Вы находитесь на странице: 1из 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA TROMBOSIS

A. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan
gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak,
sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke iskemik yang disebabkan oleh penyumbatan arteri akibat trombus
(bekuan darah di arteri serebri). Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi, biasanya karena aterosklerosis berat sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya.
Sering kali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (TIA)
sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA adalah gangguan fungsi
otak singkat yang reversibel akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi ketika
pembuluh darah aterosklerosis mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen
otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis
mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen meningkat dan kebutuhan ini
tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis berat. Berdasarkan definisi TIA
berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang sering terjadi menunjukkan
kemungkinan terjadinya stroke trombotik yang sebenarnya (Corwin, 2009).

B. Etiologi
Aterosklerosis (trombosis)
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan


kepingan thrombus (embolus)

Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.

Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan
penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus
(carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi
biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Kelainan darah : trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis,
hiperkoagulasi.
Polisitemia adalah

peningkatan

jumlah

sel

darah

merah

akibat

eritropoiesis yang berlebihan, hal ini muncul sebagai kompensasi dari

reaksi fisiologis terhadap hipoksia jaringan. Darah yang bertambah kental,


akan meningkatkan vikositas/ hematokrit sehingga dapat memperlambat
aliran darah serebri.
Miksoma atrium.
C.

Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua,
yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah

(Bustami,

2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda

Seks

untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun


Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan
pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih
muda

sehingga

tingkat

kelangsungan

hidup

lebih

tinggi.

Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia


lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih
Keturunan,

besar.
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat

sejarah stroke

berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit

dalam

jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya

keluarga

dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat


pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor
genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko
Hipertensi

Keterangan
Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90%
penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum
terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090
tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak
hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring
dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor
lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko
stroke. Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko
stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko
stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan
angka kematian akibat stroke sebesar 40%.

Diabetes mellitus

Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,


diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri

Penyakit jantung

karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.


Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner Indikator kuat kedua dari
keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi
sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke


Fibrilasi atrial Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan
risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan
dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen
ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan
Karotis bruits

lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.


Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan

Merokok

tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.


Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi
menunjukkan

bahwa

merokok

jelas

menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia


dan kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan
dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian
Peningkatan

merokok mengurangi risiko.


Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika

hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah


keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika
viskositas

meningkat

hyperfibrinogenemia,

atau

hasil

dari

polisitemia,

paraproteinemia,

biasanya

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,


tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
Peningkatan

subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

tingkat fibrinogen

trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah

dan kelainan

dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta

sistem pembekuan

protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

Hemoglobinopathy

Sickle-cell disease Dapat menyebabkan infark iskemik


atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid,
vena sinus dan trombosis vena kortikal.

Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah


6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Penyalahgunaan
obat

mengakibatkan trombosis vena serebral


Obat
yang
telah
berhubungan

Dapat

dengan

stroke

termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan


kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah

hipersensitivitas

vaskular

menyebabkan

alergi.

Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan


Hiperlipidemia

setelah penggunaan kokain.


Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya
dengan

stroke

kurang

jelas.

Peningkatan

kolesterol

tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis


karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
Kontrasepsi oral Pil

antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.


KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan
koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein

Diet

liver atau jarang penyebab autoimun.


Konsumsi alkohol Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan
alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan
darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel
darah

merah.

Selain

itu,

alkohol

bisa

menyebabkan

miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak

dan autoregulasi.
Kegemukan Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh

adanya

hipertensi

dan

diabetes.

Sebuah

berat

relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen


Penyakit pembuluh
darah perifer
Infeksi

ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.


Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui

pengembangan

dinding pembuluh
Homosistinemia

darah.

perubahan
Sifilis

inflamasi

meningovaskular

dalam
dan

mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.


Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko

atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.


Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami

stres.

Stres

psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
-

Nyeri kepala akut dan terasa berat,

Gejala muncul pada malam hari/ menjelang pagi hari karena penurunan
tekanan darah dan aktivitas saraf sensorik.

leher bagian belakang kaku,

muntah,

penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma

Hemiparesis lebih prominen pada salah satu ekstremitas bisa mengarah ke


hemiplegi

E. Patofisiologi (TERLAMPIR)
Stroke trombosis adalah bentuk bekuan darah didalam salah satu arteri
otak. bekuan menyumbat aliran darah ke sebagian otak. Ini menyebabkan sel
otak di area tersebut berhenti fungsinya dan mati dengan cepat.

Adanya aterosklerosis menyebabkan lumen pembuluh darah berkurang


elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan lumen pembuluh darah semakin
menyempit dan menyebabkan alian darah berkurang. Terbentuk trombus pada
pembuluh

darah

yang

kemudian

menyebabkan

terjadinya

trombosis.

Selanjutnya terjadi oklusi mendadak pada pembuluh darah otak dan


meningkatkan metabolisme anaerobik sehingga menyebabkan iskemi jaringan
otak. Pada kondisi iskemi, kebutuhan oksigen, glukosa dan bahan makanan ke
sel otak akan terganggu, sehingga akan menghambat mitokondria dalam
menghasilkan ATP. Iskemia yang belangsung berkepanjangan menyebabkan
sel tdak dapat lagi mempertahankan integritasnya, sehingga akan terjadi
kematian sel melalui proses apoptosis.
F. Pemeriksaan
- Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12. Baju periksa
13. Sarung tangan
a. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan
bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.

2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)


a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa

ketajaman

dengan

membaca,

perhatikan

jarak

baca

atau

menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.


b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang
sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah.
Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan
ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.

f.

Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi


periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya,
minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan
mandibula.

5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)


a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat

dan

coba

untuk

membukanya,

minta

pula

klien

utnuk

menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.


6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi

c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan


kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua
pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang
lain
b.Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti
dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat
dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts
(memiliki nilai 0 5)
0

= tidak ada kontraksi sama sekali.

= gerakan kontraksi.

= kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.

= cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

= cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

= kekuatan kontraksi yang penuh.

c.Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab
itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain
(tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien
belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa
dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk
pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :

a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.


b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d.Pemeriksaan Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung
kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar
fleksi.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG

Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk

mengetahui

adanya

anemia,

trombositopenia

dan

leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik


b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang
terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak
sebagai sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor
risiko stroke hemoragik
f.

Pemeriksaan faal hemostatis


Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi
dan pencetus stroke hemoragik

G. Penatalaksanaan Stroke
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang

sering,

oksigenasi,

kalau

perlu lakukan

trakeostomi,

membantu

pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap

pengkajian

terdiri

dari

tiga

kegiatan,

yaitu

pengumpulan

data,

pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)


a)

Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

(a)

Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

(b)

Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

(c)

Riwayat penyakit sekarang


Meliputi adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh
pada saat klien melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, di samping gejala
kelumpuhan separuh badan atau ganggguan fungsi otak yang lain, selisah,
letargi, lelah, apatis, perubahan pupil, dll.

(d)

Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

(e)

Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

(f)

Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)

(g)

Pola-pola fungsi kesehatan


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi

Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti


inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998
dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid,
spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego

Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa


dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih
dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
(h)

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah

yang

menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan
nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine


Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas,
genggaman

tidak

sama,

refleks

tendon

melemah

secara

kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing,

sakitkepala,

gangguan

status

mental/tingkat

kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,


pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf
Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran
Tingkat Responsivitas

Klinis

Terjaga

Normal

Sadar

Dapat tidur lebih dari biasanya, sedikit bingung saat pertama


kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika terbangun.
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika

Letargi

dirangsang.
Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dalam
mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau

Stupor

frase pendek.
Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak mengikuti perintah,
atau berbicara koheren.

Semikomatosa

Dapat berespon dengan postur secara refleks ketika


distimulasi atau dapat tidak beresepon pada setiap stimulus.

Koma

Sumber: Carolyn M. Hudak dan Barbara M. Gallo, keperawatan Kritis: Pendekatan


Holistik, Jakarta: EGC, 1996)
Respon motorik

Respon verbal

Membuka mata

Menurut

Orientasi

Spontan

Terlokalisasi

Bingung

Terhadap panggilan

Menghindar

Kata tidak dimengerti

Terhadap nyeri

Fleksi abnormal

Hanya suara

Tidak dapat

Ekstensi abnormal

Tidak ada

Tidak ada

Sano dan tamura juga membuat klasifikasi klinis perdarahan subarakhnoid dan
dihubungkan dengan GCS. Berikut klasifikasinya: (Satyanegara, dkk., 2010).
Derajat

GCS

Klinis

15

Neurologis intak (kesuali parese saraf otak)

15

Neurologis intak (kecuali parese saraf otak)


disertai kaku kuduk, nyeri kepala atau keduanya

3a

13-14

Defisit neurologis fokal tidak ada

3b

13-14

Ada defisit neurologis fokal

8-12

Dengan atau tanpa defisit neurologis fokal

3-7

Tak berespon, dengan/tanpa postur abnormal

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1.

Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan


perubahan membran alveolar-kapiler
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bernapas, sesak napas
DO :
a. Gangguan visual
b. Penurunan karbondioksida
c. Takikardi
d. Tidak dapat istirahat
e. Somnolen
f. Irritabilitas
g. Hipoksia
h. Bingung
i. Dispnea, perubahan warna kulit (pucat, sianosis)
j. Hipoksemia dan hiperkarbia
k. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan abnormal
l. Diaphoresis
m. pH darah arteri abnormal
n. Mengorok/ stridor

2.

3.

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK


Ditandai dengan:
DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO :
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gangguan atau kehilangan memori
c. Deficit sensorik
d. Perubahan tanda vital
e. Perubahan pola istirahat
f. Kandung kemih penuh
g. Gangguan berkemih
h. Demam
i. Batuk
j. Perubahan reflex
k. Perubahan kekuatan otot
l. Perubahan visual
m. Kejang
n. Pergerakan tidak terkontrol
Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular
Ditandai dengan:
DS

: klien mengatakan sulit bergerak

DO

a.
b.
c.
d.
e.
f.
4.

5.

Kelemahan
Parastesia
Paralisis
Kerusakan koordinasi
Keterbatasan rentang gerak
Penurunan kekuatan otot

Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral


Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit berbicara
DO :
a. Disartria
b. Afasia
c. Kata-kata tidak dimengerti
d. Tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan
Defisit perawatan diri b.d paralisis, hemiparesis, quadriplegia
Ditandai dengan:
DS
DO

6.

: klien mengatakan badan lumpuh sebagian atau seluruhnya


:
a. Klien bedrest
b. Perubahan TTV
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Klien terlihat tidak rapidan kotor
Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan pada jaringan otak
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan jantung berdebar-debar
DO :
a. Perubahan irama jantung (aritmia, takikardia, bradikardia)
b. Perubahan preload (distensi vena jugularis, kelelahan, edema,
murmur, peningkatan dan penurunan tekanan vena pusat (CVP),
peningkatan dan penurunan tekanan pulmonal (PAPW), dan
perubahan berat badan.
c. Perubahan afterload (kulit dingin, sesak nafas atau apnea, oligouria,
pengisian kapiler lambat, penurunan nadi perifer, perubahan TD,
peningkatan dan penurunan resistensi pembuluh sistemik (SVR),
peningkatan dan penurunan PVR, dan perubahan warna kulit)
d. Perubahan kontraktilitas (crackles, batuk, orthopnea, CO>4 l/mnt,
CI< 2,5 l/menit, penurunan hantaran paksi S VI (VSWI), terdapat

7.

suara S3 dan S4.


Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke b.d kurangnya informasi
mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah
Ditandai dengan:
DS
DO

: klien, dan atau keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya


:
a. Sulit mengikuti petunjuk

8.

9.

b. Tidak melakukan pemeriksaan secara akurat


c. Kurang mengenal masalah
d. Kurang dapat mengingat
e. Salah menginterpretasikan informasi
f. Keterbatasan pengetahuan
g. Tidak tertarik belajar
h. Tidak familiar terhadap sumber-sumber informasi
Resiko cedera b.d paralisis
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan kelumpuhan anggota gerak
DO :
a. Hemiplegia
b. Klien melakukan aktivitas dengan bantuan atau menggunakan alat
bantu
c. Berjalan lamban
Resiko aspirasi b.d kehilangan kemampuan untuk menelan
Ditandai dengan:
DS
DO

: klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan


:
a. Batuk saat menelan
b. Dispnea
c. Bingung
d. Penurunan PaCO2
10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuann
menelan sekunder dari paralisis.
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi
b. Terjadi penurunan BB 20% atau lebih dari berat badan ideal
c. Konjungtiva anemis
d. Hb abnormal
e. Sulit membuka mulut
f. Sulit menelan
g. Lidah sulit digerakkan
11. Gangguan proses pikir b.d gangguan aliran darah serebral, gangguan
sensasi, dan kegagalan interpretasi terhadap rangsangan lingkungan.
Ditandai dengan:
DS
DO

: klien mengatakan mengalami gangguan konsentrasi


:
a. Penurunan kesadaran (GCS menurun)
b. Penurunan agitasi
c. Kurang kooperatif
d. Gangguan memori
e. Gangguan bahasa
f. Labil
g. Gangguan persepsi

h.
i.
j.
k.

PATOFISIOLOGI

Perubahan gambaran diri


Perubahan sensasi
Perubahan pandangan
Perubahan mobilitas

Faktor
risiko
Aterosklerosis, polisitemia, dll

Trombosis serebral
Oklusi pembuluh darah secara mendadak

Iskemik jaringan otak

CVA

Iskemik perkepanjangan

1. Risiko peningkatan TIK

Defisit neurologis

Frontal

Temporal

Gangguan
penilaian
Gangguan
penampilan
dan
kebersihan
diri
Gangguan
afek dan
proses pikir
Gangguan
fungsi
motorik

Gangguan
memori
kejadian
yang baru
terjadi
Kejang
psikomotr
Tuli
Konfabulas
i
(mengingat
pengalama
n imajiner)

Kehilangan
kontrol
volunter

Parietal

Afasia (tidak
mampu berbicara
dan menulis)
Agrafia
(kehilangan
kemampuan
menulis)
Agnosia (tidak
mampu
mengenali
strimuli sensori)

8. Kerusakan
komunikasi
verbal

2. Penurunan perfusi jaringan serebral

Dominan

Nondomnian

Oksipital

Ganggu
an
sensorik
bilateral

Disorientasi
Apraksia
(kehilangan
kemampuan
melakukan
gerakan
bertujuan)
Distorsi
konsep
ruang
Hilang
kesadaran
pada sisi
tubuh yang
berlawanan

Kemampu
an
penglihata
n
berkurang
dan buta

Penurunan
kesadaran
Hemiplegia
dan
hemiparese

4. Kerusakan
mobilitas fisik

3. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
7. Defisit perawatan diri:
Mandi dan eliminasi

5. Risiko
tinggi
cidera

Usila

Bekuan darah, Lemak


udara

Arterosklerosis,
hypertensi

Penurunan aktivitas
simpatis

Penyempitan pembuluh

Tekanan pembuluh darah

Darah otak

Penurunan tekanan
darah

Aneurisma

Emboli

Suplay darah otak


menurun

Pecahnya pembuluh
darah

Iskhemi jaringan otak

Perdarahan intraserebral

Gangguan sirkulasi serebral


Perubahan perfusi jaringan serebral

Gangguan pada otak sbg pusat koordinasi


tubuh

Gangguan semua system

N. VII

Gangguan
transmisi

Gangguan
koordinasi otak

Kerusakan
komunikasi verbal

Persepsi sensori

Kelemahan

Kerusakan
menelan

Perubahan
persepsi sensori

Kerusakan
mobilitas fisik

Kurang perawatan

Gangguan harga diri

Kurang pengetahuan

N.

Daftar Pustaka

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M.

1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.

Вам также может понравиться