Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
INDIRADEWI HASTININGSIH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
Ketua
Anggota
1. Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila.,M.SC.,Sp.And
2. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK
3. Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV
4. Dr.dr. Ida Iswari., Sp.MK., M.Kes
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur dipajatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa hormat,
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
2.
3.
4.
5. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS., Prof. Dr. dr. J. Alex
Pangkahila.,M.SC, Sp.And., Prof.dr. I. G. M. Aman.,Sp.FK., Dr.dr.A.A.G.P.
Wiraguna,Sp. KK(K), FINSDV, FAADV.,Dr.dr. Ida Iswari.,Sp.MK.,M.Kes sebagai
penguji tesis ini atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh
Chief Executive Officer (CEO) RS. Pondok Indah dr. Yanwar Hadiyanto, MARS
,Associate Chief of Quality and Risk RS. Pondok Indah dr. Yuliana, MARS,
Manager Executive Health Check up (HCU) RS. Pondok Indah dr. Dian Milasari,
MKK ,Ketua Komite Medik RS. Pondok Indah dr. Adji Saptogino, Sp.
Rad(K).Sp.(KN) atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti program
magister ilmu biomedik ini.
7. Teman sejawat di Bagian Excecutive Health Check Up RS. Pondok Indah (drg.
Kristiani Halimun, dr.Siti Chsanah, dr. Hudiyati Agustini, MARS) atas kerjasama,
kerelaan hati dan dukungann yang tulus menggantikan tugas-tugas yang menjadi
beban pekerjaan penulis selama mengikuti pendidikan sehingga mendapat
kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan magister ini.
8.
Para seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi.
9.
Ayahanda I.J. Soeharno (Alm), dan Ibunda Theresia Wardini yang telah mengasuh
dan membesarkan penulis, menanamkan nilai takut akan Allah, nilai kejujuran,
berani untuk kebenaran dan intelektualitas, serta selalu mendoakan penulis pada
saat penulis sedang menjalani ujian.
10. Bapak Mertua Bp. H. Chusjairi dan Ibu Mertua IbuSunarti atas dorongan dan
dukungan serta doanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.
11. Suami tercinta Husni Ayub yang dengan penuh pengertian memberikan support
secara moril dan materil, serta sabar dalam mendampingi penulis selama ini untuk
lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
12. Eddy Suartana, Gek Wah, Gde Wiranata dan Bagian Tata Usaha Program Magister
Ilmu Biomedik yang lain atas bantuan, kerjasaman serta motivasi, semangat dan
kebersamaannya.
13. Teman-teman Program Magister Ilmu Biomedik (AAM) Angkatan 2013 terutama
dr. Marisa Riliyani dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik atas
motivasi, semangat dan kebersamaannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksaan dan penyelesaian tesis ini.
Indiradewi Hastiningsih
ABSTRAK
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA
(Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM
HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH
MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia porcelus) YANG
DIPAPAR SINAR ULTRVIOLET B (UVB)
ABSTRACT
JACKFRUIT (Arthocarpus heterophilus) TREE BARK ETHANOL EXTRACT
CREAM HAD THE SAME EFFECTIVENSS WITH HIDROQUINON CREAM
WITHIN PREVENTED THE INCREASE OF MELANIN AMOUNT IN GUINEA
PIG (Cavia porcelus) EXPOSED BY UV-B RAY
Jackfruit (ArtocarpusHeterophillus) tree bark ethanol extract contains
antioxidant, phenolic, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester and also vitamin C,it can
inhibit the increase of melanin amount in melanocyte while hydroquinone is used as the
gold standard for hyperpigmentation treatment until now. This research aimed to study
whether the administration of jackfruit tree bark extract cream can inhibit the increase
of melanin amount in guinea pig exposed by UV-B ray and compared the effectivity of
jackfruittree bark extract cream 4% with hydroquinone cream 4%.
This study was an experimental laboratory research by using randomized post
test only group design. The independent variable is the jackfruittree bark extract cream
dose and the hydroquinone cream, while the dependent variable is the melanin amount
in epidermal layer. A total of thirty guinea pigs (CaviaPorcelus) used in this study were
split into 3 groups consisted of 10 male guinea pigs in each group, which were one
treatment control group administered with basic materials cream and two treatment
administered with hydroquinone cream 4% and jackfruittree bark extract cream 4%. All
of the treatment group were exposed by UV-B ray with total dose of 390 mJ/cm2 for 2
weeks, and then biopsy was undergone to examine melanin amount in epidermal layer.
One way ANOVA was used to analyze difference between control group and treatment
group 1 and 2 and continued with Least significant Difference (LSD) was used to
analyze the existence of treatment difference after treatement (p<0,05).
Result of the study showed that melanin amount of the group control was
54.334.52% Significant decrease in the mean of melanin amount in treatment group 1
was 3.010.89% In treatment group 2 there was 4.231.82% of melanin amount. The
difference between control group and treatment group 1 and 2 was significant in
decreasing the melanin amount in epidermal layer (p<0,05). In the treatment group 1
and 2 wasnot significant in decreasing the melanin amount in epidermal layer (p>0,05).
The conclusion of this study was that 4% jackfruit tree bark ethanol extract
cream could decreased melanin amount in epidermal layer. Administration of 4% jack
fruit tree bark ethanol extract cream had the same effectiveness with 4% hydroquinone
cream prevented the increase of skin melanin in guinea pig.
Keywords: jackfruit tree bark extract cream, melanin amount, UV-B ray
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM
PRASYARAT GELAR.
ii
iii
iv
UCAPAN TERIMAKASIH.........
vi
ABSTRAK....
ix
ABSTRACT..........
DAFTAR ISI....
xi
xvi
DAFTAR GAMBAR...........
xvii
xviii
DAFTAR LAMPIRAN....
xxii
BAB I PENDAHULUAN....
1.1
Latar Belakang...........
1.2
Rumusan Masalah......
1.3
1.3.1
Tujuan Umum...
1.3.2
Tujuan Khusus.......
1.4
10
1.4.1
10
1.4.2
10
.
BAB II KAJIAN PUSTAKA .....
11
Proses Penuaan ..
11
2.1.1
11
2.1.2
15
2.1.3
Penuaan Kulit.....
18
19
20
20
2.2.1.2 Pigmentasi...
21
23
23
2.2.2.1 Photoaging............
23
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis........
25
Kulit...
26
2.3.1
Lapisan Epidermis
26
2.3.2
29
2.3.3
Lapisan Subkutis...........
29
Melanin .....
30
2.1
2.2
2.2.1
2.2.2
2.3
2.4
2.4.1
Sintesis Melanin..
31
2.4.2
33
2.5
2.6
2.7
33
36
36
37
38
39
2.5.1 Lentigo....
39
39
2.5.3 Melasma.....
39
40
41
41
42
42
44
44
51
51
52
2.8
Krim ..
60
2.9
Marmut (CaviaPorcelus)....
62
64
3.1
64
3.2
Konsep penelitian 65
3.3
Hipotesis penelitian.....
66
67
4.1
67
4.2
68
4.3
69
4.4
69
4.4.1
69
4.4.2
Kriteria Sampel....
70
4.4.2.1
Kriteria Inklusi..
70
4.4.2.2
70
4.5
70
4.6
Variabel Penelitian ..
71
Klasifikasi Variabel....
71
71
72
74
4.7.1
74
4.7.2
75
4.6.1
4.7
Hewan Percobaan ..
75
Prosedur Penelitian...
76
76
76
77
4.8.2
77
4.8.3
77
4.8.4
4.7.3
4.8
4.8.1
Analisis Data.....
83
84
4.9
5.1
Pemberian Perlakuan 84
5.2
5.3
Analisis Statistik 86
86
5.3.1
Analisis Deskriptif .
86
5.3.2
86
5.3.3
5.3.4
Jumlah Melanin .
88
91
6.1
Subyek Penelitian
91
6.2
Analisis Deskriptif ..
91
6.3
91
6.4
93
6.5
98
7.1
Simpulan.... 98
7.2
Saran ....
98
DAFTAR PUSTAKA....
100
LAMPIRAN....
112
DAFTAR TABEL
2.1
23
2.2
49
2.3
54
2.4
58
5.1
87
5.2
87
5.3
88
5.4
5.5
88
DAFTAR GAMBAR
2.1
2.2
Perbedaan Gambaran Histologi Melanin pada lapisan epidermis dari beberapa ras
20
kulit manusia .
23
2.3
25
2.4
Struktur Epidermis .
28
2.5
31
2.6
Biosintesis Melanin
32
2.7
34
2.8
35
2.9
38
41
51
53
55
56
63
4.2
72
5.1
85
5.2
5.3
86
89
DAFTAR SINGKATAN
ROS
GSH
: glutathione
: Tyrosinase
: tirosinase
: Dopachrometautomerase
DOPA : 3,4dihidroksifenilalanin
POMC : propriomelanocortin
MSH : melanocyte stimulating hormone
MC-1R : Melanocortin-1 Receptor
PKC
: Protein kinase c
ET-1 : endotelin-1
ACTH : hormone adrenokortikotropik
bFGF : basic fibroblast growth factor
NGF
PGE-2 : prostaglandin E2
PAR-2 : protein activated receptor 2
ER : estrogen receptor
ER : estrogen receptor
CPDs : cyclobutyl pyrimidine dimers
NO : nitric oxide
cGMP : cyclic guanosine monophosphate
NSAID : anti inflammatory drugs
LT : leukotrien
PG : prostaglandin
TXB
: tromboksan
HQ : Hidrokuinon
RNA
: ribonucleic acid
IC 50%
P
: Populasi
: Sampel
: Random
DPPH : Difenil-1-pikrilhidrazil
IC 50 : Inhibition Concentration
STI : soybean trypsin inhibitor
LAMBANG
: alfa
: gama
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Hasil CG MS...113
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penuaan merupakan masalah yang ingin dihindari oleh semua orang, baik laki-
laki maupun perempuan, tapi usia yang makin bertambah memang tidak dapat dicegah.
Banyak orang tidak masalah dengan meningkatnya usia, tapi perubahan yang terjadi
pada penuaan itulah yang menjadi masalah dan ingin dihindari, seperti penurunan
kemampuan dan kekuatan fisik maupun psikis, terjadi perubahan pada kulit wajah
berupa hiperpigmentasi / bercak hitam, kusam, kerut, kering, keriput, kulit tipis. Halhal tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perubahan pada tingkat seluler.
Ilmu pengetahuan yang makin maju membuat manusia dapat mencegah,
memperlambat bahkan mengobati terjadinya proses penuaan. Oleh karena itu,
diharapkan manusia menjadi tua dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila,
2007).
Banyak teori penuaan yang telah dikemukakan oleh banyak pakar di dunia
seperti: Wear and Tear Theory yang mengatakan bahwa makin banyak sel yang
terpakai, maka makin banyak sel pula yang rusak oleh August Weisman (1882).
Adapula Teori Program yang berhubungan dengan terbatasnya replikasi sel. Teori
Neuroendokrin oleh Vladimir Dilman, mengatakan pada usia muda kadar hormon
masih baik, sedangkan makin bertambahnya usia kadar hormon makin berkurang,
sehingga fungsi organ pun menurun (Pangkahila, 2007).
Kulit adalah organ paling luar dan paling luas pada tubuh manusia serta sering
terpapar oleh lingkungan seperti radiasi Ultra Violet (UV), obat, dan polusi udara
langsung maupun tidak langsung serta dapat pula terjadi gangguan pada sintesis
kolagen (Pandel et al., 2013), merangsang melanosit (Steiner et al., 2009). Kerusakan
DNA yang timbul akibat ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi basa guanine
pada DNA sehingga menjadi bentuk 8-hydroxy-7,8-dihydroguanine (8-OHdG).
Berdasarkan potensi mutageniknya, 8-OHdG dapat dijadikan biomarker kerusakan dan
perbaikan DNA oksidatif. Frekuemsi mutasi pada kulit manusia tergantung dari
akumulasi paparan sinar UV pada kulit (Pandel et al., 2013).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung
dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit
(tipe kulit seseorang). Orang yang tinggal didaerah yang secara geografis dan
mempunyai riwayat tinggi tingkat paparan UV nya, dapat terjadi photoaging yang
berat. Tanda klinis yang dapat terjadi
hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,
elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma. Paparan sinar
matahari sering terjadi di daerah sekitar wajah, leher, dada, tangan, dan lengan (Pandel
et al., 2013).
Salah satu faktor penuaan adalah timbulnya hiperpigmentasi pada wajah seperti
melasma yang berupa bercak kehitaman. Melasma ini dapat menimbulkan masalah
dalam penampilan (fisik), emosional dan sosial pada wanita (Soepardiman, 2010).
Melasma sering dikeluhkan oleh semua wanita di seluruh dunia dan merupakan salah
satu tanda penuaan.
Perubahan pigmen lebih banyak dikeluhkan pada wanita dengan Fitzpatrick
Phototype
III-VI (Halder
et
al.,
2003). Karakteristik
melasma
merupakan
hiperpigmentasi simetris yang berwarna coklat muda sampai coklat tua (Kauvar, 2012).
Walaupun pembentukan melanin pada dasarnya merupakan salah satu mekanisme
tubuh untuk melindungi jaringan kulit dibawahnya agar tidak rusak oleh paparan sinar
UV, tapi melasma mempunyai efek yang signifikan terhadap kualitas hidup yang
mengidapnya (Khultanan, 2005). Wanita yang menderita melasma menyatakan bahwa
kelainan ini mempengaruhi penampilan, kehidupan sosial, kesejahteraan, emosional,
dan aktivitas rekreasi mereka (Pawaskar et al., 2007).
Penelitian pada pasien yang menderita melasma dihubungkan dengan kualitas
hidup pernah dilakukan pada tahun 2014 di RS Abdul Moeloek, Lampung dengan hasil
bahwa melasma memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dimana semakin
besar derajat keparahan melasma, maka semakin besar efek terhadap kualitas hidupnya
(Hadiyati et al., 2014).
Pigmen melanin diproduksi oleh melanosom yang dihasilkan oleh melanosit,
proses ini disebut dengan melanogenesis. Melanosit dapat dirangsang oleh faktor
intrinsik seperti endokrin (hormonal), imun, inflamasi, dan sistem saraf pusat, serta juga
faktor ekstrinsik seperti radiasi UV, obat, polusi, dan asap rokok (Ichihashi et al.,
2009).
Penanggulangan melasma yang sulit, membuat banyak orang mengambil
tindakan lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah
yaitu dengan menggunakan tabir surya selain untuk mencegah melasma, juga dapat
mencegah terjadinya keriput dan kanker kulit (Bermann, 2012), pemberian antioksidan
(Ramirez, 2013), serta vitamin dan nutrisi (Pandel et al., 2013).
Pengobatan melasma dapat secara tunggal atau kombinasi, dapat diberikan pula
secara oral, topikal ataupun tindakan medis tertentu. Pengobatan secara topikal dapat
dengan memberikan tabir surya, golongan tyrosinase inhibitor seperti hidrokuinon,
retinoid, atau kombinasi keduanya (Jutley et al., 2014) atau kombinasi hidrokuinon
dengan asam askorbat (Steiner et al., 2009). Sampai dengan saat ini hidrokuinon masih
merupakan Gold Standard untuk terapi melasma, sebagai competitive tyrosinase
inhibitory (Baumann dan Alleman, 2009) dengan mekanisme kerja menghambat kerja
enzim tirosinase, merusak sel melanosit secara langsung, mempercepat degradasi
melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013) sehingga
hidrokuinon dapat mencegah terbentuknya melanin yang baru, dan penghambatannya
bersifat reversible (Chandra et al., 2011), tetapi hidrokuinon mempunyai efek samping
toksik terhadap sel melanosit (sitotoksik) (Baumann dan Alleman, 2009).
Tindakan medis dapat dilakukan dengan chemical peeling menggunakan
glycolic acid, tricloroacetic acid (TCA), microdermabration atau intensive pulsed light
(IPL) bahkan laser (Steiner et al., 2009), sedangkan secara oral dapat juga diberikan
antioksidan (Baumann, 2005; Ramirez, 2013) dan vitamin (Pandel et al., 2013).
Pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)
Ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan literatur, setelah diisolasi kulit kayunya
terdapat senyawa flavonoid seperti morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol
B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi,
diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001), serta mempunyai zat aktif norartocarpetin
dan artocarpesin (Erwin, 2001) yang merupakan golongan flavones dari golongan
flavonoid (Chang, 2009). Norartocarpetin dan artocarpesin mempunyai efek sebagai
competitive enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel et al., 2011) yang menghambat Tirosin
menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah
melanin pada sel melanosit serta juga menpunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi
melindungi kulit dari radikal bebas (Moini et al., 2002).
Penelitian secara invitro, membuktikan tingkat inhibisi enzim tirosinase pada
kulit batang pohon Artocarpus spp yaitu artocarpus heterophillus (nangka), atrocarpus
altilis (sukun) dan artocarpus communis (kluwih), yang paling baik tingkat inhibisinya
adalah artocarpus heterophillus (Supriyanti et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Hastiningsih (2014), didapatkan bahwa
konsentrasi krim ekstrak kulit pohon nangka 4% bermakna dapat menghambat
peningkatan jumlah melanin. Ekstrak kulit batang pohon nangka yang diambil dari desa
Sibang ini pada uji fitokimia mengandung antioksidan, senyawa fenol, senyawa tannin
dan vitamin C, sedangkan pada uji gas chromatography-mass spectrofotometry (GCMS) mengandung senyawa hexadecanoate acid ethyl ester, estra-1,3,5(10)-trien-17beta-ol, ethyl tridecanoate, linoleic acid ethyl ester, ethyl oleate, gamma sitosterol,
senyawa-senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, steroid kecuali linoleic
acid ethyl ester mempunyai aktivitas mendegradasi enzim tirosinase sehingga dapat
menghambat proses melanogenesis dan mencegah meningkatnya jumlah melanin di
lapisan epidermis.
Senyawa polifenol (flavonoid) yang merupakan kelompok terbesar mempunyai
efek dapat menghambat proses melanogenesis sebagai tyrosinase inhibitory. Polifenol
juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator,
memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), dapat
pula sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok
tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).
Asam lemak rantai panjang serta steroid (Chang, 2009), mempunyai mekanisme
terjadinya penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara
enzimatik menjadi produk yang bersifat toksik pada melanosit sehingga terjadi
degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).
Antioksidan alamiah umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran
dimana banyak mengandung vitamin A, C, E, -3 fatty acids, non-vitamin tertentu dan
juga golongan flavonoid seperti green tea yang terdapat dalam tanaman yang berguna
dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan, sinar matahari ataupun kanker.
Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat meningkatkan produksi
kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB, mengoreksi masalah
pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada kulit (Pandel et al.,
2013).
Antioksidan dalam bentuk topikal yang dioleskan pada permukaan kulit dapat
mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV
(Pinnel, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat, baik secara
oral maupun topikal untuk mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk
perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang
terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman
(Baumann, 2008; Stalling dan Lupo, 2009). Beberapa zat yang mempunyai efek sebagai
antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, selenium, zinc, silymarin, soy isoflavones, dan
tea polyphenols, serta mempunyai efek lain sebagai anti kanker (Pinnel, 2003).
Ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung linoeic acid ethyl ester yang
mempunyai cara kerja mendegradasi enzim tirosinase, sehingga jumlah melanin
berkurang (Ando et al., 2010).
Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut, dimana Hidrokuinon dan ekstrak kulit
batang pohon nangka mempunyai efek yang saama yaitu dapat mencegah peningkatan
jumlah melanin maka penelitian ini dibuat untuk membuktikan efek tersebut.
1.1
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus
Heterophllus) 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut
yang dipapar oleh sinar UVB?.
2. Apakah krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4%
memiliki efektivitas yang sama dengan hidrokuinon 4% dalam mencegah
peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar sinar
UVB ?
1.2
Tujuan Penelitian
krim
ekstrak
kulit
batang
pohon
nangka
(Artocarpus
1.4
Manfaat Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Penyebab Penuaan
Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua orang.
Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit
dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan
Ilmu
membawa konsep baru tentang penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu
penyakit yang dapat diobati bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi
lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti
Aging Medicine (AAM) (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia
dibedakan menjadi usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis,
yang sesuai dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia
biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan kualitas
hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya (Pangkahila, 2011).
Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak dapat
dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa faktor, ada
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempercepat penuaan
adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses glikosilasi, proses metilasi, apoptosis,
penurunan sistem imunitas, dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya
hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi
lingkungan, stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014).
Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada
dasarnya dikelompokan dalam teori pakai dan rusak (wear and tear theory) dan teori
program. Teori pakai dan rusak meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal
bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon
(Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).
1.
yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi cepat rusak
karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ tubuh seperti hati,
lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya karena adanya toksin
dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein,
alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet,
stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ
tapi juga pada tingkat sel.
Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya
mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada
akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat mempercepat
kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat membuat fungsi
organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit.
Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan
kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta berlebihan. Pada
usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab
apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit bahkan meninggal karena
penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini, meyakini bahwa
pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan
membantu mengembalikan proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh
untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.
2.
Teori Neuroendokrin
Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang mengembangkan teori
wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon
dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar
yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk suatu poros dengan hipofisis dan organ
tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya.
Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan
fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi berbagai organ tubuh sangat
optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik,
fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin bertambah usia, jumlah hormon makin
berkurang sehingga fungsi organ juga akan menurun dan menimbulkan banyak keluhan
seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot
berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja
hormon saling berkaitan
Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang
terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock), variasi
antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh bagaimana cara manusia tumbuh dan
hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel embrio, janin,
masa bayi, dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal.
Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Secara
biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan sel, telomere
akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan telomere telah terpakai
semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa inilah yang disebut dengan
kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal sebagai jam biologik (biologic
clock) (Ishikawa, 2000).
Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa mekanisme
pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada
penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai kapasitas yang terbatas untuk
melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel dewasa membelah lebih sedikit
dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada sel ganas, terjadi pembelahan sel
yang tidak terbatas .
4.
kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dihasilkan selama terjadi
metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, radikal hidroksil, purin, dan
pirimidin.
Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan
menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas
oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas
akan merusak molekul yang elektronnya ditarik sehingga dapat menyebabkan
kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya kematian sel. Molekul utama dalam
tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, sehingga terjadi mutasi DNA,
cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction.
Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas
memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang
mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian.
Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan kolagen dan elastin yang
merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar tetap lembab, elastis, dan halus.
Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat, dimana akibat radikal bebas akan
timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan Klatz, 2007).
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai
organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai tanda dan
gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila,
2011):
1.
Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,
daya ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja
menurun, sakit tulang.
2.
Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung, merasa tidak berarti lagi.
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan
fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung dalam 3 tahap
sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):
1.
hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas
yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya
tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak
mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan
normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.
2.
sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa
hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini sering menyebabkan
resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas.
Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun,
rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual
menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan
akibat radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan
penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit
jantung koroner, dan diabetes.
3.
Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan
bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga
terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga
tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak
tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu
keharmonisan banyak pasangan.
Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus
dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih
jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan
menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).
Penuaan karena faktor intrinsik atau penuaan dengan proses alamiah, dimulai
sejak sekitar usia 20 tahun, yaitu dimulainya fase penuaan preklinis pada usia 25 tahun.
Penuaan intrinsik terjadi karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan
senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomere
pada pembelahan sel menurunkan faktor pertumbuhan, dan juga penurunan kadar
hormon menyebabkan terjadinya penuaan intrinsik. Gambaran histologik yang tampak
yaitu atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi dermis.
Penuaan ekstrinsik akan lebih terlihat pada daerah yang terbuka seperti wajah,
leher, dada, dan bagian luar lengan. Ini diakibatkan akumulasi paparan sinar matahari
sepanjang hidupnya. Secara klinis akan tampak kerutan yang lebih dalam dan lesi
pigmentasi seperti frecle, lentigo, dan melasma, bahkan dapat juga terjadi lesi
depigmentasi seperti hipomelanosis gutata (Baumann dan Saghari, 2009).
2.2 Efek Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270-290 nm), UVB (290320 nm), dan UVA (320-400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke permukaan
bumi karena diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, tetapi UVA dan UVB dapat
mencapai permukaan bumi dan merupakan pengaruh lingkungan terbesar terhadap
penuaan kulit. Walaupun rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, sinar UVB memberikan efek
samping lebih banyak daripada UVA (Alam dan Harvey, 2010).
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada
semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase,
dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB menghasilkan
radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga
dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi et al., 2009).
Oksigen
Katalase
Air
Superoksid
Dismutase
Radikal
Superoksid
Radikal
Hidroksil
Glutation
Peroksidase
Air
Gambar 2.1
2.2.1.1 Eritema
Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan
kemerahan setelah paparan sinar matahari. Eritema yang terbentuk tergantung pada
panjang gelombang. Jenis ultraviolet yaitu : ultraviolet A (320-340 nm) terbagi dua
yaitu UVA 1 dn UVA 2. UVA 2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA 1.
Efektifitas eritema menurun sebanding dengan panjang gelombang. Eritema juga dapat
disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet B (UVB), namun responnya jauh lebih lambat
daripada UVA dan mencapai puncak setelah paparan 6-24 jam tergantung dosis
(Taylor, 2005). Dosis UV yang menyebabkan kemerahan (eritema) minimal, dapat
dilihat biasanya 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema doses (MED). Nilai
MED bervariasi tergantung fototipe kulit, warna kulit dan lokasi anatomi individu,
sedangkan standard erythemal dose (SED) adalah kemerahan yang terjadi dengan
paparan UV 100 joule per meter persegi (J/m) (Autier et al., 2006).
2.2.1.2 Pigmentasi
Keluhan yang sering dikeluhan pasien adalah hiperpigmentasi seperti freckle,
lentigo dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009b). Respon pigmentasi kulit mengikuti
paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan
melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet.
Eritema yang diinduksi oleh UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi
akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi
akibat paparan UVB. Perbedaan ini terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi
UVA lebih basal (Taylor, 2005).
ini
terdapat
peningkatan
aktifitas
tirosinase,
pembentukan
melanin,
II
III
IV
Phenotype
Epidermal
Eumelanin
Respon
Cutaneus
terhadap
UV
Selalu
terbakar,
+/-
Peels, tidak
pernah
Tans
Mudah
terbakar,
Peels,
Minimal
Tans
++
Terbakar
Moderat,
Tanning
+++
Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans
++++
Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans
MED
(mJ/cm)
Resiko
Kanker
15-30
++++
25-40
+++/++++
30-50
+++
40-90
++
60-90
VI
+++++
Hampir
tidak
pernah
terbakar,
Tans terjadi
90-150
+/-
Minimal erythemtous dose (MED) adalah jumlah radiasi UVB yang dapat menyebabkan terjadinya
kemerahan dan inflamasi pada kulit 24-48 jam setelah terpapar. (misalnya dosis terendah UV yang dapat
menyebabkan sunburn). Semakin sensitive UV seorang individu, semakin rendah MED nya.
Gambar 2.2 Perbedaan gambaran histology melanin pada lapisan epidermis dari
berbagai ras
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas. Photoaging adalah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh seringnya terkena paparan sinar matahari.
Photoaging mengakibatkan, kerusakan jaringan penyangga, kerusakan melanosit dan
mikrovaskuler (Alam dan Havey, 2010).
Paparan sinar matahari yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya prematur
aging (penuaan dini) yang ditandai oleh kerutan di kulit, dispigmentasi, warna pucat,
perubahan tekstur, kehilangan elastisitas dan timbulnya prekanker pada kulit. Tanda
perubahan epidermal yaitu gangguan pigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan
hiperpigmentasi luas (Alam dan Havey, 2010).
Penuaan pada kulit manusia secara alami diakibatkan oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik, tapi diperberat oleh radiasi UVA dan UVB, maka disebut sebagai
photoaging. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal
ini yang menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit. Radiasi sinar UVA dapat
mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA
terhadap penuaan kulit bersifat tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya reactive
oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor
transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, pengaruh UVB terhadap penuaan kulit
bersifat langsung, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakankerusakan DNA lainnya (Alam dan Havey, 2010).
Pada kulit yang mengalami photoaging dapat memperlihatkan gambaran klinis
berupa permukaan kasar, bernodus, kerutan halus, bercak kekuningan, kering, dan
telangiektasis (Taylor, 2005; Yaar dan Glichrest, 2008; Krutmann, 2011).
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis
Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar matahari merupakan penyebab utama
terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar
UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit nonmelanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker
tersebut, skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari keratinosit
epidermis,
sedangkan
melanoma maligna
berasal
menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang merubah
jalur sinyal hedgehog, dimana sinyal hedgehog ini merupakan sinyal pertumbuhan sel
(Brown dan Schleve, 2011). Pada kasus melanoma, kulit yang terpapar sinar UV secara
intermiten akan mengalami mutasi pada gen B-raf, sedangkan pada kulit yang terpapar
sinar UV kronis akan mengalami mutasi gen N-ras (Michael et al., 2011).
2.3
Kulit
Secara mikroskopik struktur kulit manusia terdiri dari: epidermis, dermis, dan
subkutis (Baumann dan Saghari, 2009a). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling
berhubungan dengan dermal epidermal junction.
2.3.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm
(kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis dibagi menjadi
empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan protein intraseluler yaitu dari luar ke
dalam, stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale
(germinativum) (Jain, 2012).
Lapisan epidermis ini disusun oleh lapisan keratinosit, dimana keratinosit ini
dihasilkan oleh stem cell yang berasal dari basal epidermis yang disebut dermal
epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit yang dihasilkan akan berkembang dan
bermigrasi ke bagian atas epidermis, proses ini disebut keratinisasi (Baumann dan
Saghari, 2009c). Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka
epidermis dibagi sebagai berikut:
a.
Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis.
Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifiying cells dan 40% postmitotic
cells. Secara normal, stem cell membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu
seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh growth factor, stem cells akan
membelah dengan cepat. Amplifiying cells bertanggung jawab terhadap
pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan
bermigrasi ke lapisan lebih atas.
b.
Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula
lamelar, ceramids, cholesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase
dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptide
antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi sebagai
filament intermediet antar sel keratinosit.
c.
Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula
keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan precursor filagrin. Protein
filagrin akan mengalami cross-link dengan filament keratin sehingga membentuk
struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan anabolik untuk disolusi
inti sel dan organel.
d.
Stratum korneum. Lapisan terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengndung
organel sel. Bangunan lapisan ini disebut brick mortar, dimana brick
merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang
berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino
sehingga punya kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan
mati, karena sel sudah tidak mensitesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal
sel. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL),
kelembaban dan fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 2646 hari (Baumann dan Saghari, 2009c).
Gambar 2.4 Struktur epidermis. Struktur kulit dalam potongan melintang terdiri dari 5 lapisan
(dari yang paling luar): stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,
stratum basale.Stratum lucidum hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. (Baumann, 2009)
Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah melanosit, yaitu sel
dendritik di bagian stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit
akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel langerhans, berfungsi
sebagai imunitas, dan sel merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan
dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).
Membran basal merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm
mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis.
Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan
mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom berikatan dengan lusida
dan lamina densa dari membran basal. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril
yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan
membentuk struktur yang kuat mengikat lapisan epidermis dengan lapisan dermis (Scott
dan Bennion, 2011).
2.4 Melanin
Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit, berfungsi sebagai
penyerap sinar UV, penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari
kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin, pigmen berwarna
coklat kehitaman, dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning kemerahan. Eumelanin
berada dalam melanosom berbentuk elips, dimana sintesisnya akan meningkat apabila
terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak mengandung sulfur dan asam amino
sistein, terdapat dalam melanosom dalam bentuk sferis. Pada dasarnya pigmen melanin
yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah kombinasi antara eumelanin dan
pheomelanin (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosom berbeda berdasarkan ras. Pada ras kulit hitam melanosom
berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8
mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi
secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di
stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki
membran dan distribusi secara berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom
didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit
ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata sama pada semua ras,
terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan bawah, 1000/mm2 pada
bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).
Tahap I, premelanosme ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein amorf,
sedikit aktifitas dari enzim tirosinase.
b.
Tahap II, stuktur mulai membentuk oval, aktifitas enzim tirosinase meningkat,
melanin disimpan dalam matriks protein.
c.
d.
Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang 1 m
dan diameter 4 m.
Melanosome kemudan ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk struktur
dendritik menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Beion, 2011). Pada
dasarnya terdapat tiga enzym yang bekerja dalam mesintesis melanin yaitu tyrosinase
(TRY), Thyrosinase Related Pritein 1 (TRYP-1) dan Dopachrome tautomerase (DCT),
tetapi enzim tirosinase memegang peranan paling besar diantara semua enzim. Proses
ini dimulai oleh hidroksilasi tirosin menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh
enzim tirosinase, kemudian oksidasi DOPA menjadi Dopakuinon. Dopakuinon
kemudian mengalami satu dari dua tahap berikut, apabila dopakuinon berikatan dengan
sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak berikatan
dengan sistein, dopakuinon secara spontan akan menjadi dopakrom, kemudian
dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin
(Kindred et al., 2010).
Gambar 2.6. Biosintesis Melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna
pada kulit,ada 2 bentuk coklat/hitam pigmen eumelanin melindungi sangat kuat dari UV dan
merah/kuning pheomelanin kurang kuat melndungi dari UV. Kedua melanin, eumelanin dan
pheomelanin berasal dari asam amino tirosin. Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis
terjadinya kedua melanin tersebut, apabila terjadi defek maka akan menyebabkan
albinism.Ikatan antara pigmen pheomelanin dengan sistein terjadi karena hambatan sulfur masuk
ke dalam pigmen, yang mengakibatkan warna lebih terang dan dapat menyebabkan kerusakan
didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV
ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan
tirosin (Costin dan Hearing, 2007).
Produk-produk yang disahihkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak
diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl
pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung
juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah
massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin
(Costin dan Hearing, 2007).
Dengan bertambahnya usia, jumlah sel melanosit akan berkurang 10-20% per
dekade. Penurunan jumlah sel melanosit ini terdapat di area yang tidak terpapar sinar
matahari maupun area yang terpapar. Proses ini juga diikuti dengan menurunnya
vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Tetapi, dengan akumulasi
paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat bagian-bagian tertentu dari sel
melanosit yang mengalami peningkatan densitas, sehingga terjadi penumpukan
sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan (Taylor, 2005).
menyebabkan
hiperpigmentasi,
yaitu
cyclophosphamide,
5-flouroursil,
besar akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing,
2007).
Gambar 2.9. Mekanisme hiperpigmentasi estrogen Membran dan sitosol sel melanosit
mengandung banyak reseptor estrogen, sehingga hormone steroid (contohnya: estrogen) dapat memicu
tanskripsi terbentuknya hormone tirosinase dan dopakrom tautomerase, sehingga terjadilah proses
melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.5 Inflamasi yang memicu produksi melanin
Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel
inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien
(LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan
meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin. Mekanisme kerja mediator
inflamasi ini belum jelas, namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel
melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi
terjadinya post inflammatory hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).
2.5
2.5.1 Lentigo
Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60 % dari
usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat
pada daerah dermo-epidermal junction.
Mulamula tampak
ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat mudakehitaman, berbentuk bulat, semakin
membesar, tersebar sampai ukuran beberapa centimeter. Biasanya timbul di daerah
terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan dan punggung
(Goichnik et al., 2008).
2.5.3 Melasma
Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan, ditandai sering
muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terutama ditemukan pada seseorang
dengan tipe kulit fitzpatrick IV, V, VI. Wanita lebih sering terkena terutama usia
produktif. Gambaran klinis berupa bercak ireguler di wajah, berwarna coklat muda
sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola
distribusi melasma yaitu sentrofasial, (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar
(21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan
pemeriksaan lampu Wood melasma diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan
campuran, tetapi sebagian besar pasien melasma memiliki distribusi melanin di
epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere et al., 2008).
2.5.4 Melanoma Maligna
Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Faktorfaktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar matahari berlebih, banyak
terjadi pada kulit putih. Tumor ini pada pria sering ditemukan pada daerah punggung
dan tungkai bawah, sedang pada wanita sering ditemukan di daerah badan. Melanoma
maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading
melanoma, dan nodular melanoma (Lapeere et al., 2008).
Gambar 2.10 Pengaruh Pigmentasi terhadap Resiko Kanker Kulit. Individu berkulit puti
h dengan rendahnya tingkat melanin di epidermis menampilkan fenotpe sensitif UV, cenderung terjadi su
nburn daripada tan setelah terpapar UV. Data menunjukan bahwa terjadinya mutasi terkait dengan ketid
ak seimbangan dan gangguan terjadinya tanning, khususnya gangguan sinyal pada MC1R, yang dihubun
gkan dengan tidak efisiennya perbaikan DNA pada melanosit.
(Orazio et al., 2013).
2.5.6 Okronosis
Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk
substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai
hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai. Pemeriksaan
histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan (ochronotic) pada pars
papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada penggunaan jangka panjang
hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria,
produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere et al., 2008).
Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe ver
a. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara, menghambat h
idroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkinon. Aloesi
n memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik.
3.
4.
Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin
pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Pa
da lapisan epidermis, sinar ultraviolet khususnya UVB dapat menghasilkan ROS te
rutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid
dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga m
enyebabkan terjadi gangguan proses melanogenesis dengan menghambat dan mene
tralisir ROS.
5.
Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tir
osinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutati
on. Kombinasi antara senyawa ini dengan vitamin E dapat mencegah hiperpigment
asi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.
6.
Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penic
illium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat copper sehingga aktivitas enz
im tirosinase terhambat. Keuntungan lain adalah asam kojik memiliki efek pengaw
et dan antibiotik sehingga bahan ini lebih stabil sebagai produk (Baumann dan Alle
man, 2009).
Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3.
Niasinamid selain bekerja sebagai penghambat transfer melanosom ke keratinosit, j
uga memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Sebuah peneliti
an menunjukkan efek inhibisi niasinamid hingga 68%.
2.
Kedelai, kedelai memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean
trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya
adalah menghambat aktifasi PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer
kedalam keratinosit (Baumann dan Alleman, 2009).
2.6.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat atau menghentikan
kerusakan oksidatif yang terjadi dengan cara memberikan senyawa elektron kepada
molekul radikal bebas sehingga dapat meredam efek negatif dari radikal bebas tersebut
(Halliwell dan Guttridge, 2007).
Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme pencegahan
terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu:
1.
b.
Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.
c.
d.
2.
pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi
lemak. Contoh: antioksidan pemecah rantai antara lain vitamin C, vitamin E,
betakaroten, glutation dan sistein.
Antioksidan juga dapat dibedakan berdasarkan sumber atau asal antioksidan itu sendiri,
yaitu:
1.
2.
Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara
Antioksidan sekunder
Antioksidan ini berfungsi untuk menangkap berbagai senyawa dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam transisi
pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Jenis antioksidan ini antara lain
vitamin C, vitamin E, dan betakaroten.
3.
Antioksidan tertier
Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat
reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA
repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan
diproses oleh enzim lipase dan peroksidase.
Antioksidan bekerja melalui 3 cara, yaitu:
1. Mengikat / scavenging ( R + PH* RH + P* )
2. Menghambat / inhibitory ( RO2 + PH* ROOH + P )
3. Proteksi ( ROOH + PH* ROH + POH )
Plantae
Divisio
Magnoliopsida
Ordo
Urticales
Familia
Moraceae
Genus
Arthocarpus
Species
Arthocarpus heterophyllus
a.
b.
Nangka buah kecil : tinggi mencapai 6-9 m, diameter batang mencapai 15-25 cm
dan umur mulai berbuah sekitar 18-24 bulan.
Batang pohon nangka tegak berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun
A.Heterophyllus tunggal berseling lonjong memiliki tulang daun yang menyirip, daging
daun tebal, tepi rata, ujung runcing panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang
lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang
berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan
betinanya terpisah dengan tangkai yang memliki cincin, bunga jantan yang ada di
batang baru diantara daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika
masak, oval dan berbiji coklat muda (Prihatman, 2000)
Manfaat daun tanaman ini direkomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai
obat anti diabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi (Chandrika,
2006). Selain itu daun pohon nangka juga dapat digunakan sebagai pelancar ASI, borok
(obat luar), dan luka (obat luar).
Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai makanan sayuran yang
mengandung albuminoid dan karbohirat. Sedangkan biji nangka dapat digunakan
sebagai obat batuk dan tonik (Heyne, 1987). Biji nangka dapat diolah menjadi tepung
yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makanan campuran).
Khasiat kayu sebagai anti spasmodik dan sedative, daging buah sebagai
ekspectoran, daun sebagai laktagog. Getah kulit kayu juga telah digunakan sebagai obat
demam, obat cacing dan sebagai anti inflamasi. Pohon nangka dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional.
Kandungan kimia dalam kayu adalah morin, sianomaklurin (zat samak), flavon, dan
tannin. Selain itu di kulit kayunya juga terdapat senyawa flavonoid yang baru yaitu
morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B (Ersam, 2001). Bioaktivitasnya
terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi, diuretik dan anti
hipertensi (Ersam, 2001).
Tabel 2.2
Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batang Artocarpus Heterophillus
(Erwin, 2001)
Jenis Senyawa
Kandungan Senyawa
Flavon
Sikloartokarpesin
Oksidihidroartokarpesin
Preniflavon
Noratokarpin
Piranoflavon
Sikloheterofilin
Oksepinoflavon
Artonin S
Artonin J
Furanodihidrobenzosanton
Artonin K
Artonin L
Artonin T
Terlihat dari kandungan senyawa kulit batang pohon nangka tersebut termasuk
golongan flavonoid. Flavonoid yang dihasilkan oleh artocarpus heterophillus ialah
adanya substituent isoprenil pada C3 dan pola 2,4-dioksigenasi atau 2,4,5trioksigenasi pada cincin B dari kerangka dasar flavon. Ciri ini diwujudkan pada
berbagai jenis senyawa flavon dengan prenil bebas pada C3, piranoflavon,
oksepirnoflavon, oksosinoflavon, dihidrobenzosanton dan kuinonodihidrobenzosanton.
Senyawa-senyawa ini belum pernah ditemukan pada tumbuhan lain. Selain mempunyai
struktur molekul yang unik, beberapa senyawa flavon yang berasal dari artocarpus juga
memperlihatkan bioaktivitas anti tumor yang tinggi pada sel leukemia (Suhartati, 2001).
Berdasarkan penelitian fitokimia, ekstrak kulit batang pohon nangka (artocarpus
heterophillus) memiliki kandungan flavonoid dengan 3 senyawa aktif norartocarpetin
dan artocarpensin serta morin (Erwin, 2001) yang dapat menghambat aktivitas enzim
tirosinase. Oleh sebab itu, ekstrak kulit batang pohon nangka merupakan kandidat kuat
sebagai antioksidan (Kareem, 2012). Penelitian mengenai norarocarpetin dan
artocarpensin masih sangat sedikit dibandingkan dengan turunan flavonoid lainnya,
tetapi penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa norarocarpetin dan artocarpensin
memiliki beberapa aktivitas biologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti kanker,
antibiotik (Erwin, 2001), sebagai whitening agent (Arung et al., 2008) serta sebagai
tyrosinase inhibitor (Chiari et al., 2011; Zwegel et al., 2011), sebagai anti kanker
(Wisynu et al., 2014).
Noratocarpetin
(5,7,2,4-tetrahydroxyflavone)
dan
artocarpetin
(5,2,4-
Norartocapetin
Artocarpesin
2.
3.
4.
Parameter
Satuan
Hasil
Kapasitas Antioksidan
Ppm GAEAC
987,42
IC 50%
mg/ml
1,18
% b/b GAE
0,49
Kadar Tanin
% b/b TAE
0,86
Vitamin C
Mg/ 100 g
31,94
Rendemen
% b/b
3,26
Keterangan :
GAEAC
GAE
TAE
IC 50%
Gambar 2.13. Efek Polifenol dari tanaman.Polyphenol merupakan komponen alami yang
banyak terdapat pada buah, sayuran, cereal dan makanan (Pandey et al., 2009).
Lebih dari 8000 polifenol yang terdapat dalam tanaman yang memiliki satu
struktur umum yaitu sebuah fenol (cincin aromatik mengandung setidaknya satu
substituen hidroksil). Polyphenol diklasifikasikan dalam asam fenol, flavonoid,
stilbenes dan lignan.
Polifenol
Asam Fenol
Flavonoid
Stilbenes
Flavonols
Flavanones
Flavanols
Flavones
Quercetin
Kaempfe
rol
Naringenin
Taxifolin
Catechin
Luteolin
Antocyanin
Cyanidin
Lignan
Isoflavone
Genistein
Chalcone
Licuraside
Isoliquiritin
Licochalcone
Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat
mengakibatkan terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi,
imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey
et al., 2009). Sebagai fotoprotektif, berdasarkan penelitian tahun 2003, menggunakan
polifenol topikal (resveratol) pernah dilakukan pada kulit tikus dapat menghambat sinar
UVB sehingga dengan dihambatnya TGF-2, resiko terjadinya melanoma dapat
dihambat (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok tirosinase inhibitor
terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).
Tanin merupakan asam fenolat alami mengandung dua rantai karbon yang berbeda
yaitu: struktur asam hidroksi sinamat dan hidroksibenzoat. Flavonoid berasal dari
kelompok besar polifenol dengan berat molekul rendah dan derivat benzo--pyrone.
Polifenol dengan berat molekul tinggi, umumnya dikenal sebagai tanin yang merupakan
senyawa polimer (Ignat et al., 2011).
Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai anti
tirosinase (Feng et al., 2014).
Vitamin C merupakan vitamin yang larut air, disebut juga dengan asam askorbat.
Vitamin C sebagai antioksidan karena mendonorkan electronnya. Ketika vitamin C
mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas, semidehidro
asam askorbat atau radikal askorbil. Dibandingkan dengan radikal bebas yang lain,
radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Radikal askorbil dapat berinteraksi dengan
radikal bebas lain, sehingga tidak reaktif lagi. Menurunnya reaktivitas radikal bebas
menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging atau
squenching (menngikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas pengikat
yang baik (Padayatty et al., 2003).
Pada tanggal 3 Desember 2014, ekstrak kulit batang pohon nangka yang digunakan
pada penelitian ini diambil dari desa Sibang, juga telah dilakukan Analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) kualitatif di Laboratorium Analitik
Universitas Udayana dengan hasil sebagai berikut
Tabel 2.4
Hasil Analisis GC MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka
No
1
2
Nama Senyawa
Hexadecanoic acid ethyl ester
Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol
Ethyl tridecanoate
Ethyl Oleate
Gamma Sitosterol
Senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak kulit batang pohon nangka
berdasarkan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS).
Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada ekstrak kulit batang pohon nangka didapatkan
senyawa :
a.
Hexadecanoic acid ethyl ester yang dikenal juga dengan nama Ester Asam
Palmitate, Asam Palmitat, yang mempunyai aktivitas sebagai Antioksidan
c.
d.
e.
Ethyl Oleate, mempunyai nama lain Oleic acid ethyl ester dan mempunyai
aktivitas Food additive, Lubricasi, Solvent (Balamurugan et al., 2013).
f.
2.8 Krim
Krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat, terdapat dua tipe yaitu air
dalam minyak dan minyak dalam air. Krim pada dasarnya salep yang telah mengalami
pengurangan kadar minyak dengan penambahan air yang akhirnya berfungsi sebagai
emulsi (Mahalingam et al., 2008).
Krim hidrofilik mengandung sejumlah besar air dalam fase eksternalnya, atau yang
disebut dengan minyak dalam air, contohnya vanishing krim. Vanishing krim
mengandung air dalam presentase besar dan asam stearat, sehingga saat digunakan air
akan menguap meninggalkan sisa berupa selaput stearat. Krim hidrofobik mengandung
sejumlah besar minyak dalam fase eksternalnya, atau yang disebut dengan air dalam
minyak, contohnya adalah cold krim. Cold krim adalah emulsi air dalam minyak
setengah padat, dibuat dengan lilin etil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat
dan air murni. Cold krim digunakan sebagai emolien dan bahan dasar salep
(Mahalingam et al., 2008).
Pemilihan bahan dasar yang sesuai untuk formula salep atau krim tergantung
kepada tipe aktivitas yang diinginkan apakah penyerapannya topikal atau perkutan,
kompatibilitas dengan komponen lain, stabilitas fisikokimia dan mikroba dari produk,
kemudahan pembuatan, penyebaran formula, lama kontak, reaksi hipersensitivitas dan
kemudahan penghapusan (Mahalingam et al., 2008).
: Chordata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Suborder : Hystricomorpha
Family
: Caviidae
Subfamily : Caviidae
Genus
: Cavia
Species
: Cavia porcellus
BAB III
KERANGKA BERPIKIR , KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penuaan merupakan proses fisiologis yang memang akan diilalui oleh semua
orang, tetapi efek yang timbul oleh karena penuaan itu yang perlu diobati bahkan
dicegah. Faktor-faktor pemicu penuaan adalah faktor eksternal seperti sinar matahari,
polusi udara, asap rokok, dan obat, sedangkan faktor internal seperti faktor genetik, ras,
hormonal, ROS dan radikal bebas. Kelainan yang timbul karena radiasi ultraviolet
disebut photoaging. ROS dapat memicu terjadinya melanogenesis sehingga kulit
menjadi kehitaman/melasma yang dapat menimbulkan gangguan psikososial.
Paparan sinar ultraviolet dapat mengakibatkan terjadinya ROS yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas serta menstimulasi proses melanogenesis sehingga terjadi
peningkatan jumlah melanin.
Hidrokuinon merupakan gold strandar untuk terapi melasma. Mekanisme kerja
hidrokuinon dengan cara menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit lan
gsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sintesis enzim melanogenesis
(Bruce, 2013), sehingga dapat mencegah terjadinya peningkatan jumlah melanin akibat
paparan sinar UVB.
Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) mengandung senyawa f
enol, antioksidan, vitamin C, tannin, steroid dan juga linoleic acid ethyl ester yang me
mpunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi tirosinase,sehngga proses
FAKTOR INTRINSIK
- Genetik
- Hormonal
- Imun
- Sisytem saraf pusat
- Kehamilan
- Obat sistemik
- Stres psikis
- Ras
FAKTOR EKSTRINSIK
- Sinar Ultraviolet
- Kosmetik
- Obat-obat topikal
- Obat hormon
- Kontrasepsi
- Idiopatik
-Peradangan/inflamasi
2.
Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% mempunyai efektivitas yang sama
dengan krim hidrokunon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada
kulit marmut yang dipapar sinar UVB
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan post test
only control group design (Marczy et al., 2005).
R
PP
P0
P1
O1
O2
P2
O3
pembuatan krim ekstrak kulit batang pohon nangka konsentrasi 4% dilakukan di PT.
Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung serta pemeriksaan
histologi dan pengecatan Masson-Fontana jaringan kulit dilakukan di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan selama 4
bulan, dimulai Oktober 2014 sampai Januari 2015.
b.
Umur 3 bulan, karena memiliki persamaan dengan kulit manusia dewasa muda,
serta belum mengalami proses penuaan intrinsik (Bartke, 2005). Warna kulit
marmut beragam karena marmut memiliki melanin baik dari jenis eumelanin,
pheomelanin dan juga ada juga yang albino (Suryanto, 2012). Berat badan 300350 g.
4.4.2.2 Kriteria drop Out : apabila marmut mati pada saat penelitian.
Variabel Prakondisi
Variabel Bebas
Variabel Tergantung
Sinar UVB
Krim hidrokuinon 4%
Variabel Kendali
Strain marmut, umur,
berat badan, jenis
kelamin,
pakan
marmut
dengan
magnetic
stirer
sampai ampas sampel tidak berwarna dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu
40C sampai diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol) dikerjakan di Laboratorium
Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
3. Bahan dasar krim adalah bahan untuk pembuatan krim yang tidak mengandung bahan aktif
seperti ekstrak kulit batang pohon nangka dan hidrokuinon, dibuat di PT. Kaizen
pixel melanin
100%
pixel epidermis
9. Marmut adalah famili Caviidae yang digunakan untuk penelitian, diperoleh dari
Laboratory Animal Unit Bagian Farnakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
10.Umur tikus adalah waktu dihitung dari marmut percobaan lahir dan dinyatakan
dalam satuan bulan.
11.Berat badan marmut dalam satuan gram (g) yang ditimbang menggunakan alat
timbang merk Tanita
12.Pakan marmut adalah sesuai formula standar berupa konsentrat yang mengandung
protein 17-20%, lemak 3-4%, karbohidrat 35-40%.
1. Kulit batang pohon nangka berasal dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung, Bali dikuliti kulit batang pohon nangka sebanyak 3 kg,
diambil bagian tengah pohon (1,5-2 meter dari tanah) dengan kedalaman 2 cm.
2. Dibersihkan dari kotoran/jamur. Kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan.
3. Setelah itu ditumbuk hingga halus menjadi serbuk, didapatkan 400 gram serbuk
kulit batang pohon nangka.
4. Kulit batang pohon nangka diekstrak dengan etanol 96 % dan didapatkan hasil
ekstraksi sebanyak 26 gram ekstrak kulit batang pohon nangka
b.
c.
Residu dipisahkan dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu 40C sampai
diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol).
d.
Pembuatan krim dilakukan di PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi
Abadi I No. 62, Bandung.
Komposisi Krim : Sepigel 30 3 %; Lanol 2%; Dimethicone 2%; Phenoxyethanol 0,5%;
Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 4%.
Cara pembuatan:
a. Campurrkan Sepigel dalam air selama 5 menit
b. Tambahkan Lanol, Dimethicone dan Ekstrak kulit batang pohon nangka kemudian
campurkan
c. Terakhir tambahkan Phenoxyethanol dan campurkan.
Bahan dasar krim, krim hidrokuinon 4%, krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4% diaplikasikan 2 kali sehari, yaitu 20 menit sebelum dipapar (untuk memberikan
waktu absorpsi bahan topikal masuk ke dalam kulit) dan 4 jam setelah penyinaran
(terbentuknya ROS dimulai 4 jam setelah paparan). Aplikasi bahan topikal tetap
dilakukan pada hari tanpa penyinaran.
fosfat 10%
Pengamatan Hasil
Jumlah melanin dihitung dengan metode analisis digital, setiap sediaan preparat
difoto dengan menggunakan kamera Optilab Pro (Micronos, Indonesia) dan
mikroskop Olympus CX41 (Olympus, Japan) dengan pembesaran 400 kali,
masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali disimpan dalam format JPEG. Hasil
foto diedit menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS3 versi 10.01 (Adobe
Inc., San Jose, U.S.A) untuk memilih jaringan epidermis menggunakan tool
Polygonal Lasso yaitu sisi kiri, tengah dan sisi kanan sediaan. Lapangan pandang
yang diambil yaitu lapangan pandang yang paling banyak melanin yang ditandai
dengan daerah berwarna hitam
Jumlah melanin =
pixel melanin
x 100%
pixel epidermis
4.8.4 Alur Penelitian
Marmut jantan, umur 3 bulan, berat
300-350 g, 30 ekor
Adaptasi selama 1 minggu
KELOMPOK KONTROL
(Kontrol Negatif)
Diberikan bahan dasar krim
setiap hari, 20 menit sebelum
paparan UVB, selama 2
minggu
10 ekor
KELOMPOK I
KELOMPOK 2
(Kontrol Positif)
Diberikan krim hidrokuinon
4% setiap hari, 20 menit
sebelum
paparan
UVB
selama 2 minggu
10 ekor
(Kelompok Perlakuan)
Diberikan krim ekstrak kulit
batang pohon nangka 4%
setiap hari, 20 menit sebelum
dan 4 jam setelah paparan
UVB selama 2 minggu
10 ekor
HISTOPATOLOGI JARINGAN
JUMLAH MELANIN
ANALISIS DATA
Uji Normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, oleh karena data numerik
dan jumlah data per kelompok kurang dari 30 dengan tingkat kemaknaan =
0,05.Data terdistribusi normal dengan p>0,05.
b.
Uji
Analisis komparasi
Uji One way Anova, karena data berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya
BAB V
HASIL PENELITIAN
mendapatkan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu selama 2 minggu dengan
dosis 65 mJ/cm per paparan, sehingga total UVB yang diterima oleh marmut dalam 2
minggu sebesar 390 mJ/cm. Kelompok Kontrol diberikan bahan dasar krim 20 menit
sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB. Kelompok 1, diberikan krim
hidrokuinon 4%, 20 menit sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB.
Kelompok 2, diberikan ekstrak kulit batang pohon nangka 4%, 20 menit sebelum
paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB.
Kelompok Kontrol
Kelompok 1
Kelompok 2
Gambar 5.1 Warna kulit marmut setelah dipapar UVB selama 2 minggu.
A. Kelompok kontrol, yang dipapar UVB dan dioleskan bahan dasar krim, tampak kulit
marmut berwarna coklat kehitaman/ hiperpigmentasi.
B. Kelompok 1, yang dipapar UVB dan dioleskan krim hidrokuinon 4%, tampak kulit
marmut berwarna putih.
C. Kelompok 2, yang dipapar UVB dan dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4%, tampak kulit marmut berwarna agak putih dengan semburat warna hitam samar.
2 (dua) minngu kemudian setelah paparan UVB terakhir, selama empat puluh
delapan (48) jam marmut diistirahatkan dengan maksud untuk menghindarkan efek
akut paparan UVB, marmut dieuthanasia dengan menggunakan ketamin dosis berlebih
(75 mg/kg BB) secara intraperitoneal. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya
dibersihkan dari bulu, kulit digunting dengan ketebalan 3 mm sampai subkutan
sepanjang 1,5 cm. Prosedur selanjutnya yaitu pembuatan sediaan histologist dan
menghitung jumlah melain epidermis. Pewarnaan sediaan dilakukan dengan
menggunakan Masson-Fontana yang memberikan warna coklat/hitam.
5.2 Gambaran Histologis
5. 3 Analisis Statistik
5.3.1
Analisis Deskriptif
Hasil uji deskriptif rerata jumlah melanin pada masing-masing kelompok
Tabel 5.1
Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin Antar Kelompok
Std
Melanin
Mean (%)
Deviation
54.3330
4.51631
10
3,0120
.89451
10
4.2308
1.81501
30
20.5253
24.47538
5.3.2
Data jumlah melanin diuji normalitasnya dengan menggunakan uji ShapiroWilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel
5.2
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Melanin
Kelompok Subjek
Ket.
0,963
Melanin kelompokkontrol
Melanin kelompok 1
Melanin kelompok 2
10
10
10
0,219
0,553
Normal
Normal
Normal
Variabel
Keterangan
0
Melanin
2,52
,
0
Homogen
5
3
Kelompok Subjek
Jumlah
Melanin
(%)
SB
1050,00
0,001
4,
54,33
52
Kelompok Kontrol
10
Kelompok 1
10
3,01
0,
Kelompok 2
10
4,23
89
1,
82
dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001.
Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada ketiga kelompok sesudah diberikan
perlakuan berbeda secara bermkna (p<0,05).
Melanin
60.00
54.33
Sinar UVB
Jumlah
50.00
Krim hidroquinon 4%
40.00
krim ekstrak kulit batang pohon
nangka 4%
30.00
20.00
10.00
3.01
4.23
0.00
Gambar 5.3 Perbandingan Jumlah Melanin antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok
Perlakuan
Tabel 5.5
Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok
Beda
Rerata
Interpretasi
Berbeda
51,32
0,001
0,001
1,22
0,349
Berbeda
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat terjadinya
reative oxygen species (ROS) (Icihashi et al., 2009).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat
tergantung dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah
melanin di kulit (tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena
Photoaging seperti kerut, hyperpigmentasi (Pandel et al.,2013).
Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi dengan beberapa cara yaitu
meningkatkan kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi
melanogenesis,
meningkatkan
transfer
melanosom
menuju
keratinosit
dan
Hidrokuinon
merupakan
gold
standard
untuk
terapi
melanosit
langsung, mempercepat
degradasi
melanosom,
6.5 Pengaruh Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka terhadap melanin
Uji perbandingan antara ketiga kelompok sesudah perlakuan berupa
pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka menggunakan uji One Way Anova
menunjukkan rerata jumlah melanin kelompok kontrol adalah 54,334,52 %, rerata
jumlah melanin kelompok 1 adalah 3,010,89 %, rerata jumlah melanin kelompok 2
adalah 4,231,82 %. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan
bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada
ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan, berbeda secara bermakna (p<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa pada
kelompok 1 dapat mencegah peningkatan jumlah melanin sebesar 94,46% dan
kelompok 2 sebesar 92,21%, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dipapar
UVB dan dioleskan bahan dasar krim.
Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) yang diambil
dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali telah dilakukan
analisis fitokimia oleh Hastiningsih (2014) dan ditemukan kandungan senyawa
antioksidan (987,42 Ppm GAEAC), total fenol (0,49 % b/b GAE), tannin (0,86 % b/b
TAE), Vitamin C (31,94 Mg/100g). Ekstrak ini juga telah dilakukan analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) didapatkan kandungan senyawa
Berdasarkan analisis fitokimia dan GC-MS, ekstrak kulit batang pohon nangka
bersifat antioksidan yang dapat meredam dampak negatif dari oksidan, termasuk enzimenzim dan protein pengikat logam. Efek meredam dari antioksidan dilakukan melalui 2
cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara
berlebihan, dan 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan (Pinnell,
2003). Antioksidan mempunyai kemampuan mengikat radikal bebas. Antioksidan
botani telah terbukti dapat menurunkan kejadian fotokarsinogenesis dan photoaging
yang disebabkan oleh peningkatan ROS (Afaq dan Katiyar, 2011). Hexadecanoic acid
ethyl ester, Ethyl tridecanoate, juga merupakan antioksidan (Hastiningsih, 2014).
Antioksidan mencegah terjadinya ROS yang dapat memicu terjadinya proses
melanogenesis.
Sehingga
dengan
dihambatnya
proses
melanogenesis,
maka
peningkatan jumlah melanin yang dipicu oleh sinar UVB tidak terjadi.
Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV sehingga
gangguan kulit atau kanker kulit tidak terjadi.. Polifenol memiliki efek anti inflamasi,
imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey
et al., 2009), sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Oleh karena itu adanya
polifenol dapat menghambat terjadinya proses melanogenesis, sehingga peningkatan
jumlah melanin tidak terjadi.
Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai
anti tirosinase (Feng et al., 2014). Oleh karena dihambatnya proses biosintesis melanin
sehingga peningkatan produksi melanin tidak terjadi setelah paparan sinar UVB.
Vitamin C
Ketika vitamin C mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas
(semidehidro asam askorbat atau radikal askorbil). Dibandingkan dengan radikal bebas
yang lain, radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Menurunnya reaktivitas radikal
bebas menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging
atau squenching (mengikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas
pengikat yang baik (Padayatty et al., 2003). Berkat efek vitamin C, maka ROS tidak
terjadi dan proses melanogenesis dapat dihambat, sehingga peningkatan jumlah melanin
tidak terjadi.
Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, Gamma Sitosterol merupakan golongan
steroid. Mekanisme terjadinya penurunan jumlah melanin oleh steroid dengan cara
mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada
melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi
depigmentasi (Nnoruka, 2006).
Linoleic acid ethyl ester, mempunyai efek degradasi tirosinase, sehingga
dengan dirusaknya enzim tirosinase, maka biosintesis melanin terhambat dan
peningkatan jumlah melanin akibat paparan UVB pun menjadi terhambat.
Penambahan zat antioksidan ke dalam krim semakin banyak digunakan.
Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim minyak
dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena lebih stabil, mudah menyerap
dan mudah dihapus (Dreherdan dan Maibach, 2001). Selain itu, pemberian antioksidan
dalam krim dapat meningkatkan kelembaban kulit serta menurunkan trans-epidermal
water loss (TEWL) (Khan et al., 2010).
Ekstrak kulit batang pohon nangka pada penelitian ini memang tidak
menemukan kandungan norartocarepetin dan artocarpesin karena kurangnya sarana
dan prasarana. Norartocarepetin dan Artocarpesin berdasarkan penelitian sebelumnya
merupakan flavonoid yang mempunyai efek sebagai competitive enzyme tyrosinase
inhibitory, tapi pada penelitian ini telah terbukti bahwa ekstrak kulit batang pohon
nangka dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar
sinar UVB. Hal ini dikarenakan ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung
beberapa senyawa yang mempunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi
tirosinase, sehingga terjadi efek potensiasi dalam mencegah peningkatan jumlah
melanin.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4% didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus)
mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar
oleh sinar UVB.
3.
4. Melakukan uji klinis untuk melihat adanya eritema pada kulit manusia setelah
pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka sebelum dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhami, V. M., Afaq, F., Ahmad, N. 2003.Suppression of Ultraviolet B Exposuremediated Activation of NF-kappaB in Normal Human Keratinocyte by
Resveratol.Neoplasia. Volume 5(1): 74-82.
Afaq, F., Katiyar, S. K. 2011.Polypehenols: Skin Protection and Inhibition of
Photocarcinogenesis. Mini Rev Med Chem. 11(14): 1200-1215.
Alam, M., Harvey, J. 2010.Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor. Cosmetic
Dermatology Product and Procedures. New Jersey: Wiley-Blackwell. p 1320.
Alam, N., Yoon, K. N., Lee, J. S., Cho, H. J., Lee, T. S. 2012. Consequence of the
antioxidant activities and tyrosinase inhibitory effects of various extracts from
the fruiting bodies of Pleurotus ferulae. Saudi Journal Biology Science. 19(1):
111-118.
Almey, A., Khan, A. J., Zahir, S., Suleiman, M., Aisyah, R K. 2010. Total Phenolic
Content and Primary Antioxidant Activity of Methanolic and Ethanolic Extract
of Aromatic Plants Leaves. International Food Reasearch Journal. 17: 10771084.
Anbar, M., Harvey, J. 2010. Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor.
Dermatology Products and Procedures. New Jersey : Wiley13-20
Cosmetic
Blackwell.p
Ando, H., Matsui, M. S., Ichihashi, M. 2010. Quasi-Drugs Developed in Japan for
Prevention or Treatment of Hyperpigmentary Disorder. International Journal of
Molecular Science, 11, 2566-2575. ISSN 1422-0067.
Arefiev, B. K. L., Hatash, B. M. 2012. Advances in The Treatment of Melasma:
Review of Recent Literature. Dermatology Surgical.38:971-84.
Arung, E. T., Shimizu, K. and Kondo, R. 2006. Inhibitory Effect of Artocarpanone
from ArthocarpusHeterophylluson Melanin Biosynthesis. Journal Bio
Pharmarmacy Bull. 29 (9), 1966-1969.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2007. Structure-activity Relationship of PrenylSubstituted Polyphenols from ArtocarpusHeterophillus as Inhibitor of
Melanin Biosyntethesis in Cultured Melanoma Cells. ChemBiodivers.
4(9):2166-71.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2008. Artocarpin A Promosing Compound as
Whitening agent and Anti-skin Cancer.Journal Tropical Wood Science and
Technology.Vol.6(1):1-36.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2010. Evaluation of Isolated Compound from
Wood ofArtocarpusHeterophillus as a Cosmetis Agent. Wood Research
Journal. Vol.1:40-44.
Auttier, P., Boniol, M., Boyle, P., Daniel, J., Dore, J. F., Gandini, S., Green, A.,
Bishop, J. N., Weinstock, A. M., Westerdahl, J., Secretan, B. M., Walter,
S,
D. 2006. Exposure to Artificial UV Radiation and Skin Cancer. In: International
Agency for Research on Cancer, World Health Organization.
ISBN 92 832 2441
8.
Balamurugan, M., Selvam, G. G., Thinakaran, T., Sivakumar, K. 2013. Biochemical
Study
and
GC-MS
Analysis
of
HypneaMusciformis
(Wulf)
Lamouroux.,American-Eurasian Journal of Scientific Research, ISSN 18186785.
Bartke, A. 2005.Role of Growth Hormone/ Insuline like growth factor system in
mammalian aging.Endocrinology. 10: 2-12.
Baumann, L., 2005. How to Prevent Photoaging?.ElectronicJournal of Investigative
Dermatology, ISSN 0022-202X.
Baumann, L., Alleman, I. B. 2009. Depigmentation Agent. In Baumann, L., Saghari,
S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York:
McGraw Hill. p 280-288.
Baumann, L., Saghari, S. 2009a. Photoaging.In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E.,
editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 34-40.
Baumann, L., Saghari, S. 2009b. Skin Pigmentation and Pigmentation Disorders.In
Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd
edition. New York: McGraw Hill. p 98-106.
Baumann, L., Saghari, S. 2009c. Basic Science of Epidermis.In Baumann, L., Saghari,
S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York:
McGraw Hill. p 3-6.
Bermann, K. 2012. Melasma,Chloasma, Mask of Pregnancy, Pregnancy Mask.
PubMed Health., [cited 2014 Nov 29]. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001839/
Brown, M. R., Schleve, M.J. 2011.Common Cutaneus Malignancies. In: Fitzpatrick, J.
E., Morelli, J.G., editors. Dermatology Secret Plus. 4th edition. Philadelphia:
Elsevier Mosby. p 312-318.
Bruce, S. 2013. Safety and Efficacy of a Novel Multimodality Hydroquinone-Free
Skin Brightener Over Six Months. Available from: http://jddonline.com
/articles /dermatology/S1545961613S0027X#close. Accessed at January 6, 2015.
Bumi
Carriel, V. S., Fernandes, J. A., Santiago, S. A., Garzon, I. J., Alaminos, M., Campos,
A. 2011. A novel histochemical method for a simultaneous staining of melanin
and collagen fibers.Journal ofHistochemistry&Cytochemistry. 59(3): 270-277.
Chan, E. W. C., Lim, Y. Y. and Omar, M. 2007. Antioxidant and Antibacterial Activity
of Leaves of Etlingera Species (Zingiberaceae) in Peninsilar Malaysia.Food
Chemistry. 104: 1586-1593.
Chandra, M., Levitt, J., Pensabene, C. A. 2011.Hidroquinone Therapy for PostInflammatory Hyperpigmentation Secondary to Acne.Acta Dermatology
Venerology. 91: XX-XX.
Chandrika, U. G., Wedage, W. S., Wickramasinghe, S. M. D. N., Fernando, W. S. 2006.
Hypoglycaemic Action Of The Flavonoid Fraction of ArtocarpusHeterophyllus
Leaf. Afr. Journal Trad. CAM, 3(2) : 42-50. ISSN 0189-6016.
Chang, T. S. 2009. An Update Review of Tyrosinase Inhibitor. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC2705500/. Accessed at 23 May
2014.
Chang, Y. Q., Tan, S. N., Yong, J. W. H, and Ge, L. 2012. Detrmination of
Flavonoids in CostusSpeciosus and EtlingeraElatior by Liquid
Chromatography-Mass Spectometry. ISSN: 0003-2719.
Chen, H. J., Huang, D. J., Lin, C. D. and Lin, Y. H. 2005.Antioxidant and AntiProliferative Activities of Water Spinach (Ipomoea aquatic Forsk)
Constituents.Bot. Bull. Acad Sin. 46:99-106.
Chiari, M. E., Vera, D. M., Palacios. S. M., Carpinella, M. C. 2011. Tyrosinase
Inhibitory Activity of A 6-Isoprenoid-substituted Flavonone Isolated from
DaleaElegans.Bioorg Med Chem. 19(11):3474-82.
Costin, G. E., Hearing, V. J. 2007. Human Skin Pigmentation: Melanocytes
Modulated Skin Color in Response to Stress. Available from:
http://www.fasebj.org/content/21/4/976.full. accessed at 8 May 2014.
Debabrata, B. 2009.Topical Treatment of Melasma.Indian Journal of Dermatology.
54(4):303-309.
Di, X., Wang, S., Wang, B., Liu, Y., Yuan, H., Lou, H., Wang, X. 2013. New
Phenolic Compounds From The Twigs of ArtocarpusHeterophillus. Drug
DiscovTher. 7(1):24-8.
Dreher, F., Maibach, H. 2001.Protective Effects of Topical Antioxidants in Human.
In: Elsner, T. J., editor. Oxidants and Antioxidants in Cutaneus Biology.
Vol.29. Switzerland: Krager. P 157-163.
Ersam,
Erwin. 2001. Profil Kimia Artocarpus The Chemical Profile of Artocarpus. Kimia FMIPA UniversitasMulawarman.ISSN 1693-5616.
Fatchiyah. 2013. Laik Ethic PenelitianDenganHewanCoba (makalah). Malang:
Brawijaya.
Federer, W. T. 2011. Statistical Design and Analysis for Intercropping Experiments.
New York: Springer. p 30-33.
Feng, H. L., Tan, L., Chai, W. M., Chen, X. X., Shi, Y., Gao, Y. S., Yan, C. L., Chen,
Q. X. 2014. Isolation and Purification of Condensed Tannins from flamboyant
tree and their antioxidant and antityrosinase activity. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24671565. Accessed at: 24 January 2015.
Goichnik, J. M., Rhodes, A. R., Sober, A. J. 2008. Benign Neoplasias and Hyperplasias
of Melanocytes. In: Wollf, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A.,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York:
McGrawHill. p 1099 1122.
Goldman, R., Klatz, R. 2007. Theories on Aging, In Hirsch, C.,Rosenberg,
C.,editors.The New Anti Aging Revolution.Third edition. North Bergen: Basic
Health
Gonzales, S., Fernandez, L. M., Gilaberte , C. Y. 2008. Thee Lates on Skin
Photoprotection.Clinic in Dermatology. 26: 614-26.
Hadiyati, P. U., Sibero, H. T., Apriliana. 2014. Quality of Life of Melasma Patients at
Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung. Medical Journal of Universitas
Lampung. ISSN 2337-3776
Halder, R. M., Nootheti, P. K. 2003. Ethnic Skin Disorder Overview.Journal
American Acadadey of Dermatology.48:S143-S148.
Halliwell, B., Guttridge, J. M. C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. New
York : Oxford University Press. p 19-633.
Harborne, B. J. 1987. MetodeFitokimiaPenuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan,
ITB Bandung.
Kawasaki, Y., Mori, C., Shirono, Y., Kawana, S. 2013. Combination Treatment for
Melasma with Carbon Photoenhancer Suspension-assisted 1064 nm Nd: YAG
Lase Peel. A case Report od Seven Japanese Patients. Journal of Anti Aging
Medicine.P.37-41.
Khan, H. M. S., Akhtar, N., Rasool, F., Khan, B. A., Mahmood, T. and Khan, M. S.
2010. In Vivo Evaluation of Stable Cream Containing Flavonoid on
Hydration
and TEWL of Human Skin. World Academy of Science,
Engeneering and Technology. Vol.4:11-21.
Khultanan, K. 2005. Pigmentary Disorder in Dermatology.Bangkok Holistic
Publishing. P.100-19
Kimball, A. B. 2008. Skin Differences, Needs, and Disorder Across Global
Populations..Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings.
13:2-5.
Kindred, C., Halder, R. 2010.Pigmentation and Skin of Color. In: Draelos, Z. D.,
editor. Cosmetic Dermatology Products and Procedures.First edition. New
Jersey: Wiley-Blackwell. p 27-35.
Ko, H. H., Tsai, Y. T., Yeb, M. H., Lin, C. C., Liang, C. J., Yang, T. H., Lee, C. W.,
Yen, F. L. 2013. Norartocarpetin from a folk MedicideArtocarpusCommunis
Plays a Melanogenesis Inhibitor Without Cytotoxicity in B16F10 Cell and Skin
Irritation in Mice. Bio Med Cenral.Complementary & Alternative Medicine.p 1-12.
Krutmann, J. 2011. Skin Aging. In: Krutmann, J.,Humbert, P.,editors.,Nutrition for
Healty Skin. New York: Springer. p 15-24.
Kugler, H. 2013. An Introduction to The Theories of Aging and The Logic of Anti
Aging Thinking. Available at: http://www.drhanskugler.com/ Accessed at 6
Agustus 2014.
Lapeere, H., Boone, B., Schepper, S. D., Verhaeghe, E., Ongenae, K., Geel, N.V.
2008. Hypomelanosis and Hypermelanosis. In: Wolf, K., Gold-smith, L.A., Katz
G.S., Gilchrest B.A., editors.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.7th
edition.vol 1. New York: McGraw Hill. p623-640.
Lee, T.H., See, J.O., Baek, S.H., Kim, S.Y. 2014. Inhibitory effects of resveratrol on
melanin synthesis in ultraviolet B-induced pigmentation in Guinea pig skin.
Biomolecules and Therapeutics Journal. 22(1): 35-40.
Mahalingam, R., Li, X., Jasti, B. R. 2008. Semisolid Dosages: Ointments, Creams
and Gels. In: Ga, S. C., editor. Pharmaceutical Manufacturing Handbook:
Production and Processes. First Edition. Canada: John Wiley. p.267-276.
Marczyk., Geoffrey, R., Dematteo, D., Festinger, D. 2005. Experimental design. In:
Dematteo, D., David., editors. Essential of Research Design and
Methodology.First edition. New Jersey: John-Wiley. p 48-56.
McMullen, R. L., Bauza, E., Gondran, C., Oberto, G., Domloge, N., Dal Farra, C.,
Moore, D. J. 2010. Image analysis to quantify histological and
immunoflourescent staining of ex vivo skin and skin cell culture..International
Journal Cosmetic Science. 32(2): 143-154.
Michael, R., Campoli., Walsh, P. 2011. Malignant Melanoma. In: Fitzpatrick, J. E.,
Morelli, J. G., editors. Dermatology SecretPlus. Fourth edition. Philadelphia:
Elsevier Mosby. P 319-330.
Miot, H. A., Brianezi, G., Tamega, A. A., Miot, D. B. M. 2012. Techniques of Digital
Image Analysis for Histological Quantification of Melanin. Available
from:http://dx.doi.org/10.1590/S0365-05962012000400014. Accessed at:7 May
2014.
Moin, A. 2009. Prevalence and Awareness of MelasmaDuring Pregnancy. In: Alam,
M., Bhatia, A.C., Kundu, R.V., Yuu, S.S., Chan, H.H., editors. Cosmetic
Dermatology for Skin of Color. New York: McGraw Hill. p 116-117.
Moini, H., Packer, L., Erik, N. 2002. Antioxidant and Prooxidant Activities of -Lipoic
Acid and Dihydrolipoic Acid.Toxicology and Applied Pharmacology 182, 8490.
Murray, R. K. 2009. Harpers Illustrated Biochemistry. USA. Mac Graw Hill
Company. p 28-101.
Nguyen, N. T., Nguyen, M. H., Nguyen, H. X., Bui, N. K., Nguyen, M. T. 2012.
Tyrosinase Inhibitor from The Wood of ArtocarpusHeterophyllus. Journal
National Production. 75:1951-5.
Nnoruka, E., Okoye, O. 2006. Topical Steroid Abuse: its use as a depigmentation agent.
Journal of The National Medical Association. Vol. 98(no.6): 1-10.
Nordlund, J. J. 1992. Introduction to The Biology of The Pigment System. In:
Moschela,
S.L., Hurley, H.J., editors, Dermatology. Philadelphia : WB
Saunders. p 1421-1471.
Orazio, J. D., Jarett, S., Ortiz, A. A., Scott, T. 2013. UV Radiation and the
Skin.International Journal of Molecular Sciences, 14(6),12222-12248;
doi:10.3390/ijms140612222
Padayatty, S. J., Katz, A., Wang, Y., Eck, P., Kwon, O., Lee, J. H., Chen, S., Corpe, C.,
Dutta, A., Dutta, A., Dutta, S. K., Levine, M. 2003. Vitamin C as an
Antioxidant: Evaluation of is Role in Disease Prevention. Journal of the
American College of Nutrition.Volume 22. No.1, 18-35.
Pandel, R., Poljsak, B., Godic, A., Dahmane, R. 2013. Skin Photoaging and The Role of
Antioxidants in Its Prevention. International Scholarly Research Notices. ISRN
Dermatology Vol. 2013(2013), Article ID 930164.
77-81
J.
B.,
Mangkoewidjojo,
S.
1988.
.PemeliharaanPembiakandanPenggunaanHewanPercobaan Di Daerah Tropis.
Jakarta, PenerbitUniversitas Indonesia
Soepardiman, L. 2010. KelainanPigmen. In: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,
editor. IlmuPenyakitKulitdanKelamin.Fifth Edition. Jakarta: BalaiPenerbit
FKUI. P.289-295.
Stalling, A. S., and Lupo, M. P. 2009. Practical uses of Botanicals in Skin care.
Journal of Clinical AestheticDermatology. 2(1):36-40.
Steiner, D., Feola,, C., Bialeski, N., Silva F. A. M. 2009. Treament of Melasma :
Systematic Review. Surgical and Cosmetic Dermatology. 1(2):87-94.
Stern, R. S. 2004. Treatment of Photoaging.The New England Journal of Medicine.
350: 1526-1534
Sudha, T., Chidambarampillai, S., Mohan, V. R 2013. GC-MS Analysis of Bioactive
Components of Aerial Parts of FluggeaLeucopyrusWilld (Euphorbiaceae),
Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 3(05), p. 126-130. ISSN 22313354.
Sugiharto,
Arbakariya,
A.,
Syahida,
A.,
Muhajir,
H.
2012.
EfektivitasKurkuminSebagaiAntioksidandan Inhibitor Melanin padaKulturSel
B16-F1.Berk.PenelitianHayati: 17(173-176), FakultasSainsdanTekhnologi,
UniversitasAirlngga
Suhartati, T. 2001.
SenyawaFenolBeberapaSpesiesTumbuhanJenisCempedak
Indonesia.(tesis). Kimia-ITB, Bandung
Supriyanti, F. M. T., Zackiyah.,Putri, W. S. 2010. PenentuanAktivitasdanJenis
InhibisiEkstrakKulitBatangArtocarpusHeterophillus
LAMK
sebagai
Inhibitor Tirosinase.JurnalSainsdanTeknologi Kimia.ISSN 2087-7412.
Suryanto, B. R. 2012. PemeliharaandanPenggunaanMarmutSebagaiHewan Percobaan.
Available
from:
http://www.bbvetwates.comuploadjurnal
Pemeliharaan_dan_Penggunaan_Marmut_sebagai_Hewan_Percobaan1.pdf
(2). Accessed at 25 May 2014.
Syamsuhidayat, S. S. and Hutapea, J. .R. 1991. InventarisTanamanObat Indonesia,
Second Edision. DepartemenKesehatan RI, Jakarta.
Taylor, S. C. 2005. Photoaging and Pigmentary Changes of the Skin, In Burgess, C.
M, editor.Cosmetic Dermatology.First edition. Germany: Springer. p 29- 49.
Zwergel, C., Gaascht, F., Valente, S., Diederich, M., Bagrel, D., Kirsch, G.
2011.Aurones: Interesting Natural and Synthetic Compounds with Emerging
Biological
Potential.
Available
at:
http://www.snupharm.ac.kr/diederich/erp/erpmenus/professor_
thesis/upLoadFiles/Zwergel_Aurones.pdf. Accessed at: 8 May 2014.
LAMPIRAN 1
HASIL ANALISIS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA
Kepada Yth :
Nomor
: 13 /Lab FTP/VII/2014
dr. Indradewi
Lamp.
:-
Perihal
: Hasil Analisis
Dengan Hormat,
Bersama ini kami sampaikan hasil analisis sampel EKSTRAK KULIT NANGKA yang
diterima Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dengan
hasil sbb :
No
Parameter
Kapasitas
Satuan
Hasil
ppm
Antioksidan
GAEAC
987,42
IC 50%
mg/mL
1,18
Kadar
3
Total
Fenol
% b/b
GAE
0,49
% b/b
4
Kadar Tanin
TAE
0,86
Vitamin C
mg/100 g
31,94
Rendemen
% b/b
3,26
Keterangan :
GAEAC
GAE
TAE
mM
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih
Ida
Bagus
Ketut
Widnyana
NIP. 198004192001121004
Yoga,
STP.,
MSi
LAMPIRAN 2
HASIL GC-MS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA
: 326/UN14.24/UPTLA/2014
Hal
: Hasil Laboratorium
Formula Kimia
Nama
Senyawa
hexadecanoi
c acid ethyl
ester
estra1,3,5(10)trien-17beta-ol
ethyl
tridecanoate
linoleic acid
ethyl ester
ethyl oleate
gammasitosterol
LAMPIRAN 3
UJI NORMALITAS DATA MELANIN
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
M
el
a
n
i
n
krim
Hidroquinon 4%
krim
kulit
pohon
4%
ekstrak
batang
nangka
Sta
tist
ic
d
f
Sig
.
.13
6
1
0
.20
0*
.16
7
1
0
.16
8
1
0
Shapiro-Wilk
S
t
a
ti
s
ti
c
d
f
Si
g.
.
9
8
0
1
0
.9
63
.20
0*
.
9
0
0
1
0
.2
19
.20
0*
.
9
4
0
1
0
.5
53
LAMPIRAN 4
UJI EFEK PERLAKUAN
N
Sinar UVB
dam
krim
Palcebo
krim
Hidroquinon
4%
krim ekstrak
kulit batang
pohon
nangka 4%
1
0
1
0
1
0
Total
3
0
M
e
a
n
5
4
.
3
3
3
0
3
.
0
1
2
0
4
.
2
3
0
8
2
0
.
5
2
5
3
Std.
Dev
iati
on
4.5
163
1
.89
451
1.8
150
1
24.
475
38
S
t
d
.
E
r
r
o
r
1
.
4
2
8
1
8
.
2
8
2
8
7
.
5
7
3
9
6
4
.
4
6
8
5
7
95% Confidence
Interval for Mean
Lo
wer
Bou
nd
M
a
x
i
m
u
m
6
2
.
1
4
51.1
022
57.5
638
4
7
.
1
9
2.37
21
3.65
19
2
.
0
8
4
.
9
3
2.93
25
5.52
92
2
.
0
6
7
.
8
8
29.6
645
2
.
0
6
6
2
.
1
4
11.3
860
Upp
er
Bou
nd
M
i
n
i
m
u
m
Levene Statistic
df1
df2
2.519
Sig.
27
.053
ANOVA
Melanin
Sum of
Squares
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
17151.858
8575.929
220.423
27
8.164
17372.281
29
F
1.050
E3
Sig.
.000
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo
krim
Hidroquinon
4%
Mea
n
Diffe
rence
(I-J)
51.3
2100
*
krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%
50.1
0216
*
S
t
d
.
E
r
r
o
r
95% Confidence
Interval
S
i
g
.
Low
er
Bou
nd
Upp
er
Bou
nd
1
.
2
7
7
8
0
.
0
0
0
48.6
992
53.9
428
1
.
2
7
7
8
0
.
0
0
0
47.4
803
52.7
240
krim
Hidroquinon
4%
Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo
51.3
2100
*
krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%
krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%
Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo
1.21
884
50.1
0216
*
krim
Hidroquinon
4%
1.21
884
1
.
2
7
7
8
0
.
0
0
0
53.9
428
48.6
992
1
.
2
7
7
8
0
.
3
4
9
3.84
07
1.40
30
1
.
2
7
7
8
0
.
0
0
0
52.7
240
47.4
803
1
.
2
7
7
8
0
.
3
4
9
1.40
30
3.84
07
LAMPIRAN 6
Kelompok Kontrol
Kelompok Kontrol
Kelompok 1
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 2