Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2.
3.
4.
5.
6.
Tulang tulang yang membentuk tulang belakang dan gelang panggul : 26 buah
7.
Tulang tulang anggota yang membentuk lengan ( anggota gerak atas ) : 64 buah
8.
Tulang tulang yang membentuk kaki ( anggota gerak bawah ) : 62 buah. ( Syaifuddin, 1997
)
Fungsi kerangka antara lain:
1.
2.
Melindungi alat tubuh yang halus seperti otak, jantung dan paru.
3.
Tempat melekatnya otot otot dan untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot.
4.
5.
Trauma
Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah
periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi
akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit,
ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh
darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma
hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang
terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
syndrom comportement.
4. Klasifikasi
Jenis Fraktur :
a.
Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal.
b. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
c.
Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya
tidak menembus jaringan kulit.
d.
Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat
fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok.
f.
Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel,
tumor)
i.
Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
j.
5. Manifestasi Klinis
a.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
c.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d.
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi
dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c.
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus
terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari
setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara
bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
e.
Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang
berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan. (Rasjad, 1998 : 399 401)
7. Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
d.
e.
8. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a.
Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui
riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi
tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan
ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips.
Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau
blok saraf lokal.
c.
Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan
ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric
dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran
darah.
( Smeltzer & Bare, 2001 : 2360 2361 )
Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan
imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai jalan atau patellar tendon bearing.
Reduski harus relative akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saatnya di mana sangat
sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu dipasang pin perkutaneus dan dipertahankan
dalam posisinya dengan gips ( mis. Teknik pin dalam gips ) atau fiksator eksterna yang
digunakan. Pembebanan berat badan parsial biasanya diperbolehkan dalam 7 samapi 10 hari.
Aktivitas akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Gips diganti menjadi
gips tungkai pendek atau brace dalam 3 sampai 4 minggu, yang memungkinkan gerakan
lutut. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi interna
dengan batang, plat atau nail, atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut harus didorong
dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep, biasanya 4
sampai 6 minggu.
( Smeltzer & Bare & Bare, 2001 : 2386 )
Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post ORIF ( Open
Reduction Intra Fixation )
1.
Pengkajian
Menurut Doenges, Marilynn. 2000 : 761 adalah data dasar pengkajian klien adalah sebagai
berikut :
vitas/Istirahat
ulasi
Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) dan
hipotensi. Takikardia (respon stress, hipovolemia). Penurunan atau tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.
Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot,
terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau
ansietas atau trauma lain).
d.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau
kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme atau kram otot setelah imobilisasi).
e.
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal
(dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
f.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera. Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan
diri, dan tugas pemeliharaan atau perawatan rumah.
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn dan Lynda juall, Carpenito diagnosa keperawatan yang
dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur meliputi :
a.
b.
c.
Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer, berhubungan dengan penurunan aliran darah ;
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
d.
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau
emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktik (imobilisasi tungkai).
f.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka,
bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
g.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan
kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan)
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3.
Perencanaan Keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan lunak.
Kriteria hasil :
Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah;
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit, hangat atau kering,
sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi
individu.
Intervensi :
Kaji jaringan sekitar gips untuk titik yang kasar atau tekanan. Selidiki keluhan rasa
terbakar dibawah gips.
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau
emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Awasi frekuensi pernafasan
2) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering.
3) Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
4) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, latergi, stupor.
e.
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
2) Mempertahankan posisi fungsional.
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
3) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit.
4) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
5) Auskultasi bising usus.
f.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka,
bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan
kulit; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila
diindikasikan.
3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur.
4.
Pendokumentasian
Pelaksanaan tindakan keperawatan diikuti dengan dokumentasi yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Jenis catatan keperawatan yang
digunakan untuk mendokumentasikan tindakan keperawatan adalah catatan perkembangan
SOAPIE.
S : Data subjektif. Perkembangan didasarkan pada apa yang
dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O : Data objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat.
A : Analisis. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun