Вы находитесь на странице: 1из 16

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu penyakit ginjal yang


terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang
terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif, hipoalbuminuria, edema
dan hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
membran glomerulus.1
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak
yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari
14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus
sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang,
dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan
terjadinya

peritonitis

atau

hipovolemia.

Dalam

laporan

ISKDC

(International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom


nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan
kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1
Sindrom nefrotik, merupakan salah satu penyakit yang harus
mendapat perhatian. Selain penyebabnya belum sepenuhya diketahui, tata
laksananya pun tidak selalu memberikan hasil yang optimal. Pada beberapa
episode sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon
yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi berkembang menjadi
kronik.1

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. F
Umur
: 6 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 9 Juni 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak awalnya muncul di bagian mata, lalu
di wajah, lama kelamaan bengkak menyebar pada bagian perut lalu ke
bagian kemaluan dan kaki. Bengkak pada kelopak mata dan muka lebih
jelas setelah pasien bangun tidur.Pasien tidak mengeluh demam, mimisan
(-), kejang(-), sakit kepala(-), nyeri sendi(-).
Batuk (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berlendir (+),
beringus (-), sesak napas (-). Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-),
nyeri perut (+) sejak mulai bengkak. Buang air besar lancar dan seperti
biasa. Buang air kecil lancar dan seperti biasa, nyeri saat berkemih (-),
warna kuning muda.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien pernah dirawat di RSU Anutapura dengan keluhan yang sama yaitu
bengkak, 2 minggu sebelum di rawat di RSUD Undata.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan bengkak.
Riwayat Sosial-ekonomi :
Pasien memiliki riwayat sosial ekonomi menengah

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :

Pasien biasanya sering bermain di dalam rumah dan sangat suka makan
makanan ringan.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pasien merupakan ke-2 dari 2 bersaudara, lahir spontan di rumah sakit
dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan lahir 49 cm.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Saat umur 1 tahun 5 bulan pasien sudah bisa berjalan. Dan umur 3 tahun
pasien sudah bisa berbicara.
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 6 bulan, kemudian
dilanjutkan pemberian susu formula hingga 2 tahun. Pemberian makanan
pendamping ASI (bubur saring) diberikan saat usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan pemberian nasi sejak usia 10 bulan sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi :
Pasien memiliki riwayat imunisasi dasar lengkap. Imunisasi hepatitis B 3
kali, polio 3 kali, BCG 1 kali, DPT 3 kali, campak 1 kali.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Sakit berat
Kesadaran
: Komposmentis
BB
: 18 kg, koreksi 30% = 12,6
PB/TB
: 101 cm
Status Gizi
: Gizi kurang (CDC= 12,6/16 x 100%= 78%)
Tanda Vital
Nadi
: 82 kali/menit
Suhu
: 370C
Respirasi
: 32 kali/menit
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

1. Kulit: sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit kembali cepat (<2 detik),
rumple leed (-)
2. Kepala:
-

Bentuk kepala : normocephal

Ubun-ubun

: menutup

Mata

sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-, edem

palpebra +/+
-

Hidung

: bentuk normal, sekret (-)

Telinga

: bentuk normal, sekret (-)

Mulut

: bibir tidak sianosis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis

3. Leher
-

Pembesaran kelenjar getah bening (-) dan tidak teraba

Pembesaran kelenjar tiroid (-) dan tidak teraba

4. Dada
Paru-paru
-

Inspeksi

: bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan


kanan, retraksi (-)

Palpasi

: vokal fremitus normal kiri dan kanan, massa (-)

Perkusi

: sonor, batas paru hepar linea midclavicularis


dextra spatium intercosta VI

Auskultasi

: bunyi paru bronkovesikuler (+/+), ronkhi (-/-),


wheezing (-/-)

5. Jantung
-

Inspeksi

: denyut ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: denyut ictus cordis teraba di SIC V linea


midclavicula sinistra

Perkusi

: batas jantung normal


Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal
dextra
Batas jantung atas

: SIC II linea parasternal

sinistra
Batas jantung kiri

: SIC V linea midclavicula

sinistra
-

Auskultasi

: Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi


tambahan (-)

6. Abdomen
-

Inspeksi

: cembung, distensi (+)


4

Auskultasi

: peristaltik usus (+) kesan normal

Perkusi

: bunyi timpani, tes shifting dullness (+), asites (+)

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba

7. Genitalia

: Edema skrotum +/+

8. Ekstremitas
-

Atas

: akral hangat, edema (+)

Bawah

: akral hangat, edema (+)

9. Punggung

: deformitas (-)

10. Refleks

: normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan darah lengkap
WBC
RBC
HBG
HCT
PLT

11,2 x 103/uL
4,6 x 106/uL
11,3 g/dL
34,9 %
649 x 103/mm3

5 - 10/uL
3,6 6,5 x 106/uL
11,5 16 g/dL
37 47 %
150 450 x 103/ mm3

b. Pemeriksaan Kimia Darah


Kolesterol total
Ureum
Kreatinin
Protein total
Albumin

254 mg/dL
7,2 mg/dL
0,39 mg/dL
5,1 mg/dL
1,1 mg/dL

50-200 mg/dL
8-53 mg/dL
0,3-0,6 mg/dL
6,0-7,8 mg/dL
3,2-4,5 mg/dL

c. Pemeriksaan Serologi
ASTO
CRP

negatif
positif

negatif
negatif

V. RESUME
Pasien laki-laki usia 6 tahun 3 bulan masuk rumah sakit dengan
keluhan bengkak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Edema
awalnya muncul di bagian mata, lalu di wajah, lama kelamaan bengkak

menyebar pada bagian perut lalu ke bagian skrotum dan kaki. Edema pada
kelopak mata dan muka lebih jelas setelah pasien bangun tidur.
Batuk (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berlendir (+), nyeri
perut (+) sejak mulai bengkak. Defekasi lancar dan seperti biasa. Miksi
lancar dan seperti biasa, warna kuning muda. Pasien pernah dirawat di RSU
Anutapura dengan keluhan yang sama yaitu bengkak, 2 minggu sebelum di
rawat di RSUD Undata.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kondisi umum sakit berat,
kesadaran compos mentis, status gizi kurang. Tanda vital: tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 82 kali/menit, pernapasan 32 kali/menit, suhu 37oC. Pada
pemeriksaan kepala ditemukan adanya edema palpebra. Pemeriksaan
abdomen: inspeksi permukaan kesan cembung, peristaltik (+) kesan normal,
perkusi tes shifting dullness (+), ascites (+), palpasi nyeri tekan (-), uji
undulasi (+). Ekstremitas atas: akral hangat (+), edema (+); ekstremitas
bawah: akral hangat (+), edema (+). Genitalia: edema skrotum.
Hasil pemeriksaan laboratorium yaitu darah rutin: eritrosit 4,6 x
106/L, hemoglobin 11,3 gr/dL, hematokrit 34,9 %, leukosit 11,2 x 10 3/L,
trombosit 649 x 103/L. Serologi: ASTO: negatif dan CRP: positif. Kimia
darah: kolesterol total 254 mg/dL, ureum 7,2 mg/dL, kreatinin 0,39 mg/dL,
protein total 5,1 mg/dL, albumin 1,1 mg/dL.

VI.
VII.

DIAGNOSIS KERJA : Suspek Sindrom Nefrotik


TERAPI
IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit
Injeksi Furosemid ampul/12 jam/IV
Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
Infus Albumin 20% 50 mL 13 tetes/menit (1 jam)
VIII.
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan histopatologi ginjal

IX.
PROGNOSIS
Qua ad vitam
: dubia
Qua ad sanationam : dubia
X.

FOLLOW UP
Tanggal
10 06 2015

11 06 2015

12 06 2015

Penilaian
S : Batuk (+), demam (-), BAB cair 2 kali, ampas
(+), lendir (-), darah (-)
O : N : 83 kali/menit
S : 37 oC
R : 34 kali/menit
T : 100/70
Edema palpebra +/+
Edema skrotum +/+
Ascites (+)
Lingkar perut : 59 cm
A : Suspek sindrom nefrotik
P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit
Injeksi Furosemid 2 ampul/12 jam/IV
Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
S : Batuk (+), demam (-), BAB cair (-)
O : N : 81 kali/menit
S : 36,7 oC
R : 30 kali/menit
T : 90/60
Edema palpebra +/+
Edema skrotum +/+
Ascites (+)
Lingkar perut : 59,5 cm
Takaran urin : 3,3 cc/kgBB/jam
A : Suspek sindrom nefrotik
P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit
Injeksi Furosemid 2 ampul/12 jam/IV
Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
S : Batuk (+), demam (-), BAB cair (-)
O : N : 110 kali/menit
S : 37,4 oC
R : 28 kali/menit
T : 100/60
Edema palpebra +/+
Edema skrotum +/+
Ascites (+)
Lingkar perut : 59 cm

Takaran urin : 2,4 cc/kgBB/jam


Pemeriksaan Darah Rutin :
Eritrosit

: 4,72 x 106/L

Hemoglobin

: 10 gr/dL

Hematokrit

: 35,4 %

Leukosit

: 15,09 x 103/L

Trombosit

: 823 x 103/L

Albumin

: 1,4 mg/dl

Urinalisis

13 06 2015

pH
: 5,5
(6,5)
Berat jenis : 1,030
(1,000)
Protein
: +3
(negatif)
Glukosa : negatif
(negatif)
Keton
: negatif
(negatif)
Bilirubin : negatif
(negatif)
Urobilinogen : normal
(normal)
Nitrit
: negatif
(negatif)
Leukosit : negatif
(negatif)
Eritrosit : +3
(negatif)
Sedimen :
- Leukosit
:5
(0-2)
- Eritrosit
: 15 LPB (0-3)
- Silinder
: negatif (negatif)
- Epitel
: positif (positif +)
- Kristal
: negatif (negatif)
A : Suspek sindrom nefrotik
P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit
Injeksi Furosemid 2 ampul/12 jam/IV
Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
S : Batuk berkurang, demam (-), BAB cair (-)
O : N : 96 kali/menit
S : 37 oC
R : 34 kali/menit
T : 100/60
Edema palpebra berkurang/berkurang
Edema skrotum berkurang/berkurang
Ascites (+ berkurang)
Lingkar perut : 55 cm
Takaran urin : 5,9 cc/kgBB/jam
A : Suspek sindrom nefrotik
P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

14 06 2015

Injeksi Furosemid 2 ampul/12 jam/IV


Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
S : Batuk (-), demam (-), BAB cair (-)
O : N : 92 kali/menit
S : 36,7 oC
R : 30 kali/menit
T : 100/60
Edema palpebra -/Edema skrotum -/Ascites (-)
Takaran urin : 3,3 cc/kgBB/jam
A : Suspek sindrom nefrotik
P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit
Injeksi Furosemid 2 ampul/12 jam/IV
Methylprednisolon 3x10 mg
Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam
Infus Albumin 20% 50 mL 13 tetes/menit (1
jam)

DISKUSI
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai
banyak penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang
meningkat dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan
hipoalbuminemia dan biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia.2
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering
ditemukan, ditandai dengan kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria
masif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik
dapat menyebabkan komplikasi serius yang terdiri atas komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sering terjadi adalah
infeksi dan tromboemboli, sedangkan komplikasi jangka panjang dapat
berupa hipertensi dan penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal. Infeksi pada
anak dengan sindrom nefrotik biasanya timbul dalam 2 tahun pertama sejak

manifestasi klinis muncul. Sebelum penggunaan steroid dan antibiotik, angka


kematian anak sindrom nefrotik mencapai 20% mayoritas disebabkan infeksi
bakteri.3
Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada
anak, penegakan diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan keadaan klinis yang
ditandai dengan:1
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dl
Pada kasus ini ditemukan adanya proteinuria yang ditandai dengan
hasil pemeriksaan urinalisis protein +3, hipoalbuminemia yang ditandai
dengan hasil pemeriksaan albumin 1,1 mg/dL, edema palpebra, edema
skrotalis, edema pretibia dan hiperkolesterolemia yang ditandai dengan hasil
pemeriksaan kolesterol total 254 mg/dL. Dari hasil temuan ini, pasien
memenuhi 4 kriteria diagnostik sehingga pasien dapat didiagnosis dengan
sindrom nefrotik.
Manifestasi klinik edema umumnya terlihat pada kedua kelopak
mata. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat atau cepat atau
dapat menghilang dan timbul kembali. Awalnya ditemukan edema periorbital,
lambat laun edema menjadi menyeluruh yaitu ke pinggang, perut dan tungkai
bawah. Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas di
kelopak mata dan muka sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak selama
posisi berdiri. Edema anasarka sering disertai edema genitalia eksterna,
dimana edema anasarka dapat terjadi bila kadar albumin darah <2gr/100ml.
Pada beberapa pasien, nyeri perut juga dapat dirasakan akibat edema dinding
perut atau pembengkakan hati.4
Pada kasus ini, pasien awalnya mengalami edema palpebra, lalu di
wajah. Edema pada palpebra dan wajah tampak lebih setelah pasien bangun

10

tidur. Lama kelamaan edema menyebar ke perut, genitalia eksterna (skrotum)


dan tungkai bawah. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri perut akibat
distensi.
Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan
penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema
yang masif dan keadaan ini diduga penyebabnya adalah edema di mukosa
usus. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan
malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik non
responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia
umbilikalis dan prolaps ani.4
Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan status gizi, pasien
mengalami gizi kurang. Hal ini dapat diakibatkan oleh edema di mukosa usus
sehingga absorpsi makanan tidak maksimal. Selain itu, dapat disebabkan juga
karena anoreksi dan hilangnya protein ke dalam urin. Kemudian pasien juga
mengalami defekasi yang cair sebanyak 2x/hari yang juga mendukung bahwa
pada pasien terjadi edema mukosa usus

sehingga terjadi gangguan

penyerapan nutrisi dan menyebabkan gizi kurang pada pasien.


Gangguan pernapasan dapat terjadi, karena asites masif dan
kompresi thoraks atau edema paru.5 Pada kasus ini, tidak terdapat gangguan
pernapasan yang berat pada pasien. Pasien hanya mengalami batuk sesekali.
Fungsi ginjal pada sebagian besar pasien di awal penyakit
umumnya tetap normal. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari
peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe
histologik yang bukan Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.5 Pada pasien ditemukan adanya hematuria mikroskopik dari
pemeriksaan urinalisis namun tidak ditemukan ada kelainan ginjal lainnya.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara
histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons
terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal

11

sebagian besar tidak memberikan respons terhadap

pengobatan steroid

(resisten steroid). Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah:
1. Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar
kreatinin dan ureum dalam plasma meninggi, atau kadar
komplemen serum menurun
2. Sindrom nefrotik resisten steroid
3. Sindrom nefrotik dependen steroid
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan histopatologik karena
tidak masuk dalam indikasi sehingga tidak diketahui jenis lesinya.
Terapi sindrom nefrotik idiopatik pada anak bersifat jangka
panjang mengakibatnya adanya peningkatan risiko terjadinya efek samping.
Tingginya efek samping dan adanya kekambuhan dapat menurunkan kualitas
hidup pasien. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terapi sindrom nefrotik pada
anak.
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretik seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila
pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipoalbuminemia berat (1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%
dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam dan diakhiri dengan pemberian
furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.2
Pada kasus ini, pasien mendapat terapi furosemid secara intravena
dengan dosis 2 ampul (30mg)/hari dengan dosis terbagi dua. Hal ini sesuai
dengan teori, yaitu dosis furosemide 1-3 mg/kgBB/hari atau pada pasien ini
12,6-37,8mg/hari. Pada pasien ini juga telah diberikan albumin 20% diikuti
dengan furosemide intravena.

12

Gambar 1. Algoritma Pemberian Diuretik


Bila diagnosis sindrom nefrotik talah ditegakkan, sebaiknya tidak
tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat
terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau
memburuk dalam waktu 10-14 hari.1 Pada pasien ini, sindrom nefrotik yang
dialami sudah kurang lebih 2 minggu (14 hari) dari gejala awal muncul dan
belum mengalami perbaikan sehingga pemberian steroid dapat dimulai.
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan
prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 60 mg/hari)
dalam dosis terbagi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis
awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1x sehari
setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh,
tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.2

13

Pada kasus ini, pasien tidak diberikan prednison melainkan


metilprednosolon dengan dosis 3 x 10 mg/ hari. Istilah yang digunakan untuk
menunjukkan respon terhadap pengobatan yaitu:1
a. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
b. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
c. Relaps jarang: relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan.
d. Relaps sering (frequent relaps): relaps 2x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau 4x dalam periode 1 tahun.
e. Dependen steroid: relaps 2x berurutan pada saat dosis steroid
diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan.
f. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
g. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu.
Pada kasus ini, pasien untuk pertama kalinya di terapi dan
menggunakan metilprednisolon. Setelah terapi selama 6 hari pasien telah
menunjukkan perbaikan secara fisik yaitu menurunnya udem sehingga respon
pasien dalam pemberian steroid dapat dikatakan sensitif steroid, meskipun
untuk pemeriksaan laboratorium sebelum pasien pulang tidak dilakukan.
Sejak

diperkenalkannya

kortikosteroid,

kematian

secara

keseluruhan sindrom nefrotik telah menurun secara dramatis dari sekitar 50%
menjadi sekitar 2-5%. Meskipun terjadi perbaikan dalam kelangsungan hidup
penderita sindrom nefrotik, namun penyakit ini bersifat kronis dan sering
kambuh.5
Selain terapi yang sudah disebutkan sebelumnya, pada sindrom
nefrotik serangan pertama juga perlu diberikan :1
1. Perbaikan keadaan umum penderita : diet tinggi protein, tinggi kalori,
rendah lemak. Protein 1-2gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin
meningkat

diberi

protein

0,5-1gr.

Kalori

rata-rata

14

100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat, bila tanpa


edema diberikan 1-2mg/hari.
2. Mengatasi infeksi. Adanya teori mengenai peran imunologi pada
sindrom nefrotik yang menyebutkan bahwa terjadi penurunan sistem
imun pada pasien dengan sindrom nefrotik sehingga menyebabkan
pasien SN mempunyai kerentanan terhadap infeksi. Di beberapa
negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik
profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai
edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik
profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan
tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Pada pasien SN
Infeksi yang sering terjadi adalah selulitis dan peritonitis primer.
Penyebab tersering peritonitis primer adalah kuman gram negatif dan
Streptococcus

pneumoniae.

Untuk

pengobatannya

diberikan

pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin


generasi ketiga (sefotaksim atau seftriakson) selama 10-14 hari.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium dari pasien di kasus ini
ditemukan adanya leukositosis pada pemeriksaan pertama dan pemeriksaan
ke-2 setelah 4 hari pasien di rawat, sehingga pemberian antibiotik ceftriakson
dengan dosis 500mg/12 jam terus diberikan. Dimana dosis ceftriakson pada
anak yaitu 20-50mg/kgBB/hari dan dosis yang dibutuhkan pasien sesuai berat
badannya yaitu 252-630mg/hari.
Mayoritas pasien dengan sindrom nefrotik idiopatik kurang lebih
80-90% merespon terhadap terapi kortikosteroid oral dan memiliki prognosis
jangka panjang yang baik, namun dapat kambuh sehingga pada kasus ini,
prognosis sanationam pada pasien dubia. Tingginya efek samping
penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menurunkan kualitas hidup
pasien anak, sehingga prognosis quo ad fungsionam pada pasien ini yaitu
dubia.1

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Trihono, P. P. et al. 2012. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik
Pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Handayani, Irda. 2009. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin Dan Sedimen
Urin
Penderita Anak Sindroma Nefrotik. Cited (25 Jui 2015). Diakses dari :
(http://journal.unair.ac.id/file/pdf%20Vol.%2013-02-02.pdf)
3. Pardede, O. et al. 2013. Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan
Sindrom Nefrotik. CDK-203/vol.40 No.4. Jakarta : Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI
4. Husein, A. et al. 2010. Nefrologi Anak Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia
5. Lane, J. C. et al. 2014. Pediatric Nephrotic Syndrome. Medscape (serial
online)

[cited

2015

28

Juni].

Diakses

dari:

http://www.emedicine.medscape.com/article/982920-overview#showall

16

Вам также может понравиться