Вы находитесь на странице: 1из 142

TESIS

KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON


NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

INDIRADEWI HASTININGSIH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

TESIS

KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON


NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON


NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

Tesis Ini Telah Diuji pada


Tanggal 30 Januari 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,


No.029/UN4.4/HK/2015 Tanggal 2 Januari 2015

Ketua

: Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And, FAACS

Anggota

1. Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila.,M.SC.,Sp.And
2. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK
3. Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV
4. Dr.dr. Ida Iswari., Sp.MK., M.Kes

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur dipajatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa hormat,
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp. And, FAACS, sebagai pembimbing I yang dengan


penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis
ini.

2.

Dr.dr.A.A.G.P. Wiraguna, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV, sebagai pembimbing II yang


dengan sabar dan perhatian mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
kritik dan saran serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3.

Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK sebagai pembimbing akademik (PA) yang dengan


sabar dan penuh pengertian membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4.

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana


Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti program magister ilmu biomedik (AAM).

5. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS., Prof. Dr. dr. J. Alex
Pangkahila.,M.SC, Sp.And., Prof.dr. I. G. M. Aman.,Sp.FK., Dr.dr.A.A.G.P.
Wiraguna,Sp. KK(K), FINSDV, FAADV.,Dr.dr. Ida Iswari.,Sp.MK.,M.Kes sebagai

penguji tesis ini atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh

kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan semangat, saran, sanggahan,


dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.
6.

Chief Executive Officer (CEO) RS. Pondok Indah dr. Yanwar Hadiyanto, MARS
,Associate Chief of Quality and Risk RS. Pondok Indah dr. Yuliana, MARS,
Manager Executive Health Check up (HCU) RS. Pondok Indah dr. Dian Milasari,
MKK ,Ketua Komite Medik RS. Pondok Indah dr. Adji Saptogino, Sp.
Rad(K).Sp.(KN) atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti program
magister ilmu biomedik ini.

7. Teman sejawat di Bagian Excecutive Health Check Up RS. Pondok Indah (drg.
Kristiani Halimun, dr.Siti Chsanah, dr. Hudiyati Agustini, MARS) atas kerjasama,
kerelaan hati dan dukungann yang tulus menggantikan tugas-tugas yang menjadi
beban pekerjaan penulis selama mengikuti pendidikan sehingga mendapat
kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan magister ini.
8.

Para seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi.

9.

Ayahanda I.J. Soeharno (Alm), dan Ibunda Theresia Wardini yang telah mengasuh
dan membesarkan penulis, menanamkan nilai takut akan Allah, nilai kejujuran,
berani untuk kebenaran dan intelektualitas, serta selalu mendoakan penulis pada
saat penulis sedang menjalani ujian.

10. Bapak Mertua Bp. H. Chusjairi dan Ibu Mertua IbuSunarti atas dorongan dan
dukungan serta doanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.

11. Suami tercinta Husni Ayub yang dengan penuh pengertian memberikan support
secara moril dan materil, serta sabar dalam mendampingi penulis selama ini untuk
lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
12. Eddy Suartana, Gek Wah, Gde Wiranata dan Bagian Tata Usaha Program Magister
Ilmu Biomedik yang lain atas bantuan, kerjasaman serta motivasi, semangat dan
kebersamaannya.
13. Teman-teman Program Magister Ilmu Biomedik (AAM) Angkatan 2013 terutama
dr. Marisa Riliyani dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik atas
motivasi, semangat dan kebersamaannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 30 Januari 2015

Indiradewi Hastiningsih

ABSTRAK
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA
(Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM
HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH
MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia porcelus) YANG
DIPAPAR SINAR ULTRVIOLET B (UVB)

Ekstrak etanol kulit batang pohon nangka (Artocarpus heterophillus)


mengandung antioksidan, senyawa fenol, tannin, steroid, linoleic acid ethyl
ester, vitamin C yang dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada
jaringan epidermis. Hidrokuinon (HQ) digunakan sebagai pembanding karena
HQ merupakan Gold Standard untuk terapi hiperpigmentasi. Penelitian ini
untuk mengetahui pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat
mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar sinar UVB
serta membandingkan efektivitasnya dengan krim Hidrokuinon 4%.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik
menggunakan the randomized post test only control group design. Variabel
bebas adalah dosis krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim
hidrokuinon 4%,. Variabel tergantung adalah jumlah melanin pada lapisan
epidermis. 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok,
masing-masing 10 ekor, kelompok (kontrol), pemberian bahan dasar krim,
kelompok 1, pemberian krim Hidrokuinon 4%.dan kelompok 2, pemberian krim
ekstrak kulit batang pohon nangka 4%. Semua kelompok perlakuan dipapar
sinar UVB dosis total 390 mJ/cm selama 2 minggu, setiap 3 kali seminggu,
kemudian dibiopsi untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan epidermis.
Untuk analisis adanya perbedaan tiap kelompok menggunakan One way
ANOVA dan dilanjutkan dengan Least Significant Difference test (LSD) untuk
membandingkan adanya perbedaan tiap kelompok setelah perlakuan p<0,05.
Hasil penelitian menunjukkan rerata jumlah melanin pada kelompok
kontrol 54,334.51%, kelompok 1 sebesar 3,010.89%, kelompok 2 sebesar
4,231.82%. Terdapat perbedaan yang bermakna antara antara kelompok
kontrol dengan kelompok 1 dan kelompok 2 dalam mencegah peningkatan
jumlah melanin pada jaringan epidermis (p<0,05). Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 dalam mencegah peningkatan
jumlah melanin pada jaringan epidermis (p>0,05).
Simpulan adalah krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat
mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut pada lapisan epidermis.
Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% sama efektifnya dengan krim
hidrokuinon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada lapisan
epidermis marmut yang dipapar sinar UVB.
Kata kunci : Krim ekstrak kulit batang pohon nangka, jumlah melanin, sinar
UVB

ABSTRACT
JACKFRUIT (Arthocarpus heterophilus) TREE BARK ETHANOL EXTRACT
CREAM HAD THE SAME EFFECTIVENSS WITH HIDROQUINON CREAM
WITHIN PREVENTED THE INCREASE OF MELANIN AMOUNT IN GUINEA
PIG (Cavia porcelus) EXPOSED BY UV-B RAY
Jackfruit (ArtocarpusHeterophillus) tree bark ethanol extract contains
antioxidant, phenolic, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester and also vitamin C,it can
inhibit the increase of melanin amount in melanocyte while hydroquinone is used as the
gold standard for hyperpigmentation treatment until now. This research aimed to study
whether the administration of jackfruit tree bark extract cream can inhibit the increase
of melanin amount in guinea pig exposed by UV-B ray and compared the effectivity of
jackfruittree bark extract cream 4% with hydroquinone cream 4%.
This study was an experimental laboratory research by using randomized post
test only group design. The independent variable is the jackfruittree bark extract cream
dose and the hydroquinone cream, while the dependent variable is the melanin amount
in epidermal layer. A total of thirty guinea pigs (CaviaPorcelus) used in this study were
split into 3 groups consisted of 10 male guinea pigs in each group, which were one
treatment control group administered with basic materials cream and two treatment
administered with hydroquinone cream 4% and jackfruittree bark extract cream 4%. All
of the treatment group were exposed by UV-B ray with total dose of 390 mJ/cm2 for 2
weeks, and then biopsy was undergone to examine melanin amount in epidermal layer.
One way ANOVA was used to analyze difference between control group and treatment
group 1 and 2 and continued with Least significant Difference (LSD) was used to
analyze the existence of treatment difference after treatement (p<0,05).
Result of the study showed that melanin amount of the group control was
54.334.52% Significant decrease in the mean of melanin amount in treatment group 1
was 3.010.89% In treatment group 2 there was 4.231.82% of melanin amount. The
difference between control group and treatment group 1 and 2 was significant in
decreasing the melanin amount in epidermal layer (p<0,05). In the treatment group 1
and 2 wasnot significant in decreasing the melanin amount in epidermal layer (p>0,05).
The conclusion of this study was that 4% jackfruit tree bark ethanol extract
cream could decreased melanin amount in epidermal layer. Administration of 4% jack
fruit tree bark ethanol extract cream had the same effectiveness with 4% hydroquinone
cream prevented the increase of skin melanin in guinea pig.
Keywords: jackfruit tree bark extract cream, melanin amount, UV-B ray

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM

PRASYARAT GELAR.

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ........

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .

UCAPAN TERIMAKASIH.........

vi

ABSTRAK....

ix

ABSTRACT..........

DAFTAR ISI....

xi

DAFTAR TABEL ...........

xvi

DAFTAR GAMBAR...........

xvii

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH.....

xviii

DAFTAR LAMPIRAN....

xxii

BAB I PENDAHULUAN....

1.1

Latar Belakang...........

1.2

Rumusan Masalah......

1.3

Tujuan Penelitian ...

1.3.1

Tujuan Umum...

1.3.2

Tujuan Khusus.......

1.4

Manfaat Penelitian .......

10

1.4.1

Manfaat Ilmiah .....

10

1.4.2

Manfaat Aplikasi ..........

10

.
BAB II KAJIAN PUSTAKA .....

11

Proses Penuaan ..

11

2.1.1

Penyebab Penuaan ........

11

2.1.2

Gejala Klinis Penuaan........

15

2.1.3

Penuaan Kulit.....

18

Efek Sinar Ultraviolet ........

19

Efek Akut Sinar Ultraviolet ..

20

2.2.1.1 Eritema ......

20

2.2.1.2 Pigmentasi...

21

2.2.1.3 Kerusakan DNA .....

23

Efek Kronik Sinar Ultraviolet .

23

2.2.2.1 Photoaging............

23

2.2.2.2 Fotokarsinogenesis........

25

Kulit...

26

2.3.1

Lapisan Epidermis

26

2.3.2

Lapisan Dermis ....

29

2.3.3

Lapisan Subkutis...........

29

Melanin .....

30

2.1

2.2

2.2.1

2.2.2

2.3

2.4

2.4.1

Sintesis Melanin..

31

2.4.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Melanogenesis ...

33

2.5

2.6

2.7

2.4.2.1 Sinar Ultraviolet terhadap produksi melanin .

33

2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin ...

36

2.4.2.3 Obat-obat memicu produksi melanin ....

36

2.4.2.4 Hormon memicu produksi melanin ...

37

2.4.2.5 Inflamasi memicu produksi melanin .....

38

Kelainan Pigmentasi Kulit......

39

2.5.1 Lentigo....

39

2.5.2 Freckles (Efelid) ........

39

2.5.3 Melasma.....

39

2.5.4 Melanoma maligna ....

40

2.5.5 Hiperpigmentasi paska inflamasi ..

41

2.5.6 Okronosis .......

41

Faktor-faktor yang menghambat melanogenesis ....

42

2.6.1 Penghambat enzim tirosinase......

42

2.6.2 Penghambat transfer melanosom....

44

2.6.3 Antioksidan ...

44

Kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)... 47


2.7.1 Norartocarpetin dan Artocrpetin ...

51

2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan

51

2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagaiThyrosinase Inhibitor ........

52

2.8

Krim ..

60

2.9

Marmut (CaviaPorcelus)....

62

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN ....

64

3.1

Kerangka berpikir .. ....

64

3.2

Konsep penelitian 65

3.3

Hipotesis penelitian.....

66

BAB IV METODE PENELITIAN....

67

4.1

Rancangan Penelitian ......

67

4.2

Parameter yang Diamati.......

68

4.3

Tempat dan Waktu Penelitian......

69

4.4

Populasi dan Sampel Penelitian.......

69

4.4.1

Populasi penelitian. .........

69

4.4.2

Kriteria Sampel....

70

4.4.2.1

Kriteria Inklusi..

70

4.4.2.2

Kriteria Drop Out .

70

4.5

Besar dan cara pengambilans ampel ...

70

4.6

Variabel Penelitian ..

71

Klasifikasi Variabel....

71

4.6.2 Hubungan Antar Variabel ...

71

4.6.3 Definisi Operasional Variabel ....

72

Alat dan Bahan untuk Penelitian

74

4.7.1

Alat untuk Penelitian

74

4.7.2

Bahan untuk Penelitian ........

75

4.6.1

4.7

Hewan Percobaan ..

75

Prosedur Penelitian...

76

Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka.

76

4.8.1.1 Preparasi Simplisia....

76

4.8.1.2 Pembuatan ekstraksi .

77

4.8.2

Pembuatan Krim ...

77

4.8.3

Perlakuan Hewan Coba......

77

4.8.4

Alur Penelitian ... 82

4.7.3
4.8

4.8.1

Analisis Data.....

83

BAB V HASIL PENELITIAN

84

4.9

5.1

Pemberian Perlakuan 84

5.2

Gambaran Histologis ...

5.3

Analisis Statistik 86

86

5.3.1

Analisis Deskriptif .

86

5.3.2

Uji Normalitas Data...

86

5.3.3

Uji Homogenitas Data 88

5.3.4

Jumlah Melanin .

88

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

91

6.1

Subyek Penelitian

91

6.2

Analisis Deskriptif ..

91

6.3

Pengaruh UVB terhadap melanin ...

91

6.4

Pengaruh Hidrokuinon terhadap melanin ...

93

6.5

Pengaruh krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap melanin.. 93

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..

98

7.1

Simpulan.... 98

7.2

Saran ....

98

DAFTAR PUSTAKA....

100

LAMPIRAN....

112

DAFTAR TABEL

2.1

Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV.

23

2.2

Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batamg Artocarpus Heterophillus..

49

2.3

Hasil Analisis Fitokimia Kulit Batang Pohon Nangka (Artocarpus Heterophillus)


..

54

2.4

Hasil Analisa GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka ..

58

5.1

Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin antar Kelompok

87

5.2

Hasil Uji Normalitas Data Melanin..

87

5.3

Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan

88

5.4

Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar


UVB dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka

5.5

88

Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan Antar Kelompok .. 89

DAFTAR GAMBAR

2.1

Proses terjadinya ROS.

2.2

Perbedaan Gambaran Histologi Melanin pada lapisan epidermis dari beberapa ras

20

kulit manusia .

23

2.3

Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radiasi UV.

25

2.4

Struktur Epidermis .

28

2.5

Distribusi melanin pada epidermis ....

31

2.6

Biosintesis Melanin

32

2.7

Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis ..

34

2.8

Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV

35

2.9

Mekanisme hiperpigmentasi oleh hormon estrogen .....

38

2.10 Resiko terjadinya kanker kulit akibat paparan sinar UV ....

41

2.11 Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin......

51

2.12 Struktur Kimia berbagai flavonoid sebagai thyrosinase inhibitor .....

53

2.13 Efek Polifenol dari Tanaman ..

55

2.14 Gambar klasifikasi Polyphenol ...

56

2.15 Marmut (caviaporcelus) .........

63

4.2

Skema Hubungan Antar Variabel Penelitian .

72

5.1

Warna Kulit Marmut Setelah Dipapar UVB Selama 2 Minggu .

85

5.2

Gambaran Melanin Jaringan Epidermis Marmut dengan pemeriksaan Masson


Fontana ...

5.3

86

Perbandingan Jumlah Melanin antara kelompok Kontrol dengan Kelompok


Perlakuan.

89

DAFTAR SINGKATAN
ROS

: Reactive Oxygen Species

GSH

: glutathione

SOD : Superoxide dismutase


TRP-1 : Tyrosinase Related Protein-1
TRP-2 : Tyrosinase Related Protein-2
TRY

: Tyrosinase

UVA : Ultra Violet A


UVB : Ultra Violet B
UVC : Ultra Violet C
AAM : Anti Aging Medicine (AAM)
DNA : DeoksiRiboNukleotida
DHEA : DehydroEpiAndrostenedion
MED : Minimal Erythema Doses
DEJ

: delayed epidermal junction

TEWL : transepidermal water loss


TRY

: tirosinase

TRYP-1 : Thyrosinase Related Pritein 1


DCT

: Dopachrometautomerase

DOPA : 3,4dihidroksifenilalanin
POMC : propriomelanocortin
MSH : melanocyte stimulating hormone
MC-1R : Melanocortin-1 Receptor

PKC

: Protein kinase c

ET-1 : endotelin-1
ACTH : hormone adrenokortikotropik
bFGF : basic fibroblast growth factor
NGF

: nerve growth hormone

GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor


LIF : leukemia inhibitory factor
HGF

: Hormone growth factor

PGE-2 : prostaglandin E2
PAR-2 : protein activated receptor 2
ER : estrogen receptor
ER : estrogen receptor
CPDs : cyclobutyl pyrimidine dimers
NO : nitric oxide
cGMP : cyclic guanosine monophosphate
NSAID : anti inflammatory drugs
LT : leukotrien
PG : prostaglandin
TXB

: tromboksan

PIH : post inflammatory hyperpigmentation

HQ : Hidrokuinon
RNA

: ribonucleic acid

MAPK : mitogen activated protein kinase


AP-1 : activator protein 1
ALA

: Alpha Lipoic Acid

MITF : microphthalmia-associated transcription factor


ASI : Air SusuIbu
GAEAC: Garlic acid equivalent antioxidant capacity
GAE : Garlic acid equivalent
TAE

: Tannic acid equivalent

IC 50%
P

: Populasi

: Sampel

: Random

: Inhibition concentration terhadapradikalbebas

DPPH : Difenil-1-pikrilhidrazil
IC 50 : Inhibition Concentration
STI : soybean trypsin inhibitor

BBI : Bowman-Birk inhibitor


TCA

: Trichloro Acetic Acid

LAMBANG

: alfa

: gama

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Pohon, Nangka...112

Lampiran 2

Hasil CG MS...113

Lampiran 3

Uji Normalitas Data Melanin.....115

Lampiran 4

Uji Efek Perlakuan.....116

Lampiran 5

Ethical Clearance ..118

Lampiran 6

Foto Foto Penelitian ...119

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penuaan merupakan masalah yang ingin dihindari oleh semua orang, baik laki-

laki maupun perempuan, tapi usia yang makin bertambah memang tidak dapat dicegah.
Banyak orang tidak masalah dengan meningkatnya usia, tapi perubahan yang terjadi
pada penuaan itulah yang menjadi masalah dan ingin dihindari, seperti penurunan
kemampuan dan kekuatan fisik maupun psikis, terjadi perubahan pada kulit wajah
berupa hiperpigmentasi / bercak hitam, kusam, kerut, kering, keriput, kulit tipis. Halhal tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perubahan pada tingkat seluler.
Ilmu pengetahuan yang makin maju membuat manusia dapat mencegah,
memperlambat bahkan mengobati terjadinya proses penuaan. Oleh karena itu,
diharapkan manusia menjadi tua dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila,
2007).
Banyak teori penuaan yang telah dikemukakan oleh banyak pakar di dunia
seperti: Wear and Tear Theory yang mengatakan bahwa makin banyak sel yang
terpakai, maka makin banyak sel pula yang rusak oleh August Weisman (1882).
Adapula Teori Program yang berhubungan dengan terbatasnya replikasi sel. Teori
Neuroendokrin oleh Vladimir Dilman, mengatakan pada usia muda kadar hormon
masih baik, sedangkan makin bertambahnya usia kadar hormon makin berkurang,
sehingga fungsi organ pun menurun (Pangkahila, 2007).
Kulit adalah organ paling luar dan paling luas pada tubuh manusia serta sering
terpapar oleh lingkungan seperti radiasi Ultra Violet (UV), obat, dan polusi udara

merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dari luar tubuh (eksternal), sedangkan


faktor dari dalam (endogen) yaitu faktor genetik, ras, hormonal serta terjadinya
Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal bebas yang diproduksi terus menerus
selama proses metabolisme sel. Faktor-faktor endogen tersebut merupakan proses
fisiologi tapi bila tidak seimbang dapat menyebabkan kerusakan daripada sel dan dapat
makin rusak apabila disertai dengan paparan dari luar. (Icihashi et al., 2009).
Sinar UV dapat menyebabkan photoaging dan selalu menjadi musuh banyak
wanita Asia terutama Indonesia. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB serta UVC.
Paparan sinar UV mempunyai kontribusi terhadap terjadinya photoaging seperti radiasi
UVB (290-320 nm) memberikan efek pada kulit superfisial (epidermis) dan
menyebabkan kulit terbakar (sun burn), paling sering terjadi kulit terbakar pada jam 10
pagi sampai jam 2 siang. Paparan radiasi UVA (320-400 nm) mempunyai efek
penetrasi sinar yang lebih dalam sampai di lapisan dermis sedangkan radiasi UVC
(100-290 nm) hampir diserap sempurna oleh lapisan ozon sehingga tidak menimbulkan
efek ke kulit (Pandel et al., 2013).
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen
pada semua lapisan kulit seperti glutathione peroksidase (GSH), Superoxide dismutase
(SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Paparan UVA dan UVB
menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric
Oxide sehingga dapat menyebabkan terjadinya reative oxygen species (ROS) (Itcihashi
et al., 2009).
Efek terjadinya ROS dapat menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen
yang dapat merusak membran sel sehingga dapat terjadi kerusakan DNA baik secara

langsung maupun tidak langsung serta dapat pula terjadi gangguan pada sintesis
kolagen (Pandel et al., 2013), merangsang melanosit (Steiner et al., 2009). Kerusakan
DNA yang timbul akibat ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi basa guanine
pada DNA sehingga menjadi bentuk 8-hydroxy-7,8-dihydroguanine (8-OHdG).
Berdasarkan potensi mutageniknya, 8-OHdG dapat dijadikan biomarker kerusakan dan
perbaikan DNA oksidatif. Frekuemsi mutasi pada kulit manusia tergantung dari
akumulasi paparan sinar UV pada kulit (Pandel et al., 2013).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung
dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit
(tipe kulit seseorang). Orang yang tinggal didaerah yang secara geografis dan
mempunyai riwayat tinggi tingkat paparan UV nya, dapat terjadi photoaging yang
berat. Tanda klinis yang dapat terjadi

di kulit karena photoaging seperti kerut,

hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,
elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma. Paparan sinar
matahari sering terjadi di daerah sekitar wajah, leher, dada, tangan, dan lengan (Pandel
et al., 2013).
Salah satu faktor penuaan adalah timbulnya hiperpigmentasi pada wajah seperti
melasma yang berupa bercak kehitaman. Melasma ini dapat menimbulkan masalah
dalam penampilan (fisik), emosional dan sosial pada wanita (Soepardiman, 2010).
Melasma sering dikeluhkan oleh semua wanita di seluruh dunia dan merupakan salah
satu tanda penuaan.
Perubahan pigmen lebih banyak dikeluhkan pada wanita dengan Fitzpatrick
Phototype

III-VI (Halder

et

al.,

2003). Karakteristik

melasma

merupakan

hiperpigmentasi simetris yang berwarna coklat muda sampai coklat tua (Kauvar, 2012).
Walaupun pembentukan melanin pada dasarnya merupakan salah satu mekanisme
tubuh untuk melindungi jaringan kulit dibawahnya agar tidak rusak oleh paparan sinar
UV, tapi melasma mempunyai efek yang signifikan terhadap kualitas hidup yang
mengidapnya (Khultanan, 2005). Wanita yang menderita melasma menyatakan bahwa
kelainan ini mempengaruhi penampilan, kehidupan sosial, kesejahteraan, emosional,
dan aktivitas rekreasi mereka (Pawaskar et al., 2007).
Penelitian pada pasien yang menderita melasma dihubungkan dengan kualitas
hidup pernah dilakukan pada tahun 2014 di RS Abdul Moeloek, Lampung dengan hasil
bahwa melasma memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dimana semakin
besar derajat keparahan melasma, maka semakin besar efek terhadap kualitas hidupnya
(Hadiyati et al., 2014).
Pigmen melanin diproduksi oleh melanosom yang dihasilkan oleh melanosit,
proses ini disebut dengan melanogenesis. Melanosit dapat dirangsang oleh faktor
intrinsik seperti endokrin (hormonal), imun, inflamasi, dan sistem saraf pusat, serta juga
faktor ekstrinsik seperti radiasi UV, obat, polusi, dan asap rokok (Ichihashi et al.,
2009).
Penanggulangan melasma yang sulit, membuat banyak orang mengambil
tindakan lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah
yaitu dengan menggunakan tabir surya selain untuk mencegah melasma, juga dapat
mencegah terjadinya keriput dan kanker kulit (Bermann, 2012), pemberian antioksidan
(Ramirez, 2013), serta vitamin dan nutrisi (Pandel et al., 2013).

Pengobatan melasma dapat secara tunggal atau kombinasi, dapat diberikan pula
secara oral, topikal ataupun tindakan medis tertentu. Pengobatan secara topikal dapat
dengan memberikan tabir surya, golongan tyrosinase inhibitor seperti hidrokuinon,
retinoid, atau kombinasi keduanya (Jutley et al., 2014) atau kombinasi hidrokuinon
dengan asam askorbat (Steiner et al., 2009). Sampai dengan saat ini hidrokuinon masih
merupakan Gold Standard untuk terapi melasma, sebagai competitive tyrosinase
inhibitory (Baumann dan Alleman, 2009) dengan mekanisme kerja menghambat kerja
enzim tirosinase, merusak sel melanosit secara langsung, mempercepat degradasi
melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013) sehingga
hidrokuinon dapat mencegah terbentuknya melanin yang baru, dan penghambatannya
bersifat reversible (Chandra et al., 2011), tetapi hidrokuinon mempunyai efek samping
toksik terhadap sel melanosit (sitotoksik) (Baumann dan Alleman, 2009).
Tindakan medis dapat dilakukan dengan chemical peeling menggunakan
glycolic acid, tricloroacetic acid (TCA), microdermabration atau intensive pulsed light
(IPL) bahkan laser (Steiner et al., 2009), sedangkan secara oral dapat juga diberikan
antioksidan (Baumann, 2005; Ramirez, 2013) dan vitamin (Pandel et al., 2013).
Pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)

banyak terdapat di Indonesia.

Ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan literatur, setelah diisolasi kulit kayunya
terdapat senyawa flavonoid seperti morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol
B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi,
diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001), serta mempunyai zat aktif norartocarpetin
dan artocarpesin (Erwin, 2001) yang merupakan golongan flavones dari golongan
flavonoid (Chang, 2009). Norartocarpetin dan artocarpesin mempunyai efek sebagai

competitive enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel et al., 2011) yang menghambat Tirosin
menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah
melanin pada sel melanosit serta juga menpunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi
melindungi kulit dari radikal bebas (Moini et al., 2002).
Penelitian secara invitro, membuktikan tingkat inhibisi enzim tirosinase pada
kulit batang pohon Artocarpus spp yaitu artocarpus heterophillus (nangka), atrocarpus
altilis (sukun) dan artocarpus communis (kluwih), yang paling baik tingkat inhibisinya
adalah artocarpus heterophillus (Supriyanti et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Hastiningsih (2014), didapatkan bahwa
konsentrasi krim ekstrak kulit pohon nangka 4% bermakna dapat menghambat
peningkatan jumlah melanin. Ekstrak kulit batang pohon nangka yang diambil dari desa
Sibang ini pada uji fitokimia mengandung antioksidan, senyawa fenol, senyawa tannin
dan vitamin C, sedangkan pada uji gas chromatography-mass spectrofotometry (GCMS) mengandung senyawa hexadecanoate acid ethyl ester, estra-1,3,5(10)-trien-17beta-ol, ethyl tridecanoate, linoleic acid ethyl ester, ethyl oleate, gamma sitosterol,
senyawa-senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, steroid kecuali linoleic
acid ethyl ester mempunyai aktivitas mendegradasi enzim tirosinase sehingga dapat
menghambat proses melanogenesis dan mencegah meningkatnya jumlah melanin di
lapisan epidermis.
Senyawa polifenol (flavonoid) yang merupakan kelompok terbesar mempunyai
efek dapat menghambat proses melanogenesis sebagai tyrosinase inhibitory. Polifenol
juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator,

memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), dapat
pula sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok
tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).
Asam lemak rantai panjang serta steroid (Chang, 2009), mempunyai mekanisme
terjadinya penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara
enzimatik menjadi produk yang bersifat toksik pada melanosit sehingga terjadi
degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).
Antioksidan alamiah umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran
dimana banyak mengandung vitamin A, C, E, -3 fatty acids, non-vitamin tertentu dan
juga golongan flavonoid seperti green tea yang terdapat dalam tanaman yang berguna
dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan, sinar matahari ataupun kanker.
Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat meningkatkan produksi
kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB, mengoreksi masalah
pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada kulit (Pandel et al.,
2013).
Antioksidan dalam bentuk topikal yang dioleskan pada permukaan kulit dapat
mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV
(Pinnel, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat, baik secara
oral maupun topikal untuk mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk
perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang
terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman
(Baumann, 2008; Stalling dan Lupo, 2009). Beberapa zat yang mempunyai efek sebagai

antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, selenium, zinc, silymarin, soy isoflavones, dan
tea polyphenols, serta mempunyai efek lain sebagai anti kanker (Pinnel, 2003).
Ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung linoeic acid ethyl ester yang
mempunyai cara kerja mendegradasi enzim tirosinase, sehingga jumlah melanin
berkurang (Ando et al., 2010).
Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut, dimana Hidrokuinon dan ekstrak kulit
batang pohon nangka mempunyai efek yang saama yaitu dapat mencegah peningkatan
jumlah melanin maka penelitian ini dibuat untuk membuktikan efek tersebut.

1.1

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus
Heterophllus) 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut
yang dipapar oleh sinar UVB?.
2. Apakah krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4%
memiliki efektivitas yang sama dengan hidrokuinon 4% dalam mencegah
peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar sinar
UVB ?

1.2

Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas krim ekstrak kulit batang pohon nangka


(Artocarpus Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin
pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Membuktikan krim ekstrak kulit

batang pohon nangka (Arthocarpus

Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut


yang dipapar oleh sinar UVB.
2. Membuktikan

krim

ekstrak

kulit

batang

pohon

nangka

(Artocarpus

Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4%


dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcellus)
yang dipapar sinar UVB.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah


Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang
potensi krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4%
dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada Marmut yang dipapar oleh
sinar UVB.
1.4.2 Manfaat Aplikasi
Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat bahwa krim
ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya melasma/hiperpigmentasi pada kulit
setelah dilakukan Clinical Trial.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Penyebab Penuaan
Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua orang.
Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit
dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan

Ilmu

Kedokteran saat ini, telah

membawa konsep baru tentang penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu
penyakit yang dapat diobati bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi
lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti
Aging Medicine (AAM) (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia
dibedakan menjadi usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis,
yang sesuai dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia
biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan kualitas
hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya (Pangkahila, 2011).
Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak dapat
dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa faktor, ada
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempercepat penuaan
adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses glikosilasi, proses metilasi, apoptosis,
penurunan sistem imunitas, dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya
hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi
lingkungan, stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014).

Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada
dasarnya dikelompokan dalam teori pakai dan rusak (wear and tear theory) dan teori
program. Teori pakai dan rusak meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal
bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon
(Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).
1.

Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)


Teori ini diperkenalkan oleh Dr.August Weismann (1882), seorang ahli biologi

yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi cepat rusak
karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ tubuh seperti hati,
lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya karena adanya toksin
dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein,
alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet,
stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ
tapi juga pada tingkat sel.
Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya
mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada
akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat mempercepat
kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat membuat fungsi
organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit.
Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan
kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta berlebihan. Pada
usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab
apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit bahkan meninggal karena

penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini, meyakini bahwa
pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan
membantu mengembalikan proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh
untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.
2.

Teori Neuroendokrin
Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang mengembangkan teori

wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon
dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar
yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk suatu poros dengan hipofisis dan organ
tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya.
Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan
fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi berbagai organ tubuh sangat
optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik,
fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin bertambah usia, jumlah hormon makin
berkurang sehingga fungsi organ juga akan menurun dan menimbulkan banyak keluhan
seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot
berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja
hormon saling berkaitan

satu sama lain, oleh karena itu, berkurangnya produksi

hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain.


3.

Teori Kontrol Genetik


Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik.

Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang
terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock), variasi

antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh bagaimana cara manusia tumbuh dan
hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel embrio, janin,
masa bayi, dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal.
Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Secara
biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan sel, telomere
akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan telomere telah terpakai
semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa inilah yang disebut dengan
kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal sebagai jam biologik (biologic
clock) (Ishikawa, 2000).
Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa mekanisme
pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada
penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai kapasitas yang terbatas untuk
melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel dewasa membelah lebih sedikit
dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada sel ganas, terjadi pembelahan sel
yang tidak terbatas .
4.

Teori Radikal Bebas


Teori ini mulai menjadi perhatian, sejak antioksidan diyakini dapat menghambat

kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dihasilkan selama terjadi
metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, radikal hidroksil, purin, dan
pirimidin.
Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan
menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas

oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas
akan merusak molekul yang elektronnya ditarik sehingga dapat menyebabkan
kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya kematian sel. Molekul utama dalam
tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, sehingga terjadi mutasi DNA,
cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction.
Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas
memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang
mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian.
Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan kolagen dan elastin yang
merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar tetap lembab, elastis, dan halus.
Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat, dimana akibat radikal bebas akan
timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan Klatz, 2007).
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai
organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai tanda dan
gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila,
2011):
1.

Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,
daya ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja
menurun, sakit tulang.

2.

Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung, merasa tidak berarti lagi.

Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan
fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung dalam 3 tahap
sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):
1.

Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)


Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu

hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas
yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya
tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak
mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan
normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.
2.

Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)


Selama tahap ini level hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot berkurang

sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa
hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini sering menyebabkan
resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas.
Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun,
rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual
menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan
akibat radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan
penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit
jantung koroner, dan diabetes.
3.

Tahap klinik (usia lebih dari 45 tahun )

Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan
bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga
terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga
tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak
tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu
keharmonisan banyak pasangan.
Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus
dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih
jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan
menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).

2.1.3 Penuaan Kulit


Proses penuaan kulit terbagi dua yaitu penuaan karena faktor intrinsik dan penuaan
karena faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik terjadi seiring bertambahnya umur
kronologis yang mencerminkan pengaruh genetik dan perubahan hormonal individu.
Penuaan karena faktor ekstrinsik disebabkan oleh faktor eksternal seperti rokok, alkohol
berlebihan, gizi buruk, dan paparan sinar matahari. Penuaan karena faktor ekstrinsik
dapat dikurangi dengan usaha anti aging. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa
penuaan kulit dipercepat oleh faktor eksternal, sekitar 80% diakibatkan oleh paparan
sinar matahari (Baumann dan Saghari, 2009a).

Penuaan karena faktor intrinsik atau penuaan dengan proses alamiah, dimulai
sejak sekitar usia 20 tahun, yaitu dimulainya fase penuaan preklinis pada usia 25 tahun.
Penuaan intrinsik terjadi karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan
senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomere
pada pembelahan sel menurunkan faktor pertumbuhan, dan juga penurunan kadar
hormon menyebabkan terjadinya penuaan intrinsik. Gambaran histologik yang tampak
yaitu atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi dermis.
Penuaan ekstrinsik akan lebih terlihat pada daerah yang terbuka seperti wajah,
leher, dada, dan bagian luar lengan. Ini diakibatkan akumulasi paparan sinar matahari
sepanjang hidupnya. Secara klinis akan tampak kerutan yang lebih dalam dan lesi
pigmentasi seperti frecle, lentigo, dan melasma, bahkan dapat juga terjadi lesi
depigmentasi seperti hipomelanosis gutata (Baumann dan Saghari, 2009).
2.2 Efek Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270-290 nm), UVB (290320 nm), dan UVA (320-400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke permukaan
bumi karena diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, tetapi UVA dan UVB dapat
mencapai permukaan bumi dan merupakan pengaruh lingkungan terbesar terhadap
penuaan kulit. Walaupun rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, sinar UVB memberikan efek
samping lebih banyak daripada UVA (Alam dan Harvey, 2010).
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada
semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase,
dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB menghasilkan

radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga
dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi et al., 2009).

Oksigen
Katalase

Air

Superoksid
Dismutase

Radikal
Superoksid

Hidrogen Peroksidase Reaksi


Fenton

Radikal
Hidroksil

Glutation
Peroksidase

Air

Gambar 2.1

Proses terjadinya Reactive Oxygen Species (ROS). Photon UV


berinteraksi dengan atom oksigen untuk membentuk radikal bebas seperti superoxide, hydrogen
peroksidase dan radical hidrosil yang paling reaktif. Radikal bebas menyerang molekul besar
seperti protein, lemak, RNA dan DNA, sehingga merusak struktur dan fungsinya. Enzim yang
berfungsi untuk detoksifikasi dan proteksi seperti superoxide dismutase, katalase, dan glutation
peroksidase melakukan detoksifikasi dan mengurangi kadar terjadinya ROS ke sel.(Orazio et al.,
2013)
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung
dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit
(tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena Photoaging seperti kerut,
hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,
elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma (Pandel et al.,
2013).
2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet

2.2.1.1 Eritema
Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan
kemerahan setelah paparan sinar matahari. Eritema yang terbentuk tergantung pada
panjang gelombang. Jenis ultraviolet yaitu : ultraviolet A (320-340 nm) terbagi dua
yaitu UVA 1 dn UVA 2. UVA 2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA 1.
Efektifitas eritema menurun sebanding dengan panjang gelombang. Eritema juga dapat
disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet B (UVB), namun responnya jauh lebih lambat
daripada UVA dan mencapai puncak setelah paparan 6-24 jam tergantung dosis
(Taylor, 2005). Dosis UV yang menyebabkan kemerahan (eritema) minimal, dapat
dilihat biasanya 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema doses (MED). Nilai
MED bervariasi tergantung fototipe kulit, warna kulit dan lokasi anatomi individu,
sedangkan standard erythemal dose (SED) adalah kemerahan yang terjadi dengan
paparan UV 100 joule per meter persegi (J/m) (Autier et al., 2006).
2.2.1.2 Pigmentasi
Keluhan yang sering dikeluhan pasien adalah hiperpigmentasi seperti freckle,
lentigo dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009b). Respon pigmentasi kulit mengikuti
paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan
melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet.
Eritema yang diinduksi oleh UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi
akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi
akibat paparan UVB. Perbedaan ini terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi
UVA lebih basal (Taylor, 2005).

Paparan sinar UVA menghasilkan intermediate pigmentary darkening. Pada proses


tersebut terdapat peningkatan oksidasi dan distribusi dari melanin yang sudah terbentuk
sebelumnya, terjadi beberapa menit setelah paparan dan bertahan selama 6-8 jam.
Paparan sinar UVB dan sinar UVA menghasilkan delayed pigmentary darkening, pada
proses

ini

terdapat

peningkatan

aktifitas

tirosinase,

pembentukan

melanin,

bertambahnya jumlah sel melanosit dan meningkatnya distribusi melanin ke keratinosit,


mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan selama 10-14 hari (Baumann dan
Saghari, 2009b).
Tabel 2.1
Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV (Orazio et al., 2013)
Fitzpatrick
Phototype

II

III

IV

Phenotype

Kulit putih terang, Mata


biru/hijau, Sering
terjadi Freckle, Eropa
Utara/ British

Epidermal
Eumelanin

Respon
Cutaneus
terhadap
UV
Selalu
terbakar,

+/-

Peels, tidak
pernah
Tans

Kulit berwarna putih,


Mata Biru,Hazel atau
Coklat, Rambut Merah,
Pirang atau Coklat,
Eropa/Scandinavia

Mudah
terbakar,
Peels,
Minimal
Tans

Kulit putih , Mata


Coklat, Rambut Gelap,
Eropa Selatan / Eropa

++

Terbakar
Moderat,
Tanning

+++

Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans

++++

Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans

Kulit Coklat Terang,


Mata Gelap, Rambut
Gelap, Mediteerania,
Asia atau Latin
Kulit Coklat, Mata
Gelap, Rambut Gelap,
Indian Timur, America
Asli, Latino atau Africa

MED
(mJ/cm)

Resiko
Kanker

15-30

++++

25-40

+++/++++

30-50

+++

40-90

++

60-90

VI

Kulit Hitam, Mata


Gelap, Rambut Gelap,
Afrika atau Aborigin

+++++

Hampir
tidak
pernah
terbakar,
Tans terjadi

90-150

+/-

Minimal erythemtous dose (MED) adalah jumlah radiasi UVB yang dapat menyebabkan terjadinya
kemerahan dan inflamasi pada kulit 24-48 jam setelah terpapar. (misalnya dosis terendah UV yang dapat
menyebabkan sunburn). Semakin sensitive UV seorang individu, semakin rendah MED nya.

Gambar 2.2 Perbedaan gambaran histology melanin pada lapisan epidermis dari

berbagai ras

kulit manusia (Orazio et al., 2013)

2.2.1.3 Kerusakan DNA


Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, karena melanin akan mengelilingi
permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum bereaksi dengan DNA
dan sel-sel lainnya. Paparan sinar matahari yang berlebihan dan kronis akan menembus
kemampuan proteksi kulit ini, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hingga pada
tingkat DNA. Kerusakan DNA dapat menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest
dan memfasilitasi perbaikan DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat
diperbaiki maka p53 akan menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009b).
Radiasi UVA dapat juga mengakibatkan lesi pada DNA walaupun daya rusak lebih
lemah dibandingkan UVB (Taylor, 2005; Krutmann, 2011).
2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet
2.2.2.1 Photoaging

Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas. Photoaging adalah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh seringnya terkena paparan sinar matahari.
Photoaging mengakibatkan, kerusakan jaringan penyangga, kerusakan melanosit dan
mikrovaskuler (Alam dan Havey, 2010).
Paparan sinar matahari yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya prematur
aging (penuaan dini) yang ditandai oleh kerutan di kulit, dispigmentasi, warna pucat,
perubahan tekstur, kehilangan elastisitas dan timbulnya prekanker pada kulit. Tanda
perubahan epidermal yaitu gangguan pigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan
hiperpigmentasi luas (Alam dan Havey, 2010).
Penuaan pada kulit manusia secara alami diakibatkan oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik, tapi diperberat oleh radiasi UVA dan UVB, maka disebut sebagai
photoaging. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal
ini yang menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit. Radiasi sinar UVA dapat
mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA
terhadap penuaan kulit bersifat tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya reactive
oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor
transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, pengaruh UVB terhadap penuaan kulit
bersifat langsung, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakankerusakan DNA lainnya (Alam dan Havey, 2010).
Pada kulit yang mengalami photoaging dapat memperlihatkan gambaran klinis
berupa permukaan kasar, bernodus, kerutan halus, bercak kekuningan, kering, dan
telangiektasis (Taylor, 2005; Yaar dan Glichrest, 2008; Krutmann, 2011).
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis

Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar matahari merupakan penyebab utama
terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar
UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit nonmelanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker
tersebut, skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari keratinosit
epidermis,

sedangkan

melanoma maligna

berasal

dari melanosit. Penelitian

menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang merubah
jalur sinyal hedgehog, dimana sinyal hedgehog ini merupakan sinyal pertumbuhan sel
(Brown dan Schleve, 2011). Pada kasus melanoma, kulit yang terpapar sinar UV secara
intermiten akan mengalami mutasi pada gen B-raf, sedangkan pada kulit yang terpapar
sinar UV kronis akan mengalami mutasi gen N-ras (Michael et al., 2011).

Gambar 2.3. Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radisasi UV


(Ichihashi et al., 2009)

2.3

Kulit
Secara mikroskopik struktur kulit manusia terdiri dari: epidermis, dermis, dan

subkutis (Baumann dan Saghari, 2009a). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling
berhubungan dengan dermal epidermal junction.
2.3.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm
(kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis dibagi menjadi
empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan protein intraseluler yaitu dari luar ke
dalam, stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale
(germinativum) (Jain, 2012).
Lapisan epidermis ini disusun oleh lapisan keratinosit, dimana keratinosit ini
dihasilkan oleh stem cell yang berasal dari basal epidermis yang disebut dermal
epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit yang dihasilkan akan berkembang dan
bermigrasi ke bagian atas epidermis, proses ini disebut keratinisasi (Baumann dan
Saghari, 2009c). Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka
epidermis dibagi sebagai berikut:
a.

Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis.
Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifiying cells dan 40% postmitotic
cells. Secara normal, stem cell membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu
seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh growth factor, stem cells akan
membelah dengan cepat. Amplifiying cells bertanggung jawab terhadap

pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan
bermigrasi ke lapisan lebih atas.
b.

Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula
lamelar, ceramids, cholesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase
dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptide
antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi sebagai
filament intermediet antar sel keratinosit.

c.

Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula
keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan precursor filagrin. Protein
filagrin akan mengalami cross-link dengan filament keratin sehingga membentuk
struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan anabolik untuk disolusi
inti sel dan organel.

d.

Stratum korneum. Lapisan terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengndung
organel sel. Bangunan lapisan ini disebut brick mortar, dimana brick
merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang
berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino
sehingga punya kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan
mati, karena sel sudah tidak mensitesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal
sel. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL),
kelembaban dan fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 2646 hari (Baumann dan Saghari, 2009c).

Gambar 2.4 Struktur epidermis. Struktur kulit dalam potongan melintang terdiri dari 5 lapisan
(dari yang paling luar): stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,
stratum basale.Stratum lucidum hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. (Baumann, 2009)

Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah melanosit, yaitu sel
dendritik di bagian stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit
akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel langerhans, berfungsi
sebagai imunitas, dan sel merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan
dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).
Membran basal merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm
mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis.
Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan
mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom berikatan dengan lusida
dan lamina densa dari membran basal. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril
yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan
membentuk struktur yang kuat mengikat lapisan epidermis dengan lapisan dermis (Scott
dan Bennion, 2011).

2.3.2 Lapisan Dermis


Lapisan ini berada dibawah lapisan epidermis, terdiri dari struktur kolagen, folikel
rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh
limfatik dan pembuluh saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblast, yang akan
menghasilkan kolagen (70-80%) untuk kekenyalan, elastin (1-3%) untuk elastisitas dan
proteoglikan untuk kelembaban (Scott dan Bennion, 2011).
Kolagen pada kulit merupakan kolagen tipe I dan tipe III yang membentuk struktur
horizontal di dermis, diselingi oleh serat elastin. Serat oksitalan adalah serat elastin
yang ditemukan di papilla dermis membentuk struktur tegak lurus hingga ke permukaan
kulit. Proteoglikan terutama asam hialuronat merupakan substansi amorf di
sekelilingnya terdapat serat kolagen dan serat elastin. Fungsi lapisan dermis ini adalah
sebagai regulasi suhu melalui pembuluh darah dan keringat, proteksi mekanis oleh serat
kolagen dan asam hialuronat, serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott
dan Bennion, 2011).
2.3.3 Lapisan Subkutis
Lapisan ini berada dibawah lapisan dermis, disebut sebagai lemak subkutan karena
terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan ini memiliki tipe I, III dan V, pembuluh darah,
pembuluh saraf, dan pembuluh limfe. Fungsi lapisan ini adalah sebagai cadangan lemak
dan panas tubuh (Scott dan Bennion, 2011).

2.4 Melanin
Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit, berfungsi sebagai
penyerap sinar UV, penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari

kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin, pigmen berwarna
coklat kehitaman, dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning kemerahan. Eumelanin
berada dalam melanosom berbentuk elips, dimana sintesisnya akan meningkat apabila
terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak mengandung sulfur dan asam amino
sistein, terdapat dalam melanosom dalam bentuk sferis. Pada dasarnya pigmen melanin
yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah kombinasi antara eumelanin dan
pheomelanin (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosom berbeda berdasarkan ras. Pada ras kulit hitam melanosom
berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8
mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi
secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di
stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki
membran dan distribusi secara berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom
didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit
ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata sama pada semua ras,
terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan bawah, 1000/mm2 pada
bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).

Gambar 2.5. Distribusi melanin pada epidermis


(Baumann dan Saghari, 2009c)
2.4.1 Sintesis Melanin
Melanin disintesis di dalam sel melanosit dengan bantuan enzim tirosinase. Enzim
tirosinase dibentuk di dalam ribosom, ditransfer ke dalam lumen retikulum endoplasma
kasar, diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Proses sintesis ini
terdiri dari empat tahap, yaitu :
a.

Tahap I, premelanosme ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein amorf,
sedikit aktifitas dari enzim tirosinase.

b.

Tahap II, stuktur mulai membentuk oval, aktifitas enzim tirosinase meningkat,
melanin disimpan dalam matriks protein.

c.

Tahap III, terdapat peningkatan pembentukan melanin

d.

Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang 1 m
dan diameter 4 m.
Melanosome kemudan ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk struktur

dendritik menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Beion, 2011). Pada

dasarnya terdapat tiga enzym yang bekerja dalam mesintesis melanin yaitu tyrosinase
(TRY), Thyrosinase Related Pritein 1 (TRYP-1) dan Dopachrome tautomerase (DCT),
tetapi enzim tirosinase memegang peranan paling besar diantara semua enzim. Proses
ini dimulai oleh hidroksilasi tirosin menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh
enzim tirosinase, kemudian oksidasi DOPA menjadi Dopakuinon. Dopakuinon
kemudian mengalami satu dari dua tahap berikut, apabila dopakuinon berikatan dengan
sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak berikatan
dengan sistein, dopakuinon secara spontan akan menjadi dopakrom, kemudian
dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin
(Kindred et al., 2010).

Gambar 2.6. Biosintesis Melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna
pada kulit,ada 2 bentuk coklat/hitam pigmen eumelanin melindungi sangat kuat dari UV dan
merah/kuning pheomelanin kurang kuat melndungi dari UV. Kedua melanin, eumelanin dan
pheomelanin berasal dari asam amino tirosin. Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis
terjadinya kedua melanin tersebut, apabila terjadi defek maka akan menyebabkan
albinism.Ikatan antara pigmen pheomelanin dengan sistein terjadi karena hambatan sulfur masuk
ke dalam pigmen, yang mengakibatkan warna lebih terang dan dapat menyebabkan kerusakan

kulit. Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)-melanocortin 1receptor (MC1R) memberikan


sinyal untuk menentukan jenis dan jumlah melanin yang akan dihasilkan oleh melanosit di kulit
(Chang, 2009).

2.4.2 Faktor faktor yang mempengaruhi melanogenesis


Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh banyak hal dari faktor internal
maupun eksternal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah paparan sinar UV,
penuaan dan obat, sedangkan faktor internal adalah faktor hormon dan inflamasi
(Costin dan Hearing, 2007).

2.4.2.1 Sinar ultraviolet terhadap produksi melanin


Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi oleh beberapa cara yaitu meningkatkan
kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi melanogenesis,
meningkatkan transfer melanosom menuju keratinosit dan meningkatkan aktifitas
dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010).
Melanosit dan keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar UV,
baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV meningkatkan ekspresi
propriomelanocortin (POMC) yaitu precursor dari melanocyte stimulating hormone
(MSH), beserta reseptor MSH yaitu Melanocortin-1 Receptor (MC1R), TYR, TYRP-1,
protein kinase C (PKC), endotelin-1 (ET-1), hormon adrenokortikotropik (ACTH),
basic fibroblast growth factor (bFGF), nerve growth hormone (NGF), granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory
factor (LIF), hepatocyte growth factor (HGF) dan prostaglandin E2 (PGE-2). Sitokin,
hormon dan growth factors tersebut disekresi oleh keratinosit kemudian bekerja sebagai
sinyal parakrin untuk menstimulasi melanosit dan kemudian mensintesis dan

meningkatkan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007). Pendistribusian melanin


dipercepat dengan adanya reseptor di keratinosit yaitu protein activated receptor 2
(PAR-2), setelah reseptor ini terstimulasi maka keratinosit akan menangkap melanosom
yang sudah disintesis oleh melanosit (Baumann dan Saghari, 2009b).

Gambar 2.7. Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis


(Costin dan Hearing, 2007)
Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga terbentuk tanning, namun
efeknya hanya sementara, dibandingkan UVB yang efeknya jauh lebih lama. Sinar
UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser endogen (flavin, porfirin,
melanin), sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin, menghasilkan ROS yang pada
akhirnya dapat merusak untaian tunggal DNA. Sinar UVB menstimulasi pigmentasi
tidak hanya menyebabkan tanning, tapi juga menyebabkan sunburn. Delayed tanning
yang dihasilkan oleh sinar UVB akan meningkatkan jumlah sel melanosit dan proses
melanogenesis. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul

didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV
ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan
tirosin (Costin dan Hearing, 2007).
Produk-produk yang disahihkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak
diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl
pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung
juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah
massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin
(Costin dan Hearing, 2007).

Gambar 2.8. Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV


Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite Oxide (NO),
Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) yang dapat merangsang terjadinya
proses melanogenesis.Melanogenesis dapat memicu terbentuknya melanin oleh melanosit.
(Costin et al., 2007)

2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin

Dengan bertambahnya usia, jumlah sel melanosit akan berkurang 10-20% per
dekade. Penurunan jumlah sel melanosit ini terdapat di area yang tidak terpapar sinar
matahari maupun area yang terpapar. Proses ini juga diikuti dengan menurunnya
vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Tetapi, dengan akumulasi
paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat bagian-bagian tertentu dari sel
melanosit yang mengalami peningkatan densitas, sehingga terjadi penumpukan
sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan (Taylor, 2005).

2.4.2.3 Obat-obat yang memicu produksi melanin


Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit, seperti antibiotik
sulfonamide dan tetrasiklin, beberapa jenis diuretik, nonsteroid anti inflammatory drugs
(NSAID) dan obat-obat psikosis. Kontrasepsi oral dalam jangka panjang akan
menyebabkan lesi hiperpigmentasi yang terutama terdapat di bagian wajah, begitu pun
obat epilepsi seperti hidantoin. Hasil suatu penelitian menunjukkan peningkatan
aktivitas melanin pada orang-orang yang diberi pengobatan klorokuin. Levodopa, yaitu
obat yang diberikan pada pasien Parkinson juga meningkatkan produksi melanin,
karena telah diketahui bahwa DOPA secara normal dirubah menjadi melanin, walaupun
hipotesis ini masih lemah karena kurang bukti penelitian ilmiah. Bahan-bahan metal
seperti arsen, bismuth, emas dan perak akan berikatan dengan gugus sulfihidril, dimana
gugus sulfihidril ini sebenarnya menghambat aktifitas enzim tirosinase, dengan
terhambatnya kerja sulfihidril maka produksi melanin meningkat. Beberapa kemoterapi
juga

menyebabkan

hiperpigmentasi,

yaitu

cyclophosphamide,

5-flouroursil,

doxorubicin, dan bleomycin, mekanismenya belum jelas diketahui, tetapi kemungkinan

besar akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing,
2007).

2.4.2.4 Hormon yang memicu produksi melanin


Selama masa kehamilan terutama trimester terakhir, terdapat peningkatan hormon
estrogen, progesteron, dan Melanin Stimulating Hormone (MSH). Hormon seks steroid
dapat meningkatkan gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu TYR dan
DCT. Sel melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun di inti sel,
sedangkan dari hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat
bekerja pada sel keratinosit melalui jalur genomik dan non genomic. Hormon estrogen
bekerja dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptor (ER) dan estrogen
receptor (ER). ER terdapat pada jaringan reproduksi, tulang, kardiovaskuler dan
otak, baik pada perempuan maupun laki-laki. ER juga terdapat di jaringan reproduksi,
paru-paru, kandung kemih, jantung, ginjal dan kulit. Estrogen memiliki fungsi yang
berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblast dan melanosit. Pada
keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel keratinosit, yang juga akan
meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing, 2007).
Hiperpigmentasi atau melasma juga dapat terjadi dengan mengkonsumsi
kontrasepsi oral, selain itu dapat terjadi pada penggunaan obat Photosensitizing, tumor
ovarium ringan atau gangguan fungsi tiroid (Pangkahila, 2014) .
Melasma merupakan suatu keadaan yang dapat sembuh sendiri, tapi akan kembali
lagi apabila ada ketidakseimbangan hormon yang disebabkan oleh karena obat
(Pangkahila, 2014) .

Gambar 2.9. Mekanisme hiperpigmentasi estrogen Membran dan sitosol sel melanosit
mengandung banyak reseptor estrogen, sehingga hormone steroid (contohnya: estrogen) dapat memicu
tanskripsi terbentuknya hormone tirosinase dan dopakrom tautomerase, sehingga terjadilah proses
melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.5 Inflamasi yang memicu produksi melanin
Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel
inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien
(LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan
meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin. Mekanisme kerja mediator
inflamasi ini belum jelas, namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel
melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi
terjadinya post inflammatory hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).

2.5

Kelainan pigmentasi kulit

2.5.1 Lentigo
Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60 % dari
usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat
pada daerah dermo-epidermal junction.

Mulamula tampak

bercak kecil dengan

ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat mudakehitaman, berbentuk bulat, semakin
membesar, tersebar sampai ukuran beberapa centimeter. Biasanya timbul di daerah
terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan dan punggung
(Goichnik et al., 2008).

2.5.2 Freckles ( Efelid )


Bercak pigmentasi berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari lentigo,
permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang terpapar sinar
matahari. Perbedaannya dengan lentigo, pada freckles sel melanosit normal akan tetapi
produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal (Lapeere et al., 2008).

2.5.3 Melasma
Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan, ditandai sering
muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terutama ditemukan pada seseorang
dengan tipe kulit fitzpatrick IV, V, VI. Wanita lebih sering terkena terutama usia
produktif. Gambaran klinis berupa bercak ireguler di wajah, berwarna coklat muda
sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola
distribusi melasma yaitu sentrofasial, (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar
(21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan
pemeriksaan lampu Wood melasma diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan
campuran, tetapi sebagian besar pasien melasma memiliki distribusi melanin di
epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere et al., 2008).
2.5.4 Melanoma Maligna

Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Faktorfaktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar matahari berlebih, banyak
terjadi pada kulit putih. Tumor ini pada pria sering ditemukan pada daerah punggung
dan tungkai bawah, sedang pada wanita sering ditemukan di daerah badan. Melanoma
maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading
melanoma, dan nodular melanoma (Lapeere et al., 2008).

Gambar 2.10 Pengaruh Pigmentasi terhadap Resiko Kanker Kulit. Individu berkulit puti
h dengan rendahnya tingkat melanin di epidermis menampilkan fenotpe sensitif UV, cenderung terjadi su
nburn daripada tan setelah terpapar UV. Data menunjukan bahwa terjadinya mutasi terkait dengan ketid
ak seimbangan dan gangguan terjadinya tanning, khususnya gangguan sinyal pada MC1R, yang dihubun
gkan dengan tidak efisiennya perbaikan DNA pada melanosit.
(Orazio et al., 2013).

2.5.5 Hiperpigmentasi Paska Inflamasi


Hiperpigmentasi ini terjadi disebabkan oleh obat, reaksi fototoksis, infeksi, trauma
dan alergi. Gambaran klinis berupa makula hiperpigmentasi. Gambaran histologi
didapatkan timbunan pigmen dengan akumulasi melanophages dan peningkatan
melanin di lapisan dermal atau epidermal (Laperee et al., 2008).

2.5.6 Okronosis
Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk
substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai
hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai. Pemeriksaan
histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan (ochronotic) pada pars
papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada penggunaan jangka panjang
hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria,
produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere et al., 2008).

2.6 FaktorFaktor yang menghambat Melanogenesis


Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk-pro
duk yang dapat merawat kelainan kulit berupa hiperpigmentasi. Mekanisme kerjanya da
pat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat transfer melanosom, agen sititok
sik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann dan Allemann, 2009).

2.6.1 Penghambat Enzim Tirosinase


Bahan-bahan penghambat enzim tirosinase yang sudah beredar selama ini antara lain:
1.

Hidrokuinon ( HQ ), merupakan gold standard untuk terapi hiperpigmentasi. Kons


entrasi mulai dari 2% hingga kurang dari 10%, telah banyak digunakan untuk mela
sma dan PIH. Hidrokuinon juga menghambat metabolisme sel secara reversibel de
ngan mempengaruhi kerja sintesis ribonucleic acid (RNA) dan DNA. Efek yang di
hasilkan agen ini dapat menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann da
n Alleman, 2009).

Hidrokuinon mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, me


rusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sin
tesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013).
2.

Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe ver
a. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara, menghambat h
idroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkinon. Aloesi
n memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik.

3.

Arbutin, senyawa kimia -D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul hidrokui


non yang berikatan dengan glukosa. Arbutin berasal dari berbagai tanaman seperti
pohon pir, gandum dan bearberry, mekanisme kerjanya lebih kepada penghambat r
eversibel aktivitas enzim tirosinase di dalam melanosit daripada menurunkan sintes
is enzim tirosinase itu sendiri.

4.

Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin
pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Pa
da lapisan epidermis, sinar ultraviolet khususnya UVB dapat menghasilkan ROS te
rutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid
dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga m
enyebabkan terjadi gangguan proses melanogenesis dengan menghambat dan mene
tralisir ROS.

5.

Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tir
osinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutati
on. Kombinasi antara senyawa ini dengan vitamin E dapat mencegah hiperpigment
asi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.

6.

Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penic
illium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat copper sehingga aktivitas enz
im tirosinase terhambat. Keuntungan lain adalah asam kojik memiliki efek pengaw
et dan antibiotik sehingga bahan ini lebih stabil sebagai produk (Baumann dan Alle
man, 2009).

2.6.2 Penghambat Transfer Melanosom


1.

Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3.
Niasinamid selain bekerja sebagai penghambat transfer melanosom ke keratinosit, j
uga memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Sebuah peneliti
an menunjukkan efek inhibisi niasinamid hingga 68%.

2.

Kedelai, kedelai memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean
trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya
adalah menghambat aktifasi PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer
kedalam keratinosit (Baumann dan Alleman, 2009).

2.6.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat atau menghentikan
kerusakan oksidatif yang terjadi dengan cara memberikan senyawa elektron kepada
molekul radikal bebas sehingga dapat meredam efek negatif dari radikal bebas tersebut
(Halliwell dan Guttridge, 2007).
Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme pencegahan
terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu:

1.

Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya


radikal yang paling berbahaya bagi tubuh, antara lain:
a.

Super Oxide Dismutase (SOD), terdapat didalam mitokondria dan sitoplasma


sel tubuh manusia.

b.

Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.

c.

Glutation Peroksidase, dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem


siklus redoks glutation.

d.

Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril)


dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir H2O.

2.

Antioksidan pemutus rantai (chain breaking)


Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi

pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi
lemak. Contoh: antioksidan pemecah rantai antara lain vitamin C, vitamin E,
betakaroten, glutation dan sistein.
Antioksidan juga dapat dibedakan berdasarkan sumber atau asal antioksidan itu sendiri,
yaitu:
1.

Antioksidan endogen, berasal dari dalam tubuh.


a. Antioksidan enzimatis, yaitu SOD, katalase, glutation reduktase, glutation
peroksidase.
b. Antioksidan non-enzimatis, yaitu glutation, bilirubin, albumin, transferin,
plasmin, feritin, sistein.

2.

Antioksidan eksogen, berasal dari luar tubuh.


a. Mikronutrient.

b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol).


Mekanisme kerja antioksidan dibedakan menjadi 3 macam (Moini et al., 2002), yaitu:
1.

Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara

mendonasi satu elektronnya, contohnya adalah SOD, katalase dan glutation


peroksidase. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal
bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
dampak negatifnya kurang, yang selanjutnya akan dinetralisir oleh antioksidan lain
seperti vitamin C, vitamin E, CoQ10 dan flavonoid.
2.

Antioksidan sekunder
Antioksidan ini berfungsi untuk menangkap berbagai senyawa dan mencegah

terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam transisi
pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Jenis antioksidan ini antara lain
vitamin C, vitamin E, dan betakaroten.
3.

Antioksidan tertier
Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat

reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA
repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan
diproses oleh enzim lipase dan peroksidase.
Antioksidan bekerja melalui 3 cara, yaitu:
1. Mengikat / scavenging ( R + PH* RH + P* )
2. Menghambat / inhibitory ( RO2 + PH* ROOH + P )
3. Proteksi ( ROOH + PH* ROH + POH )

dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang


mampu memberikan ion hidrogen (Wenk et al., 2001). Oleh karena itu antioksidan
mempunyai fungsi mengikat ROS, menghambat terbentuknya radikal bebas dan
memutuskan rantai aktivias metal chelation (Chen et al., 2005).

2.7 Kulit batang pohon nangka


Pohon nangka mempunyai nama latin Artocarpus Heterophyllus dengan
klasifikasi tanaman sebagai berikut :
Kingdom

Plantae

Divisio

Magnoliopsida

Ordo

Urticales

Familia

Moraceae

Genus

Arthocarpus

Species

Arthocarpus heterophyllus

Pohon Artocarpus Heterophyllus merupakan tanaman buah berupa pohon yang


berasal dari India dan menyebar ke darah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia
pohon ini memiliki beberapa nama daerah antara lain nongko/nangka (Jawa,
Gorontalo), anane (Ambon), lumasa/malasa (Lampung), nanal atau krour (Irian Jaya),
nangka (Sunda). Beberapa nama asing yaitu: jackfruit, jack (Inggris), nangka
(Malaysia), kapiak (Papua Nugini), liangka (Filipina), peignai (Myanmar), khnaor
(Kamboja), mimiz, miiz hnang (Laos), khanun (Thailand), mit (Vietnam) (Prihatman,
2000). Berdasarkan sosok pohon dan ukuran buah nangka terbagi dua golongan yaitu

a.

Nangka buah besar : tinggi mencapai 20-30 m, dameter batang mencapai 80 cm


dan umur mulai berbuah sekitar 5-10 tahun.

b.

Nangka buah kecil : tinggi mencapai 6-9 m, diameter batang mencapai 15-25 cm
dan umur mulai berbuah sekitar 18-24 bulan.
Batang pohon nangka tegak berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun

A.Heterophyllus tunggal berseling lonjong memiliki tulang daun yang menyirip, daging
daun tebal, tepi rata, ujung runcing panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang
lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang
berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan
betinanya terpisah dengan tangkai yang memliki cincin, bunga jantan yang ada di
batang baru diantara daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika
masak, oval dan berbiji coklat muda (Prihatman, 2000)
Manfaat daun tanaman ini direkomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai
obat anti diabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi (Chandrika,
2006). Selain itu daun pohon nangka juga dapat digunakan sebagai pelancar ASI, borok
(obat luar), dan luka (obat luar).
Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai makanan sayuran yang
mengandung albuminoid dan karbohirat. Sedangkan biji nangka dapat digunakan
sebagai obat batuk dan tonik (Heyne, 1987). Biji nangka dapat diolah menjadi tepung
yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makanan campuran).
Khasiat kayu sebagai anti spasmodik dan sedative, daging buah sebagai
ekspectoran, daun sebagai laktagog. Getah kulit kayu juga telah digunakan sebagai obat

demam, obat cacing dan sebagai anti inflamasi. Pohon nangka dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional.
Kandungan kimia dalam kayu adalah morin, sianomaklurin (zat samak), flavon, dan
tannin. Selain itu di kulit kayunya juga terdapat senyawa flavonoid yang baru yaitu
morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B (Ersam, 2001). Bioaktivitasnya
terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi, diuretik dan anti
hipertensi (Ersam, 2001).
Tabel 2.2
Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batang Artocarpus Heterophillus
(Erwin, 2001)
Jenis Senyawa

Kandungan Senyawa

Flavon

Sikloartokarpesin
Oksidihidroartokarpesin

Preniflavon

Noratokarpin

Piranoflavon

Sikloheterofilin

Oksepinoflavon

Artonin S
Artonin J

Furanodihidrobenzosanton

Artonin K
Artonin L
Artonin T

Terlihat dari kandungan senyawa kulit batang pohon nangka tersebut termasuk
golongan flavonoid. Flavonoid yang dihasilkan oleh artocarpus heterophillus ialah
adanya substituent isoprenil pada C3 dan pola 2,4-dioksigenasi atau 2,4,5trioksigenasi pada cincin B dari kerangka dasar flavon. Ciri ini diwujudkan pada
berbagai jenis senyawa flavon dengan prenil bebas pada C3, piranoflavon,
oksepirnoflavon, oksosinoflavon, dihidrobenzosanton dan kuinonodihidrobenzosanton.
Senyawa-senyawa ini belum pernah ditemukan pada tumbuhan lain. Selain mempunyai
struktur molekul yang unik, beberapa senyawa flavon yang berasal dari artocarpus juga
memperlihatkan bioaktivitas anti tumor yang tinggi pada sel leukemia (Suhartati, 2001).
Berdasarkan penelitian fitokimia, ekstrak kulit batang pohon nangka (artocarpus
heterophillus) memiliki kandungan flavonoid dengan 3 senyawa aktif norartocarpetin
dan artocarpensin serta morin (Erwin, 2001) yang dapat menghambat aktivitas enzim
tirosinase. Oleh sebab itu, ekstrak kulit batang pohon nangka merupakan kandidat kuat
sebagai antioksidan (Kareem, 2012). Penelitian mengenai norarocarpetin dan
artocarpensin masih sangat sedikit dibandingkan dengan turunan flavonoid lainnya,
tetapi penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa norarocarpetin dan artocarpensin
memiliki beberapa aktivitas biologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti kanker,
antibiotik (Erwin, 2001), sebagai whitening agent (Arung et al., 2008) serta sebagai
tyrosinase inhibitor (Chiari et al., 2011; Zwegel et al., 2011), sebagai anti kanker
(Wisynu et al., 2014).

2.7.1 Norartocarpetin dan Artocarpesin

Noratocarpetin

(5,7,2,4-tetrahydroxyflavone)

dan

artocarpetin

(5,2,4-

trihydroxy-7-methoxyflavone) merupakan salah satu senyawa alami dari golongan


flavonoid. Senyawa ini berasal dari proses isolasi dari kayu Artocarpus Heterophyllus
yang mempunyai efek selain sebagai anti infamasi, anti virus, diuretik, dan anti
hipertensi (Wisynu et al., 2014) juga mempunyai efek sebagai Tyrosinase Inhibitor
(Chang, 2009; Nguyen et al., 2012).

Norartocapetin

Artocarpesin

Gambar 2.11. Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin (Ersam, 2001)

2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan


Paparan sinar UVB dapat menghasilkan ROS pada lapisan epidermis yang terjadi
dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat
berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas, sehingga proses
melanogenesis yang distimulasi oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir.
Antioksidan diperlukan untuk menangkal radikal bebas (Baumann dan Alleman, 2009).

2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagai Thyrosinase inhibitor

Enzim tirosinase (monofenol monooksidase) adalah enzim yang mengandung


cooper dengan aktivitas kimia sebagai katalisator proses hidroksilasi orto-monofenol
menjadi orto-difenol dan katalisator proses oksidasi orto-difensol menjadi orto-kuinon.
Penghambat enzim tirosinase dibagi menjadi 4 group, yaitu :
1.

Competitive Thyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang dapat berikatan dengan


free enzyme sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substratnya, contoh zat
ini adalah cooper chelator, non metabolized analog dan turunan substrat itu
sendiri.

2.

Uncompetitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang hanya akan berikatan


dengan kompleks enzim-substrat.

3.

Mixed Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi antara competitive dan


uncompetitive, tetapi dengan perbandingan yang tidak sama.

4.

Non competitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi seimbang antara


competitive dengan uncompetitive inhibitors (Zwergel et al., 2011).

Gambar 2.12. Struktur kimia golongan flavonoid (Chang, 2009)


Pembentukan melanin juga dapat dipicu oleh adanya inflamasi. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa norartocarpetin memiliki fungsi sebagai anti inflamasi karena
mampu menurunkan produksi molekul pro-inflamasi yaitu NO dan PGE-2. Data
analisis dari penelitian tersebut membuktikan bahwa gugus hidroksil pada C6 bekerja

menurunkan produksi PGE-2, sedangkan gugus metoksi pada cincin B bekerja


menurunkan produksi NO. Norartocarpetin dan artocarpesin memiliki aktivitas
terhadap inhibisi enzim tirosinase. Berdasarkan analisis struktural, gugus hidroksil pada
cincin B dan gugus hidroksil pada C4, C6, dan C4 mampu menghambat enzim
tirosinase pada sel kulit manusia (Arung et al., 2006).
Kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) pada penelitian ini yang
diambil dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali telah
dilakukan penelitian pada Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana pada 11 Juli 2014, ditemukan kandungan sebagai berikut :
Tabel 2.3.

Hasil analisis fitokimia ekstrak kulit batang pohon nangka


No

Parameter

Satuan

Hasil

Kapasitas Antioksidan

Ppm GAEAC

987,42

IC 50%

mg/ml

1,18

Kadar Total Fenol

% b/b GAE

0,49

Kadar Tanin

% b/b TAE

0,86

Vitamin C

Mg/ 100 g

31,94

Rendemen

% b/b

3,26

Keterangan :
GAEAC
GAE
TAE
IC 50%

: Garlic acid equivalent antioxidant capacity


: Garlic acid equivalent
: Tannic acid equivalent
: Inhibition concentration terhadap radikal bebas DPPH 0,1 mM

Oksidan adalah penerima elektron, sedangkan antioksidan secara kimia adalah


semua senyawa yang mampu memberikan elektron (electron donor). Antioksidan
mempunyai pengertian yang lebih luas yaitu semua senyawa yang dapat meredam
dampak negatif dari oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein pengikat logam. Efek
meredam dari antioksidan dilakukan melalui 2 cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan
tertimbunnya senyawa oksidan secara berlebihan, dan 2) mencegah terjadinya reaksi
rantai yang berkelanjutan (Pinnell, 2003). Antioksidan mempunyai kemampuan
mengikat radikal bebas. Antioksidan botani telah terbukti dapat menurunkan kejadian
fotokarsinogenesis dan photoaging yang disebabkan oleh peningkatan ROS (Afaq dan
Katiyar, 2011).
Senyawa fenolik adalah metabolit sekunder dari tanaman dan biasanya ditemukan
di dalam tumbuhan dan buah-buahan (misalnya apel, buah jeruk, anggur, pear, cherry,
berrie), sayuran, teh, kopi, kacang-kacangan, coklat yang merupakan bagian integral
dari diet manusia dan dapat menangkal radiasi sinar UV (Pandey et al., 2009).

Gambar 2.13. Efek Polifenol dari tanaman.Polyphenol merupakan komponen alami yang
banyak terdapat pada buah, sayuran, cereal dan makanan (Pandey et al., 2009).

Lebih dari 8000 polifenol yang terdapat dalam tanaman yang memiliki satu
struktur umum yaitu sebuah fenol (cincin aromatik mengandung setidaknya satu
substituen hidroksil). Polyphenol diklasifikasikan dalam asam fenol, flavonoid,
stilbenes dan lignan.
Polifenol

Asam Fenol

Flavonoid

Stilbenes

Flavonols

Flavanones

Flavanols

Flavones

Quercetin
Kaempfe
rol

Naringenin
Taxifolin

Catechin

Luteolin

Antocyanin

Cyanidin

Lignan

Isoflavone

Genistein

Chalcone

Licuraside
Isoliquiritin
Licochalcone

Gambar 2.14. Gambar Klasifikasi Polyphenol.


Flavonoid dibagi dalam 6: Flavonols, Flavanones, Flavanols, Flavones,
Antochyanin, Isoflavones dan Chalcones (Pandey et al., 2009; Chang, 2009).

Polifenol mempunyai berbagai aktivitas biologis yang menguntungkan bagi


mamalia, seperti anti virus, anti bakteri, anti alergi, anti hipertensi, anti trombotik,
hepatoprotektif, dan antioksidan yang kuat secara in vitro (Gonzales et al., 2008).
Polifenol meningkatkan efek antioksidan yang dapat melindungi sel terhadap
kerusakan karena oksidasi dan menghambat resiko terjadinya penyakit degeneratif yang
dikaitkan dengan stress oksidatif. Polifenol juga mempunyai efek mencegah penyakit
kardiovaskuler, efek anti kanker, efek anti diabetes, efek anti aging (polifenol
menghambat lipid peroksidase dan mediator inflamasi seperti cyclo-oxygenase (COX) 1
dan (COX) 2, sebagai antioksidan, efek melindungi penyakit saraf (Pandey et al., 2009)

Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat
mengakibatkan terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi,
imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey
et al., 2009). Sebagai fotoprotektif, berdasarkan penelitian tahun 2003, menggunakan
polifenol topikal (resveratol) pernah dilakukan pada kulit tikus dapat menghambat sinar
UVB sehingga dengan dihambatnya TGF-2, resiko terjadinya melanoma dapat
dihambat (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok tirosinase inhibitor
terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).
Tanin merupakan asam fenolat alami mengandung dua rantai karbon yang berbeda
yaitu: struktur asam hidroksi sinamat dan hidroksibenzoat. Flavonoid berasal dari
kelompok besar polifenol dengan berat molekul rendah dan derivat benzo--pyrone.
Polifenol dengan berat molekul tinggi, umumnya dikenal sebagai tanin yang merupakan
senyawa polimer (Ignat et al., 2011).
Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai anti
tirosinase (Feng et al., 2014).
Vitamin C merupakan vitamin yang larut air, disebut juga dengan asam askorbat.
Vitamin C sebagai antioksidan karena mendonorkan electronnya. Ketika vitamin C
mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas, semidehidro
asam askorbat atau radikal askorbil. Dibandingkan dengan radikal bebas yang lain,
radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Radikal askorbil dapat berinteraksi dengan
radikal bebas lain, sehingga tidak reaktif lagi. Menurunnya reaktivitas radikal bebas
menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging atau

squenching (menngikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas pengikat
yang baik (Padayatty et al., 2003).
Pada tanggal 3 Desember 2014, ekstrak kulit batang pohon nangka yang digunakan
pada penelitian ini diambil dari desa Sibang, juga telah dilakukan Analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) kualitatif di Laboratorium Analitik
Universitas Udayana dengan hasil sebagai berikut
Tabel 2.4
Hasil Analisis GC MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka

No
1
2

Nama Senyawa
Hexadecanoic acid ethyl ester
Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol

Ethyl tridecanoate

Linoleic acid ethyl ester

Ethyl Oleate

Gamma Sitosterol

Senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak kulit batang pohon nangka
berdasarkan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS).
Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada ekstrak kulit batang pohon nangka didapatkan
senyawa :
a.

Hexadecanoic acid ethyl ester yang dikenal juga dengan nama Ester Asam
Palmitate, Asam Palmitat, yang mempunyai aktivitas sebagai Antioksidan

Hypocholesterolemic, Androgenic, Hemolytic 5-alpha reductase inhibitor (Sudha


et al., 2013).
b.

Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, merupakan golongan steroid yang mempunyai


efek Antioksidan, Antibakteri, Anti inflamasi (Balamurugan et al., 2013) yang
mempunyai mekanisme kerja terhadap penurunan jumlah melanin dengan cara
mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik
pada melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen sehingga
dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).

c.

Ethyl tridecanoate, mempunyai efek Anti Virus, Antioksidan, Anti inflamasi


(Balamurugan et al., 2013).

d.

Linoleic acid ethyl ester, mempunyai efektivtas sebagai Hypocholesterolemia, Anti


Acne, Anti andronergic 5 alpha reduktase inhibitor (Sudha et al., 2013), degradasi
enzim tirosinase dan menurunkan kadar tirosinase (Ando et al., 2010). Senyawa ini
juga mempunyai efek sebagai tabir surya (sunscreen) dengan cara berikatan
dengan melanin menjadi lipomelanin yang menyerap radiasi sinar UV, sehingga
dapat menghambat peningkatan jumlah melanin (Herbert et al., 2002).

e.

Ethyl Oleate, mempunyai nama lain Oleic acid ethyl ester dan mempunyai
aktivitas Food additive, Lubricasi, Solvent (Balamurugan et al., 2013).

f.

Gamma Sitosterol, merupakan golongan steroid dan mempunyai aktivitas Anti


mikroba, Anti kanker, Anti inflamasi (Sudha et al., 2013) dan juga mempunyai
mekanisme kerja terhadap penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi
enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada melanosit

sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen sehingga dapat terjadi


depigmentasi (Nnoruka, 2006).

2.8 Krim
Krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat, terdapat dua tipe yaitu air
dalam minyak dan minyak dalam air. Krim pada dasarnya salep yang telah mengalami
pengurangan kadar minyak dengan penambahan air yang akhirnya berfungsi sebagai
emulsi (Mahalingam et al., 2008).
Krim hidrofilik mengandung sejumlah besar air dalam fase eksternalnya, atau yang
disebut dengan minyak dalam air, contohnya vanishing krim. Vanishing krim
mengandung air dalam presentase besar dan asam stearat, sehingga saat digunakan air
akan menguap meninggalkan sisa berupa selaput stearat. Krim hidrofobik mengandung
sejumlah besar minyak dalam fase eksternalnya, atau yang disebut dengan air dalam
minyak, contohnya adalah cold krim. Cold krim adalah emulsi air dalam minyak
setengah padat, dibuat dengan lilin etil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat
dan air murni. Cold krim digunakan sebagai emolien dan bahan dasar salep
(Mahalingam et al., 2008).
Pemilihan bahan dasar yang sesuai untuk formula salep atau krim tergantung
kepada tipe aktivitas yang diinginkan apakah penyerapannya topikal atau perkutan,
kompatibilitas dengan komponen lain, stabilitas fisikokimia dan mikroba dari produk,
kemudahan pembuatan, penyebaran formula, lama kontak, reaksi hipersensitivitas dan
kemudahan penghapusan (Mahalingam et al., 2008).

Berdasarkan penelitian Hastiningsih (2014), didapatkan konsentrasi optimal krim


ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) dalam menghambat
peningkatan jumlah melanin adalah sebesar 4%. Hasil tersebut didapatkan dari
penelitian yang dilakukan pada 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan yang dipapar
UVB setiap 2 hari sekali dengan dosis 65 mJ/cm2 selama 2 minggu (total UVB 390
mJ/cm) disertai pengolesan krim ekstrak kulit batang pohon nangka setiap hari dengan
konsentrasi 0,5% , 1%, 2% dan 4%. Setelah 2 minggu, dilakukan biopsi kemudian
dilakukan pemeriksaan histokimia dengan pewarnaan Mason Fontana dan didapatkan
bahwa krim ekstrak kulit batang pohon nangka dengan konsentrasi 4% mempunyai efek
dalam mencegah peningkatan jumlah melanin paling baik.
Penambahan zat antioksidan ke dalam krim semakin banyak digunakan.
Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim minyak
dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena lebih stabil, mudah menyerap dan
mudah dihapus (Dreher dan Maibach, 2001). Selain itu pemberian antioksidan dalam
krim dapat meningkatkan kelembaban kulit serta menurunkan trans-epidermal water
loss (TEWL) (Khan et al., 2010).

2.9 Marmut (Cavia porcelus)


Hewan kecil ini sering digunakan sebagai hewan percobaan karena mudah didapat,
tidak mahal, mudah penangannya dan cepat berkembang biak. Syarat hewan yang

digunakan untuk penelitian farmakologi harus jelas fisiologinya, bebas penyakit,


didapat dari Breeding Centre yang baik (Fatchiyah, 2013).
Etika pada hewan percobaan harus diperhatikan, sesuai hasil lokakarya
Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran (1986). Salah satu butir dalam etika
tersebut adalah bila percobaan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri
atau penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang
memadai dan dibawah anstesi sesuai dengan praktek kedokteran hewan yang lazim.
Pada butir yang lain dijelaskan bahwa pada akhir percobaan, hewan yang akan
menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak
dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak (Fatchiyah, 2013).
Marmut merupakan hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis
terhadap manusia, oleh karena itu marmut banyak digunakan pada penelitian. Warna
kulit marmut beragam karena marmut memiliki melanin baik dari jenis eumelanin,
pheomelanin dan juga ada juga yang albino. Karakter marmut lebih penakut daripada
mencit dan kelinci. Marmut jarang menggigit, marmut memiliki proporsi berat badan
dan kaki yang tidak sebanding, sehingga umumnya tidak dapat melompat atau
memanjat, oleh karena itu pemeliharaannya secara berkelompok lebih mudah karena
ketidakmampuannya untuk melarikan diri. Berat lahir marmut adalah 75-100 gram,
berat marmut dewasa betina 450 gram, sedangkan marmut dewasa jantan 500 gram
(Suryanto, 2012).
Klasifikasi Marmut adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum

: Chordata

Class

: Mammalia

Order

: Rodentia

Suborder : Hystricomorpha
Family

: Caviidae

Subfamily : Caviidae
Genus

: Cavia

Species

: Cavia porcellus

Gambar 2.15.. Marmut (Cavia Porcelus)

BAB III
KERANGKA BERPIKIR , KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penuaan merupakan proses fisiologis yang memang akan diilalui oleh semua
orang, tetapi efek yang timbul oleh karena penuaan itu yang perlu diobati bahkan
dicegah. Faktor-faktor pemicu penuaan adalah faktor eksternal seperti sinar matahari,
polusi udara, asap rokok, dan obat, sedangkan faktor internal seperti faktor genetik, ras,
hormonal, ROS dan radikal bebas. Kelainan yang timbul karena radiasi ultraviolet
disebut photoaging. ROS dapat memicu terjadinya melanogenesis sehingga kulit
menjadi kehitaman/melasma yang dapat menimbulkan gangguan psikososial.
Paparan sinar ultraviolet dapat mengakibatkan terjadinya ROS yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas serta menstimulasi proses melanogenesis sehingga terjadi
peningkatan jumlah melanin.
Hidrokuinon merupakan gold strandar untuk terapi melasma. Mekanisme kerja
hidrokuinon dengan cara menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit lan
gsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sintesis enzim melanogenesis
(Bruce, 2013), sehingga dapat mencegah terjadinya peningkatan jumlah melanin akibat
paparan sinar UVB.
Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) mengandung senyawa f

enol, antioksidan, vitamin C, tannin, steroid dan juga linoleic acid ethyl ester yang me
mpunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi tirosinase,sehngga proses

melanogenesis dihambat, yang berimbas pada pencegahan peningkatan jumlah melanin


serta melindungi kulit dari radikal bebas.
Oleh karena itu ekstrak kulit batang pohon nangka dipilih untuk dapat dibuktikan
dalam penelitian ini

3.2 Konsep Penelitian

FAKTOR INTRINSIK

Krim Ekstrak Kulit Batang


Pohon Nangka 4%
(Artrocarpus Heterophillus)

- Genetik
- Hormonal
- Imun
- Sisytem saraf pusat
- Kehamilan
- Obat sistemik
- Stres psikis
- Ras

FAKTOR EKSTRINSIK
- Sinar Ultraviolet
- Kosmetik
- Obat-obat topikal
- Obat hormon
- Kontrasepsi
- Idiopatik
-Peradangan/inflamasi

Marmut terpapar sinar UVB


Jumlah Melanin epidermis
Keterangan :
Diperiksa
Tidak diperksa

3.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir dan kajian pustaka dibuat hipotesis penelitian,
sebagai berikut :
1.

Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% mencegah peningkatan jumlah


melanin pada kulit marmut yang dipapar oleh sinar UVB.

2.

Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% mempunyai efektivitas yang sama
dengan krim hidrokunon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada
kulit marmut yang dipapar sinar UVB

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan post test
only control group design (Marczy et al., 2005).

R
PP

P0
P1

O1
O2

P2

O3

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian


Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
R: Random
P0: Perlakuan kontrol (subyek dioleskan bahan dasar krim dan dipapar sinar UVB
selanjutnya disebut Kelompok Kontrol/ Kontrol Negatif).
P1 : Perlakuan 1 (subyek dioleskan krim Hidroquinon 4%.dan dipapar sinar UVB
selanjutnya disebut Kelompok 1/ Kontrol Positif).

P2 : Perlakuan 2 (subyek dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka


(Arthocarpus Heterophillus) 4% dan dipapar sinar UVB selanjutnya disebut
Kelompok 2/ Kelompok Perlakuan)
O1 : Observasi jumlah melanin pada lapisan epidermis kelompok kontrol (Kontrol
Negatif)
O2 : Observasi jumlah melanin pada lapisan epidermis kelompok 1 (Kontrol Positif)
O3: Observasi jumlah melanin pada lapisan pada kelompok 2 (Kelompok Perlakuan)
Penelitian ini dilakukan secara invivo, menggunakan hewan coba marmut (Cavia
Porcelus) sebanyak 30 ekor berumur 3 bulan, jenis kelamin jantan dan berat badan
antara 300-350 g, dikelompokan menjadi 3 kelompok secara random dan masingmasing kelompok terdiri dari 10 ekor marmut. Tiga kelompok tersebut adalah
Kelompok Kontrol (Kontrol Negatif) yaitu kelompok yang diberikan bahan dasar krim
(tanpa krim hidrokuinon dan krim ekstrak kulit batang pohon nangka); Kelompok 1
(Kontrol Positif) adalah kelompok yang diberikan krim hidrokuinon 4%; Kelompok 2
(Kelompok Perlakuan) adalah kelompok yang diberikan krim ekstrak kulit batang
pohon nangka 4%. Semua kelompok diberikan krim dan juga dipapar oleh sinar UVB.

4.2 Parameter yang diamati


Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah melanin pada kulit
marmut (Cavia Porcelus), apabila terjadi penurunan jumlah melanin berarti terdapat
tanda adanya efek perlindungan dari krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap
peningkatan jumlah melanin yang disebabkan oleh paparan sinar UVB.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana. Sedangkan pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka
dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UNUD dan

pembuatan krim ekstrak kulit batang pohon nangka konsentrasi 4% dilakukan di PT.
Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung serta pemeriksaan
histologi dan pengecatan Masson-Fontana jaringan kulit dilakukan di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan selama 4
bulan, dimulai Oktober 2014 sampai Januari 2015.

4.4 Populasi dan Sampel


4.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah :
a. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh marmut (Cavia Porcelus)
yang menerima perlakuan dan dipelihara di kandang hewan Unit Animal
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta
sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan dalam penelitian.
b. Populasi terjangkau meliputi marmut jantan yang berumur 3 bulan dengan
berat badan 300-350 g
4.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah marmut jantan berumur 3 bulan, yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria drop out sebagai berikut :
4.4.2.1 Kriteria inklusi :
a.

Marmut (Cavia Porcelus) lokal, jantan dan sehat.

b.

Umur 3 bulan, karena memiliki persamaan dengan kulit manusia dewasa muda,
serta belum mengalami proses penuaan intrinsik (Bartke, 2005). Warna kulit
marmut beragam karena marmut memiliki melanin baik dari jenis eumelanin,
pheomelanin dan juga ada juga yang albino (Suryanto, 2012). Berat badan 300350 g.

4.4.2.2 Kriteria drop Out : apabila marmut mati pada saat penelitian.

4.5 Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel


Dengan menggunakan rumus dari Federer (Federer, 2011), maka besarnya sampel
dapat dihitung sebagai berikut :
(n-1) (t-1) 15
(n-1) (3-1) = 15
(n-1) (2) = 15
n - 1 = 7,5
n = 8,5 9
Keterangan :
n : Banyaknya taraf perlakuan
t : Banyaknya perlakuan
Dalam perlakuan ini t = 3, sehingga (n-1) (3-1) 15 dengan memakai rumus tersebut
akhirnya diperoleh jumlah n = 9, untuk mengantisipasi adanya kematian pada kelompok
marmut maka masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor marmut.

4.6 Variabel Penelitian


4.6.1 Klasifikasi Variabel

a. Variabel prakondisi: dalam penelitian ini yang menjadi variabel prakondisi


adalah sinar UV-B
b. Variabel bebas: dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah krim
ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim hidrokuinon 4% yang diberikan
secara topikal.
c. Variabel tergantung: variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek yang
ditimbulkan akibat pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan
krim hidrokuinon 4% berupa jumlah melanin pada epidermis.
d. Variabel kendali: Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel tergantung
di luar variabel bebas akan dikendalikan. Faktor yang dikendalikan tersebut
adalah strain marmut, umur, berat badan, jenis kelamin dan pakan marmut.

4.6.2 Hubungan antar variabel


Untuk lebih memudahkan dalam memahami hubungan antar variabel penelitian,
dibuat skema hubungan antar variabel seperti disajikan pada Gambar 4.2.

Variabel Prakondisi

Variabel Bebas

Variabel Tergantung

Sinar UVB

Krim ekstrak kulit


batang
pohon
nangka 4%

Jumlah melanin pada


epidermis

Krim hidrokuinon 4%

Variabel Kendali
Strain marmut, umur,
berat badan, jenis
kelamin,
pakan
marmut

Gambar 4.2 Skema hubungan antar variabel penelitian

4.6.3 Definisi Operasional Variabel


1. Kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophyllus) berasal dari desa Sibang,
Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali
2. Ekstrak kulit batang pohon nangka adalah ekstrak kulit batang pohon nangka yang dibuat
dengan menggunakan pelarut etanol, kemudian dimaserasi

dengan

magnetic

stirer

sampai ampas sampel tidak berwarna dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu
40C sampai diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol) dikerjakan di Laboratorium
Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

3. Bahan dasar krim adalah bahan untuk pembuatan krim yang tidak mengandung bahan aktif
seperti ekstrak kulit batang pohon nangka dan hidrokuinon, dibuat di PT. Kaizen

Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung


4. Krim eksrak kulit batang pohon nangka adalah ekstrak etanol kulit batang pohon
nangka dibuat sediaan topikal dalam bentuk krim dengan konsentrasi 4%, dibuat di
PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung
5. Krim hidrokuinon dengan konsentrasi 4% denngan nama dagang Equinon diberikan
sebagai bahan pembanding diproduksi oleh PT. Pharmacore Laboratories, BekasiIndonesia.
6. Sinar UVB adalah sinar UVB yang diberikan pada marmut dari sumber UVB berupa
Lampu Flourescent PL-S 9 W/01/2P Medical dengan gel-nb-uvb-311 nm merk
Philips yang diberikan sebanyak 3 kali seminggu (Senin-Rabu-Jumat) dengan dosis
65 mJ/cm selama 130 detik setiap sesi, sehingga total UVB yang diterima selama 2

minggu adalah 390 mJ/cm. Dengan menggunakan UV meter untuk mendapatkan


daya sinar UVB sebesar 65 mJ/cm.
7. Biopsi jaringan kulit adalah jaringan yang diambil dengan cara eksisi dari kulit
punggung marmut yang telah dipapar dengan sinar UVB. Jaringan kulit marmut
disimpan dalam botol dan direndam dengan menggunakan buffer formalin 40%.
Jaringan kulit dipotong melintang untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan
epidermis.
8. Jumlah melanin adalah persentase pixel area melanin dengan granul-granul berwarna
hitam dengan pewarnaan Masson Fontana dibandingkan dengan pixel area epidermis
yang tampak pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%).
Penilaian dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil dengan
kamera Optilab Pro dan mikroskop Olympus CX41 dengan pembesaran objektif 400
kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali dari sisi kiri, tengah dan sisi
kanan sediaan (McMullen et al., 2010; Carriel et al., 2011; Miot et al., 2012).
Jumlah melanin =

pixel melanin

100%

pixel epidermis
9. Marmut adalah famili Caviidae yang digunakan untuk penelitian, diperoleh dari
Laboratory Animal Unit Bagian Farnakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
10.Umur tikus adalah waktu dihitung dari marmut percobaan lahir dan dinyatakan
dalam satuan bulan.
11.Berat badan marmut dalam satuan gram (g) yang ditimbang menggunakan alat
timbang merk Tanita

12.Pakan marmut adalah sesuai formula standar berupa konsentrat yang mengandung
protein 17-20%, lemak 3-4%, karbohidrat 35-40%.

4.7 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan


Alat, bahan, dan hewan percobaa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
4.7.1Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kandang marmut
2. Tempat minum
3. Lampu ultra violet B merk Philips
4. Alat cukur merk Goal
5. Timbangan digital merk Tanita
6. Peralatan bedah seperti gunting anatomis untuk bedah, scalpel
7. Peralatan untuk membuat sediaan histologi seperti mikrotom, gelas obyek dan
gelas penutup
8. Mikroskop merk Olympus
9. Kamera merk Sony
10. Penggaris merk Star

4.7.2 Bahan Penelitian


1. Marmut jantan, strain lokal, berumur 3 bulan dengan berat badan 300-350 gram
2. Reagen Masson-Fotana

3. Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4%


4. Krim Hidrokuinon 4%
5. Bahan dasar krim (tidak mengandung zat aktif hidrokuinon 4% atau ekstrak
kulit batang pohon nangka 4%)

4.7.3 Hewan Percobaan


Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah marmut jantan,
berumur 3 bulan dengan berat badan 300-350 gram dengan makanan ternak HI-GRO
medicated 552 dengan komposisi terdiri dari protein 17-20%, lemak 3-4%, karbohidrat
35-40%, ditambah kangkung/ rumput segar untuk minum digunakan air matang secara
ad libitum. Air minum dimasukkan ke dalam botol yang digantung pada dinding
kandang (Smith et al., 1988)
Hewan yang digunakan sesuai dengan persyaratan penelitian eksperimental.
Persyaratannya adalah marmut ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu
berukuran 100 cm x 40 cm x 40 cm. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah rusak,
tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tapi hewan harus tampak jelas dari luar.
Kandang ditempatkan dalam ruangan berventilasi dan udara alami.

4.8 Prosedur Penelitian


4.8.1 Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)
4.8.1.1 Preparasi simplisia

1. Kulit batang pohon nangka berasal dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung, Bali dikuliti kulit batang pohon nangka sebanyak 3 kg,
diambil bagian tengah pohon (1,5-2 meter dari tanah) dengan kedalaman 2 cm.
2. Dibersihkan dari kotoran/jamur. Kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan.
3. Setelah itu ditumbuk hingga halus menjadi serbuk, didapatkan 400 gram serbuk
kulit batang pohon nangka.
4. Kulit batang pohon nangka diekstrak dengan etanol 96 % dan didapatkan hasil
ekstraksi sebanyak 26 gram ekstrak kulit batang pohon nangka

4.8.1.2 Pembuatan Ekstraksi


a.

Serbuk kulit pohon nangka ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian


diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% (1:10) dan dimaserasi
dengan magnetic stirer sampai ampas sampel tidak berwarna.

b.

Setelah 24 jam, rendemen disaring dengan menggunakan corong gelas yang


dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh filtrat dan residu.

c.

Residu dipisahkan dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu 40C sampai
diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol).

d.

Rendemen dihitung berdasarkan berat ekstrak dibandingkan dengan berat


sampel yang diekstrak dikalikan 100% (Harborne, 1987).

4.8.2 Pembuatan Krim

Pembuatan krim dilakukan di PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi
Abadi I No. 62, Bandung.
Komposisi Krim : Sepigel 30 3 %; Lanol 2%; Dimethicone 2%; Phenoxyethanol 0,5%;
Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 4%.
Cara pembuatan:
a. Campurrkan Sepigel dalam air selama 5 menit
b. Tambahkan Lanol, Dimethicone dan Ekstrak kulit batang pohon nangka kemudian
campurkan
c. Terakhir tambahkan Phenoxyethanol dan campurkan.

4.8.3 Perlakuan Hewan Coba

Sebanyak 30 ekor marmut diadaptasi selama 1 minggu

Kemudian secara random marmut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: kelompok


kontrol (kontrol negatif), kelompok 1 (kontrol positif), kelompok 2 (kelompok
perlakuan), masing-masing kelompok terdiri dari 10 marmut.

Marmut dari semua kelompok dicukur bulu punggungnya, kemudian dioleskan


bahan dasar krim pada kelompok kontrol, krim hidrokuinon 4% pada kelompok 1,
krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% pada kelompok 2, masing-masing krim
dioleskan sebanyak 0,2 mg/cm2 luas permukaan kulit marmut.

Paparan kronis UVB diberikan terhadap kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok


2. Paparan dilakukan sebanyak 3 kali seminggu (Senin, Rabu dan Jumat) dengan
65 mJ/cm2 setiap kali paparan, sehingga total sinar UVB yang diterima oleh
masing-masing marmut tersebut adalah 390 mJ/cm2 selama 2 minggu.

Bahan dasar krim, krim hidrokuinon 4%, krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4% diaplikasikan 2 kali sehari, yaitu 20 menit sebelum dipapar (untuk memberikan
waktu absorpsi bahan topikal masuk ke dalam kulit) dan 4 jam setelah penyinaran
(terbentuknya ROS dimulai 4 jam setelah paparan). Aplikasi bahan topikal tetap
dilakukan pada hari tanpa penyinaran.

48 jam setelah penyinaran terakhir, untuk menyingkirkan pengaruh penyinaran


akut, semua marmut dari ketiga kelompok diistirahatkan selama 48 jam setelah
penyinaran terakhir. Setelah itu dilakukan euthanasia kemudian diambil jaringan
kulit punggungnya, dimasukan dalam larutan formalin 40%. Jaringan kulit marmut
dibuat sediaan histologis untuk pemeriksaan jumlah melanin.

Pembuatan sediaan histologi


1. Tahap fiksasi
Jaringan kulit marmut direndam dalam larutan formalin buffer

fosfat 10%

selama 1 hari. Kemudian dilakukan trimming bagian jaringan yang akan


diambil.
2. Tahap dehidrasi
Jaringan kulit marmut diredam dalam alkohol bertingkat berturut turut 30%,
40%, 50%, 70%, 80%, 90%, 96% masing-masing 3 kali selama 25 menit.
3. Tahap clearing
Jaringan dimasukkan ke dalam clearing agent (alcohol:xylene 1:1) selama 30
menit dan dicelupkan ke dalam xylene murni sampai transparan.
4. Tahap embedding

Setelah dilakukan infiltrasi sebanyak 4 kali dengan paraffin murni, kemudian


jaringan ditanam ke dalam paraffin cair, dibiarkan membentuk blok ( 1 hari)
agar mudah diiris dengan mikrotom
5. Tahap pemotongan
Proses pemotongan jaringan dengan menggunakan microtome Leica 820, tebal 5
secara serial, diambil irisan ke5, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan
penempelan pada gelas obyek yang sudah diolesi pelekat dan terakhir dilakukan
pengecatan dengan Masson-Fontana

Pewarnaan dengan Masson-Fontana


1. Jaringan yang masih mengandung paraffin, dilakukan deparafinisasi (slide
direndam dalam xylene sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit)
2. Dilakukan rehidrasi (slide direndam dalam etanol 100%, 95%, 70%, dH2O
masing-masing selama 2 menit)
3. Selanjutnya slide direndam dengan larutan Silver Nitrate Fontana selama 2 jam
dan diinkubasi pada suhu 56C di dalam oven.
4. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O sebanyak 3 kali, lalu ditetesi larutan
Gold Chloride 1% dan didiamkan selama 5 menit
5. Slide dicuci dengan menggunakan dH2O kemudian ditetesi larutan Sodium
thiosulfate 5% dan didiamkan selama 1 menit.
6. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O dan dicat menggunakan Nuclear
Fast Red selama 5 menit.

7. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O sebanyak 2 kali dan dilakukan


dehidrasi menggunakan etanol 70%, 95% dan 100% selama masing-masing 20
detik.
8. Kemudian clearing menggunakan xylene sebanyak 2 kali masing-masing 2
menit dan mounting pada medium yang berbasis xylene.
9. Hasil pengecatan adalah granule melanin berwarna hitam dengan inti sel
berwarna merah muda dan sitoplasma berwarna merah muda pucat (pink-pale).

Pengamatan Hasil
Jumlah melanin dihitung dengan metode analisis digital, setiap sediaan preparat
difoto dengan menggunakan kamera Optilab Pro (Micronos, Indonesia) dan
mikroskop Olympus CX41 (Olympus, Japan) dengan pembesaran 400 kali,
masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali disimpan dalam format JPEG. Hasil
foto diedit menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS3 versi 10.01 (Adobe
Inc., San Jose, U.S.A) untuk memilih jaringan epidermis menggunakan tool
Polygonal Lasso yaitu sisi kiri, tengah dan sisi kanan sediaan. Lapangan pandang
yang diambil yaitu lapangan pandang yang paling banyak melanin yang ditandai
dengan daerah berwarna hitam

Prosedur penghitungan jumlah melanin epidermis


Dengan menggunakan piranti lunak ImageJ version 1,47t (National
University, Betesdha, MD) menggunakan channel red pada RGB stack dengan
mengatur threshold sampai mendekati maksimal. Luas epidermis diperlukan untuk
menormalisasi jumlah melanin. Perhitungan jumlah melanin dalam satuan pixel
dilakukan dengan piranti lunak ImageJ version 1,47t menggunakan channel red

dengan mengatur threshold. Jumlah melanin yang ternormalisasi dihitung


berdasarkan rumus berikut per lapangan pandang (McMullen et al., 2010; Carriel
et al., 2011; Miot et al., 2012).

Jumlah melanin =

pixel melanin

x 100%

pixel epidermis
4.8.4 Alur Penelitian
Marmut jantan, umur 3 bulan, berat
300-350 g, 30 ekor
Adaptasi selama 1 minggu

KELOMPOK KONTROL
(Kontrol Negatif)
Diberikan bahan dasar krim
setiap hari, 20 menit sebelum
paparan UVB, selama 2
minggu
10 ekor

KELOMPOK I

KELOMPOK 2

(Kontrol Positif)
Diberikan krim hidrokuinon
4% setiap hari, 20 menit
sebelum
paparan
UVB
selama 2 minggu
10 ekor

(Kelompok Perlakuan)
Diberikan krim ekstrak kulit
batang pohon nangka 4%
setiap hari, 20 menit sebelum
dan 4 jam setelah paparan
UVB selama 2 minggu
10 ekor

PAPARAN UVB 3 X SEMINGGU, SEBESAR 65 mJ/cm (PER PAPARAN),


SELAMA 2 MINGGU (390 mJ/cm)

Diberikan bahan dasar krim


setiap hari, 4 jam setelah
paparan UVB, selama 2
minggu

Diberikan bahan dasar krim


setiap hari, 4 jam setelah
paparan UVB, selama 2
minggu

Diberikan bahan dasar krim


setiap hari, 4 jam setelah
paparan UVB, selama 2
minggu

SETELAH 2 MINGGU, ISTIRAHAT 48 JAM DARI PAPARAN TERAKHIR ,


untuk menghindarkan efek akut paparan UVB

SEMUA MARMUT DIEUTHANASIA (30 EKOR), kemudian DIBIOPSI

HISTOPATOLOGI JARINGAN

JUMLAH MELANIN

ANALISIS DATA

4.9 Analisis Data


Data yang telah terkumpul diproses dengan SPSS 17.0 for windows, dan
dianalisis dengan langkah-langkah :
1. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis)
untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan
dengan program SPSS.
2. Analisis Normalitas dan Homogenitas
a.

Uji Normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, oleh karena data numerik
dan jumlah data per kelompok kurang dari 30 dengan tingkat kemaknaan =
0,05.Data terdistribusi normal dengan p>0,05.

b.

Uji

Homogenitas, dilakukan dengan menggunakan Levenes test. Data

dinyatakan homogen dengan p>0,05.


3.

Analisis komparasi
Uji One way Anova, karena data berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya

untuk mengetahui besarnya perbedaan pada masing-masing kelompok dilakukan uji


Least Signifficant Difference (LSD)/Post Hoc.

BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,


menggunakan 30 ekor marmut (Cavia porcellus) jantan berusia 3 bulan yang sehat
dengan berat badan 300-350 gram sebagai sampel.. Kelompok kontrol dan perlakuan
ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol yang dipapar sinar UVB
dan bahan dasar krim (kelompok kontrol negatif), kelompok 1 yang dipapar sinar UVB
dan krim Hidrokuinon 4% (kelompok kontrol positif), kelompok 2 yang dipapar sinar
UVB dan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% (kelompok perlakuan).
Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji
komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.1 Pemberian Perlakuan


Kelompok penelitian terbagi 3 yaitu kelompok kontrol/kontrol negatif,
kelompok 1/kontrol positif

dan kelompok 2/perlakuan. Ketiga kelompok ini

mendapatkan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu selama 2 minggu dengan
dosis 65 mJ/cm per paparan, sehingga total UVB yang diterima oleh marmut dalam 2
minggu sebesar 390 mJ/cm. Kelompok Kontrol diberikan bahan dasar krim 20 menit
sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB. Kelompok 1, diberikan krim

hidrokuinon 4%, 20 menit sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB.
Kelompok 2, diberikan ekstrak kulit batang pohon nangka 4%, 20 menit sebelum
paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB.

Kelompok Kontrol

Kelompok 1

Kelompok 2
Gambar 5.1 Warna kulit marmut setelah dipapar UVB selama 2 minggu.
A. Kelompok kontrol, yang dipapar UVB dan dioleskan bahan dasar krim, tampak kulit
marmut berwarna coklat kehitaman/ hiperpigmentasi.
B. Kelompok 1, yang dipapar UVB dan dioleskan krim hidrokuinon 4%, tampak kulit
marmut berwarna putih.
C. Kelompok 2, yang dipapar UVB dan dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4%, tampak kulit marmut berwarna agak putih dengan semburat warna hitam samar.

2 (dua) minngu kemudian setelah paparan UVB terakhir, selama empat puluh

delapan (48) jam marmut diistirahatkan dengan maksud untuk menghindarkan efek
akut paparan UVB, marmut dieuthanasia dengan menggunakan ketamin dosis berlebih
(75 mg/kg BB) secara intraperitoneal. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya
dibersihkan dari bulu, kulit digunting dengan ketebalan 3 mm sampai subkutan
sepanjang 1,5 cm. Prosedur selanjutnya yaitu pembuatan sediaan histologist dan
menghitung jumlah melain epidermis. Pewarnaan sediaan dilakukan dengan
menggunakan Masson-Fontana yang memberikan warna coklat/hitam.
5.2 Gambaran Histologis

Gambar 5.2 Gambaran melanin jaringan epidermis marmut dengan


pewarnaan Masson Fontana (pembesaran 400 kali)
Keterangan :
A. Kelompok Kontrol(kontrol negatif), diberikan UVB dan bahan dasar krim, tampak
melanin yang berwarna coklat/hitam yang padat pada jaringan epidermis marmut.
Tanda panah putih menunjukkan kepadatan melanin
B. Kelompok (kontrol positif), diberikan UVB dan krim hidrokuinon 4%, tampak
kepadatan melanin berwarna merah muda agak gelap dengan jumlah sangat
berkurang di jaringan epidermis. Tanda panah hitam menunjukkan kepadatan melanin
yang sangat berkurang.
C. Kelompok 2/perlakuan , diberikan UVB dan krim ekstrak kulit batang kulit pohon
nangka 4% tampak kepadatan melanin berwarna merah muda gelap berkurang di
jaringan epidermis. Tanda panah hitam menunjukkan kepadatan melanin yang
berkurang.

5. 3 Analisis Statistik

5.3.1

Analisis Deskriptif
Hasil uji deskriptif rerata jumlah melanin pada masing-masing kelompok

disajikan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1
Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin Antar Kelompok

Std
Melanin

Mean (%)
Deviation

Sinar UVB dan


10

54.3330

4.51631

10

3,0120

.89451

10

4.2308

1.81501

30

20.5253

24.47538

Bahan dasar krim


Krim Hidrokuinon 4%
Krim Ekstrak Kulit
Batang Pohon
Nangka 4%
Total

5.3.2

Uji Normalitas Data

Data jumlah melanin diuji normalitasnya dengan menggunakan uji ShapiroWilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel
5.2
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Melanin

Kelompok Subjek

Ket.
0,963

Melanin kelompokkontrol
Melanin kelompok 1
Melanin kelompok 2

10
10
10

0,219
0,553

Normal
Normal
Normal

5.3.3 Uji Homogenitas Data


Data Jumlah melanin diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levenes
test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan

Variabel

Keterangan
0

Melanin

2,52

,
0

Homogen

5
3

5.3.4 Jumlah Melanin

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan jumlah melanin antar kelompok


sesudah diberikan perlakuan berupa paparan sinar UVB dan krim ekstrak kulit batang
pohon nangka. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada
Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar UVB
dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka

Kelompok Subjek

Jumlah
Melanin
(%)

SB

1050,00

0,001

4,
54,33

52

Kelompok Kontrol

10

Kelompok 1

10

3,01

0,

Kelompok 2

10

4,23

89
1,

82

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah melanin kelompok


kontrol adalah 54,334,52, rerata jumlah melanin kelompok perlakuan 1 adalah
3,010,89, rerata kelompok 2/ perlakuan

adalah 4,231,82. Analisis kemaknaan

dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001.
Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada ketiga kelompok sesudah diberikan
perlakuan berbeda secara bermkna (p<0,05).

Melanin
60.00

54.33

Sinar UVB

Jumlah

50.00

Krim hidroquinon 4%

40.00
krim ekstrak kulit batang pohon
nangka 4%

30.00
20.00
10.00

3.01

4.23

0.00

Gambar 5.3 Perbandingan Jumlah Melanin antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok
Perlakuan

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu


dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji disajikan di
bawah ini.

Tabel 5.5
Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Kelompok

Beda
Rerata

Interpretasi

Berbeda

Kontrol dan Kelompok 1

51,32

0,001

Kontrol dan Kelompok 2


Berbeda
50,10

0,001

Kelompok 1 dan Kelompok


Tidak
2

1,22

0,349
Berbeda

Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:


1. Jumlah melanin kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok 1 (jumlah
kelompok 1 lebih rendah daripada jumlah kelompok kontrol).
2. Jumlah melanin kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok 2 (jumlah
kelompok 2 lebih rendah daripada jumlah kelompok kontrol).

3. Jumlah melanin kelompok 1 tidak berbeda bermakna dengan kelompok perlakuan 2


(jumlah kelompok 2 sedikit lebih tinggi daripada jumlah kelompok 1).

BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian


Untuk menguji pemberian krim ekstrak kulit batang pohonn nangka
(Artocarpus Heterophllus) dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit
marmut yang terpapar sinar UVB, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan
Post Test Only Control Group Design, menggunakan 30 ekor marmut (Cavia porcellus)
jantan berusia 3 bulan yang sehat dengan berat badan 300-350 gram sebagai sampel.
Alasan menggunakan marmut pada penelitian ini adalah karena marmut
mudah didapat, tidak mahal, mudah penanganannya dan memiliki banyak persamaan
secara biologis dengan manusia, serta warna kulit marmut beragam karena marmut
memiliki beberapa macam melanin baik dari jenis eumelanin, pheomelanin dan juga
ada yang albino. Marmut jarang menggigit, pemeliharaannya secara berkelompok,
lebih mudah dan tidak mempunyai kemampuan untuk melarikan diri karena proporsi
berat badan dan kaki yang tidak sebanding, sehingga marmut umumnya tidak dapat
melompat atau memanjat.
Penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol
merupakan kontrol negatif, marmut dipapar sinar UVB dan dioleskan bahan dasar
krim, kelompok 1 merupakan kontrol positif, marmut dipapar sinar UVB dan dioleskan

krim Hidroquinon 4%, kelompok 2 merupakan kelompok perlakuan, marmut dipapar


sinar UVB dan dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
6.2 Analisis Deskriptif
Pada tabel 5.1 analisis deskriptif mengenai rerata jumlah melanin antar
kelompok terlihat bahwa pada kelompok kontrol yang dioleskan bahan dasar krim dan
dipapar UVB tampak jumlah melanin lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 1
(dioleskan krim hdrokuinon 4% dan dipapar UVB) dan kelompok 2 (dioleskan krim
ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan dipapar UVB) yaitu sebesar 54.3330
4.51631 %, sedangkan rerata jumlah melanin kelompok 1 lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok 2 yaitu rerata jumlah melanin kelompok 1 sebesar 3,0120.89451
%, dan rerata jumlah melanin kelompok 2 sebesar 4.23081.81501 %. Ini
menunjukkan bahwa kelompok 2 (dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4% dan dipapar UVB) efektif dapat menurunkan jumlah melanin dibandingkan dengan
kelompok kontrol (dioleskan bahan dasar krim dan dipapar UVB) dan tidak ada
perbedaan yang bermakna dengan kelompok 1 (dioleskan krim hidrokuinon 4% dan
dipapar UVB).

6.3 Pengaruh UVB terhadap melanin


Paparan sinar UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen
pada semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD),
katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013), dan juga menghasilkan radikal bebas

seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat terjadinya
reative oxygen species (ROS) (Icihashi et al., 2009).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat
tergantung dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah
melanin di kulit (tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena
Photoaging seperti kerut, hyperpigmentasi (Pandel et al.,2013).
Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi dengan beberapa cara yaitu
meningkatkan kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi
melanogenesis,

meningkatkan

transfer

melanosom

menuju

keratinosit

dan

meningkatkan aktivitas dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010).


Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite
Oxide (NO), Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH), PGE2 yang dapat
merangsang terjadinya proses melanogenesis. Melanogenesis dapat memicu
terbentuknya melanin oleh melanosit (Costin et al., 2007).

6.4 Pengaruh Krim Hidroquinon terhadap melanin

Hidrokuinon

merupakan

gold

standard

untuk

terapi

hiperpigmentasi/melasma (Victor et al., 2004; Baumann dan Alleman, 2009) serta


mempunyai mekanisme kerja dengan cara menghambat enzim tirosinase,
merusak sel

melanosit

langsung, mempercepat

degradasi

melanosom,

menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013). Efek HQ dapat

menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann dan Alleman, 2009),


sehingga dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada lapisan epidermis.

6.5 Pengaruh Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka terhadap melanin
Uji perbandingan antara ketiga kelompok sesudah perlakuan berupa
pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka menggunakan uji One Way Anova
menunjukkan rerata jumlah melanin kelompok kontrol adalah 54,334,52 %, rerata
jumlah melanin kelompok 1 adalah 3,010,89 %, rerata jumlah melanin kelompok 2
adalah 4,231,82 %. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan
bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada
ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan, berbeda secara bermakna (p<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa pada
kelompok 1 dapat mencegah peningkatan jumlah melanin sebesar 94,46% dan
kelompok 2 sebesar 92,21%, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dipapar
UVB dan dioleskan bahan dasar krim.
Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) yang diambil
dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali telah dilakukan
analisis fitokimia oleh Hastiningsih (2014) dan ditemukan kandungan senyawa
antioksidan (987,42 Ppm GAEAC), total fenol (0,49 % b/b GAE), tannin (0,86 % b/b
TAE), Vitamin C (31,94 Mg/100g). Ekstrak ini juga telah dilakukan analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) didapatkan kandungan senyawa

Hexadecanoic acid ethyl ester, Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, Ethyl tridecanoate,


Linoleic acid ethyl ester, Ethyl Oleate, Gamma Sitosterol.

Berdasarkan analisis fitokimia dan GC-MS, ekstrak kulit batang pohon nangka
bersifat antioksidan yang dapat meredam dampak negatif dari oksidan, termasuk enzimenzim dan protein pengikat logam. Efek meredam dari antioksidan dilakukan melalui 2
cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara
berlebihan, dan 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan (Pinnell,
2003). Antioksidan mempunyai kemampuan mengikat radikal bebas. Antioksidan
botani telah terbukti dapat menurunkan kejadian fotokarsinogenesis dan photoaging
yang disebabkan oleh peningkatan ROS (Afaq dan Katiyar, 2011). Hexadecanoic acid
ethyl ester, Ethyl tridecanoate, juga merupakan antioksidan (Hastiningsih, 2014).
Antioksidan mencegah terjadinya ROS yang dapat memicu terjadinya proses
melanogenesis.

Sehingga

dengan

dihambatnya

proses

melanogenesis,

maka

peningkatan jumlah melanin yang dipicu oleh sinar UVB tidak terjadi.
Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV sehingga
gangguan kulit atau kanker kulit tidak terjadi.. Polifenol memiliki efek anti inflamasi,
imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey
et al., 2009), sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Oleh karena itu adanya
polifenol dapat menghambat terjadinya proses melanogenesis, sehingga peningkatan
jumlah melanin tidak terjadi.
Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai
anti tirosinase (Feng et al., 2014). Oleh karena dihambatnya proses biosintesis melanin
sehingga peningkatan produksi melanin tidak terjadi setelah paparan sinar UVB.

Vitamin C

disebut sebagai antioksidan karena mendonorkan electronnya.

Ketika vitamin C mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas
(semidehidro asam askorbat atau radikal askorbil). Dibandingkan dengan radikal bebas
yang lain, radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Menurunnya reaktivitas radikal
bebas menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging
atau squenching (mengikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas
pengikat yang baik (Padayatty et al., 2003). Berkat efek vitamin C, maka ROS tidak
terjadi dan proses melanogenesis dapat dihambat, sehingga peningkatan jumlah melanin
tidak terjadi.
Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, Gamma Sitosterol merupakan golongan
steroid. Mekanisme terjadinya penurunan jumlah melanin oleh steroid dengan cara
mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada
melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi
depigmentasi (Nnoruka, 2006).
Linoleic acid ethyl ester, mempunyai efek degradasi tirosinase, sehingga
dengan dirusaknya enzim tirosinase, maka biosintesis melanin terhambat dan
peningkatan jumlah melanin akibat paparan UVB pun menjadi terhambat.
Penambahan zat antioksidan ke dalam krim semakin banyak digunakan.
Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim minyak
dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena lebih stabil, mudah menyerap
dan mudah dihapus (Dreherdan dan Maibach, 2001). Selain itu, pemberian antioksidan
dalam krim dapat meningkatkan kelembaban kulit serta menurunkan trans-epidermal
water loss (TEWL) (Khan et al., 2010).

Ekstrak kulit batang pohon nangka pada penelitian ini memang tidak
menemukan kandungan norartocarepetin dan artocarpesin karena kurangnya sarana
dan prasarana. Norartocarepetin dan Artocarpesin berdasarkan penelitian sebelumnya
merupakan flavonoid yang mempunyai efek sebagai competitive enzyme tyrosinase
inhibitory, tapi pada penelitian ini telah terbukti bahwa ekstrak kulit batang pohon
nangka dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar
sinar UVB. Hal ini dikarenakan ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung
beberapa senyawa yang mempunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi
tirosinase, sehingga terjadi efek potensiasi dalam mencegah peningkatan jumlah
melanin.

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka
4% didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus)
mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar
oleh sinar UVB.

2. Krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4%


memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4% dalam mencegah
peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut (Cavia porcellus) yang dipapar
sinar UVB.
. 7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek terapi hiperpigmentasi, efek


peningkatan jumlah kolagen dan efek samping krim ekstrak kulit batang pohon
nangka pada hewan coba
2. Melakukan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry ekstrak kulit
batang pohon nangka.secara kualitatif dan kuantitatif untuk membuktikan
adanya zat aktif (Norartocarpetin dan Artocarpesin).

3.

Melakukan pemeriksaan tyrosinase inhibitor dengan menggunakan teknologi


ELISA untuk mengetahui mekanisme kerja ekstrak kulit batang pohon nangka

4. Melakukan uji klinis untuk melihat adanya eritema pada kulit manusia setelah
pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka sebelum dipasarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adhami, V. M., Afaq, F., Ahmad, N. 2003.Suppression of Ultraviolet B Exposuremediated Activation of NF-kappaB in Normal Human Keratinocyte by
Resveratol.Neoplasia. Volume 5(1): 74-82.
Afaq, F., Katiyar, S. K. 2011.Polypehenols: Skin Protection and Inhibition of
Photocarcinogenesis. Mini Rev Med Chem. 11(14): 1200-1215.
Alam, M., Harvey, J. 2010.Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor. Cosmetic
Dermatology Product and Procedures. New Jersey: Wiley-Blackwell. p 1320.
Alam, N., Yoon, K. N., Lee, J. S., Cho, H. J., Lee, T. S. 2012. Consequence of the
antioxidant activities and tyrosinase inhibitory effects of various extracts from
the fruiting bodies of Pleurotus ferulae. Saudi Journal Biology Science. 19(1):
111-118.
Almey, A., Khan, A. J., Zahir, S., Suleiman, M., Aisyah, R K. 2010. Total Phenolic
Content and Primary Antioxidant Activity of Methanolic and Ethanolic Extract
of Aromatic Plants Leaves. International Food Reasearch Journal. 17: 10771084.
Anbar, M., Harvey, J. 2010. Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor.
Dermatology Products and Procedures. New Jersey : Wiley13-20

Cosmetic
Blackwell.p

Ando, H., Matsui, M. S., Ichihashi, M. 2010. Quasi-Drugs Developed in Japan for
Prevention or Treatment of Hyperpigmentary Disorder. International Journal of
Molecular Science, 11, 2566-2575. ISSN 1422-0067.
Arefiev, B. K. L., Hatash, B. M. 2012. Advances in The Treatment of Melasma:
Review of Recent Literature. Dermatology Surgical.38:971-84.
Arung, E. T., Shimizu, K. and Kondo, R. 2006. Inhibitory Effect of Artocarpanone
from ArthocarpusHeterophylluson Melanin Biosynthesis. Journal Bio
Pharmarmacy Bull. 29 (9), 1966-1969.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2007. Structure-activity Relationship of PrenylSubstituted Polyphenols from ArtocarpusHeterophillus as Inhibitor of
Melanin Biosyntethesis in Cultured Melanoma Cells. ChemBiodivers.
4(9):2166-71.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2008. Artocarpin A Promosing Compound as
Whitening agent and Anti-skin Cancer.Journal Tropical Wood Science and
Technology.Vol.6(1):1-36.

Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2010. Evaluation of Isolated Compound from
Wood ofArtocarpusHeterophillus as a Cosmetis Agent. Wood Research
Journal. Vol.1:40-44.
Auttier, P., Boniol, M., Boyle, P., Daniel, J., Dore, J. F., Gandini, S., Green, A.,
Bishop, J. N., Weinstock, A. M., Westerdahl, J., Secretan, B. M., Walter,
S,
D. 2006. Exposure to Artificial UV Radiation and Skin Cancer. In: International
Agency for Research on Cancer, World Health Organization.
ISBN 92 832 2441
8.
Balamurugan, M., Selvam, G. G., Thinakaran, T., Sivakumar, K. 2013. Biochemical
Study
and
GC-MS
Analysis
of
HypneaMusciformis
(Wulf)
Lamouroux.,American-Eurasian Journal of Scientific Research, ISSN 18186785.
Bartke, A. 2005.Role of Growth Hormone/ Insuline like growth factor system in
mammalian aging.Endocrinology. 10: 2-12.
Baumann, L., 2005. How to Prevent Photoaging?.ElectronicJournal of Investigative
Dermatology, ISSN 0022-202X.
Baumann, L., Alleman, I. B. 2009. Depigmentation Agent. In Baumann, L., Saghari,
S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York:
McGraw Hill. p 280-288.
Baumann, L., Saghari, S. 2009a. Photoaging.In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E.,
editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 34-40.
Baumann, L., Saghari, S. 2009b. Skin Pigmentation and Pigmentation Disorders.In
Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd
edition. New York: McGraw Hill. p 98-106.
Baumann, L., Saghari, S. 2009c. Basic Science of Epidermis.In Baumann, L., Saghari,
S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York:
McGraw Hill. p 3-6.
Bermann, K. 2012. Melasma,Chloasma, Mask of Pregnancy, Pregnancy Mask.
PubMed Health., [cited 2014 Nov 29]. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001839/
Brown, M. R., Schleve, M.J. 2011.Common Cutaneus Malignancies. In: Fitzpatrick, J.
E., Morelli, J.G., editors. Dermatology Secret Plus. 4th edition. Philadelphia:
Elsevier Mosby. p 312-318.
Bruce, S. 2013. Safety and Efficacy of a Novel Multimodality Hydroquinone-Free
Skin Brightener Over Six Months. Available from: http://jddonline.com
/articles /dermatology/S1545961613S0027X#close. Accessed at January 6, 2015.

Buranajaree, B., Donsing, P., Jeenapongsa, R., Viyoch. J. 2010. Depigmenting


Action of Nanoemulsion containing heartwood extract of ArthocarpusIncisus
on UVB-induced hyperpigmentation in C57BL/6 mice.Journal of Cosmetic
Science. 62:1-14.
Cahyadi,
W.
2006.AnalisadanAspekKesehatanBahanTambahanPangan,
Aksara. Jakarta)

Bumi

Carriel, V. S., Fernandes, J. A., Santiago, S. A., Garzon, I. J., Alaminos, M., Campos,
A. 2011. A novel histochemical method for a simultaneous staining of melanin
and collagen fibers.Journal ofHistochemistry&Cytochemistry. 59(3): 270-277.
Chan, E. W. C., Lim, Y. Y. and Omar, M. 2007. Antioxidant and Antibacterial Activity
of Leaves of Etlingera Species (Zingiberaceae) in Peninsilar Malaysia.Food
Chemistry. 104: 1586-1593.
Chandra, M., Levitt, J., Pensabene, C. A. 2011.Hidroquinone Therapy for PostInflammatory Hyperpigmentation Secondary to Acne.Acta Dermatology
Venerology. 91: XX-XX.
Chandrika, U. G., Wedage, W. S., Wickramasinghe, S. M. D. N., Fernando, W. S. 2006.
Hypoglycaemic Action Of The Flavonoid Fraction of ArtocarpusHeterophyllus
Leaf. Afr. Journal Trad. CAM, 3(2) : 42-50. ISSN 0189-6016.
Chang, T. S. 2009. An Update Review of Tyrosinase Inhibitor. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC2705500/. Accessed at 23 May
2014.
Chang, Y. Q., Tan, S. N., Yong, J. W. H, and Ge, L. 2012. Detrmination of
Flavonoids in CostusSpeciosus and EtlingeraElatior by Liquid
Chromatography-Mass Spectometry. ISSN: 0003-2719.
Chen, H. J., Huang, D. J., Lin, C. D. and Lin, Y. H. 2005.Antioxidant and AntiProliferative Activities of Water Spinach (Ipomoea aquatic Forsk)
Constituents.Bot. Bull. Acad Sin. 46:99-106.
Chiari, M. E., Vera, D. M., Palacios. S. M., Carpinella, M. C. 2011. Tyrosinase
Inhibitory Activity of A 6-Isoprenoid-substituted Flavonone Isolated from
DaleaElegans.Bioorg Med Chem. 19(11):3474-82.
Costin, G. E., Hearing, V. J. 2007. Human Skin Pigmentation: Melanocytes
Modulated Skin Color in Response to Stress. Available from:
http://www.fasebj.org/content/21/4/976.full. accessed at 8 May 2014.
Debabrata, B. 2009.Topical Treatment of Melasma.Indian Journal of Dermatology.
54(4):303-309.

Di, X., Wang, S., Wang, B., Liu, Y., Yuan, H., Lou, H., Wang, X. 2013. New
Phenolic Compounds From The Twigs of ArtocarpusHeterophillus. Drug
DiscovTher. 7(1):24-8.
Dreher, F., Maibach, H. 2001.Protective Effects of Topical Antioxidants in Human.
In: Elsner, T. J., editor. Oxidants and Antioxidants in Cutaneus Biology.
Vol.29. Switzerland: Krager. P 157-163.
Ersam,

T. 2001, Senyawa Kimia MakromolekulbeberapaTumbuhanArtocarpus


HutanTropika Sumatera Barat, (Disertasi). ITB, Bandung

Erwin. 2001. Profil Kimia Artocarpus The Chemical Profile of Artocarpus. Kimia FMIPA UniversitasMulawarman.ISSN 1693-5616.
Fatchiyah. 2013. Laik Ethic PenelitianDenganHewanCoba (makalah). Malang:
Brawijaya.
Federer, W. T. 2011. Statistical Design and Analysis for Intercropping Experiments.
New York: Springer. p 30-33.
Feng, H. L., Tan, L., Chai, W. M., Chen, X. X., Shi, Y., Gao, Y. S., Yan, C. L., Chen,
Q. X. 2014. Isolation and Purification of Condensed Tannins from flamboyant
tree and their antioxidant and antityrosinase activity. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24671565. Accessed at: 24 January 2015.
Goichnik, J. M., Rhodes, A. R., Sober, A. J. 2008. Benign Neoplasias and Hyperplasias
of Melanocytes. In: Wollf, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A.,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York:
McGrawHill. p 1099 1122.
Goldman, R., Klatz, R. 2007. Theories on Aging, In Hirsch, C.,Rosenberg,
C.,editors.The New Anti Aging Revolution.Third edition. North Bergen: Basic
Health
Gonzales, S., Fernandez, L. M., Gilaberte , C. Y. 2008. Thee Lates on Skin
Photoprotection.Clinic in Dermatology. 26: 614-26.
Hadiyati, P. U., Sibero, H. T., Apriliana. 2014. Quality of Life of Melasma Patients at
Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung. Medical Journal of Universitas
Lampung. ISSN 2337-3776
Halder, R. M., Nootheti, P. K. 2003. Ethnic Skin Disorder Overview.Journal
American Acadadey of Dermatology.48:S143-S148.
Halliwell, B., Guttridge, J. M. C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. New
York : Oxford University Press. p 19-633.
Harborne, B. J. 1987. MetodeFitokimiaPenuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan,
ITB Bandung.

Hastiningsih,I.2014.Penentuan Dosis Ekstrak Artocarpus Heterophillus Dapat


Mencegah Peningkatan Melanin pada Marmut yang dipapar UVB (Penelitian
Pendahuluan).. UNUD, Denpasar (unpublished).
Herbert, F., Haberman, I. 2002. Sunscreen product and process for the production
thereof.Availabel from: http://www.google.com/patents/EP0696305A1?cl=en
Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida.M., Niki, Y., Matsui, M. 2009.Photoaging of the
Skin.Journal of Anti Aging Medicine. 6(6):46-59.
Ignat, I., Volf, I., Pupa, V. J. 2011. A Critical Review of Methods for Characterisation
of Polyphenolic Compounds in Fruit and Vegetables.Food Chemistry. 12b:
1821-35.
Imholte, M., Jindra, N. 2009.The Potential Application of Hairless Guines Pigs as a
Replacement for the Yucatan Mini-Pig in Animal Studies.AFRL-RH-BR-TR2009-0020.
Ishikawa, F. 2000. Aging clock: the watchmakers masterpiece. Cell Mol Life Sci
57:698-704 , [cited
2014
Sept.
28].
Availabel
from:
http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10892336?dopt=Abstract&holding=npg.
Accessed at 7 Augustus 2014
Jain, S. 2012. Epidermis Basic Science and Immunology. In: Dermatology,
Illustrated Study Guide and Comprehensive Board Review. USA: Springer.
p.2-10.
Joesoef, C. G. 2011. PengobatanKombinasiNatriumAskorbilFosfatTopikaldan
IontoforesisAsamAskorbatEfektifMengurangiMelasma(tesis).
Denpasar:
UniversitasUdayana.
Jutley, G. S., Rajaratnam, R., Halpern, J., Salim, A., Emmett, C. 2013.Systemic
Review of Randomized Controlled Trials on Interventions for Melasma: An
Abridged Cochrane Review. Journal of The American Academy of
Dermatology. Vol.70(2): 369-373.
Kang, H. K., Ortonne, J. P. 2010. What Should Be Considered in Treatment of
Melasma.Annuals of Dermatology. 22(4): 373-378.
Kareem, Z. M. 2012. Antioxidant Activity of Flavonoid Extract From OleaEuropaea
L. Leaves. Journal Thi-Qar Science. ISSN 1991-8690
Kasraee, B. 2001.Depigmentation of Brown Guinea Pig Skin by opical Application of
Methimazole.Journal of Investigative Dermatology. 118, 205-207.
Kauvar, A. N. B. MD., 2012.The Evolution of Melasma Therapy: Targeting
Melanosome Using Low-Fluence Q-Switched Neodymium-Doped Yttrium
Aluminum Garnet Lases. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery.
Elsevier Inc. 126-132.

Kawasaki, Y., Mori, C., Shirono, Y., Kawana, S. 2013. Combination Treatment for
Melasma with Carbon Photoenhancer Suspension-assisted 1064 nm Nd: YAG
Lase Peel. A case Report od Seven Japanese Patients. Journal of Anti Aging
Medicine.P.37-41.
Khan, H. M. S., Akhtar, N., Rasool, F., Khan, B. A., Mahmood, T. and Khan, M. S.
2010. In Vivo Evaluation of Stable Cream Containing Flavonoid on
Hydration
and TEWL of Human Skin. World Academy of Science,
Engeneering and Technology. Vol.4:11-21.
Khultanan, K. 2005. Pigmentary Disorder in Dermatology.Bangkok Holistic
Publishing. P.100-19
Kimball, A. B. 2008. Skin Differences, Needs, and Disorder Across Global
Populations..Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings.
13:2-5.
Kindred, C., Halder, R. 2010.Pigmentation and Skin of Color. In: Draelos, Z. D.,
editor. Cosmetic Dermatology Products and Procedures.First edition. New
Jersey: Wiley-Blackwell. p 27-35.
Ko, H. H., Tsai, Y. T., Yeb, M. H., Lin, C. C., Liang, C. J., Yang, T. H., Lee, C. W.,
Yen, F. L. 2013. Norartocarpetin from a folk MedicideArtocarpusCommunis
Plays a Melanogenesis Inhibitor Without Cytotoxicity in B16F10 Cell and Skin
Irritation in Mice. Bio Med Cenral.Complementary & Alternative Medicine.p 1-12.
Krutmann, J. 2011. Skin Aging. In: Krutmann, J.,Humbert, P.,editors.,Nutrition for
Healty Skin. New York: Springer. p 15-24.
Kugler, H. 2013. An Introduction to The Theories of Aging and The Logic of Anti
Aging Thinking. Available at: http://www.drhanskugler.com/ Accessed at 6
Agustus 2014.
Lapeere, H., Boone, B., Schepper, S. D., Verhaeghe, E., Ongenae, K., Geel, N.V.
2008. Hypomelanosis and Hypermelanosis. In: Wolf, K., Gold-smith, L.A., Katz
G.S., Gilchrest B.A., editors.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.7th
edition.vol 1. New York: McGraw Hill. p623-640.
Lee, T.H., See, J.O., Baek, S.H., Kim, S.Y. 2014. Inhibitory effects of resveratrol on
melanin synthesis in ultraviolet B-induced pigmentation in Guinea pig skin.
Biomolecules and Therapeutics Journal. 22(1): 35-40.
Mahalingam, R., Li, X., Jasti, B. R. 2008. Semisolid Dosages: Ointments, Creams
and Gels. In: Ga, S. C., editor. Pharmaceutical Manufacturing Handbook:
Production and Processes. First Edition. Canada: John Wiley. p.267-276.
Marczyk., Geoffrey, R., Dematteo, D., Festinger, D. 2005. Experimental design. In:
Dematteo, D., David., editors. Essential of Research Design and
Methodology.First edition. New Jersey: John-Wiley. p 48-56.

McMullen, R. L., Bauza, E., Gondran, C., Oberto, G., Domloge, N., Dal Farra, C.,
Moore, D. J. 2010. Image analysis to quantify histological and
immunoflourescent staining of ex vivo skin and skin cell culture..International
Journal Cosmetic Science. 32(2): 143-154.
Michael, R., Campoli., Walsh, P. 2011. Malignant Melanoma. In: Fitzpatrick, J. E.,
Morelli, J. G., editors. Dermatology SecretPlus. Fourth edition. Philadelphia:
Elsevier Mosby. P 319-330.
Miot, H. A., Brianezi, G., Tamega, A. A., Miot, D. B. M. 2012. Techniques of Digital
Image Analysis for Histological Quantification of Melanin. Available
from:http://dx.doi.org/10.1590/S0365-05962012000400014. Accessed at:7 May
2014.
Moin, A. 2009. Prevalence and Awareness of MelasmaDuring Pregnancy. In: Alam,
M., Bhatia, A.C., Kundu, R.V., Yuu, S.S., Chan, H.H., editors. Cosmetic
Dermatology for Skin of Color. New York: McGraw Hill. p 116-117.
Moini, H., Packer, L., Erik, N. 2002. Antioxidant and Prooxidant Activities of -Lipoic
Acid and Dihydrolipoic Acid.Toxicology and Applied Pharmacology 182, 8490.
Murray, R. K. 2009. Harpers Illustrated Biochemistry. USA. Mac Graw Hill
Company. p 28-101.
Nguyen, N. T., Nguyen, M. H., Nguyen, H. X., Bui, N. K., Nguyen, M. T. 2012.
Tyrosinase Inhibitor from The Wood of ArtocarpusHeterophyllus. Journal
National Production. 75:1951-5.
Nnoruka, E., Okoye, O. 2006. Topical Steroid Abuse: its use as a depigmentation agent.
Journal of The National Medical Association. Vol. 98(no.6): 1-10.
Nordlund, J. J. 1992. Introduction to The Biology of The Pigment System. In:
Moschela,
S.L., Hurley, H.J., editors, Dermatology. Philadelphia : WB
Saunders. p 1421-1471.
Orazio, J. D., Jarett, S., Ortiz, A. A., Scott, T. 2013. UV Radiation and the
Skin.International Journal of Molecular Sciences, 14(6),12222-12248;
doi:10.3390/ijms140612222
Padayatty, S. J., Katz, A., Wang, Y., Eck, P., Kwon, O., Lee, J. H., Chen, S., Corpe, C.,
Dutta, A., Dutta, A., Dutta, S. K., Levine, M. 2003. Vitamin C as an
Antioxidant: Evaluation of is Role in Disease Prevention. Journal of the
American College of Nutrition.Volume 22. No.1, 18-35.
Pandel, R., Poljsak, B., Godic, A., Dahmane, R. 2013. Skin Photoaging and The Role of
Antioxidants in Its Prevention. International Scholarly Research Notices. ISRN
Dermatology Vol. 2013(2013), Article ID 930164.

Pangkahila, W. 2011. TetapMudadanSehat.First Edition. Jakarta: Kompas. p 11- 37


Pangkahila, W. 2007.MemperlambatPenuaan, MeningkatkanKwalitasHidup. First
Edition. Jakarta: Kompas. p 8-26
Pangkahila, W. 2014.SeksdanKualitasHidup, First Edition. Jakarta: Kompas. p

77-81

Pangkahila, W. 2014. Effect of Hormonal Contraception InMelasma Occurrence,


(Presnted at Central Java Seminar in Aesthetic Medicine Update 2014,
Semarang June 13-14, 2014)
Pawaskar, M. D., Parikh, P., Markowski, T. 2007. Melasma and Its Impact on HealthRelated Quality of Life in Hispanic Women. Journal of Dermatology
Treatment. 18:5-9.
Philip, J. M., Evaluation of The Aging Face. In: Carniol, P. J., Sadick, N. S.,
editors, Clinical Prosedure in Laser Skin Rejuvenation. First Edistion.
United Kingdom: Informa Healthcare. p11-16.
Pinnel, S. R. 2003. CutaneusPhotodamage, Oxidative Stress, ,and Topical Antioxidant
Protection. Journal of the American Academy of Dermatology.
Vol.48:1-22.
Prihatman, K. 2000. Nangka (artocarpusheterophilluslamk), SistemInformasi
ManajemenPembangunandiPedesaan.
BAPPENAS.p.1-15.
https://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/nangka.pdf
Rajeswari, G., Murugan, M., Mohan, V. R. 2012. GC-MS Analysis of bioactive
components of HugoniaMystax L Bark (Linaceae). Reasearch Journal of
Pharmaceutical Biological and Chemical Science, ISSN : 0975-8585
Ramirez, S. P., Carvajal, A. C., Salazar, J. C., Arroyave, G., Florz, A. M., Echeverry,
H. F. 2013. Open-Label Evaluation of Novel Skin Brightening System
Containing 0,01% decapeptide-12 in Combination with 20% Buffered
Glycolic Acid for The Treatment of Mild to Moderate FascialMelasma.
Journal of Drugs Dermatology. 12(6):106-10.
Rigel, D.S. 2004. Photoaging. In Rigel, D. S., editors. Basic and Clinical
Dermatology. First edition. New York: Taylor &Francis.p 4-9.
Rukmana, R. 1998. Budi DayaNangka. PenerbitKanisius,Yogyakarta. p.17.
Saewan, N., Jimtaisong, A. 2013. Photoprotection of Natural Flavonoids.Journal of
Applied Pharmaceutical Science.Vol.3(09) p 129-141. ISSN 2231-3354.
Sakana, S., Tachibana, Y., Okada., Yuki., 2005. Preparation and Antioxidant Properties
of Extracts of Japanese Persimo Leaf Tea (kakinocha-cha). 89: 569-575.
Sanaka, S., Tachibana,Y., Okada., Yuki. 2005. Preparation And Antioxidant
Properties of Extract of Japanese Persimo Leaf tea (Kakinocha-cha). Food
chemistry 89:569-575

Santoso, M. I. E. BukuAjarEtikPenelitianKesehatan. Jakarta


Scott, D., Bennion, M. S. 2011. Structure and Function of The Skin. In: Fitzpatrick, J.
E., Morelli, J. G., editors. Dermatology Secret Plus. Fourth edition. Philadelphia:
Elsevier Mosby. P 6-13.
Smith,

J.
B.,
Mangkoewidjojo,
S.
1988.
.PemeliharaanPembiakandanPenggunaanHewanPercobaan Di Daerah Tropis.
Jakarta, PenerbitUniversitas Indonesia

Soepardiman, L. 2010. KelainanPigmen. In: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,
editor. IlmuPenyakitKulitdanKelamin.Fifth Edition. Jakarta: BalaiPenerbit
FKUI. P.289-295.
Stalling, A. S., and Lupo, M. P. 2009. Practical uses of Botanicals in Skin care.
Journal of Clinical AestheticDermatology. 2(1):36-40.
Steiner, D., Feola,, C., Bialeski, N., Silva F. A. M. 2009. Treament of Melasma :
Systematic Review. Surgical and Cosmetic Dermatology. 1(2):87-94.
Stern, R. S. 2004. Treatment of Photoaging.The New England Journal of Medicine.
350: 1526-1534
Sudha, T., Chidambarampillai, S., Mohan, V. R 2013. GC-MS Analysis of Bioactive
Components of Aerial Parts of FluggeaLeucopyrusWilld (Euphorbiaceae),
Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 3(05), p. 126-130. ISSN 22313354.
Sugiharto,
Arbakariya,
A.,
Syahida,
A.,
Muhajir,
H.
2012.
EfektivitasKurkuminSebagaiAntioksidandan Inhibitor Melanin padaKulturSel
B16-F1.Berk.PenelitianHayati: 17(173-176), FakultasSainsdanTekhnologi,
UniversitasAirlngga
Suhartati, T. 2001.
SenyawaFenolBeberapaSpesiesTumbuhanJenisCempedak
Indonesia.(tesis). Kimia-ITB, Bandung
Supriyanti, F. M. T., Zackiyah.,Putri, W. S. 2010. PenentuanAktivitasdanJenis
InhibisiEkstrakKulitBatangArtocarpusHeterophillus
LAMK
sebagai
Inhibitor Tirosinase.JurnalSainsdanTeknologi Kimia.ISSN 2087-7412.
Suryanto, B. R. 2012. PemeliharaandanPenggunaanMarmutSebagaiHewan Percobaan.
Available
from:
http://www.bbvetwates.comuploadjurnal
Pemeliharaan_dan_Penggunaan_Marmut_sebagai_Hewan_Percobaan1.pdf
(2). Accessed at 25 May 2014.
Syamsuhidayat, S. S. and Hutapea, J. .R. 1991. InventarisTanamanObat Indonesia,
Second Edision. DepartemenKesehatan RI, Jakarta.
Taylor, S. C. 2005. Photoaging and Pigmentary Changes of the Skin, In Burgess, C.
M, editor.Cosmetic Dermatology.First edition. Germany: Springer. p 29- 49.

Tristianty, S., 2014.PemberianKombinasiKrimHidrokuinonDnAsamTraneksamat Oral


MenurunkanJumlah
Melanin
LebihBanyakDibandingKrimHidrokuinonPadaMarmutBetina (CaviaPorcelus)
yang dipaparUVB(tesis). Denpasar, Program StudiIlmuBiomedik Program
PascasarjanaUniversitasUdayana.
Vani, A. T. 2013. PemberianKrimEkstrakUbiUngu(ipomeabatatas L) Mencegah
PenurunanJumlahKolagenKulitTikusPutihGalurWistar
(Rattusnorvegicus)
Yang DipaparSinar Ultra Violet B (tesis). Denpasar:
UnivesitasUdayana.
Victor, F. C., Gelber, J., Rao, B. 2004. Melasma : A Review. Journal Cutaneus Medical
and Surgery. 8(2):97-102
Wenk, J., Breinnesen, P., Meewes, S., Wlaschek, M., Peters, T., Blaudschun, R., Ma,
W., Kuhr, L., Schneider, L., Scarffetter, K. K. 2001. UV-Induced Oxidatives
Stress and Photoaging. In: Elsner, T. J., editor. Oxidants and Antioxidants in
Cutaneous Biology.Vol. 29. Switzerland: Krager. p 83-94.
Wiraguna, A. A. G. P. 2013. Pemberian Gel EkstrakBulungBoni (Caulerpaspp)
TopikalMencegahPenuaanKulitMelaluiPeningkatanEkspresiKolagen,
Penurunan Kadar danEkspresi MMP-1 sertaEkspresi 8-OHdG padaTikus
Wistar yang DipaparSinar Ultra Violet-B(disertasi). Denpasar.Universitas
Udayana.
Wisynu, B., Jatmiko, A., Pratiwi, A., Natasya, R., Adam., Sulistyorini, E., Maryani,
R. 2014. Nangka (ArtocarpusHeterophillus). Cancer Chemoprevention
Research
Centre (CCRC). Farmasi UGM. [cited 2014 Oct.24]. Available
from : URL: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=385. Accessed at 5 July
2014.
Woolery-Lloyd, H. 2009.Skin of Color. In: Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, F.,
editors. Cosmetic Dermatology.Second edition. New York: McGraw Hill. p
109-116.
Yaar, M., Gilchres, B. A. 1990.Cellular and Molecular mechanism of cutaneous aging.
Journal of Dermatology Surgical Oncology 16:915-22.[cited 2014
Sept.28].Availabel from: URL http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2229633.
Accessed at 6 Augustus 2014.
Yaar, M., Gilchrest, B. A. 2008. Aging of Skin, In Wolf, K., Lowel, A., Katz, G.S.,
editor. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 7 th edition. New York:
McGraw Hill. p 964-977.
Yaar, M., Gilchrest, B. A. 2007.Photoahing: Mechanism, Prevention and Therapy.
Journal compilation-British Journal Dermatology. Vol. 157:874-877.

Zwergel, C., Gaascht, F., Valente, S., Diederich, M., Bagrel, D., Kirsch, G.
2011.Aurones: Interesting Natural and Synthetic Compounds with Emerging
Biological
Potential.
Available
at:
http://www.snupharm.ac.kr/diederich/erp/erpmenus/professor_
thesis/upLoadFiles/Zwergel_Aurones.pdf. Accessed at: 8 May 2014.

LAMPIRAN 1
HASIL ANALISIS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIT LAYANAN LABORATORIUM
Jln. Kampus Bukit Jimbaran, Badung Bali
Telepon : (0361) 701801, 701803; Fax : (0361) 701801
Jln. P. B. Sudirman, Denpasar Telp. 0361-245010
Laman : www.ftp.unud.ac.id

Kepada Yth :
Nomor

: 13 /Lab FTP/VII/2014
dr. Indradewi

Lamp.

:-

Perihal

: Hasil Analisis

Dengan Hormat,

Bersama ini kami sampaikan hasil analisis sampel EKSTRAK KULIT NANGKA yang
diterima Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dengan
hasil sbb :

No

Parameter
Kapasitas

Satuan

Hasil

ppm

Antioksidan

GAEAC

987,42

IC 50%

mg/mL

1,18

Kadar
3

Total

Fenol

% b/b
GAE

0,49

% b/b
4

Kadar Tanin

TAE

0,86

Vitamin C

mg/100 g

31,94

Rendemen

% b/b

3,26

Keterangan :
GAEAC

Gallic acid equivalent antioxidant capacity

GAE

Gallic acid equivalent

TAE

Tannic acid equivalent

Inhibition concentration terhadap radikal bebas DPP


IC 50%

mM

Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih

Denpasar, 11 Juli 2014


a/n Manager Operasional Laboratorium
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP)

Ida

Bagus

Ketut

Widnyana

NIP. 198004192001121004

Yoga,

STP.,

MSi

LAMPIRAN 2
HASIL GC-MS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS UDAYANA
UPT. LAB. ANALITIK

Kampus Bukit Jimbaran, Telp. 0361701954, HP.082341777050

KEPADA YTH: Dr. Indiradewi


di tempat
Nomor

: 326/UN14.24/UPTLA/2014

Hal

: Hasil Laboratorium

Hasil Analisis GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka


N
o
1
2

Formula Kimia

Nama
Senyawa
hexadecanoi
c acid ethyl
ester
estra1,3,5(10)trien-17beta-ol

ethyl
tridecanoate

linoleic acid
ethyl ester

ethyl oleate

gammasitosterol

Bukit Jimbaran, 3 Desember 2014


Kepala UPT Laboratorium Analitik Unud

(Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil)

LAMPIRAN 3
UJI NORMALITAS DATA MELANIN

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova

Kelompok
M
el
a
n
i
n

Sinar UVB dam


krim Palcebo

krim
Hidroquinon 4%

krim
kulit
pohon
4%

ekstrak
batang
nangka

Sta
tist
ic

d
f

Sig
.

.13
6

1
0

.20
0*

.16
7

1
0

.16
8

1
0

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Shapiro-Wilk
S
t
a
ti
s
ti
c

d
f

Si
g.

.
9
8
0

1
0

.9
63

.20
0*

.
9
0
0

1
0

.2
19

.20
0*

.
9
4
0

1
0

.5
53

LAMPIRAN 4
UJI EFEK PERLAKUAN

Uji One Way Anova


Descriptives
Melanin

N
Sinar UVB
dam
krim
Palcebo

krim
Hidroquinon
4%

krim ekstrak
kulit batang
pohon
nangka 4%

1
0

1
0

1
0

Total
3
0

M
e
a
n
5
4
.
3
3
3
0
3
.
0
1
2
0
4
.
2
3
0
8
2
0
.
5
2
5
3

Std.
Dev
iati
on

4.5
163
1

.89
451

1.8
150
1

24.
475
38

S
t
d
.
E
r
r
o
r
1
.
4
2
8
1
8
.
2
8
2
8
7
.
5
7
3
9
6
4
.
4
6
8
5
7

95% Confidence
Interval for Mean

Lo
wer
Bou
nd

M
a
x
i
m
u
m
6
2
.
1
4

51.1
022

57.5
638

4
7
.
1
9

2.37
21

3.65
19

2
.
0
8

4
.
9
3

2.93
25

5.52
92

2
.
0
6

7
.
8
8

29.6
645

2
.
0
6

6
2
.
1
4

11.3
860

Test of Homogeneity of Variances


Melanin

Upp
er
Bou
nd

M
i
n
i
m
u
m

Levene Statistic

df1

df2

2.519

Sig.
27

.053

ANOVA
Melanin
Sum of
Squares
Between
Groups
Within Groups
Total

Mean
Square

df

17151.858

8575.929

220.423

27

8.164

17372.281

29

F
1.050
E3

Sig.
.000

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Melanin
LSD

(I) Kelompok

(J) Kelompok

Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo

krim
Hidroquinon
4%

Mea
n
Diffe
rence
(I-J)

51.3
2100
*

krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%

50.1
0216
*

S
t
d
.
E
r
r
o
r

95% Confidence
Interval

S
i
g
.

Low
er
Bou
nd

Upp
er
Bou
nd

1
.
2
7
7
8
0

.
0
0
0

48.6
992

53.9
428

1
.
2
7
7
8
0

.
0
0
0

47.4
803

52.7
240

krim
Hidroquinon
4%

Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo

51.3
2100
*

krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%

krim ekstrak
kulit
batang
pohon nangka
4%

Sinar
UVB
dam
krim
Palcebo

1.21
884

50.1
0216
*

krim
Hidroquinon
4%

1.21
884

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

1
.
2
7
7
8
0

.
0
0
0

53.9
428

48.6
992

1
.
2
7
7
8
0

.
3
4
9

3.84
07

1.40
30

1
.
2
7
7
8
0

.
0
0
0

52.7
240

47.4
803

1
.
2
7
7
8
0

.
3
4
9

1.40
30

3.84
07

LAMPIRAN 6

FOTO - FOTO PENELITIAN

Kelompok Kontrol

Kelompok Kontrol

Kelompok 1

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 2

Вам также может понравиться