Вы находитесь на странице: 1из 13

Disusun oleh :

Kelompok IV / II A

1. Desi Rizki Rahmania (P10220206005)


2. Etika Candra Dhewi (P10220206011)
3. Ike Fera S (P10220206016)
4. Januar Adi P (P10220206018)
5. Jumrotus Solikha (P10220206020)
6. Noni Tri Astuti (P10220206027)

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2008
BAB I
KONSEP DASAR
HIPERPARATIROID

I. PENGERTIAN
Hiperparatiroid adalah penyakit yang disebabkan oleh kelebihan sekresi
hormon paratiroid (PTH) yang ditandai dengan dekasifikasi tulang dan terbentuknya
batu ginjal yang mengandung kalsium..
Hormon paratiroid mengawal konsentrasi kalsium dan fosfat didalam badan
seseorang. Kesan utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi
cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks
tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal.

II. KLASIFIKASI
 Hiperparatiroidisme primer (Primary hyperparathyroidism)
Kebanyakan pesakit yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kira-kira 85% dari keseluruhan
hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya
melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hiperplasia). Sedikit
hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
 Hiperparatiroidisme sekunder (Secondary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan kerana rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini
berkaitan dengan kegagalan ginjal akut. Penyebab umum lainnya adalah disebabkan
oleh kekurangan vitamin D.
 Hiperparatiroidisme tersier (Tertiary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme
sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai
dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan menyebabkan
peningkatan kalsium di dalam darah yaitu hiperkalsemia(hypercalcemia).
III. PATOFISIOLOGI
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone,
PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan
kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh
kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan
akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya
mengurangkan reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan
aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium
iaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya
adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi
sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada
hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium, hal
ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium
serum merupakan satu – satunya tanda disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan
pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot menimbulkan hipotonusitas
otot – otot kerangka, reflek tendon dan otot – otot gastrointestinal. Melemahnya otot
dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika kadar kalsium serum meningkat
antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah –muntah dengan
hebat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik,
seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya
PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat
otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum
(hiperparatiroid tersier)
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat
peningkatan ekresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
1. Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
2. Poliuria
3. Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa
obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
4. Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang,
fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.

IV. ETIOLOGI
1. Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
 Adenoma (tersering > 80 %)
 Hiperplasi
- mungkin familial
- mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multipel
- mungkin familial dan disertai dengan kalsium urin rendah
(hiperkalsemi hipokalsiurik familial)
 kira – kira 50% tanpa gejala

2. Sekunder (sekresi PTH sesuai)


 Gagal ginjal kronik
 Malabsorbsi
- kelainan gastrointestinal
- kelainan hepatobilier
 Penyebab lain dari hipokalsemi

3. Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder


terdahulu)
 Sangat jarang
 Hipernefroma
 Karsinoma sel skuamuosa paru

V. MANIFESTASI KLINIS
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda – tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan
otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis
dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga
keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
syaraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan syaraf
dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel – sel raksasa benigna
akibat pertumbuhan osteoklas yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal
dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika
menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekan badan. Kehilangan
tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroid merupakan faktor resiko terjadinya
fraktur.
Insidens ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada hiperparatiroid dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis hiperparatiroid primer ditegakan berdasarkan kenaikan persisten
kadar kalsium serum dan peningkatan kadar parathormon. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hipertiroid primer dengan penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien
yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang non
spesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat – obatan dan
perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar – X atau pemindai tulang pada kasus – kasus penyakit yang sudah
lanjut. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroid primer dengan keganasan, yang menjadi penyebab hiperkalsemia.
Pemeriksaan USG , MRI, pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma
serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.

VII. PENATALAKSANAAN
Awitan hiperparatiroid yang berlangsung perlahan – lahan dan sifatnya yang
kronis disertai berbagai gejala yang sering tidak jelas dapat menimbulkan depresi dan
frustasi. Keluarga mungkin sudah menganggap sakit pasien bersifat psikosomatik.
Kewaspadaan terhadap perjalanan kelainan ini dan pendekatan perawat yang penuh
pengertian dapat membantu pasien serta keluarga untuk menghadapi seluruh reaksi
dan perasaan mereka. Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroid primer
adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik deisertai kenaikan kadar kalsium
serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan
pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya
hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu
ginjal. Pada hipertiroid sekunder, penatalaksanaannya dengan cara menghilangkan
penyebab yang mendasarinya dan memperbaiki kadar kalsium plasma.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIPERPARATIROID

I. PENGKAJIAN
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid dan hiperkalsemia
resultan. Kumpulkan riwayat kesehatan yang lengkap dari klien untuk mencari apakah
terdapat risiko. Klien mungkin menunjukan perubahan psikologis seperti letargi,
mengantuk, penurunan memori, dan labilitas emosional, semua manifestasi yang
tampak pada hiperkalsemia.
Pengkajian keperawatan yang reinci mencakup :
1. Riwayat kesehatan klien
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
3. Keluhan utama antara lain :
 Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
 Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi,
dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan.
 Depresi
 Nyeri tulang dan sendi
4. Riwayat trauma / fraktur tulang
5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
6. Pemeriksaan fisik yang mencakup
 Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang
 Amati warna kulit, apakah tampak pucat
 Perubahan tingkat kesadaran
7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak
tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani
kematian akan mengancam.
8. Pemeriksaan diagnostik termasuk :
 Pemeriksaan laboratorium: dilakukan untuk
menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan
terpenting dalam menegakan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada hperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum;
kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat
urine meningkat.
 Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan
tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
hiperparatiroid antara lain :
1. Risiko cedera berhubungan
dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
2. Kerusakan eliminasi urine
berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia,
dan hiperfosfatemia.
3. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan mual
4. Konstipasi berhubungan
dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.

III. INTERVENSI

Dx I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak akan
mengalami cedera.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
- Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
- Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
- Mempersiapkan lingkungan yang aman
- Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera
- Menghindari cedera fisik
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Mencegah jatuh
- Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
- Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh
- Periksa pasien apakah mengalami /terkena kontriksi karena bekuan darah
tersayat, luka bakar, atau memar.

DX II : Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal


sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan
kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukan oleh tidak
terbentuknya batu dan haluaran urine 30 – 60 ml/jam
NOC: Eliminasi urine
Kriteria hasil:
- Mampu ke toilet secara mandiri
- Tidak ada infeksi saluran kemih
- Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
- Eliminasi urine tidak terganggu
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Penatalaksanaan eliminasi urine
Intervensi :
- Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan
warna yang tepat.
- Dapatkan spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis dengan tepat
- Instruksikan pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi
urine.
- Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan diantara waktu
makan dan diawal petang.
- Informasikan pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

DX III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia dan mual
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan
mendapat asupan makanan yang adekuat, seperti yang dibuktikan oleh tidak
adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
NOC : Nutritional status : food and fluid intake
Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan.
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Nutrition management
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
- Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi (diit rendah
kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia)

Dx IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia


pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan
mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap
hari (sesuai dengan kebiasaan pasien).

NOC : Eliminasi defekasi


Kriteria hasil :
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
- Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat
- Latihan dalam jumlah yang adekuat
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
Keterangan skala :
1 : ekstrim
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak
NIC : Penatalaksanaan konstipasi
- Kaji warna dan konsistensi feses
- Kaji adanya inpaksi
- Pantau adanya tanda dan gejala ruptur usus
- Ajarkan pada pasien tentang efek diet (misal : cairan dan serat ) pada
eliminasi.
- Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah
perubahan pada tanda vital.
IV. EVALUASI
Dx I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Kriteria hasil : skala
- Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan (5)
- Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko (5)
- Mempersiapkan lingkungan yang aman (5)
- Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera (5)
- Menghindari cedera fisik (5)
DX II : Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal
sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
Kriteria hasil: skala
- Mampu ke toilet secara mandiri (5)
- Tidak ada infeksi saluran kemih (5)
- Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan (5)
- Eliminasi urine tidak terganggu (5)
DX III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia dan mual
Kriteria hasil : skala
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. (5)
- Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan. (5)
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. (5)
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi. (5)
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. (5)
Dx IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia
pada saluran gastrointestinal.
Kriteria hasil : skala
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan (5)
- Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat (5)
- Latihan dalam jumlah yang adekuat (5)
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri. (5)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Hiperparatiroid adalah penyakit yang disebabkan oleh kelebihan sekresi
hormon paratiroid (PTH). Hiperparatiroid ada tiga jenis yaitu hiperparatiroid pimer,
sekunder dan tersier. Hipertiroid menyebabkan keadaan hiperkalsemia dan
hipofosfatemia.

Saran :
Hal – hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hiperparatiroid :
 Minum banyak air terutama air putih. Meminum banyak cairan dapat
mencegah pembentukan batu ginjal.
 Senam dan olah raga. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat
dan memlambatkan kerusakkan tulang.
 Pengambilan vitamin D. Pengambilan vitamin D yang mencukupi dapat
membantu dalam penyerapan kalsium.
 Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan perapuhan tulang seiring
meningkatnya masalah kesehatan.
 Berwaspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium.
Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar
kalsium dalam darah meningkat.

Вам также может понравиться