Вы находитесь на странице: 1из 150

ASFIKSIA MEKANIK

F. TAMBUNAN, Mked F

ASFIKSIA

Kematian lemas, akibat terjadinya kondisi


penurunan kadar oksigen (O2) serta
peningkatan kadar carbondioksida (CO2)
baik dalam darah maupun jaringan, oleh
karena peristiwa hambatan/ halangan serta
gangguan pada tubuh, baik bersifat mekanik
maupun non mekanik.

Asfiksia dalam perjalanan klinis (Patofisiologi)


diawali oleh suatu kondisi anoksia.
ANOKSIA/ HIPOKSIA
Suatu keadaan dimana jaringan dan atau darah
mengalami kekurangan oksigen akibat
4 faktor penyebab :
1. A. anoksik (Halangan/ hambatan upaya
bernafas atau suplai O2 di saluran nafas
dan paru-paru).

2. A. anemik (Gangguan suplai atau ikatan


Oksigen dengan Hb (Reseptor) di dalam
darah akibat penurunan iumlah eritrosit.
3. A. stagnan (Gangguan hantaran oksigen ke
jaringan akibat kelainan di CVS).
4. A. histotoksik (Gangguan suplai oksigen
Oksigen ke dalam sel akibat zat racun).

BERDASARKAN MEKANISME KERJA


A. HISTOTOKSIK DIKLASIFIKASIKAN
ATAS 4 JENIS
1. A. HISTOTOKSIK EKTRA CELULLAIR
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan dari aktifitas kerja enzim
pernafasan (Sitokrom Oksidase).
Misal: pada kasus keracunan Sianida
(HCN), Barbiturat atau zat-zat hipnotik.

2. A. HISTOTOKSIK INTRA CELLULAIR


Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan permeabilitas dinding sel
sehingga Oksigen tidak dapat masuk ke
dalam mithokhondria sel.
Misalnya: pada kasus keracunan zat anestesi
(eter atau kloroform).

3. A. HISTOTOKSIK METABOLIT
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan dari zat racun (hasil metabolisme)
yang tidak dapat dibuang ke luar tubuh.
Misal: pada kasus pada penderita gagal
ginjal mengalami keracunan gas CO atau
zat beracun lainnya.

4. A. HISTOTOKSIK SUBSTART
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan upaya bernafas dan proses
pembentukan energi akibat kadar glikogen
(glukosa) jaeingan dan sel menurun.
Misal: pada kasus hipoglikemia.

SECARA UMUM ASFIKSIA DAPAT


DISEBABKAN
1. Asfiksia Mekanik (traumatik dan
non traumatik).
2. Asfiksia Non Mekanik
1. Karena faktor penyakit atau Alamiah.
2. Karena faktor zat beracun (dari dalam
maupun dari luar tubuh).

ASFIKSIA MEKANIK

Kondisi kematian lemas yang diakibatkan


karena adanya halangan atau hambatan
dalam upaya bernafas, disebabkan oleh karena
unsur mekanik.
Unsur mekanik: unsur kekerasan, baik
langsung (traumatik) maupun tidak langsung
(nontraumatik).

ASFIKSIA NON MEKANIK

Kondisi kematian lemas yang diakibatkan


karena adanya gangguan dalam upaya
bernafas, serta proses suplai oksigen ke dalam
darah dan sel, disebabkan oleh karena unsur
nonmekanik.
Unsur nonmekanik: di luar unsur kekerasan
(spt penyakit atau zat beracun).

FASE (SIMPTOM) ASFIKSIA


1. F. dispnue (<1 mnt): Upaya compensasi
tubuh, dengan meningkatkan stimulasi SSP
sehingga meningkatan frek nadi, jantung,
nafas, sekresi kelenjar (surfactan), dll.
2. F. konvulsi (1-2 mnt): stimulasi SSP semakin
meningkat, shg terjadi peristiwa kejang dan
bronkokonstriksi.
3. F. apnue/ exhaustion (3-5 mnt): Compensasi
tubuh yang gagal, shg terjd keletihan
(lemas).
4. F. Akhir: kematian lemas.

GAMBARAN POST MORTEM (SIGN/


PATOGNOMONI) ASFIKSIA
Sianosis (ujung jari, bibir, cuping hidung)
dan wajah sembab, akibat penimbunan
gas CO2 di darah.
Buih/ busa halus sukar pecah (surfactan)
pada saluran nafas (trachea dan bronchus),
akibat fase dispnue dan stimulasi di SSP.

Bintik perdarahan (tardieus spot/ petekhie)


pada mata, kulit wajah dan leher (sembab)
serta organ dalam akibat kongesti/
bendungan di pemb. darah balik (vena)
karena gagal sirkulasi pemb. darah balik.
Dilatasi rongga jantung kanan (rongga
jantung kanan banyak berisi darah,
rongga jantung kiri kosong) akibat gagal
sirkulasi pemb. darah balik.

Lebam mayat merah kebiruan (lebih jelas


gambaran warnanya) akibat gas CO2.
Pelebaran pemb. darah vena (terutama
di otak) akibat kongesti pemb darah balik.
Darah berwarna hitam dan encer (karena
kandungan CO2 yang tinggi dan kegagalan
proses pembekuan darah).

Organ yang membesar, berat organ lebih


dari normal dan berwarna gelap akibat
kongesti pemb. darah balik dan gas CO2.
Teraba derik udara (krepitasi) di paru-paru,
karena pertukaran udara di alveolus gagal
akibat gagal pernafasan.
Cairan mani, kotoran (feaces), janin dapat
keluar akibat fase stimulasi yang akut
dan diikuti relaksasi spontan pada fase
ekshaution.

SURFAKTAN
Agen surface-active (spt sabun dan ditergen
sintetik) campuran fosfolipid (terutama
lesitin dan sfengomielin), di eksresi oleh
sel-sel alveolus tipe II dalam alveoli, berfungsi
untuk menurunkan ketegangan permukaan
paru-paru (alveolus) sehingga menambah sifat
elastik jaringan paru-paru.

JENIS-JENIS ASFIKSIA MEKANIK

O2

CO2

KLASIFIKASI ASFIKSIA MEKANIK

1. Penekanan saluran nafas (Gantung, Jerat


dan Cekik).
2. Penutupan dan sumbatan jalan nafas
1. Penutupan jalan nafas (Ekstraluminer):
Bekap (Smothering).
2. Sumbatan jalan nafas (Intraluminer):
Sumpal (Gagging) dan Sendak (Choking).
3. Penekanan otot pernafasan dada dan perut
(Burking).
4. Penutupan lokal daerah wajah atau tempat yang
udara/ oksigen terbatas (Sufokasi).
5. Saluran nafas terisi air (Drowning).

PENEKANAN SALURAN NAFAS


1. GANTUNG (HANGING)

Peristiwa dimana terjadi lilitan dan


tekanan pada jalan nafas di leher oleh
suatu benda yang melingkar leher,
dimana kekuatan lilitan dan tekanannya
dipengaruhi oleh berat tubuh.

KLASIFIKASI DILIHAT DARI LETAK


SIMPUL

1. Typical hanging: bila titik gantung terletak di


atas daerah okcipitalis eksternal.
2. Atypical hanging: bila titik penggantungan
terdapat di samping, sehingga leher dalam
posisi sangat miring (fleksi lateral).

KLASIFIKASI DILIHAT DARI POSISI


TUBUH TERGANTUNG

1. Komplet hanging: bila tubuh tergantung


sempurna (tanpa menyentuh dasar).
2. Inkomplet hanging: bila tubuh tergantung
tidak sempurna (ada bagian tubuh
menyentuh dasar).

MEKANISME KONSTRIKSI LEHER


1. Beban: 2 kg menyebabkan konstriksi
vena jugularis.
2. Beban: 3,5 kg menyebabkan konstriksi
arteri karotis.
3. Beban:15 kg menyebabkan konstriksi
trakhea.
4. Beban:16 kg menyebabkan konstriksi
arteri vertebralis.

PEMERIKSAAN FORENSIK
1.

2.
3.

Dijumpai jejas/ luka lecet yang melingkar


leher, jejas tidak cuntinue (tidak
melingkar utuh/ ada daerah yang hilang)
dan terletak setinggi jakun atau di atas
jakun serta berbentuk miring atau sedikit
miring.
Sering ditemukan ekimosis.
Lebam mayat ditemukan di daerah tepi
atas dari jejas tali dan pada daerah tungkai
bawah (telapak kaki pada kasus complate
hanging).

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tanda asfiksia sering dijumpai tidak jelas.


Sering dijumpai jejas lecet luas akibat
pergeseran tali (dari leher bawah ke arah
atas).
Kedalaman jejas tali bagian yang dekat
simpul sering dijumpai lebih dangkal dari
pada yang jauh dari simpul.
Dijumpai kepala terjatuh ke arah
berlawanan dari letak simpul.
Dijumpai leher lebih panjang atau panjang
leher bagian kanan dan kiri tidak sama.
Dijumpai keluar air liur dari sudut mulut.

10. Dijumpai resapan darah pada permukaan


kulit bagian dalam, setentang jejas pada
permukaan kulit bagian luar.
11. Dapat dijumpai fracture tulang leher
(cervical 2 dan 3), patah tulang rawan lidah,
thyroid atau cricoid).
12. Dijmpai redline pada tunika intima dinding
pemb. darah leher (arteri carotis).
13. Dapat dijumpai sembab otak atau
ischemik otak.

14. Dijumpai buih halus sukar pecah


bercampur darah di sal. Nafas.
15. Bila permukaan benda yang melilit leher
sempit dan keras atau kasar, maka
permukaan jejas teraba spt kertas
perkamen dan berwarna coklat bercampur
pucat/ berkilat.
16. Lidah kadang terjulur, karena pergesran
tali hingga menekan os hyoid.

SEBAB KEMATIAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Asfiksia.
Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
(inhibisi nervus vagus).
Apopleksia.
Iskemik otak.
Perdarahan batang otak akibat patah
tulang leher/ cervical 2 dan 3.
Perdarahan rongga kepala akibat benturan
oleh karena terjatuh (trauma).

2. JERAT (STRANGULASI)

Peristiwa dimana terjadi lilitan dan


tekanan pada jalan nafas di leher oleh
suatu benda yang melingkar leher,
dimana kekuatan lilitan dan tekanannya
dipengaruhi oleh tarikan kedua ujung tali
yang melilit leher.

PEMERIKSAAN FORENSIK
1.

2.
3.

Dijumpai jejas/ luka lecet yang melingkar


leher, jejas continue (melingkar utuh)
dan terletak di bawah jakun serta
berbentuk mendatar.
Tidak pernah ada ekimosis.
Lebam mayat ditemukan di daerah tepi
atas dari jejas tali dan di daerah tubuh lain
yang letaknya terendah, sesuai posisi tubuh
saat peristiwa terjadi.

4.
5.
6.
7.
8.

Tanda asfiksia dijumpai cukup jelas.


Terkadang dijumpai juga jejas lecet yang
luas akibat pergeseran tali.
Kedalaman jejas tali sering dijumpai sama
atau hampir sama.
Tidak ada perubahan yang nyata dari posisi
kepala atau panjang leher.
Tidak dijumpai air liur dari sudut mulut.

9.

Dijumpai resapan darah pada permukaan


kulit bagian dalam setentang jejas pada
permukaan kulit bagian luar.
10. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh, dan luka lecet
atau memar di daerah leher (upaya
perlawanan).
11. Tidak dijumpai fracture tulang leher
(cervical 2 dan 3), patah tulang rawan lidah,
thyroid atau cricoid) atau redline.

15. Sering dijumpai sembab wajah.


16. Sering dijumpai ruptur trachea.
17. Dijumpai buih halus sukar pecah
bercampur darah di sal. Nafas hingga
rongga mulut dan lobang hidung.

SEBAB KEMATIAN
1.
2.
3.
4.

Asfiksia.
Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
(inhibisi nervus vagus).
Apopleksia.
Perdarahan rongga kepala akibat benturan
atau mekanisme perlawanan (trauma).

3.CEKIK (MANUAL STRANGULASI)

Peristiwa dimana terjadi tekanan pada


jalan nafas di leher oleh suatu benda
yang menekan leher.

PEMERIKSAAN FORENSIK
1.
2.
3.
4.

Dijumpai jejas/ luka lecet yang tidak


melingkar leher, jejas tidak cuntinue dan
terletak di atas atau bawah jakun.
Jejas sering berbentuk garis datar
(asimetris) atau bulat sabut (luka lecet
cetak akibat tekanan kuku).
Tidak pernah ada ekimosis.
Lebam mayat ditemukan di daerah tubuh
yang letakknya terendah sesuai posisi
tubuh saat peristiwa terjadi.

7.
8.
9.

Tanda asfiksia dijumpai sangat jelas.


Resapan darah pada permukaan kulit
bagian dalam setentang jejas pada
permukaan kulit bagian luar.
Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh, dan luka lecet
atau memar di daerah leher (upaya
perlawanan).

10. Tidak dijumpai fracture tulang leher


(cervical 2 dan 3), patah tulang rawan lidah,
thyroid atau cricoid) atau redline.
11. Dijumpai wajah sembab.
12. Terkadang dijumpai ruptur trachea.
13. Buih halus sukar pecah bercampur darah
sering dijumpai di sal. Nafas.

SEBAB KEMATIAN
1.
2.
3.
4.

Asfiksia.
Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
(inhibisi nervus vagus).
Apopleksia.
Perdarahan rongga kepala akibat benturan
atau mekanisme perlawanan (trauma).

PENUTUPAN DAN SUMBATAN JALAN


NAFAS
1. PENUTUPAN JALAN NAFAS
(EKTRALUMINER)
BEKAP (SMOTHERING)

Peristiwa dimana terjadi penutupan jalan


nafas dengan menekan pada daerah lubang
hidung dan mulut secara serentak/
bersamaan.

PEMERIKSAAN FORENSIK

1. Dijumpai jejas berupa luka memar atau lecet


di permukaan bibir bagian dalam, berbentuk
cetakan permukaan gigi geligi yang tertekan.
2. Dijumpai tanda asfiksia yang sangat jelas.
3. Dijumpai binting perdarahan pada kelopak
mata bagian dalam dan selaput bening mata
dan rongga mulut.
4. Dijumpai wajah sembab.
5. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh (upaya
perlawanan).

SEBAB KEMATIAN
1.
2.
3.

Asfiksia.
Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
(inhibisi nervus vagus).
Perdarahan rongga kepala akibat benturan
atau mekanisme perlawanan (trauma).

2.SUMBATAN JALAN NAFAS


(INTRALUMINER)

Peristiwa dimana terjadi sumbatan jalan


nafas oleh suatu benda asing (corpus
Allenum).
Berdasarkan lokasi sumbatan (obstruksi
jalan nafas) diklasifikasikan atas 2 jenis :
1. SUMPAL (GAGGING) di daerah rongga
mulut (orofaring)
2. SENDAK (CHOKING) di daerah rongga
kerongkongan (laringofaring).

PEMERIKSAAN FORENSIK

1. Dijumpai jejas (resapan darah) dan sisa


makanan atau benda asing pada daerah
rongga mulut/ gagging atau kerongkongan/
chocking.
2. Dijumpai wajah sembab.
3. Dijumpai binting perdarahan pada kelopak
mata bagian dalam dan selaput bening mata
dan rongga mulut.
4. Dijumpai tanda asfiksia yang sangat jelas.
5. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh (upaya
perlawanan).

SEBAB KEMATIAN
1.
2.

Asfiksia.
Perdarahan rongga kepala akibat benturan.

PENEKANAN OTOT PERNAFASAN


DAN PERUT (BURKING)

DADA

Peristiwa dimana terjadi penekanan


permukaan dada dan perut oleh suatu benda
yang berat, sehingga otot pernafasan (Msc.
Intercostalis dan diapraghma) tertekan
mengakibatkan rongga dada dan paru-paru
tidak dapat mengembang.

PEMERIKSAAN FORENSIK
1.
2.
3.

Dijumpai jejas pada permukaan dada dan


perut yang (sering disertai tanda-tanda
patah tulang dada).
Dijumpai resapan darah pada permukaan
kulit bagian dalam serta otot di dada dan
atau perut yang tertekan.
Tanda asfiksia sering dijumpai sangat jelas
(jika penekanan kuat dan berlangsung
lama).

4.
5.
6.
7.

Bila penekanan sangat kuat dan cepat,


sering menyebabkan hancurnya organ
dalam dada akibat patah tulang dada.
Perdarahan rongga dada dapat dijumpai.
Dijumpai wajah sembab.
Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh (upaya
perlawanan).

PENUTUPAN LOKAL DAERAH WAJAH


ATAU DI DAERAH YANG UDARA/
OKSIGEN TERBATAS (SUFOKASI)

Peristiwa dimana terjadi penurunan volume


udara (oksigen) di sekitar, oleh karena
penutupan wajah atau berada di suatu tempat
yang tertutup (lemari/ lift/ peti) atau tempat
yang memiliki udara dengan kadar oksigen
sedikit (di tempat ketinggian/ puncak gunung
atau di dalam tanah/ lubang tanah).

PEMERIKSAAN FORENSIK

1. Dijumpai tanda asfiksia yang jelas.


2. Dijumpai bintik perdarahan pada kelopak
dalam mata dan selaput bening mata.
3. Dijumpai wajah sembab.
4. Sering dijumpai mulut menganga
(lebih dari 5 cm).
5. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh (upaya
perlawanan).

SEBAB KEMATIAN
1.

Asfiksia.

SALURAN NAFAS TERISI AIR


(DROWNING)

Peristiwa dimana terjadi penutupan saluran


nafas oleh cairan (aspirasi).

KLASIFIKASI BERDASARKAN
MORFOLOGI PARU
1. Dry Drowning.
2. Wet Drowning.

KLASIFIKASI BERDASARKAN
MORFOLOGI PARU LAMA DI AIR
3. Primer.
4. Sekunder.

KLASIFIKASI BERDASARKAN CARA


KONTAK DENGAN AIR
1. True drowning.
2. Submersion drowning.
3. Immersion drowning.

KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI


TENGGELAM
4. Di air tawar.
5. Di air asin.

DRY DROWNING

Air tidak teraspirasi masuk kealveolus. Korban


dalam keadan tidak sadar atau pengaruh obatobatan (hipnotik sedatif)/ alkohol.

WET DROWNING

Terjadi karena aspirasi cairan ke alveolus.


Jika teraspirasi air:1-3 ml/ kg BB akan beresiko
gangguan pertukaran udara di sal nafas dapat
berakibat kematian.
Orang dewasa dihirup 2 L, Bayi 30 - 40 mL.

DROWNING PRIMER

Korban meninggal segera (di dalam air)


COD pada tipe ini adalah : fibrilasi jantung atau
asfiksia.

DROWNING SEKUNDER

Korban meninggal bukan di air (setelah


diangkat dari air).
COD pada tipe ini adalah asfiksia, akibat dari
asidosis metabolik, oedema, paru, pneumonitis
dan infeksi paru.

TRUE DROWNING

Mekanisme kematian karena terhirup cairan.


COD : asfiksia, akibat paru terisi air.

SUBMERSION DROWNING

Mekanisme kematian karena kontak dengan air (pada


suhu yang ekstrem atau benturan dengan permukaan
air)
COD: refleks vagal, spasme laring atau fibrilasi
ventrikel, tanpa tanda asfiksia.

IMMERSION DROWNING

Mekanisme kematian karena pengaruh obat-obatan


atau penyakit (epilepsi), tetapi ditemukan meninggal
di dalam air.
COD : asfiksia atau inhibisi vagus.

TENGGELAM DI AIR TAWAR

Terjadi hemodilusi (72%, air masuk ke darah),


mengakibatkan hemolisis. Sehingga dalam
plasma meningkat ion K, dan terjadi
perubahan keseimbangan ion K+, Ca++
mempengaruhi kerja jantung dan
menyebabkan, fibrilasi ventrikel serta
penurunan tekanan darah segera (5 menit).

TENGGELAM DI AIR ASIN


Terjadi Hemokonsentrasi sekitar 42%, air akan
ditarik ke jaringan interstitial paru akibatnya
edema paru dan terjadi hipovolemik dan
kenaikan kadar magnesium darah. Sirkulasi
darah sebelumnya menetap beberapa saat
kemudian menjadi lambat (Hipotensi),
mengakibatkan anoksia pada miokardium
serta asfiksia. (10 menit).

PEMERIKSAAN FORENSIK

1. Dijumpai buih halus sukar pacah yang


encer pada sal. nafas dan lubang hidung.
2. Dijumpai cadaveric spasme (pada kasus
drowning yang baru).
3. Dijumpai cutis anserina/ bulu kulit berdiri.
Akibat kekakuan dar musc. Elector pilli
akibat suhu air dingin (pada kasus drowning
yang baru).

4. Dijumpai tanda maserasi kulit kekeriputan


pada kulit di telapak tangan dan kaki akibat
absorbsi cairan berlebih di jaringan cutis
(pada kasus drowning yang baru).
5. Dijumpai cairan dan artefage air
(diatome dan lumpur) pada saluran nafas/
paru-paru dan lambung.
6. Dijumpai oedema organ pada drowning air
asin.
7. Dijumpai tanda asfiksia yang sangat jelas
(bila mayat belum mebusuk).
8. Mayat lebih cepat membusuk.

SEBAB KEMATIAN
1.
2.
3.
4.

Asfiksia.
Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
perubahan elektrolit pada kasus tenggelam
di air tawar.
Perdarahan rongga kepala akibat benturan
di dalam air (trauma).
Oedema otak atau paru.

PEMERIKSAAN DIATOME TEST


(TEST DESTRUKSI)

1. Ambil jaringan perifer paru sebanyak


100 gram.
2. Masukkan ke dalam labu dan tambahkan
asam sulfat pekat (H2SO4) sampai
jaringan paru terendam.
3. Diamkan lebih kurang setengah hari
(+ 12 jam) agar jaringan hancur.
4. Dipanaskan dalam lemari asam sambil
diteteskan asam nitrat pekat (HNO3)
10% sampai terbentuk cairan yang jernih.

5. Dinginkan dan sentrifuge kembali cairan


tsb, hingga terdapat sedimen/ endapan
hitam.
6. Sedimen yang terjadi ditambah dengan
aquabides, sentrifuge kembali.
7. Dilihat dengan mikroskop (hitung
diatomenya)

PENILAIAN

Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan


paru ditemukan diatome cukup banyak
(4-5/LPB) atau 10-20 per satu sediaan,
atau pada sum-sum tulang cukup ditemukan
hanya satu.

DIATOME

ERIMA KASIH
HORAS

Вам также может понравиться