Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam
tubuh, dimana sekitar 98% kalium tubuh berada pada intraselular. Kalium berfungsi
penting bagi tubuh dimana kalium terlibat dalam sintesis protein, pengeluaran hormon,
transpor cairan, perkembangan janin, serta kontraksi otot dan konduksi saraf. 1,2,3 Rasio
kalium intraselular dan ekstraselular sangat penting dalam menentukan potensial
membran sel, sedikit perubahan saja pada kalium ekstraseluler dapat menimbulkan efek
yang cukup berarti terhadap fungsi kardiovaskular, neuromuskuler maupun sistem
tubuh lainnya, sehingga dibutuhkan suatu mekanisme yang menjaga keseimbangan
konsentrasi kalium ekstra-intraselular.1-3,4
Salah satu kondisi gangguan keseimbangan konsentrasi kalium ini adalah
hipokalemia. Hipokalemia merupakan salah satu gangguan elektrolit yang sering
ditemukan pada pasien rawat inap. Di Amerika, 21% dari pasien rawat inap didapati
mengalami hipokalemia5. Sedangkan kekerapan pada pasien rawat jalan yang mendapat
diuretik golongan thiazid sebesar 40%6. Di Indonesia, insidensi hipokalemia cenderung
berkisar antara 24%7 (Djoko Widodo, 2006) hingga 36,36%8 (Nasronudin, 2005) pada
pasien saat masuk rumah sakit.
Hipokalemia terjadi bilamana konsentrasi K + serum <3,5 mEq/L. Walaupun
kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh, namun penurunan
konsentrasi kalium serum ini dapat menimbulkan berbagai keluhan, mulai dari keluhan
ringan berupa badan lemas atau mual-muntah, hingga keluhan serius berupa gangguan
jantung dan bahkan kematian.
B. TUJUAN
Menambah pemahaman terkait distribusi dan peran kalium dalam sistem
homeostasis tubuh, mekanisme pengaturan keseimbangan kalium intra-ekstraselular,
dan kondisi hipokalemia dari segi epidemiologi, etiologi, patofisiologi, dan terapi.
BAB II
FISIOLOGI KALIUM
A. DISTRIBUSI KALIUM
Secara keseluruhan, tubuh manusia mengandung 50-55 mEq K+ per kilogram
berat badan, dimana 90 hingga 98% ditemukan pada kompartemen intraselular (ICF;
terutama di jaringan otot), sedangkan 10% sisanya berada pada kompartemen
ektraselular.1,6,9
otot (76%), dan sisanya terdapat dalam hati (7%) dan eritrosit (7%). 9 Sebagai contoh,
seorang laki-laki dengan berat badan 60 kg memiliki distribusi kalium sebagai berikut:
Tabel 2. Contoh Distribusi Kalium dalam Kompartemen ICF
dan ECF pada Laki-laki dengan Berat Badan 60 kg.
ECF = 330 mEq (10%)
Kalium merupakan kation utama yang sangat penting bagi tubuh manusia. Hal
ini disebabkan karena kalium berperan dalam beberapa sistem antara lain:1-6,9-11,12
1. Kalium berperan penting dalam reaksi biokimiawi selular, dimana kalium
berpartisipasi dalam sintesis protein dari asam amino dalam sel.
2. Kalium juga berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, dimana kalium
mengubah glukosa menjadi glikogen yang kemudian akan disimpan di hati
untuk cadangan energi.
3.
Konsentrasi kalium ektraselular, harus dijaga pada range yang sangat sempit.
Prinsip ini berlaku pada perubahan konsentrasi kalium akibat intake kalium sehari-hari.
Rata-rata input kalium per hari adalah sekitar 70-100 mEq. Untuk menjaga homeostasis
kalium (menjaga total kalium tubuh pada level normal dan konstan), maka 70-100 mEq
kalium harus dibuang dari tubuh setiap hari.14
Dalam kondisi keseimbangan kalium netral, input kalium per hari sama dengan
laju ekskresi kalium per hari, yang dimana utamanya terdapat dalam urine. Hanya
sebagian kecil ( 10%) kalium yang diekskresikan melalui usus dan keringat.9
Tabel 3. Keseimbang Konsentrasi Input dan
Output Kalium per hari 9
Input
Diet : 70-100 mEq
Output
Urin : 90-95 mEq
Feses : 5-10 mEq
Keringat : <5 mEq
akan
dibahas
masing-masing
mekanisme
keseimbangan
yang
pemasukan kalium yang signifikan secara tiba-tiba ke dalam tubuh. Jika kalium
dibiarkan berada pada ruang ektraselular, hiperkalemia beserta efek sampingnya
pada fungsi neuromuskular akan terjadi, maka diperlukan suatu proses untuk
memindahkan dengan segera kalium ekstraselular ini ke dalam intraselular. Proses
pengantaran kalium menuju ruang intraselular disebut sebagai keseimbangan
internal.
Proses ini mencegah makanan yang kemudian dapat menyebabkan hiperkalemia. Regulator utama pemasukan kalium menuju ruang intraselular setelah
intake kalium adalah insulin. Pengasupan makanan, yang mengandung kalium,
mencetuskan pelepasan insulis. Adapun penjelasan factor-faktor yang terlibat dalam
mekanisme keseimbangan internal meliputi:
a. Insulin
Konsentrasi kalium serum yang tinggi meningkatkan kadar insulin.
Ikatan hormone insulin dengan reseptor insulin menyebabkan hiperpolarisasi
membrane sel yang memfasilitasi uptake kalium di hati, lemak, otot skeletal,
dan jantung. Insulin juga mengaktifkan enzim Na+K+ATPase yang menyebabkan uptake kalium ke intrasel.
b. Katekolamin
Katekolamin dan methylxanthines dapat menstimulasi reseptor adrenergic sehingga terjadi uptake kalium ke hati dan otot. Efek ini diperkuat
oleh cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang diaktivasi oleh enzim
Na+K+ATPase, menyebabkan influs kalium ke dalam sel dan pengeluaran
natrium sebagai gantinya. Agen terapetik seperti teofilin mempotensiasi reseptor
-adrenergic dengan menghambat degradasi cAMP.
10
Representasi skematik dari mekanisme
selular dimana stimulasi insulin dan adrenergik mendorong pengambilan kalium
oleh jaringan ektrarenal. Ikatan insulin
terhadap reseptornya menghasilkan hiperpo
larisasi membrane sel (1), yang memfasilitasi pengambilan kalium.
Setelah berikatan dengan reseptor,
insulin juga mengaktifkan pompa Na+K+
ATPase, yang mencetuskan pengambilan
kalium ke dalam sel (2). Second messenger
yang memediasi efek ini belum sepenuhnya
dipahami.
Katekolamin menstimulasi pengambi
lan kalium ke dalam sel melalui -2 adrenergic receptor (-2R).
Pembentukan dari cyclic adenosine
monophosphate
(3,
5
cAMP)
mengaktifkan pompa Na+K+ATPase (3),
yang menyebab kan influx kalium sebagai
ganti natrium.
Dengan menginhibisi degradasi cyclic
AMP, teofilin mempotensiasi katekolamin
yang menstimulasi uptake kalium, sehingga
terjadi kondisi hipokalemia (4).
c. Aldosteron
Walaupun mineralcorticoid ini memfasilitasi uptake kalium ke otot, bukti
signifikansi klinisnya dari efek ini masih kurang.
d. Asam-basa
Perubahan pH, asidosis metabolic dengan anion gap normal berakibat
masuknya ion hidrogen ke kompartemen intraselular guna mem-buffer intrasel,
sebagai gantinya kalium keluar dari kompartemen intrasel. Namun kejadian ini
hanya berdampak kecil, dimana hanya merubah konsentrasi kalium ektraselular
<1mEq/l.
Asidosis inorganic (cont: hydrochloric acid) memfasilitasi pergerakan
kalium dari ICF ke ECF. Proton memasuki sel, sedangkan ion inorganic yang
impermeabel tidak, sehingga terjadi peningkatan muatan positif di ICF.
Peningkatan ini mendorong pergerakan kalium ke luar sel. Karena ion organik
(cont: laktat, ketoacid) lebih sulit memasuki sel, maka peningkatan kalium
11
12
13
b. Mineralokortikoid
Aldosteron merupakan mineralokortikoid utama, yang meningkatkan
sekresi kalium menuju tubulus melalui:
1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas apical amiloride sensitive ENaCs pada
connecting tubule dan cortical connecting duct pada tubulus distalis. Hal ini
meningkatkan resorbsi sodium sehingga menciptakan muatan negatif dalam
lumen dan memaksa ekskresi kalium ke lumen tubulus.
2) Meningkatkan aktifitas Na-K-ATPase basolateral.
c. Asupan diet kalium
Peningkatan dan penurunan intake kalium secara tak langsung akan
berdampak pada peningkatan atau penurunan kalium urin. Tergantung pada diet,
normal intake kalium dapat bervariasi antara 50-500 mEq/hari. Intake buahbuahan, sayur, dan gandum mengandung banyak kalium, dan kebalikannya
intake tinggi lemak memberikan asupan kalium rendah.
Adaptasi ginjal terhadap intake tinggi kalium dimediasi oleh peningkatan
sekeresi aldosteon dan melalui peningkatan aktivitas Na-K-ATPase pada nefron
distal. Sebagai respon terhadap restriksi kalium, aktivitas mineralokortikoid
dikurangi, sehingga menyebabkan hambatan dalam sekresi kalium.
d. Anion non-absorbable
Peningkatan pada anion non-absorbable (cont. bikarbonat, hippurat, dan
beta-hidroksibutirat) menjebak kalium yang tersekresi pada lumen tubulus dan
membatasi reabsorbsi kalium di medullary collecting duct. Hal ini menyebabkan
pengeluaran kalium ginjal yang dapat berlanjut pada deplesi kalium berat.
e. WNK kinase
WNK kinase merupakan serangkaian enzim yang (baru-baru ini) diketahui
14
15
interstisial
kronik
dengan
kerusakan
tubulus,
juga
dapat
16
17
BAB III
HIPOKALEMIA
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
C. KLASIFIKASI
D. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
E. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
F. DIAGNOSIS
G. PENATALAKSANAAN
H. KOMPLIKASI
I. PROGNOSIS
18
BAB II
HIPOKALEMIA
Pendahuluan
Kalium (potassium) adalah kation utama intrasel.Konsentrasi kalium plasma normal
adalah 3,5 5,5 mmol/L, sedangkan konsentrasi di dalam sel sekitar 150 mmol/L.
Perbandingan kadar kalium intrasel terhadap ekstrasel
(normalnya 38 : 1) adalah
penentu utama potensial membrane sel pada jaringan yang dapat tereksitasi seperti otot
jantung dan otot rangka. Pompa Na-K-ATPase secara aktif memompa natrium keluar
sel dan kalium ke dalam sel dengan perbandingan 2 : 3. Aktivitas pompa elektrik ini
distimulasi oleh naiknya kadar Na intrasel dan dihambat oleh keadaan intoksikasi
digoksin, atau pada keadaan sakit kronis,seperti gagal liver atau ginjal.1
Keseimbangan Kalium
Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari traktus
gastrointestinal. Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50 100
mEq.1,2 Untuk mencegah terjadinya peningkatan ganda pada plasma, absorpsi dari
kalium harus diikuti oleh ekskresi lewat ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang
dimakan akan diabsorpsi ke dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan
diekskresikan lewat feses dan keringat. Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke
dalam sel dan diekskresikan lewat ginjal adalah mekanisme agar kalium tidak
meningkat konsentrasinya di dalam darah.Hal ini difasilitasi oleh hormone insulin dan
kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di feses dapat meningkat hingga 50
60% (dari intake makanan) pada insufisiensi renal kronis.1,3 Di samping itu, sekresi
kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita diare dengan volume besar,
yang berpotensial menyebabkan deplesi kalium.1,2,3
Ekskresi Kalium
Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat dari makanan
dan sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya kalium yang difilterisasi
19
(GFR x konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4 mmol/L = 720 mmol/d) adalah
sepuluh kali lipat lebih besar daripada jumlah kalium ekstrasel.Ekskresi kalium lewat
ginjal dipengaruhi oleh hormone aldosteron, natrium tubulus distal, dan laju
pengeluaran urin.Aldosteron adalah hormone yang disekresikan di sel-sel zona
glomerulosa pada korteks adrenal sebagai respon terhadap peningkatan rennin dan
angiotensin II atau hiperkalemia.Sekresi aldosteron terangsang oleh jumlah natrium
yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal
(hiperkalemia), dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium difiltrasi
lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang
meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang tersekresi ke dalam tubulus distal
sebagai penukar bagi reabsorpsi natrium atau ion hydrogen (H+). Kalium yang
tersekresi akan diekskresikan sebagai urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga
tergantung dari pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus
distal juga akan meningkatkan ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan
kalium yang berat, terdapat sekresi yang menurun pada kalium dan reabsorpsinya
ditingkatkan pada duktus kolektivus bagian medulla dan korteks.1
Definisi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L.
Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium
serum tidak mencerminkan kalium tubuh total. Lagipula, pH darah mempengaruhi
kadar kalium serum. Untuk setiap penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum
meningkat sebanyak 0,5 mEq/L, begitu juga sebaliknya.1,2,3
Etiologi
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang
berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat
alkalosis.Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium dalam
makanan sehari-hari.Semua pasien sakit berat yang tidak mendapatkan makanan
melalui mulut perlu mendapatkan kalium tambahan dalam cairan infusnya, karena
ekskresi kalium melalui ginjal terus berlangsung, meskipun tidak ada asupan.Tabel
berikut ini menyajikan berbagai etiologi hipokalemia.1,4
Intake yang menurun
Kelaparan/puasa
20
Geofagia
Redistribusi ke dalam sel
Lain-lain
Non-renal
Pseudohipokalemia
Hipotermia
Paralisis periodic hipokalemia
Intoksikasi barium
Diare
Berkeringat
kelebihan
mineralokortikoid
(hiperaldosteronisme
primer
dan
sekunder,
hyperplasia
adrenal
kongenital,
sindroma
Cushing,
sindroma Bartter, konsumsi tembakau,
karbenoksolon.
Lain-lain : amfoterisin B, sindroma
Liddle, hipomagnesemia
Renal
Redistribusi ke Sel
Alkalosis metabolic banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium
mengalami redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat
ginjal.2,3
Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotic, sehingga pada pasien
ketoasidosis diabetic dapat terjadi kekurangan kalium.Zat terlarut yang dapat
21
22
sindroma
Cushing
atau
pada
pemberian
pengobatan
kortikosteroid
23
24
Diagnosis Hipokalemia
25
26
yang tidak tepat untuk hipokalemia dapat menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih
parah.Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan emergensi jarang didapatkan.
Biasanya pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dan diketahui memiliki
riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam terapi digitalis. Pada
keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5 10 mEq dalam 15 20
menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium sampai diatas 3,0 mEq/liter. Setelah itu
pasien perlu diawasi lengkap dengan EKG untuk menurunkan resiko hiperkalemia.
Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara parenteral atau
oral tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan obat oral atau tidak, dan
tidak ada gangguan fungsi pencernaan.Pada banyak kasus, seperti pasien dengan infark
miokard, paralisis, dan ensefalopati hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi
secara oral.KCl (Kalium klorida) yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi
dapat terjadi jika diberikan pada dosis KCl 10 mEq/jam.Bagaimanapun, terapi koreksi
hipokalemia sebaiknya diberikan secara oral jika mungkin. Pada pasien non-diabetes,
infus atau cairan parenteral dengan dekstrosa akan menstimulasi sekresi insulin dalam
tubuh, yang kemudian menyebabkan residtribusi kalium dari ekstrasel ke intra sel,
sehingga justru secara paradoks menyebabkan hipokalemia. Pada banyak kasus, KCl
secara parenteral dapat dicampur dengan cairan parenteral normal saline.Jika KCl yang
dibutuhkan banyak (konsentrasinya besar), maka KCl diberikan dengan dosis normal
saline sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas.
Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang baik pada
pasien.Pasien hipokalemik karena pemakaian diuretic, sebaiknya dipertimbangkan
kebutuhan diuretic untuk pasien tersebut. Jika penggunaan diuretic masih harus
dilanjutkan, maka perlu adanya pertimbangan untuk menggunakan diuretic dengan
potassium-sparing, seperti amiloride, triamterene, atau spironolakton. Jika perlu,
penambahan agen beta bloker atau Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI)
dapat menjadi tambahan dalam rangka mempertahankan kadar kalium yang ada di
dalam plasma.1