Вы находитесь на странице: 1из 10

PENGARUH SILASE IKAN RUCAH SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

TERHADAP TAMBAHAN TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI


(Litopenus vannamei)

Mamiek Wigati
1. Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5, Kota Malang
2. Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5, Kota Malang

Abstrak
Komoditas budaya tambak, terutama jenis udang merupakan komoditas unggulan dalam
program ekspor perikanan Indonesia. Keberhasilan budidaya selalu berkaitan dengan pemberian
pakan. Pakan yang diberikan harus mengandung komposisi tepat dan seimbang dengan kebutuhan
serta mudah dicerna. Harga pakan udang yang masih tinggi dapat menghambat peningkatan produksi.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan tambahan menjadi salah satu cara meningkatkan
ketersediaan pakan dengan harga yang murah. Silase ikan rucah memiliki nilai gizi yang tinggi dan
diharapkan menghasilkan pertumbuhan yang cepat.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh silase ikan rucah sebagai pakan tambahan
terhadap pertumbuhan Litopenus vannamei. Apabila silase ikan perpengaruh terhadap peningkatan
pertumbuhan Litopenus vannamei maka dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif dalam budidaya
udang.
Penelitian yang digunakan adalah eksperimintal laboratories rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap atau (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing 5 ulangan.
Perlakuan terdiri dari pemberian campuran pellet dan silase ikan rucah, dengan konsentrasi silase ikan
rucah 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%. Data diperoleh dari pertambahan bobot dan panjang Litopenus
vannamel. Data diuji normalitas dan homogenitas, kemudian dianalisis dengan ANAKOVA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian silase ikan rucah berpengaruh terhadap
peningkatan pertumbuhan Litopenus vannamel. Silase pada konsentrasi 20% meningkatkan
pertumbuhan paling signifikan pada Litopenus vannamel.

Kata kunci: silase ikan rucah, pakan tambahan, pertumbuhan Litopenus vannamei

Indonesia
merupakan
negara
kepulauan yang strategis dan memiliki

wilayah laut yang sangat luas sekitar


5,8 juta km (Rakhmawan, 2009).

Luasnya wilayah perairan tersebut


mendukung
dengan
dimilikinya
sumber daya alam yang melimpah,
termasuk perikanan. Sumber daya
yang bergizi dibutuhkan dalam jumlah
yang
tinggi,
untuk
memenuhi
kebutuhan pangan rakyat Indonesia
serta menjadi salah satu tumpuan
kekuatan ekononi nasional dimasa
mendatang. Budidaya dalam bidang
perikanan dan kelautan merupakan
salah satu usaha yang banyak
dilakukan
oleh
masyarakat.
Adiwidjaya
dan
Erik
(2012)
menyatakan bahwa kegiatan usaha
budidaya perairan payau, khususnya
tambak udang merupakan usaha yang
proses produksinya hampir mencapai
60% mengunakkan pakan formula
buatan. Produksi udang dunia, tidak
kuang dari 30% dihasilkan dari
budidaya tambak dan angka ini terus
meningkat dengan semakin banyaknya
negara produsen yang terlibat.
Komoditas budidaya tambak, terutama
jenis udang merupakan komoditas
unggulan dalam program ekspor
perikanan Indonesia. Kendala yang
dihadapi
dalam
meningkatkan
produksi
udang
adalah
pakan,
lingkungan, dan kualitas benih. Pakan
merupakan faktor yang paling
berpengaruh yaitu sekitar 60% dari
selurug input produksi, oleh karenanya
pemberian pakan pada udang harus
diperhatikan sesuai dengan jenis,
ukuran, dan kebutuhan pakan selama
pemeliharaan (Adiwidjaya & Erik,
2012)
Pakan
yang
diberikan
harus
mengandung komposisi yang tepat dan
seimbang dengan kebutuhan serta
mudah dicerna. Pemanfaatan limbah

sebagai bahan pakan tambahan


menjadi salah satu cara untuk
meningkatkan ketersediaan pakan.
Limbah yang digunakan dapat berasal
dari sisa pengolahan bahan pangan,
biji, sayur, buah maupun dari
peternakan dan perikanan (Anwar,
2007).
Pemberian pakan pada budidaya
sebaiknya secara efisien, efektif,
ramah
lingkungan,
dan
aman
dikonsusmsi serta diterima di pasar
Internasional (Adiwidjaya & Erik,
2012)
Udang merupakan salah satu jenis
bahan konsumsi yang berasal dari air
payau. Udang vannamei memiliki
produktivitas yang tinggi dan waktu
pemeliharaan relatif singkat yaitu 90100 hari per siklus, pada umumnya
panen dilakukan pada ukuran < 20 g.
Upaya untuk mencapai sasaran dalam
penggunaan pakan pada budidaya
udang adalah perlu adanya pakan
tambahan yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi udang. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan silase
ikan yang diaplikasikan sebagai pakan
tambahan pada budidaya udang. Silase
ikan memiliki nilai gizi yang tinggi
dan mudah dicerna karena protein
telah
diubah
menjadi
rantai
polipeptida. Pemanfaatan silase ikan
sebagai sumber protein hewani
diharapkan
dapat
menghasilkan
pertumbuhan yang cepat.
Tujuan dari penelitian kali ini adalah
untuk mengetahui pengaruh silase ikan
rucah sebagai pakan tambahan
terhadap
pertumbuhan
udang
vannamei
(Litopenus
vannamei)

Kegunaan penelitian dapat dibagi


menjadi 2 yaitu yang pertama adalah
kegunaan bagi peneliti dan yang ke
kedua adalah bagi masyarakat.
Kegunaan dari peneliti adalah dapat
menambah
wawasan
tentang
pemanfaatan silase ikan rucah sebagai
pakan tambahan pada Litopenus
vannamei, sehingga dapat menjadi
acuan dalam penelitian selanjutnya,
sedangkan kegunaan untuk masyarakat
adalah dapat memberikan informasi
bagi pengusaha budidaya udang dalam
skala kecil maupun besar dalam upaya
peningkatan
produksi
khususnya
Litopenus vannamei.
1. Nutrisi Litopenus vannamei
Nutrisi adalah kandungan gizi dalam
pakan, yang merupakan salah satu
kebutuhan penting bagi udang. Nutrisi
berpengaruh
terhadap
kesehatan,
pertumbuhan, dan reproduksi. Pakan
yang diberikan harus mempunyai
nutrisi yang baik untuk mendukung
kelangsungan hidup dan mempercepat
pertumbuhan.
Nutrisi dalam pakan yang lengkap
umumnya mengandung protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin.
Kandungan protein dalam Litopenus
vannamei dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perbaikan menjadi
energi
serta
sedikit
yang
dikatabolisme
menjadi
energi
(Akiyama et al, 1992). Kandungan lain
yang terdapat dalam Litopenus
vannamei adalah lemak. Hasil
penelitian membuktikan bahwa udang
mempunyai kebutuhan unik terhadap
sterol dan fosfolipid. Yang berbeda
dengan organisme air lainnya dan
mamalia. Sterol pada udang tidak

dapat disintesis, kolestrol merupakan


zat yang esensial bagi pertumbuhan
dan kehidupan udang, karena dapat
diubah menjadi hormone seks dan
hormone ganti kulit. Kadar optimal
kolestrol optimal untuk larva dan
juvenile sekitar 0,5% (Umiyati & Sri,
1999). Kandungan lain yang terdapat
dalam udang adalah karbohidrat.
Udang memerlukan karbohidrat dalam
jumlah yang banyak, karena selain
diperlukan dalam metabolism, juga
diperlukan dalam sintesis khitin dalam
kulit. Udang memiliki eksoskleton
yang disusun khitin yang sangat
diperlukan dalam proses pertumbuhan,
untuk membentuk dan mengganti
eksoskeleton selama gannti kulit
(Umiyati dan Sri, 1999). Selain lemak,
protein, dan karbohidrat udang juga
mengandung mineral dan vitamin.
Udang memerlukan mineral selama
ganti kulit, karena selama ganti kulit
eksoskeleton
yang
banyak
mengandung mineral akan hilang.
Vitamin
merupakan
zat
yang
dibutuhkan
sebagai
pendukung
pertumbuhan udang. Vitamin maupun
mineral dibutuhkan oleh udang selama
pertumbuhan.
2. Pengaruh
silase
ikan
terhadap
pertumbuhan Litopenus vannamei
Litopenus vannamei merupakan salah
satu spesies udang yang banyak
dibudidayakan
karena
memiliki
pertumbuhan yang cepat dengan
kepadatan tinggi. Litopenus vannamei
dibudidayakan mulai awal tahun 2000an dengan menunjukan hasil yang
baik. Masuknya Litopenus vannamei
membangkitkan
kembali
usaha
pertambakan di Indonesia yang
mengalami kegagalan budidaya akibat

serangan
penyakit
yang
telah
menyerang tambak udang windu
Litopenus vannamei memiliki tingkat
kelulushidupan yang baik, yaitu
mencapai 91%, hal ini dipengaruhi
oleh daya tahan yang lebih kuat
terhadap penyakit white spot syndrome
virus (Supono & Wardiyanto, 2008).
Pertumbuhan pada udang dipengaruhi
oleh
faktor
makanan.
Untuk
mendukung pertumbuhan Litopenus
vannamei perlu adanya pakan yang
dapat memberikan nutrisi pada udang,
sehingga udang dapat tumbuh dengan
optimal. Pakan yang sesuai dalam
jumlah
yang
cukup
dengan
mengandung nutrisi yang terdiri dari
protein, lemak, kabohidrat, vitamin
dan mineral yang lengkap.
Limbah ikan berpotensi sebagai bahan
pakan sumber protein, namun mudah
rusak dan busuk sehingga perlu
dilakukan pengolahan. pembuatan
limbah dapat dilakukan dengan
pembuatan silase. Limbah ikan yang
mengalami proses pengolahan (silase
ikan), selain mempuyai nilai gizi yang
tinggi juga dapat memberikan rasa dan
aroma yang khas, mempunyai daya
cerna tinggi serta kandungan asam
amino yang tersedia menjadi lebih
baik (Kompiang, dalam buku Abun
dkk, 2007). Keunggulan lain dari
silase ikan, pengolahannya tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan.
Silase merupakan produk alternative
yang
dapat
digunakan
untuk
menggantikan pakan pellet maupun
tepung ikan sebagai sumber protein.
Silase mudah dibuat, alat yang
dibutuhkan
sederhana,
tidak
tergantung pada jumlah bahan mentah

dan keadaan cuaca, modal relatif kecil


dan ramah lingkungan (Anwar,2007)
1.

2.

Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah
eksperimental yang dilakukan secara
laboratories. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL)dengan 5
perlakuan, masing-masing perlakuan
dengan 5 kali ulangan. Variablevariabel yang terlibat dalam penelitian
ini sebagai berkut. Variabel bebas =
silase ikan rucah, variabel terikat =
pertumbuhan Litopenus vannamei
(meliputi bobot badan dan panjang
badan), variable control = kualitas air
Prosedur Penelitian
Persiapan yang dilakukan sebelum
penelitian terdiri dari pembuatan silase
ikan, persiapan media dan wadah,
persiapan hewan uji, dan penebaran
hewan uji. Pada tahap persiapan
dilakukan dengan cara: (a) persiapan
alat. Alat-alat penelitian terdiri dari
carboy yang merupakan tempat
pemeliharaan
hewan
uji
yang
dilengkapi
dengan
aerasi.
(b)
persiapan media air. Air laut yang
digunakan diambil dari tendon
menggunakan
pompa,
sebelum
digunakan harus disaring terlebih
dahulu dengan menggunakan filter
bag. Media pemeliharaan yang
digunakan adalah air laut dengan
salinitas 30 ppt yang diambil dari
system penyediaan air, yang disalurkan
ke tendon, setelah itu disterilkan
menggunakan kaporit 20 ppm,
kemudian diaerasi selama 24 jam.
Sebelum digunakan sebagai air media,
air tendon tersebut disaring dengan
kain. (c) persiapan hewan uji.

Penelitian ini menggunakan udang


vannamei umur 1 bulan yang mampu
beradaptasi
dengan
lingkungan.
Sebelum penelitian utama dimulai
hewan
uji
terlebih
dahulu
diadaptasikan selama 1 hari. (d)
pembuatan silase ikan. Langkah
pertama yang dilakukan adalah
menghaluskan ikan dan menambah
asam formiat kadar 85% sebanyak 3%
berat ikan, kemudian menyimpan
campuran ikan dan asam formiat
dalam wadah yang tertutup kemudian
mengaduk campuran 3-4 kali setiap
hari selama 4-5 hari hingga seluruh
potongan menjadi halus. Langkah
kedua
yang
dilakukan
adalah
menghaluskan pellet dan melakukan
pencampuran silase ikan rucah dengan
dosis silase 05, 10%, 20%, 30%, dan
40% setelah itu membentuk campuran
dengan cetakan pellet kemudian
mengkeringkannya.
Pada
tahap
pelaksanaan dilakukan dengan cara,

menimbang bobot dan panjang awal


udang setelah dipuasakan selama 1
hari, lalu memasukan hewan uji
kedalam tempat pemeliharaan dengan
kepadatan 1 ekor pada tiap carboy,
setelah itu member pakan 1 g pada
masing-masing hewan uji yang
dilakukan pada pukul 06.00, 11.00,
18.00, dan 23.00 (sesuai dengan
kebiasaan di Global Gen Indonesia)
selama 30 hari. Menyipon dan
membersihkan carboy setiap hari. Di
sisi lain mengukur kualitas air sebagai
pendukung pertumbuhan setiap hari
yang meliputi suhu, salinitas dan pH,
sedangkan
pengukuran
ammonia
dilakukan 3 hari sekali, setlah itu
mengukur berat dan panjang udang
diakhir percoban dan tahap terakhir
adalah menimbang sisa pakan yang
diambil setiap hari setelah dikeringkan
pada akhir percobaan.

Hasil
No

ulangan

perlakuan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4

1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3

Berat
awal
1.2
1.87
2.26
2.72
1.38
1.73
2.17
1.74
1.16
1.24
1.38
1.68
1.97
1.81

Berat
akhir
3.66
4.73
3.7
5.31
5.71
6.11
3.54
6.12
3.9
5.37
4.85
6.88
5.33
7.22

Panjang
awal
5.5
6.2
6.4
7.2
5.5
6.2
6.0
6.0
5.5
5.4
6.7
7.0
6.3
6.0

Panjang
akhir
8.3
8.7
8.5
9.5
9.9
9.3
8.5
9.5
8.4
9.4
9.1
9.9
9.5
10.4

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5

1.75
2.0
1.37
2.54
1.78
2.25
1.64
1.6
1.92
2.01
1.27

Pembahasan
Pada konsentrasi 20% meningkatkan
pertumbuhan yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 10%, namun
berbeda nyata dengan perlakuan
konsentrasi 0%, 30%, dan 40%.
Sedangkan dalam pertambahan
panjang tubuh, menunjukan pada
konsentrasi 20% berbeda nyata dengan
perlakuan konsentrasi 0%, 10%, 30%,
dan 40%. Konsentrasi 20% memiliki
komposisi paling optimal terhadap
pertumbuhan Litopenus vannamei
dengan kandungan (1) protein 33% (2)
lemak 5,2% (3) karbohidrat 46,82%.
Kandungan dalam konsentrasi 20%
memiliki kisaran yang sesuai dengan
kebutuhan pada Litopenus vannamei
yaitu, protein 3%-38% dan lemak 418%. Apabila terdapat kekurangan
protein akan menghambat
pertumbuhan, demikian pula apabila
terdapat kelebihan protein dalam
pakan akan menghambat laju
pertumbuhan, karena sebagian protein
akan dimetabolisme menja di protein
baru dan sisanya akan diubah menjadi
energi (Sutrisna, 2009)
Pemberian subsitusi silase ikan rucah
terhadap pellet memberikan pengaruh
pada masing-masing perlakuan. Hal ini

6.5
2.92
5.45
4.68
3.78
3.8
3.92
3.2
3.92
2.87
3.21

5.3
6.5
6.0
7.0
6.0
5.8
6.0
6.0
5.9
6.7
5.5

10.0
7.7
9.4
9.2
8.6
8.4
8.4
8.4
8.5
7.6
8.3

dikarenakan dalam campuran silase


ikan
terdapat
komposisi
yang
bermanfaat bagi pertumbuhan udang
vannamei. Silase ikan memiliki
kandungan protein yang terdiri dari
beberapa kandungan asam amino
esensial yang sangat dibutuhkan bagi
organisme yang menggunakan silase
ikan sebagai pakan, kandungan
tersebut
methionin,
thereonine,
tryptophan, cysteine dan lysine.
Pembuatan
silase
prinsipnya
melakukan penyederanaan protein
dengan proses hidrolisa dengan
bantuan asam formiat menjadi
senyawa yang lebih sederhana, yaitu
polipeptida dan asam amino. Proses
hidrolisa
memungkinkan
protein
menjadi cair dan enzim yang ada pada
ikan akan mengurai protein. Hasil
hidrolisa mempermudah udang dalam
mencerna pakan yang berasal dari
silase (Zulkifli, 2011). Pertumbuhan
pada udang dipengaruhi oleh faktor
makanan
yang
mendukung
pertumbuhannya, sehingga udang
dapat tumbuh dengan optimal. Pakan
yang sesuai dalam jumlah yang cukup
dengan mengandung nutrisi yang
terdiri dari protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral yang lengkap.

Lemak berfungsi membantu proses


metabolisme,
osmoregulasi,
dan
menjaga keseimbangan daya apung
pada biota akuatik seta memelihara
bentuk dan fungsi jaringan. kelebihan
lemak dapat disimpan sebagai
cadangan energi untuk kebutuhan
energi selama aktivitas atau selama
tanpa makanan (Kordi, 2011). Menurut
Subarnia dan Suhebda (2013), pakan
yang baik mengandung lemak 4-18%.
Peningkatan lemak menyebabkan
konsumsi pakan semakin rendah,
sehingga membatasi jumlah nutrisi
yang masuk dalam tubuh dan akhirnya
menurunkan
pertumbuhan
dan
menyebabkan lemak tubuh menjadi
rendah. Kekurangan lemak dalam
pakan dapat menyebabkan protein
digunakan sebagai sumber energi
untuk metabolisme.
Karbohidrat perlu terdapat dalam
pakan, karena berperan sebagai energi
dalam
metabolisme.
Udang
memerlukan karbohidrat karena selain
berperan dalam metabolisme, juga
diperlukan dalam sintesis khitin dalam
kulit. Khitin yang dibentuk sangat
diperlukan dalam proses pertumbuhan
untuk
mengganti
eksoskeleton
(Umiyati & Suzi, 1999).
Pertumbuhan memiliki kaitan yang
erat dengan konversi pakan. Nilai
konversi pa kan (FCR) besarnya udang
dapat memanfaatkan pakan untuk
membentuk 1 kg daging, nilai FCR
yang berada baik berada pada kisaran
1:2(Akiyama, 1992). Konsentrasi 20%
dengan sedikit pakan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan bobot, sehingga
mendukung pertambahan bobot yang
tinggi pada udang vannamei. Semakin
kecil perbandingan antara pakan yang

dikonsumsi
dengan
pertambahan
bobot, maka FCR semakin rendah
sehingga semakin efisien. Keuntungan
FCR yang efisien yaitu, pencemaran
rendah karena sisa pakan dan hasil
metabolism yang terbuang ke air lebih
rendah dibandingkan FCR pakan yang
rendah (Anwar, 2007). Berdasarkan
hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa konsentrasi 20% memiliki nilai
FCR yang paling rendah yaitu 5,638.
Selama
penelitian
dilakukan
pengukuran
terhadap
parameter
kualitas air yang meliputi (1)suhu
(2)pH (3)salinitas (4) ammonia. Hasil
pengukuran kualitas air media
pemeliharaan untuk masing-masing
parameter kualitas air yaitu pH 8,1-8,2,
kadar ammonia 2.0-2,5 ppm dan
salinitas 30 ppt. hasil ini dalam kisaran
yang sesuai untuk kelangsungan hidup
udang. Keputusan Dirjen Perikanan
Budidaya
No.
1106/DPB.0/HK.150/XII/2006 tentang
standar nasional untuk persyaratan
teknis pemeliharaan induk pembenihan
udang Litopenus vannamei. Syaratsyarat teknis tersebut yaitu (1)28-35
ppt (2)pH 7,8-8,3 (3) suhu perairan 2830 C (4) kandungan ammonia dalam
perairan tidak melebihi 2 ppm
(5)tingkat kecerahan cahaya matahari
mencapai dasar.
Kordi (2011) menyatakan bahwa
secara umum laju perumbuhan
meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu, namun dapat menyebabkan
kematian jika peningkatan suhu hingga
ekstrim. Semakin tinggi suhu air,
semakin rendah daya larut oksigen
dalam air. pH menunjukan aktivitas
ion hydrogen dalam air. Suhu yang
rendah menyebabkan nafsu makan

berkurang, sehingga pertumbuhan


terhambat. pH rendah (keasamannya
tinggi) kandungan oksigen terlarut
berkurang,
sebagai
akibatnya
konsumsi oksigen menurun, aktivitas
pernapasan
naik,
dan
makan
berkurang. Salinitas air berpengaruh
terhadap tekanan osmosis air. Semakin
tinggi salinitas, akan semakin besar
tekanan osmosis. Untuk penyesuaian
terhadap tekanan osmosis lingkungan,
diperlukan energi yang diperoleh dari
makanan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh silase ikan rucah
sebagai pakan tambahan terhadap
peningkatan pertumbuhan Litopenus
vannamei, konsentrasi silase 20%
meningkatkan pertumbuhan paling
signifikan.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari
penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan bahan lain, selain ikan
rucah sebagai bahan pembuatan silase
ikan.
Daftar Rujukan
Abun, T., Aisjah, Denny R., Kiki, H.
2007. Evaluasi Nilai Kecernaan
Limbah Ikan Tuna (Thunnus
atlatincus) Produk Pengolahan
Kimiawi dan Biologis pada Ayam
Broiler. Bandung: Universitas
Padjajaran.
Adiwidjaya, D. & Erik, S. 2012.
Aplikasi Frekuensi Pemberian
Pakan Buatan secara Optimal
pada Budidaya Udang Windu

Intensif Berkelanjutan. Pertemuan


Pra Lintas UPT Budidaya Air
Payau
dan
Laut,
Ditjen
PerikananBudidaya,
Jepara:
BPBAP Jepara.
Akiyama, D. M. Dominy, W. G., &
Lawrence, A. L. 1992. Panaeid
Shrimp Nutrition. Marine Shrimp
Culture: Principles and Practices.
535-566. New York
Anwar. 2007. Pengaruh Pemberian
Berbagai Jenis Ikan Rucah
sebagai Sumber Silase terhadap
Produksi
Biomassa
Artemia
dengan Kepadatan 600 N/L.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Fakultas Perikanan UB.
Direktorat Jendral Perikanan (DPB).
2006. Petunjuk Teknis Balai Benih
Ikan (BBI), Balai Benih Sentral
(BBIS), Balai Benih Udang Galah
(BBUG), Balai Benih Ikan Pantai
(BBIP).
Kordi, K.M. Ghufrron, H. 2011.
Pemeliharaan
Ikan
Secara
Intensif. Jakarta: Akademia
Rakhmawan, H. 2009. Analisis Daya
Saling Komoditi Udang Indonesia
di Pasar Internasioanal. Skripsi
diterbitkan.
Bogor:
Institut
Pertanian Bogor.
Subarnia & Suhenda. 2003. Nutrisi
dalam Pakan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sutrisna,
S.
2009.
Efektifitas
Erythromicyn dengan dosis yang
berbeda terhadap Kelulushidupan
Udang Litopenus vannamei yang

Terinfeksi Bakteri Vibrio harvei.


Skripsi tidak terbitkan. Malang:
Fakultas Perikanan UB.
Umiyati & Suzy. 1999. Udang Windu
(Panaeus monodon). Bandung:
Kanisius

Zulkifli. 2011. Pemberian Pakan.


(Online),
(http://zoelkifli.blogspot.com/2011
/05/pemberian-pakan.html, diakses
14 januari 2012).

Вам также может понравиться