.
3.2. Metode Perencanaan Perkerasan Kaku
Solusi penggunaan perkerasan kaku umumnya lebih tepat biaya
pada volume lalu lintas lebih dari 30 juta ESA.Kehati-hatian sangat
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-3

dibutuhkan untuk desain perkerasan kaku diatas tanah lunak atau daerah
lainnya dengan potensi pergerakan tidak seragam. Untuk daerah
tersebut, perkerasan lentur akan lebih murah akibat adanya biaya
penanganan dengan pondasi jalan yang tebal dan biaya penulangan.
Perkerasan kaku umumnya lebih murah daripada perkerasan
lentur pada volume lalu lintas lebih dari 30 juta ESA. Beberapa
keuntungan dari perkerasan kaku adalah :
1. Struktur perkerasan lebih tipis kecuali untuk area tanah lunak
yang
membutuhkan struktur pondasi jalan lebih besar daripada
perkerasan kaku
2. Pekerjaan konstruksi dan pengendalian mutu yang lebih mudah
untuk daerah perkotaan yang tertutup termasuk jalan dengan
lalu lintas rendah.
3. Biaya pemeliharaan lebih rendah jika dilaksanakan dengan
baik : keuntungan signifikan untuk area perkotaan dengan
Lintas Harian Rata-rata ahunan (LHRT) tinggi.
4. Pembuatan campuran yang lebih mudah (contoh, tidak perlu
pencucian pasir).
Kerugiannya antara lain :
1. Biaya lebih tinggi untuk jalan dengan lalu lintas rendah
2. Rentan terhadap retak jika dilaksanakan diatas tanah asli yang
lunak
3. Umumnya memiliki kenyamanan berkendara yang lebih
rendah.
Oleh karena itu, perkerasan kaku seharusnya digunakan untuk
jalan dengan beban lalu lintas tinggi.
Standar dan peraturan-peraturan :
a. Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013
b. Spesifikasi teknis jalan jembatan Bina Marga revisi 2 tahun
2012.
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-4

c. Spesifikasi khusus interim perkerasan beton semen untuk


pembukaan lalu lintas lebih awal (fast track).
d. Austroads, Pavement Design, A Guide to the Structural Design
of Pavements, 2008 Astho Guide for Design of Pavement
Structure,1993
3.2.1.

Perencanaan Tebal Perkerasan


Desain perkerasan berpedoman kepada Manual Desain Perkerasan

Jalan No. 02/M/BM/2013 dengan penajaman pada aspek - aspek sebagai


berikut:
a. Penentuan umur rencana;
b. Penerapan minimalisasi discounted lifecycle cost;
c. Pertimbangan kepraktisan pelaksanaan konstruksi;
d. Penggunaan material yang efisien.
3.2.2.
3.2.2.1.

Analisis Lalu Lintas


Analisis Volume Lalu Lintas
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk

keperluan desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :


1. Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam.
Pelaksanaan survey agar mengacu pada Pedoman Survei
Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual Pd T-19-2004-B
atau dapat menggunakan peralatan dengan pendekatan yang
sama.
2. Hasil hasil survey lalu lintas sebelumnya.
Dalam analisis lalu lintas, terutama untuk penentuan volume lalu
lintas pada jam sibuk dan lintas harian rata rata tahunan (LHRT) agar
mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). LHRT yang
dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor,
ditambah 30% jumlah sepeda motor.
Sangat penting untuk memperkirakan volume lalu lintas yang
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-5

realistis.Terdapat kecenderungan secara historis untuk menaikkan data


lalu lintas untuk meningkatkan justifikasi ekonomi. Hal ini tidak boleh
dilakukan untuk kebutuhan apapun.desainer harus membuat survey
cepat secara independen untuk memverifikasi data lalu lintas jika
terdapat keraguan terhadap data.
3.2.2.2.

Jenis Kendaraan
Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan di dalam Tabel 3.1.Dalam

melakukan survey lalu lintas harus menggunakan pembagian jenis


kendaraan dan muatannya seperti yang tertulis di dalam tabel tersebut.
3.2.2.3.

Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data data

pertumbuhan

historis

atau

formulasi

korelasi

dengan

faktor

pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada Tabel 3.1
digunakan sebagai nilai minimum.
Tabel 3.1 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana


dihitung sebagai berikut:

Dimana
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tah
UR = umur rencana (tahun)
3.2.2.4.

Pengaruh Alihan Lalu Lintas (Traffic Diversion)


Untuk analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus

diperhatikan faktor alihan lalu lintas yang didasarkan pada analisis


secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-6

kapasitas ruas jalan yang ada atau pembangunan ruas jalan baru dalam
jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalu lintas dan
beban terhadap ruas jalan yang didesain.
3.2.2.5.

Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur


Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus)

ditetapkan dalam Tabel 3.2.Beban desain pada setiap lajur tidak boleh
melampaui

kapasitas

rencana.Kapasitas

lajur

lajur

pada

setiap

mengacu

tahun

kepada

selama

umur

Permen

PU

No.19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria


Perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas (RVK)
yang harus dipenuhi.Kapasitas lajur maksimum agar mengacu pada
MKJI.
Tabel 3.2 Faktor Distribusi Lajur

3.2.2.6.

Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)


Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting.

Beban lalu lintas tersebut diperoleh dari :


1. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk
ruas jalan yang didesain;
2. Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan
sebelumnya dan dianggap cukup representatif untuk ruas jalan
yang didesain;
3. Tabel 3.3
4. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina
Teknik.
Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalu lintas dapat
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-7

dilihat dalam Tabel 3.3.


Tabel 3.3 Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas

Data yang diperoleh dari metode 1,2 atau 4 harus menujukkan


konsistensi dengan data pada Tabel 3.3.
Jika survey beban lalu lintas menggunakan sistem timbangan
portabel, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda
minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton.Data
yang diperoleh dari sistem Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila
alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data
jembatan timbang.
3.2.2.7.

Pengendalian Beban Sumbu


Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual)

diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020.Setelah tahun 2020,


diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal
120 kN. Bina Marga dapat menentukan waktu implementasi efeketif
alternatif dan mengendalikan beban ijin kapan saja.
3.2.2.8.

Beban Sumbu Standar


Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas

jalan Kelas I. Namun demikian nilai CESA selalu ditentukan


berdasarkan beban sumbu standar 80 kN.
3.2.2.9.

Sebaran Kelompok Sumbu Kendaraan niaga


Dalam pedoman desain perkerasan kaku Pd T-14-2003,desain

perkerasan kaku didasarkan pada distribusi kelompok sumbu kendaraan


niaga (heavy vehicle axle group, HVAG) dan bukan pada nilai
CESA.Karakteristik proporsi sumbu dan proporsi beban untuk setiap
kelompok sumbu dapat menggunakan data hasil survey jembatan
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-8

timbang atau mengacu pada Tabel distribusi beban kelompok sumbu


kendaraan niaga untuk jalan lalu lintas (untuk desain perkerasan kaku)
yang dapat di lihat pada lampiran. Sebaran kelompok sumbu digunakan
untuk memeriksa hasil desain dengan pedoman desain Pd T-14-2003.
3.2.2.10.

Beban Sumbu Standar Kumulatif


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent

Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu


lalu lintas desainpada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan
sebagai :
ESA = (jenis kendaraan LHRT x VDF)
CESA = ESA x 365 x R
Dimana
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard
axle) untuk 1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata rata tahunan untuk jenis
kendaraan tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama
umur rencana
R
3.2.2.11.

: faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah


Untuk jalan dengan lalu lintas rendah, jika data lalu lintas tidak

tersedia atau diperkirakan terlalu rendah untuk mendapatkan desain


yang aman, maka nilai perkiraan dalam Tabel berikut dapat digunakan :
Tabel 3.4 Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

III-9

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-10
Tabel 3.5 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

3.2.3.

III-10

Umur Rencana

Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Umur Perencanaan Perkerasan Jalan Baru

3.2.4.

Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga


Tentukan kelompok sumbu kendaraan desain yang lewat selama

umur rencana
Tabel 3.7 Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
untuk Jalan Lalu Lintas Berat

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

III-11

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

3.2.5.

III-12

Daya Dukung Efektif Tanah Dasar


Tentukan daya dukung efektif tanah dasar menggunakan solusi

tanah normal atau tanah lunak


3.2.5.1.

Outline Prosedur desain Pondasi jalan


Empat kondisi lapangan yang mungkin terjadi dan harus

dipertimbangkan dalam prosedur desain pondasi jalan adalah :


a. Kondisi tanah dasar normal, dengan ciri ciri nilai CBR
lebih dari 3% dan dapat dipadatkan secara mekanis. desain
ini meliputi perkerasan diatas timbunan, galian atau tanah asli
(kondisi normal ini lah yang sering

diasumsikan oleh

desainer).
b.

Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah


(kurang dari 3 m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur
laboratorium untuk penentuan CBR tidak dapat digunakan
untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan
secara mekanis tidak mungkin dilakukan di lapangan. Lebih
lanjutnya, tanah asli akan menunjukkan kepadatan rendah
dan daya dukung yang rendah sampai kedalaman yang
signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi khusus.

c. Kasus yang sama dengan kondisi B namun tanah lunak


aluvial dalam kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk
penentuan CBR memiliki validitas yang terbatas karena tanah
dengan kepadatan rendah dapat muncul pada kedalaman pada
batas yang tidak dapat dipadatkan dengan peralatan
konvensional. Kondisi ini membutuhkan prosedur stabilisasi
khusus.
d. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut.
3.2.5.1.1.

Metode A untuk tanah normal


Kondisi A1 : Apabila tanah tanah dasar bersifat plastis atau

berupa lanau, tentukan nilai batas-batas Atterberg (PI), gradasi, nilai

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-13

Potensi Pengembangan (Potential Swell), letak muka air tanah, zona


iklim, galian atau timbunan dan tetapkan nilai CBR dari
BaganDesain1 atau dari uji laboratorium perendaman 4 hari.
Kondisi A2 : Apabila tanah dasar bersifat berbutir atau tanah
residual tropis (tanah merah, laterit), nilai desain daya dukung tanah
dasar harus dalam kondisi 4 hari rendaman, pada nilai 95% kepadatan
kering modifikasi.
Untuk kedua kondisi, pilih tebal perbaikan tanah dasar dari
BaganDesain2.
3.2.5.1.2. Metode B untuk tanah aluvial jenuh
Lakukan survey DCP atau survey resistivitas dan karakterisasi
tanah untuk mengidentifikasi sifat dan kedalaman tanah lunak dan
daerah yang membutuhkan perbaikan tambahan (sebagai contoh
daerah yang membutuhkan lapis penopang, konstruksi perkerasan
khusus, pondasi cakar ayam atau pancang mikro). Jika tanah lunak
terdapat dalam kedalaman kurang dari 1 m, maka opsi pengangkatan
semua tanah lunak perlu ditinjau keefektivitas biayanya. Jika tidak,
tetapkan tebal lapisan penopang (capping layer) dan perbaikan tanah
dasar dari Tabel 3.10.Tetapkan waktu perkiraan awal pra-pembebanan.
Sesuaikan waktu perkiraan awal tersebut (umumnya primary
settlement time) jika dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan jadwal
pelaksanaan melalui analisis geoteknik dan pengukuran seperti beban
tambahan (surcharge) atau vertikal drain.
Jika waktu preload berlebihan atau terdapat batas ketinggian
timbunan (misal pada kasus pelebaran jalan eksisting atau untuk jalan
dibawah jembatan, maka bisa digunakan metode stabilisasi lainnya
misal cakar ayam, pemacangan atau pencampuran tanah dalam.
Jika tidak ada contoh atau pengalaman yang mendukung
kecukupan desain lapis penopang atau desain lainnya untuk kondisi
sejenis, maka perlu dilakukan uji timbunan percobaan dan pengujian
pembebanan untuk verifikasi.
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-14

3.2.5.1.3. Metode C untuk tanah aluvial kering


Tanah aluvial keringpada umumnya memiliki kekuatan sangat
rendah (misal CBR < 2%) di bawah lapis permukaan kering yang
relatif keras. Kedalaman lapisan permukaan tersebut berkisar antara
400 600 mm. Identifikasi termudah untuk kondisi ini adalah
menggunakan uji DCP.Kondisi ini umumnya terdapat pada dataran
banjir kering dan area sawah kering.
Masalah terbesar dari kondisi tanah seperti ini adalah daya
dukung yang memuaskan dapat hilang akibat pengaruh dari lalu lintas
konstruksi dan musim hujan. Karenanya penanganan pondasi harus
sama dengan penanganan kasus tanah aluvial jenuh, kecuali jika
perbaikan lanjutan dilakukan setelah pelaksananpondasi jalan selesai
pada musim kering, jika tidak perbaikan metode B harus dilakukan.
Metode perbaikan lanjutan tersebut adalah:
a. Jika lapis atas dapat dipadatkan menggunakan pemadat pad
foot roller, maka tebal lapis penopang dari BaganDesain2
dapat dikurangi sebesar 200 mm.
b. Digunakan metode pemadatan dalam terbaru misal High
energy Impact Compaction (HEIC) atau pencampuran tanah
dalam yang dapat mengurangi kebutuhan lapis penopang.

Tabel 3.8 Bagan alir desain pemilihan metode desain pondasi jalan
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-15

(tidak dapat digunakan untuk tanah alluvial jenuh atau tanah gambut

Catatan : dalam kasus 2,3,4 atau 6 nilai yang digunakan untuk desain perlu di sesuaikan dengan faktor
penyesuaian m.

Tabel 3.9 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.10 Solusi desain pondasi jalan minimum

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

III-16

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

3.2.6.

III-17

Desain Perkerasan

Gambar 3.1. Tipikal potongan melintang jalan

Perkerasan Beton Semen Umur Beton >3 hari < 7 hari


Tebal 30,5 cm
FS 45

AC-BC Leveling
Tebal Variasi

Perkerasan Eksisting

Gambar 3.2. Desain Tebal Perkerasan

3.2.6.1.

Struktur Perkerasan
Solusi pekerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada

pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam Tabel


3.11 Perkerasan Lentur, Tabel 3.13 Perkerasan Kaku, Tabel 3.14
Perkerasan Berbutir dengan lapis aspal tipis, dan Tabel 3.15 Perkerasan
tanah semen. Solusi lain dapat diadopsi untuk menyesuaikan dengan
kondisi setempat tetapi disarankan untuk tetap menggunakan bagan

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-18

sebagai langkah awal untuk semua desain.


Proses desain untuk perkerasan kaku menurut Pd T-14-2003 atau
metode 10 Austroad 2004 membutuhkan jumlah kelompok sumbu dan
spektrum beban dan tidak membutuhkan nilai CESA. Jumlah kelompok
sumbu selama umur rencana digunakan sebagai input Tabel 3.13.

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.11 Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

III-19

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.12 Desain Perkerasan Lentur- Aspal dengan Pondasi Berputir

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

III-20

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-21

Tabel 3.13 Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Laalu Lintas Berat

Tabel 3.14 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis

Tabel 3.15 Perkerasan Tanah Semen (Soil Cement)

Catatan:

Desain table 3.11 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%.

Stabilisasi satu lapis lebih 200 mm sampai 300 mm diperbolehkan jika disediakan peralatan
stabilisasi yang memadai dan untuk pemadatan digunakan pad-foot roller berat statis minimum 18
ton.

Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada desain table 3.11 boleh dipasang dalam satu
lintasan dengan persyaratan lapisan distabilisasi dalam desain 2 sampai maksimum 300 mm.

Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas A harus dengan ukuran nominal maksimum 30 mm jika
dihamparkan dengan lapisan kurang dari 150 mm.

Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan


Burda atau pekerjaan Stabilisasi.

Solusi yang tidak menyelesaikan kendala menurut desain tabel 3.11 dapat ditentukan
menggunakan grafik yang diberikan untuk desain jalan tanpa penutup aspal (terlampir).

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

3.2.6.2.

III-22

Subbase Course
Subbase course pada perkerasan kaku semen bukan merupakan

bagian utama, meskipun begitu subbase course tidak dapat diabaikan


keberadaannya karena berfungsi untuk memikul beban yang ada.
Adapun perencanaan subbase course pada proyek ini sebagai
menggunakan Jalan eksisting yang sudah ada.
3.2.6.3.

Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur

(flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian,


balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara
tipikal sekitar 3-5 MPa (30-50 kg/cm2), pada umumnya beton untuk
perkerasan jalan harus mempunyai kuat tekan karateristik tidak kurang
dari 30 Mpa (300 kg/cm2), adapun perencanaan beton semen pada
proyek ini dari hasil uji di laboratorium mempunyai kuat tekan
karakteristik beton 350 kg/cm2.
3.2.6.4.
3.2.6.4.1.

Dimensi Pelat
Lebar Pelat
Lebar pelat biasanya ditentukan berdasarkan metoda pelaksanaan

penghamparan yaitu dengan mesin penghampar atau dihampar secara


manual. Bila menggunakan mesin penghampar bergantung dengan
kemampuan maksimum penghamparan :
a. Lebar hamparan 6,5 m bisa untuk dua lajur.
b. Lebar hamparan 13 m, namun dikhawatirkan dapat terjadi
tegangan lenting, maka dilakukan penggergajian atau dengan
pembuatan sambungan susut memanjang.
Pada proyek ini lebar pelat yang digunakan 3,25 m.
3.2.6.4.2.

Panjang Pelat
Pada PBS bersambung tanpa tulangan dengan segmen pelat

berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai perbandingan


Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-23

panjang dan lebar cukup besar pada umumnya mempunyai


kecenderungan mudah pecah menjadi pelat-pelat yang berukuran
hampir seperti bujur sangkar.
Guna mencegah timbulnya retakan retakan yang tidak terkendali
dan cenderung tidak beraturan, maka diusahakan dibuat pelat yang
mempunyai ukuran panjang dan lebar yang relatif sama. Namun
demikian pelat dengan dimensi empat persegi panjang mempunyai
keuntungan dalam hal pengurangan jumlah sambungan yang diperlukan
untuk suatu panjang perkerasan tertentu. Pada proyek ini panjang pelat
yang digunakan 5 m.
3.2.6.5.

Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :


a. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan
oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
b. Memudahkan pelaksanaan.
c. Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan
antara lain :
a. Sambungan memanjang
b. Sambungan melintang
c. Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint
sealer), kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi
bahan pengisi (joint filler).
3.2.6.5.1.

Sambungan Pelaksanaan
Sambungan pelaksanaan ditempatkan pada perbatasan antara akhir

pengecoran dan awal pengecoran berikutnya. Menurut letaknya


dibedakan menjadi sambungan pelaksanaan melintang dan sambungan
pelaksanaan memanjang. Sambungan pelaksanaan di maksudkan untuk
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-24

memisahkan bagian-bagian yang dicor pada saat berbeda, yaitu akhir


pengecoran dan awal pengecoran.
Dowel
Tie Bar

3250

30
0
30
0
30
0

3250

600 600 600

5000

5000

Gambar 3.3. Sambungan pelaksanaan

Gambar 3.4. Sambungan pelaksanaan memanjang

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-25

Gambar 3.5. Sambungan pelaksanaan melintang

3.2.6.5.2.

Sambungan Memanjang dan Melintang


Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu

dari dua cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton
masih plastis dengan kedalaman sepertiga dari tebal pelat.
Pemasangan

sambungan

memanjang

ditujukan

untuk

me

ngendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan


memanjang sekitar 3 - 4 m.
Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir
dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
At = 204 x b x h dan
l = (38,3 x ) + 75
Dengan pengertian :
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan
(mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan
tepi perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
= Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan pada proyek ini adalah 60 cm.

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-26

Gambar 3.6. Desain Memanjang Dengan Tie Bar

Sambungan susut melintang dibuat dalam arah melintang pada


jarak yang sama dengan panjang pelat yang telah ditentukan. Adapun
fungsi sambungan susut melintang antara lain :
a. Mengendalikan tegangan lenting (warping stressed).
b. Mengendalikan retakan pada beton yang baru dihampar.
Pada Proyek ini dipergunakan sambungan susut sebagai berikut:
1) Sambungan susut dengan menggergaji (saw-cutiing)
2) Kedalaman pengergajian 10 cm
3) Lebar penggergajian 6-10 mm
4) Waktu penggergajian dilakukan 8 - 20 jam setelah pengecoran
5) Tiap sambungan susut dipasang dowel. Dimensi dowel didapat
dari tebal pelat beton dan Tabel 3.16 yang sesuai dengan gambar
rencana.
Tabel 3.16 Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan

Tebal Pelat
Perkerasan
Mm
150
175
200
225
250
275
300

Dowel
Diameter
Mm
19
25
25
32
32
32
32

Panjang
Mm
450
450
450
450
450
450
450

Jarak
Mm
300
300
300
300
300
300
300

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

325
350

38
38

III-27

450
450

300
300

Sumber: Principle of Pavement Design by Yoder & Witczak


Tebal pelat beton di proyek ini adalah 305 mm, dikarenakan
diameter 38 sulit untuk didapatkan, pihak pengguna jasa melakukan
kajian teknis dengan hasil menggunakan diameter 32 mm (terlampir)

Gambar 3.7. Desain Sambungan Susut Melintang Dengan Dowel

3.2.6.6.Bahan Penutup Sambungan


Kegunaan :
1. Sebagai penutup celah antara dua pelat beton yang berdekatan
2. Mencegah masuknya benda-benda asing yang berbentuk padat,
yang akan mencegah kesempurnaan merapatnya sambungan
sehingga dapat menimbulkan tegangan tinggi di dalam pelat.
Ketidaktentuan dari sifat, ukuran benda padat yang masuk ke
dalam

sambungan

akan

menimbulkan

ketidakseragaman

pemuaian tegangan di dalam beton yang berdampingan dengan


bukaan sambungan tersebut, sehingga bisa mengakibatkan
gumpalan dan percepatan kerusakan beton.
Persyaratan bahan penutup sambungan :
1. Harus

mampu

menyesuaikan

terhadap

perubahan

sambungan saat perkerasan memuai atau susut.


Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

lebar

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-28

2. Harus bisa berfungsi sebagai pencegah masuknya benda-benda


asing ke dalam sambungan.
3. Harus tahan terhadap tarikan dan tekanan.
4. Harus tetap bisa melekat pada dinding sambungan.
5. Harus terbuat dari bahan yang cukup kuat dan elastis.
Proyek ini bahan penutup sambungan yang dipakai adalah Pliastic 99.

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-29

3.3. Perencanaan Perkerasan Jalan


3.3.1.

Analisis Lalu Lintas


Contoh Perhitungan Ruas Jalan Soekarno Hatta Bandung

Faktor Pertumbuhan Lalin

R = ((1+0,01i)UR-1)/0,01i. Jika tidak ada data pertumbuhan (i),


gunakan berikut:
Tabel 3.17 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain

Tabel 3.18 Faktor Distribusi Lajur

Tabel 3.19 Perkerasan Kaku Untuk Jalan dnegan Beban Laalu Lintas Berat

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-30

Tabel 3.20 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF


Standar

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-31

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya Rancaekek-Cileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.21 Data Lalu Lintas

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

III-32

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.22 Perhitungan Esal untuk umur rencana 40 tahun

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

III-33

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.23 Perhitungan Tebal Perkerasan JL. Soekarno Hatta

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

III-34

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

3.3.2.

III-35

Sambungan Antar Segmen Menggunakan Dowel dan Tie Bar

a. Dowel
Dowel

merupakan

sarana

yang

digunakan

sebagai

penyambung/pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton


perkerasan jalan kaku beton semen. Fungsi dari Dowel ini yaitu
penyalur beban pada sambungan. Dan pemasangannya dilakukan
dengan separuh dari panjang dowel terikat (fix), sementara separuh
lainnya dilumasi, diberi plastik atau dicat untuk memberikan kebebasan
bergeser (move).
Kebebasan bergeser dari separuh panjang Dowel ini perlu
diberikan, mengingat beton memiliki kecenderungan untuk memuai dan
menyusut karena pengaruh perubahan temperatur. Pergerakan susutmuai itulah yang
kemudian diakomodir dengan batang dowel yang dibuat separuh
fix dan separuh move. Jadi fungsi transfer beban tetap ada, sembari
memberi kesempatan beton perkerasan untuk mengalami pergerakan
akibat susut-muai tersebut. Di bawah ini merupakan contoh pemasangan
Dowel pada Proyek Peningkatan struktur Jalan Raya Rancaekek
Cileunyi Nagreg.
b. Tie Bar
Tie Bar merupakan sarana untuk menahan gerak horizontal pada
suatu perkerasan kaku. Dibawah ini merupakan gambar dari Tie Bar.

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

III-36

DAFTAR ISI
BAB III....................................................................................................................1
TINJAUAN PERENCANAAN.............................................................................1
3................................................................................................................................1
3.1.

Umum.............................................................................................1

3.2.

Metode Perencanaan Perkerasan Kaku..........................................2

3.2.1.

Perencanaan Tebal Perkerasan.................................................4

3.2.2.

Analisis Lalu Lintas.................................................................4

3.2.3.

Umur Rencana.......................................................................10

3.2.4.

Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga.....................................10

3.2.5.

Daya Dukung Efektif Tanah Dasar........................................12

3.2.6.

Desain Perkerasan.................................................................17

3.3.

Perencanaan Perkerasan Jalan......................................................29

3.3.1.

Analisis Lalu Lintas...............................................................29

3.3.2.

Sambungan Antar Segmen Menggunakan Dowel dan Tie Bar


34

Gambar 3.1. Tipikal potongan melintang jalan......................................................17


Gambar 3.2. Desain Tebal Perkerasan...................................................................17
Gambar 3.3. Sambungan pelaksanaan...................................................................24
Gambar 3.4. Sambungan pelaksanaan memanjang................................................24
Gambar 3.5. Sambungan pelaksanaan melintang..................................................24
Gambar 3.6. Desain Memanjang Dengan Tie Bar.................................................25
Gambar 3.7. Desain Sambungan Susut Melintang Dengan Dowel.......................27
Tabel 3.1 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain.................5
Tabel 3.2 Faktor Distribusi Lajur............................................................................6
Tabel 3.3 Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas..........................7
Tabel 3.4 Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas..........................8
Tabel 3.5 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar.......................................9
Tabel 3.6 Umur Perencanaan Perkerasan Jalan Baru............................................10
Tabel 3.7 Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga untuk Jalan Lalu
Lintas Berat....................................................................................................10
Tabel 3.8 Bagan alir desain pemilihan metode desain pondasi jalan.....................14
Tabel 3.9 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar..........................................................15
Tabel 3.10 Solusi desain pondasi jalan minimum..................................................16
Tabel 3.11 Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)........19
Laporan Kerja Praktek
Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN

Tabel 3.12
Tabel 3.13
Tabel 3.14
Tabel 3.15
Tabel 3.16
Tabel 3.17
Tabel 3.18
Tabel 3.19
Tabel 3.20
Tabel 3.21
Tabel 3.22
Tabel 3.23

III-37

Desain Perkerasan Lentur- Aspal dengan Pondasi Berputir................20


Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Laalu Lintas Berat.......21
Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis...................................21
Perkerasan Tanah Semen (Soil Cement).............................................21
Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan......................26
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain.............29
Faktor Distribusi Lajur........................................................................29
Perkerasan Kaku Untuk Jalan dnegan Beban Laalu Lintas Berat.......29
Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar...................................30
Data Lalu Lintas..................................................................................31
Perhitungan Esal untuk umur rencana 40 tahun..................................32
Perhitungan Tebal Perkerasan JL. Soekarno Hatta.............................33

Laporan Kerja Praktek


Pekerjaan Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Raya RancaekekCileunyi-Nagreg

Вам также может понравиться