Вы находитесь на странице: 1из 24

Oklusi Vena Sentral Retina

REFERAT

PENYUSUN:

Cinthya Andini Pangesti


NIM: 030.10.066

PEMBIMBING:

dr. Hariindra Pandji Soediro, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 19 OKTOBER 21 NOVEMBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
OKLUSI VENA SENTRAL RETINA
Diajukan untuk memenuhi syarat Ilmu Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Budhi Asih

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal:

Disusun oleh :
Cinthya Andini P
030.10.066

Dokter Pembimbing,

dr. Hariindra Pandji Soediro, SpM

BAB I
PENDAHULUAN
Oklusi

vena

retina

adalah

penyumbatan

vena

retina

yang

mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata. Biasanya


penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak
di depan lamina kribosa. Penyumbatan vena retina dapat terjadi pada suatu
cabang kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina sentral) sehingga
daerah yang terlibat memberi gejala sesuai dengan yang dipengaruhi. Suatu
penyumbatan cabang vena retina lebih sering terdapat didaerah temporal atas
atau temporal bawah.
Penyumbatan vena retina sentralis mudah terjadi pada pasien dengan
glaucoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah, arteriosklerosis,
papiledema, retinopati radiasi dan penyakit pembuluh darah.
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral adalah:

Akibat kompresi dari luar terhadap vena tesebut seperti yang terdapat pada

proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribosa


Akibat penyakit pada pembuluh darah vena seperti fibrosklerosis atau

endoflebitis
Akibat hambatan aliran darah pembuluh vena tersebut seperti yang
terdapat pada kelainan viskositas darah, dikerasia darah atau spasme arteri
retina yang berhubungan
Karena adanya sumbatan, meskipun ada darah masuk, tetapi darah itu

tak dapat kembali lagi melalui vena, sehingga vena menjadi lebar dan lebih
berkelok kelok. Akibatnya timbul edema dan pembuluh darah pada tempat
edema tak kelihatan. Melalui dinding pembuluh darah selain air, keluar pula
darah. Jika penutupan terjadi di batang utama dari vena retina sentral,
perdarahannya lebih hebat lagi dan dapat masuk ke dalam badan kaca, bahkan
dapat menyebabkan glaucoma hemoragikum, dimana penderita merasa sakit
sekali dan tak dapat dihindarkan dengan pilokarpin. Bila sakitnya tetap maka
pengobatan satu satunya dengan enukleasi bulbi.

Bila terjadi obstruksi, hanya pada salah satu cabang dari vena retina
sentral,timbul kehilangan penglihatan sesuai yang dialiri oleh cabang tersebut.
Penglihatan sentral cepat terganggu bila terkena cabang temporal.1,2,4,5-8

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1. Anatomi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan
1

berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Secara kasar, retina
dibagi menjadi dua bagian, yaitu kutub posterior dan retina perifer yang
dipisahkan dengan ekuator retina. Ekuator retina adalah garis khayal yang
dianggap membentang sejalan dengan keluar dari empat vena vertikosa.

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang
berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai
daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi luar ke dalam, adalah sebagai


1,2
berikut:
1.

Membran

limitans

interna,

merupakan

lapisan

terdalam

dan

memisahkan retina dari vitreous, dibentuk oleh penyatuan terminal


ekspansi serat Muller, dan pada dasarnya adalah sebuah membran
basal.
2.

Lapisan serat saraf, terdiri dari akson dari sel-sel ganglion, yang
melewati lamina cribrosa untuk membentuk saraf optic.

3.

Lapisan sel ganglion, terutama berisi badan sel-sel ganglion (urutan


neuron kedua jalur visual). Ada dua jenis sel ganglion. Sel-sel
ganglion kerdil yang terdapat di daerah makula dan dendrit dari setiap
sinaps sel tersebut dengan akson sel bipolar tunggal. Sel ganglion
polisinaptik terletak terutama di retina perifer dan setiap sel tersebut
dapat synapse dengan upto seratus sel bipolar.

4.

Lapisan pleksiformis dalam. Pada dasarnya terdiri dari hubungan


antara

akson sel bipolar dendrit sel ganglion, dan prosesus sel

amakrin.
5.

Lapisan inti dalam, terutama terdiri dari badan sel-sel bipolar. Hal ini
juga berisi badan sel amakrin horizontal dan sel-sel Muller dan
kapiler-kapiler arteri retina sentral. Sel-sel bipolar membentuk urutan
neuron pertama.

6.

Lapisan pleksiformis luar, terdiri dari sambungan sferul sel batang dan
pedikel sel kerucut dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.

7.

Lapisan inti luar, terdiri dari inti sel batang dan kerucut;

8.

Membran limitans eksterna, merupakan membran fenesterasi, melalui


prosesus sel batang dan kerucut.

9.

Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor). Batang dan kerucut
merupakan organ akhir penglihatan dan juga dikenal sebagai
fotoreseptor. Lapisan sel batang dan sel kerucut hanya memiliki satu
segmen luar sel fotoreseptor yang tersusun secara palisade. Ada
sekitar 120 juta sel

batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang

mengandung zat fotosensitif visual yang ungu (rhodopsin) dan


bertanggung jawab pada penglihatan perifer dan penglihatan
pencahayaan rendah (penglihatan skotopik). Sel kerucut juga
mengandung zat fotosensitif dan terutama bertanggung jawab untuk
penglihatan sentral yang sangat diskriminatif (penglihatan fotopik)
dan penglihatan warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan terluar dari retina. Terdiri
dari satu lapisan sel yang mengandung pigmen. Melekat kuat pada
lamina basal yang mendasari (membran Bruch) dari koroid.

Gambaran histologis lapisan-lapisan retina.

Pasokan arteri utama orbita dan strukturnya berasal dari arteri


optalmika, cabang besar pertama dari bagian intrakranial arteri karotid
interna. Cabang ini lewat di bawah nervus optikus dan bersamanya
masuk melalui kanal optik ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah
arteri retina sentral, yang masuk nervus optikus 15 mm di belakang
bola mata. Cabang lain dari arteri

optalmika termasuk arteri

lakrimal, arteri siliaris posterior longus dan brevis; arteri palpebral


medial, dan arteri supraorbital dan supratrokhlearis.

Drainase vena kavum orbita terutama melalui vena optalmika


superior dan inferior, di mana mengalirkan vena vortex, vena siliaris
anterior, dan vena retina sentralis. Vena optalmika berkomunikasi dengan
sinus kavernosus melalui fisura orbital superior dan pleksus pterygoid
vena melalui fisura orbital inferior. Vena optalmika superior awalnya
terbentuk dari vena supraorbital dan

supratrokhlearis dan dari cabang

vena angularis, yang semuanya mengalirkan kulit daerah periorbital.


Sirkulasi

retina

adalah

sebuah

sistem

end-arteri

tanpa

anostomosis. Arteri sentralis retina keluar pada

diskus optikus yang

dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi
arteriole di sepanjang sisi luar diskus optikus. Arteriol ini terdiri dari
1, 2

cabang yang banyak pada retina perifer.

Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan


arteriol. Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus
yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.

1,2

Retina menerima

darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar


membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel
pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi
2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris
dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina
mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel
pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.

2.2. Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang
dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya
menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina
melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di
fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan
system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu

adalah makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna


(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian
besar terdiri

dari

fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang


avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya
reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid
membrane yang separuh terbenam di lempeng membrane lapis ganda
pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik diperantarai
oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini,
terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat
dibedakan. Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, senja (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang.

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang membawa darah
dari retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata,
biasanya ditemukan pada usia pertengahan. Retina adalah lapisan jaringan di
bagian belakang mata bagian dalam yang mengubah gambar cahaya menjadi
sinyal saraf dan mengirimkannya ke otak.

1,6

CRVO merupakan suatu keadaan di

mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan
gangguan perdarahan di dalam bola mata.

6-9,17

3.2. Epidemiologi
CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia,
terutama mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma. Insiden CRVO
meningkat

pada

kondisi-kondisi

sistemik

tertentu,

seperti

hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal kronik,


dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia
Wildenstrm). Merokok juga merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan
dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk infark
miokardium.

5-8

Insidensi yang benar RVO pada populasi secara keseluruhan sulit untuk
ditentukan, karena banyak RVO tersembunyi di mana kondisinya ringan, pasien
asimtomatik, dan hanya dideteksi secara kebetulan. Namun, studi berbasis
populasi longitudinal yang telah membantu dalam memberikan

perkiraan

insidensi ini. The Blue Mountains Eye Study menemukan bahwa insidensi
kumulatif 10-tahun RVO adalah 1,6% dan secara signifikan berhubungan dengan
bertambahnya usia, terutama di atas usia 70 tahun. Namun tidak ada
predileksi untuk jenis kelamin atau ras. The Beaver Dam Eye Study melaporkan
insidensi kumulatif 15-tahun CRVO sebesar 0,5%.

8-11

11

3.3. Klasifikasi
CRVO dibagi dua berdasarkan jenis respon pada angiografi fluoresein:

7,8,16

1. Tipe non iskemik (Mild)


Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen ringan,
dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan funduskopi
ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral yang berkelokkelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina. Edema
macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic disk
dapat ada atau tidak.

CRVO non iskemik


2. Tipe iskemik
Biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan
skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang lebih
luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada tipe ini
jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik memiliki
ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.
3.4. Etiologi
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:

6-12,15

1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada
proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau
endoflebitis.

3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang
12

terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri
retina yang berhubungan.
4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas
koagulasi);
5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi);
6. Peningkatan tekanan intraokular.
3.4 Patofisiologi
Patofisiologi retinal vein occlusion (RVO) terdiri dari tiga komponen dari
triad Virchow, yaitu abnormalitas dinsing pembuluh darah, perubahan dalam
darah (misalnya, kelainan viskositas dan koagulasi), dan perubahan dalam aliran
darah.10,11,15
Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak
faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina
sentral. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar
dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit.
Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan
tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan
predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai
faktor, di antaranya perlambatan
aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah
itu sendiri.

Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur


arteri menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal
ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan
pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum bisa
dibuktikan secara konsisten.

Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai


kerusakan patologis,

termasuk

diantaranya

kompresi

vena, disturbansi

8,10-12,15

hemodinamik dan perubahan pada darah.

13

Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena


retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan
resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina.
Hal ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari
endotelial vaskular (VEGF = vascular endothelial growth factor) pada kavitas
vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior
dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan
edema makula.

6,8,10-12,15

3.5 Oklusi Vena Sentral Retina pada Abnormal Koagulasi


Koagulasi darah dipengaruhi oleh trombosit dan endotel pembuluh darah
itu sendiri. Proses koagulasi dapat terjadi bila adanya cedera pada pembuluh
darah. Pada saat pembuluh darah cedera, trombosit akan berkumpul dan melekat.
Trombosit akan mengeluarkan zat kimia yaitu adenosine difosfat (ADP), yang
menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi lengket dan melekat pada
lapisan trombosit yang telah terbentuk dan ditambah dengan adanya zat kimia
tromboksan A yang akan meningkatkan agregrasi trombosit.18
Setelah terbentuknya agregrasi trombosit, akan muncul reaksi berikutnya
yaitu proses pembekuan darah. Pada keadaan pembuluh darah yang normal,
faktor-faktor pembekuan darah dalam keadaan inaktif, namun bila terjadi cedera
pembuluh darah, faktor-faktor tersebut akan menjadi aktif dan akan membentuk
suatu bekuaan darah. Proses bekuan darah ini melihatkan fibrinogen yang akan
diubah menjadi fibrin oleh suatu enzim pada pembuluh darah yang cedera yaitu
trombin. Dalam keadaan normal, seharusanya trombin tidak ada pada pembuluh
darah, namun terdapat bentuk inaktif dari trombin, yaitu protrombin.18

14

Pada proses koagulasi, terdapat 2 jalur yaitu jalur intrinsk dan ekstrinsik,
dan melibatkan 12 faktor yang akan menprngaruhi koagulasi. Jalur intrinsik
adalah suatu proses pembekuan darah yang faktor-faktornya terdapat dalam
pembuluh darah.18

Oklusi vena sentral retina akibat abnormalitas koagulasi berhubungan erat


dengan suatu proses koagulasi. Pada kerusakan endotel yang normal, setelah
terjadinya proses hemostatik primer oleh karena trombosit yang menyatu, akan
terjadi suatu reparasi endotel. Bila penyumbatan hemostatik primer terjadi secara
berlebihan, akan terbentuk suatu trombus besar yang dapat menghentikan aliran
darah, yang akhirnya dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah.19

Banyak

studi

mengatakan

adanya

hubungan

antara

15

hyperhomocysteinemia, mutasi faktor V Leiden, defisiensi protein C dan S,


mutasi gen protrombin, dengan oklusi vena retina. Namun pada CRVO ini,
terjadinya suatu abnormalitas koagulasi sehingga reparasi tidak terjadi tetapi
yang terjadi adalah pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang berlebihan sehingga
terjadilah trombus yang besar dan akhirnya terjadi oklusi pembuluh darah.20
3.6 Manifestasi Klinis
Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya
mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat
memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan
hanya mengenai satu mata (unilateral).
3.7 Diagnosis

12,

[2,5]

Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman


penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior
mata, dan pemeriksaan funduskopi.
Ketajaman penglihatan merupakan salah satu indikator penting pada prognosis
penglihatan akhir sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman
penglihatan terkoreksi yang terbaik.
Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative.
Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi.
Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan siliar terdapat pada fase
lanjut
Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi.

16

Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan


retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena
yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran
retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam.
Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya
terkonsentrasi di sekitar kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang
dalam 2-4 bulan.
Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan
bisa mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE: Neovascularization of elsewhere)
Perdarahan preretinal/vitreus
Edema macula dengan tanpa eksudat.
Cystoid macular edema
Lamellar or full thickness macular hole
Optic atrophy
Perubahan pigmen pada makula.

6-8,

12

Gambar. oklusi vena sentralis retina dengan perdarahan retina superfisialis yang
luas menutupi makula dan detail saraf optik

17

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk diagnosis


CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada identifikasi masalah
sistemik vaskular. Pada pasien muda, pemeriksaan laboratoriumnya tergantung pada
temuan tiap pasien, termasuk di antaranya: hitung darah lengkap (complet blood cell
count), tes toleransi glukosa, profil lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi,
serologis sifilis.

6-8,12

3.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk penyakit oklusi vena retina sentral adalah:

Oklusi vena retina cabang


3.9 Penatalaksanaan
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi,
diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil tes negatif
pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan untuk melakukan tes
selektif pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan kemungkinan trombofilia,
khususnya pada pasien-pasien dengan CRVO bilateral riwayat trombosis sebelumnya,
dan riwayat trombosis pada keluarga. Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari
penyebab dan mengobatinya, antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang
mengalami hipoksia.
Beberapa pilihan pengobatan untuk CRVO antara lain adalah:

13

1. Terapi sistemik

antikoagulasi sistemik

imunosupresi sistemik

2. Fotokoagulasi

Panretinal photocoagulation (PRP)

chorioretinal vena anastomosis

3. Farmakoterapi

intravitreal triamcinolone acetonide / kortikosteroid lainnya

intravitreal agen anti-VEGF (misalnya, bevacizumab)

farmakoterapi dikombinasikan dengan PRP

18

4. Terapi bedah

Pars Plana vitrectomy (PPV) dengan penghapusan hyaloid posterior dan /


atau membran batas

PPV dengan optik neurotomy / laminar tusukan radial

PPV dengan operasi endovascular retina

PPV dengan chorioretinal vena anastomosis

Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi perlengketan platelet (aspirin) telah


disarankan, tapi kemanjuran dan resikonya juga masih belum terbukti. Antikoagulasi
sistemik tidak dianjurkan. Edema makula tidak merespon terhadap terapi laser.
Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan sedikit efek. Uji coba dengan
menyuntikkan depot steroid atau agen anti -VEGF memberi hasil yang menjanjikan.
Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko paling penting pada
neovaskularisasi

iris

adalah

ketajaman

visual

yang

jelek.

Bila

terjadi

neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP).
Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun
laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer,
berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik
dan lapangan pandang yang menyempit.
3.10 Komplikasi
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina
terutama pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan
vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila

dan ini dapat

memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat
menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat ditemukan di sekitar papil,
iris, dan retina (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi okular merupakan komplikasi yang potensial. Segmen
neovaskularisasi anterior dapat menyebabkan

glaukoma

neovascular. Segmen

neovaskularisasi posterior dapat menyebabkan perdarahan vitreous.

19

Edema makula adalah komplikasi yang potensial lain. Edema makula adalah
penyebab umum dari penurunan penglihatan pada CRVO, terlebih pada jenis
noniskemik. Ini mungkin menyelesaikan dengan perbaikan visual yang baik. Pasien
mungkin berkembang menjadi perubahan degeneratif permanen dengan prognosis visual
yang buruk dan dapat berkembang menjadi edema makula cystoid yang mengarah ke
lubang makula lamelar atau full-thickness.
Komplikasi potensial lainnya termasuk plastik maculopathy dan

mengerut

makula, serta atrofi optik.


3.11 Prognosis
Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering pada
oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda
dapat lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan. Prognosis pada oklusi
retina sentralis tipe iskemik lebih buruk dibandingkan dengan tipe yang non iskemik
karena penglihatan tidak dapat diperbaiki lagi.

12

20

BAB IV
KESIMPULAN
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang membawa
darah dari retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola
mata, biasanya ditemukan pada usia pertengahan. Penyumbatan vena retina
sentral mudah terjadi pada pasien dengan glaucoma, DM, hipertensi, kelainan
darah, arteriosclerosis, papil edema, retinopati dan penyakit pembuluh darah.
Biasanya tajam penglihatan pada pasien sangat menurun dan
mengganggu secara mendadak, tanpa rasa sakit dan biasanya mengenai satu
mata. Pada gangguan koagulasi, faktor trombosist dan pembuluh darah sangat
berpengaruh dan disertai faktor-faktor lainnya. Semakin cepat pengobatan,
prognosis pada pasien dapat lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
21

1.

Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva P,


Whitcher JP (eds). Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17

th

Edition.

The McGraw-Hill Companies. 2007.


2.

Khurana AK. Diseases of the Retina. In: Khurana AK (ed). Comprehensive


Ophthalmology 4

th

Ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd.,

Publishers. 2007; 249 285.


3.

Lang GE, Lang GK. Retina In: Lang GK (ed). Ophthalmology A Short
Textbook. New York : Thieme. 2000; 299 357.

4.

Fletcher EC, Chong NV. Retina. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP (eds).


Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17

th

Edition. The McGraw-Hill

Companies. 2007.
5.

Graham EM. Ocular Disorders Associated with Systemic Diseases. In:


Riordan-Eva P, Whitcher JP (eds). Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology 17

6.

th

Edition. The McGraw-Hill Companies. 2007.

Vorvick LJ, Retinal vein occlusion. A.D.A.M. Medical Encyclopedia


[Internet]. 2013. Available at: www.ncbi.nlm.nih.gov//PMH0004583
th
[Accessed : August 25 , 2013]

7.

American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreus. American


Academic of Ophthalmology. San Francisco. 2008.

8.

Kooragayala LM. Central Retinal Vein Occlusion. In: Roy H (ed). MedScape
(Online). Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1223746.

th
2011. [Accessed: August 25 , 2013].
9.

American Academy of Ophthalmology. Retinal Vein Occlusion. Eye Facts.


2010. Available at: www.aao.org.

10. Karia N. Retinal vein occlusion: pathophysiology and treatment options.


Clinical Ophthalmology. 2010: 4; 809816

11. Wong TY, Scott IU. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med. 2010. 363(22); 22

2135 2143
12. James B, Chew C, Bron A. Retinal vascular disease. In: James B, Chew C,
Bron A (eds). Lecture notes on ophthalmology 9

th

ed. Massachusetts:

Blackwell Publishing Ltd. 2003; 135 148.


13. Mahmood T. Central Retinal Vein Occlusion: Current Management Options.
Pak J Ophthalmol. 2009. 25(1); 1 3.
14. Campochiaro PA. Management Of Retinal Vein Occlusions. Proceedings.
2010. 7 (2). 42 46.
15. Browning DJ. Pathophysiology of Retinal Vein Occlusions. In: Browning DJ
(ed). Retinal Vein Occlusions. New York: Springer Science. 2012; 33 67.
16. Skorin L. Retinal vein occlusion Diagnosis and management. OT. 2012;
44 46. Available at: www.optometry.co.uk.
17. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2007
18. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. 2001
19. Suharti C. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dasar-dasar Hemostasis. Jilid
dua. Edisi ketiga. Jakarta: Interna Publishing. 2009
20. Wong TY. Scott IU. Retinal Vein Occlution. New England Journal of
Medicine. Med 363:22. New England. November.2010

23

24

Вам также может понравиться