Вы находитесь на странице: 1из 2

PT Telkom Melanggar

UU Perlindungan Konsumen
BANDUNG, Sang Saka Hampir seluruh konsumen Indonesia saat ini semakin tidak
berdaya karena PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penyedia fasilitas telekomunikasi
ternyata selama ini tetap saja melakukan monopoli dan manipulasi dalam menjalankan
bisnisnya.
Lebih menyedihkan lagi, ada beberapa produk dari PT Telkom yang juga semakin
menyiksa dan memeras sebagian besar kosumen/pelanggannya. Otomatis tindakan yang
melanggar serta tidak sesuai dengan suasana globalisasi masih saja dilakukan secara nyata
tetapi terlihat wajar ibarat siluman. Apalagi PT Telkom sudah dianggap sebagai perusahaan
publik dan telah lama tercetak global submit alias tercokol sahamnya di electronic board
milik NYSE (New York Stock Exchange), salah satu pasar bursa paling bergengsi dan
berpengaruh di dunia.
Menangis rasanya melihat salah satu perusahaan BUMN yang diandalkan oleh
bangsa dan negara telah menjadi perusahaan yang sesungguhnya bobrok, kacau, dan menjadi
ajang mencari duit panas raksasa oleh para petinggi PT Telkom maupun orang-orang di
pemerintahan (pusat maunpun daerah) yang berkaitan langsung dengan aktivitas bisnis dan
industri PT Telkom itu sendiri.
Sang Saka telah banyak melakukan penelitian bahwa PT Telkom masih dianggap
tetap melakukan praktek monopoli. Setelah PT Telkom tidak diberikan hak-hak istimewa
oleh pemerintah pusat dalam bisnis telekomunikasi seiring dengan bertambahnya intensitas
arus menuju pasar bebas, tetap saja PT Telkom masih menjadi pemain tunggal dalam bisnis
jaringan telepon permanen atau dikenal sebagai PSTN (public switch telephony network).
Sangat Mahal
PT Indosat saja masih mikir panjang untuk terlibat dalam pengadaan PSTN karena memang
biaya investasi per-unitnya sangat mahal.
Artinya, para pelanggan (konsumen) telepon
permanen yang baru akan tetap memilih jaringan PSTN milik PT Telkom, karena sekarang
masih merupakan penyedia satu-satunya dalam ruang bisnis telekomunikasi di Indonesia. Hal
krusial seperti ini merupakan hasil/dampak negatif selama 40 tahun lebih usaha monopoli
bisnis telekomunikasi PT Telkom sebelum era globalisasi (terutama ketika Dinasti Soeharto
berkuasa). Akibat terbiasa menikmati usaha monopoli selama berpuluh-puluh tahun tersebut,
orientasi bisnis PT Telkom tetap saja akan mengarah kepada strategi monopoli baru, pencuri
start dan pemain licik yang unggul.
Tidak beraninya beberapa perusahaan kompetitor saat ini, seperti PT Indosat, PT
Ratelindo, PT Komselindo dalam investasi jaringan telepon permanen tersebut menjadi
indikator paling nyata, bahwa PT Telkom justru akan senang serta berupaya keras untuk
menghambat saingan-saingat tersebut. PT Telkom akan tetap berusaha untuk menjalankan
hakekat monopoli tetapi dengan cara yang sangat berbeda tetapi licik, misalnya, memberikan
persuasi kepada publik umum dengan beberapa motto tertentu, seperti kenaikkan tarif berarti
perluasan jaringan, atau seperti commited to you (C2U).
Memang jika tidak ada saingan, PT Telkom dipersilakan terus menjalankan bisnisnya.
Namun PT Telkom harus fair dan melindungi para pelangganya. Tetapi sangat terbelakang
(berpikir sempit), jika PT Telkom akhirnya seenaknya menentukan tarif telepon, dan sengaja
melakukan korupsi/kolusi bisnis telekomunikasi dengan memanipulasi jaringannya, sehingga
kantong para pelanggannya diperas meski dengan cara yang tidak disadari oleh
pelangganya.

Paling Nyata
Contoh saat ini yang paling nyata adalah kasus manipulasi jaringan PSTN dalam layanan
akses internet. Jangan dibantah lagi, ketika hasil survei Sang Saka membuktikan bahwa
produk layanan akses internet TelkomNet Instant berbasis dial-up adalah produk sampah
(used junkies) bagi seluruh pelanggan internet PT Telkom.
Bayangkan, jumlah pelanggan telepon permanen (basis PSTN PT Telkom) saat ini
adalah 7,5 juta lebih unit SST. Hasil penyilidikan Sang Saka memperlihatkan, bahwa selama
beberapa tahun belakangan, pemakai TelkomNet Instant mengalami lacking (perlambatan)
atau penurunan drastis kecepatan akses (bandwidth). Sebagian besar pelanggan mengeluh
dan kesal karena jaringan PSTN PT Telkom yang katanya tercanggih di Indonesia, ternyata
menghasilkan produk yang tidak berkualitas dan memuaskan. Seperti diketahui, tarif
TelkomNet Instant permenitnya adalah Rp 165. Jika ada minimal 2 juta pelanggan yang
mengakses dial-up TelkomNet Instant selama 2 jam (1 jam efektif, 1 jam macet/lambat) maka
PT Telkom akan mendapatkan dana panas dalam setahun kalkulasinya adalah Rp 165 X 60
menit X 365 hari X 2 juta = Rp 7,227 triliun. Itu baru perhitungan minimal. Data elektronik
yang didapatkan Sang Saka dari EDRD (electronic destination results data) yang terlacak
oleh backbone salah satu perusahaan ISP (internet service provider) terkenal dari AS,
memperlihatkan ternyata ada sekitar 2,78 juta lebih yang mengakses TelkomNet Instant pada
tahun 2002. Berarti lebih dari Rp 10 triliun akan didapatkan PT Telkom dari hasil manipulasi
sistem jaringannya. Sepertinya banyak orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan rakus
dalam tubuh internal PT Telkom yang melakukan tindakan sangat tidak etis tersebut, sebab
kondisi para konsumen dan ekonomi Indonesia masih megap-megap.
Dengan metoda bisnis yang sesat tetapi terlihat canggih tersebut berarti PT Telkom
telah melakukan tiga tindakan yang memalukan banyak pihak baik publik nasional maupun
luar negeri, yakni monopoli, manipulasi, dan melecehkan para pelanggan (knsumen). Lebih
ngeri lagi, para konsumen pemakai PT Telkom seperti tidak menyadari tindakan cerdik tapi
licik tersebut. Artinya beberapa pun tagihan telepon yang keluar, harus dibayar oleh para
konsumen. Indikasi monopoli dan manipulasi tersebut, menjadikan PT Telkom sesungguhnya
melakukan tindakan lebih dari sekedar melanggar UU Perlindungan Konsumen Indonesia
yang telah disepakati juga menjadi tanggung-jawab Departemen Perhubungan serta
Departemen Perindustrian dan Perdagangan tersebut tetapi juga melanggar hukum bisnis,
hakekat globalisasi, dan pasar bebas. Sang Saka takut dan khawatir jika masalah ini tidak
ditanggapi oleh para petinggi PT Telkom maupun pemerintah pusat, maka dipastikan pihak
internasional akan merespons kasus ini, dan bisa jadi menjadi topik masalah serta antipati
publik yang besar kelak. Apakah PT Telkom tidak merasa kasihan melihat para pelanggannya
yang tertatih-tatih hidupnya untuk mendapatkan penghasilan agar tagihan teleponnya tetap
terbayar?
Seharusnya problem ini juga menjadi tanggung-jawab Dirut PT Telkom, Kristiono,
serta para direksinya terutama Direktur Jasa Bisnis dan Teknologi, Garuda Sugardo, yang
pasti mengetahui seluk beluk tindakan negatif tersebut. Apabila Dirut dan staff direksinya
memang merasa kecolongan, mereka tetap harus menjadi pihak yang menanggung
responsibilitas penuh, karena di pundak merekalah seluruh aspek aktivitas teknologi dan
kebijakan bisnis dijalankan. Percuma PT Telkom memiliki motto Commited 2 U, tetapi secara
internal mempunyai kapasitas SDM penipu dan networking-nya sangat menyedihkan bahkan
tidak bermutu. DSG

Вам также может понравиться