Вы находитесь на странице: 1из 243

Potret Kota Padang Sidempuan

dalam Permasalahan Gizi Balita


dan Kesehatan Lingkungan

Turniani Laksmiarti
Asep Kusnali
Irfan Ardhani
Subhansah

PENERBIT PT KANISIUS

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita


dan Kesehatan Lingkungan
1015003047
2015 - PT Kanisius

Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)


Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA
Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349
E-mail : office@kanisiusmedia.com
Website : www.kanisiusmedia.com

Cetakan ke-
Tahun

3
17

2
16

1
15

Editor
:
Desainer isi
: Oktavianus
Desainer sampul : Agung Dwi Laksono

ISBN

978-979-21-4382-9

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta

DEWAN EDITOR
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada
Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan
Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi
Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar
pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

iii

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International
Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan
finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi
kasus kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di
Sembilan Kabupaten/Kota di Indonesia.
This work was carried out with the aid of a grant from the
International Development Research Centre, Ottawa, Canada.

iv

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research

Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes,


para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami
sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di
daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa
baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota
masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif
di sembilan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara
terbuka masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini
lebih baik. Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat
bagi upaya peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juli 2015
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama


SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.

vi

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................... iv
KATA PENGANTAR ..............................................................
v
DAFTAR ISI
.............................................................. vii
DAFTAR TABEL
..............................................................
x
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xiii
BAB 1





PENDAHULUAN........................................................
1.1 Latar Belakang..................................................
1.2. Alasan Pemilihan Wilayah.................................
1.3. Metode Penelitian............................................
1.4 Tujuan Penelitian..............................................
1.5 Manajemen Penelitian.....................................
1.6. Analisis Data.....................................................

BAB 2 SELAYANG PANDANG KOTA PADANG SIDEMPUAN...


2.1. Kondisi Geografis dan Penduduk......................
2.2. Sejarah Singkat.................................................
2.3. Latar Belakang Budaya......................................
2. 4. Potensi Daerah.................................................
2.5. Kapasitas Fiskal Daerah dan Tingkat Kemiskinan
2.6. Gambaran Status Kesehatan.............................
2.7 Sarana Kesehatan dan Unit Kesehatan
Berbasis Masyarakat.........................................
2.8 Sumber Daya Kesehatan...................................
2.9. Pembiayaan Kesehatan.....................................

1
1
3
5
7
7
8
9
9
14
18
25
28
31
44
46
47

vii

2.10 Rencana Pembangunan Daerah Sektor



Kesehatan ........................................................
2.11 Pengertian Sehat Menurut Budaya...................
BAB 3


KEGALAUAN KOTA PADANG SIDEMPUAN ATAS


INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT 75
3.1 Pengantar.......................................................... 75
3.2 IPKM Kota Padang Sidempuan . ....................... 79

BAB 4 KEJADIAN STATUS KESEHATAN BALITA DI KOTA


PADANG SIDEMPUAN...............................................
4.1. Pendahuluan ....................................................
4.2. Ciri-Ciri Gangguan Gizi pada Balita ..................
4.3. Informasi Pemangku Kebijakan.........................
4.4. Observasi Kesehatan Balita di Puskesmas
dan Posyandu...................................................
4.5. Upaya Pemerintah Daerah dalam

Penanggulangan Kesehatan Balita Khususnya

Gizi Buruk dan Gizi Kurang................................
BAB 5 LINGKUNGAN SEHAT BELUM MENJADI POLA HIDUP
MASYARAKAT KOTA PADANG SIDEMPUAN...............
5.1 Pendahuluan.....................................................
5.2 Romantisme Sungai sebagai Sumber Inspirasi..
5.3 Sanitasi dan Air Bersih Sebagai Impian

Masyarakat Kota Padang Sidempuan................
5.4 Pembiayaan untuk Kesehatan Sanitasi dan Air

Bersih ..............................................................
5.5 Sumber Daya Manusia......................................

viii

48
68

103
103
104
107
113

133

161
161
163
171
175
175

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

5.6. Keperluan Sarana Untuk Penyehatan



Lingkungan........................................................ 177
5.7 Dukungan Manajemen dan Regulasi

Menuju Lingkungan Sehat................................ 178
5.8 Pemberdayaan Masyarakat.............................. 183
BAB 6 KESIMPULAN............................................................
6.1 Masalah Kesehatan Balita.................................
6.2. Masalah Kesehatan Lingkungan . .....................
6.3. Rekomendasi dan Model Pendampingan.........

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................
INDEKS
..............................................................

189
189
197
200
205
209

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Indikator Indeks di Kota Padang Sidempaun



Tahun 2013........................................................
Tabel 2.1. Nama Sungai yang Melintasi Kota Padang

Sidempuan Menurut Panjang, 2013..................
Tabel 2.2. Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan dan

Kepadatan Penduduk Di Kota Padang

Sidempuan, 2013...............................................
Tabel 2.3. Indeks Kapasitas Fiskal Kota Padang Sidempuan

Berdasarkan Data Realisasi APBD

Tahun Anggaran 2009-2012...............................
Tabel 2.4. Tingkat Kemiskinan Tahun 2009 2013............
Tabel 2.5. Kasus Kematian Bayi Menurut Kecamatan dan

Puskesmas Tahun 2013......................................
Tabel 2.6. Kasus Kematian Ibu Hamil dan Ibu Bersalin,

2013...................................................................
Tabel 2.7. Kasus Kematian Anak dan Balita Tahun 2013....
Tabel 2.8. Jumlah Bayi BBLR Menurut Jenis Kelamin dan

Puskesmas Tahun 2013......................................
Tabel 2.9. Jumlah Balita Berdasarkan Status Gizi

Tahun 2011 2012............................................
Tabel 2.10. .Jumlah Balita Gizi Buruk dan Kurang dan Jumlah

Balita Sembuh Tahun 2013 2014....................
Tabel 2.11. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber

Air Minum di Kota Padang Sidempuan

Tahun 2013........................................................

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

4
12

13

29
30
32
34
35
36
38
40

41

Tabel 2.12. Jumlah Pelanggan Air Bersih pada PDAM



Tirtanadi dan Tirta Ayumi Untuk Kebutuhan

Rumah Tangga Menurut Kecamatan 2013.........
Tabel 2.13. Banyaknya Fasilitas Kesehatan dan Usaha

Kesehatan Bersama Masyarakat (UKBM)

Menurut Kecamatan, 2013................................
Tabel 2.14. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Padang

Sidempuan Tahun 2013.....................................
Tabel 2.15. Jumlah Bayi Berdasarkan Status Gizi

Tahun 2011-2013...............................................
Tabel 2.16. Luas wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kecamatan 2013................
Tabel 3.2. Indeks Kesehatan Lingkungan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan

IPKM 2007.........................................................
Tabel 3.3. Perbandingan Indeks Kelompok Indikator dalam

IPKM 2013 Kota Padang Sidempuan terhadap

Provinsi Sumatera Utara dan Nasional..............
Tabel 3.4. Perbandingan Indikator Kota Padang Sidempuan

dengan Provinsi dan Nasional Tahun 2013........
Tabel 3.5. Indeks Kelompok Indikator Kesehatan Balita

dan Kesehatan Lingkungan 2007-2013..............
Tabel 4.1. Anggaran Kesehatan Kota Padang Sidempuan

Tahun 2007 dan 2013........................................
Tabel 4.2. Jumlah dan rasio tenaga kesehatan di

Kota Padangsidempuan Tahun 2007 dan 2013..
Tabel 4.3. Sarana Kesehatan di Kota Padang Sidempuan...
Tabel 5.1. Sungai dan Anak Sungai Yang Melintasi Kota

Padang Sidempuan............................................

43

45
47
62
63

84

88
89
94
139
149
154
165

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

xi

Tabel 5.2.

Tabel 5.3.

xii

Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber


Air Minum Di Kota Padangsidimpuan, 2013...... 167
Penduduk yang Tinggal di Bantaran Sungai Kota
Padang Sidempuan tahun 2008......................... 183

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Padang Sidempuan..........


Gambar 2.2 Kota Padang Sidempuan Dilihat dari Bukit

Simarsayang..................................................
Gambar 2.3 Sungai Batang Ayumi yang melewati

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru...
Gambar 2.4 Peta Kota Padang Sidempuan tahun 1852....
Gambar 2.5 Tugu Salak Kota Padang Sidempuan..............
Gambar 2.6. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut

Sanitasi Air Minum dan Kondisi Sanitasi

Tahun 2013....................................................
Gambar 2.7 Alur Renstra dan Renja Dinas Kesehatan

Kota Padang Sidempuan................................
Gambar 4.1. Penimbangan Balita.......................................
Gambar 4.2 Pemberian Tetes Vitamin A, Bubur Kacang

Hijau untuk Balita..........................................
Gambar 4.3 Petugas Gizi Sedang Memberikan Penyuluhan

Pada Ibu KEK Dan Balita Gizi Kurang.............
Gambar 4.4 Petugas Pustu dan Kader Posyandu

memberikan Vit A dan melakukan

imunisasi TT...................................................
Gambar 4.5 Lokasi Pendaftaran Balita..............................
Gambar 4.6. Lokasi Penimbangan Balita............................
Gambar 4.8 Kegiatan Penimbangan di Posyandu Mangga

(rumah Kader)...............................................
Gambar 4.9 Kondisi Posyandu Strawberry, Batu Nadua...

10
11
12
15
26

42
59
122
123
125

126
127
128
131
132

xiii

Gambar. 4.10 Pencatatan Buku KIA di Posyandu Starwberry,



Batu Nadua....................................................
Gambar 5.1. Tiga syarat kecukupan gizi anak menurut

UNICEF..........................................................
Gambar 5.2. Gambaran lingkungan sehat..........................
Gambar 5.3 sungai dan pancuran tempat MCK

di Kota Padang Sidempuan............................
Gambar 5.4 Sumur gali warga yang diambil dari atas.......
Gambar 5.5 Indeks Kesehatan Lingkungan

Kota Padang Sidempuan 2013.......................
Gambar 5.6 Persentase Rumah Tangga Kota Padang

Sidempuan Menurut Kondisi Air Minum dan

Sanitasi Tahun 2013.......................................
Gambar 5.7 Tempat Pembuangan Akhir Tinja...................
Gambar 5.8 Forum konsultasi publik Kota Padang

Sidempuan tahun 2015.................................
Gambar 5.9. Tempat Pembuangan Akhir sampah

Kota Padang Sidempuan................................

xiv

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

133
163
164
170
171
172

173
174
179
182

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) salah
satunya ditentukan oleh derajat pembangunan kesehatan masya
rakat. Adapun keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat
selain ditentukan dari pemberi pelayanan kesehatan maupun
pemerintah, juga sangat dipengaruhi oleh peran serta dari
masyarakat sendiri.
IPKM merupakan ukuran komposit dari pencapaian dalam
tiga dimensi dasar pembangunan manusia, hidup yang sehat dan
panjang umur, akses terhadap pengetahuan dan standar hidup
yang layak berdasarkan pada indikator kesehatan, pendidikan
dan ekonomi. IPM menyediakan pendekatan alternatif untuk
mengevaluasi tingkat kemajuan sebuah negara. Di Indonesia, IPM
juga digunakan untuk mengevaluasi kemajuan pembangunan
pada tingkat kabupaten. Satu komponen penting dari IPM adalah
indikator kesehatan, yang digunakan sebagai prediksi rata-rata
tingkat harapan hidup.
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia
adalah Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
IPKM pertama kali disusun tahun 2010 menggunakan tiga data
survei nasional yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Survei Potensi Desa
(Podes). Ketiga survei tersebut dilaksanakan pada tahun 2007-

2008. Susenas dan Riskesdas merupakan survei berbasis pada


masyarakat, sedangkan Podes berbasis pada desa. Susenas
dan Podes dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik, sedangkan
Riskesdas dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Berdasar pada peringkat IPKM, pemerintah pusat dapat
terlibat dengan pemerintah kabupaten dan kementerian lain
yang sejalan untuk: 1. Memahami lebih baik alasan terjadinya
pembangunan kesehatan yang buruk, dan 2. Mencari jalan
keluar atau solusi yang tepat untuk meningkatkan kesehatan dan
pelayanan kesehatan dengan cara yang lebih merata di seluruh
negeri. IPKM memiliki visi untuk menjadi:
1. Alat/Media bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi
kemajuan pada pembangunan kesehatan dari berbagai
kabupaten/kota setiap waktu, mengawasi perbedaan di
seluruh negeri dan membantu memformulasikan kebijakan
dan intervensi berdasar bukti-bukti.
2. Alat/Media advokasi untuk pemerintah provinsi dan kabu
paten untuk meningkatkan status kesehatan mereka dengan
berfokus pada sumber daya, prioritas kebijakan, serta
program intervensi.
3. Kriteria untuk mengalokasikan dana dari tingkat pusat ke
pemerintah provinsi dan kabupaten.
Berdasarkan hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masya
rakat (IPKM) tahun 2007 dengan menggunakan 20 indikator
kesehatan maka didapatkanlah peringkat untuk setiap kabupaten
menyangkut kesehatan. Dari peringkat IPKM ini maka terlihat
kabupaten yang memiliki IPKM baik dan kabupaten yang

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

masih buruk serta membutuhkan intervensi agar mengalami


peningkatan. Tujuan penentuan peringkat kepada provinsi
dan kabupaten/kota dalam IPKM adalah memberikan dasar
bagi Pemerintah Pusat untuk menentukan alokasi anggaran
kesehatan dari pusat ke daerah. Selain itu juga sebagai bahan
advokasi kepada provinsi maupun kabupaten kota untuk
menaikkan peringkatnya dengan melakukan prioritas program
kesehatan sesuai indikator dalam IPKM. Bagi Pemerintah Daerah
IPKM diharapkan menjadi dasar dalam perencanaan program
pembangunan kesehatan di wilayahnya.
IPKM hanya menggambarkan hasil pembangunan kese
hatan masyarakat dalam angka indeks sehingga tidak ter
gambarkan mengapa indeks suatu daerah bagus dan di daerah
lain tidak. Banyak sekali faktor penyebab yang tidak dapat
digambarkan oleh angka-angka dalam IPKM. Oleh karena itu,
studi ini menelusuri sampai pada faktor penyebab munculnya
angka indeks tersebut, dan menjawab pertanyaan mengapa
angka indeks di suatu daerah baik atau buruk.

1.2. Alasan Pemilihan Wilayah


Kota Padang Sidempuan berdasarkan IPKM 2007 menun
jukkan peringkat 129 dari 440 Kabupaten. Tahun 2013 mengalami
penurunan peringkat menjadi 310 dari 497 kabupaten/kota di
Indonesia. Berdasarkan angka indeks, sebenarnya kota Padang
Sidempuan mengalami kenaikan dari angka 0,5686 pada tahun
2007 menjadi 0,6502 di tahun 2013. Namun beberapa indikator
kesehatan masyarakat berada di bawah rata-rata nasional
maupun rata-rata provinsi.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Indikator kesehatan balita dan kesehatan lingkungan di


Kota Padang Sidempuan memiliki nilai indeks di bawah rata-rata
angka Provinsi Sumatera Utara dan nasional.
Tabel 1.1 Indikator Indeks di Kota Padang Sidempaun Tahun 2013
INDEKS KELOMPOK INDIKATOR
Kab/ Kota

Kes
Kespro Yankes Perilaku
Balita

PTM

PM

Kesling

KOTA
PADANG
0.5630 0.4469 0.3701 0.2973
SIDEMPUAN

0.6895 0.7478 0.3706

SUMATERA
UTARA

0.6040 0.3322 0.2525 0.1924

0.3829 0.5496 0.4905

INDONESIA

0.6114 0.4756 0.3808 0.3652

0.6267 0.7507 0.5430

Sumber: Lampiran IPKM 2013 dan Indikator Input

Selain itu, kota Padang Sidempuan termasuk kota yang


mempunyai kapasitas fiskal 0,04175 dengan katagori rendah.
Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masingmasing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk
dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai
pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan
setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin.
Menarik untuk dianalisis penyebab penurunan peringkat
IPKM yang cukup drastis dan rendahnya indeks kesehatan balita
dan kesehatan lingkungan Kota Padang Sidempuan. Berdasar

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

latar belakang tersebut dipilihlah Kota Padang Sidempuan


sebagai wilayah studi dan dipilih pula masalah kesehatan balita
dan kesehatan lingkungan sebagai fokus studi.

1.3. Metode Penelitian


1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan studi kasus yang dite
mukan di daerah penelitian, dengan didahului pencarian
tematik berdasarkan IPKM yang telah diperbandingkan
antar nasional, wilayah, dan antar kabupaten. Hasil tematik
yang ditemukan, terjadi masalah kesehatan pada kesehatan
balita dan kesehatan lingkungan. Maka dua fokus utama
tersebut yang diperdalam dalam studi kasus ini.
2. Sampling
Penelitian dilakukan secara purposif, berdasarkan tema
yang telah didapatkan yaitu kesehatan balita dan kesehatan
lingkungan. Informan dalam studi ini meliputi instansi peme
rintah yang membidangi secara langsung maupun tidak
langsung dua program tersebut, tokoh masyarakat, tokoh
agama, akademisi, dan warga masyarakat sebagai subjek
sasaran program tersebut.
3. Metode Pengumpulan Data
Terdapat tiga metode pengumpulan data, yaitu:
a. Wawancara mendalam atau In-depth interview.
Untuk menggali informasi lebih dalam dari informan,
dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan
menggunakan metode indepth interviewing, yaitu proses
tanya jawab dengan bertatap muka antara peneliti dengan
informan. Dengan cara ini, selain mendapatkan informasi
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

peneliti juga mendapatkan pengertian tentang kehidupan


informan, serta pengalaman atau keadaan seperti yang
dikatakan sendiri oleh para informan (Bogdan and Taylor,
1984:74). Wawancara mendalam dilakukan dengan informan
yang mengetahui materi yang ingin ditanyakan.
b. Observasi
Observasi di lapangan, diperlukan untuk mempertajam
apa yang didapatkan dari hasil wawancara (cross check).
Observasi dilakukan dengan mengikuti aktivitas keseharian
masyarakat, seperti aktivitas seharihari di rumah, aktivitas
pekerjaan, yang berkaitan dengan kesehatan secara umum,
maupun kesehatan anak dan kesehatan lingkungan. Dengan
melakukan pengamatan, peneliti yakin terhadap realitas
yang ada di lapangan dan data yang diperoleh (Moleong,
2005:174175).
c. Penelusuran dokumen
Penelusuran dokumen diperlukan sebagai data dukung
dari hasil wawancara, juga sebagai data pembanding
dari tematik yang disepakati. Data tersebut berupa profil
kabupaten, datadata kesehatan secara umum, data
mengenai gizi, KIA, dan kesehatan lingkungan dari Dinas
Kesehatan Kota Padang Sidempuan, data keseahtan yang
berasal dari puskesmas, data demografi dari BPS, bukubuku,
literatur, dan penelusuran dari berbagai informasi yang
dipublikasikan dalam media elektronik maupun cetak.
4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan terhitung
mulai dari persiapan sampai dengan pelaporan penelitian

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

yaitu bulan Januari sampai dengan Maret 2015. Pengambilan


data lapangan dilakukan selama tiga minggu di bulan Januari
sampai dengan Februari 2015.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum mempunyai tujuan untuk
menggali informasi yang melatarbelakangi status kesehatan
setempat (pencapaian IPKM) dari perspektif provider, lintas
sektor, dan masyarakat.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Menggali informasi mengenai kebijakan dan strategi program
kesehatan (kendala dan kelebihan).
2. Menggali informasi terkait peran lintas sektor dalam bidang
kesehatan.
3. Menggali informasi peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan.
4. Menggali informasi yang melatarbelakangi isu kesehatan di
wilayah setempat.
5. Menggali kebutuhan dan arah ke depan untuk pembangunan
kesehatan di daerah.

1.5 Manajemen Penelitian


1)

Persiapan lapangan
Penentuan wilayah penelitian menggunakan analisis dari
indicator-indikator dan peringkat antar wilayah dalam IPKM. Kota
Padang Sidempuan terpilih karena perbandingan peringkat IPKM
hasil Riskesdas 2007 dan IPKM hasil Riskesdas 2013 menurun

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

drastis. Selanjutnya dipilih tema yang akan menjadi fokus


penelitian. Dari indikator dalam IPKM, masalah kesehatan balita
dan kesehatan lingkungan menjadi tema yang menarik diteliti
karena angka indeksnya di bawah rata-rata provinsi dan rata-rata
nasional.
Selanjutnya disusun instrumen pengumpulan data berupa
panduan wawancara dan menyamakan persepsi tim peneliti
terhadap tema yang diambil.
2)

Pelaksanaan Penelitian
Penentuan tema di awal penelitian dimaksudkan untuk
memfokuskan arah penelitian, sehingga keterbatasan waktu di
lapangan dapat dimanfaatkan secara efektif. Pelaksanaan pe
ngumpulan data sebagai berikut.
a. Minggu Pertama, dilakukan wawancara dengan Dinas
Kesehatan, Lintas Sektor terkait tematik.
b. Minggu Kedua, melanjutkan wawancara mendalam ke tokoh
masyarakat dan studi lapangan ke posyandu, observasi
pelaksanaan penimbangan.
c. Minggu Ketiga,observasi lapangan dan penulisan laporan.

1.6. Analisis Data


Analisis dilakukan untuk memperoleh pemahaman dari
data hasil lapangan. Data kualitatif dari lapangan memerlukan
interpretasi dari peneliti sehingga terhindar dari bias. Analisis
yang dimaksud merupakan upaya menata secara sistematis
catatancatatan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
untuk menemukan kesimpulan dari tema yang diteliti.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

BAB 2

SELAYANG PANDANG KOTA PADANG


SIDEMPUAN
2.1. Kondisi Geografis dan Penduduk
Secara Geografis Kota Padang Sidempuan terletak di
antara 1o800 - 1o2800 LU dan 99o1300 - 99o2000 BT dan
berada pada ketinggian 260 meter sampai dengan 1.100 meter
di atas permukaan laut dan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan (Kecamatan Angkola Timur).
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan (Kecamatan Angkola Timur).
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan (Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Angkola
Selatan).
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan (Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Angkola
Selatan).

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Padang Sidempuan


Sumber: www.sidimpuan.com

Luas wilayah Kota Padang Sidempuan mencapai 146,85 Km2


dikelilingi oleh beberapa bukit serta dilalui oleh beberapa sungai
dan anak sungai yang terbagi menjadi 6 kecamatan, 47 desa,
dan 37 kelurahan. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan,
luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Padangsidimpuan
Batunadua dengan luas 38,74 km2 atau sekitar 25,88% dari luas
total wilayah Kota Padang Sidempuan, sedangkan Kecamatan
Padangsidimpuan Utara mempunyai luas wilayah terkecil yaitu
14,09 Km2 atau sekitar 9,66% dari luas total wilayah Kota Padang
Sidempuan.
Topografi wilayahnya berupa lembah yang dikelilingi
oleh bukit barisan. Jika dilihat dari Bukit Simarsayang, wilayah
Kota Padang Sidempuan tak ubahnya seperti cekungan yang
menyerupai danau. Puncak tertinggi dari bukit dan gunung yang
mengelilingi kota ini adalah Gunung Lubuk Raya dan Bukit (Tor)
Sanggarudang yang terletak berdampingan di sebelah utara kota.

10

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Salah satu puncak bukit yang terkenal di kota padang Sidempuan


yaitu Bukit (Tor) Simarsayang.

Gambar 2.2 Kota Padang Sidempuan Dilihat dari Bukit Simarsayang


(Sumber: www.sidimpuan.com)

Terdapat sebelas sungai yang melintasi Kota Padang


Sidempuan sebagai sumber kebutuhan hidup sehari-hari. Sungai
Batang Angkola sebagai sungai terpanjang, 25 Km melintasi Kota
Padang Sidempuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten
Mandailing Natal. Sedangkan sungai terpanjang kedua, Sungai
Batang Ayumi, 16 Km, dan terpanjang ketiga Sungai Batang Kumal
sepanjang 11 Km.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

11

Gambar 2.3 Sungai Batang Ayumi yang melewati Kecamatan


Padangsidimpuan Hutaimbaru
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Tabel 2.1.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nama Sungai yang Melintasi Kota Padang Sidempuan


Menurut Panjang, 2013
Nama Sungai
Sungai Batang Angkola
Sungai Batang Kumal
Sungai Batang Ayumi
Sungai Aek Rokkare
Sungai Aek Sipogas
Sungai Aek Tolping
Sungai Aek Silangkitang
Sungai Aek Ratta
Sungai Aek Silandit
Sungai Aek Tohul
Sungai Aek Mompang

Panjang
(Km)
25
11
16
5
6
3
2
4
3
4
6

Sumber: Padang Sidempuan Dalam Angka, 2014

12

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Penduduk Kota Padang Sidempuan sampai tahun 2013


mencapai 204.615 jiwa, terdiri dari 99.725 jiwa laki-laki dan
104.890 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk Kota Padang
Sidempuan mencapai 1.393,36 per Km. Kecamatan yang mem
punyai kepadatan terkecil yaitu Kecamatan Padangsidimpuan
Angkola Julu hanya mencapai 282,01 per Km2. Jika dibandingkan
dengan luas wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Utara, wilayah
Kecamatan Angkola Julu jauh lebih luas yaitu 28,18 Km2 namun
hanya ditempati penduduk sejumlah 7.947 jiwa.
Berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang me
nempati Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu 62.756 jiwa
menempati wilayah seluas 14,09 Km2, sehingga kepadatan pen
duduk di Kecamatan Padangsidimpuan Utara mencapai 4.453,94
per Km2. Sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua
sebagai kecamatan yang memiliki wilayah terluas yaitu 38,74
Km2 hanya ditempati penduduk sejumlah 20.483 jiwa, sehingga
kepadatan penduduknya terendah kedua tersebut hanya 528,73
per Km2.
Tabel 2.2.

No.
1.
2.
3.

Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan dan Kepadatan


Penduduk Di Kota Padang Sidempuan, 2013

Kecamatan
Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua

Luas /
Area
(Km2)
27,69

Banyak
Jumlah Kepadatan
Desa /
Penduduk Penduduk
Kelurahan
(Jiwa)
(per Km2)
18
32.698
1.180,86

15,81

12

64.712

4.093,11

37,74

15

20.483

528,73

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

13

4.
5.
6.

Padangsidimpuan 14,09
Utara
Padangsidimpuan 22,34
Hutaimbaru
Padangsidimpuan 28,18
Angkola Julu
Jumlah
146,85

16

62.756

4.453,94

10

16.016

717,05

7.947

282,01

79

204.615

1.393,36

Sumber: diolah dari Kota Padang Sidempuan Dalam Angka 2014

2.2. Sejarah Singkat


Sekitar tahun 1700, Padang Sidempuan merupakan daerah
jajahan negara Inggris yang terkenal dengan nama Padang Na
Dimpu. Namun, dalam waktu kurang dari satu abad, Padang
Sidempuan diserahkan kepada Belanda melalui Traktat Hamdan
yang dilanjutkan dengan membentuk kewedanaan (District)
Mandailing, Kewedanaan Angkola, dan Kewedanaan Teluk
Tapanuli di bawah kekuasaan Government Sumatras West Kust
yang saat itu berkedudukan di Padang. Selanjutnya, dalam
rentang waktu antara tahun 1885 sampai dengan tahun 1906,
Padang Sidempuan pernah menjadi Ibukota Residen Tapanuli.

14

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 2.4 Peta Kota Padang Sidempuan tahun 1852


Sumber: http://akhirmh.blogspot.com/2014/11/kampong-baroe-kampung-lama-diankola.html

Asal-usul nama Padang Sidempuan sudah ada sebelum


masa penjajahan Belanda. Si Dimpoean adalah nama sebuah
kampung kecil yang terdiri dari beberapa rumah tangga petani
sawah. Kampung-kampung kecil semacam ini tersebar berjauhan
satu dengan yang lain, seperti Tanobato, Sitataring, Boeloe
Gonting, Panjanggar, Ajoemi, Batang Toehoel, Si Batoe Loting,
Poedoen, Baroewas, Oejoeng Goerap, dan Batoe Nanggar. Setelah
Belanda masuk, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Staatsblad Nomor 141 tahun 1862, wilayah
Padang Sidempuan masuk ke wilayah Afdeeling Mandheling en
Ankola (divisi Mandailing dan Ankola) dan merupakan bagian dari
Residentie Tapanoeli (Karesidenan Tapanuli) (Harahap, 2014).

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

15

Nama divisi Mandailing dan Ankola ini juga disebutkan


dalam buku berjudul Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker
atau Multatuli, sebuah buku yang menginspirasi para penggagas
pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya, dia mengarahkan mata penjajahannya bukan ke arah
utara melainkan ke arah timur. Tanah Batak yang baru saja
ditenangkan telah berada di bawah pimpinan Asisten Residen
Mandailing dan Angkola. (Multatuli, 2014).

Kota Padang Sidempuan pada awal tahun 1870-an perkem


bangannya sangat luar biasa. Kota ini telah menjadi ibukota
Afdeeling Mandheling en Ankola. Jalan poros Padang, Bukit
Tinggi, Panyabungan, Padang Sidempuan menuju Sibolga dan
menuju Sipirok sudah dapat dilalui pedati. Laju pertumbuhan
penduduk juga makin pesat, pemukiman penduduk makin
meluas dan pasar-pasar semakin ramai. Pada tanggal 13 Maret
1873 terbit Keputusan Gubernur Jenderal yang mengindikasikan
bahwa ibukota Residen Tapanoeli akan dipindahkan ke Padang
Sidempoean.
Pada peta Tapanoeli terbitan 1852, nama Kampong Si
Dimpoean bergeser menjadi Padang Sidempoean pertama kali
ditulis secara resmi. Perubahan ini diduga kuat berasal dari tim
topografi Belanda yang melihat Kampong Si Dimpoean dari
markas militer yang dibatasi oleh padang (ilalang). Kemudian
pengucapan dan penulisan Sidimpoean menjadi Sidempoean
mungkin karena alasan lebih praktis atau lebih nyaman diucapkan
oleh orang yang berbahasa Belanda (Harahap, 2014).
Peranan dan fungsi Kota Padang Sidempuan sebagai pusat
pemerintahan tersebut masih terus berlanjut hingga pada masa
awal kemerdekaan, yaitu dengan diundangkannya UndangUndang Darurat Nomor 70/DRT/1956, Kota Padang Sidempuan

16

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

menjadi pusat pemerintahan dari lembah besar Tapanuli


Selatan dan bahkan pernah menjadi Ibukota Kabupaten Angkola
Sipirok sampai digabung kembali Kabupaten Mandailing Natal,
Kabupaten Angkola Sipirok, dan Kabupaten Padang Lawas. Selain
sebagai pusat pemerintahan, Kota Padang Sidempuan saat itu
pun menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa, serta pusat
pendidikan.
Pada masa awal pelaksanaan sistem pemerintahan daerah1
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982 Tentang
Pembentukan Kota Administratif Kota Padang Sidempuan, Kota
Padang Sidempuan tidak lagi menjadi pusat pemerintahan, tetapi
menjadi bagian dari dan bertanggung jawab kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Tingkat II Tapanuli Selatan. Namun, dalam
proses desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pada tanggal 21 Juni
2001 Kota Padang Sidempuan menjadi daerah otonom melalui
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Kota Padang Sidempuan sehingga resmi terpisah dari Kabupaten
Tapanuli Selatan hingga sekarang.

Terdapat dua versi penyebutan dan penulisan nama


Kota Padang Sidempuan yaitu Padangsidimpuan dan
Padang Sidempuan. Dalam dasar hukum pembentukan
Kota Padang Sidempuan disebut dengan nama Kota
Padang Sidempuan, akan tetapi penyebutan dan/atau
penulisan dalam administrasi pemerintahan daerah ditulis
1 Undang-Undang Nomor 55 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah
Daerah merupakan awal pelaksanaan sistem pemerintahan daerah.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

17

Kota Padangsidimpuan. Perbedaan penyebutan ini telah


terjadi sejak awal terbentuknya kota ini. Sehingga dalam
tulisan ini penulis tetap akan menggunakan nama Padang
Sidempuan untuk penulisan daerah kota, sedangkan kata
Padangsidimpuan akan digunakan dalam penulisan selain
penyebutan nama kota yang diakui oleh undang-undang,
contohnya dalam penulisan kecamatan-kecamatan di Kota
Padang Sidempuan yang menggunakan Padangsidimpuan.

2.3. Latar Belakang Budaya


Pada bagian ini diulas latar belakang budaya masyarakat
Kota Padang Sidempuan untuk memberi gambaran tentang
bagaimana masyarakat setempat memaknai kehidupannya
sehari-hari secara keseluruhan. Gambaran ini akan berguna
untuk mengetahui apa dan bagaimana gagasan mereka tentang
kesehatan, tentang penyakit, dan tentang pengobatan. Kesehatan
adalah salah satu aspek dari banyak aspek kehidupan masyarakat
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemahaman tentang
latar belakang budaya menjadi penting karena akan membawa
kita pada pandangan yang holistik atau menyeluruh, bukan
sektor-per-sektor semata.
Pembahasan dimulai dari sistem kekerabatan, termasuk
di dalamnya tentang konsep Dalihan Na Tolu dan sistem marga.
Tema ini memiliki arti penting karena menjadi dasar interaksi
dalam masyarakat setempat. Selanjutnya juga dibahas sekelumit
tentang aspek kearifan lokal yang meski sudah tegerus zaman
tapi masih memiliki harapan untuk dikembangkan (revitalisasi/
rekognisi) untuk menjawab tantangan hari ini dan masa depan,
termasuk dalam hal pembangunan kesehatan.

18

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Kekerabatan masyarakat Kota Padang Sidempuan termasuk


dalam sub suku Batak Angkola-Mandailing merupakan salah satu
subSuku Bangsa Batakyang berasal dari Sumatera Utara,tinggal
di wilayahTapanuli Bagian Selatan. NamaAngkolaberasal dari
nama sungai, yakni Batang Angkola (batang: sungai) yang diberi
nama seorang penguasa yang bernama Rajendra Kola (Angkola:
Yang Dipertuan Kola), melalui Padang Lawas, dan kemudian
berkuasa di situ. Di sebelah selatan Batang Angkola diberi
nama Angkola Jae (Angkola Hilir) dan di sebelah utara sungai
batang angkola diberi namaAngkola Julu(Angkola Hulu).
Adat Angkola dengan adat Mandailing dapat dikatakan
hampir sama. Perbedaan kedua masyarakat adat ini hanya pada
dialek bahasa, namun tidak pada subtansi bahasa itu sendiri.
Dalam hal komunikasi, kedua budaya ini tetap terjalin, karena
mereka memiliki pemahaman dan pengertian yang sama atas
simbol-simbol bahasa. Karena itu, hubungan sosial di antara
kedua masyarakat adat ini tidak pernah putus. Malah, hubungan
sosial itu terjalin erat lewat jalur perkawinan antara masyarakat
adat, kemudian mereka diikat oleh nilai-nilai adat yang sulit
terceraikan.
Perbedaan yang paling nampak antara Mandailing
dan Angkola ini adalah pada pakaian adatnya. Pakaian adat
Mandailing didominasi warna merah, dengan ornamen yang
ramai. Sedangkan pakaian adat Angkola lebih sederhana dan
pengantin prianya didominasi warna hitam (Harahap, 2014).

Dalihan Na Tolu
Dalam masyarakat Kota Padang Sidempuan, seperti
umumnya masyarakat Tapanuli yang lain, segala aktivitas sosial

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

19

budaya individu tidak dapat dipisahkan dari ikatan kekerabatan.


Hubungan kekerabatan antarindividu dalam masyarakat ter
cermin dalam konsep yang disebut Dalihan Na Tolu. Konsep
tersebut seperti sebuah segitiga sama sisi. Masing-masing sisi
disebut:
1. Mora (pemberi anak gadis) yang terdiri dari Bapak atau Ibu
Mertua, Abang atau Adik dari Ibu, Abang atau Adik Sepupu
laki-laki dari Ibu, Paman dari keluarga sepupu Ibu, Paman
dari keluarga atau sepupu nenek (Tulang Pusako), dan Mora
dari kelompok marga dari Ibu;
2. Kahanggi (kerabat satu marga) yang terdiri dari Adik atau
Abang dari satu Bapak; Adik atau Abang dari satu Ibu; Adik
atau Abang dari sepupu; Paman, Amanguda, Amang Tua
dari keluarga sepupu; Paman, Amanguda, Amang tua dari
keluarga satu nenek sebelumnya (Kahanggi Pusako); Paman,
Adik, atau Abang dalam kelompok satu marga; dan
3. Anak Boru (penerima anak gadis) terdiri dari Bapak atau
Ibu Mertua dari (adik perumpuan kita yang menikah); Adik
atau Kakak dari Bapak (Perempuan dan suaminya); Adik atau
kakak perempuan dari sepupu bapak; Paman dari suami adik
atau kakak dari keluarga atau sepupu bapak; Paman dari
keluarga atau sepupu adik perempuan dari kakek (Anakboru
Pusako); Anak boru dari kelompok marga di atas.
Setiap orang secara abstrak memolakan diri mereka dalam
segitiga itu. Hak dan kewajiban seseorang ditentukan oleh
posisinya dalam pola itu. Tetapi sewaktu-waktu posisi itu dapat
berubah karena terjadinya perkawinan. Hubungan masingmasing unsur di dalamnya diatur melalui norma atau etika

20

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

yang disebut apantunon (adab). Apantunon diyakini mampu


menciptakan hidup yang beradab. Karena itu ada istilah pantun
hangoluan, teas hamatean. Artinya, dengan beradab kita bisa
hidup, kalau tak beradab kita akan binasa.
Tutur ditentukan berdasarkan hubungan perkawinan yang
bersangkutan dengan orang lain, atau hubungan perkawinan
pihak ayah dengan pihak ibu, baik secara vertikal maupun
horizontal. Mereka meyakini bahwa konsep Dalihan na Tolu
dapat membentuk suatu sistem kemasyarakatan yang ideal.
Masyarakat ideal yang dimaksud adalah masyarakat yang di
dalam interaksi sosialnya ditemukan holong (kasih sayang).
Holongdijadikan sumber kehidupan. Karena itu ada istilah dalam
Mandailing:holong do mula ni ugari(kasih sayang awal dari adat),
atauholong do maroban domu, domu maroban parsaulian(kasih
sayang membawa keakraban, keakraban membawa kebaikan
bersama).
Dalam adat setempat kekerabatan yang diikat oleh
Dalihan Na Tolu membentuk satu ikatan rasa sahancit
sahasonangan dan sasiluluton sasiriaon. Artinya, sakit senang
dirasakan bersama. Karenanya dalam menyikapi berbagai
persoalan yang mereka hadapi, orang dituntut untuk sahata
saoloan satumtum sapartahian. Maksudnya, seia sekata menyatu
dalam mufakat untuk sepakat. Juga dikenal istilahmate mangolu
sapartahian,atau hidup dan mati dalam mufakat untuk sepakat.
Agar setiap individu mengetahui hak dan kewajibannya
dalam relasi kekerabatan Dalihan na Tolu, maka dicipta
kanlah partuturan. Dengan begitu, pada tutur melekat hak
dan kewajibannya pada orang lain. Misalnya, seseorang yang
dipanggil mamak, berarti padanya melekat hak dan kewajiban

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

21

sebagai mora, dan orang yang memanggilnya melekat hak dan


kewajiban sebagai anak boru. Anak boru harus menghormati
(somba) moranya.
Seperti yang dijelaskan di atas, konsep Dalihan Natolu yang
terdiri dari mora, kahanggi, dan anak boru akan menentukan
kedudukan seseorang dalam prilaku kehidupan masyarakat.
Kedudukan itu dipertegas lagi dalam pola partuturan, yakni
panggilan kepada seseorang dalam kehidupan masyarakat
berdasarkan kedudukan sosialnya. Panggilan tersebut lebih
ditentukan hubungan kekerabatan daripada usianya. Partuturan
sangat dipentingkan karena menyangkut nilai tingkah laku
seseorang. Seseorang ditentukan kesopanannya berdasarkan
pemahaman dan penerapan tuturnya. Atau dengan kata lain,
komunikasi antara warga masyarakat dianggap tidak sopan kalau
hanya saling memanggil nama, walupun terhadap orang yang
lebih muda usianya.

Marga (Clan)
Marga (clan) adalah kelompok orang-orang yang dipercaya
berasal dari satu nenek moyang yang sama (saompu parsadaan).
Marga menunjukkan identitas garis keturunan atau silsilah
seseorang. Pewarisan melalui dari garis ayah kepada anak (sistem
patrilineal). Orang Padang Sidempuan, seperti umumnya budaya
Angkola-Mandailing, percaya bahwa masing-masing kelompok
marga mereka berasal nenek moyang yang punya karisma di
masa lalu (raja-raja). Selain itu, mereka juga percaya bahwa
marga juga menunjukkan karakter individu seseorang. Ada sifatsifat abstrak seseorang yang dipercaya identik dengan marganya.
Di Padang Sidempuan ada beberapa marga yang dapat dikatakan

22

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dominan, antara lain Siregar, Harahap, Hasibuan, Nasution,


Rambe,Daulay, Tanjung, Ritonga, Dalemnute, Mardia, Pulungan,
Lubis, Rangkuti, Parinduri, Matondang, Batubara, Tanjung,
Lintan, danHutasuhut.
Garis keturunan masing-masing marga biasanya ditulis
secara khusus dalam buku Tarombo. Buku ini mengatur keje
lasan silsilah (genealogies) seseorang dalam marganya.
Tarombo konon dalah sumber penting sejarah di masa lalu.
Melaluitaromboorang bisa mengetahui garis keturunan mereka
hingga ratusan tahun yang lalu. Marga nasution misalnya diyakini
berasal dari satu kakek bersama, yakniSibaroar. Marga Lubis juga
diyakini berasal dari satu kakek bersama Namora Pande Bosi.
Selain itu, ada juga marga yang berbeda, tetapi diyakini berasal
dari nenek moyang yang sama. Misalnya, Matondang dan Daulay
diyakini dari nenek moyang Pormanto Sopiak, Rangkuti dan
Parinduri berasal dari nenek Mangaraja Pane.
Dalam sejarah masyarakat Tapanuli, tidak pernah ada
konflik antarmarga. Meski citra budaya orang Batak sering
digambarkan keras dan kasar, akan tetapi mereka sesungguhnya
sudah teruji dalam memelihara kehidupan harmoni dengan cara
mereka sendiri. Orang dilarang keras menikah dengan marga yang
sama. Pernikahan semarga adalah aib besar dan setara dengan
menikah sedarah atau inces. Banyak cerita rakyat dan legendalegenda yang menggambarkan betapa pernikahan terlarang
tersebut akan mendatangkan bencana, misalnya akan dikutuk
menjadi batu (legenda Batuna Dua dan Simarsayang).
Oleh karena pernikahan internal marga dilarang, maka
otomatis antara marga satu dengan yang lainnya akan menjalin
hubungan yang baik, sebab mereka saling membutuhkan untuk

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

23

kelangsungan kehidupan bersama. Memang penerus nama marga


adalah pihak laki-laki, akan tetapi keluarga pihak laki-laki tersebut
akan sangat menaruh hormat pada keluarga perempuan (istri).
Bahkan seorang ipar atau besan dari pihak istri dapat dikatakan
wajib disembah oleh sang laki-laki (suami).

Tradisi Marsialapari
Marsialapari adalah semacam gotong-royong yang men
jadi tradisi masyarakat setempat dalam mengerjakan sawah.
Marsialapari berasal dari dua suku kata yaitu alap (panggil) dan
ari (hari), kemudian ditambah kata awalan mar yang berarti
saling, sementara si adalah kata sambung yang kemudian men
jadi kata marsialapari, yang dapat diartikan sebagai saling
menjemput hari. Dalam melaksanakan Marsialapari, masyarakat
secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/
membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan di
sawah atau kebun. Kegiatan ini hampir seperti arisan. Si A yang
membantu mengerjakan sawah si B selama 7 hari, maka si B juga
akan datang ke sawah si A dengan jumlah hari yang sama.
Marsialapari biasa dilakukan pada saat menanam
(marsuaneme) maupuan pada saat memanen (manyabi) atau
pun pada saat ketika menanam (marsuaneme) biasanya dikerj
akan oleh sekitar lima hingga sepuluh orang yang berasal
dari teman atau sanak saudara, baik tua maupun muda.
Meskipun marsialapari merupakan kerja sukarela tetapi ada
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki
mendapat bagian pekerjaan yang dianggap lebih berat. Pekerjaan
laki-laki biasanya berkaitan dengan pembuatan atau perbaikan
saluran air, tanggul, atau jalan.

24

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Sementara perempuan cenderung mengerjakan bagianbagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan.
Manyabi (panen) adalah puncak dari marsialapari. Kegiatan itu
seperti pesta yang dilakukan di sawah.
Saat manyabi (panen) adalah saat paling membaha
giakan dan di tunggu-tunggu oleh semua warga. Dari kegiat
an marsialapari ini terlihat bahwa pekerjaan yang sulit akan
terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama,
sehingga mengerjakan sawah yang luas tidak perlu mengeluarkan
uang yang banyak. Marsialapariini masih bertahan di pedesaan
karena masyarakat Tapanuli masih memegang teguh nilai-nilai
budaya yang ada dalam tradisi. Sementara di perkotaan tradisi
ini mulai luntur, sebab banyak urusan yang mulai diselesaikan
berdasarkan hubungan kerja dan ekonomi.

2. 4. Potensi Daerah
2.4.1. Perdagangan
Sektor perdagangan besar maupun kecil mendominasi
mata pencaharian penduduk Kota Padang Sidempuan. Data BPS
Kota Padang Sidempuan mencatat 32,61% penduduk bermata
pencaharian di sektor perdagangan (termasuk rumah makan dan
jasa akomodasi) pada tahun 2013.
Pasar Sangkumpal Bonang dan area sekitarnya yang
terletak di pusat kota menjadi lokasi utama aktivitas perdagangan,
baik pedagang kecil maupun pedagang besar. Berbagai komoditas
barang dan jasa ditawarkan di lokasi ini, termasuk komoditas
hasil pertanian dan perkebunan.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

25

2.4.2. Pertanian dan Perkebunan


Sektor pertanian cukup mendominasi di Kota Padang
Sidempuan, meskipun dikategorikan kota namun kota ini masih
banyak memiliki daerah pertanian. Sistem irigasi yang dipasok
dari air sungai yang mengalir sepanjang tahun sangat mendukung
sektor pertanian di kota ini. Hasil pertanian dan luas lahan
terbesar adalah pertanian padi. Total luas lahan pertanian padi
tahun 2013 adalah 12.007 hektar dan menghasilkan 67.238,80
ton padi. Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu merupakan
daerah pertanian padi terbesar di Kota Padang Sidempuan. Luas
lahan pertanian di kecamatan ini mencakup 32,68% dari total
luas lahan pertanian padi di Kota Padang Sidempuan. Selain
tanaman padi, hasil pertanian di Kota Padang Sidempuan antara
lain jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan kacang tanah.

Gambar 2.5 Tugu Salak Kota Padang Sidempuan


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

26

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Buah salak merupakan komoditas hasil perkebunan yang


terkenal di Kota Padang Sidempuan. Tahun 2013 kota ini meng
hasilkan 10.230 ton buah salak yang digunakan untuk mencukupi
kebutuhan lokal maupun didistribusikan keluar daerah. Buah
salak menjadi ikon Kota Padang Sidempuan, dan tidak salah jika
kota ini mendapat julukan sebagai Kota Salak.
Buah salak Kota Padang Sidempuan memiliki ciri khas
rasa yang asam dan beberapa jenis memiliki daging buah ber
warna merah. Sebagian besar salak yang diperdagangkan di
wilayah Kota Padang Sidempuan dikirim dari Kabupaten Tapanuli
Selatan yang berbatasan langsung dengan kota ini.

2.4.3. Jasa dan Transportasi


Kota Padang Sidempuan merupakan jalur lintas yang
menghubungkan Kota Sibolga, Kota Padang di Sumatera Barat,
juga Kota Medan. Jalur ini juga merupakan salah satu alternatif
jalur lintas Sumatera yang digunakan masyarakat untuk mela
kukan perjalanan darat menuju Pulau Jawa.
Data BPS Kota Padang Sidempuan, tahun 2013 kondisi
jalan di Kota Padang Sidempuan 47,79% sudah diaspal dan
sebagian besar dalam kondisi baik. Jumlah kunjungan wisatawan
ke Kota Padang Sidempuan untuk berbagai kepentingan dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah wisatawan
tahun 2007 tercatat 19.829 orang dan meningkat menjadi 86.606
pada tahun 2011. Kondisi ini sangat strategis untuk usaha di
bidang jasa dan transportasi. Tahun 2013 tercatat penduduk yang
bermata pencaharian bidang jasa sebanyak 24,70%, dan bidang
transportasi sebanyak 9,32%.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

27

2.4.4. Industri
Jumlah perusahaan industri besar dan industri sedang di
Kota Padang Sidempuan tidak begitu banyak, tersebar hanya di
2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
terdapat 3 (tiga) perusahaan industri dan Kecamatan Padang
Sidempuan Selatan terdapat 1 (satu) perusahaan industri. Sejak
tahun 2010 hingga tahun 2013 tidak menunjukkan adanya
perubahan jumlah tenaga kerja dan jumlah sektor industri besar
maupun industri sedang. Dari 3 (tiga) perusahaan industri di
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara hanya menyerap tenaga
kerja sebanyak 240 tenaga kerja. Sedangkan perusahaan industri
di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan menyerap 233 tenaga
kerja.

2.5. Kapasitas Fiskal Daerah dan Tingkat Kemiskinan


2.5.1 Kapasitas Fiskal Daerah
Besarnya kapasitas fiskal daerah dihitung berdasarkan
jumlah dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum dan Lain-lain. Pendapatan Daerah yang sah lalu
dikurangi dengan belanja pegawai dan hasilnya dibagi dengan
jumlah penduduk miskin di daerah tersebut. Berdasarkan rumus
an tersebut, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
kemiskinan maka akan semakin kecil kapasitas fiskalnya, demikian
pula semakin tinggi belanja pegawai maka semakin kecil kapasitas
fiskal daerah itu.
Indeks kapasitas fiskal daerah Kota Padang Sidempuan
sejak tahun 2011 atau penghitungan yang didasarkan pada data
realisasi APBD Tahun Anggaran 2010 mengalami penurunan yang

28

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

cukup tajam, namun mengalami kenaikan di tahun 2014 yang


dihitung berdasarkan data realisasi APBD Tahun Anggaran 2012.
Kenaikan tersebut memposisikan indeks kapasitas fiskal Kota
Padang Sidempuan di tahun 2014 berada di atas indeks kapasitas
fiskal Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan penghitungan kapasitas fiskal tahun 2010
yang dihitung berdasarkan data realisasi APBD Tahun Anggaran
2009, Kota Padang Sidempuan memiliki indeks kapasitas fiskal
0,7085 jauh lebih tinggi dibanding dengan indeks tahun 2011
yang dihitung berdasarkan data realisasi APBD Tahun Anggaran
2010 yaitu 0,3111, dan terus mengalami penurunan indeks
kapasitas fiskal tahun 2012 yang dihitung berdasarkan data
realisasi APBD Tahun Anggaran 2011 menjadi 0,2034. Namun
berdasarkan penghitungan pada data Realisasi APBD Tahun
Anggaran 2012 mengalami kenaikan kembali menjadi 0,4175
dan masih bertahan dalam kategori kapasitas fiskal rendah sejak
penghitungan kapasitas fiskal yang didasarkan pada data Realisasi
APBD Tahun Anggaran 2010.
Tabel 2.3.

Indeks Kapasitas Fiskal Kota Padang Sidempuan


Berdasarkan Data Realisasi APBD Tahun Anggaran
2009-20121

Kabupaten/Kota
Kota Padang
Sidempuan

Data Realisasi APBD (Tahun Anggaran)


2009
2010
2011
2012
0,7085
0,3111
0,2034
0,4175

Provinsi Sumatera
0,3904
0,4091
0,4199
0,3649
Utara
Sumber: Menteri Keuangan, Peta Kapasitas Fiskal Kota Padang
Sidempuan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

29

2.5.2 Tingkat Kemiskinan


Tingkat kemiskinan di Kota Padang Sidempuan meng
alami pasang surut sejak tahun 2009. Lonjakan jumlah penduduk
miskin terjadi di tahun 2010 dan 2011 yang mencapai 10,53%
dari total jumlah penduduk. Namun sejak tahun 2012 cenderung
menurun menjadi 9,50% dan menurun lagi pada tahun 2013
menjadi 9,04%.
Hubungan antara tingkat kemiskinan dengan indeks kapa
sitas fiskal dalam uraian sebelumnya dapat terlihat pada tahun
2012 indeks kapasitas fiskal Kota Padang Sidempuan cenderung
menaik seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin.
Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut tentu saja atas
upaya kinerja Pemerintah Daerah Kota Padang Sidempuan. Hal
itu ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan perekonomian yang
cenderung positif yang menyebabkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Tabel 2.4. Tingkat Kemiskinan Tahun 2009 2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Total Jumlah Penduduk


(Jiwa)
191.912
191.531
193.322
198.809
204.615

Jumlah Penduduk
Miskin (%)
9,77
10,53
10,53
9,50
9,04

Sumber: Padang Sidempuan Dalam Angka, 2014

Terkait dengan Program Pembangunan Pemerintah Pusat dan


Provinsi dalam menanggulangi masalah kemiskinan, maka
Pemerintah Kota Padang Sidempuan membuat Rencana Kerja

30

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2013 yang meliputi program


Pro Rakyat yang memfokuskan pada:
a. Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Keluarga;
b. Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberda
yaan Masyarakat;
c. Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberda
yaan Usaha Mikro dan Kecil.

Selain itu, salah satu fokus kegiatan tahun 2013 pada


program Keadilan Semua yaitu adanya program Keadilan
Bagi Kelompok Miskin dan Terpinggirkan. Demikian pula
pada Tujuan Pembangunan Millenium, Pemerintah Kota
Padang Sidempuan memberi ruang pada program Pembe
rantasan Kemiskinan dan Kelaparan.

2.6. Gambaran Status Kesehatan


2.6.1. Angka Kematian
Kematian merupakan indikator untuk menentukan dera
jat kesehatan masyarakat. Beberapa kasus yang diukur berdasar
kan angka kematian, antara lain angka kematian bayi, angka
kematian ibu, angka kematian perinatal.
a. Kasus Kematian Bayi
Jumlah kematian bayi di Kota Padang Sidempuan yang
tercatat pada tahun 2013 adalah 18 bayi dari 4.486 kelahiran.
Dari profil Kota Padang Sidempuan, bahwa penyebab kematian
bayi disebabkan karena tingkat kesakitan dan status gizi keluarga
yang mengakibatkan infeksi penyakit, kesehatan ibu hamil dan
proses penanganan persalinan.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

31

Pada tahun 2013, Puskesmas Pijorkoling menempati pering


kat pertama dengan kasus kematian bayi terbanyak yaitu 5
kematian dari 593 kelahiran. Kemudian diikuti Puskesmas
Sidangkal, Puskesmas Batunadua, dan Puskesmas Sadabuan,
masing-masing menyumbang 3 kasus kematian bayi. Selanjutnya
di Puskesmas Padangmatinggi terdapat 2 kasus kematian bayi.
Adapun Puskesmas Hutaimbaru dan Puskesmas Pintu Langit
terdapat masing-masing 1 kasus kematian bayi. Sedangkan di
Puskesmas Labuhan Rasoki dan Puskesmas Pintu Pokenjior tidak
terdapat kasus kematian bayi.
Jumlah kematian berdasarkan kecamatan, peringkat pert
ama diduduki oleh Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara dan
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, masing-masing menyum
bang 5 kasus kematian bayi dari jumlah kelahiran 717 bayi
dan 1.418 bayi. Sedangkan di Kecamatan Padangsidimpuan
Hutaimbaru dan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu
masing masing hanya terdapat 1 kematian bayi.
Tabel 2.5.

Pijorkoling
Labuhan Rasoki
Padangmantinggi
Sidangkal
Batunadua

Jumlah
Kelahiran
593
124
946
472
450

Jumlah
Kematian
5
0
2
3
3

Sadabuan

1.375

No. Kecamatan

Puskesmas

1.
2.
3.
4.

32

Kasus Kematian Bayi Menurut Kecamatan dan


Puskesmas Tahun 2013

Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Utara

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

5.
6.

Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan
Angkola Julu

Hutaimbaru

351

Pokenjior
Pintu Langit

91
84

0
1

Sumber: Profil Kesehatan Kota Padang Sidempuan Tahun 2013

b. Kasus Kematian Ibu


Kasus kematian ibu menggambarkan jumlah kematian pe
rempuan yang disebabkan dari beberapa penyebab yang terkait
dengan gangguan kehamilan, gangguan persalinan. Angka
Kematian ibu merupakan indikator keberhasilan dari pem
bangunan sektor kesehatan, yaitu tingkat kesadaran perilaku
hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu, kondisi kesehatan ling
kungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil,
waktu melahirkan dan masa nifas.
Kasus kematian ibu tahun 2013 di Kota Padang Sidempuan
yang disebabkan karena persalinanan berjumlah 7 (tujuh) orang.
Ketujuh kasus kematian tersebut di antaranya dalam kondisi (1)
ibu hamil berjumlah 4 orang dengan usia 20-34 tahun, dan (2)
ibu bersalin berjumlah 3 orang dengan usia 20-34 tahun. Kasus
kematian ibu secara keseluruhan terbanyak berada di Kecamatan
Padangsidimpuan Batunadua dalam wilayah kerja Puskesmas
Batunadua sebanyak 2 kasus kematian ibu Hamil dan Kecamatan
Padangsidimpuan Utara dalam wilayah kerja Puskesmas
Sadabuan sebanyak 2 kematian ibu terdiri dari 1 kasus kematian
Ibu Hamil dan 1 kasus kematian Ibu Bersalin.
Sama halnya dengan kasus kematian ibu di Kecamatan
Padangsidimpuan Tenggara dalam wilayah Puskesmas Pijorkoling
terdapat 1 kasus kematian Ibu Hamil dan 1 kasus kematian ibu
Bersalin. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Padangmatinggi,
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

33

Kecamatan Padangsidimpuan Selatan hanya terdapat 1 kasus


kematian Ibu Bersalin.
Jika membandingkan antara Tabel 2.5 di atas dan Tabel 2.6
terdapat ketidaksinkronan antara jumlah ibu hamil, jumlah
kelahiran dan jumlah kematian bayi. Hal ini menunjukkan
bahwa sistem pencatatan dan pelaporan yang berasal dari
kader posyandu sampai dengan Dinas Kesehatan belum pernah
dilakukan verifikasi. Belum disadari bahwa sistem pencatatan
dan pelaporan yang baik akan menjadi informasi penting
pembangunan kesehatan di wilayahnya.
Tabel 2.6.
No.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

Kasus Kematian Ibu Hamil dan Ibu Bersalin, 2013

Kecamatan
Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Utara
Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan
Angkola Julu

Jumlah Jumlah Kematian


Ibu
Ibu
Puskesmas
Ibu
Hamil Hamil Bersalin
Pijorkoling
572
1
1
Labuhan Rasoki
128
0
0
Padangmantinggi 932
0
1
Sidangkal
480
0
0
Batunadua
434
2
0
Sadabuan

1.371

Hutaimbaru

355

Pokenjior
Pintu Langit

91
83

0
0

0
0

Sumber: Profil Kesehatan Kota Padang Sidempuan 2013

34

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

c. Kasus Kematian Anak Balita


Jumlah kasus kematian anak balita di kota Padangsidempuan
tahun 2013 sebesar 3 anak dan 21 balita. Beberapa penyebab
kasus kematian anak yang tercatat di kota Padangsidempuan
antara lain keterlambatan dalam penanganan kasus yang
diberikan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan dan keter
lambatan akibat ketidak tahuan/pengetahuan orang tua.
Jumlah kematian terbanyak anak dan balita berada di
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dalam wilayah kerja Puskes
mas Padangmatinggi sejumlah 8 anak balita, masing-masing 3
kasus kematian anak dan 5 kasus kematian balita. Begitu pula
dengan kasus kematian balita di Kecamatan Padangsidimpuan
Tenggara dalam wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling terdapat 5
kasus. Sedangkan untuk wilayah kerja Puskesmas Labuhan Rasoki
dan Puskesmas Pokenjior tidak terdapat kasus kematian baik
kematian anak maupun kematian balita.
Tabel 2.7.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kasus Kematian Anak dan Balita Tahun 2013


Kecamatan

Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Utara
Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan
Angkola Julu

Puskesmas
Pijorkoling
Labuhan Rasoki
Padangmantinggi
Sidangkal
Batunadua

Jumlah Kematian
Anak
Balita
0
5
0
0
3
5
0
3
0
3

Sadabuan

Hutaimbaru

Pokenjior
Pintu Langit

0
0

0
1

Sumber: Profil Kesehatan Kota Padang Sidempuan Tahun 2013

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

35

2.6.2 Status Gizi


Status gizi yang dapat dipantau dan dilaporkan pada kota
Padang Sidempuan berdasarkan laporan dari program gizi tahun
2014 antara lain sebagai berikut.
a. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR)
Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) dapat terdeteksi pada saat
kehamilan, dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara
rutin di posyandu maupun puskesmas. Tahun 2014, penyebab
BBLR yang terbanyak akibat faktor ekonomi, akibat KEK pada ibu
hamil, akibat penyakit penyerta pada ibu hamil, dan bayi lahir
dengan diikuti penyakit penyerta.
Tabel 2.8.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jumlah Bayi BBLR Menurut Jenis Kelamin dan


Puskesmas Tahun 2013
Puskesmas

Pijorkoling
Labuhan Rasoki
Padangmatinggi
Sidangkal
Batunadua
Sadabuan
Hutaimbaru
Pokenjior
Pintu Langit
Jumlah

Bayi Baru Lahir


Ditimbang
L
P
169
173
55
43
400
379
172
166
245
218
552
529
183
161
35
43
34
24
1.845 1.736

0
0
0
0
0
0
0
1
0
1

Bayi Baru Lahir


Rendah
L
P
1
0
0
0
1
3
0
1
0
6

Sumber: Profil Padang Kesehatan Kota Padang Sidempuan 2013


Keterangan: L = Laki-laki
P = Perempuan

Pada tahun 2013 terdapat 7 kasus BBLR terdiri dari 1 bayi


laki-laki dan 6 bayi perempuan. Kasus BBLR terbanyak berada
di wilayah kerja Puskesmas Sadabuan yang terdapat bayi

36

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

baru lahir ditimbang terbanyak yaitu 1.081 bayi di antaranya


terdapat 3 kasus BBLR perempuan, diikuti bayi di wilayah kerja
Puskesmas Pokenjior sebanyak 2 kasus BBLR masing-masing
1 bayi laki-laki dan perempuan. Sedangkan di wilayah kerja
Puskesmas Pijorkoling dan Puskesmas Batunadua masing-masing
menyumbang 1 kasus BBLR.
b. Bayi dan Balita Dengan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Balita dengan gizi kurang ini dapat diketahui pada saat
penimbangan yang dilakukan secara rutin dan pemantauan oleh
petugas gizi. Penimbangan rutin dilakukan di posyandu dengan
indikasi berat badan terus menurun, apabila balita tidak datang
ke posyandu maka kader harus melakukan kunjungan rumah
dengan berbagai pertanyaan antara lain penyebab balita tidak
datang secara rutin, bagaimana perkembangan balita sejak
dilahirkan sampai dengan balita.
Pada tahun 2011 jumlah gizi kurang pada bayi terbanyak
di Kota Padang Sidempuan terdapat di wilayah Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan sebanyak 92 bayi dan mengalami
kenaikan menjadi 131 bayi pada tahun 2012. Sama halnya di
wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang mengalami
kenaikan dari 30 bayi menjadi 33 bayi dengan gizi kurang pada
tahun 2012. Sedangkan bayi dengan gizi kurang di daerah
Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru mengalami penurunan
yang cukup signifikan dari 75 bayi pada tahun 2011 menjadi 20
bayi di tahun 2012. Adapun jumlah bayi dengan gizi kurang paling
sedikit berada di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Angkola
Julu, yaitu pada tahun 2011 terdapat 9 bayi dan mengalami
penurunan pada tahun 2012 menjadi 5 bayi.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

37

Untuk kasus gizi buruk pada bayi tahun 2011 terbanyak


terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sebanyak 6
bayi dan hingga tahun 2012 jumlah tersebut tidak mengalami
perubahan. Begitupula di Kecamatan Padangsidimpuan Utara
kasus gizi buruk pada bayi sejak tahun 2011 hingga tahun 2012
terdapat 2 kasus gizi buruk pada bayi. Sedangkan di Kecamatan
Padangsidimpuan Batunadua tidak terdapat kasus gizi kurang
pada bayi.
Tabel 2.9.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jumlah Balita Berdasarkan Status Gizi Tahun 2011


2012
Kecamatan

Padangsidimpuan
Utara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Angkola Julu

Status Gizi
2011
2012
Kurang
Buruk Kurang Buruk
39
2
35
2
92

131

36

31

75

20

30

33

Sumber: Renstra Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan 2007-2013

Berdasarkan catatan dari Dinas Kesehatan Kota Padang


Sidempuan, sepanjang tahun 2013 terdapat kasus balita gizi
buruk sebanyak 11 balita dan sepanjang tahun 2014 berjumlah
17 balita. Data tahun 2013 menunjukan 3 balita terdiagnosa
diare, asma, dan tuberkolosis paru dan terdapat tanda klinis

38

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

marasmus. Terdapat 1 balita memiliki tanda klinis marasmus dan


balita lainnya tidak terdiagnosa dan tidak terdapat tanda-tanda
klinis. Sedangkan pada tahun 2014 terdapat 4 balita terdiagnosa
pneumonia berat, dispepsia, pneumonia dan diare. Dan terdapat
4 balita lainnya memiliki tanda klinis marasmus.
Balita gizi buruk dimulai dengan balita gizi kurang yang
tidak terpantau atau tidak mendapatkan perawatan secara
benar, misalnya tidak mendapatkan asupan makanan tambahan.
Sebagaimana prosedur yang ada, balita dengan gizi buruk dapat
dilakukan perawatan secara rawat jalan dan atau perawatan
secara rawat inap di rumah sakit atau PPG untuk memulihkan
kembali.
Balita gizi buruk diketahui apabila Berat Badan per Tinggi
Badan tidak sesuai dengan umur balita. Jumlah balita gizi buruk
tahun 2014 berjumlah 4 balita dan mendapatkan perawatan di
puskesmas (rawat jalan) dengan pemberian makanan tambahan
yang didapatkan dari puskesmas. Terdapat balita mati akibat gizi
buruk yang dilaporkan sampai dengan Desember 2014 (kurun
waktu satu tahun) berjumlah 3 balita.
Dari data yang didapatkan, terdapat balita gizi buruk
yang meninggal pada tahun 2013 sebanyak 1 (satu) balita di
Kecamatan Padangmatinggi, tahun 2014 terdapat 3 (tiga) balita
meninggal yaitu 1 (satu) balita di Kecamatan Pijorkoling dan 2
(dua) balita di Kecamatan Batunadua.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

39

Tabel 2.10. Jumlah Balita Gizi Buruk dan Kurang dan Jumlah Balita
Sembuh Tahun 2013 2014
Balita Gizi
Balita Gizi
Buruk
Kurang
2013 2014 2013 2014
1. Pijorkoling
1
0
0
0
2. Labuhan Rasoki
0
0
0
0
3. Padangmantinggi
2
7
3
0
4. Sidangkal
0
0
0
0
5. Batunadua
1
5
1
1
6. Sadabuan
0
0
0
0
7. Hutaimbaru
1
0
0
1
8. Pokenjior
0
0
0
0
9. Pintu Langit
0
0
0
0
Jumlah
5
12
4
2
No.

Kecamatan

Balita Gizi Buruk


Sembuh
2013
2014
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

Sumber: Catatan Dinas Kesehatan Tahun 2013 dan Tahun 2014

2.6.3 Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan yang disajikan dalam penulisan
ini sesuai dengan rencana tematik yang akan dianalisis, yaitu
sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi. Ruang lingkup air
meliputi, jenis sumber air, rerata pemakaian air per orang per
hari, jarak sumber air minum terhadap penampungan tinja, jarak
dan waktu tempuh ke sumber air minum, anggota rumah tangga
yang mengambil air minum, kualitas fisik air minum, pengelolaan
(pengolahan dan penyimpanan) air minum. Adapun akses
terhadap sanitasi yang dimaksudkan adalah penggunaan fasilitas
buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat pembuangan
akhir tinja, jenis tempat penampungan air limbah, jenis tempat
penampungan sampah, dan cara pengelolaan sampah.

40

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

a. Sumber air bersih


Sebagian besar warga Kota Padang Sidempuan memilih
air isi ulang sebagai sumber air minum utama yakni sebesar
39,51%. Sebanyak 30,50% rumah tangga menggunakan sumur
tidak terlindung sebagai sumber air minumnya. Menurut petugas
kesehatan lingkungan Dinas Kesehatan, jumlah rumah tangga
pengguna air PDAM belum pernah dilakukan pemeriksaan
kualitas air minum. Kualitas air minum yang dilakukan
pemeriksaan adalah air minum depot atau air kemasan. Adapun
air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Padang
Sidempuan adalah air bersumber dari tanah (pegunungan) yang
dialirkan melalui saluran terbuka untuk keperluan Mandi, Cuci,
dan Kakus (MCK).
Tabel 2.11. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum
di Kota Padang Sidempuan Tahun 2013
Sumber Air Minum
Air dalam kemasan
Air isi ulang
Ledeng Meteran
Ledeng Eceran
Pompa
Sumur Terlindung
Sumur Tidak terlindung
Mata Air terlindung
Mata Air tidak terlindung
Air sungai, air hujan, lainnya
Jumlah

Persentase (%)
0,49
39,51
18,94
0,96
0,65
5,02
30,50
2,23
1,42
0,29
100

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padang Sidempuan, Tahun 2013

Badan Pusat Statistik mengklasifikasikan sumber air minum


menjadi 2 (dua) bagian yaitu air minum layak dan air minum

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

41

tidak layak. Yang dikategorikan sebagai sumber air minum layak


adalah air ledeng, air hujan, pompa/sumur terlindung, dan mata
air terlindung dengan jarak minimal 10 meter dari penampungan/
pembuangan kotoran. Pada tahun 2013 sebanyak 77,49 persen
rumah tangga dikategorikan memiliki sumber air minum yang
tidak layak dan 22,51 persen dengan sumber air minum layak.2
80
70
60
50
40

Layak

30

Tidak Layak

20
10
0

Kondisi Air
Minum

Kondisi Sanitasi

Gambar 2.6. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Sanitasi Air


Minum dan Kondisi Sanitasi Tahun 2013
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padang Sidempuan 2013

Sarana sumber air bersih yang bersumber dari Perusahaan


Daerah Air Minum (PDAM) belum dapat menjangkau seluruh
wilayah di Kota Padang Sidempuan, seperti di Kecamatan
2 Lihat Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan 2013, Badan
Pusat Statistik Kota Padang Sidempuan, Desember 2014, hlm. 65

42

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Padangsidimpuan Hutaimbaru dan Kecamatan Padangsidimpuan


Angkola Julu tidak dapat dijangkau oleh PDAM. Terdapat 2 PDAM
di Kota Padang Sidempuan yang melayani 47.083 rumah tangga
di Kota Padang Sidempuan, yaitu PDAM Tirtanadi dan PDAM
Tirta Ayumi. Jumlah pelanggan PDAM Tirtanadi untuk kebutuhan
rumah tangga atau non niaga jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah pelanggan pada PDAM Tirta Ayumi.
Jumlah terbanyak rumah tangga yang menggunakan air
bersih dari PDAM adalah dari Kecamatan Padangsidimpuan
Utara sebanyak 4.795 pelanggan diikuti oleh Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan berjumlah 4.059 pelanggan. Selanjut
nya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara terdapat 336
pelanggan dan terakhir di Kecamatan Padangsidimpuan
Batunadua hanya 12 pelanggan.
Tabel 2.12. Jumlah Pelanggan Air Bersih pada PDAM Tirtanadi dan
Tirta Ayumi Untuk Kebutuhan Rumah Tangga Menurut
Kecamatan 2013
Kecamatan
Padangsidimpuan Utara
Padangsidimpuan Selatan
Padangsidimpuan Batunadua
Padangsidimpuan Hutaimbaru
Padangsidimpuan Tenggara
Padangsidimpuan Angkola Julu
Jumlah

PDAM Tirtanadi
4.795
4.059
8.854

PDAM Tirta
Ayumi
12
336
348

Sumber: Kota Padang Sidempuan Dalam Angka, 2014

b. Kepemilikan Sarana Sanitasi


Jumlah Kepala Keluarga yang ada 47.083, setelah dilakukan
pendataan dan pemeriksaan pada rumah tangga, tercatat

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

43

8.795 rumah tangga yang mempunyai jamban keluarga, dan


selebihnya menggunakan jamban bersama. Adapun pengelolaan
limbah tidak didapatkan data. Kondisi sanitasi rumah juga dapat
dibedakan atas 2 (dua) kondisi yakni kondisi sanitasi layak dan
kondisi sanitasi tidak layak. Kondisi sanitasi layak ditandai dengan
tersedianya fasilitas buang air besar sendiri/bersama dengan
kloset leher angsa dan tangki septik pembuangan akhir kotoran.
Pada Gambar 2.6 di atas terlihat tahun 2013 terdapat 52,63
persen rumah tangga dengan kondisi sanitasi yang tidak layak
dan sisanya sebanyak 47,37 persen dengan kondisi sanitasi layak.

2.7 Sarana Kesehatan dan Unit Kesehatan Berbasis


Masyarakat
Jumlah rumah sakit umum di Kota Padang Sidempuan
tahun 2013 sebanyak 3 (tiga) rumah sakit. Untuk pelayanan
primer adalah 2 (dua) puskesmas perawatan dan 7 (tujuh)
Puskesmas non perawatan, puskesmas pembantu 28 (dua puluh
delapan). Memperhatikan jumlah puskesmas dan keterjangkauan
penduduk terhadap puskesmas, ratio puskesmas terhadap
penduduk adalah 1:22.735 atau satu puskesmas melayani 22.735
penduduk, lebih rendah dari standar yaitu 1:30.000 penduduk.
Dalam upaya menjangkau pelayanan kesehatan di Kota
Padang Sidempuan, pelayanan puskesmas dan puskesmas
pembantu dibantu unit pelayanan kesehatan yang berbasis
masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan UKBM. Jenis
UKBM yang dikenal masyarakat Kota Padang Sidempuan dan
sebagai penolong awal terhadap permasalahan kesehatan adalah
poskesdes dan posyandu. Jumlah posyandu hingga tahun 2013
ada sebanyak 137 unit.

44

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Tabel 2.13. Banyaknya Fasilitas Kesehatan dan Usaha Kesehatan


Bersama Masyarakat (UKBM) Menurut Kecamatan,
2013
Sarana Kesehatan dan UKBM
No

Kecamatan

Padangsidimpuan
Utara
2. Padangsidimpuan
Selatan
3. Padangsidimpuan
Batunadua
4. Padangsidimpuan
Hutaimbaru
5. Padangsidimpuan
Tenggara
6. Padangsidimpuan
Angkola Julu
Jumlah

1.

Rumah
Puskes Puskesmas
Pos
Sakit
BPU
mas Pembantu
yandu
Umum
1
1
9
5
30
2*

37

20

16

23

11

28

12

137

Sumber: Padang Sidempuan Dalam Angka 2014


Keterangan: BPU = Balai Pengobatan umum (Swasta), * = terdiri dari RSU Swasta dan
Pemerintah

Jumlah posyandu terbanyak berada di Kecamatan


Padangsidimpuan Selatan yang berjumlah 37 unit posyandu.
Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak dibandingkan
dengan beberapa kecamatan yang lain. Dengan jumlah posyandu
yang banyak diharapkan pemantauan terhadap perkembangan
balita akan lebih mudah. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu
terbanyak berada di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan
Utara yang jumlahnya mencapai 9 (sembilan) Puskesmas dan
selanjutnya 7 (tujuh) Puskesmas Pembantu di Kecamatan
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

45

Padangsidimpuan Selatan. Banyaknya Puskesmas Pembantu


dan Posyandu di Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan
Padangsidimpuan Selatan sebanding dengan banyaknya jumlah
penduduk di dua kecamatan ini.

2.8 Sumber Daya Kesehatan


Menurut Nila Rahmi Isna, sumber daya manusia kesehatan
(SDM Kesehatan) merupakan tatanan yang menghimpun
berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta
pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan adalah semua orang yang
bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, ber
pendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis ter
tentu memerlukan upaya kesehatan. Ada 2 bentuk dan cara
penyelenggaraan SDM kesehatan, yaitu:
1. Tenaga kesehatan, yaitu semua orang yang bekerja secara
aktif dan profesional di bidang kesehatan, berpendidikan
formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan.
2. SDM Kesehatan, yaitu tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta penda
yagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya.
Saat ini ada 9 (sembilan) tenaga dokter spesialis yang
bekerja sebagai ASN di rumah sakit Kota Padang Sidempuan, dan
11 dokter umum yang sebagian membantu di puskesmas. Dari

46

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

7 (tujuh) tenaga nutrisionis yang ada, enam orang di puskesmas


dan satu orang di Dinas Kesehatan sebagai tenaga administrator
di seksi pelayanan kesehatan dasar. Ada 111 bidan di puskesmas
atau rata-rata setiap puskesmas mempunyai tenaga bidan 10-12
orang.
Tabel 2.14. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Padang Sidempuan
Tahun 2013

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Jenis Tenaga Kesehatan


Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan Puskesmas
Bidan RS
Perawat Puskesmas
Perawat Rumah sakit
Teknis Kefarmasian
Apoteker
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan
Nutrisionis

Data Tenaga
Kesehatan
9
11
6
111
37
90
0
13
1
8
4
7

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan Tahun 2014

2.9. Pembiayaan Kesehatan


Anggaran kesehatan di Kota Padang Sidempuan tahun 2013
berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2014 hanya bersumber dari
APBN dan APBD Kota masing-masing sebesar Rp 9.820.122.100,dan Rp 66.499.118.576,-. Jumlah Belanja Langsung dari APBD
Kota sebesar Rp 33.096.342.702,- dan Belanja Tidak Langsung
sebesar Rp 33.402.775.874,-. Sedangkan jumlah total APBD Kota
Padang Sidempuan tahun 2013 mencapai Rp 684.117.419.925,-.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

47

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan, besarnya anggaran kesehatan pemerintah daerah
kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% dari APBD di luar gaji,
sehingga persentase anggaran kesehatan terhadap APBD kota
hanya sebesar 4,88% dan mencapai 9,72% terhadap APBD Kotor.
Permasalahan kesehatan akan lebih mudah dalam mengatasinya,
karena salah satu upaya dalam perbaikan kesehatan di daerah
adalah kecukupan anggaran dengan pemanfaatan yang efekif,
efisien, dan tepat sasaran.

2.10 Rencana Pembangunan Daerah Sektor Kesehatan


2.10.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Tahun 2005-2025
Pemerintahan Kota Padang Sidempuan yang dibentuk
sejak tahun 2001 telah menyusun rencana pembangunannya
melalui Peraturan Daerah Kota Padang Sidempuan Nomor 25
Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kota Padang Sidempuan Tahun 2005-2025 (Perda No.
25 Tahun 2008). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kota Padang Sidempuan Tahun 2005-2025 (RPJPD) dapat menjadi
panduan untuk menentukan arah pembangunan jangka panjang
meskipun pengesahannya adalah pada tanggal 19 Agustus 2008,
sedangkan nomenklatur tahunnya sejak 2005, sudah terlampaui
selama lebih dari 2 tahun.
Hal tersebut sebagai konsekuensi atas keluarnya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Peren
canaan Pembangunan Nasional (UU No. 25 Tahun 2004) yang
mengamanatkan adanya suatu dokumen negara mengenai
perencanaan jangka panjang. Amanat tersebut ditindaklanjuti

48

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007


Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (UU No.
17 Tahun 2007) yang juga merupakan acuan dalam penyusunan
RPJPD yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka
panjang daerah. UU No. 17 Tahun 2007 tersebut penting untuk
dipelajari agar kegiatan yang dilakukan daerah berdasarkan
acuan yang jelas, terjadi sinergi, dan keterkaitan dari setiap
perencanaan pembangunan.
Keterkaitan antarbidang tugas dan kewenangan ini
sangat penting, karena otonomi daerah yang berkembang luas
pasca tahun 1998 sangat memerlukan koordinasi kebijakan
antarsetiap tingkatan pemerintahan. Koordinasi yang dibangun
sangat kondusif bagi upaya mendorong kesejahteraan masyarakat
setempat, dan sekaligus memerangi tindakan korupsi (fight
against corruption) secara sistematis atau penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan aparat karena telah
merugikan negara.
RPJPD Kota Padang Sidempuan yang berasaskan keseim
bangan antara visi, misi, dan arah kebijakan pembangunan
Nasional dan pembangunan provinsi memiliki nilai strategis serta
berfungsi dan berkedudukan sebagai supremasi politik dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan. Bagi Pemerintah
Kota Padang Sidempuan sendiri, peraturan perundangundangan yang dibentuk akan menjadi aturan hukum dan dasar
hukum (rechtsground) untuk mengatur realisasi garis politik
pembangunan di Kota Padang Sidempuan.
Arah kebijakan dalam RPJPD Kota Padang Sidempuan
tersebut untuk mewujudkan masyarakat daerah Kota Padang
Sidempuan yang maju, mandiri, berdaya saing, dan adil sebagai

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

49

landasan bagi pelaksanaan tahap pembangunan berikutnya


menuju masyarakat daerah yang sejahtera dalam lingkup Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD Tahun 1945). Dengan kondisi dasar daerah yang demikian,
maka sebagai ukuran tercapainya tujuan Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kota Padang Sidempuan dalam 20 tahun
mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok
di antaranya untuk mewujudkan masyarakat sehat yang ditandai
oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjuk
kan dengan meningkatnya angka harapan hidup, rendahnya
angka kematian bayi dan ibu melahirkan, meningkatnya
status gizi masyarakat, rendahnya tingkat prevalensi penyakit
degeneratif dan penyakit menular.
2. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup yang sehat dan
bersih.
3. Meningkatnya prilaku hidup sehat untuk terwujudnya bu
daya hidup sehat.
4. Terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.
5. Tersedianya sistem informasi kesehatan.
6. Rendahnya tingkat penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif (NAPZA), dan penyebaran virus HIV/AIDS.
7. Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk hidup sehat.
Dalam mewujudkan masyarakat yang sehat tersebut,
pembangunan di Kota Padang Sidempuan diarahkan pada hal-hal
berikut.

50

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

1. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dilaksanakan


melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayan kesehatan,
sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan yang disertai oleh peningkatan pengawasan,
manajemen kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat
dengan penekanan pada peningkatan prilaku dan keman
dirian masyarakat serta upaya promotif dan preventif. Ber
bagai upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan
dinamika kependudukan, epidemologi penyakit, perubahan
ekologi dan lingkungan, kemajuan iptek, serta globalisasi dan
demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerjasama
lintas sektor.
2. Peningkatan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas
sektor yang meliputi produksi pangan, pengolahan, distri
busi, hingga konsumsi pangan tingkat rumah tangga dengan
kandungan gizi yang cukup seimbang, serta terjamin
keamanannya dalam rangka mencapai status gizi yang baik.
3. Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk
diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu, dan
efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas.
Disamping itu, sistem administrasi kependudukan perlu
mendapat perhatian untuk mendukung perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan daerah serta mendorong ter
akomodasinya hak penduduk dan perlindungan sosial.
4. Peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam mewujud
kan masyarakat sehat, khususnya dalam pengembangan
pelayanan medik.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

51

5. Peningkatan pencegahan terhadap Narkotika, Psikotropika,


dan Zat Adiktif (NAPZA), serta penyebaran virus HIV/AIDS.
6. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pelayanan kesehatan.
Berdasarkan uraian di atas, arah pembangunan jangka
panjang dalam mengatasi status gizi buruk dan kurang pada
balita dilaksanakan melalui semangat kerja sama lintas sektor
yang difokuskan pada konsumsi pangan. Hal ini dapat dimengerti,
karena status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi. Sebagaimana disimpulkan
Almatsier bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.3 Dengan
demikian dapat diartikan ketidakcukupan konsumsi pangan
dapat menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dan
berdampak pada kurangnya gizi.
Berbeda dengan tujuan pembangunan dalam mewujud
kan masyarakat sehat yang ditandai dengan meningkatnya status
gizi masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan hidup yang
sehat tidak diarahkan secara langsung, namun tetap menjadi
perhatian dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
Kota Padang Sidempuan salah satunya melalui pemberdayaan
masyarakat. Dalam kaitan dengan akses sanitasi dan air bersih,
pemberdayaan masyarakat dapat diarahkan pada peningkatan
partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan menyangkut diri
dan masyarakatnya.

3 S. Almatsier, Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,


2003)

52

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Pemberdayaan masyarakat dengan penekanan pada


peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya
promotif dan preventif, erat kaitannya dengan pemantapan,
pembudayaan, dan pengamalan demokrasi. Seperti yang
dinyatakan Friedman4 bahwa The empowerment approach,
which is fundamental to an alternative development, places the
emphasis an autonomy in the decision making of territorially
organized communities, local self-reliance (but not autarchy),
direct (participatory) democracy, and experiental social learning.
Kedudukan RPJPD dalam hal ini merupakan penjabaran
rencana pembangunan Nasional, pembangunan jangka panjang
Provinsi dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang berlaku
serta program pembangunan daerah dan menjadi dasar penyu
sunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Rencana Kinerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Rencana
Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
sehingga mengikat stakeholders di Kota Padang Sidempuan.

2.10.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan
daerah yang mutlak harus ada dalam penyelenggaraan
pemerintahan untuk periode 5 (lima) tahunan. RPJMD yang
memuat penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah
tersebut berpedoman pada RPJPD serta memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMD Kota
4
J. Friedmann, Empowerment: The Politics of Alternative Development,
(Wiley-Blackwell: 1st Edition, 1992) sebagaimana dikutip oleh I Nyoman Gede
Ustriyana, Agribusiness Model in Rural Community Economic: Indonesia
Perspective, (African Journal of Agricultural Research: vol 10, 22 January 2015),
hlm. 175

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

53

Padang Sidempuan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah


Kota Padang Sidempuan Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) (Perda No. 26
Tahun 2008). Hingga saat ini, Pemerintah Kota Padang Sidempuan
telah melaksanakan pembangunan jangka menengahnya selama
2 (dua) tahap yaitu RPJMD I Tahun 2005-2008 dan RPJMD II Tahun
2008-2013.
Penetapan skala prioritas pembangunan kesehatan dalam
RPJMD (lihat Lampiran I) dirumuskan berbeda setiap tahapnya,
namun ada beberapa cakupan yang masih dipertahankan.
Terdapat perbedaan penetapan tujuan pembangunan kesehat
an dalam RPJMD I dan RPJMD II. Tujuan pembangunan kese
hatan dalam RPJMD I dirumuskan lebih umum, yaitu untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jika dibandingkan
dengan RPJMD II tujuan pembangunan kesehatan ditetapkan
lebih spesifik pada peningkatan pelayanan kesehatan.
Berbeda dengan pelaksanaan RPJMD III (2013-2018)
yang sedang berjalan saat ini, skala prioritas pembangunan lebih
ditekankan pada pencapaian Kota Padang Sidempuan sebagai
Kota Pendidikan, Perdagangan, Jasa dan Pariwisata. RPJMD III
ini telah disesuaikan dengan visi RPJPD Kota Padang Sidempuan
yaitu Padang Sidempuan yang sejahtera, agamais, berdaya saing,
berbudaya sebagai Kota Pusat Pendidikan, Perdagangan Barang
dan Jasa Terdepan di Pantai Barat Sumatera Utara.
Begitu pula dalam RPJMD IV (2018-2023) yang ber
landaskan pada pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keber
lanjutan dari RPJMD III memiliki tujuan pembangunan yang sama
yaitu untuk mewujudkan Kota Padang Sidempuan sebagai Kota
Pendidikan, Perdagangan, Jasa dan Pariwisata. Dengan melihat

54

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

tujuan pembangunan dalam RPJMD III dan RPJMD IV keunggulan


bidang pendidikan, perdagangan, jasa dan pariwisata dijadikan
sebagai penggerak utama untuk pencapaian kesejahteraan
masyarakat Kota Padang Sidempuan.
Pelaksanaan dan pencapaian pembangunan yang hendak
dicapai pada RPJMD V (2023-2025) tidak jauh berbeda dengan
tujuan dari RPJMD IV. Dengan demikian RPJMD V ini ditujukan
untuk mempertahankan Kota Padang Sidempuan sebagai
Kota Pendidikan, Perdagangan, Jasa dan Pariwisata. Harapan
pemerintahan Kota Padang Sidimpuan mempertahankan tujuan
rencana pembangunan dalam dan sejak RPJMD III ini adalah
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang semakin mening
kat. Selain itu, perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan
berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh daerah, sesuai
dengan dinamika perkembangan daerah dan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, rencana pembangunan
kesehatan di Kota Padang Sidempuan tidak lagi dijadikan tujuan
utama sejak RPJMD III hingga RPJMD V, namun tetap menjadi
bagian yang difokuskan pembangunannya dalam rangka
meningkatkan dan memperkuat identitas pembangunan Kota
Padang Sidempuan yang konsisten menuju terwujudnya Visi dan
Misi pembangunan Kota Padang Sidempuan 2005-2025.

Dalam upaya mengatasi masalah gizi masyarakat


Pemerintah Kota Padang Sidempuan telah merumuskan
peningkatan dan perbaikan gizi masarakat dalam setiap
tahapan RPJMD, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, peningkatan dan perbaikan
gizi masyarakat telah ditentukan dalam RPJMD II hingga
RPJMD IV. Sedangkan pada RPJMD I dan V secara tidak

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

55

langsung dapat mendukung upaya peningkatan status gizi


masyarakat menjadi lebih baik.
Begitupula dengan upaya kesehatan lingkungan yang
secara implisit dirumuskan dalam RPJMD I dan RPJMD II, namun
tidak secara spesifik memerinci cakupan apa saja yang hendak
dicapai dari kesehatan lingkungan. Demikian halnya dengan
upaya kesehatan lingkungan pada RPJMD III hingga RPJMD V tidak
menyebutkannya sebagai tujuan pembangunan, namun lebih
pada peningkatan perilaku hidup sehat bagi masyarakat Kota
Padang Sidempuan.

2.10.3 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)


Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) harus mengacu pada kebijakan umum dan program pem
bangunan daerah serta indikasi rencana program prioritas yang
disertai kebutuhan pendanaan sebagaimana telah ditetapkan
dalam Perda No. 26 Tahun 2008 dan memuat rancangan
kerangka ekonomi daerah, kebijakan keuangan daerah, prioritas
pembangunan daerah serta program dan kegiatan SKPD yang
tercermin dalam bentuk kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. Dengan demikian RKPD merupakan (1) kerangka acuan
bagi seluruh unsur pelaku pembangunan karena memuat seluruh
kebijakan publik, (2) pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) karena memuat arah kebijakan
pembangunan daerah untuk satu tahun, dan (3) tolak ukur dalam
menentukan kebijakan, kepastian karena merupakan komitmen
Pemerintah Daerah.
Penetapan RKPD dimaksudkan untuk memberikan arah
dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,
dan pembinaan masyarakat secara tahunan dengan mengacu

56

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

pada RPJMD. RPJMD tersebut akan dilaksanakan setiap tahun dan


dijabarkan ke dalam RKPD sebagai suatu dokumen perencanaan
tahunan Pemerintah Kota Padang Sidempuan yang memuat
prioritas program dan kegiatan dari Renja SKPD. RKPD merupakan
bahan utama pelaksanaan Musrenbang Kota Padang Sidempuan
yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Tingkat Desa/
Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota hingga Provinsi.
Beberapa tantangan dalam mewujudkan Visi dan Misi
Kota Padang Sidempuan di antaranya adalah sumber dana yang
terbatas yang disertai dengan masih tingginya angka kemiskinan,
kualitas SDM yang masih rendah, serta sarana dan prasarana
belum memadai. Selain itu masih diperlukan optimalisasi dan
efektivitas manajemen pemerintahan dan peningkatan partisipasi
masarakat dalam mendukung program pemerintah Kota Padang
Sidempuan.
Dengan segala kekurangan yang dimiliki Kota Padang
Sidempuan, masih terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan
dan dioptimalkan seperti kondisi geografis yang strategis
dan didukung dengan lahan yang subur sehingga berpeluang
mendatangkan investor untuk menanamkan modalnya di Kota
Padang Sidempuan. Namun, peluang-peluang tersebut perlu
diiringi dengan komitmen Pemerintah Daerah dan upaya men
sinergikan setiap sektor yang ada karena Kota Padang Sidempuan
merupakan kota pusat kegiatan wilayah provinsi.

2.10.4 Rencana Strategis Dinas Kesehatan


Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kota
Padang Sidempuan merupakan dokumen perencanaan 5 tahunan
yang disusun sejalan dengan RPJMD yang kemudian menjadi
pedoman dalam penyusunan Rencana Kinerja (Renja) Dinas

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

57

Kesehatan. Kedudukan Renstra Dinas Kesehatan dengan RPJMD


adalah sejajar di mana RPJMD akan menjadi pedoman dalam
penyusunan Renstra Dinas Kesehatan begitu juga sebaliknya
Renstra Dinas Kesehatan akan menjadi bahan masukan bagi
RPJMD. Renstra Dinas Kesehatan periode tahun 2013-2017
mengemban Visi Masyarakat Padang Sidempuan Cinta Sehat
yang kemudian diwujudkan melalui Misi:
a.
b.
c.
d.

mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat;


mewujudkan pelayanan kesehatan yang prima;
mewujudkan sarana prasarana yang memenuhi standar;
mewujudkan sumber daya manusia kesehatan yang pro
fesional; dan
e. mewujudkan ketersediaan obat yang mencukupi.
Dalam menjalankan Visi dan Misi tersebut diperlukan
strategi dan arah kebijakan (Lihat Lampiran II) untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Strategi dan arah
kebijakan tersebut memuat program-program strategis
termasuk indikasi kegiatan untuk dilaksanakan dalam 5 tahun ke
depan. Dalam pelaksanaannya, masing-masing program saling
mendukung satu sama lainnya. Misalnya, dalam kasus gizi buruk
dan gizi kurang pada balita yang dapat disebabkan oleh kesehatan
lingkungan yang tidak baik, tidak berperilaku hidup bersih dan
sehat dari masyarakat yang buruk dan sebagainya, sehingga
dukungan sektor non-kesehatan mutlak diperlukan. Sektor-sektor
tersebut di antaranya dinas pekerjaan umum menangani masalah
pembangunan sarana dan infrastruktur sanitasi dan air bersih,
penanganan limbah lingkungan oleh dinas yang menangani
masalah lingkungan serta dinas kebersihan, dan sebagainya

58

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

air bersih, penanganan limbah lingkungan oleh dinas yang


menangani masalah lingkungan serta dinas kebersihan, dan
sebagainya
Pola hubungan antara Renstra Dinas Kesehatan
terhadap Pola
RPJMD
danantara
Renja
Dinas
dapat
hubungan
Renstra
DinasKesehatan
Kesehatan terhadap
digambarkanberikut.
RPJMD dan Renja Dinas Kesehatan dapat digambarkan berikut.

RPJPD

(20Tahun)


JadiPedoman

JadiPedoman

RPJMD
RenstraDinas

(5Tahun)
Kesehatan

MenjadiMasukan

JadiPedoman
JadiPedoman


JadiAcuan

RKPD
RenjaDinas
(1Tahun)

Kesehatan




MenjadiMasukan

Gambar
2.7 Alur Renstra dan Renja Dinas Kesehatan Kota Padang
Gambar2.7AlurRenstradanRenjaDinasKesehatan
Sidempuan
KotaPadangSidempuan
Sumber: Renstra
Dinas Kesehatan 2013-2017
Sumber:RenstraDinasKesehatan20132017


Strategi
dan Arah Kebijakan Dalam Menghadapi Kasus
StrategidanArahKebijakanDalamMenghadapiKasusGizi
Gizi Buruk dan Gizi Kurang Pada Balita
BurukdanGiziKurangPadaBalita
 Permasalahan gizi balita di Kota Padang Sidempuan
Permasalahan
giziadanya
balita balita
di Kota
Sidempuan
ditandai
dengan masih
yangPadang
tergolong
gizi kurang
ditandai
masih dengan
adanyatahun
balita2013
yang
tergolong
gizi
dan gizidengan
buruk. Sampai
terjadi
peningkatan
kurang
gizi buruk.
Sampai
dengankecamatan,
tahun 2013
terjadi
kasusdan
gizi buruk
pada balita
di beberapa
di antaranya
peningkatan
kasus
gizi buruk pada
balitaterdapat
di beberapa
di Kecamatan
Padangsidimpuan
Batunadua
3 (tiga)
balita dengan status gizi buruk. Kasus tersebut muncul sejak
60

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

59

dua tahun terakhir yang sebelumnya tidak terdapat kasus gizi


buruk, sehingga kasus gizi buruk di Kecamatan Padangsidimpuan
Batunadua menduduki peringkat kedua terbanyak setelah
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang berjumlah 6 (enam)
kasus. Begitupula di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
terdapat 1 (satu) balita dengan status gizi buruk, sebelumnya di
tahun 2012 tidak terdapat balita dengan status gizi buruk.
Lain halnya dengan kasus gizi balita buruk di Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan dan Kecamatan Padangsidimpuan
Tenggara yang sejak tahun 2012 tidak terjadi perubahan jumlah
balita dengan status gizi buruknya. Kasus gizi buruk di Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan adalah terbanyak di Kota Padang
Sidempuan dengan jumlah 6 (enam) kasus sejak tahun 2011
dan tidak mengalami perubahan penurunan angka hingga tahun
2013. Demikian halnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
terdapat 1 (satu) kasus gizi buruk sejak tahun 2012 hingga 2013.
Berbeda dengan status gizi balita di Kecamatan
Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan Padangsidimpuan
Angkola Julu hingga tahun 2013 tidak terdapat kasus gizi buruk
pada balita. Sebelumnya tahun 2012 masing-masing menyum
bang 2 (dua) kasus dan 1 (satu) kasus gizi buruk pada balita.
Adapun permasalahan gizi kurang pada balita dalam
rentang tahun 2011 dan 2012 terjadi kenaikan jumlah balita
dengan gizi kurang di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. Sedangkan keempat
kecamatan lainnya cenderung mengalami penurunan jumlah
balita gizi kurang. Jika dilihat dari jumlah kasus gizi kurang pada
balita paling banyak terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan
Selatan yang sejak tahun 2011 menduduki peringkat pertama

60

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dengan jumlah kenaikan yang cukup tajam dari 92 kasus menjadi


131 kasus pada tahun 2012. Sedangkan jumlah kasus gizi kurang
paling sedikit ada di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu,
yang sejak tahun 2011 terdapat 9 kasus dan menurun menjadi 5
kasus pada tahun 2012.
Penurunan balita gizi kurang terbanyak di duduki oleh
Kecamatan Hutaimbaru, tahun 2011 berjumlah 75 kasus gizi
kurang menurun drastis menjadi 20 kasus. Penurunan jumlah
kasus gizi kurang menunjukkan suatu keberhasilan program
peningkatan status gizi masyarakat.
Kasus gizi kurang pada balita tahun 2013 tidak tersedia,
sehingga tidak dapat digambarkan situasi yang terkini, namun
dengan melihat jumlah sebaran penduduk di Kota Padang
Sidempuan, dapat menggambarkan banyaknya peluang jumlah
kasus gizi kurang dan gizi buruk pada balita di setiap kecamatan.
Jika dilihat dari sebaran jumlah penduduk di Kota Padang
Sidempuan, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan menduduki
peringkat pertama dengan jumlah penduduk 64.712 jiwa di atas
wilayah dengan luas 15,81 km2 sehingga kepadatan penduduk
mencapai 4.093 jiwa per km2.
Hasil data yang diketemukan menunjukkan bahwa program
kesehatan masih sangat lemah, walaupun dalam RPJMD kota
Padang Sidempuan telah tersirat adanya program-program
kesehatan. Misi pembangunan bidang kesehatan bukan hanya
meletakkan program yang utama namun pembangunan manusia
sehat dan mandiri sebagai tujuan masa depan.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

61

Tabel 2.15. Jumlah Bayi Berdasarkan Status Gizi Tahun 2011-2013


Status Gizi
2011
2012
Kecamatan
Gizi
Gizi
Gizi
Gizi
Kurang Buruk Kurang Buruk
PSP Utara
39
2
35
2
PSP Selatan
92
6
131
6
PSP Batunadua
36
0
31
0
PSP
75
1
20
0
Hutaimbaru
PSP Tenggara
30
0
33
1
PSP Angkola
9
0
5
1
Julu

2013
Gizi
Gizi Buruk
Kurang
n/a
0
n/a
6
n/a
3
n/a
1
n/a
n/a

1
0

Sumber: Renstra Dinas Kesehatan 2013-2017 dan Daftar Bayi/Balita gizi Buruk (Dinas
Kesehatan Kota Padang Sidempuan, 2013)

Tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Padangsidimpuan


Selatan menduduki peringkat kedua setelah Kecamatan
Padangsidimpuan Utara yang mencapai 4.453 jiwa per km2.
Hal tersebut dipahami mengingat luas wilayah Kecamatan
Padangsidimpuan Utara lebih kecil dari Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan yaitu 14,09 km2, namun demikian
kasus gizi buruk di Padang Sidempuan Selatan lebih banyak
dibandingkan Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Sedangkan
jumlah penduduk Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu
adalah paling sedikit dibandingkan kecamatan lainnya yaitu
7.947 jiwa yang mendiami wilayah seluas 28,18 km2, sehingga
kepadatan penduduknya hanya sekitar 282,01 jiwa per km2.

62

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Tabel 2.16. Luas wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan


Penduduk Menurut Kecamatan 2013
Kecamatan
Padangsidimpuan Utara
Padangsidimpuan Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan Tenggara
Padangsidimpuan Angkola
Julu
Jumlah

Luas
wilayah
(km2)
14,09
15,81
38,74

Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
62.756
64.712
20.483

Kepadatan
Penduduk
(per km2)
4.453,94
4.093,11
528,73

22,34

16.019

717,05

27,69
28,18

32.698
7.947

1.180,86
282,01

146,82

204.615

1.393,36

Sumber: Padang Sidempuan Dalam Angka 2014

Hubungan jumlah penduduk dan jumlah kasus gizi kurang


pada balita di Kota Padang Sidempuan adalah berbanding lurus.
Semakin banyak jumlah penduduk maka peluang kasus gizi
kurang maupun gizi buruk semakin banyak, hal ini seharusnya
tidak akan terjadi apabila pemantauan perkembangan balita di
posyandu terlaksana secara kontinyu, tata laksana yang dikerjakan
di posyandu dengan benar, misalnya dalam penimbangan balita
dan informasi dalam pemberian makanan olahan.
Saat sekarang belum terdapat antisipasi bagaimana agar
balita tetap sehat, tidak terjadi gizi buruk. Pemerintah Daerah di
Kota Padang Sidempuan masih berasumsi bahwa bila terjadi gizi
buruk adalah tanggung jawab Dinas Kesehatan. Kalau ditarik ke
belakang, seharusnya beberapa Dinas di wilayah Kota Padang
Sidempuan mempunyai perhatian terhadap perkembangan
investasi manusia, sebagai contoh anak mendapatkan informasi
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

63

tentang gizi dimulai dari sekolah TK, ini merupakan tanggung


jawab Dinas Pendidikan, menjelang nikah diperlukan penyuluhan
pranikah yang menjadi tanggung jawab Dinas Kependudukan dan
Agama dan Kesehatan. Pada saat membina rumah tangga, ibu
hamil dan melahirkan merupakan tanggung jawab masyarakat
dan kesehatan. Pemberdayaan Satuan Kerja Pemerintah Daerah
kota Padang Sidempuan di bidang kesehatan masih terlihat
kurang.
Hal ini terlihat bahwa untuk mengatasi kasus gizi buruk
dan gizi kurang pada balita, Dinas Kesehatan membuat rencana
program berdasarkan arah kebijakan yang telah dirumuskan
dalam Renstra. Dari 15 program yang direncanakan Dinas
Kesehatan, diperkirakan 11 program yang disertai dengan
beberapa cakupan indikasi kegiatan dapat mendukung dalam
mengatasi kasus gizi balita bermasalah (Lihat Lampiran III).
Beberapa program yang ditujukan langsung kepada balita
di antaranya Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak
Balita dengan indikasi kegiatan meningkatnya derajat kesehatan
bayi dan balita. Selanjutnya, Program Perbaikan Gizi Masyarakat
dengan indikasi kegiatan terwujudnya masyarakat yang memiliki
gizi seimbang dan berkurangnya anak dengan gizi kurang/buruk.
Adapun program-program lainnya yang terdapat indikasi kegiatan
secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
dan gizi balita.
Dari indikasi kegiatan dalam Renstra Dinas Kesehatan
terdapat beberapa indikator yang menjadi target untuk dilak
sanakan sesuai sasaran dan/atau sesuai dengan pagu indikatif
yang telah direncanakan. Baik secara langsung maupun tidak
langsung kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengatasi gizi
bermasalah pada balita.

64

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan, pelaksana


program terkait permasalahan gizi masyarakat dilaksanakan oleh
Bidang Pelayanan Kesehatan yang membawahi Seksi Kesehatan
Dasar, Seksi Kesehatan Rujukan, dan Seksi Kesehatan Khusus.
Adapun perbaikan gizi masyarakat termasuk namun tidak
terbatas pada gizi buruk dan gizi kurang pada balita menjadi
tugas dari Seksi Kesehatan Dasar.

Kebijakan dan Strategi dalam Penyelenggaraan Kesehatan


Lingkungan
Permasalahan dan isu strategi kesehatan lingkungan
dalam strategi pembangunan sektor kesehatan periode 20132017 di Padang Sidempuan ditandai dengan masih kurangnya
minat masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat,
kurang minatnya masyarakat terhadap Usaha Kesehatan Bersama
Masyarakat (UKBM), dan masih rendahnya kesadaran masyarakat
untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Arah kebijakan
kesehatan lingkungan yang dirumuskan dalam Renstra Dinas
Kesehatan Tahun 2013-2017 secara implisit disebutkan dalam
Program Pengembangan Lingkungan Sehat.
Beberapa indikasi kegiatan dalam Program Pengembangan
Lingkungan Sehat antara lain pengembangan lingkungan sehat
dan monitoring depot air minum mulai dilaksanakan tahun
2014. Sedangkan indikasi kegiatan pengembangan kota sehat
baru akan dilaksanakan tahun 2015 dan selanjutnya tahun 2017.
Adapun kegiatan penyuluhan menciptakan lingkungan sehat, dan
sosialisasi kebijakan lingkungan sehat akan dimulai tahun 2016.
Indikator-indikator penting dalam Program Pengembangan
Lingkungan Sehat direncanakan akan dilaksanakan sepanjang

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

65

RPJMD III ini karena seluruh indikator dalam Renstra Dinas


Kesehatan tersebut berkaitan erat dengan penetapan indikator
dalam kelompok indikator kesehatan lingkungan dalam IPKM,
yaitu akses sanitasi dan akses air bersih. Walaupun kegiatankegiatan bidang kesehatan lingkungan oleh Dinas Kesehatan
masih terbatas, namun usaha untuk memperbaiki permasalahan
lingkungan kesehatan di Kota Padang Sidempuan tetap diupa
yakan, yaitu dengan ditentukannya indikator-indikator yang
berkaitan dengan akses sanitasi seperti pembangunan jamban
sehat, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengembangan kota
sehat, dan Sosialisasi Permenkes No. 416 Tahun 1990 Tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Adapun indikator yang
berkaitan dengan akses air bersih melalui kegiatan monitoring
depot air minum.

2.10.5 Rencana Kinerja Dinas Kesehatan


Rencana Kinerja (Renja) Dinas Kesehatan digunakan
sebagai alat untuk mengukur akuntabilitas kinerja Dinas Kese
hatan dalam melaksanakan delegasi wewenang dan pelaksa
naan tugas yang diberikan oleh Walikota Padang Sidempuan
berdasarkan perencanaan kinerja yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sebagai bagian dari sistem perencanaan Dinas
Kesehatan Kota Padang Sidempuan, Renja digunakan sebagai
alat penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) serta men
dukung suksesnya pencapaian sasaran pembangunan daerah
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RKPD.
Renja Dinas Kesehatan Tahun 2013 yang disusun
berdasarkan Renstra Dinas Kesehatan 2013-2017 memuat
beberapa rencana kinerja dan target anggaran yang akan
dilaksanakan tahun 2013. Terdapat 5 (lima) program dalam Renja

66

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

2013 yang secara eksplisit mempengaruhi program permasalahan


gizi masyarakat, antara lain program promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat, program pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular, program upaya kesehatan
masyarakat, program peningkatan keselamatan ibu melahirkan
dan anak, dan program standarisasi pelayanan kesehatan.
Dari kelima program tersebut, Program Upaya Kesehatan
Masyarakat yang paling banyak melaksanakan kegiatan di tahun
2013. Namun dalam program upaya kesehatan masyarakat
tersebut terdapat kegiatan tambahan yang jika dilihat dalam
rencana strategis, kegiatan tersebut tidak termasuk dalam
program itu dan lebih terfokus pada kegiatan dan pengadaan
pelayanan kesehatan.
Selain itu, terdapat beberapa kegiatan dalam program
Dinas Kesehatan yang belum menjadi prioritas di tahun 2013,
selain karena masalah anggaran yang terbatas, kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan tidak terlepas dari
kondisi politik dan kondisi masyarakat pada saat itu. Sebagai
contoh, kegiatan-kegiatan dalam Program Pengembangan
Lingkungan Sehat tidak menjadi prioritas dalam Renja Dinas
Kesehatan pada tahun 2013.
Untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat, dari 5 (lima)
kegiatan yang direncanakan, kegiatan Pemberian Makanan
Tambahan dan Vitamin menjadi prioritas dan dibiayai pada tahun
2013. Sedangkan keempat kegiatan lainnya, yaitu Penyusunan
Peta Informasi Masyarakat Kurang Gizi; Penanggulangan
Kekurangan Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium, Kekurangan Vitamin A, dan Kekurangan
Zat Gizi Mikro Lainnya; Pemberdayaan Masyarakat untuk

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

67

Pencapaian Keluarga Sadar Gizi; dan Penanganan Gizi Lebih tidak


dilaksanakan pada tahun 2013. Dengan tidak dilaksanakannya
4 (empat) program tersebut di atas tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa kasus gizi akan semakin meningkat, sebagaimana
diuraikan di atas bahwa permasalahan gizi kurang/buruk/stanting
tidak timbul secara mendadak namun dimulai dengan beberapa
tahapan yang dimulai dari asupan gizi pada ibu hamil.
Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin
tersebut telah sesuai dengan isu strategis dalam Renstra Dinas
Kesehatan 2013-2017 yaitu masih adanya balita yang tergolong
gizi kurang dan gizi buruk. Dengan demikian diharapkan
pemberian makanan tambahan dan vitamin, dapat mengurangi
jumlah balita dengan gizi kurang dan gizi buruk.
Seberapa besar urgensi suatu kegiatan dalam program
yang direncanakan SKPD tergantung dari proses penyusunan
rancangan awal RKPD dan penyusunan rancangan Renja SKPD
yang dibahas dalam konsultasi publik, musrenbang tingkat desa/
kelurahan, kecamatan dan kota/kabupaten. Perumusan RKPD
dan Renja SKPD yang telah disepakati itu akan ditetapkan dan
dilaksanakan untuk tahun anggaran berikutnya.

2.11 Pengertian Sehat Menurut Budaya


Orang sehat adalah orang yang mampu bekerja atau
berkativitas, demikian pandangan yang muncul dalam diskusi
dengan sekelompok warga senior. Bagi mereka kalau seseorang
itu cuma sakit sedikit, tapi itu belum mengganggu aktivitas
sehari-hari maka itu belum dapat dikatakan sakit. Itu hanya
kurang enak badan atau masuk angin, bisa juga panas
dalam, demikian istilah yang mereka gunakan. Gejala tersebut,

68

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

menurut pengalaman mereka, akan hilang sendiri ketika dibawa


bekerja.
Gejala kurang enak badan atau masuk angin ditandai
dengan pusing-pusing, perut kembung dan badan meriang.
Menurut mereka penyebab dari hal ini adalah karena kecapekan
dan kurang tidur, atau bisa juga karena cuaca yang tidak bagus
(hujan dan angin yang terus menerus). Oleh karena hal ini belum
dikatagorikan sebagai penyakit, maka umumnya mereka tidak
akan datang ke dokter, klinik atau Puskesmas. Ketika gejala
tersebut tidak hilang juga setelah satu atau dua hari, mereka
akan membeli obat-obatan di warung sekitar rumah. Obat yang
biasa dibeli semacam parasetamol atau sejenis jamu-jamuan
bermerek tolak angin dan antangain. Banyak juga yang meng
konsumsi larutan penyegar apabila mereka merasa sedang
panas dalam. Salain itu mereka juga biasa menggunakan obat
gosok seperti balsam dan minyak angin, dan kadang-kadang
menempelkan koyok di bagian badan yang kurang enak itu.

Keputusan Untuk Berobat


Apabila gejala masuk angin atau panas dalam itu mulai
membuat mereka tidak dapat bekerja, maka barulah muncul
pertimbangan untuk berobat ke Puskesmas. Di beberapa wilayah,
seperti kecamatan Pintu Langit, orang-orang menyempatkan diri
untuk berobat ke Puskesmas hanya pada hari sabtu. Hari sabtu
merupakan hari pekan (pasar), di mana pada hari itu mereka
akan membelanjakan uang yang dicari selama seminggu. Bahkan
apabila ada yang sakit pada hari minggu hingga jumat, mereka
cenderung akan bertahan menunggu hari sabtu untuk berobat.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

69

Fenomena hidup dalam sepekan sudah menjadi pola


di masyarakat wilayah Pintu Langit dan sekitarnya, di mana
mereka mencari uang selama seminggu, untuk dibelajakan pada
satu hari pada pasar tersebut. Selain untuk membeli berbagai
keperluan sehari-hari, hari pekan juga menjadi ajang silaturahim,
tempat bertemunya warga yang berbeda-beda profesi. Buruh
bisa bertemu dengan petani, supir angkot bisa bertemu tukang
bangunan, dan sebagainya, mereka yang pada hari-hari lain sibuk
dengan profesinya masing-masing. Menyikapi hal itu, di sana Pos
Yandu pun dibuka setiap sabtu. Ini merupakan strategi para kader
agar Pos Yandu mereka lebih ramai dikunjungi ibu dan balitanya.
Kalangan anak muda atau remaja adalah kelompok yang
jarang datang ke Puskesmas. Mereka beranggapan bahwa
Puskesmas identik dengan ibu-ibu atau orang-oarang tua yang
penyakitan. Selain itu kepercayaan mereka pada layanan
kesehatan juga rendah. Sakit beda-beda, tapi obatnya sama,
begitu komentar mereka tentang Puskesmas. Baik warga senior
maupun kalangan anak muda banyak yang mengeluhkan layanan
di RSUD yang menurut mereka jauh dari harapan. Banyak
pasien yang terpaksa dirujuk ke RS Sipirok (Tapanuli Salatan),
bahkan ada kasus di mana rujukan itu terlambat sehingga pasien
meninggal dunia. Kelompok anak muda mengatakan bahwa
RSUD terlalu berorientasi bisnis ketimbang kemanusiaan. Mereka
juga menyatakan sering terjadi praktik pungli misalnya pasien
yang sudah dicover BPJS tetap dimintai uang cuci tangan yang
jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

70

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Pengobatan Tradisional
Mengenai pengobatan tradisional, informan mengaku
bahwa zaman sekarang ini masih ada orang yang datang ke
dukun, meski sudah jarang. Dukun dalam bahasa bataknya
adalah datu. Datu ini dipercaya bisa mengobati berbagai
macam penyakit baik penyakit jasmani maupun penyakit
batin. Disamping mampu mengobati, datu juga dipercayai
dapat mendatangkan penyakit dengan cara mengguna-guna
atau tenung. Masyarakat percaya kepada kehebatan datu, bila
ada salah satu anggota keluarga mereka yang sakit, mereka
membawanya berobat kepada datu. Syarat-syarat yang harus
disediakan adalah:hamonyan, utte mukkur, dohot sigaret gudang
garam merah sabukkus (kemenyan, jeruk purut, dan rokok
gudang garam merah satu bungkus).
Keberadaan dukun atau datu terkait erat dengan keper
cayaan masyarakat pada hal-hal yang berbau mistik. Sebagian
masyarakat, khususnya di pedesaan masih meyakini adanya
sebuah kekuatan roh yang disebut dengan begu Begu menurut
perspektif mereka mempunyai kekuatan tersendiri yang dapat
mengganggu dan memberikan berkah kepada manusia.
Salah satu cara pengobatan yang dilakukan Datu adalah
dengan melakukan pelepasan ayam hitam atau putih ke tengah
hutan. Walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan
pengobatan medis, tetapi hal tersebut dipercaya masyarakat
karena dianggap ampuh. Pelepasan ayam hitam atau putih ke
tengah hutan dilakukan sebagai mediasi untuk memohon maaf
atau meminta damai dengan begu yang mungkin saja marah
akibat terganggu oleh manusia. Ayam dilepas sebagai tumbal
agar setan yang ada di dalam diri si sakit keluar dan kembali ke

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

71

asalnya. Dengan melakukan hal ini masyarakat tidak banyak


tingkah pada suatu tempat.
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi maka datu pun
memulai ritual pengobatannya. Hal ini sesuai dengan yang disam
paikan oleh Oppu Mangaraja Ambolong Sohabiaran Harahap:
Najolo dompak soadong bidan desa, puskesmas, dohot rumah
sakit, asal adong namarun, namasa di hutaon, tarlobi-lobi
artina namarnyae dioban doi tu oppu bayo datuan. Biamattong
humin halai maia namalo mangubati, tottu tu halai ma
dipasahai bettak sai adong nahumurang diakka namasa-masa
i (dulu sebelum ada bidan desa, puskesmas, maupun rumah
sakit setiap ada orang yang sakit di kampung tersebut apalagi
penyakit batin, harus dibawa ke dukun. Bagaimana lagi, karena
yang ada pada waktu itu hanya dukun, tentu saja pengobatan
dibawa pada dukun tersebut, mana tahu ada kesembuhan
penyakit yang dialami).

Meski kepercayaan kepada datu mulai luntur seiring


dengan perkembangan zaman, akan tetapi dukun beranak masih
cukup sering digunakan jasanya dalam persalinan. Pertimbangan
menggunkan jasa dukun untuk persalinan umumnya hanya
soal kepraktisan saja, misalnya karena rumahnya lebih dekat
dengan si dukun ketimbang bidan desa. Sebagian besar informan
mengatakan bahwa mereka sudah cukup percaya dengan bidan
desa. Bahkan bidan juga sering dijadikan tujuan untuk berobat
untuk penyakit-penyakit umum yang tergolong ringan.
Pengobatan dengan cara mengurut sangat sering digunakan
dalam masyarakat suku batak mandailing. Dalam bahasa batak
disebut dengan markusuk. Pada umumnya markusuk sangat
sering digunakan terutama pada seseorang yang mengalami
masalah pada tulang, sendi, ataupun pegal pegal. Merkusuk
ini dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan dalam

72

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

hal berkusuk yang biasanya diperoleh dari belajar berkusuk,


keturunan, dan ada juga yang diperoleh dari petunjuk mimpi di
mana seseorang bermimpi bahwa ia diajari cara berkusuk.
Pengobatan berkusuk ini biasanya dilakukan dengan dua
macam cara, pertama menggunakan minyak bawang. Kan
dungannya yaitu minyak makan, minyak tanah, bawang putih,
dan bawang merah. Cara pembuatannya adalah bawang merah
dan putih dihancurkan terlebih dahulu lalu dicampurkan dengan
minyak. Cara pemakaiannya cukup dioleskan pada perut. Minyak
bawang ini dipercaya berguna untuk penyembuhan masuk angin.
Sedangkan cara kedua adalah menggunakan minyak kelapa dan
akar-akar. Kandungannya adalah minyak kelapa hijau dan akarakar yang berkhasiat seperti akar. Cara pembuatannya yaitu akarakar tersebut diiris halus-halus lalu dicampurkan dengan minyak
kelapa muda. Cara pemakaiannya adalah dioleskan pada bagian
yang sakit lalu dikusuk bahar atau diurut. Minyak ini dipercaya
berguna untuk melancarkan peredaran darah.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

73

BAB 3

KEGALAUAN KOTA PADANG SIDEMPUAN


ATAS INDEKS PEMBANGUNAN
KESEHATAN MASYARAKAT
3.1 Pengantar
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata
ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat
dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai
sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta
kontribusi positif tersebut, wawasan kesehatan perlu dijadikan
sebagai asas pokok program pembangunan di pusat maupun
daerah.
Kemandirian masyarakat di bidang kesehatan tidak hanya
menjadi tanggung jawab sektor kesehatan melainkan juga
tanggung jawab dari berbagai sektor terkait lainnya, disamping
tanggung jawab individu, keluarga dan masyarakat. Tumbuh
kembang masyarakat di bidang kesehatan ditentukan beberapa
faktor, di antaranya faktor sosial ekonomi yang menentukan
situasi di mana masyarakat tumbuh, belajar, hidup, bekerja, dan
terpapar, serta rentan terhadap penyakit dan komplikasinya.
Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk memban
dingkan keberhasilan pembangunan sumber daya manusia
antarnegara adalah Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Indeks tersebut merupakan
indikator komposit yang terdiri dari: indikator kesehatan (umur

75

harapan hidup waktu lahir), pendidikan (angka melek huruf


dan sekolah) serta ekonomi (pengeluaran riil per kapita). IPM
kini sudah dipakai sebagai acuan untuk menilai keberhasilan
pembangunan. Oleh karena itu prioritas pembangunan selalu
diarahkan pada upaya peningkatan IPM di wilayahnya (IPKM,
2010). Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) tingkat kabupaten/
kota, telah memunculkan gagasan baru yang selanjutnya disebut
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) .
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
dibangun untuk mengetahui keberhasilan pembangunan bidang
kesehatan pada setiap kabupaten/kota di Indonesia. IPKM
ini dimulai dengan adanya Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 yang kemudian dilanjutkan pada Riskesdas tahun
2013. Perlu diperhatikan pula bahwa data IPKM tercipta tidak
hanya sendiri namun tidak kalah pentingnya data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) yang disebut dengan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) dan hasil survei Potensi Desa (Podes).
Susenas adalah survei yang dikumpulkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan yaitu mengenai
pengeluaran rumah tangga, karakteristik sosial, dan beberapa
yang terkait dengan kesehatan. Data Susenas yang dikumpulkan
pada tahun 2007 mencakup sampel 1.167.019 individu dan
285.186 rumah tangga pada 33 provinsi di Indonesia. Pendataan
dilakukan untuk mendapatkan informasi pada tingkat individu
dan rumah tangga berdasarkan wawancara dengan individu.
Sampel Susenas 2007 representatif tingkat Kabupaten/Kota
(IPKM, 2010).
Pendataan dalam Survei Podes dilakukan untuk seluruh
desa/kelurahan. Data yang dikumpulkan termasuk data tentang

76

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

SDM dan fasilitas kesehatan. Survei Podes bertujuan menye


diakan data tentang potensi dan kinerja pembangunan di desa/
kelurahan dan perkembangannya meliputi keadaan sosial,
ekonomi, sarana dan prasarana, serta potensi yang ada di desa/
kelurahan (IPKM, 2010)
Dengan pengembangan IPKM diharapkan dapat dirumuskan
indikator komposit dari berbagai indikator kesehatan berbasis
komunitas yang menggambarkan keberhasilan pembangunan
kesehatan masyarakat
Variabel-variabel yang digunakan pada analisis awal IPKM
untuk masing-masing survei berbeda dan saling mendukung,
secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Variabel pada Susenas yaitu akses air bersih, akses sanitasi
lingkungan, dan dukungan variabel Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
2. Variabel pada Riskesdas yaitu penyakit, pemanfaatan fasilitas
kesehatan, ketanggapan, kesehatan balita, perilaku, status
gizi, dan sanitasi lingkungan.
3. Variabel pada Podes yaitu jumlah sarana kesehatan dan
jumlah tenaga kesehatan.
Variabel-variabel dari tiga survei tersebut berjumlah
kurang lebih 950, dianalisis untuk mendapatkan nilai prevalensi
atau cakupan dan Relative Standard Error (RSE) berdasarkan
Kabupaten/Kota.
Hasil penghitungan IPKM telah menghasilkan indeks
komposit yang terdiri dari 24 indikator kesehatan utama yang
sangat mendongkrak pembangunan bidang kesehatan. Indikatorindikator tersebut memiliki bobot yang terbagi menjadi 3

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

77

tingkatan, yaitu a) 11 indikator berkategori bobot Mutlak (balita


gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita
sangat kurus dan kurus, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan
penimbangan balita, cakupan pemeriksaan neonatal, cakupan
imunisasi lengkap, rasio dokter/puskesmas, rasio bidan/desa,
dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan) masing-masing
bernilai 5; b) 5 indikator berkategori bobot Penting (balita
gemuk, diare, hipertensi, pneumonia dan proporsi perilaku cuci
tangan) masing-masing bernilai 4; dan c) 8 indikator berkategori
bobot Perlu (prevalensi gangguan mental, prevalensi merokok
setiap hari, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi asma,
prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit
sendi dan prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA))
masing-masing bernilai 3.
Pemberian bobot pada indikator-indikator tersebut diten
tukan berdasarkan penilaian terhadap 4 unsur penting yaitu
keterpaparan, dampak, urgensi dan sulit diatasi. Sebutan
indikator mutlak mencakup keempat unsur di atas sehingga tidak
dapat dihindari lagi, artinya harus dilakukan atau dilaksanakan.
Apabila keempat unsur tersebut tercukupi maka Indonesia dalam
mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) 2015
lebih mulus.
Berdasarkan kriteria IPKM, terdapat 10 Provinsi yang
mempunyai lebih dari 50% dari jumlah kabupaten/kota yang
masuk dalam daerah prioritas. Provinsi inilah yang kemudian
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai Daerah
Bermasalah Kesehatan (DBK). Berbagai Kabupaten/Kota di
Indonesia dengan mencermati nilai IPKM pada saat itu sangat
galau. Berbagai pertanyaan yang mereka lontarkan, Mana

78

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

mungkin daerah kami mendapatkan nilai kurang pada beberapa


indikator mutlak, kami telah berupaya dan bekerja sekuat dan
semampu kami, kalau ada waktu lebih dari 24 jam hal itu akan
kami lakukan.
Beberapa Dinas Kesehatan yang mempunyai katagori DBK,
pasti mempunyai pertanyaan bagaimana kami harus menghindar
dari status DBK, dan upaya apa yang harus kami lakukan? Namun
beberapa daerah juga menyatakan Kami sudah bekerja penuh
dengan tanggungjawab, supervisi dan pemantauan kami lakukan
secara intensif, mana mungkin kami sebagai DBK?. Namun
demikian data berbasis masyarakat ini menunjukkan bukti yang
sahih.

3.2 IPKM Kota Padang Sidempuan


3.2.1 Posisi Kota Padang Sidempuan Dalam IPKM 2007
Hasil penghitungan IPKM Tahun 2007 Kota Padang
Sidempuan berada pada peringkat 129 dari 440 Kabupaten/
Kota di Indonesia. Saat itu Kota Padang Sidempuan sebagai Kota
Bermasalah Miskin, dengan IPKM 0,568629, Usia Harapan Hidup
(UHH) 69,18, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,79 dan
Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 10,29.
Hasil penghitungan tersebut terdiri dari 24 indikator di
antaranya terdapat indikator yang berkaitan secara langsung
dengan kesehatan balita yaitu indikator yang mempunyai arti
negatif terdiri dari prevalensi balita gemuk, prevalensi balita
gizi buruk dan gizi kurang, prevalensi balita sangat pendek dan
pendek, prevalensi balita sangat kurus atau kurus, dan indikator
yang mempunyai arti yang positif seperti cakupan penimbangan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

79

balita, cakupan pemeriksaan neonatal dan cakupan imunisasi


lengkap.
IPKM Tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita ge
muk di Kota Padang Sidempuan yaitu 6,08 berada pada posisi
kedua setelah Kota Tebing Tinggi kemudian disusul oleh Kota
Pematang Siantar. Sedangkan posisi terakhir ditempati Kabupaten
Langkat yaitu 31,34. Hal ini berarti jumlah balita gemuk di Kota
Padang Sidempuan masih lebih sedikit dibanding Kabupaten
Langkat. Selanjutnya, prevalensi balita gizi buruk dan kurang
dan prevalensi balita sangat pendek dan pendek, Kota Padang
Sidempuan menempati posisi ketiga yaitu masing-masing 12,78
dan 32,72. Hal ini berbeda dengan prevalensi balita sangat kurus
dan kurus, Kota Padang Sidempuan termasuk pada posisi 17
setelah Kabupaten Nias, yaitu 18,09. Sedangkan posisi tiga besar
ditempati Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Nias
Selatan.
Cakupan pemeriksaan neonatal di Kota Padang
Sidempuan masih termasuk dalam lima besar yaitu pada posisi
keempat setelah Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai,
dan Kota Sibolga. Adapun cakupan imunisasi lengkap Kota Padang
Sidempuan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya
di Sumatera Utara, yaitu 37,13, menempati posisi kedua setelah
Kota Pematang Siantar dengan nilai 48,73. Sedangkan cakupan
penimbangan balita, Kota Padang Sidempuan menempati posisi
ketujuh belas dengan nilai 19,66. Peringkat teratas ditempati
oleh Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kota
Sibolga.

80

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

81

Berdasarkan uraian di atas, beberapa indikator yang


berkaitan langsung dengan kesehatan balita di Kota Padang
Sidempuan masih lebih baik jika dibandingkan dengan
Kabupaten/kota yang lain di Provinsi Sumatera Utara. Namun
perbaikan masih harus dilakukan terutama untuk prevalensi
balita sangat kurus dan kurus serta cakupan penimbangan balita
yang masing-masing berada pada posisi ketujuh belas.
Dari tabel 3.1 di atas, terlihat bahwa balita sangat pendek
dan pendek (stunting) di Provinsi Sumatra Utara secara umum
lebih tinggi daripada balita gizi buruk dan balita gizi kurang,
tertinggi di Kabupaten Nias Selatan (67,11) dan Kabupaten
Tapanuli Utara (61,15) lebih tinggi dibandingkan Kota Padang
Sidempuan (32,72). Stunting merupakan istilah para nutrinis
untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran
yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah
keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2
SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan di
mana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan
di mana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anakanak lain seusianya. Apabila dibandingkan dengan presentasi
balita gizi buruk dan gizi kurang, balita dengan stunting di Kota
Padang Sidempuan lebih banyak. Salah satu penyebab balita
stunting adalah ketidak pedulian ibu hamil, lingkungan keluarga,
atau individu yang kurang memperhatikan asupan gizi, utamanya
asupan zat besi atau kejadian stunted pada anak merupakan
suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa
kanak-kanak, dan sepanjang siklus kehidupan. Faktor gizi ibu
sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak

82

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan


dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation
(IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertum
buhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai
dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebu
tuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin
mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang
akhirnya berpeluang terjadinya stunted
Adapun hubungan kesehatan lingkungan dengan ter
jadinya stanting di Kota Padang Sidempuan adalah sanitasi
buruk yang mengakibatkan beragam dampak negatif, baik bagi
kesehatan, ekonomi, maupun lingkungan. Saat ini, tantangan
pembangunan sanitasi semakin berat dengan adanya temuan
bahwa sanitasi buruk mengakibatkan sebagian besar generasi
penerus bangsa terdiagnosa stunted. Sanitasi buruk dan
air minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang
mengganggu penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh. Akibatnya,
anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai sehingga
pertumbuhannya terhambat. Stunted akan sangat mempengaruhi
kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang
menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi
berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan
yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

83

Selain melihat indikator yang berkaitan secara langsung


dengan kesehatan balita, IPKM 2007 memuat indikator yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan. Hal ini untuk dapat
diketahui sejauh mana cakupan akses sanitasi dan cakupan
akses air bersih di Kota Padang Sidempuan dan bagaimana
kondisinya jika dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya di
Provinsi Sumatera Utara. Cakupan akses sanitasi di Kota Padang
Sidempuan yaitu 45,76 menempati posisi keenam belas setelah
Kota Sibolga. Hal ini jauh lebih baik dibandingkan Kabupaten Nias
Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing
Natal yang menempati posisi tiga besar terendah di Provinsi
Sumatera Utara. Sedangkan posisi pertama ditempati Kota
Pematang Siantar yaitu 88,66.
Gambaran kesehatan lingkungan melalui indikator akses
air bersih, Kota Padang Sidempuan yaitu 76,98 menempati posisi
kedua puluh setelah Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan
posisi pertama ditempati oleh Kota Tebing Tinggi. Hal ini menun
jukkan cakupan akses air bersih di Kota Padang Sidempuan masih
lebih baik dibanding dengan kesembilan belas kota lainnya.
Tabel 3.2.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

84

Indeks Kesehatan Lingkungan Kabupaten/Kota di


Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan IPKM 2007
Kabupaten / Kota

Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu

Kesehatan Lingkungan
Perilaku
Akses Terhadap Air
Sanitasi
14,68
2,14
14,45
43,72
13,56
40,48
28,74
0,00
39,18
52,48
36,26
52,26
43,54
69,50

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

No.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Kabupaten / Kota
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Bedagai
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidempuan

Kesehatan Lingkungan
Perilaku
Akses Terhadap Air
Sanitasi
42,03
80,51
36,40
57,02
45,86
50,38
59,63
67,17
66,78
72,91
38,79
56,35
6,79
14,44
44,30
41,98
29,73
41,28
31,92
17,92
47,71
75,46
44,78
0,54
53,48
81,77
88,66
59,97
52,67
93,50
85,76
85,99
60,99
82,64
45,76
76,98

Sumber: IPKM 2010

Pada tahun 2007 telah dinyatakan bahwa Kota Padang


Sidempuan dalam kategori daerah bermasalah berat dan
miskin, sehingga pada tahun 2012 diupayakan untuk dilakukan
pendampingan oleh Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik. Pendampingan
tersebut telah dilaksanakan dengan mengadakan rapat akbar
pada tanggal 11 Oktober 2012 yang dimulai dari jam 09.00
sampai dengan jam 13.00 WIB. Hadir dalam rapat akbar yang
dikenal dengan Kalakaryadari wakil walikota, wakil ketua DPRD,
Asisten II Kota Padang Sidempuan, dan lurah se-Kota Padang
Sidempuan.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

85

Awal dari kalakarya telah disepakati bahwa peserta


kalakarya tidak diperkenankan untuk merokok dan menyalakan
telepon seluler, apabila dinyalakan diharapkan hanya dengan
nada getar. Kalakarya dilanjutkan dengan pemberian informasi
tentang pelayanan KIA. Dalam pelaksanaan kalakarya disampaikan
data-data tentang jumlah gizi buruk yang ada di Kota Padang
Sidempuan dan pencapaian penimbangan balita yang masih
rendah. Dialog antara Lurah, Bidan Desa, dan Dinas Kesehatan
dilakukan untuk mencari solusi bagaimana permasalahan
kesehatan balita dapat meningkat. Selanjutnya akhir dari kalaka
rya menghasilkan kesepakatan untuk dilaksanakan pekan
penimbangan. Setelah kalakarya dan pekan penimbangan tidak
lagi dilakukan evaluasi ataupun monitoring hasil pendapingan.

3.2.2 Posisi Kota Padang Sidempuan Dalam IPKM 2013


IPKM Tahun 2013 merupakan pengembangan dari IPKM
Tahun 2007 dengan menggunakan data Riskesdas Tahun 2013
dan data Podes Tahun 2011. Dalam IPKM 2013 penghitungan
untuk mendapatkan peringkat dengan menggunakan dua metode
yaitu dengan rumus IPKM 2007 dengan tujuan untuk dapat
membandingkan indikator-indikator IPKM 2013, dan dengan
model yang kedua yaitu mengubah rumus dan kuantitas dengan
tujuan sebagai pengembangan dari IPKM 2007.
Dalam penyusunan IPKM 2013 ini telah menghasilkan
30 indikator yang terbagi dalam 7 kelompok indikator, yaitu 1)
Kelompok Kesehatan Balita, 2) Kelompok Kesehatan Reproduksi,
3) Pelayanan Kesehatan, 4) Perilaku Kesehatan, 5) Kelompok
Penyakit Menular, 6) Kelompok Penyakit Tidak Menular dan 7)
Kelompok Kesehatan Lingkungan. (IPKM,2013)

86

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Penentuan indikator dalam IPKM 2013 berdasarkan


kerangka konsep determinan sosial yang meliputi kesehatan per
orangan, keluarga, masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan.
Beberapa aspek yang menjadi penentuan indikator dalam
IPKM 2013, yaitu 1) prioritas program kesehatan nasional, 2)
komitmen pembangunan nasional secara global dalam mencapai
target MDGs, 3) besaran masalah kesehatan secara nasional, 4)
rekomendasi pelaksana program nasioanal, dan 5) pertimbangan
statistik data.
Berdasarkan perhitungan IPKM yang menggunakan
rumus versi 2013, Kota Padang Sidempuan berada dalam
urutan ke 334 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Apabila
dibandingkan dengan rumus tahun 2007, maka peringkat IPKM
Kota Padang Sidempuan mengalami penurunan peringkat yaitu
dari ranking 129 menjadi ranking 334. Walaupun ada perbedaan
rumus dalam menentukan skor IPKM, namun gambaran
peringkat IPKM tersebut dapat menjadi tolak ukur perbandingan
perkembangan pembangunan kesehatan di kabupaten/kota
dan dapat menjadi acuan dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan kesehatan lebih lanjut. Keunggulan penghitungan
IPKM 2013 yang mempunyai indikator yang lebih lengkap
dapat dimanfaatkan sebagai monitor permasalahan kesehatan,
sementara metode penghitungan dengan IPKM 2007 dapat
dimanfaatkan sebagai standar penghitungan IPKM.
Pada IPKM tahun 2013 terdapat 7 (tujuh) kelompok
indikator yang turut menentukan peringkat IPKM 2013, yaitu:
1) kesehatan balita, 2) kesehatan reproduksi, 3) pelayanan
kesehatan, 4) perilaku, 5) penyakit tidak menular, 6) penyakit
menular, 7) kesehatan lingkungan. Dari 7 kelompok indikator

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

87

tersebut terdapat dua kelompok indikator untuk kota Padang


Sidempuan yang mempunyai nilai penurunan yang sangat tajam,
yaitu kelompok indikator kesehatan balita dan kelompok indikator
kesehatan lingkungan.
Tabel 3.3.

Perbandingan Indeks Kelompok Indikator dalam IPKM


2013 Kota Padang Sidempuan terhadap Provinsi
Sumatera Utara dan Nasional

IPKM 2013
Provinsi
Indeks Kelompok Jumlah
Kota Padang
No.
Sumatra Nasional
Indikator
Indikator
Sidimpuan
Utara
1.
Kesehatan Balita
6
0,5630
0,6040
0,6114
2.
Kesehatan
3
0,4469
0,3322
0,4756
Reproduksi
3.
Pelayanan
5
0,3701
0,2525
0,3808
Kesehatan
4.
Perilaku
5
0,2973
0,1924
0,3652
Kesehatan
5.
Penyakit Tidak
6
0,6895
0,3829
0,6267
Menular
6.
Penyakit
3
0,7478
0,5496
0,7507
Menular
7.
Kesehatan
2
0,3706
0,4905
0,5430
Lingkungan
Sumber: IPKM 2013

Berdasarkan tabel di atas diketahui kelompok indikator


penyakit tidak menular mempunyai nilai IPKM lebih tinggi dari
nilai nasional dan nilai provinsi, sedangkan Kelompok Indikator
yang memiliki indeks lebih tinggi dibanding dengan Indeks
Provinsi namun lebih rendah dibanding indeks nasional antara
lain kelompok indikator kesehatan reproduksi, pelayanan

88

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

kesehatan, perilaku kesehatan, dan penyakit tidak menular.


Adapun kelompok indikator kesehatan balita dan kesehatan
lingkungan memiliki indeks yang lebih rendah dibanding indeks
provinsi maupun nasional.

Perbandingan IPKM 2013 Kota Padang Sidempuan terhadap


Indikator Provinsi dan Nasional
Perbandingan ini untuk mengetahui indikator-indikator
Kota Padang Sidempuan terhadap angka nasional dan angka
provinsi, sebagai langkah awal dalam menentukan kebijakan di
Kota Padang Sidempuan.
Tabel 3.4.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perbandingan Indikator Kota Padang Sidempuan


dengan Provinsi dan Nasional Tahun 2013
Indikator

1. Kesehatan Balita
Balita gizi buruk dan kurang
Balita sangat pendek dan
pendek
Balita gemuk
Penimbangan balita
Kunjungan neonatal
Imunisasi lengkap

Kota Padang
Sidempuan

Provinsi

Nasional

28,16
48,77

22,39
42,49

19,63
37,21

16,66
39,14
97,21
68,97

12,85
41,29
97,42
64,87

11,76
68,28
95,66
50,39

2. Kesehatan Reproduksi
7.

Penggunaa alat kontrasepsi

9,04

12,26

11,28

8.

Pemeriksaan kehamilan
(K4)
Kurang Energi Kronik (KEK)
pada WUS

42,54

54,60

60,93

10,57

17,61

20,97

9.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

89

No.

Indikator

Kota Padang
Sidempuan

Provinsi

Nasional

44,51

54,86

69,99

33,3

11,60

9,55

7,59

24,20

40,72

35,41

40,68

49,47

31,50

28,42

29,31

15. Merokok

78,12

84,97

82,59

16. Cuci tangan dengan benar

23,12

32,89

47,01

17. Buang air besar di jamban

31,58

28,42

29,31

18. Aktivitas fisik cukup

23,92

24,42

22,82

19. Menggosok gigi dengan


benar

0,78

1,14

2,14

20. Hipertensi

19,39

22,99

24,33

21. Cedera

7,94

7,20

8,25

22. Dibetes Melitus

0,87

1,76

1,53

23. Gangguan mental

3,47

4,51

5,98

24. Obesitas sentral

30,29

29,56

26,60

25. Sakit Gigi dan mulut

21,42

19,39

25,93

3. Pelayanan Kesehatan
10. Persalinan oleh Nakes di
Faskes
11. Proporsi Kecamatan
dengan kecukupan jumlah
dokter
12. Proporsi desa dengan
kecukupan jumlah
posyandu perdesa
13. Proporsi desa dengan
kecukupan jumlah bidan
per penduduk
14. Kepemilikan Jaminan
Pelayanan Kesehatan
4. Perilaku Kesehatan

5. Penyakit Tidak Menular

90

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

No.

Indikator

Kota Padang
Sidempuan

Provinsi

Nasional

6. Penyakit Menular
26. Pneumonia

1,23

1,54

2,14

27. Diare Balita

19,72

11,67

11,99

28. Ispa Balita

36,15

31,93

40,04

29. Akses Sanitasi

41,99

64,83

58,19

30. Akses air bersih

32,13

55,40

50,41

7. Kesehatan Lingkungan

Sumber: IPKM 2013

Pada dasarnya tujuh kelompok indikator ini memiliki saling


keterkaitan antara kelompok yang satu dengan yang lain dan
mempunyai hubungan keterikatan antara indikator-indikator
tersebut. Kelompok kesehatan balita yang mempunyai 6 indikator,
balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek/pendek, dan
balita gemuk dapat diketahui dari hasil penimbangan balita,
artinya penimbangan balita pada dasarnya untuk memantau
pertumbuhan dari balita. Yang terjadi di Kota Padang Sidempuan
untuk indikator balita gizi buruk/kurang, balita sangat pendek/
pendek dan balita gemuk nilai IPKM terjadi penurunan akan
tetapi penimbangan balita tahun 2013 terjadi peningkatan.
Sebaliknya dengan kegiatan penimbangan balita dapat diketahui
3 (tiga) indikator yang menurun tersebut, sehingga perlu
dilakukan pengamatan apakah penimbangan dan pencatatan
telah dilakukan sesuai dengan pedoman. Penyebab lain gizi
buruk/gizi kurang dapat terdeteksi pada saat proses kehamilan.
Pada kunjungan trimester ke-4 dan ibu KEK angka IPKM Kota

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

91

Padang Sidempuan lebih rendah dari angka nasional dan provinsi,


begitu pula untuk balita dengan diare dan ispa.
Menurut data Profil Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan, jumlah bidan desa di 138 desa/kelurahan hanya
79 bidan atau dua desa dilayani satu bidan. Sebagaimana hasil
IPKM 2013, proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per
penduduk dan proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu
perdesa lebih rendah dari angka nasional dan provinsi. Dengan
adanya kasus kesehatan balita dan ibu hamil KEK menunjukkan
bahwa angka-angka tersebut adalah benar dan karena salah
satunya disebabkan kurangnya pemantauan dari bidan desa dan
keberadaan posyandu di setiap desa.
Disamping kurang adanya pemantauan dari bidan desa
pada posyandu, penyebab lain rendahnya kesehatan balita
adalah kesehatan lingkungan, dapat dilihat dari angka kesehatan
lingkungan pada tabel di atas, akses sanitasi dan akses air bersih
angka IPKM 2013 kota Padang Sidempuan lebih rendah dari
angka provinsi dan nasional.

3.3 Posisi IPKM 2007 dengan IPKM 2013


IPKM 2013 mempunyai indikator yang lebih lengkap dan
dapat dimanfaatkan sebagai monitor permasalahan kesehatan,
sementara metode penghitungan dengan IPKM 2007 dapat di
manfaatkan sebagai standar penghitungan IPKM. Dalam per
kembangannya terdapat beberapa indikator yang digunakan
dalam IPKM 2007 namun tidak gunakan dalam IPKM Tahun 2013.
Terdapat beberapa indikator yang dikembangkan pada tahun
2013.

92

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, beberapa indi


kator yang digunakan dalam IPKM 2007 terjadi penurunan
apabila dibandingkan dengan IPKM Tahun 2013. Jika dilihat nilai
IPKM tingkat nasional, sebanyak 14 kabupaten/kota mengalami
penurunan peringkat dan sebanyak 9 kabupaten/kota mengalami
kenaikan peringkat. Diantara 14 kabupaten/kota yang mempunyai
peringkat turun adalah kota Padang Sidempuan.
Untuk Kota Padang Sidempuan sendiri terjadi penurunan
nilai indikator khususnya untuk indikator kesehatan balita dan
kesehatan lingkungan. Misalnya prevalensi balita gemuk pada
IPKM Tahun 2013 di Kota Padang Sidempuan mengalami kenaikan
yang semula 6,08 meningkat menjadi 16,66 atau mengalami
kenaikan sekitar 174%. Selain itu, prevalensi balita gizi kurang dan
buruk yang mengalami kenaikan 120% dari semula bernilai 12,78
menjadi 28,16 di tahun 2013. Demikian pula dengan prevalensi
balita sangat pendek dan pendek meningkat sekitar 49% yaitu
naik dari 32,72 menjadi 48,77.
Di sisi lain, cakupan penimbangan balita di Kota Padang
Sidempuan mengalami kemajuan yang semula 19,66 menjadi
39,14. Secara teoritis sangat menggembirakan, akan tetapi
apabila dilihat dari angka gizi buruk dan gizi kurang, angka balita
pendek sangat dan pendek dan balita gemuk yang menurun maka
program penimbangan balita hanya merupakan upaya untuk
mencapai target penimbangan balita saja atau dapat disebut
bahwa penimbangan balita dilakukan hanya sebagai rutinitas
tanpa mempunyai makna. Dinas Kesehatan sebagai pembina
utama dan puskesmas sebagai pintu kesehatan masyarakat
kurang memperhatikan evaluasi pelaksanaan penimbangan.
Sebagai contoh, pada saat dilakukan penimbangan pada beberapa

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

93

posyandu, hampir semua balita yang datang tidak membawa


buku Kesehatan Ibu dan Anak atau kartu menuju sehat, sehingga
pemantauan terhadap balita tidak tercatat dengan benar.
Tabel 3.5.

Indeks Kelompok Indikator Kesehatan Balita dan


Kesehatan Lingkungan 2007-2013

Kelompok Indikator
Kesehatan Balita
- Balita gizi buruk dan kurang
- Balita sangat pendek dan

IPKM 2007

IPKM 2013

12,78
32,72

28,16
48,77

pendek
Balita Gemuk
Penimbangan balita
Kunjungan neonatal
Imunisasi lengkap

6,08
19,66
81,54
37,13

16,66
39,14
97,21
68,97

Kesehatan Lingkungan
- Akses sanitasi
- Akses air bersih

45,76
76,98

32,13
41,49

-
-
-
-

Sumber: IPKM 2010 dan IPKM 2013

Beberapa teori menyebutkan bahwa salah satu penyebab


gizi buruk dan gizi kurang pada balita adalah adanya kondisi
kesehatan lingkungan yang kurang baik. Hal itu ditunjukkan
dengan menurunnya cakupan akses sanitasi hingga 29,78% dan
cakupan akses air bersih menurun hingga 46,10%. Begitu pula
dengan hubungan kesehatan lingkungan dengan prevalensi balita
sangat pendek dan pendek menunjukkan menurunnya cakupan
akses sanitasi dan akses air bersih berbanding lurus dengan
meningkatnya prevalensi balita sangat pendek dan pendek.
Sejak tahun 2007, IPKM Kota Padang Sidempuan
menduduki peringkat 129 namun di tahun 2013 masuk dalam

94

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

peringkat 329. Apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota


dalam Provinsi Sumatra Utara, maka penurunan peringkat di
Kota Padang Sidempuan paling tinggi diantara 13 kabupaten/kota
lainnya yang sama-sama mengalami penurunan peringkat. Nilai
IPKM Tahun 2007 Kota Padang Sidempuan adalah 0,5686 lebih
tinggi dari nilai provinsi Sumatra Utara (0,5072) dan menduduki
ranking 6 di antara kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Pada tahun 2013 nilai IPKM Kota Padang Sidempuan meningkat
menjadi 0,6502 akan tetapi menjadi lebih rendah dari nilai IPKM
provinsi (0,6861) dan menduduki ranking 22 di tingkat provinsi.
Secara nasional nilai terendah IPKM kabupaten/Kota tahun
2013 (0,2079) dan nilai terendah IPKM Tahun 2007 (0,2471), nilai
tertinggi IPKM kabupaten/kota tahun 2013 (0,7318), nilai IPKM
Tahun 2007 (0,7090). Nilai-nilai tersebut merupakan cermin
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan pada setiap
kabupaten/kota. Untuk mencapai target MDGs 2015 diperlukan
upaya-upaya keras, dengan terlebih dahulu mencari penyebab
dan penyelesaiannya di setiap sektor pemerintahan yang
berhubungan dengan program pembangunan kesehatan dan
masukan dari masyarakat.
Dalam IPKM, kelompok indikator kesehatan lingkungan
terdiri dari akses air bersih dan akses sanitasi menjadi program
pemerintahan Kota Padang Sidempuan, namun tidak hanya
menjadi program strategis yang dilaksanakan dinas kesehatan.
Untuk penyediaan infrastruktur dan sarana pendukungnya akan
menjadi tanggung jawab dinas pekerjaan umum yang membantu
masyarakat dalam penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan.
Namun program pemerintahan daerah tidak akan berhasil tanpa
dukungan masyarakatnya, seperti seberapa besar masyarakat

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

95

memanfaatkan jamban keluarga atau seberapa besar pemerintah


mendorong masyarakat untuk memiliki jamban. Adapun kelom
pok indikator kesehatan balita hampir sepenuhnya menjadi
tanggung jawab dan menjadi isu strategis Dinas Kesehatan.

3.4 Reaksi Pemangku Kebijakan di Kota Padang


Sidempuan terhadap IPKM
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan yang baru
menjabat kurang lebih satu tahun tersebut menyadari bahwa
pembangunan kesehatan untuk kelompok indikator kesehatan
balita dan kesehatan lingkungan di Kota Padang Sidempuan
memang masih kurang. Kepala Dinas Kesehatan mengakui
belum mengetahui penyebab rendahnya tingkat kesehatan balita
dan kesehatan lingkungan di wilayah Kota Padang Sidempuan.
Beberapa kendala selain data kesehatan balita dan kesehatan
lingkungan yang masih kurang, jaringan kesehatan lingkungan
pada masyarakat pun masih terbatas. Sebagaimana yang
diungkapkannya dalam diskusi:
apa pun yang terjadi kami berupaya untuk memperbaiki,
kami pada saat rapat di Jakarta telah diberitahu bahwa IPKM
Kota Padang Sidempuan turun, utamanya pada indikator
kesehatan balita. Untuk kesehatan lingkungan kami sangat
menyadari karena pada saat itu memang data yang ada
sangat kurang, dan jaringan kesehatan lingkungan pada
masyarakat juga masih terbatas. Tahun 2014 mulai dicoba
memperbaiki program kesling dan kami mencoba perbaikanperbaikan dengan mencari penyebabnya, antara lain dengan
menyebarluaskan form tentang kendala-kendala yang dihadapi
di lapangan/tempat kerja. Kami minta bantuan pada Tim,
apa sebenarnya yang terjadi di lapangan, kita cari semuanya
mengapa dan bagaimana?

96

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Berbeda dengan pendapat Kepala Seksi Kesehatan Dasar


yang tidak menyetujui hasil perhitungan indeks dalam IPKM
tahun 2013. Bahwa Dinas Kesehatan telah berupaya untuk
dapat menurunkan angka gizi kurang dan gizi buruk pada balita
dengan berbagai cara di antaranya adalah sejak dikeluarkannya
IPKM 2007 Dinas Kesehatan mulai memberikan pelatihan
rutin pada bidan desa setiap tahun, monitoring posyandu
hingga memberikan surat pernyataan bagi orang tua yang
tidak ingin anaknya ditimbang atau diimunisasi. Berikut adalah
pernyataannya:
kami tidak percaya dengan hasil Riskesdas 2013 ini, kalau
hasil Riskesdas Tahun 2007 kami percaya namun yang tahun
2013 kami sangat-sangat tidak percaya. Hasil ini menunjukkan
pada kami bahwa inilah kinerja kami, padahal kami sudah
melakukan berbagai upaya dan bekerja sekuat mungkin untuk
menurunkan angka gizi buruk. Tim Riskesdas tahun 2013 pada
saat pengambilan data ataupun hasil data yang didapatkan
dari lapangan seharusnya konfirmasi dulu ke kami, seharusnya
data tersebut tidak langsung diolah dan dikirim begitu saja
ke pusat. Kami sangat tidak setuju apa yang dilakukan oleh
Tim Riskesdas. Memang petugas kami, utamanya bidan desa
sangat kurang tanggap apabila menghadapi suatu masalah.
Pengetahuan mereka sangat kurang, tapi apakah sedrastis itu
menurunnya? Sejak tahun 2009 kami sangat ketat terhadap
bidan desa, setiap tahun kami melakukan test/semacam
ujian kepada setiap bidan desa, dan kami juga meminta
kepada bidan desa untuk membuat laporan kasus yang ditulis
menjadi semacam skripsi, kasus apa yang diketemukan dan
bagaimana cara penyelesaiannya. Kami juga memonitor pada
saat dilakukan kegiatan di posyandu, baik kelas ibu hamil
maupun saat penimbangan. Bidan Desa harus mengirimkan
jadwal kegiatan posyandu, saat penimbangan maupun
imunisasi. Apabila saat dilakukan penimbangan mereka tidak
datang, wajib bidan desa datang ke rumah ibu balita, dan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

97

bila balita tidak mau ditimbang maka ibu balita harus siap
menandatangani suatu pernyataan tidak sanggup untuk
ditimbang.

Adapun Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan


mengatakan bahwa data tersebut telah menyakitkan karena
sejak dikeluarkannya IPKM tahun 2007 Dinas Kesehatan telah
berusaha melaksanakan sweeping bagi bayi atau balita yang tidak
dibawa orang tuanya ke posyandu. Dinas Kesehatan tidak dapat
memaksa orang tua yang tidak ingin anaknya ditimbang atau
diimunisasi namun bagi orang tuanya yang tidak mau tersebut
harus menandatangani surat pernyataan. Berikut adalah kutipan
jawaban hasil wawancara:
sebagaimana pendapat Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan,
kelihatannya data tersebut sangat menyakitkan, kami telah
melakukan sweeping kepada balita yang belum diimunisasi,
memang ada beberapa balita yang tidak dilakukan imunisasi
karena kepercayaan masyarakat setempat, misalnya kalau
dimunisasi akan terjadi sesuatu dan bayi akan hangat dan
sebagainya. Kami tidak akan memaksa pada keluarga yang
anaknya tidak boleh diimunisasi, dengan catatan keluarga
tersebut harus menandatangani surat pernyataan.

Hasil wawancara dengan petugas gizi di puskesmas Padang


Matinggi menyatakan:
Penimbangan bayi dan balita selalu dilakukan pada posyandu
pada setiap awal bulan yang dimulai dari hari Selasa, Rabu dan
Kamis. Dari hasil penimbangan tersebut didapatkan beberapa
balita yang mengalami penurunan atau terdapat 4 balita gizi
buruk dan 6 balita gizi kurang. Hal ini sudah dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kota Padang Sidempuan, selanjutnya balita tersebut
mendapatkan PMT selama 90 hari. Dua balita gizi kurang telah
pulih namun terdapat 2 balita yang maramus.

98

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Agar penimbangan balita mencapai 100% maka pada saat


pelaksanaan posyandu kader memberitahu ke seluruh warganya
untuk datang ke posyandu. Dan bagi warga yang tidak dating,
kader jemput bola dengan melakukan penimbangan di rumah
balita. Namun demikian beberapa orangtua balita merasakan
bahwa tidak datang juga ditimbang, walau dirumah. Satu,
dua, tiga kali masih dilakukan jemput bola oleh kader, namun
demikian ke empat kalinya orang tua balita tidak datang ke
posyandu, akhirnya didapatkan berita bahwa balita sudah dalam
kondisi gizi kurang. Selanjutnya diusahakan untuk mendapatkan
PMT, hal ini terjadi bukan pada satu balita saja, namun terjadi
pada beberapa balita. Alasan orang tua balita enggan datang
ke posyandu karena orang tua laki-laki bekerja sebagai buruh
bangunan dan yang perempuan tukang cuci rumah tangga,
sehingga balita terlantar.
Sesuai dengan informasi dari Dinas Kesehatan kalau
orang tua enggan membawa anak balitanya untuk ditimbang
maka orang tua itu harus menanda tangani pernyataan. Hal ini
disanggah oleh bu Sofie: penandatanganan surat pernyataan
tersebut tidak dilaksanakan untuk puskesmas Padangmatinggi,
karena apabila kebijakan tersebut dilaksanakan maka target
penimbangan balita turun dan yang lebih parah lagi balita dengan
gizi buruk/kurang di wilayah puskesmas Padangmatinggi tidak
terpantau.
Agar kesehatan balita gizi buruk/kurang di wilayahnya ter
pantau, kader secara bergilir melakukan kunjungan rumah, atau
bu Sofie melakukan pemantauan langsung tanpa pemberitahuan
(sidak) kepada orang tua balita untuk melihat apakah PMT yang
diberikan sebagai asupan balita atau menjadi asupan anggota

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

99

keluarga. Hal ini dilakukan sambil memberikan pengetahuan


makanan penyeimbang atau makanan tambahan untuk balita
gizi buruk/kurang dengan memberikan contoh memasak hasil
tanaman lokal, antara lain dengan memasak nasi yang diremas
dengan wortel dan ikan, atau nasi yang diremas dengan sayur
bayam dan ikan.
Karena keterbatasan jumlah PMT yaitu susu dan bubur,
untuk keluarga balita gizi buruk dan gizi kurang diberi bantuan
berbentuk natura yaitu uang tunai Rp 400.000,-, dengan harapan
sebagai asupan balita. Namun demikian, di luar dugaan dana
yang diberikan dibelanjakan dalam bentuk lain. Tingkat kesadaran
seperti ini yang disesalkan oleh ibu Sofie sehingga jumlah balita
gizi buruk sulit untuk berkurang di wilayahnya.
Semua kejadian di atas telah disampaikan kepada Dinas
Kesehatan, dan hasil konfirmasi ke Kabid YanKes juga telah
menerima laporan ibu Sofie dan dilakukan kunjungan rumah.
Walaupun begitu sampai sekarang belum ada tindakan yang
jelas. Dari cerita petugas gizi (ibu Sofie), maka untuk daerah
Padangmatinggi penyebab balita gizi buruk adalah:
a. Pola asuh dan konsumsi makanan balita yang tidak terpantau.
Menurut salah satu ibu balita dalam wawancara di posyandu
di wilayah kerja Puskesmas Madangmatinggi, dalam
memberikan makanan, orang tua memberikan makanan
dengan pemikiran asal kenyang, tidak memperhatikan
apakah makanan yang dikonsumsi telah mengandung gizi
atau gizi cukup. Disamping itu, mereka mempunyai asumsi
jika balita tidak merengek maka balita cukup kenyang.
Kalaupun balita menangis, cukup diberikan pegangan
makanan instan sudah diam;

100

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

b. Ibu balita enggan membawa anaknya ke posyandu. Berbagai


alasan disampaikan oleb ibu balita untuk tidak datang ke
posyandu. Salah seorang ibu menyampaikan bahwa karena
kesibukan mencari uang (menutup kebutuhan ekonomi
keluarga), sehingga tidak mempunyai waktu untuk datang
ke posyandu. Balita diajak mencari makan atau dititipkan
neneknya di rumah. Disamping itu mereka mempuyai
pemikiran walau tidak datang ke posyandu akhirnya petugas
juga datang ke rumah, kalaupun tidak datang juga tidak
mempunyai masalah karena anaknya dalam kondisi sehatsehat saja;
c. Kader belum melaksanakan penyuluhan makanan bergizi
pada ibu hamil dan ibu balita. Kader masih mempunyai
asumsi bahwa posyandu hanya sebagai tempat penimbangan
dan memberikan bubur kajang hijau, disamping itu, kader
dalam kegiatan posyandu sudah cukup disibukkan dengan
melihat anak timbangan dan mencatat hasil timbangan dan
membagikan bubur kacang hijau;
d. Faktor ekonomi keluarga. Seorang Ibu menyampaikan
bahwa mereka tidak bisa memberikan susu kepada anaknya,
makanan yang dimakan kadangkala makanan sisa yang diberi
oleh majikan di tempat dia bekerja.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

101

BAB 4

KEJADIAN STATUS KESEHATAN BALITA DI


KOTA PADANG SIDEMPUAN
4.1. Pendahuluan

Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses


tumbuh kembang seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan
gizi secara adekuat turut menentukan kualitas tumbuh kembang
sebagai sumber manusia di masa datang. Gizi buruk adalah
kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari
dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi kurang adalah
gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan
zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir,
dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini dan banyak dialami oleh balita. Masalah gizi
buruk dan gizi kurang telah menjadi keprihatinan dunia, sebab
penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak
yang tidak lain adalah generasi penerus bangsa. Kasus gizi buruk
merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di
tengah-tengah pesatnya kemajuan zaman (Republika, 2009).
Meningkatnya prevalensi gizi balita buruk dan kurang
di Kota Padang Sidempuan akan menjadi fokus utama dalam
bab ini. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada tahun 2013
prevalensi gizi balita buruk dan kurang mengalami kenaikan 120%
ditambah dengan prevalensi balita sangat pendek dan pendek

103

hingga 50%. Kenaikan prevalensi gizi balita buruk dan kurang


tersebut bukan tidak mungkin berpotensi peningkatan masalah
gizi buruk dan kurang menjadi gizi akut atau kronis. Dengan
demikian permasalahan gizi balita buruk dan kurang tersebut
harus menjadi prioritas dalam menetapkan kebijakan Pemerintah
Daerah Kota Padang Sidempuan.

4.2. Ciri-Ciri Gangguan Gizi pada Balita


Ukuran yang digunakan dalam menentukan status gizi
adalah berat badan, bisa juga tinggi badan yang didasarkan pada
umur. Ukuran ini biasa disebut dengan ukuran antropometri dan
disajikan dalam bentuk indeks. Karena hasilnya dimanfaatkan
atau digunakan untuk Assesment Keadaan Gizi Individu ataupun
juga penentuan status gizi masyarakat, tentunya dengan
menggunakan tabel antropometri (bukan Kartu Menuju Sehat/
KMS). Untuk Assesment Status Gizi Individu dengan indeks BB/U
(Baca: Berat Badan menurut Umur)dapat dilihat 4 kategori yaitu
gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. (lihat perbedaannya
dengan KMS yang hanya untuk melihat Naik-Turun/Tetap dan
BGM). Sementara untuk assesment keadaan gizi masyarakat
dapat menentukan prevalensi gizi lebih, baik, kurang dan buruk.
Kategori Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U dipakai untuk
melihat status Gizi Lebih, Baik, Kurang dan Buruk, tidaklah sama
dengan Kategori Status Gizi dengan menggunakan Indeks BB/
TB (Baca: Berat Badan menurut Tinggi Badan) maupun TB/U
(Baca: Tinggi Badan menurut Umur). Hal ini sering sekali salah
diinterpretasikan bahwa TB/U hanya untuk melihat Tinggi atau
Pendek ataupun Normal, bukan gizi kurangnya ataupun buruknya.

104

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

sedangkan BB/TB untuk melihat gemuk atau kurus ataupun


normal.

Gejala Klinis Balita Gizi Buruk


Gejala gizi buruk secara klinis dapat dibedakan menjadi 3
(tiga), yaitu 1) marasmus, merupakan sindrom yang disebabkan
karena kurang konsumsi energi dan protein; 2) kwashiorkor
merupakan sindrom yang disebabkan kurang konsumsi protein;
dan 3) gabungan dari marasmus dan kwarshiorkor. Tanda-tanda
marasmus, antara lain anak sangat kurus, wajah seperti orang
tua, perut cekung, kulit keriput, cengeng. Sedangkan tanda-tanda
kwashiorkor adalah bengkak diseluruh tubuh terutama pada kaki,
wajah membulat dan sembab, rambut tipis, kemerahan, dan
mudah dicabut, cengeng, rewel, dan apatis, serta otot mengecil.
Adapun tanda-tanda Marasmus dan Kwashiorkor merupakan
gabungan tanda-tanda kedua jenis di atas.

Faktor-faktor Penyebab Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gizi kurang dan
gizi buruk pada balita, antara lain,
1. Faktor yang pertama yaitu mengenai pengadaan beberapa
makanan yang kurang mencukupi pada suatu wilayah
tertentu. Penyebabnya bisa dikarenakan oleh kurangnya
potensi alam ataupun kesalahan ketika mendistribusikan
makanan tersebut.
2. Faktor yang kedua yaitu mengenai segi kesehatan sendiri,
misalnya seseorang menderita penyakit kronis terutama
masalah gangguan pada sistem metabolisme/penyerapan
makanan.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

105

3. Faktor sosial, kemiskinan, laju pertambahan penduduk, dan


infeksi. Risiko dari kurang Energi Protein akan berpengaruh
pada kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga
meningkatkan risiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi.
Selain faktor penyebab di atas terdapat beberapa faktor
lain yang dapat menyebabkan gizi buruk pada balita di antaranya
sebagai berikut.
1. Penyebab secara langsung misalnya makanan yang tidak
seimbang untuk anak dan berbagai penyakit yang sering
diderita. Seorang anak yang mendapatkan makanan yang
cukup tetapi dapat terserang penyakit seperti nafsu makan
berkurang, diare, pada akhirnya dapat menderita gizi buruk.
2. Penyebab secara tidak langsung:
a. Ketahanan pangan di dalam keluarga yaitu kemampuan
keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan makan
seluruh anggota keluarga.
b. Dalam pola pengasuhan anak. Misalnya dapat berupa
perilaku sang ibu ataupun pengasuhnya dalam hal
merawat, memberikan kasih sayang, memberikan
makan ataupun dalam hal kebersihan. Pada dasarnya
semua itu berhubungan dengan kesehatan ibu baik
secara fisik maupun mental, pendidikan, pengetahuan,
status gizi, pekerjaan, adat kebiasaan dari ibu dan
pengasuhnya.

106

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

4.3. Informasi Pemangku Kebijakan


Pendapat Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Padang Sidempuan
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, masalah
kesehatan di Kota Padang Sidempuan yang utama adalah angka
kematian ibu dan anak. Hal ini karena angka kematian bayi dan
kematian ibu masih tinggi namun yang lebih memprihatinkan
adalah gizi balita. Rasanya sangat sulit untuk memperkecil
kasus gizi balita, apalagi wilayah di kota. Sudah beberapa kali
melaksanakan evaluasi, dengan mengikuti kegiatan posyandu
namun demikian masih juga terjadi balita gizi kurang dan balita
gizi buruk.
Dari 9 (sembilan) puskesmas terdapat 79 bidan desa yang
menurut pengamatannya terdapat 72 bidan desa di antaranyta
mempunyai attitude dan nilai pengetahuan yang rendah, misalnya
dalam membantu persalinan mereka masih merasa takut. Banyak
bidan desa yang kurang mengetahui tentang Asuhan Persalinan
Normal (APN). Mereka tidak melaksanakan kohort ibu walaupun
ada partograph sebagai bahan rujukan pasien. Namun apakah
partograph yang dibuat sudah betul, kalau ditanya masalah
partograph kadang menjawabnya lupa.
Yang lebih memprihatinkan lagi mereka kurang mengetahui
apakah ibu hamil mempunyai risiko tinggi atau tidak. Mereka
akan melakukan hal termudah bila terjadi sesuatu, yaitu merujuk.
Bidang Yankes pernah melakukan test atau ujian tentang
pengetahuan kebidanan di mana soal-soalnya dibuat oleh Dinas
Kesehatan, yang mencakup pengetahuan dasar sampai dengan
ibu hamil berisiko. Hasilnya sangat tidak memuaskan, yaitu hanya
6 bidan yang mampu menjawab walau tidak semuanya benar.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

107

Data Profil tahun 2013, dari 4.698 ibu hamil jumlah


kunjungan K4 sebesar 3.231 berarti masih terdapat kira-kira
1.467 ibu hamil yang tidak diketahui keberadaannya, sementara
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan 3.629, maka masih
terdapat 1.068 ibu hamil yang tidak ditolong oleh tenaga
kesehatan atau di tolong oleh dukun.
Pernyataan dari kepala seksi Pelayanan Kesehatan, bah
wa setiap ibu hamil diberi tablet Fe 90 hari, namun setelah
dilakukan pengecekan data pada profil ternyata baru 66,71%
yang mendapatkan tablet Fe (90 hari). Megenai permasalahan
gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Kota Padang Sidempuan,
salah satu penyebab adalah kurangnya asupan makanan dari
kedua orang tua balita. Mereka lebih mementingkan harta
daripada makanan anaknya. Seharusnya permasalahan gizi
buruk ini bukan saja tanggungjawab Dinas Kesehatan, melainkan
masalah bersama baik dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
Pada dasarnya di setiap puskesmas terdapat tenaga gizi.
Namun, mengapa masih juga terdapat balita gizi kurang/buruk?
Kerjasama antara bidan desa dengan pengelola gizi puskesmas
sudah berjalan seiring dan sesuai dengan program. Pada saat
dilakukan penimbangan balita, petugas gizi puskesmas selalu
mengikuti. Apabila terdapat balita yang angka timbangannya
turun, maka petugas gizi melakukan pemantauan, dan bila
didapatkan gizi kurang diberikan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT). Atas balita yang tidak mau datang menimbang ke
posyandu, petugas gizi puskesmas dan bidan desa melakukan
sweeping ke rumah-rumah. Agak sulit memang bagi rumah
tangga yang tinggalnya di kota untuk datang ke posyandu. Orang

108

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

tua mereka mempunyai kesibukan sehingga kadang-kadang


mereka menunggu untuk didatangi, begitu pula yang rumahnya
agak pinggir kota mereka tidak pulang ke rumah atau menginap
di kebun.

Informasi Kepala Seksi Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan


Kota Padang Sidempuan
Kepala Seksi Kesehatan Dasar tidak mau menerima hasil
perhitungan IPKM tahun 2013 untuk Kota Padang Sidempuan,
namun beliau mengakui bila permasalahan gizi pada IPKM
tahun 2007 sangat jelek namun di tahun 2013 ada peningkatan
yang cukup signifikan, begitu pula untuk indikator kesehatan
lingkungan. Penolakan tersebut diperkuat dengan pernyataan
informan sebagai berikut.
Kami tidak mau terima dengan angka tersebut, kami rasa
angka-angka tersebut salah, kami sudah bekerja sekuat tenaga
dan sudah ada kemajuan, enumerator yang mengambil data
tersebut ngawur, saat dia masukkan data atau entry data tidak
dikonfirmasi dulu ke kami dan langsung dikirim ke Jakarta. Kami
yang mengetahui permasalahan di sini jadi jelas angka tersebut
salah, saya tidak mau terima.

Setelah dijelaskan maksud kedatangan tim kualitatif dan


mengapa angka tersebut menurun, maka kita akan mencari
penyebabnya, dan mengapa menurun. Tim kualitatif bersama
DinKes, masyarakat membantu ibu untuk mencari penyebabnya,
jawabnya:
aduh, saya tidak mau berhubungan dengan LSM atau
pun wartawan. Mereka ke sini hanya akan mencari-cari saja,
utamanya mencari uang untuk dirinya sendiri.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

109

Menurut Kepala Seksi Kesehatan Dasar, prioritas kesehatan


saat sekarang (tahun 2015) adalah pembenahan gizi masyarakat,
karena kasus gizi selalu meningkat, baik itu gizi kurang, gizi buruk
dan sebagainya, apalagi dengan wartawan selalu saja menemukan
dan mengekspos di koran. Membahas Profil Kesehatan tahun
2013 di halaman 47 tentang balita ditimbang ternyata tidak
didapatkan data (nihil) sedang jumlah balita gizi kurang dan
balita gizi buruk adalah 11 jiwa. Menurut Kepala Seksi Kesehatan
Dasar, terdapat kesalahan data di dalam profil tersebut, dan
beliau memberikan penjelasan bahwa urusan penimbangan
balita untuk Kota Padang Sidempuan sangat ketat, yaitu apabila
keluarga balita tidak mau ditimbang harus menandatangani surat
pernyataan. Dengan surat pernyataan tersebut kami tidak mau
disalahkan apabila terjadi sesuatu pada balita. Surat pernyataan
tersebut diketahui oleh lurah dan camat.

Informasi dari Kepala Bidang Penganekaragaman


Konsumsi dan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota
Padang Sidempuan
Situasi dan kondisi kesehatan Kota Padangsidempuan masih
banyak dijumpai gizi kurang, hal ini terlihat dibeberapa kampung
masih banyak anak-anak kecil yang sangat kurus dan tidak sesuai
dengan tinggi badan/umur, hal ini karena masyarakat yang kurang
mampu dan kurang pengetahuan tentang pentingnya makanan
bergizi. Misalnya pada buruh tani yang mempunyai bayaran
Rp 40.000,- (empat puluh ribu Rupiah) sampai Rp 50.000,(lima puluh ribu Rupiah) dengan satu keluarga apakah mampu
membiayai hidupnya, begitu pula dengan ibu hamil mereka tidak
memperhatikan makanan yang bergizi.

110

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Badan Ketahanan Pangan Kota Padang Sidempuan


mencoba berpartisipasi dengan memberikan penyuluhan kepada
para buruh tani dan tani untuk tidak mengkonsumsi makanan
yang berpestisida, dengan memberikan pengetahuan bagaimana
bercocok tanam tanpa pestisida dan bagaimana melakukan
tanaman obat yang diperlukan oleh keluarga sehingga terhindar
dari obat-obatan kimia. Badan Ketahanan Pangan bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan memberikan petunjuk teknis tentang
pengolahan obat tradisional (jamu). Saat sekarang jamu yang
diproduksi dari pekarangan keluarga atau sering disebut dengan
tanaman obat keluarga (TOGA) sudah sebagai komoditi masyara
kat dengan menjual jamu gendong/naik sepeda keliling kampung,
dengan demikian ekonomi masyarakat akan meningkat dengan
harapan asupan makanan pada anaknya akan lebih baik.
Dukungan Badan Ketahanan Pangan selain budidaya tana
man obat tradisional, terdapat gerakan one day no rice, yaitu
satu hari tidak makan nasi, sebagai gantinya masyarakat meng
konsumsi tanaman lokal tanpa pestisida (ubi kayu, ubi jalar,
jagung, bayam, kangkung, dan lain-lain). Hal ini sebagai upaya
dalam mengurangi konsumsi padi yang banyak mengandung gula
(pengurangan penyakit diabet). Kegiatan one day no rice ini telah
disosialisasikan ke SKPD lain.
Kegiatan lain yang mendukung program kesehatan adalah
dibentuknya Konsumsi Rumah Pangan Lestari (KRPL). Di sini
warga disuluh untuk menanam sayur-mayur, untuk dikonsumsi
sendiri dan selebihnya dijual, sebagaimana renstra yang disusun.
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan adalah Pening
katan Tanaman Sayuran Non Peptisida. Renstra ini mudah di

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

111

implementasi oleh masyarakat serta mendukung ekonomi dan


kesehatan masyarakat.
Secara umum program kesehatan sudah bagus dan
kerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan ini juga sangat
membantu masyarakat dalam hal penyediaan makanan lokal.
Walaupun begitu, petani di Kota Padang Sidempuan ini kurang
rajin dalam mengolah tanah padahal tanah di Kota Padang
Sidempuan cukup subur. Keinginan masyarakat Kota Padang
Sidempuan adalah diberi tanpa ada usaha. Tanah di Kota Padang
Sidempuan ini sangat subur, ditanami apa pun jadi, walau tanpa
pupuk. Badan Ketahanan Pangan telah memberi bibit dan
mengajari untuk bercocok tanam, tapi petani tidak bergerak.
Beberapa kegiatan Badan Ketahanan Pangan melalui kerja
sama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya peningkatan gizi
masyarakat antara lain:
- Mitra kerja dalam pembinaan 10 program PKK, kalau 10
program ini dilaksanakan oleh masyarakat maka masalah
pangan dan gizi dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan
tanaman lokal melalui Tokoh Agama.
- Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Keluarga
Sehat Sejahtera (PTP2WKSS).
- Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Kegiatan ini di bawah koordinasi dan dianggarkan oleh
Dinas Kesehatan. Pada dasarnya kegiatan tersebut tanpa kendala
karena kelangsungannya sesuai dengan teknis masing-masing
lembaga. Berdasarkan hasil evaluasi bersama terdapat pening
katan pada masyarakat terhadap pemanfaatan makanan non
pestisida, namun korelasi peningkatan tersebut sangat rendah

112

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dan lamban, sangat sulit untuk mengubah perilaku masyarakat


untuk mengkonsumsi makanan bergizi, berimbang, dan aman.
Untuk mendorong masyarakat tetap makan makanan yang
tidak mengandung pestisida sebetulnya mudah, yaitu dengan
menghalau makanan instans /siap saji masuk ke Kota Padang
Sidempuan. Hari demi hari makin banyak pemasok makanan
dengan pengawet dikonsumsi warga dan balita akibatnya warga
cenderung menghindar dari panganan lokal.

4.4. Observasi Kesehatan Balita di Puskesmas dan


Posyandu
Puskesmas Padangmatinggi
Puskesmas Padangmatinggi terletak pada kecamatan
Padangsidimpuan Selatan dengan jumlah penduduk yang dilayani
oleh puskesmas Padangmatinggi 43.159 jiwa. Dari profil tahun
2014, jumlah kelahiran hidup 949, tiga di antaranya meninggal.
Jumlah ibu hamil 993, kunjungan K4 berjumlah 865 jiwa (87,1%)
atau terdapat 12.9% yang tidak diketahui, namun demikian dari
865 tersebut persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 797 atau
68 ibu hamil yang ditolong non nakes. Dari 993 ibu hamil yang
mendapatkan tablet Fe selama 90 hari berjumlah 817 bumil atau
176 tidak mendapat tablet Fe, padahal yang tercakup dalam K4
sejumlah 865 jiwa, maka masih terdapat 48 ibu hamil kunjungan
K4 dan lolos untuk mendapatkan tablet Fe 90. Ibu hamil yang
mempunyai komplikasi kebidanan berjumlah 199 bumil dan
jumlah lahir hidup 946 atau diketemukan 47 lahir mati dan 142
komplikasi neonatal yang kemudian angka komplikasi neonatal
yang tertera dalam profil adalah nol (0). Dari jumlah bayi yang
ditolong tenaga kesehatan 797 bayi, dilakukan penimbangan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

113

779 atau terdapat 20 bayi lahir hidup yang tidak dilakukan


penimbangan oleh tenaga kesehatan, dan 759 dengan kunjungan
neonatal lengkap atau 38 bayi tidak tercakup dalam kunjungan
neonatal lengkap dan 752 bayi yang mendapatkan HB1.
Beberapa angka di atas menunjukkan bahwa data yang
dilaporkan tidak konsisten, antara ibu hamil, K4 dan persalinan.
Dengan memperhatikan data ibu hamil, maka upaya untuk
mendapatkan K4 dan persalinan Nakes di fasilitas kesehatan
masih rendah. Begitu pula untuk penimbangan dan pemberian
imunisasi (HB0). Atas persalinan yang ditolong oleh Naskes
didapatkan bayi yang tidak ditimbang dan dilakukan imunisasi
HB1.
Penimbangan bayi dan balita dilakukan pada posyandu
pada setiap awal bulan yang dimulai dari hari Selasa, Rabu dan
Kamis, disamping itu juga dilakukan penimbangan di puskesmas
untuk rumah tangga yang lokasinya dekat dengan puskesmas.
Dari hasil penimbangan tahun 2014 didapatkan beberapa balita
yang mengalami penurunan, yaitu 4 balita gizi buruk dan 6 balita
gizi kurang. Hal ini sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota
Padang Sidempuan, dan mendapatkan PMT untuk balita selama
90 hari. Dua balita gizi kurang telah pulih namun terdapat 2
balita yang marasmus.
Agar penimbangan balita mencapai 100% maka pada saat
pelaksanaan posyandu kader memberitahu ke seluruh warganya
untuk datang ke posyandu. Dan bagi warga yang tidak datang
kader jemput bola dengan melakukan penimbangan di rumah
balita. Namun demikian beberapa orangtua balita merasakan
bahwa tidak datang juga ditimbang, walau dirumah. Satu,
dua, tiga kali masih dilakukan jemput bola oleh kader. Beberapa

114

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

balita yang tidak dilakukan penimbangan karena tidak datang


ke posyandu dan tidak diketemukan di rumah, telah didapatkan
berita bahwa balita sudah dalam kondisi gizi kurang. Alasan orang
tua balita enggan datang ke posyandu karena orang tua laki-laki
bekerja sebagai buruh bangunan dan yang perempuan tukang
cuci rumah tangga, sehingga balita terlantar. Balita gizi kurang
tersebut telah mendapatkan PMT.
Sesuai dengan informasi Dinas Kesehatan, kalau orang
tua balita enggan membawa anaknya untuk ditimbang harus
menanda tangani pernyataan, hal ini disanggah oleh petugas gizi
puskesmas Padangmatinggi: penandatanganan surat pernyataan
tersebut tidak dilaksanakan di puskesmas Padangmatinggi
karena apabila kebijakan tersebut dilaksanakan maka target
penimbangan balita turun dan yang lebih parah balita dengan
gizi buruk dan gizi kurang di wilayah puskesmas Padangmatinggi
tidak terpantau. Agar kesehatan balita gizi buruk dan gizi kurang
di wilayahnya terpantau, maka kader dan/atau petugas gizi secara
bergilir melakukan kunjungan rumah tanpa pemberitahuan
(sidak) kepada orang tua balita untuk melihat apakah PMT yang
diberikan sebagai asupan balita atau menjadi asupan anggota
keluarga. Hal ini dilakukan sambil memberikan pengetahuan
makanan penyeimbang atau makanan tambahan untuk balita gizi
buruk dan gizi kurang dengan memberikan contoh cara masak
hasil tanaman lokal, antara lain dengan memasak nasi yang
diremas dengan wortel dan ikan, atau nasi yang diremas dengan
sayur bayam dan ikan.
Karena keterbatasan jumlah PMT yaitu susu dan bubur,
untuk keluarga balita gizi buruk dan gizi kurang diberi bantuan
berbentuk natura yaitu uang tunai sebesar Rp 400.000,- dengan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

115

harapan sebagai asupan balita. Namun demikian di luar bahwa


dana yang diberikan dibelanjakan dalam bentuk lain. Tingkat
kesadaran seperti ini yang disesalkan oleh petugas gizi sehingga
jumlah balita gizi buruk sulit untuk berkurang di wilayahnya.
Semua kejadian di atas telah disampaikan kepada Dinas
Kesehatan, dan menurut hasil konfirmasi ke Kabid YanKes, pihak
nya juga telah menerima laporan petugas gizi dan dilakukan kun
jungan rumah. Berdasarkan asil pemantauan petugas gizi pada
balita gizi kurang/gizi buruk disimpulkan, bahwa penyebabnya
ketidakpedulian orang tua balita kepada anaknya, upaya
penyadaran atau memberikan pengetahuan kepada orang tua
balita masih rendah, faktor ekonomi dari orang tua balita.

Puskesmas Hutaimbaru
Puskesmas Hutaimbaru merupakan satu-satunya puskesmas
yang ada di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Padang Sidempuan tahun
2013, Puskesmas Hutaimbaru yang memiliki 3 dokter melayani
penduduk di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
sebanyak 16.019 jiwa yang terdiri dari 7.860 jiwa laki-laki dan
8.159 jiwa perempuan. Sebagai pendamping dari 16 posyandu
di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, Puskesmas
Hutaimbaru tercatat sebagai puskesmas yang dikunjungi masya
rakat sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan paling
sedikit kunjungannya ketiga setelah Puskesmas Pintu Langit, yaitu
2.730 kunjungan sepanjang tahun 2013.
Berdasarkan hasil pembinaan gizi bulanan pada akhir tahun
2014 tercatat jumlah balita sebanyak 1.588 jiwa, namun hanya
1.497 jiwa balita yang melakukan penimbangan. Salah satu di

116

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

antara balita tersebut, M. Arifin yang lahir tanggal 14 Februari


2011 adalah balita dengan status gizi buruk. Status gizi buruk
tersebut bisa dilihat dalam data baik di Puskesmas Hutaimbaru
maupun Dinas Kesehatan yang secara antropometri (BB/U)
tahun 2013 hingga 2014 berat badan balita tidak menunjukkan
perubahan yang positif. Berat badan balita tersebut hingga
meninggalnya menunjukkan berat stagnan di 4,5 kg.
Menurut Kepala Seksi Gizi Puskesmas Hutaimbaru, penye
bab gizi buruk pada kasus di atas disebabkan adanya kelainan
di tempurung otak balita yang dibawa sejak lahir sehingga
tidak berkembang. Selain diberikan PMT, langkah yang diambil
Puskesmas adalah dengan merujuk balita ke rumah sakit di
Medan untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Namun,
karena adanya kendala kebutuhan ekonomi dari orang tua
pasien, akhirnya rujukan tidak dijalankan sepenuhnya oleh
orang tua pasien. Walaupun pengobatan diberikan secara gratis
100%, orang tua pasien harus menghidupi dirinya di Medan dan
keluarga lainnya di Kota Padang Sidempuan.
Adapun kondisi balita dengan gizi kurang sejak tahun
2012 hingga tahun 2013 cenderung mengalami penurunan yang
cukup signifikan. Pada tahun 2011 kasus gizi kurang sebanyak
75 kasus dan menurun pada tahun 2012 menjadi 20 kasus yang
kemudian pada tahun 2013 menurun lagi menjadi 9 kasus.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Kepala Seksi Gizi, penyebab kasus
gizi kurang pada umumnya dikarenakan asupan makanan yang
tidak seimbang, sehingga hanya dengan melakukan pemberian
makanan tambahan secara intensif mampu meningkatkan status
gizi kurang menjadi baik. Tercatat dari 11 balita dengan status gizi
kurang pada awal tahun 2013 menjadi 9 balita pada akhir tahun.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

117

Dari 9 balita tersebut, 4 balita di antaranya adalah pasien baru.


Jadi upaya Puskesmas Hutaimbaru dalam mengurangi status gizi
kurang dapat dikatakan cukup berhasil, namun yang menjadi
permasalahan adalah muncul kembali balita dengan gizi kurang
yang baru menjelang akhir tahun 2013.
Berdasarkan data tahun 2013, secara keseluruhan balita
dengan status gizi kurang dan gizi buruk berasal dari keluarga
miskin. Selain itu, tidak sedikit masyarakat di Kecamatan
Padangsidimpuan Hutaimbaru yang memiliki tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah. Dari jumlah penduduk 16.019
jiwa, sekitar 3.886 jiwa tidak dan belum sekolah, dan 3.957 jiwa
tidak tamat Sekolah Dasar. Dengan alasan tersebut, Kepala Seksi
Gizi mendukung langkah yang disarankan oleh Dinas Kesehatan
dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui
pembinaan atau penyuluhan. Bahkan, untuk mencapai data
balita yang ditimbang, Dinas Kesehatan menggerakkan kader
posyandu, bidan desa, dan pendamping dari puskesmas untuk
melaksanakan sweeping disertai penyuluhan ke rumah penduduk
yang balitanya tidak dibawa ke Posyandu. Menurut Kepala Seksi
Gizi, kebijakan sweeping tersebut hingga saat ini berjalan efektif.
Keberhasilan tersebut ditunjukkan pada tahun 2014 didapatkan
data penimbangan mencapai 100%.
Terkait dengan media penyuluhan yang diberikan puskes
mas maupun Dinas Kesehatan secara verbal menurut Kepala
Seksi Gizi ternyata tidak cukup mampu diterapkan kepada
masyarakat di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, sehing
ga diperlukan media lain seperti brosur/leaflet yang mudah
dibaca atau ditempel di dinding rumah penduduk. Jika melihat
Renstra dan Renja Dinas Kesehatan Tahun 2013, dalam Program

118

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat sebenarnya


telah dirumuskan kegiatan dengan indikasi 1) pengembangan
media promosi dan informasi sadar hidup sehat yang rencananya
dianggarkan Rp 107.940.000,-; 2) penyuluhan masyarakat untuk
hidup sehat dengan rencana anggaran Rp 47.392.000,-; dan 3)
peningkatan pendidikan tenaga penyuluh kesehatan dengan
rencana anggaran Rp. 22.150.000,-.
Namun dalam pelaksanaannya, hanya dua indikasi kegiat
an yang dilaksanakan yaitu Kegiatan Pengembangan Media
Promosi dan Informasi Sadar Hidup Sehat dan Peningkatan
Pendidikan Tenaga Penyuluh Kesehatan. Adapun kegiatan
Pengembangan Media Promosi dan Informasi Sadar Hidup Sehat
hanya dianggarkan Rp 13.000.000,- atau hanya sekitar 12% dari
anggaran yang direncanankan. Selain itu, Kegiatan Penyuluhan
Masyarakat Untuk Hidup Sehat yang telah direncanakan
anggarannya tersebut tidak direalisasikan, namun Program
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita melalui kegiatan
Penyuluhan Kesehatan Anak Balita terealisasi sesuai rencana
anggaran.
Untuk mengatasi gizi buruk dan gizi kurang pada balita,
Puskesmas Hutaimbaru telah melaksanakan program yang
dirancang Dinas Kesehatan, yaitu memberikan makan tambahan
(Makanan Pengganti ASI) dan vitamin, sehingga pada tahun 2013
jumlah kasus gizi kurang menjadi 9 kasus.

Puskesmas Pintu Langit


Puskesmas Pintu Langit merupakan salah satu puskesmas
yang ada di Kecamatan Angkola Julu yang melayani kesehatan
masyarakat bersama-sama dengan Puskesmas Pokenjior se

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

119

banyak 7.947 jiwa atau 3,88% dari jumlah penduduk Kota


Padang Sidempuan. Pada tahun 2013, Puskesmas Pintu Langit
melayani masyarakat sekitar 3.795 jiwa. Berdasarkan data tahun
2012, jumlah dokter yang melayani masyarakat di Puskesmas
Pintu Langit hanya satu orang dan itu pun hanya dokter yang
diperbantukan serta tidak adanya ahli gizi. Seksi gizi ditempati
oleh tenaga kesehatan dengan latar belakang pendidikan
kebidanan.
Menurut Kepala Seksi Gizi, di wilayah kerja Puskesmas
Pintu Langit tidak terdapat kejadian balita gizi buruk. Saat ini
hanya ada 4 balita dengan gizi kurang dan telah dibantu dengan
PMT yang dibiayai dari Dinas Kesehatan. Rata-rata kejadian gizi
kurang berusia 2,5 tahun dan disebabkan masalah ekonomi
keluarga yang tidak sanggup membeli susu, kondisi ASI yang
kering, dan kesibukan orang tua bekerja sehingga anak cenderung
sulit makan. Dilihat dari pola makannya, rata-rata penduduk di
sini kurang mengkonsumsi ikan, hanya nasi dan daun ubi yang
mereka makan, telur pun jarang dapat dibeli masyarakat.
Balita dengan gizi kurang akan dikontrol secara rutin oleh
bidan desa dan setiap bulan Puskesmas menerima laporan dari
bidan desa tersebut. PMT biasa juga diberikan di Posyandu.
Menurut data Profil Kesehatan Tahun 2013, ada 5 Posyandu
madya di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit, namun semua
Posyandu status keaktifannya dipertanyakan atau nihil. Mata
pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit
rata-rata adalah berkebun di perbukitan sehingga kesulitan
jika menjadwalkan Posyandu pada hari kerja. Oleh karena itu
Puskesmas membuat strategi untuk membuka Posyandu di
hari Sabtu, saat orang tua balita dapat membawa anaknya ke
Posyandu.

120

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Namun tingkat kesadaran masyarakat masih rendah, pada


hal mereka mengetahui jadwal Posyandu setiap bulannya. Sasaran
balita yang dapat hadir di Posyandu diperkirakan sekitar 100
balita, namun tidak seluruhnya dapat hadir sehingga pendamping
dari Puskesmas, bidan desa dan kader Posyandu harus melakukan
sweeping untuk mendapatkan data penimbangan balita. Begitu
pula untuk tingkat kesadaran kesehatannya, seringkali dokter
harus turun ke lapangan untuk memberikan pengobatan murah.
Cukup beralasan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit
enggan datang ke Puskesmas karena letaknya yang cukup jauh
dari permukiman.

Posyandu Mangga, Kelurahan Ujunggurat dalam Wilayah


Kerja Puskesmas Batuna Dua
Letak posyandu Mangga berjarak kurang lebih 5 km
dari Puskesmas Batuna Dua. Pelaksanaan penimbangan di
posyandu dimulai jam 09.00 pagi. Menurut informasi dari bidan
koordinator, undangan penimbangan balita dilakukan melalui
masjid. Penimbangan tersebut telah terjadwal dan disepakati
bersama bahwa penimbangan dilaksanakan setiap hari senin
pada minggu pertama setiap bulan. Pelaksanaan penimbangan
di rumah sekretaris desa yang secara kebetulan ibu sekretaris
desa adalah kader posyandu. Jumlah balita di posyandu Mangga
seluruhnya 85 balita, pada saat penimbangan yang datang 45
balita (waktu menunjukkan jam 11.00).
Pada waktu penimbangan sekaligus diberikan vitamin A.
Bidan koordinator, perawat, dan kader posyandu menunggu balita
untuk ditimbang sampai dengan jam 12.00. Apabila balita yang
ditimbang tidak datang maka kader mengunjungi rumah balita.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

121

Menurut bidan koordinator, selama ini tidak diketemukan balita


dengan gizi buruk ataupun gizi kurang, namun diketemukan balita
dengan timbangan turun. Untuk ibu balita dengan timbangan
turun diberikan penyuluhan agar diberikan makanan tambahan
dan tidak diberikan makanan instan.

Hasil pemantauan pada saat penimbangan balita


Timbangan yang digunakan adalah timbangan dacin tanpa
adanya pemberat, dan kain timbangan adalah kain sarung.
Hasil kalibrasi lapangan pada timbangan terdapat selisih 2 ons.
Menurut bidan koordinator, hal ini telah berlangsung kirakira selama 3 tahun. Balita yang datang tidak membawa Kartu
Menuju Sehat (KMS) atau buku KIA. Hasil penimbangan dicatat
pada sehelai kertas untuk selanjutnya dipindahkan ke buku
laporan, namun tidak terlihat adanya buku besar laporan kader.
Catatan tersebut berisi nama balita dan hasil timbangan dengan
angka bulat. Informasi dari ibu balita bahwa KMS atau buku KIA
disimpan oleh bidan desa, tapi menurut Bidan koordinasi (Bikor)
buku disimpan ibu balita (tidak ada yang benar).

Gambar 4.1.Penimbangan Balita


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

122

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Kemungkinan besar KMS disimpan bidan, karena bidan


desa setelah selesai penimbangan memindahkan angka
ke KMS, sehingga warga yang mempunyai balita untuk
mengetahui hasil penimbangan anaknya hanya melalui
informasi bidan. Setelah dilakukan penimbangan diberikan
vitamin A dan satu bungkus bubur kacang hijau dalam
kemasan plastik. Dari penimbangan tersebut terdapat satu
1 balita umur 1 tahun dengan timbangan 7 kg dalam kondisi
batuk pilek (anak ke-6).
Menurut ibu balita, penurunan timbangan akibat
kurang sehat, karena sudah 1 minggu anaknya kurang nafsu
makan dan belum dibawa ke puskesmas, sedangkan bubur
kacang hijau yang didapatkan baru disuapkan 2 sendok dan
selebihnya dimakan anggota keluarga yang lain. Imunisasi
DPT yang harus diberikan kepada beberapa balita tidak
dapat dilaksanakan karena persediaan vaksin puskesmas
habis.

Gambar 4.2 Pemberian Tetes Vitamin A, Bubur Kacang Hijau untuk


Balita
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

123

Secara kebetulan pada saat di puskesmas Batuna Dua


bertemu dengan kepala bidang PMK Dinas Kesehatan yang
sedang melakukan verifikasi data imunisasi dengan petugas
imuniasi. Kabid PMK menceritakan bahwa persediaan vaksin di
Dinas Kesehatan juga habis. Kabid PMK akhirnya menghubungi
Dinas Kesehatan provinsi untuk dikirimi vaksin. Menurut petugas
provinsi, pengadaan vaksin DPT baru tersedia diperkirakan bulan
Maret. Bagaimana dengan program 100% imunisasi balita?
Menurut Kabid PMK, target 100% imunisasi harus diturunkan
menjadi 80-90%.

Posyandu Pisang di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi


Kegiatan posyandu dilaksanakan di rumah salah satu Kader.
Dari jumlah balita yang ada 85 balita di lingkungan Posyandu
Pisang, tidak semua datang. Beberapa alasan yang disampaikan
kader terhadap balita yang tidak datang yaitu, orang tua balita
bekerja, mereka enggan datang karena anaknya termasuk dalam
gizi kurang, sehingga petugas puskesmas pembantu dan kader
harus menjemput satu persatu. Begitu pula dengan ibu balita
yang hamil kekurangan energi kronik (KEK). Dari pengamatan,
terdapat 2 balita gizi buruk dan ibu KEK. Hasil wawancara dengan
ibu balita Gibur dan hamil KEK, menurut ibu balita A bahwa
anak yang di kandungan ini adalah anak nomor 8 dan ibu balita
B menyatakan bahwa anak yang di kandung adalah anak kelima.
Mereka menceritakan bahwa anaknya yang sekarang menderita
gizi buruk pada saat hamil tidak mengerti apakah KEK, mereka
jarang untuk datang ke puskesmas. Adapun persalinan mereka
ditolong oleh bidan yang sudah senior.

124

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 4.3 Petugas Gizi Sedang Memberikan Penyuluhan Pada Ibu


KEK Dan Balita Gizi Kurang
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Saat ini selain anaknya yang mendapatkan makanan tam


bahan yaitu susu dan bubur juga ibu hamil ini mendapatkan
susu dan vitamin dari puskesmas. Hasil pengamatan pada
kegiatan posyandu ini, tidak semua ibu balita membawa buku
KMS maupun buku KIA, setelah kami tanyakan kepada ibu
balita dan bumil, mereka lupa membawanya dan beberapa lupa
menyimpannya.
Menurut petugas puskesmas pembantu, mereka sangat
sulit diberi pengertian tentang makna buku KMS atau buku
KIA. Bagi Kader posyandu yang bertugas memasukkan ke buku
register sangat memberatkan, karena mereka harus bekerja
dua kali, karena memasukkan ke buku bantu, buku register, dan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

125

buku KIA/KMS. Namun kalau mereka membawanya pekerjaan


tersebut terbantu oleh petugas puskesmas pembantu karena
secara langsung kondisi timbangan balita yang datang (naik/
turun) akan segera diketahui, sehingga ibu kader tidak hanya
berteriak memberitahukan timbangan anaknya. Balita yang
datang ke penimbangan mendapatkan telur rebus. Pengakuan
ibu balita yang mempunyai anak gizi buruk, telur yang diterima
hanya sedikit yang dikonsumsi oleh balita, selebihnya adalah
kakak balita.
Terdapat ibu balita yang anaknya secara bertahap membaik
atau keluar dari gizi buruk, pengakuannya bahwa anaknya sangat
menyukai bubur dan susu dari puskesmas, sehingga jatah yang
seharusnya satu bulan dimakan dalam dua minggu, karena
anaknya tidak suka dengan makanan yang lain. Di sini fungsi
makanan tambahan terbalik yaitu menjadi makanan pokok.

Gambar 4.4 Petugas Pustu dan Kader Posyandu memberikan Vit A


dan melakukan imunisasi TT
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

126

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Dalam kegiatan posyandu seharusnya juga dapat dilakukan


kegiatan pemeriksaan ibu hamil, penyuluhan ibu hamil dan ibu
balita dan dibuka kelas ibu. Namun semua ini tidak dilakukan
karena keterbatasan tempat sehingga kegiatan posyandu hanya
berfungsi sebagai penimbangan balita.

Posyandu Belimbing di Wilayah Puskesmas


Padangmatinggi
Lokasi posyandu Belimbing sangat mudah dijangkau
karena di pinggir jalan. Akan tetapi bangunan posyandu terlihat
sangat sederhana karena terletak pada halaman gedung alumni
SMK Tapanuli Selatan sebagai tempat pendaftaran dan untuk
penimbangan terletak pada lokasi penjual bakso. Walaupun
lokasinya sangat sederhana, namun jumlah kader yang datang
cukup lengkap dengan dibantu dua orang petugas puskesmas.

Gambar 4.5 Lokasi Pendaftaran Balita


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Ketika diwawancarai kader posyandu menyatakan, bahwa


tempat tidak menjadi masalah, yang penting balita dapat

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

127

datang dan kader tidak perlu menyusul ke rumah. Dari 5 orang


kader, terdapat satu orang kader yang usianya sudah lanjut
dan mengabdi menjadi kader di posyandu selama lebih dari 20
tahun dengan setiap bulannya harus membolos kerja 1 hari
untuk kegiatan penimbangan. Kader tersebut adalah seorang ibu
dengan usia 76 tahun yang menjadi pegawai asuransi Bumi Putra.
Dari balita yang datang ditimbang, hanya beberapa
yang membawa kartu KMS atau buku KIA. Dari register yang
ditulis oleh kader posyandu, tidak diketemukan balita dengan
timbangan turun, juga tidak ditemukan makanan yang menyertai
balita. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian vitamin A.
Menurut kader, informasi hari penimbangan dilakukan oleh kader
dengan mendatangi rumah balita dan melalui pengeras suara
masjid. Penimbangan akan diselesaikan jam 12.00, dan bagi
balita yang tidak datang akan di-sweeping ke rumah. Walaupun
lokasi penimbangan sangat sederhana namun animo balita untuk
datang cukup banyak karena terlihat oleh masyarakat umum dan
bertepatan di warung bakso.

Gambar 4.6. Lokasi Penimbangan Balita


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

128

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 4.7 Pemberian Vitamin A oleh Petugas Pustu dan Kader KMS
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Posyandu Mangga di Wilayah Kerja Puskesmas


Padangmatinggi
Lokasi Posyandu Mangga di tengah Kota Padang
Sidempuan. Warganya mempunyai kesibukan sejak dini hari,
sehingga kegiatan posyandu harus dimulai pagi hari atau lebih
pagi dibandingkan posyandu yang lain. Kegiatan posyandu dilak
sanakan di rumah warga, dan kegiatan ini sudah dilakukan selama
20 tahun. Menurut kader posyandu, warga yang datang ke
posyandu selama ini mendapatkan informasi dari pengeras suara
masjid. Selain itu kader posyandu juga mendatangi rumah warga.
Berdasarkan observasi, balita yang datang ke posyandu
tidak membawa kartu KMS atau buku KIA. Hasil konfirmasi ke
kader, sebagian besar balita yang datang tidak diantar ibunya
karena ibunya harus bekerja sehingga kartu KMS tidak dibawa
neneknya/pengantar lain (kartu KMS disimpan ibu balita).
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

129

Walaupun demikian diketemukan satu balita yang membawa


buku KIA yang secara kebetulan ibu balita tersebut mengetahui
makna dari kartu KMS. Juga didapatkan salah satu kader pada
saat melakukan penimbangan kurang memperhatikan alat
timbang yaitu mata timbangan tidak dikembalikan ke angka nol
lagi (penyetaraan).
Hasil penimbangan dicatat pada buku bantu untuk selanjut
nya dipindahkan ke buku besar gizi. Dari catatan yang ada tidak
diketemukan balita dengan turun timbangan atau balita gizi
kurang. Setelah dilakukan penimbangan balita akan membawa
bubur kacang hijau.
Menurut kader posyandu, balita yang tidak datang ke
posyandu akan ditimbang di rumah balita atau kader meng
adakan sweeping. Namun dalam catatan buku besar masih
terdapat beberapa kolom yang kosong, dan ternyata hasil
sweeping kader tidak dengan segera dimasukkan ke dalam
buku besar. Dari penjelasan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
tentang keberadaan kartu KMS/buku KIA, bahwa kartu KMS atau
buku KIA sudah didistribusikan ke puskesmas dan bidan praktek
swasta tanpa dipungut biaya, dengan harapan buku tersebut
dapat dimiliki oleh ibu hamil dan ibu balita.

130

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 4.8 Kegiatan Penimbangan di Posyandu Mangga (rumah


Kader)
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Posyandu Strawbery di Wilayah Kerja Puskesmas Batu


Nadua
Posyandu Strawbery merupakan salah satu dari 17
posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batu Nadua. Jarak
antara Posyandu dengan Puskesmas sekitar 300 m dan dapat
ditempuh dengan berjalan kaki. Letak Posyandu yang berada di
pinggir jalan sepanjang 8 m di atas trotoar jauh dari kesan sebuah
tempat pemeriksaan bayi dan balita. Keberadaannya berawal dari
keluhan masyarakat yang enggan pergi ke Posyandu Strawbery
yang letaknya jauh di kelurahan. Oleh karena itu, dengan sarana
dan prasarana darurat masyarakat menentukan tempat posyandu
tepat di depan toko yang tidak beroperasi pada pagi itu.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

131

Gambar 4.9 Kondisi Posyandu Strawberry, Batu Nadua


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Penimbangan pada hari itu cukup sepi karena bersamaan


dengan adanya kemalangan / kematian salah satu warganya,
sehingga hanya terdiri dari 2 kader dan 2 petugas pendamping
dari Puskesmas Batu Nadua yang hadir. Tidak terdapat buku
register dengan alasan dibawa oleh bidan desa dan alat
timbangan yang cukup usang namun masih layak digunakan.
Kegiatan saat itu adalah pemberian Vitamin A, bubur
kacang dan pemberian imunisasi. Beberapa ibu membawa buku
KIA dan diserahkan kepada petugas untuk dicatat. Namun, tidak
ada penyuluhan baik itu terkait manfaat imunisasi, PMT, gizi, atau
lainnya. Balita dan ibunya pulang tanpa membawa pengetahuan
kesehatan setelah dilakukan penimbangan dan pencatatan oleh
petugas.

132

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar. 4.10 Pencatatan Buku KIA di Posyandu Starwberry, Batu


Nadua

4.5. Upaya Pemerintah Daerah dalam Penanggu


langan Kesehatan Balita Khususnya Gizi Buruk
dan Gizi Kurang
Berdasarkan hasil perhitungan IPKM Tahun 2013, Kota
Padang Sidempuan mengalami kenaikan skor dari 0,5686
menjadi 0,6502. Namun kenaikan tersebut tidak seutuhnya
menggambarkan suatu keberhasilan pembangunan kesehatan di
Kota Padang Sidempuan. Menelisik IPKM Kota Padang Sidempuan
lebih dalam terdapat permasalahan yang dihadapi Pemerintah
Daerah Kota Padang Sidempuan. Salah satu permasalahan yang
menjadi fokus utama penelitian kualitatif ini adalah adanya
kenaikan prevalensi balita gizi buruk dan kurang.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

133

Bagaimana sistem pengelolaan kesehatan dalam


meningkatkan status gizi balita di Kota Padang
Sidempuan?
Pelaksanaan sistem kesehatan di Kota Padang Sidempuan
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, swasta dan masya
rakat dalam bentuk koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi.
Walaupun tanggung jawab Pemerintah Daerah tersebut tidak
secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor
72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional (Perpres No.
72 Tahun 2012), pengelolaan kesehatan yang dimaksud dalam
Sistem Kesehatan Nasional dilakukan secara berjenjang di pusat
dan di daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan
otonomi fungsional di bidang kesehatan.
Selain itu, Sistem Kesehatan Nasional yang dilaksanakan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
akan menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pem
bangunan kesehatan yang dimulai dari perencanaan sampai
dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Saat ini, Pemerintah Kota Padang Sidempuan belum mem
bentuk peraturan terkait sistem kesehatan di daerahnya, sehingga
dalam analisis ini beberapa komponen pengelolaan kesehatan
Kota Padang Sidempuan akan mengacu pada Sistem Kesehatan
Nasional.

4.5.1 Upaya Perbaikan Gizi


Permasalahan gizi kurang dan gizi buruk pada masyarakat
menjadi salah satu isu strategis Dinas Kesehatan pada tahun
2013-2017. Beberapa upaya perbaikan gizi oleh Pemerintah
Kota Padang Sidempuan sebenarnya telah dimulai sejak RPJMD
ditetapkan. Namun secara eksplisit upaya meningkatkan derajat

134

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

kesehatan dan status gizi masyarakat telah disebutkan dalam


RPJMD III dan RPJMD IV.
Pada tahap RPJMD III yang sedang berjalan saat ini,
upaya perbaikan gizi diarahkan pada:
a. penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi;
b. pemberian makanan tambahan dan vitamin;
c. penanggulangan kekurangan energi protein, anemia gizi besi,
gangguan akibat kekurangan yodium, kekurangan Vitamin A,
dan kekurangan zat gizi mikro lainnya;
d. pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar
gizi; dan
e. penanganan gizi lebih.
Penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi me
rupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memberikan
kesadaran gizi keluarga dalam upaya peningkatan status gizi
terutama bayi, balita, dan ibu hamil yang pelaksanaannya
direncanakan mulai tahun 2014 hingga tahun 2017. Sedangkan
kegiatan pemberian makanan tambahan dan vitamin yang
direncanakan mulai tahun 2014 dilaksanakan setahun lebih cepat
pada tahun 2013. Adapun upaya penanggulangan kekurangan
energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan
yodium, kekurangan vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro
lainnya dan upaya penanganan gizi lebih dilaksanakan mulai
tahun 2014.
Upaya perbaikan gizi tersebut dilakukan pada seluruh
siklus kehidupan sejak janin sampai dengan lanjut usia dengan
prioritas pada kelompok rawan yang terdiri dari bayi dan balita,
remaja perempuan dan ibu hamil dan menyusui. Sebagai
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

135

dukungan pada upaya tersebut, Dinas Kesehatan membuat


kegiatan yang mendukung Program Perbaikan Gizi Masyarakat
seperti penyuluhan kesehatan anak balita, pelayanan kesehatan
penduduk miskin di Puskesmas dan Jaringannya, dan Program
Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak.
Pada tahun 2013 upaya perbaikan gizi diawali dengan
pelaksanaan kegiatan pemberian makanan tambahan dan
vitamin. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
melalui pendistribusian makanan tambahan ke setiap Puskesmas.
Hasil observasi di beberapa Puskesmas dan Posyandu, kegiatan
pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang dan buruk
tidak terkendala. Ketersediaan makanan tambahan masih dapat
memenuhi kebutuhan di lapangan. Bahkan beberapa balita gizi
buruk dan gizi kurang yang diakibatkan buruknya pola konsumsi
makanan mampu diatasi dengan pemberian makanan tambahan
tersebut.
Keberhasilan pemberian makanan tambahan bagi balita
dengan gizi kurang tidak diiringi dengan turunnya angka kejadian
gizi kurang dan gizi buruk dalam masyarakat. Sembuhnya balita
dengan gizi kurang atau gizi buruk berbanding lurus dengan
bertambahnya bayi dengan gizi kurang yang diakibatkan oleh pola
konsumsi makanan. Artinya, jumlah balita sembuh diiringi dengan
jumlah balita gizi kurang atau gizi buruk. Hal tersebut dikarenakan
perilaku masyarakat yang tergantung pada pemberian makanan
tambahan dan tidak ada upaya untuk memperbaiki pola makan
bagi balitanya.
Berbeda dengan balita dengan gizi kurang atau gizi buruk
yang merupakan penyerta dari penyakit, pemberian makanan
tambahan merupakan asupan disamping pengobatan. Dalam hal

136

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

balita terkena penyakit menular, Dinas Kesehatan merealisasikan


kegiatan pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular. Selain itu, terdapat beberapa program yang mendukung
kegiatan peningkatan status gizi balita antara lain penyuluhan
masyarakat untuk hidup sehat, pengembangan media promosi
dan informasi sadar hidup sehat, peningkatan imunisasi,
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan, serta peningkatan
kesehatan masyarakat.

4.5.2 Anggaran Kesehatan


Salah satu sumber daya yang sangat menentukan dalam
perkembangan kota dan penyelesaian permasalahan kesehatan
di Kota Sidempuan adalah anggaran yang memadai dengan
pemanfaatan yang efektif dan efisien serta transparan. Berikut
disampaikan rincian anggaran Kota Padang Sidempuan tahun
2007 dan tahun 2013.
Sumber pembiayaan kesehatan Kota Padang Sidempuan
tahun 2013 berasal dari APBD Kota dan APBN. Dibandingkan pada
tahun 2007 anggaran yang bersumber dari APBN yang terdiri dari
Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Jamkesmas serta Jampersal,
pada tahun 2013 terdapat tambahan anggaran yang berasal dari
Askes, Bantuan Operasional Khusus (BOK) dan lainnya. Terjadi
kenaikan alokasi anggaran untuk pembangunan kesehatan pada
tahun 2007 dari Rp 9.732.381.213,- menjadi Rp 66.499.118.576,atau sekitar hampir 6 (enam) kali lebih tinggi pada tahun 2013.
Sedangkan total APBD Kota Padang Sidempuan hanya naik sekitar
55% saja atau naik Rp 243.825.979.789,- dalam jangka waktu 6
tahun.
Walaupun alokasi anggaran kesehatan tidak mencapai
angka minimal atau 10% sebagaimana diamanatkan UU No.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

137

36 Tahun 2009, kenaikan alokasi anggaran kesehatan menjadi


enam kali lebih tinggi pada tahun 2013 merupakan salah satu
bentuk upaya Pemerintah Daerah Kota Padang Sidempuan untuk
meningkatkan pembangunan kesehatan yang seyogianya dapat
dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Dari total APBD Kesehatan sekitar 34,5% dialokasikan
untuk Dinas Kesehatan dan sisanya untuk rumah sakit daerah.
Pengalokasian anggaran untuk belanja langsung pada Dinas
Kesehatan hanya sekitar 8,3% dari APBD Kesehatan jauh lebih
kecil dibanding untuk belanja tidak langsung yang mencapai
sekitar 26,2%. Dengan demikian belanja kesehatan untuk
pelaksanaan program kesehatan masih lebih rendah dibanding
untuk membayar gaji pegawai, dan hal ini seharusnya tidak
terjadi. Adapun belanja untuk kegiatan preventif dan promotif
yang dibiayai melalui BOK rata-rata untuk masing puskesmas
adalah Rp 72.488.456,-.
World Health Organization (WHO, 2000) dalam
Macroeconomic Commision and Health merekomendsikan
bahwa perkapita dari semua sumber untuk kesehatan adalah
US$34/kapita/tahun atau Rp 421.600,- (US$ 1 = Rp 12.400,-),
untuk Kota Padang Sidempuan anggaran kesehatan mencapai
Rp 372.989,47/kapita/tahun, artinya masih lebih rendah apabila
dibandingkan dengan ketentuan WHO.

138

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Tabel 4.1.

No.
1

Anggaran Kesehatan Kota Padang Sidempuan Tahun


2007 dan 2013
Sumber Biaya

APBD untuk Kesehatan

Alokasi Anggaran (Rp)


Tahun 2007
Tahun 2013
9.732.381.213 66.499.118.576

Dinas Kesehatan

22.965.883.279

Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung

5.503.297.300
17.462.585.979

Rumah sakit Daerah


Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung

43.533.235.297
27.593.045.402
15.940.189.895

APBD PROVINSI

APBN

6.672.082.000

11.928.648.100

-DAK
-Jamkesmas dan Jampersal
Askes
BOK
Lain-lain

6.147.800.000
524.282.000

6.225.200.000
2.108.526.000
2.108.526.000
652.396.100
834.000.000

Total anggaran Kesehatan


16.404.463.213 76.319.240.676
APBD Kota
440.291.440.136 684.117.419.925
Belanja langsung
380.841.122.121
Belanja Tidak langsung
303.276.297.804
% APBD Kesehatan
2,86
9,72%
Terhadap APBD Kotor
Anggaran Kesehatan /kapita
1.842,70
372.989.47
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Tahun 2007 dan Tahun 2013

Beberapa kegiatan dalam program perbaikan gizi ma


syarakat tahun 2013 antara lain: a) penyusunan peta infor

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

139

masi masyarakat kurang gizi, b) penambahan makanan tam


bahan dan vitamin, c) penanggulangan kekurangan energi
protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium,
kekurangan vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya, d)
pembedayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi,
dan e) penanganan gizi lebih. Namun hanya kegiatan pemberian
makanan tambahan dan vitamin yang dianggarkan sebesar Rp
226.080.000,- yaitu sekitar 0,33% dari APBD Kesehatan atau 4,1%
dari alokasi belanja langsung Dinas Kesehatan. Beberapa kegiatan
yang mendukung upaya perbaikan gizi masyarakat, di antaranya
penyuluhan kesehatan anak balita dengan alokasi anggaran Rp
210.760.000,- yaitu sekitar 0,31% dari APBD Kesehatan atau 3,8%
dari alokasi belanja langsung Dinas Kesehatan tahun 2013.
Mekanisme pembiayaan masyarakat miskin pada ta
hun 2013 mengikuti prinsip Jamkesmas yang berlaku dan
Pemerintah Daerah membiayai upaya kesehatan rujukan bagi
masyarakat miskin, seperti yang diberikan terhadap balita dari
keluarga miskin dengan status gizi buruk di wilayah Kecamatan
Padangsidimpuan Hutaimbaru untuk di rujuk ke rumah sakit di
Medan.

4.5.3 Pemberdayaan Masyarakat


Pembangunan kesehatan daerah yang melibatkan ma
syarakat maupun individu di Kota Padang Sidempuan sejak tahun
2007 hingga 2014 ditandai dengan adanya pengangkatan kader
posyandu, pembentukan Forum Kesehatan Kota, lomba sekolah
sehat, pembentukan desa siaga, dan penetapan Desa Pogram
Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat
Sejahtera (PT-P2WKSS).

140

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Pengangkatan Kader Posyandu


Dari hasil observasi, kegiatan kader posyandu pada be
berapa kegiatan belum mengetahui perannya dalam kegiatan
posyandu, yang terlihat pada saat dilakukan penimbangan para
kader hanya berkumpul mengamati mata timbangan, jarang
terlihat para kader yang meminta buku KMS, mencatat dalam
buku register, dan memberikan penyuluhan. Oleh karena itu
tidak mengherankan apabila ibu balita tidak membawa buku KMS
karena tidak mengetahui fungsi kartu KMS.
Jika harus melaksanakan penyuluhan para kader tidak
mempunyai bahan penyuluhan/materi yang harus disampaikan
kepada ibu balita maupun ibu hamil. Para kader tidak terlihat
melakukan komunikasi. Mereka hanya sibuk pada anak
timbangan dan apabila diketemukan balita dengan ciri-ciri gizi
buruk mereka menyampaikan ke petugas kesehatan untuk
mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Kader tidak
melakukan penyuluhan bahwa PMT hanya bersifat sementara,
dan makanan apa yang sebaiknya menjadi makanan pokok balita.
Kader posyandu maupun ibu balita belum memahami secara
benar makna dari posyandu dan apa yang harus dilakukan dalam
kegiatan posyandu. Mereka beranggapan bahwa posyandu hanya
sebagai tempat untuk menimbang balita dan mendapatkan
makanan dan setelah itu pulang.
Pengertian Posyandu menurut Kementerian Kesehatan
adalah merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan
guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

141

dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan


Angka Kematian Bayi (Kemenkes RI, 2011). Kegiatan/pelayanan
yang diberikanantara lain sebagai berikut.
1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita melalui:
a. penimbangan bulanan;
b. pelayanan gizi;
c. pencegahan terhadap penyakit;
d. pengobatan penyakit;
e. penyuluhan KB Kesehatan.
2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan
pasangan usia subur (PUS) melalui:
a. pelayanan gizi;
b. pencegahan terhadap penyakit;
c. pengobatan penyakit;
d. pelayanan kontrasepsi;
e. penyuluhan KB-Kesehatan.
Kegiatan posyandu dilaksanakan oleh kader kesehatan.
Kader adalah istilah umum yang dipergunakan untuk tenagatenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat
dan bekerja bersama masyarakat dan untuk masyarakat secara
sukarela (Zulkifli, 2003). Kader posyandu adalah seseorang yang
karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih,
dan atau ditunjuk untuk memimpin pengembangan posyandu
di suatu tempat atau desa (Depkes, 2008). Kaitannya dengan
pemeliharaan kesehatan bayi dan balita, kader berperan sangat
penting dalam membantu menimbang, mencatat dalam buku

142

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

register, penimbangan dan KMS, memberikan penyuluhan, mene


mukan kesehatan bermasalah pada bayi dan balita lalu mengirim
ke petugas kesehatan, menemukan penderita diare/muntaber,
memberikan penyuluhan, memberikan oralit dan merujuk kasus
yang berat, dan menemukan, mencatat, menyuluh dan merujuk,
bayi yang belum diimunisasi petugas kesehatan.

Pembentukan Forum Kesehatan Kota


Forum Kesehatan Kota (District Health Forum) dibentuk
dengan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dan program
pembangunan kesehatan Kota Padang Sidempuan dan memiliki
fungsi memfasilitasi, meningkatkan kemitraan, visi bersama
serta kemampuan kerja sama untuk mencapai tujuan, selain
itu mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam kontribusi
pelayanan kesehatan. Menurut Kepala Sub Bagian Penyusunan
Program Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan, tugas
strategis yang diemban Forum Kesehatan Kota berdasarkan Surat
Keputusan dari Walikota Padang Sidempuan antara lain:
a. melakukan inventarisasi masalah dan keinginan dan stake
holder utama yaitu masyarakat setempat;
b. merumuskan strategi dan prioritas pembangunan kesehatan
daerah;
c. mengidentifikasi dan mengarahkan sumber daya lokal untuk
pembangunan kesehatan;
d. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana
dari semua sumber agar pemanfaatannya sesuai dengan
strategi yang telah ditetapkan;

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

143

e. memantau dan mengevaluasi semua pelaku pembangunan


kesehatan;
f.

merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu


dilakukan.

Forum Kesehatan Kota diketuai oleh tokoh masyarakat yang


beranggotakan unsur masyarakat, akademisi, profesi, pensiunan,
dan kepala bidang dalam Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan. Sejak awal pembentukannya tahun 2008 beberapa
kegiatan promosi kesehatan dibantu Forum Kesehatan Kota
bersama-sama dengan Seksi Promosi dan Jaminan Kesehatan.
Namun, aktivitas Forum Kesehatan Kota semakin redup. Hal ini
diperkuat dengan ketidakhadiran ketua Forum Kesehatan Kota
dalam Konsultasi Publik di Bappeda Kota Padang Sidempuan dan
berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan kota Padang Sidempuan salah satu hambatan
dalam melaksanakan tugas dalam Forum Kesehatan Kota adalah
menyatukan waktu untuk koordinasi.
Tugas strategis Forum Kesehatan Kota sebenarnya mampu
mendukung upaya kesehatan bayi dan balita di Kota Padang
Sidempuan, namun ditegaskan kembali bahwa upaya peningkatan
kesehatan bayi dan balita selama ini belum teragendakan oleh
Forum Kesehatan Kota.

Penetapan Desa Siaga


Dalam rangka percepatan pencapaian Visi Indonesia
Sehat, Kota Padang Sidempuan menetapkan Desa Siaga sebagai
basis berkembangnya desa sehat melalui Surat Keputusan
Walikota Padang Sidempuan Tahun 2010. Penetapan Desa

144

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Siaga sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat tercermin


dari keikutsertaan unsur masyarakat dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap Desa Siaga.
Pembinaan dilakukan terhadap 79 desa/kelurahan di
Kota Padang Sidempuan yang dikondisikan untuk dapat hidup
dalam lingkungan yang sehat, perilaku hidup bersih dan sehat
serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata untuk mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Namun dalam pelaksanaannya, Desa Siaga
di Kota Padang Sidempuan hanya aktif hingga 1-2 tahun saja,
walaupun masih ada beberapa desa yang melaksanakan program
tersebut. Beberapa kendala dalam pelaksanaan Desa Siaga
adalah alasan klasik terkait biaya dan peran serta masyarakat
yang cenderung menurun, walaupun masih ada beberapa warga
yang melaksanakan program siaga seperti yang dilontarkan
Kepala Lingkungan di Desa wilayah Kecamatan Padangsidimpuan
Hutaimbaru.
Kesiapan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam menindak
lanjuti Desa Siaga saat ini yaitu dengan disediakannya mobil
sebagai Puskesmas Keliling. Namun, peran serta masyarakat yang
cenderung menurun menunjukkan belum siapnya masyarakat,
baik dari sumber daya maupun kemampuan untuk mencegah
dan mengatasi masalah kesehatan dan hal itu menjadi pekerjaan
rumah bagi Dinas Kesehatan.
Penetapan Desa Siaga memiliki manfaat yang sangat besar
bagi peningkatan kesehatan bayi dan balita terlebih lagi dalam
peningkatan status gizi masyarakat namun tidak terbatas pada
gizi balita. Melalui program Desa Siaga, secara tidak langsung
terjadi upaya peningkatan sumber daya manusia pada seluruh

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

145

kelompok umur sebagai investasi yang bertujuan perbaikan gizi


dan kesehatan (Simanjuntak, 1998 dalam Hidayat, 2005).

Penetapan Desa Pogram Terpadu Peningkatan Peranan


Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (PT-P2WKSS)
Pogram Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju
Keluarga Sehat Sejahtera (PT-P2WKSS) merupakan program yang
ditetapkan pada tahun 2014 bagi desa di Kota Padang Sidempuan
dalam rangka mendukung dan melaksanakan program pening
katan peranan, sekaligus meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan kaum perempuan agar mampu berperan aktif
dalam pembangunan Desa. Sebagai langkah awal ditetapkan
Desa Labuhan Labo yang berada di Kecamatan Padangsidimpuan
Tenggara sebagai Desa PT-P2WKSS dan Desa Purwodadi,
Kelurahan Ujung Padang, Desa Huta Padang, dan Kelurahan Wek
III sebagai Desa Percontohan Program Kesejahteraan Keluarga.
Program PT-P2WKSS yang diusung Badan Pemberdayaan
Masyarakat Daerah (BPMD) Kota Padang Sidempuan ini menun
juk Dinas Kesehatan sebagai salah satu dari 13 SKPD untuk
masuk dalam Tim Pembina Desa/Kelurahan PT-P2WKSS atau
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Percontohan. Salah
satu alasan diikutsertakannya Dinas Kesehatan masuk dalam
tim karena dalam program PT-P2WKSS terdapat beberapa
kriteria desa yang harus dibina yaitu desa/kelurahan yang rawan
kesehatan, rawan ekonomi, dan rawan pendidikan.
Penunjukan desa didasarkan pada akses yang sulit bagi
masyarakat desa terhadap fasilitas umum seperti sekolah, fasilitas
kesehatan, dan akses pengembangan ekonomi. Ke-13 SKPD akan
bekerjasama membinna desa yang ditunjuk dengan dana yang

146

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

ada di SKPD masing-masing. Dinas Kesehatan dalam melakukan


pembinaan tidak lepas dari program peningkatan gizi masyarakat,
penyadaran masyarakat tentang arti pentingnya posyandu,
kejadian wabah dan dilihat kejadian luar biasa di desa tersebut,
kemudahan akses pelayanan kesehatan, dan pemantauan
puskesmas pembantu.
Program yang dilaksanakan selama 2 (dua) tahun ini,
dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan serta mem
berikan perhatian khusus terhadap 30 kepala keluarga di desa
yang ditunjuk. Secara makro BPMD Kota Padang Sidempuan
melaksanakan tugas sebagai koordinator dan setiap SKPD me
laksanakan pembinaan secara teknis sesuai tupoksinya. Namun
kegiatan yang sudah berjalan tersebut bukan tanpa hambatan.
Selain perilaku masyarakat yang selalu ingin dilayani, kesulitan
menyatukan jadwal antara satu SKPD dengan SKPD lain tidak
dapat dihindari karena program ini dilaksanakan secara
keroyokan.
Program PT-P2WKSS merupakan salah satu dukungan
kebijakan lintas sektor yang diharapkan mampu meningkatkan
ststus kesehatan masyarakat, khususnya gizi balita yang pada
kenyataannya terjadi penurunan tingkat gizi balita di kota Padang
Sidempuan berdasarkan IPKM 2013.

4.5.4 Dukungan Sumber Daya Manusia Kesehatan


Dukungan sumber daya manusia kesehatan merupakan
hal penting dalam memerangi prevalensi balita gizi buruk/kurang
dan balita pendek/sangat pendek. Dalam upaya memulihkan
balita dengan gizi kurang/buruk tidak hanya dibutuhkan
tenaga kesehatan bidang medis dan gizi, namun peran tenaga
kesehatan dengan berbagai disiplin sangat diperlukan. Pada

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

147

tabel 4.2 disampaikan jumlah tenaga kesehatan pada tahun


2007 dan tahun 2013, informasi ini bukan bermaksud untuk
membandingkan namun sebagai pembelajaran bahwa dengan
jumlah tenaga pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Kota
Padang Sidempuan masih di bawah prevalensi nasional begitu
juga dengan tahun 2013.
Sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2001, Kota Padang Sidempuan ditetapkan sebagai
Daerah Otonomi dan merupakan hasil penggabungan dari Keca
matan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan
Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan
Padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan
Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli
Selatan. Dengan berjalannya waktu, selama 6 tahun masih terjadi
pergeseran tenaga, beberapa tenaga melaksanakan studi dan
beberapa tenaga pindah kerja.
Untuk tenaga dokter umum, tahun 2007 tercatat
24 dokter, tahun 2013 tercatat 11 dokter, sisanya sedang
melaksanakan tugas belajar. Tenaga nutrisionis pada tahun 2007
tercatat 12 tenaga dengan pendidikan D3, tahun 2013 tercatat
menjadi 7 tenaga. Setelah dilakukan konfirmasi ke bagian SDM,
beberapa tenaga nutrisionis tersebut melanjutkan pendidikan
ke Sarjana dan setelah lulus tidak lagi sebagai profesi nutrisionis
namun sebagai Sarjana Kemasyarakatan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan
Kabupaten/Kota Sehat, rasio jumlah tenaga kesehatan dapat
dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penduduk

148

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

suatu wilayah dengan jumlah petugas kesehatan tertentu atau


sebaliknya jumlah petugas kesehatan tertentu dengan 100.000
jumlah penduduk suatu wilayah.
Manfaat perhitungan rasio ini dapat digunakan sebagai
indikator untuk menyusun rencana dalam penyediaan jumlah
dan jenis tenaga kesehatan yang dibutuhkan, hingga pendidikan,
latihan dan penyebaran tenaga kesehatan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan. Dari rasio ini dapat diketahui jumlah
penduduk yang harus dilayani oleh seorang tenaga kesehatan
tertentu, oleh karena itu rasio ini dapat digunakan sebagai
indikator untuk menilai kecukupan penyediaan tenaga kesehatan
untuk suatu jenis pelayanan kesehatan.
Tabel 4.2.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Jumlah dan rasio tenaga kesehatan


Padangsidempuan Tahun 2007 dan 2013

Jenis Tenaga Kesehatan


Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan Puskesmas
Bidan RS
Perawat Puskesmas
Perawat Rumah Sakit
Teknis Kefarmasian
Apoteker
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan
Nutrisionis

Jumlah Tenaga
Kesehatan
2007
2013
9
9
24
11
11
6
100
111
24
37
77
90
n/a
59
17
13
2
1
5
8
8
4
12
7

di

Kota

Rasio Terhadap
penduduk
2013
43,98
53,75
29,32
542,48
180,82
439,85
n/a
63,53
4,887
39,09
19,54
34,21

Sumber: Profil Kesehatan Tahun 2007 dan 2013

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

149

Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Kota Padang


Sidempuan pada tahun 2007 mencapai 348 orang dan tahun
2013 mencapai 297 atau terdapat penurunan sebesar 51
orang (tenaga kesehatan). Persebaran tenaga tersebut ada di
Puskesmas (termasuk Puskesmas Pembantu). Proporsi jenis
tenaga kesehatan tahun 2013 yang terbesar adalah Perawat dan
Bidan 87,86%, tenaga medis/Dokter 8,75%, tenaga Kefarmasian
4,71%, tenaga Gizi 2,35%, tenaga Kesehatan Masyarakat 2,69%
dan tenaga Kesehatan Lingkungan 1,34%.
Rasio Dokter Spesialis di Kota Padang Sidempuan ter
hadap 100.000 penduduk adalah 9 yang berarti untuk setiap
100.000 penduduk terdapat 9 Dokter Spesialis. Apabila jumlah
penduduk Kota Padang Sidempuan sebesar 204.615 jiwa maka
rata-rata 1 orang Dokter Spesialis melayani sekitar 43 penduduk.
Rasio Dokter Umum di Kota Padang Sidempuan terhadap
100.000 penduduk adalah 11 yang berarti untuk setiap 100.000
penduduk terdapat 11 Dokter Umum, atau rata-rata setiap 1
orang Dokter Umum melayani sekitar 53 jiwa. Rasio Dokter Gigi
di Kota Padang Sidempuan terhadap 100.000 penduduk adalah
6 yang berarti untuk setiap 100.000 penduduk terdapat 6 Dokter
Gigi. Rasio Tenaga Kefarmasian di Kota Padang Sidempuan
terhadap 100.000 penduduk adalah 13 rang atau 1 orang tenaga
farmasi melayani sekitar 63 jiwa. Rasio Tenaga Keperawatan di
Kota Padang Sidempuan terhadap 100.000 penduduk adalah
149 orang yang berarti untuk setiap 100.000 penduduk terdapat
149 perawat. Radio Bidan di Kota Padang Sidempuan terhadap
100.000 penduduk adalah 148 orang yang berarti untuk setiap
100.000 penduduk terdapat 149 Bidan.

150

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Rasio nutrision di Kota Padang Sidempuan terhadap


100.000 penduduk adalah 7 orang yang berarti untuk setiap
100.000 penduduk terdapat 7 tenaga nutrision atau setiap 1
orang tenaga nutrision melayani sekitar 34 jiwa. Rasio Kesehatan
Masyarakat di Kota Padang Sidempuan terhadap 100.000
penduduk adalah 8 yang berarti untuk setiap 100.000 penduduk
terdapat 8 Tenaga Kesehatan Masyarakat. Rasio Tenaga Kese
hatan lingkungan di Kota Padang Sidempuan terhadap 100.000
penduduk adalah 4 yang berarti untuk setiap 100.000 penduduk
terdapat 4 Tenaga kesehatan lingkungan.
Terkait dengan jumlah tenaga nutrisionis yang masih
tersebar di Puskesmas, masih ada beberapa puskesmas yang
tidak memiliki ahli gizi yang sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, yaitu Puskesmas Labuhan Rasoki, Puskesmas
Batunadua, dan Puskesmas Pintu Langit. Walaupun demikian
tingkat pengetahuan gizi dari seksi gizi di puskesmas tersebut
masih mumpuni. Hal itu terbukti saat diwawancarai seputar
balita dengan gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Batunadua
dan Puskesmas Pindu Langit.

Pendayagunaan Tenaga Kesehatan


Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerata
an, pembinaan, dan pengawasan tenaga kesehatan. Beberapa
permasalahan klasik dalam pendayagunaan tenaga kesehatan di
Kota Padang Sidempuan antara lain:
1. Kurang serasinya antara kemampuan produksi dengan
pendayagunaan, artinya masih banyak tenaga kesehatan
yang memegang peranan tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, contohnya seperti tenaga gizi di Puskesmas

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

151

masih ditangani oleh bidan atau perawat, tenaga gizi di Dinas


Kesehatan tidak ditempatkan pada seksi palayanan terkait
gizi masyarakat;
2. Penyebaran tenaga kesehatan yang kurang merata, sebagai
mana pada lampiran profil Dinas Kesehatan Kota Pada
Sidempuan. Sebagai contoh, jumlah tenaga bidan pada
puskesmas Pokenjior (5 bidan) sebagai puskesmas perawatan
lebih rendah dibandingkan Puskesmas Hutaimbaru (14
bidan) yang merupakan puskesmas rawat jalan. Menurut
informasi non formal, penempatan tenaga telah diatur oleh
Dinas Kesehatan, tetapi pada kenyataannya tergantung dari
Badan Kepegawaian Daerah sebagai penguasa formal di
daerah. Selain itu masih adanya puskesmas yang memiliki 2
(dua) orang tenaga gizi, padahal ada puskesmas yang tidak
memiliki tenaga gizi sama sekali;
3. Kompetensi tenaga kesehatan kurang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan, sebagaimana disampaikan
oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Padang
Sidempuan bahwa berdasarkan hasil test, dari 79 tenaga
bidan, hanya 6 orang yang dinyatakan mampu;
4. Akibat keterbatasan anggaran Dinas Kesehatan maka
pengembangan karir untuk staf Dinas Kesehatan dan
puskesmas kurang berjalan dengan baik;
5. Sistem penghargaan dan sanksi kurang berjalan dengan
semestinya karena sistem pergantian jabatan yang tidak
mengenal waktu menghambat proses pengawasan dan
penilaian kinerja tenaga kesehatan.

152

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

4.5.5 Sarana Kesehatan


Kondisi wilayah di Kota Padang Sidempuan dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2013 tidak terdapat perubahan
atau pemekaran wilayah baik jumlah kecamatan (6 kecamatan)
mau[un jumlah desa (79 desa), menurut data poskesdes tahun
2007 tidak didapatkan, adapun menurut data tahun 2013
terdapat 22 poskesdes.
Jumlah rumah sakit di Kota Padang Sidempuan sebagai
tempat rujukan puskesmas terdiri dari rumah sakit umum milik
Pemerintah, rumah sakit umum milik TNI/POLRI dan rumah sakit
umum swasta. Menurut informasi terjadi peningkatan klasifikasi
pada rumah sakit umum milik Pemerintah, dari kelas C menjadi
kelas B dengan 9 dokter spesialis dan sub spesialis.
Jumlah puskesmas rawat inap menjadi 2 puskesmas,
yang semula tidak ada yaitu Puskesmas Pokenjior dan Puskesmas
Sadabuan, begitu pula untuk puskesmas pembantu bertambah
dua puskesmas pembantu dan delapan balai pengobatan.
Sebanyak 9 Puskesmas yang tersebar di 9 kecamatan memiliki
sarana puskesmas keliling untuk menjangkau masyarakat yang
kesulitan terhadap akses pelayanan kesehatan.
Jumlah rumah sakit bersalin milik pemerintah berjumlah
1 unit namun rumah bersalin milik swasta tercatat 4 rumah
bersalin. Akan tetapi dari hasil pengamatan peneliti selama di
Kota Padang Sidempuan, jumlah rumah bersalin lebih dari 4 unit.

Jumlah posyandu Madya pada tahun 2013 terdapat


penambahan 7 posyandu dan dalam profil dinas kesehatan
sudah tidak diketemukan lagi posyandu pratama. Dengan
jumlah penduduk sekarang 204.615 dan jumlah desa 79
desa, maka setiap posyandu rata rata terdapat 1 sampai
2 posyandu dan setiap posyandu dapat melayani 1472
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

153

penduduk atau 146 balita dengan perkiraan jumlah balita


adalah 10% dari jumlah penduduk.
Adanya penambahan jumlah puskesmas rawat inap,
puskesmas pembantu, dan posyandu merupakan salah satu
pendukung upaya peningkatan gizi balita di kota Padang
Sidempuan. Penambahan sarana fasilitas pelayanan kesehatan
akan menambah daya jangkau masyarakat terhadap akses
pelayanan kesehatan. Namun pola pemanfaatan pelayanan
kesehatan oleh masyarakat di Kota Padang Sidempuan dipandang
masih kurang. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya
masyarakat yang harus dijemput untuk datang ke posyandu,
penimbangan melalui sweeping, bahkan balita yang telah
terindikasi gizi buruk tidak dibawa ke rumah sakit rujukan bahkan
upaya untuk meminta rujukan kepada Puskesmas pun tidak
ada. Jika petugas kesehatan tidak berupaya atau memaksa
masyarakat, maka tidak ada kemauan dari sebagian masyarakat
yang dirinya atau anak dan keluarganya sakit untuk datang ke
sarana pelayanan kesehatan.
Tabel 4.3.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sarana Kesehatan di Kota Padang Sidempuan


Sarana Kesehatan
Rumah Sakit Umum
Puskesmas Rawat Inap
Puskesmas Rawat Jalan
Puskesmas Pembantu
Rumah Bersalin
Balai Pengobatan
Posyandu
- Pratama
- Madya
- Mandiri
- Aktif

Tahun 2007 Tahun 2013


1
3
0
2
8
7
26
28
4
4
0
8
8
81
3
43

0
88
2
47

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan Tahun 2007 dan 2013

154

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Beberapa kasus tidak dimanfaatkannya pelayanan kese


hatan, di antaranya salah satu kepala lingkungan di wilayah kerja
Puskesmas Batunadua yang apabila sakit masih memanfaatkan
tabib (mar datok) daripada puskesmas. Menurut ceritanya,
beberapa kali datang ke puskesmas untuk mengobati asmanya
tidak kunjung sembuh, namun setelah berobat ke mar datok
bisa langsung sembuh. Lain halnya dengan kasus gizi buruk yang
menimpa anak di wilayah kerja Puskesmas Sadabuan yang telah
berusia sekitar 13 tahun lumpuh layu karena meyakini adanya hal
gaib yang mengganggu, sehingga yang didatangi adalah seorang
dukun bahkan rela melakukan pengobatan ke daerah Kalimantan.
Kejadian lainnya, kekurangpahaman masyarakat akan
fungsi dari puskesmas. Seperti yang diceritakan kepala lingkungan
di wilayah Kecamatan Batunadua, masyarakat enggan ke Pus
kesmas karena jarak yang jauh dan harus mengeluarkan uang
atau enggan mengeluarkan uang untuk berobat walaupun kondisi
sedang sakit, nanti juga sembuh.

4.5.6 Manajemen dan Informasi Kesehatan


Manajemen Kesehatan
Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan dipimpin oleh
seorang Kepala Dinas yang dibantu oleh Sekretaris yang melak
sanakan kegiatan kesekretariatan membawahi sub Bagian
Penyusunan program, sub Bagian Tata Usaha dan sub Bagian
Keuangan dan Perlengkapan. Berdasarkan struktur organisasi
Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan membawahi 4 (empat)
bidang. Keempat bidang itu adalah Bidang Pelayanan Kesehatan;
Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan; Bidang Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kesehatan dan SIK; dan Bidang Promosi,
Jaminan dan Sarana Kesehatan.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

155

Bidang Pelayanan Kesehatan melalui Seksi Kesehatan Dasar


memegang peran penting dalam meningkatkan status gizi balita
di Kota Padang Sidempuan. Namun, memperhatikan hasil IPKM
tahun 2013 dengan indikator kesehatan balita yang menurun,
maka tanggungjawab tidak hanya terletak pada Kepala Dinas atau
pada Seksi Kesehatan Dasar, namun merupakan tanggungjawab
bersama sebagai aparat Dinas Kesehatan. Dari wawancara
dengan kepala bidang sumber daya manusia diketahui bahwa
kondisi sumber daya manusia di Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan tidak sepenuhnya kondusif, karena tenaga yang
ada di Dinas Kesehatan sewaktu-waktu bisa berganti, sesuai
dengan situasi politik yang ada di Kota Padang Sidempuan.
Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan Kepala Dinas, bahwa
tsunami ketenagaan sewaktu-waktu bisa terjadi tanpa adanya
uji kompetensi, dan uji kelaikan (fit and proper test). Adanya
tsunami SDM akan menimbulkan ambigius terhadap program,
timbul suatu kekhawatiran untuk mengambil langkah-langkah
yang harus dilaksanakan. Hal ini seharusnya tidak terjadi,
karena Dinas Kesehatan telah menyusun Renstra yang harus
dilaksanakan setiap tahunnya.
Dari hasil observasi di Kantor Dinas Kesehatan, kegalauan
pimpinan di Kantor Dinas Kesehatan selain adanya masalah
tsunami ketenagaan juga adanya Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang setiap hari mencari informasi terhadap anggaran yang
tersedia di Kantor Dinas Kesehatan dan menjadi pemberitaan di
media massa. Menurut Kepala seksi Pelayanan Dasar personil
LSM tersebut setiap hari menunggu dan berjalan hilir mudik
di Dinas Kesehatan, kalau ditanya mereka ingin tahu kegunaan
dana-dana yang ada di Dinas Kesehatan apakah telah sesuai
dengan peruntukannya.

156

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Informasi telah diberikan satu kali, dua kali, akhirnya


segenap pimpinan merasa terganggu oleh keberadaan personil
LSM tersebut dan menimbulkan ketidaknyaman dalam melak
sanakan tugas sehari-hari. Dari informasi yang didapatkan dari
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Padang Sidempuan
personil LSM sangat mengganggu dalam melaksanakan kegiatan
di kantor karena dengan situasi yang hilir mudik secara terusmenerus membuat kecurigaan pada setiap pegawai, dan sangat
mengganggu kinerja pegawai. Personil LSM dinilai kurang
mempunyai etika sebagai tamu.
Dari sisi lain, keberadaan LSM yang dipandang mengganggu
sebetulnya dapat dimaknai sebagai bentuk pengawasan terhadap
pelaksanaan pembangunan kesehatan di masyarakat, dan dapat
dimanfaatkan sebagai informasi kekurangan pelayanan kesehatan
di masyarakat. Sebagai upaya perbaikan maka manajemen perlu
melakukan program perencanaan untuk berkoordinasi dengan
LSM sebagai fasilitator masyarakat dengan merancang masingmasing fungsi. Hal ini dilaksanakan karena keterbatasan jumlah
SDM di Dinas Kesehatan dalam pemantauan pelaksanaan
kegiatan di masyarakat, hal ini dapat dilaksanakan jika terdapat
surat keputusan pemerintah daerah.
Dengan telah diketahuinya IPKM Kota Padang Sidempuan,
maka dalam manajemen kesehatan diperlukan suatu koordinasi
dengan stakeholders dan lintas sektor terkait dalam upaya
meningkatkan indikator-indikator IPKM sesuai dengan fungsinya.
Misalnya, kordinasi yang telah berjalan terkait dengan
peningkatan status gizi balita antara Dinas Kesehatan dengan
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Dinas Ketahanan
Pangan.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

157

Kota Padang Sidempuan merupakan daerah bermasalah


kesehatan dengan katagori miskin sebagai wilayah kota, keter
batasan anggaran, SDM bidang kesehatan dan tradisi masyarakat
dalam memandang kesehatan menjadikan berbagai perma
salahan kesehatan meningkat, sebagai langkah awal perbaikan
manajemen kesehatan diperlukan perencanaan berbasis bukti
yang dilanjutkan advokasi pada pemerintah daerah.

Pengelolaan Sistem Informasi


Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa penurun
an indeks gizi balita tidak serta merta diterima oleh Seksi
Kesehatan Dasar karena menurut data yang diterima dari laporan
Puskesmas maupun Posyandu menunjukkan terjadinya kenaikan
tingkat gizi pada balita. Beberapa kebijakan untuk mendorong
penurunan angka gizi kurang dan buruk telah diupayakan
mulai dari sweeping penimbangan balita hingga pemberian
makanan tambahan. Berdasarkan informasi Seksi Kesehatan
Dasar, enumerator salah memberikan data, hal ini berarti ada
permasalahan dalam menjalankan Sistem Informasi Kesehatan di
Kota Padang Sidempuan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014,
Sistem Informasi Kesehatan merupakan seperangkat tatanan
yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat,
teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan
dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau
keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan
kesehatan. Jadi, begitu pentingnya sistem informasi kesehatan
dalam pembangunan kesehatan sebagai salah satu pengambilan
keputusan bagi daerah. Jika keadaannya demikian, sistem infor
masi kesehatan di Kota Padang Sidempuan belum berjalan.

158

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Ketersediaan informasi kesehatan saat ini dapat diperoleh


melalui profil kesehatan yang diterbitkan setiap tahunnya,
Rencana Strategis dan data Badan Pusat Statistik Kota Padang
Sidempuan. Namun, indikator kesehatan balita dengan sub
gizi kurang dan gizi buruk pada balita tidak dijumpai dalam
Profil Kesehatan tahun 2013. Status gizi hanya memuat jumlah
kunjungan neonatus, cakupan pelayanan kesehatan bayi dan
jumlah bayi BBLR. Sedangkan dalam lampiran hanya memuat
cakupan gizi balita buruk yang mendapat perawatan. Lalu
di mana data balita dengan status gizi buruk yang tidak atau
belum mendapat perawatan dan balita dengan gizi kurang? Jadi,
data terkait indikator kesehatan balita masih belum lengkap,
sehingga dapat menimbulkan ketidakjelasan. Adapun Renstra
Dinas Kesehatan Tahun 2013-2017 telah memuat data gizi
kurang dan gizi buruk pada balita tahun 2011 dan tahun 2012,
namun informasi tersebut tidak dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan karena perubahan data akan terjadi
setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil observasi di beberapa puskesmas, sis
tem informasi secara garis besar masih menggunakan sistem
non-elektronik (manual). Seperti data status gizi balita masih
menggunakan format tulis tangan. Menurut informasi informan,
di puskesmas tidak ada penyimpanan data dalam media khusus
maupun pengembangan sistem elektronik. Sehingga jika terjadi
pergantian petugas, petugas baru tidak akan menjumpai atau
diwarisi data dari petugas lama. Hal itu akan menyulitkan kinerja
para petugas selanjutnya untuk meneruskan atau berinovasi
dalam pekerjaannya. Selain itu tidak adanya back up data akan
berisiko menghambat dalam proses pengambilan keputusan bagi
Pemerintah Daerah.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

159

Menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses perhadap


Informasi Kesehatan merupakan salah satu tujuan dari adanya
pengaturan sistem informasi kesehatan, sehingga informasi
kesehatan yang dikeluarkan Dinas Kesehatan dapat dipertang
gungjawabkan.

160

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

BAB 5

LINGKUNGAN SEHAT BELUM MENJADI


POLA HIDUP MASYARAKAT KOTA
PADANG SIDEMPUAN
5.1 Pendahuluan
Sebelum melanjutkan pembahasan terhadap judul di
atas tentunya kita harus memahami bersama apa sebetulnya
yang dimaksud dengan lingkungan sehat, dan apa hubungannya
dengan kesehatan lingkungan?
Terlebih dahulu kita bahas definisi kesehatan lingkungan,
yang sebenarnya sejak dahulu telah didefinisikan para pakar
lingkungan. Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia (HAKLI), Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi
lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health
Organisation (WHO) adalah:
Those aspects of human health and disease that are determined
by factors in the environment. It also refers to the theory and
practice of assessing and controlling factors in the environment
that can potentially affect health. (Aspek-aspek kesehatan
manusia dan penyakit yang ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungan. Hal ini juga mengacu pada teori dan praktek dalam
menilai dan mengendalikan faktor-faktor di lingkungan yang
berpotensi mempengaruhi kesehatan).

161

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang


Kesehatan, upaya membenahi kesehatan lingkungan ditujukan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,
kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Selanjutnya dapat disimpulkan, kesehatan lingkungan adalah
Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Dan yang dimaksud dengan lingkungan sehat tersebut antara
lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Dengan demikian
lingkungan sehat merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup
manusia. Adapun lingkungan dianggap sehat apabila diketemukan
udara yang bersih tanpa polusi atau bebas dari asap, bila
dirasakan terasa segar, tanah berpijak bebas dari sampah, air
bebas dari sampah dan tidak tergenang.
Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
tingkat kesehatan masyarakat termasuk kesehatan ibu dan anak.
Menurut kerangka kerja United Nations Childrens Fund (UNICEF)
tentang malnutrisi pada ibu dan anak, ada tiga hal utama yang
mempengaruhi kecukupan gizi pada ibu dan anak. Salah satu di
antaranya adalah kesehatan lingkungan yang juga mancakup
ketersediaan air minum sehat dan sanitasi yang memadai. Dengan
demikian kesehatan lingkungan tidak bisa dikesampingkan dalam
program pembangunan di suatu wilayah untuk mengurangi
permasalahan kesehatan pada ibu dan anak terkait gizi.

162

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 5.1. Tiga syarat kecukupan gizi anak menurut UNICEF


Sumber: diolah dari unicef framework of malnutrition, http://www.unicef.org/nutrition/
training/2.5/4.html

5.2 Romantisme Sungai sebagai Sumber Inspirasi


Kota Padang Sidempuan merupakan daerah cekungan yang
dikelilingi wilayah perbukitan5. Sebelah utara terdapat perbukitan
Gunung Lubuk Raya, Bukit Sanggarudang dan Tor Simarsayang,
sebelah barat dan selatan terdapat Tor Silayang-layang, dan
sebelah timur terdapat Tor Simincak. Kota yang dikenal dengan
kota salak ini juga dilintasi oleh kurang lebih sebelas sungai dan
anak sungai yang menjadi penopang kegiatan sosial ekonomi
masyarakat.

Bukit dalam bahasa setempat (Mandailing) disebut tor.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

163

Gambar 5.2, Gambaran lingkungan sehat


Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Keberadaan sungai-sungai ini menjadi berkah sekaligus


tantangan bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Padang Sidempuan menyebutkan
bahwa 30,21% penduduk kota Padang Sidempuan bermatapencaharian di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan
peternakan. Sektor ini sangat mengandalkan ketersediaan air
sungai sebagai motor penggeraknya.
Sungai-sungai tersebut juga menjadi air baku Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Ayumi dan PDAM Tirtanadi
Cabang Padang Sidempuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih
kota. Air dari sungai-sungai ini juga digunakan oleh masyarakat
untuk kegiatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Penggunaan air sungai
untuk kegiatan MCK ini sudah dilakukan masyarakat secara turun
temurun.

164

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Tabel 5.1.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Sungai dan Anak Sungai Yang Melintasi Kota Padang


Sidempuan
Nama Sungai
Batang Angkola
Batang Kumal
Batang Ayumi
Aek Rokkare
Aek Sipogas
Aek Tolping
Aek Silangkitang
Aek Ratta
Aek Silandit
Aek Tohul
Aek Mompang

Panjang
(kilometer)
25
11
16
5
6
3
2
4
3
4
6

Sumber: Kota Padang Sidimpuan Dalam Angka 2014

Perkembangan pembangunan dan pertambahan penduduk


kota sebenarnya menjadikan kualitas kebersihan dan kesehatan
air sungai ini menurun. Pertambahan jumlah penduduk dan
perilaku pemanfaatan sungai yang tidak ramah lingkungan
seperti pembuangan limbah dan sampah rumah tangga serta
limbah industri menjadikan air sungai keruh dan banyak sampah
sehingga kurang layak digunakan untuk kegiatan MCK.
Pasokan air bersih dari PDAM Tirta Ayumi dan Tirtanadi
Cabang Padang Sidempuan belum menjangkau seluruh rumah
tangga yang ada. PDAM Tirtanadi Cabang Padang Sidempuan
tahun 2013 memasok kebutuhan air 8.854 rumah tangga
di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Kecamatan
Padangsidimpuan Utara. PDAM Tirta Ayumi memasok kebutuhan
air 963 rumah tangga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
dan Kecamatan Batu Nadua. Dua kecamatan lain yaitu Kecamatan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

165

Hutaimbaru dan Kecamatan Angkola Julu belum memiliki aliran


air bersih dari PDAM. Kebutuhan air bersih warga selain dari
PDAM juga berasal dari sumur gali, sumur bor, dan dari mata air
pegunungan.
Pernyataan Kepala Bidang Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan:
Menurut pantauannya memang untuk kesehatan lingkungan
di kota Padangsidempuan agak sulit untuk dibenahi. Beberapa
wilayah mempunyai lingkungan yang bersih namun tidak sedikit
wilayah yang lingkungannya sangat kumuh. Banyak suku, banyak
adat, banyak pula aturan yang harus dipatuhi. Misalnya masalah
pemakaian jamban, memang belum semua warga mempunyai
jamban, namun warga yang mempunyai jamban pun enggan
untuk menggunakannya, mereka lebih senang dengan jamban
bersama atau MCK. Di dalam MCK mereka bisa bertemu,
mencuci bersama dan bersendau gurau bersama. Disamping
itu kalau mereka enggan pergi ke MCK mereka senang pergi
ke masjid, setelah dari kebun mereka mandi langsung sholat.
Pemerintah pernah membantu untuk membangunkan aliran/
perpipaan dari air gunung, tapi belum semua terwujudkan.
Tahun 2015 ini ada anggaran untuk membangun 10 titik
jamban dengan total anggaran 35 juta, yang kami rasa dengan
anggaran tersebut sudah cukup. Walaupun pernyataan panitia
pengadaan tidak cukup. Namun dengan anggaran tersebut
paling tidak terbangunkan jamban. Tentang pembuangan
limbahnya tidak sesuai standar atau harus membuat septi-tank
itu persoalan nanti. Yang jelas kami harus mengubah perilaku
masyarakat dulu apa arti jamban sebenarnya. Kalau tidak cukup
anggarannya, ya pembuangan limbah dapat dilakukan di paritparit dulu.

166

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Tabel 5.2.

Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum


Di Kota Padangsidimpuan, 2013
Sumber Air

1. Air kemasan bermerk


2. Air isi ulang
3. Leding meteran
4. Leding eceran
5. Sumur bor/pompa
6. Sumur terlindung
7. Sumur tak terlindung
8. Mata air terlindung
9. Mata air tak terlindung
10. Air sungai
11. Air hujan
12. Lainnya
Total

Persentase
Sumber Air
Minum
2.63
17.17
24.65
1.01
1.62
10.10
28.89
6.46
4.85
1.01
1.62
100.00

Persentase
Sumber Air
Mandi/Cuci
27.88
0.40
2.22
12.53
32.12
6.87
6.67
9.49
1.82
100.00

Sumber : Data Susenas 2012 Kota Padang Sidempuan, BPS

Kota Padang Sidempuan merupakan kota yang dikelilingi


bukit yang mengandung banyak mata air, sehingga mata air dari
bukit itulah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kota
Padang Sidempuan untuk kebutuhan sehari-hari, sebagaimana
dikuatkan Kepala Bidang Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan:
Dalam penggunaan air bersih sebetulnya Kota Padang
Sidempuan tidak mempunyai masalah, karena Kota Padang
Sidempuan dikelilingi oleh bukit air dengan demikian air yang
dimanfaatkan adalah air gunung. Kalaupun harus menggunakan
air sumur atau air tanah, sumbernya pun kurang lebih 3 sampai
4 meter sudah ketemu air.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

167

Perilaku masyarakat menggunakan sungai sebagai tempat


MCK masih banyak ditemui di sepanjang aliran sungai di Kota
Padang Sidempuan. Menurut tabel di atas, ada sekitar 1,01%
penduduk menggunakan air sungai untuk minum, dan 9,49%
penduduk menggunakan air sungai untuk keperluan mandi dan
cuci, sebagaimana pernyataan Kepala Bagian Pemerintahan
Kecamatan Hutaimbaru berikut ini.
Kalau kesehatan lingkungan masyarakat masih agak sulit untuk
mengubah perilaku masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya. Masih banyak sampah yang berserakan di jalan
ataupun di sungai. Walaupun telah dilakukan Jumat bersih
namun warga kembali sebagaimana adatnya. Apalagi dengan
BAB, masyarakat di sini lebih senang untuk pergi ke MCK atau
jamban yang dibangun pemerintah. Di MCK ataupun jamban
masjid air bersih selalu mengalir dari gunung. Sebetulnya
menyangkut permasalahan air untuk BAB atau kebutuhan
rumah tangga tidak terlalu sulit mendapatkannya karena air
yang digunakan rumah tangga adalah air gunung. Adapun
perpipaannya telah dibangun oleh pemerintah.

Dari pernyataan camat, lurah dan kepling ternyata mereka


lebih menyukai menggunakan MCK daripada jamban pribadi,
walaupun air bersih untuk keperluan rumah tangga tersedia.
Bedasarkan pengamatan, kebiasaan masyarakat menggunakan
sungai sebagai tempat MCK biasanya pada pagi hari setelah waktu
subuh dan sore hari setelah waktu ashar. Terdapat kesepakatan
pemisahan tempat antara pengguna laki-laki dengan perempuan.
Untuk keperluan mandi dan mencuci, sungai dimanfaatkan apa
adanya tanpa penambahan bangunan permanen ataupun semi
permanen, kecuali untuk buang air besar biasanya dibangun
penutup semi permanen, namun tak jarang juga tanpa penutup.

168

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Kondisi air sungai di Kota Padang Sidempuan saat ini me


mang belum berbau, namun secara visual warna air tidak dapat
dikatakan jernih, lebih ke arah warna keruh. Pada saat tidak
turun hujan, debit air tidak terlalu besar, tidak menutupi seluruh
dasar sungai. Terdapat beberapa sedimen sampah seperti batang
pohon dan sampah dari limbah rumah tangga yang merata di
sepanjang aliran sungai.
Selain sungai, masyarakat juga menggunakan pancuran
untuk tempat MCK. Sumber air pancuran bisa berasal dari mata
air maupun dari tangkapan air sungai yang dialirkan ke dekat
pemukiman warga.
Gambaran kerukunan warga di wilayah Puskesmas Batuna
Dua terlihat dalam satu lokasi yang disebut MCK: terlihat seorang
ibu yang sedang mencuci piring, seorang remaja sedang mencuci
baju dan warga lain sedang melaksanakan hajat besar (BAB).
Di dalam bilik kecil yang tersekat-sekat menjadi 4, yang bisa di
pakai 4 orang dalam buang hajat. Dalam lingkungan inilah warga
berbincang-bincang sehingga membuat warga yang lain menjadi
terpikat. Dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun sehingga
jamban yang dibangun hanya sebuah pajangan di rumah. Kondisi
hujan bukan lagi menjadi halangan karena secara gotong-royong
mereka membuat jalan dan membuat atap.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

169

Gambar 5.3 sungai dan pancuran tempat MCK di Kota Padang


Sidempuan
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2015

Untuk keperluan air minum dan memasak, sebagian warga


yang mampu membeli air isi ulang, sedang yang kurang mampu
memakai sumur gali yang dibangun di halaman belakang rumah
dan dapat dimanfaatkan beberapa warga sekitarnya. Menurut
informasi, air sumur gali tersebut tidak pernah habis dan tidak
pernah diberi kaporit atau abate untuk mencegah bakteri. Bibir
sumur gali dibuat cukup tinggi atau 1 meter dari permukaan
tanah namun lubang sekeliling sumur gali penuh dengan tanaman
yang tidak terawat, sehingga kejernihan sumur tidak terlihat dari
bibir sumur.
Kondisi air pancuran yang berasal dari aliran sungai untuk
beberapa daerah tidak jauh berbeda dari kondisi air sungai.
Warna air cenderung keruh meskipun tidak berbau. Untuk daerah
yang berada di wilayah pegunungan, seperti misalnya Kecamatan
Padangsidimpuan Angkola Julu, air pancuran berasal dari mata air
yang terlindung dan cenderung lebih jernih.

170

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Sebagaimana telah disampaikan bahwa kebiasaan dari


wilayah puskesmas Batuna Dua dalam mendapatkan air
bersih adalah dari gunung. Beberapa desa dialiri melalui
perpipaan dan beberapa desa melalui sungai untuk berbagai
keperluan mandi, mencuci baju, dan mencuci piring. Limbah
cucian mengalir ke sungai berikut dan parit, sehingga tidak
mengherankan apabila pada wilayah puskesmas Batuna Dua
banyak dijumpai penyakit kulit. (Penyataan A, Bikor Pusk.
Batuna Dua)

Gambar 5.4 Sumur gali warga yang diambil dari atas


Sumber: Dokomentasi Tim Peneliti, 2015

5.3 Sanitasi dan Air Bersih Sebagai Impian


Masyarakat Kota Padang Sidempuan
Indikator kesehatan lingkungan dalam IPKM disusun dari
sub indikator proporsi akses sanitasi dan proporsi kecukupan air
bersih. Akses sanitasi diukur berdasarkan kepemilikan dan jenis
fasilitas buang air besar. Akses sanitasi baik apabila rumah tangga
menggunakan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri dan
jenis kloset leher angsa. Kecukupan air bersih diukur berdasarkan
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

171

penggunaan air bersih perkapita dalam rumah tangga. Akses


air bersih baik jika rumah tangga minimal menggunakan 20 liter
per orang per hari dan berasal dari air ledeng/PDAM atau air
ledeng eceran atau sumur bor/pompa atau sumur gali terlindung
atau mata air terlindung (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2014). Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan
pada permasalahan kesehatan lingkungan terkait dua sub indi
kator tersebut.

Gambar 5.5 Indeks Kesehatan Lingkungan


Kota Padang Sidempuan 2013
Sumber: Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat 2013

Dalam IPKM 2013 indikator kesehatan lingkungan di Kota Padang


Sidempuan memiliki indeks di bawah indeks Provinsi Sumatera
Utara dan indeks nasional. Dari grafik di atas cakupan sanitasi
sehat layak mendapat perhatian lebih dari pemerintah maupun
masyarakat sendiri. Cakupan akses air bersih yang menjadi sub
indikator mutlak kesehatan lingkungan dalam IPKM di kota ini
memang di atas rata-rata angka provinsi maupun angka nasional,
akan tetapi angka cakupan akses sanitasi berada di bawah angka
provinsi maupun angka nasional.

172

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Data dari BPS Kota Padang Sidempuan tahun 2013 menun


jukkan persentase jumlah penduduk yang menggunakan fasilitas
air minum yang layak sebesar 22,51% dan sanitasi layak sebesar
47,37%.
Layak

Tidak Layak

100%
90%
80%

52,63

70%
60%

77,49

50%
40%
30%

47,37

20%
10%

22,51

0%
Kondisi Air Minum

Kondisi Sanitasi

Gambar 5.6 Persentase Rumah Tangga Kota Padang Sidempuan


Menurut Kondisi Air Minum dan Sanitasi Tahun 2013
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Padangsidimpuan 2013, BPS

Rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar (BAB)


dengan kloset leher angsa sudah mencapai 69,29% dari total
semua rumah tangga. Akan tetapi tempat pembuangan akhir
limbahnya belum semua menggunakan tangki septik. Diakui
oleh pemerintah daerah bahwa kesehatan lingkungan terutama
masalah sanitasi dan air bersih di Kota Padang Sidempuan
masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Sebagaimana
penjelasan Dinas Kesehatan,

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

173

Masalah PHBS yang penerapannya masih belum bagus.


Jamban sehat, belum semua memiliki, masih ada yang
menggunakan kamar mandi umum. Rumah tangga lebih suka
menggunakan kamar mandi umum (pancuran dan sungai)
untuk kegiatan mencuci. Jadi untuk saat ini yang ditekankan
adalah program PHBS.

60

Tangki/SPAL

Kolam/sawah

Sungai/danau/laut

Lubang tanah

Pantai/tanah lapang/kebun

Lainnya

54,14

50
35,56

40
30
20
10

2,83

4,44

3,03

0
Tempat Pembuangan Akhir Tinja

Gambar 5.7 Tempat Pembuangan Akhir Tinja


Sumber: BPS Kota Padang Sidempuan 2012


Kondisi ini belum dibarengi dengan upaya penyelesaian masalah
karena program kesehatan lingkungan terutama sanitasi dan
air bersih belum masuk dalam program prioritas meskipun
sebenarnya program ini masuk dalam Rencana Strategis (Renstra)
Dinas Kesehatan Tahun 2013 - 2017. Seperti yang diungkapkan
penanggung jawab program di Dinas Kesehatan, saat ini sanitasi
lingkungan dan program air bersih tidak menjadi prioritas bagi
Dinkes. Pada tahun 2014 pernah dilaksanakan pembangunan
jamban namun baru di beberapa titik saja.

174

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

5.4 Pembiayaan untuk Kesehatan Sanitasi dan Air


Bersih
Kesehatan sanitasi dan sumber air bersih belum menjadi
prioritas program pembangunan kesehatan sehingga dukungan
alokasi dana juga kurang menjadi prioritas. Alokasi anggaran lebih
diarahkan pada pemberantasan jentik nyamuk dan pemantauan
kesehatan tempat pengelolaan makanan. Untuk tahun 2013,
APBD membiayai kegiatan TPM dan jentik nyamuk. Sebelumnya
sanitasi pernah menjadi usulan bagi kami namun entah kenapa
tidak disetujui anggarannya kata penanggung jawab program
Dinas Kesehatan.
Program kesehatan sanitasi dan air bersih juga menjadi
program Dinas Pekerjaan Umum. Program lebih diarahkan
pada pembangunan fisik seperti pembangunan sarana MCK
dan sumber air bersih. Seperti yang dijelaskan Dinas Pekerjaan
Umum:
MCK yang dibangun sebagian besar kita yang bangun, dari
PDAM pun ada. Secara umum ditangani oleh PDAM. Untuk
salurannya kita yang bangun hingga tungku-tungku. Dua
tahun terakhir kita arahkan ke pembangunan sumur bor, tahun
ini saja ada 7 paket dana DAK diarahkan ke pembangunan
sumur bor, dialirkan melalui pompa.

Pembangunan MCK umum di Kota Padang Sidempuan juga


didukung melalui pendanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM).

5.5 Sumber Daya Manusia


Kecukupan sumber daya manusia bidang kesehatan ling
kungan terutama di pelaksana program kesehatan seperti
Dinas Kesehatan maupun Puskesmas diakui masih kurang dari
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

175

kebutuhan. Data dari Profil Kesehatan Kota Padang Sidempuan


tahun 2013, di Dinas Kesehatan hanya 1 orang yang berlatar
pendidikan bidang sanitasi, Puskesmas ada 8 orang yang tersebar
di 9 Puskesmas, dan 9 orang tenaga sanitasi bertugas di rumah
sakit. Pemegang program Dinas Kesehatan menuturkan:
Kalau SDM saya rasa masih kurang, kegiatan kami itu tidak
ter-cover semua. Kalau (SDM) yang ada saat ini memang
tidak sesuai dengan basic pendidikannya, tapi itu pun kami
berdayakan juga. Untuk kami cuma satu stafnya untuk setiap
seksi.

Manajemen sumber daya manusia juga memiliki masalah


yang pada akhirnya mempengaruhi program pembangunan
kesehatan. Mutasi dan rotasi penanggung jawab program di
lingkungan kerja pemerintah daerah merupakan hal yang wajar
terjadi. Alasan masa kerja, prestasi kerja, pemerataan kebutuhan
personil sampai dengan alasan politis menjadi latar belakang
pergantian tersebut. Muncul masalah ketika tidak terjadi keber
lanjutan program ketika penanggung-jawabnya berganti. Terjadi
keterputusan antara penanggung jawab lama dengan penggan
tinya. Data dari penangung jawab lama pun terkadang tidak
diserah-terimakan kepada penangung jawab baru. Dengan
demikian pembangunan kesehatan yang berkelanjutan sulit
dilaksanakan.
Masa jabatan penanggung jawab program yang tentatif juga
turut berperan menjadi hambatan. Di Kota Padang Sidempuan
rotasi pejabat pemegang program cukup dipengaruhi kebijakan
politis. Isu tsunami6 menjadi hal yang cukup meresahkan.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang kepala dinas di Kota
6 Tsunami digunakan sebagai terminologi setempat untuk pergantian pejabat
secara tiba-tiba.

176

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Padang Sidempuan bahwa seorang pejabat yang baru menjabat


selama delapan bulan bisa diganti mendadak.
Terus kita di daerah ini, saya kepala dinas, kita mau bekerja
terus besok-besok enam bulan delapan bulan dicopot, jadi
bagaimana kita mau menunjukkan kinerja, akhirnya bagaimana
gak bisa dong. Itu juga kami problemnya di daerah ini, jadi kita
kadang punya niat yang bagus, sungguh-sungguh, betul, mana
bisa, satu periode saja kadang belum kelihatan, itu secara tidak
langsung bisa mempengaruhi (kinerja), kalau saya maunya
ukurannya itu buat semacam indikator, sesuai konsep visi misi
kepala daerah, kalau tidak mampu ya sudah (boleh dicopot).

5.6. Keperluan Sarana Untuk Penyehatan Lingkungan


Untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor ber
wawasan kesehatan, program Lingkungan Sehat sebagai wujud
bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan.
Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan (1) Penyediaan
Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan
Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian Dampak Risiko
Lingkungan (4) Pengembangan Wilayah Sehat.
Untuk mencapainya merupakan akumulasi berbagai pelak
sanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan
masyarakat di mana kegiatan tersebut sangat berkaitan antara
satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor,
(dari Kementerian lingkungan hidup, kementerian kesehatan dan
lintas program lainnya) yang dimulai dari kebijakan pembangunan
fisik sampai pengelolaan dampak kesehatannya.
Kebijakan program yang telah disepakati oleh Pemerintah
daerah Kota Padang Sidempuan dalam program penyehatan
lingkungan yaitu Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Sarana
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

177

penyehatan lingkungan yang tersedia di Kota Padang Sidempuan


pada awalnya adalah tandon air bersih yang dibangun oleh Dinas
Pekerjaan Umum di beberapa wilayah. Namun keberadaan
tandon tersebut tidak berlangsung lama, karena motor untuk
menaikkan air tanah ke tandon rusak dan tidak tersedia biaya
pemeliharaan dan biaya abonemen listrik.
Karena masyarakat kota Padang Sidempuan dalam meng
konsumsi air minum memanfaatkan air yang dijual di depotdepot, Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan telah melengkapi
laboratorium test depot air minum. Untuk pemeriksaan air bersih
masih dilakukan oleh Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan (BTKL)
Medan. Akibat keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia
yang tersedia maka atas sumber air minum atau air bersih
untuk masyarakat belum secara keseluruhan dapat dilakukan
pemeriksaan.

5.7 Dukungan Manajemen dan Regulasi Menuju


Lingkungan Sehat
Program pengembangan lingkungan sehat masuk dalam
Renstra Dinas Kesehatan tahun 2013 2017. Dalam program ini
indikator yang akan di capai antara lain: meningkatnya jumlah
penduduk yang memiliki akses air yang berkualitas, meningkatnya
kesadaran masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat,
tersosialisasinya kebijakan-kebijakan tentang lingkungan,
meningkatnya jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang sehat,
meningkatnya cakupan industri makanan sehat, meningkatnya
jumlah tempat pengelolaan makanan (TPM) yang sehat dan
aman, meningkatnya jumlah restoran/rumah makan yang sehat
dan aman, meningkatnya strata kota sehat untuk Kota Padang
Sidempuan.

178

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Kerjasama lintas sektor dalam penyusunan kebijakan


terkait pembangunan termasuk pembangunan kesehatan
sudah dilakukan di Kota Padang Sidempuan. Melalui koordinasi
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota
Padang Sidempuan dilakukan kegiatan konsultasi publik untuk
mensosialisasikan rencana pembangunan dan menjaring aspirasi
dari berbagai lintas sektor pemerintah daerah maupun dari
masyarakat.
Dalam forum konsultasi publik ini disosialisasikan prioritas
program pembangunan di Kota Padang Sidempuan untuk tahun
berikutnya. Bidang kesehatan menjadi salah satu prioritas
pembangunan, akan tetapi secara spesifik untuk pembangunan
kesehatan sanitasi dan air bersih tidak masuk dalam prioritas.

Gambar 5.8 Forum konsultasi publik Kota Padang Sidempuan


tahun 2015
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2015

Dukungan kebijakan tentang kesehatan lingkungan sudah


ada, baik regulasi dari pusat maupun dari daerah. Regulasi dari
pusat salah satunya dengan terbit Peraturan Pemerintah (PP)
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

179

Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Dalam PP


ini, kesehatan lingkungan merupakan upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek
fisik, kimia, biologi maupun sosial. Sumber daya air termasuk air
minum dan sanitasi merupakan salah satu bagian dari kesehatan
lingkungan. Persyaratan kesehatan air minum harus memenuhi
syarat paling sedikit, air dalam keadaan terlindung serta peng
olahan, pewadahan dan penyajian harus memenuhi prinsip
higiene dan sanitasi. Persyaratan kesehatan air untuk higiene dan
sanitasi harus memenuhi syarat, air dalam keadaan terlindung
dari sumber pencemar, binatang pembawa penyakit, dan
tempat perkembangbiakan vektor, serta aman dari kemungkinan
kontaminasi.
Kebijakan daerah terkait kesehatan lingkungan salah
satunya dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 42
Tahun 2003 tentang Pembenahan Lingkungan dan Pemeliharaan
Kebersihan dalam Daerah Kota Padangsidimpuan. Dalam Perda
ini diatur tentang penyediaan tempat pembuangan sementara
(TPS) sampah dan tempat pembuangan atau pengolahan akhir
(TPA) sampah.
Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah memang
menjadi hal yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan
lingkungan. TPA berfungsi sebagai tempat pembuangan sekaligus
pengelolaan sampah. Dalam pasal 4 Undang Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disebutkan bahwa
tujuan dari pengelolaan sampah adalah untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya. Penentuan lokasi TPA menjadi

180

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

wewenang pemerintah daerah dan menjadi bagian dari Rencana


Tata Ruang Wilayah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 19/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir Sampah, TPA
sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. Syarat standar pemilihan lokasi TPA sampah diatur
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994. Kelayakan
lokasi TPA ditentukan berdasarkan:
a. Kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan
zone meliputi kondisi geologi, hidrogeologi, kemiringan
tanah, jarak dari lapangan terbang, cagar alam banjir dengan
periode 25 tahun.
b. Kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik
sebagai tambahan meliputi iklim, utilitas, lingkungan biologis,
kondisi tanah , demografi, batas administrasi, kebisingan,
bau, estetika, dan ekonomi.
c. Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk
menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan
setempat.
Fakta menarik bahwa pembangunan TPA Kota Padang
Sidempuan kurang mendukung kesehatan lingkungan. TPA kota
yang terletak di Desa Batu Bola Kecamatan Padangsidimpuan
Batu Nadua ini berada di atas bukit dan dekat dengan hulu sungai
Batang Ayumi. Dapat dipastikan jika terjadi hujan maka lindi atau
air dari tumpukan sampah ini akan masuk ke aliran sungai dan
mengalir ke hilir yang dekat dengan pemukiman warga.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

181

Dengan kacamata (SNI) 03-3241-1994 tentang kelayakan


lokasi TPA, sebenarnya TPA Kota Padang Sidempuan ini kurang
layak. Tumpukan sampah juga rawan longsor dan dikhawatirkan
sampah masuk ke daerah aliran sungai. Pemerintah Kota Padang
Sidempuan sendiri sebenarnya menyadari dampak dari TPA
sampah ini, akan tetapi upaya yang dilakukan untuk mangatasi
belum optimal. Seperti yang dilontarkan Dinas Pekerjaan Umum:
Beginilah kondisi kita, TPA adanya di hulu dan posisi sungai
berada di bawah. Setiap tahun kita rekondisi, pernah dibeton
juga, namun airnya tetap mengalir ke sungai. Pengolahan
limbahnya pun belum ada tupoksinya di Dinas Kebersihan.

Gambar 5.9. Tempat Pembuangan Akhir sampah Kota Padang


Sidempuan
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 2015

Upaya relokasi memang telah direncanakan, tetapi


praktiknya terkendala dukungan kebijakan dan anggaran.
Kita sudah ada perencanaan pembangunan TPA regional,

182

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

untuk pengadaan insinerator (alat pembakar sampah) itu


tidak ada dananya, lanjut Dinas Pekerjaan Umum.

5.8 Pemberdayaan Masyarakat


Dalam pembangunan kesehatan, masyarakat harus dipo
sisikan sebagai subjek, penyelenggara, dan pelaku pembangunan
tersebut. Upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Dalam kesehatan lingkungan, aspek
pemberdayaan masyarakat sangat penting karena kesehatan
lingkungan sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Perkembangan pembangunan fisik kota dan kebutuhan
tempat tinggal penduduk menjadi masalah dalam pembangunan
kesehatan kota. Daerah bantaran sungai dimanfaatkan penduduk
untuk membangun tempat tinggal mereka.
Tabel 5.3.

Penduduk yang Tinggal di Bantaran Sungai Kota Padang


Sidempuan tahun 2008

Kecamatan

Padangsidimpuan
Tenggara
Padangsidimpuan
Selatan
Padangsidimpuan
Batunadua
Padangsidimpuan
Utara

Jumlah
desa
Jumlah
Jumlah
Jumlah
ada
Bangunan keluarga
Jumlah desa
keluarga
di bandi
desa dilintasi
tinggal di
taran
bantaran
sungai
bantaran
sungai
sungai
sungai
18

17

120

120

12

10

401

436

15

14

14

14

16

16

30

30

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

183

Padangsidimpuan
Hutaimbaru
Padangsidimpuan
Angkola Julu
Kota Padang
Sidempuan

10

10

77

77

79

74

24

650

685

Sumber: BPS Kota Padang Sidempuan, 2008

Dari tabel di atas, hampir semua desa dan kelurahan di Kota


Padang Sidempuan dilintasi sungai. Dari data BPS Kota Padang
Sidempuan tahun 2008, dari 79 desa/kelurahan yang ada, 74
desa/kelurahan wilayahnya dilintasi aliran sungai, dan 24 desa/
kelurahan memiliki penduduk yang bertempat tinggal di bantaran
atau tepi sungai. Rentang waktu dari tahun 2008 sampai dengan
saat ini diasumsikan jumlah tersebut di atas mengalami kenaikan
jika melihat tingkat kepadatan penduduk yang mencapai 1.393
jiwa per kilometer di tahun 2013.
Kebiasaan masyarakat yang memanfaatkan aliran sungai
untuk keperluan MCK dan membuang sampah padat maupun cair
mengancam kelestarian sungai. Tahun 2012 menurut data BPS,
35,56% rumah tangga di Kota Padang Sidempuan membuang
limbah buang air besarnya di sungai.
Pengetahuan masyarakat tentang konsep air layak pakai
adalah air yang banyak dan mengalir. Ada fakta yang menarik
bahwa pilihan untuk buang hajat di sungai bukanlah sekedar
karena orang tidak mampu membuat jamban atau WC di rumah
masih-masing. Beberapa informan mengaku bahwa memang
merasa lebih nyaman buang air besar di sungai karena itu
dilakuakan bersamaan dengan ketika mereka mandi di sungai
tersebut. Di sana mereka bisa bertemu dengan teman-teman

184

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dan kemudian beraktivitas sambil ngobrol-ngobrol. Air sungai


itu banyak dan mengalir, jadi rasanya lebih bersih kalau mandi
dan buang air di sungai. Demikian pendapat seorang bapak
berusia 60 tahun. Si bapak ini sengaja tidak membangun WC di
rumahnya karena beranggapan WC adalah tempat yang kotor
yang tidak layak berada di dalam rumah. Rumah itu tempat kita
tinggal, di situ kita makan-minum dan beribadah, tidak pantas
kalau disatukan dengan tempat buang air besar, demikian
pendapatnya. Persepsi yang unik tentang bersih dan kotor
ikut menentukan pilihan tentang tempat buang hajat. Dalam
diskusi dengan beberapa warga senior terungkap bahwa mereka
mengaku tidak begitu nyaman dengan WC di dalam rumah.
Persoalannya menurut mereka keberadaan tangki septik yang
menjadi penampung kotoran itu letaknya terlalu dekat dengan
rumah.
Sementara itu sungai bagi masyarakat memang berfungsi
membersihkan, karena sifatnya yang menghanyutkan segala
sesuatu. Selama sungai itu masih mengalir, biarpun airnya
berwarna coklat, tetap bisa kita gunakan ..., begitulah pendapat
mereka. Perilaku masyarakat ini diakui menjadi kendala bagi
petugas kesehatan. Intervensi yang dilakukan belum menyentuh
kesadaran masyarakat tentang kesehatan lingkungan, seperti
yang dijelaskan oleh petugas kesehatan lingkungan Puskesmas:
Kayak di sini kan masih ada sungai, jadi kalau buang tinja gak
pake septic tank langsung aja ke situ kan. Tapi kek mana ya kita
sebagai petugas kesling soal penyuluhan sudah, tapi kan nanti
(masyarakat) mentoknya biaya (pembangunan tempat MCK)
nggak ada, itu kan airnya mengalir mereka bilang, ya sudah ke
situ (sungai) aja.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

185

Kegiatan MCK di sungai oleh masyarakat juga disebabkan


oleh faktor kebiasaan. Meskipun telah terjadi penurunan kualitas
air sungai, akan tetapi kebiasaan masyarakat untuk menggunakan
air sungai sebagai tempat MCK tidak berubah. Seperti penjelasan
BPS sebagai berikut:
Emang dari dulu terbiasa di sungai jadi ketika dikasih,
dibuatkan oleh pemerintah WC umum mereka agak canggung
kan, karena kalau di sungai kan deras, langsung hanyut, bau
gak ada, udah gak ada yang dilihat kan, kalau di WC kan
mungkin aroma yang tidak sedap.

Penyakit akibat sistem sanitasi yang tidak bagus memang


masih kecil persentasenya. Masyarakat yang setiap hari meng
gunakan air sungai hampir tidak pernah merasakan efek samping
penggunaan air sungai. Seperti yang disampaikan kepala ling
kungan di wilayah Kota Padang Sidempuan:
... di sini banyak sungai, macam mana kami bilang kalau airnya
itu (keruh). WC juga ada yang pembuangannya ke kali, tidak
pakai septic tank. Air minum dari sumur, kalau sumur 2-3 meter
sudah dapat air, ada lagi PAM. Tapi tidak pernah ada warga
yang diare atau gatal-gatal di kelurahan Batu Nadua Julu ini.

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya akses air bersih


dan sanitasi sehat menurut pengelola program dirasa masih
rendah. Masyarakat masih menganggap bahwa penyediaan dan
perawatan sarana dan prasarana sepenuhnya tanggung jawab
pemerintah seperti dikutip dari pernyataan petugas di Dinas
Pekerjaan Umum Kota Padang Sidempuan.
Kami mencoba membangun, masyarakat yang tidak siap jadi
sulit menghadapinya. Untuk pemeliharaannya masyarakat
tidak mau bekerja sama. Jadi karakter manusianya yang harus
dibenahi. Misalnya, lahannya tidak mau dipasang pipa, minta
ganti rugi, tidak siap sehingga pipa sering kali dipecahkannya.

186

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Program yang dilaksanakan pemerintah daerah belum


menyentuh bentuk pemberdayaan masyarakat. Masih ada se
macam benteng pemisah antara pemerintah dengan masyarakat
sehingga masyarakat tidak merasa memiliki program meskipun
manfaat dari program tersebut untuk masyarakat.
Ada potensi kearifan lokal masyarakat setempat yang
bisa dikembangkan menjadi upaya pemberdayaan masyarakat.
Nilai-nilai kearifan lokal yang masih dipegang masyarakat bisa
dikembangkan menjadi program upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Budaya lubuk larangan memiliki potensi
konservasi kesehatan lingkungan sungai yang bisa dikembangkan.
Lubuk larangan adalah bagian aliran sungai yang dipantangkan
untuk mengambil ikan dan beberapa aktivitas lain. Salah seorang
warga menjelaskan:
Kalau sekarang lubuk larangan sekitar satu kilometer,
kelompok masyarakat membuang (benih ikan)-nya di sungai
untuk dipelihara namun tidak boleh ditangkap. Setelah tiga
bulan boleh ditangkap dan bayar 100.000. Kadang-kadang
dalam musim kampanye pejabat untuk menarik simpati sampai
5.000 ikat ditaruh di sungai.

Modal kearifan lokal ini dapat dimodifikasi dan dikem


bangkan dengan memasukkan perilaku MCK dan buang sampah
di sungai sebagai pantangan.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

187

BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Masalah Kesehatan Balita


Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah
kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem
kekebalan tubuh mereka belum terbangun dengan sempurna,
sehingga anak pada usia ini akan rawan terhadap berbagai
gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh
gizi buruk yang banyak dijumpai di kalangan anak-anak di Kota
Padang Sidempuan adalah anak-anak yang mengalami defisiensi
gizi, berat badan lahir rendah yang mengakibatkan
penghambatan pertumbuhan juga masih tingginya balita
stunting.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa penyebab gizi
kurang dan gizi buruk dan balita stunting dapat disebabkan oleh
tiga hal, yaitu pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan,
penyakit infeksi, dan ketersediaan pangan. Dari tiga masalah
penyebab secara umum tersebut, di Kota Padang Sidempuan
masih terdapat pengaruh lain yaitu kondisi lingkungan yang
kurang sehat, atau kurang mendukung terhadap kesehatan balita.
Masih banyak balita yang kurang gizi akibat ketidak berdayaan
orang tua dalam mengambil sikap terhadap lingkungan
sekitarnya, juga ibu balita yang kurang pengetahuan saat ke
hamilan mengakibatkan balita stunting.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

189

Dari hasil pengamatan pada Dinas Kesehatan, beberapa


Puskesmas dan posyandu, serta masyarakat di Kota Padang
Sidempuan beberapa faktor penyebab gizi kurang dan gizi buruk
pada balita anta lain sebagai berikut.

Pengetahuan dan Perilaku Ibu


Secara umum kasus gizi buruk pada balita di Kota Padang
Sidempuan disebabkan karena penyakit seperti pneumonia, ISPA,
kelainan otak. Sedangkan kasus gizi kurang pada balita hampir
semuanya dikarenakan masalah kurangnya asupan makanan.
Juga karena penyakit penyerta yang dimulai dari saat kehamilan
maupun asupan makanan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
kualitas pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam hal ini
orang tua dalam menjaga kesehatan anaknya karena salah satu
faktor penunjang keberhasilan meningkatnya gizi balita adalah
perilaku masyarakat itu sendiri.
Beberapa perilaku masyarakat Kota Padang Sidempuan
yang tidak mendukung keberhasilan penurunan prevalensi balita
gizi buruk dan kurang antara lain kasus balita sakit yang tidak
secara langsung dibawa ke puskesmas atau jaringan terdekatnya.
Orang tua balita sakit akan menunggu hingga tiga hari berturutturut. Apabila kondisi balita tidak membaik, orang tua balita sakit
baru akan membawa ke puskesmas.
Pada kasus lain yang sudah berlangsung hingga 13 tahun
terjadi pada seorang anak yang lumpuh layu (akibat gizi buruk)
sejak usia balita. Orang tua si anak masih mempercayakan
pengobatan anaknya kepada dukun karena ada anggapan bahwa
sakitnya si anak karena diganggu mahluk ghaib. Selain karena
kurang percayanya kepada pengobatan di fasilitas pelayanan

190

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

kesehatan, hal ini disebabkan karena perilaku masyarakat yang


tidak melakukan tindakan cepat untuk pergi ke fasilitas pelayanan
kesehatan apabila anaknya sakit. Ada anggapan bahwa nanti
juga akan sembuh dengan sendirinya. Selain itu, kasus gizi
buruk terjadi karena adanya keengganan membawa anaknya
untuk dirujuk ke rumah sakit selain karena faktor biaya, upaya
untuk menyembuhkan pun tidak ada, baik itu untuk konsultasi ke
Puskesmas atau datang ke posyandu.
Pada umumnya masyarakat (ibu) mengetahui fungsi
posyandu, puskesmas dan rumah sakit bahkan mengetahui
jadwal posyandu setiap bulannya. Masyarakat sudah tidak perlu
diberitahu atau diumumkan jadwal posyandu melalui pengeras
suara di mushola atau mesjid (walaupun masih ada beberapa
lingkungan mempertahankan tradisi ini). Namun, keengganan ibu
untuk membawa anaknya dipengaruhi oleh budaya yang ingin
dilayani, kesibukan pekerjaan (berkebun, bertani, dan berdagang)
dan masalah keuangan (pergi ke posyandu maupun puskesmas
memerlukan uang untuk transportasi). Bahkan beberapa masya
rakat mau datang ke posyandu atau puskesmas jika diberi
insentif.
Selain itu, masyarakat kurang memahami arti makanan
bergizi. Hal tersebut didukung oleh keterangan salah satu petugas
gizi di puskesmas, bahwa pola konsumsi masyarakat umumnya
apa yang ada di kebun itulah yang dimakan, protein hampir tidak
semua masyarakat mengkonsumsinya dan hanya mengandalkan
tempe.
Dalam kasus imunisasi balita, beberapa masyarakat enggan
untuk membawa anaknya diimunisasi, hal ini dikarenakan
masyarakat meyakini jika anaknya diimunisasi akan mengurangi
kekebalan anak terhadap alam sekitar.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

191

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan


melalui refreshing kader posyandu setahun sekali, sweeping
penimbangan balita, turun ke lapangan memberikan penyuluhan
secara verbal, membantu merujuk balita gizi buruk ke rumah
sakit, serta membuatkan kartu jaminan kesehatan.
Dari uraian di atas, permasalahan gizi di kota Padang
Sidempuan adalah kurang responnya warga terhadap penge
tahuan yang sangat dipengaruhi adanya lingkungan yang
cenderung jalan di tempat atau stagnan. Warga lebih sibuk
mencari uang daripada harus membawa balita ke posyandu,
dan sebaliknya petugas masih rendah responnya terhadap per
masalahan warga. Untuk memperpendek jalur pengobatan warga
masih mempercayai dukun sebagai jalur cepat.

Sumber Daya Manusia


Kesehatan balita di suatu wilayah dipengaruhi oleh sumber
daya manusia kesehatan di wilayah tersebut, seperti kader
posyandu, tenaga bidan, petugas kesehatan ibu dan anak serta
petugas gizi di puskesmas/pustu, petugas paramedis perawatan
dan tenaga pemegang program di Dinas Kesehatan. Hasil
pengamatan di beberapa posyandu di Kota Padang Sidempuan
menunjukkan bahwa:
a. keterampilan kader posyandu dalam melaksanakan kegiat
an penimbangan balita masih kurang terampil, hal ini ditun
jukkan adanya cara membaca dacin/anak timbangan dan
mencatat/memindahkan ke buku catatan. Juga kurangnya
penguasaan/pengetahuan dalam memberikan penyuluhan
pada ibu hamil dan ibu balita yang datang ke posyandu;

192

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

b. petugas puskesmas/puskesmas pembantu (bidan koordi


nator) dan petugas gizi tidak melakukan pembinaan pada
kader posyandu;
c. minimnya petugas gizi di Dinas Kesehatan, sehingga kurang
nya monitoring pelaksanaan posyandu.
Disamping tiga hal di atas, keberadaan sumberdaya, peme
rintah daerah masih kurang tanggap terhadap keberadaan fasilitas
sebagai tempat penimbangan atau pemantauan kesehatan
balita. Tempat pemantauan kesehatan balita masih terkesan apa
adanya. Misalnya di warung bakso, di halaman rumah tangga,
dan sebagainya. Pemahaman pemerintah daerah juga masih
kurang, hal ini terlihat dari rendahnya anggaran untuk pengadaan
tempat atau pos pelayanan terpadu. Di sisi lain, apabila sebabnya
ketiadaan anggaran, pemerintah daerah juga belum memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya tempat pe
mantauan kesehatan balita atau penimbangan balita secara layak
melalui gerakan swadaya masyarakat. Sehingga masih diperlukan
tokoh masyarakat dalam mengakomodir kegiatan bidang kese
hatan.

Pembiayaan kesehatan
Anggaran yang tersedia di Kota Padang Sidempuan dalam
pemantauan dan perbaikan gizi balita buruk dan kurang sangat
terbatas dan hanya tersedia di Dinas Kesehatan. Hal ini menun
jukkan bahwa kepedulian pemerintah daerah dan swasta ter
hadap kesehatan balita masih rendah.
Adapun pembiayaan dari lintas sektor yang mendukung
peningkatan gizi balita buruk dan kurang sebatas pembangunan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

193

sarana penyaluran air bersih, namun itu pun masih terbatas di


wilayah perkotaan. Selain itu program yang dibiayai lintas sektor
hanya terbatas pada pembinaan masyarakat di beberapa desa
(tidak seluruh desa/kelurahan) yang melibatkan Dinas Kesehatan
dan SKPD lainnya. Artinya, pembiayaan lintas sektor berfokus
pada berbagai aspek dan sedikit bahkan tidak mendukung
peningkatan gizi balita.

Manajemen kesehatan
Dukungan dari manajemen kesehatan dilaksanakan dalam
upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak, akan
tetapi rasa kekhawatiran akibat kondisi politik yang kurang
kondusif berpengaruh terhadap sumber daya manusia kesehatan
di Kota Padang Sidempuan. Hal ini diwarnai silih bergantinya
pejabat dalam suatu jabatan di lingkungan Dinas Kesehatan
yang secara langsung mempengaruhi kinerja dan kelangsungan
program yang telah ditetapkan. Pergantian penanggung jawab
program yang relatif pendek mempunyai dampak terhadap
keberhasilan program. Beberapa program di Satuan Kerja Peme
rintah Daerah, utamanya bidang kesehatan, masih berkiblat
pada senioritas, kurang adanya keterbukaan pemegang program
dengan pemegang data sehingga kemungkinan terjadi kesalahan
penyajian data sangat dimungkinkan. Di sisi lain, dukungan
masyarakat belum terlihat. Hal ini terdeteksi dari kenyataan
bahwa ada forum kesehatan yang terbentuk namun tidak
menunjukkan kegiatan-kegiatan secara riil.
Dari hasil pengamatan terhadap kegiatan manajerial,
lingkungan kerja kurang kondusif, terlihat dengan adanya
kekhawatiran program terhadap kegiatan sehari-hari karena

194

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

banyaknya kuli tinta atau wartawan yang mondar mandir


di lingkungan Dinas Kesehatan yang terkesan mencari-cari
berita. Menurut staf Dinas Kesehatan, pemberian pernyataan
merupakan bom waktu.

Kebijakan dan Regulasi


Beberapa kebijakan yang dapat mendukung meningkatnya
gizi balita seperti pembentukan Forum Kesehatan Kota, pene
tapan Desa Siaga, dan Program Terpadu Peningkatan Peranan
Wanita Keluarga Sehat Sejahtera (PTP2WKSS).
Forum Kesehatan Kota yang ditetapkan berdasarkan SK
Walikota Kota Padang Sidempuan, hingga saat ini memiliki tugas
strategis terbatas yang diarahkan pada inventarisasi, identifikasi,
evaluasi usulan arah pembangunan kesehatan, serta advokasi
penggunaan anggaran. Tidak ada kegiatan yang konkret atau
langsung menuju sasaran pembangunan kesehatan di Kota
Padang Sidempuan. Akibatnya penetapan kebijakan Forum
Kesehatan Kota masih belum dilaksanakan secara optimal,
khususnya dalam menurunkan prevalensi gizi balita buruk dan
kurang.
Tidak berbeda dengan penetapan desa siaga yang dira
sakan kurang optimal karena hanya bertahan hingga 2 tahun
sejak ditetapkan tahun 2010. Yang menjadi hambatan adalah
dalam pembiayaan pembinaan di 79 desa/kelurahan yang kurang
mencukupi. Hal ini tentu berpengaruh juga terhadap menurunnya
peran serta masyarakat dalam melaksanakan program desa siaga.
Kebijakan lintas sektor di antaranya adalah Program
Penetapan Desa Pogram Terpadu Peningkatan Peranan Wanita
Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (PT-P2WKSS). Program tersebut

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

195

sampai saat ini masih berjalan sejak ditetapkannya di tahun 2014


(program dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun). Walaupun
belum menunjukkan arah perbaikan pada peningkatan gizi balita
diharapkan mampu mendukung meningkatkan status gizi balita.

Peran serta masyarakat


Peningkatan peran serta masyarakat membantu perbaikan
status kesehatan balita khususnya perbaikan gizi ini penting,
sebab upaya pemerintahan dalam rangka menurunkan gizi
balita buruk dan kurang serta balita pendek dan balita gemuk
tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga peran
serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara
langsung. Peran serta masyarakat diharapkan mampu pula
bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya
atau program pelayanan kesehatan balita membutuhkan peran
serta masyarakat antara lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan
air bersih, sanitasi lingkungan, pebaikan gizi, dan lain-lain, melalui
posyandu.
Perbaikan gizi balita melalui pemberdayaan masyarakat
telah diupayakan melalui kegiatan posyandu, pembentukan
Forum Kesehatan Kota, Penetapan Desa Siaga dan PT-P2WKSS.
Namun gairah masyarakat hanya muncul di awal pelaksanaan
program, dalam untuk itu diperlukan kreativitas Dinas Kesehatan
dan lintas sektor untuk mengoptimalkan program-program yang
berhubungan dengan kesehatan balita terutama dalam rangka
peningkatan status gizi masyarakat.
Promosi kesehatan lebih banyak dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Bidan Desa melalui bentuk
penyuluhan secara verbal. Belum tampak adanya upaya promosi

196

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

kesehatan melalui kader posyandu. Hal ini dapat terlihat di setiap


penyelenggaraan posyandu saat observasi.

6.2. Masalah Kesehatan Lingkungan


Dalam mensikapi kesehatan lingkungan, faktor budaya
yang menunjukkan adanya kebersamaan dan kekentalan antar
warga di Kota Padang Sidempuan sangat menonjol. Hal ini
terlihat saat pagi dan siang hari setelah warga pulang dari ladang
mereka mempunyai kebiasaan berbincang-bincang di lokasi MCK
sambil membersihkan badan, membahas permasalahan baik
mengenai ladang yang sedang digarap maupun permasalahanpermasakahan pada umumnya. Penduduk perkotaan biasa
membahas permasalahan kota di warung kopi.
Pada kondisi saat sekarang, penduduk Padang Sidempuan
tidak mempermasalahkan tentang kesehatan lingkungan, mereka
cukup nyaman dengan kondisi sekarang, baik masalah air minum
maupun air kebutuhan sehari-hari. Padahal membersihkan badan,
mencuci peralatan masak di MCK belum mempunyai pengaruh
terhadap kebersihan yang lazim dalam sepuluh indikator
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Mencuci tangan dengan
sabun saat menyuapi balita, memberikan air susu ibu dengan
kondisi lingkungan sehat (tanpa lalat) dan badan bersih adalah
pengaruh yang sangat besar, disamping tidak adanya asap rokok
dalam keluarga dan adanya jamban keluarga. Di sisi lain, karena
keterbatasan ekonomi, pemberian air susu ibu dikesampingkan
karena ibu balita ikut berpartisipasi mencari nafkah sehingga
balita kurang dalam pemberian air susu ibu. Sepuluh program
PHBS pada kota Padang Sidempuan belum merupakan prioritas,
sebagai contoh setiap keluarga masih memanfaatkan air sungai

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

197

yang mengalir saat mandi pagi dan mencuci perabotan rumah


tangga dan beberapa rumah tangga mencuci sayuran, sementara
kepala rumah tangga merokok di dalam rumah (pengamatan
peneliti).
Disamping masalah eksternal yang bermuara pada masya
rakat, terdapat masalah internal yang berasal dari pemerintahan,
antara lain:

Sumber Daya Manusia


Secara spesifik sumber daya manusia yang melaksanakan
program kesehatan lingkungan di Dinas Kesehatan Kota Padang
Sidempuan satu tenaga dengan pendidikan sanitasi lingkung
an. Dari sembilan puskesmas di Kota Padang Sidempuan ter
dapat delapan tenaga sanitasi lingkungan, namun demikian
dalam kegiatan sehari-hari membantu puskesmas di bidang
administrasi. Disadari bahwa permasalahan kesehatan lingkungan
adalah masalah bersama, baik dari pemerintah daerah maupun
masyarakat, akan tetapi untuk rekruitmen tenaga sangat terbatas
sedangan masyarakat cukup nyaman dengan kondisi saat ini,
sehingga memotivasi masyarakat untuk membangun lingkungan
sehat diperlukan upaya yang sangat berhati-hati.

Pembiayaan
Alokasi anggaran yang tersedia di Dinas Kesehatan untuk
program kesehatan lingkungan cukup rendah, sehingga tidak
mencukupi apabila dipergunakan untuk melaksanakan pem
belajaran lingkungan sehat atau kota sehat pada masyarakat.
Sampai saat sekarang (sejak tahun 2014) anggaran yang tersedia
hanya mampu untuk melakukan pemeriksaan mutu air di depot

198

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

air minum. Namun pada tahun 2013, berdasarkan LAKIP Dinas


Kesehatan tahun 2013 program kesehatan lingkungan tidak
menjadi prioritas.

Sarana Kesehatan
Laboratorium pemeriksaan baku mutu air di Kota Padang
Sidempuan sangat dibutuhkan. Hingga saat ini pemeriksaan baku
mutu air dilakukan di Kota Medan yaitu di Balai Tehnik Kesehatan
Lingkungan (BTKL) atau Balai Laboratorium Kesehatan (BLK).
Untuk melakukan pemeriksaan baku mutu air sangat diperlukan
teknologi pengambilan air yang benar dengan spesifikasi tenaga
khusus. Spesifikasi tenaga dan anggaran pengambilan specimen
air tidak tersedia di Kota Padang Sidempuan.

Pemberdayaan masyarakat
Keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran ber
pengaruh besar terhadap masyarakat. SDM yang ada belum
mempunyai waktu, pengetahuan, dan kemampuan memotivasi
masyarakat atau memberdayakan masyarakat untuk berpartipasi
dalam berperilaku hidup sehat dan mencintai lingkungan sehat.
Begitu pula masyarakat, masih merasa nyaman dengan kondisi
yang ada saat ini.

Kebijakan dan Regulasi


Pemerintah telah berusaha memberi peluang kepada
masyarakat melalui dengar pendapat terhadap rencana peme
rintah daerah dan kebutuhan yang diharapkan oleh masyarakat,
akan tetapi dalam dengar pendapat masyarakat kurang aktif atau
kiurang merespon pendapat pemerintah daerah. Masyarakat

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

199

cenderung bersifat menunggu apa yang akan dibangun oleh


pemerintah.

6.3. Rekomendasi dan Model Pendampingan


6.3.1 Rekomendasi
Dengan memperhatikan beberapa permasalahan yang
khusus terkait meningkatnya prevalensi gizi balita buruk dan
kurang, balita gemuk, balita sangat pendek dan pendek, serta
berkaitan dengan cakupan akses sanitasi dan akses air bersih
diperlukan beberapa upaya antara lain sebagai berikut.
a. Kader posyandu adalah sumber daya manusia yang ber
potensial sebagai garda terdepan dalam meningkatkan status
gizi balita. Dengan bergulirnya waktu, banyak kader yang
baru sehingga diperlukan kembali refreshing kader dengan
metode pembinaan kader posyandu yang bersifat edukasi
secara efektif, praktis, dan menyeluruh. Artinya, pembinaan
tidak hanya berupa hal teknis (pencatatan buku register,
penimbangan, dan sebagainya), tetapi juga perlu diberikan
materi pendukung yang meliputi kesehatan lingkungan dan
hubungannya dengan gizi balita serta pencegahan penyakit
dan penularannya. Selain itu pelatihan dan konseling
terhadap kader posyandu masih harus digalakkan dan
dilaksanakan secara reguler dan tidak bersifat kasuistis
(penyegaran diberikan jika hanya terjadi kasus).
b. Perlunya keterbukaan dan sikap proaktif setiap petugas
kesehatan di Puskesmas dan bidan desa. Keterbukaan
dapat dilakukan dengan memberikan informasi baik verbal
maupun tertulis kepada masyarakat dan kader posyandu

200

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan air bersih, meng


ingat untuk pertumbuhan balita diperlukan lingkungan
sehat, dan lingkungan tidak sehat berpeluang membuat
balita mengalami status gizi. Proaktif Perlu dilakukan karena
apabila terjadi kasus tidak harus menunggu lewatnya satu
minggu (jika pelaporan dilakukan mingguan) atau satu bulan
(jika pelaporan dilakukan secara bulanan).
c. Dinas Kesehatan perlu memberikan pelatihan yang bersifat
edukasi kepada petugas kesehatan di puskesmas dan bidan
desa, baik dari sisi keterampilan maupun administrasi
pelaporan. Selain itu diperlukan penyegaran kepada selu
ruh petugas gizi di puskesmas maupun dinas kesehatan
kota Padang Sidempuan. Sudah saatnya Dinas Kesehatan
memberlakukan sistem pelaporan kesehatan atau penyakit
dari Puskesmas secara real time (laporan harian), sehingga
memudahkan pemantauan status gizi dalam masyarakat.
Selain itu, perlu juga meningkatkan promosi kesehatan
masyarakat secara tertulis dalam bentuk leaflet, stiker, brosur
atau sejenisnya untuk memudahkan masyarakat, karena
dari hasil penelitian promosi yang dilakukan secara verbal
saja tidak cukup berpengaruh. Agar data yang diperlukan
tepat dan jika terjadi kasus secara cepat dapat diatasi maka
verifikasi data perlu dilakukan setiap bulan, dimulai secara
berjenjang yaitu dari posyandu ke puskesmas dan puskesmas
ke pemegang program.
d. Dinas Kesehatan perlu melakukan kerja sama dan/atau
memberikan masukan kepada unit penelitian dan pengem
bangan di Bappeda Kota Padang Sidempuan untuk melak
sanakan penelitian, khususnya kesehatan balita maupun
kesehatan lingkungan di Kota Padang Sidempuan.
Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

201

e. Masih diperlukan koordinasi antara Satuan Kerja Pemerintah


Daerah (SKPD), utamanya yang terkait dengan bidang kese
hatan dan sumber daya, baik mengenai anggaran maupun
sistem informasi kepada masyarakat.
f.

Perlu ditanamkan pada setiap SKPD maupun keluarga pen


tingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk mencegah
terjadinya balita stunting, mengingat balita adalah investasi
pemerintah Kota Padang Sidempuan.

g. Langkah konkret yang perlu segera dilakukan adalah relokasi


tempat pembuangan akhir sampah kota yang sangat ber
dekatan dengan hulu sungai sehingga pencemaran sumber
air minum dan sumber air bersih dapat dicegah. Revitalisasi
konservasi sumber air dan aliran sungai berbasis budaya lokal
sangat diperlukan. Masyarakat Padang Sidempuan memiliki
potensi budaya konservasi yang luar biasa melalui budaya
lubuk larangan. Budaya lubuk larangan ini bisa menjadi
program daerah untuk menjaga kesehatan lingkungan
dengan memasukkan upaya-upaya kesehatan lingkungan
misalnya tidak membuang sampah dan limbah di sungai.

6.3.2. Model pendampingan


Keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan ketram
pilan serta adanya kondisi kemiskinan yang dialami oleh sebagian
masyarakat dapat teratasi dengan adanya akses yang diberikan
oleh masyarakat atau adanya pemberdayaan yang diberikan
dengan memanfaatkan organisasi masyarakat. Pemberdayaan
atau empowerment, secara konseptualberasal dari kata power
(kekuasaan atau keberdayaan), dengan demikian konsep pem
berdayaan tersebut dapat dimulai dengan proses kekuasaan

202

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

dengan harapan proses kekuasaan dapat mengubah, karena


pemberdayaan akan terjadi berdasarkan kekuasaan. Selanjutnya
pengertian kekuasaan ini terjadi dalam pengertian yang luas,
tidak kaku dan statis. Karena pemberdayaan dapat dianalog
menjadi suatu kemampuan untuk mengubah kelompok rentan,
lemah, dan miskin untuk berubah. Dari uraian ini dapat dituliskan
secara singkat perubahan masyarakat Padang Sidempuan
bidang kesehatan dapat berubah dengan sinkronisasi masyarakat
atau organisasi masyarakat berdasarkan surat perintah walikota.
Model pendampingan yang diperlukan adalah model
pendampingan yang merangkul masyarakat, bukan memerintah
masyarakat:
- melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan dan pelak
sanaan program serta mengedukasi masyarakat untuk merasa
memiliki hasil-hasil dari program yang dilaksanakan;
- memanfaatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemuda, dan kader posyandu sebagai agen perubahan dalam
upaya pemberdayaan masyarakat.
Dengan demikian masyarakat merasa memiliki dan
ikut menjaga keberlanjutan program-program kesehatan yang
diinisiasi pemerintah.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

203

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2003), Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Asyatindo. (2010). Perbedaan Kurang Gizi dan Gizi Buruk dan
istilah lainnya, dalam http://www.kaskus.us/showthread.
php?t=4921977 diakses Februari 2015
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2014). IPKM:
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Balitbangkes.
Badan Pusat Statistik. (2014). Indikator Kesejahteraan Rakyat
Kota Padangsidimpuan 2013, Badan Pusat Statistik Kota
Padangsidimpuan.
Badan Pusat Statistik. (2014). Padangsidimpuan dalam Angka
2014, Badan Pusat Statistik Kota Padang Sidempuan,
2014.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Standar Nasional
Indonesia (SNI) 03-3241-1994 Tahun 1994 Tentang
Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
Sampah.
Bogdan and Taylor, (1984). Pengantar Metode Penelitian
Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional
Botung, H. (2008, April 29). Gambaran Umum Masyarakat Desa
Parmeraan Kec. Dolok Kab. Tapanuli Selatan. Retrieved
from Membangun Dunia Pendidikan: http://ucokhsb.
blogspot.com/2008/04/gambaran-umum-masyarakatdesa-parmeraan.html

205

Dinas Kesehatan Daerah Kota Padang Sidempuan. (2013). Profil


Kesehatan 2013, Kota Padangsidimpuan
_____. (2013). Renja: Rencana Kinerja Tahun 2013, Kota Padang
Sidempuan
_____. (2013). Lakip: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Tahun 2013, Kota Padang Sidempuan
_____. (2007) Profil Kesehatan 2007, Kota Padangsidimpuan
Friedmann J. (1992), Empowerment: The Politics of Alternative
Development, Wiley-Blackwell: 1st Edition
Harahap, A. M. (2014). Sejarah Padang Sidempuan: Kampong
Baroe, Kampung Lama, Suatu Koeria di Tengah Kota dan
Asal Usul Nama Padang Sidempuan. dalam Tapanuli
Selatan
dalam
Angka
http://akhirmh.blogspot.
com/2014/11/kampong-baroe-kampung-lama-di-ankola.
html diakses Februari 2015
Hidayat, Zainul. (2005). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Status Gizi Balita di Indonesia. Jakarta: Pascasarjana UI
dalam
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.
jsp?id=109403&lokasi=lokal diakses Maret 2015
Indonesia, Undang-Undang Pembentukan Kota Padang
Sidempuan, UU No. 4 Tahun 2001
_____, Undang-Undang Pengelolaan Sampah, UU No. 18 Tahun
2008
_____, Peraturan Pemerintah Tentang Pembentukan Kota
Administratif Kota Padang Sidempuan PP No. 32 Tahun
1982
_____, Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan Lingkungan, PP
No. 66 Tahun 2014

206

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Isna, Nila Rahmi. (2009). Sumber Daya Manusia Kesehatan,


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Kementerian Keuangan RI, Peraturan Menteri Keuangan Tentang
Peta Kapasitas Fiskal Daerah, PMK No. 245/PMK.07/2010
_____, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Peta Kapasitas Fiskal
Daerah, PMK No. 244/PMK.07/2011
_____, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Peta Kapasitas Fiskal
Daerah, PMK No. 226/PMK.07/2012
_____, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Peta Kapasitas Fiskal
Daerah, PMK No. 54/PMK.07/2014
Kementerian Pekerjaan Umum RI, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir Sampah, Permen PU
No. 19/PRT/M/2012
Moleong, Lexy J, (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Multatuli. (2014). Max Havelaar. Yogyakarta: Penerbit Narasi
Nasution, N. (2012, April). Etnografi Suku Batak Mandailing.
Retrieved from http://nurul-nst.blogspot.com/2012/04/
etnografi-suku-batak-mandailing.html
Nursasi, Astuti Yuni. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
Kurang Gizi dalam http://inna-ppni.or.id/index.php,
Diakses Februari 2015
Panji, Marfuah. (2007). Beda Kurang Gizi dan Gizi Buruk, dalam
Bayi-kita@yahoo.groups, diakses pada Februari 2015
Pengertian Definisi Posyandu dalam http://e-medis.blogspot.
com/2013/05/pengertian-definisi-posyandu-dan.html
diakses februari 2015

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

207

Penyebab Gizi Buruk Pada Balita dalam http://


kesehatangizianak.com/faktor-penyebab-gizi-buruk-padabalita/#sthash.oyr10prh.dpuf, diakses februari 2015
Peta Kota Padang Sidempuan tahun 1852 dalam http://
akhirmh.blogspot.com/2014/11/kampong-baroekampung-lama-di-ankola.html diakses Februari 2015
Rezeki, Kiki Sri. (2007). Upaya Mengatasi Masalah Kelaparan dan
Kurang Gizi, dalam gizi.net diakses Februari 2015
Sarmin, dan Fitri Rachmayanti. (2007). Cara Mendeteksi Gizi
Buruk Pada Balita, dalam http://almawaddah.wordpress.
com diakses Februari 2015
Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi, dalam http://askepaskeb.cz.cc diakses tanggal 9 Februari 2015.
Ustriyana, I Nyoman Gede. (22 Januari 2015). Agribusiness
Model in Rural Community Economic: Indonesia
Perspective, African Journal of Agricultural Research: Vol.
10.
Walikota Padang Sidempuan, Peraturan Daerah Tentang
Pembenahan Lingkungan dan Pemeliharaan Kebersihan
dalam Daerah Kota Padangsidimpuan, Perda No. 42 Tahun
2003.

208

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

INDEKS
A
administrasi - 17, 51, 181, 198,
201, 212
administratif - 17, 206
Aek Mompang - 12, 165
Aek Ratta - 12, 165
Aek Rokkare - 12, 165
Aek Silandit - 12, 165
Aek Silangkitang - 12, 165
Aek Sipogas - 12, 165
Aek Tohul - 12, 165
Aek Tolping - 12, 165
Ajoemi - 15
anggaran - 3-4, 28-29, 47-48, 56,
66-68, 119, 137-140, 152, 157158, 166, 175, 178, 182, 193,
195, 198-199, 202, 216
B
Bappeda - 144, 179, 201
Baroewas - 15
Batang Angkola -9, 11-12, 19, 165
Batang Ayumi - 11-12, 165, 181
Batang Kumal - 11-12, 165
Batang Toehoel - 15
Batoe Nanggar - 15
bermasalah - 64, 78-79, 85, 143,
158
Boeloe Gonting - 15
buang air besar - 40, 44, 90, 168,
171, 173, 184-185
C
cuci tangan - 70, 78, 90
dalihan na tolu - 18-21

diare - 38-39, 78, 83, 91-92, 106,


143, 186, 218
distribusi - 51
dokter - 90
dominan - 23
E
ekonomi - 1, 25, 36, 56, 75-77,
79, 83, 101, 111-112, 116-117,
120, 146, 163-164, 181, 197, v
evaluasi - 86, 93, 107, 112, 134,
195
fenomena - 70
forum - 140, 143-144, 179, 194196
fundamental - 53
gangguan mental - 78, 90
gizi buruk - 37-40, 52, 58-65, 68,
78-80, 82, 86, 89, 91, 93-94,
97-100, 103-108, 110, 114120, 122, 124, 126, 133-134,
136, 140-141, 147-148, 151,
154-155, 159, 189-192, 205,
207-208, 216
gizi - 6, 31, 33, 36-40, 50-52, 5556, 58-65, 67-68, 77-80, 82-83,
86, 89, 91, 93-94, 97-100, 103110, 112, 114-120, 122, 124126, 130, 132-137, 139-142,
145-148, 150-152, 154-156,
158-160, 162-163, 189-196,
200-201, 205-208, 212-213,
216, 219-220, 223

209

H
holong - 21
I
ibu hamil - 31, 33-34, 36, 64, 68,
82-83, 92, 97, 101, 107-108,
110, 113-114, 125, 127, 130,
135, 141-142, 192, 222
imunisasi - 78, 80, 89, 94, 97-98,
114, 123-124, 126, 132, 137,
191, 196, 218, 220
indeks - 1-4, 28-30, 75-77, 79, 84,
88-89, 94, 97, 104, 158, 172,
205, 209, 211, 213, iv
industri - 28, 165, 178
informan - 6
IPKM - 88, 96
ISPA - 78, 190, 222
J
jamban - 44, 66, 90, 96, 166, 168169, 174, 184, 197, 224
jaringan - 96, 190
kahanggi - 20, 22
kehamilan - 89, 189
kelahiran - 31-32, 34, 106, 113,
211
kemampuan - 4, 106, 143, 145,
151, 199, 203
kematian - 31-35, 50, 107, 132,
142, 211, 219
kepadatan - 63
kepercayaan - 70-72, 98
kesehatan - 1-8, 18, 31, 33-36,
38, 40-41, 44-48, 50-52, 54-59,
61-68, 70, 75-79, 82-100, 103,
105-120, 124, 130, 132-162,
165-168, 171-181, 183, 185,

210

187, 189-203, 205-207, 211224


kinerja - 57, 66
kondisi - 33
kotoran - 42, 44, 185
L
laki-laki - 24
lingkungan - 84, 172, 177-178,
197, 199
M
makanan tambahan - 108, 141
manyabi - 24-25
marga - 18, 20, 22-24
masyarakat - 1-2, 45, 65, 76-77,
141, 156, 175, 191, 215, v
menggosok gigi - 90
merokok - 78, 86, 90, 198
misi - 49, 53, 55, 57-58, 61, 177
miskin - 30
mora - 20, 22
N
nasional - 1, 48-49, 53, 76, 134
O
obesitas - 90
observasi - 6
Oejoeng Goerap 15
P
Padang Sidempuan - 3-7, 9-19,
22, 25-31, 33-38, 41-50, 52-66,
79-80, 82-89, 91-96, 98, 103104, 107-114, 116-117, 120,
129, 133-134, 137-140, 143148, 150-159, 163-179, 181184, 186, 189-190, 192-195,

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

197-199, 201-203, 205-206,


208, 211, 213-215, 218, 220,
224
Padangsidimpuan Angkola Julu
13-14, 26, 32-35, 37-38, 43, 45,
60-63, 170, 184
Padangsidimpuan Batunadua
10, 13, 32-35, 38, 43, 45, 5960, 63, 148, 183
Padangsidimpuan Hutaimbaru
12, 14, 32-35, 37-38, 43, 45,
60, 63, 116, 118, 140, 145,
148, 184
Padangsidimpuan Selatan - 13,
28, 32, 34-35, 37-38, 43, 45-46,
60-63, 113, 148, 165, 183
Padangsidimpuan Tenggara
13, 28, 32-35, 37-38, 43, 45,
60, 63, 146, 148, 165, 183
Padangsidimpuan Utara - 10, 1314, 32-35, 38, 43, 45-46, 60,
62-63, 148, 165, 183
Panjanggar - 15
Pemerintah daerah - 177
pendidikan - 76
penduduk - 30, 63
penduduk miskin - 30
penyakit menular - 219
perdagangan - 17, 25, 54-55, 213214
perempuan - 24
perkebunan - 25-27, 164
persalinan - 31, 33, 72, 78, 90,
107-108, 113-114, 124
pertanian - 25-26, 164
pneumonia - 39, 78, 91, 190, 218
Poedoen - 15
potensi - 25

promosi - 67, 119, 137, 144, 156,


196, 201, 218, 220, 224
Puskesmas - 121, 150
rencana strategis - 53, 57, 159,
174
renstra - 38, 53, 57-59, 62, 64-66,
68, 111, 118, 156, 159, 174,
178, 215, 219
RKPD - 031, 53, 56-57, 66, 68
S
sakit gigi dan mulut - 90
sekolah - 220
Si Batoe Loting - 15
sistem - 34
Sitataring - 15
sosial budaya - 19
sosial ekonomi - 79
status gizi - 62
sumber air - 40-42, 167, 169, 175,
178, 202
sumur - 41-42, 166-167, 170-172,
175, 186
sungai - 10-12, 19, 26, 41, 163165, 167-171, 174, 181-187,
197, 202
T
Tanobato - 15
tenaga kesehatan - 35, 46-47,
77-78, 108, 113-114, 120, 147152, 217
V
visi - 2, 49, 53-55, 57-58, 143-144,
177
W
wilayah - 63

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

211

LAMPIRAN I:
Skala Prioritas Kesehatan Dalam RPJMD di Kota Padang
Sidempuan
No. RPJMD
Tujuan
1.
RPJMD I Meningkatkan
derajat kesehatan
masyarakat.

2.

RPJMD II Memantapkan
pembangunan
di segala
bidang dengan
menekankan
upaya peningkatan
pelayanan
kesehatan yang
berkualitas.

Upaya
a) Meningkatnya pelayanan
kesehatan masyarakat dan
kesejahteraan keluarga;
b) Meningkatnya kesadaran dan
peran serta masyarakat akan
hidup sehat;
c) Terwujudnya lingkungan yang
sehat;
d) Terkendalinya angka
kelahiran.
a) Meningkatkan pembangunan
kesehatan ditunjukkan oleh
meningkatnya indeks kesehatan
sebagai bagian komposit dari
indeks pembangunan manusia
(IPM).
b) Meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat ditandai
oleh:
i. meningkatnya angka
harapan hidup;
ii. rendahnya angka kematian
bayi dan ibu melahirkan;
iii. rendahnya tingkat
prevalensi penyakit
degenaratif dan penyakit
menular;

213

No.

214

RPJMD

Tujuan

Upaya
iv. meningkatnya status gizi
masyarakat;
v. meningkatnya kualitas
lingkungan hidup yang sehat
dan bersih dicapai melalui
upaya-upaya peningkatan
upaya kesehatan, pem
biayaan kesehatan, sumber
daya manusia kesehatan,
obat dan perbekalan
kesehatan yang disertai oleh
peningkatan pengawasan,
manajemen kesehatan;
vi. peningkatan dan perbaikan
gizi masyarakat, dan
pemberdayan masyarakat
dengan penekanan pada
peningkatan prilaku dan
kemandirian masyarakat
serta upaya promotif dan
preventif.
c) Peningkatan pencegahan
terhadap Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif
(NAPZA), serta penyebaran virus
HIV/AIDS.
d) Pengendalian jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk yang
diarahkan pada peningkatan
pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi,
dan sistem administrasi
kependudukan

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

No. RPJMD
Tujuan
3
RPJMD RPJM ketiga
III
ditujukan untuk
lebih memantapkan
pembangunan
disegala
bidang dengan
menekankan
pencapaian Kota
Padang Sidempuan
sebagai Kota
Pendidikan,
Perdagangan, Jasa,
dan Pariwisata

Upaya
a) Indeks kesehatan terus
meningkat dengan membaiknya
derajat kesehatan masyarakat
dan status gizi masyarakat,
b) rendahnya tingkat prevalensi
penyakit degeneratif dan
penyakit menular,
c) meningkatnya partisipasi
masyarakat untuk hidup sehat,
dan
d) tercapainya kondisi penduduk
tumbuh seimbang

a) Meningkat dan meratanya


akses pelayanan kesehatan yang
berkualitas,
b) meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat dan status
gizi masyarakat; dan
c) bertahannya kondisi
penduduk tumbuh seimbang
d) diupayakan pengembangan
teknologi informasi dan
komunikasi dalam pelayanan
kesehatan.
e) Peningkatan peran swasta
dalam pengembangan pelayanan
medis.

RPJMD
IV

RPJM keempat
ditujukan untuk
mewujudkan
Padang Sidempuan
sebagai Kota
Pendidikan,
Perdagangan, Jasa,
dan Pariwisata yang
Terdepan di Pantai
Barat Sumatera
Utara

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

215

No. RPJMD
Tujuan
5
RPJMD RPJM kelima
V
ditujukan untuk
mempertahankan
Kota Padang
Sidempuan sebagai
Kota Pendidikan,
Perdagangan, Jasa,
dan Pariwisata yang
Terdepan di Pantai
Barat Sumatera
Utara.

216

Upaya
a) Pembangunan kesehatan
diorientasikan pada
meningkatnya prilaku hidup
sehat untuk terwujudnya budaya
hidup sehat.
b) Diupayakan pemantapan
pengembangan teknologi
informasi dan komunikasi dalam
pelayanan kesehatan.
c) Peningkatan peran swasta
dalam pengembangan
pelayanan medik, sebagai upaya
penyebarluasan pasar jasa
kesehatan.
d) Peningkatan peran serta
masyarakat dalam mewujudkan
masyarakat sehat.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

LAMPIRAN II:
Renstra Dinas Kesehatan 2013-2017: Strategi, Arah
Kebijakan dan Isu Strategis Sektor Kesehatan di Kota
Padang Sidempuan
Strategi
Arah Kebijakan
a) Optimalisasi
a) Meningkatkan
pemberdayaan
pemberdayaan
individu, keluarga,
individu, keluarga,
dan masyarakat
dan masyarakat
hidup bersih
hidup bersih
dan sehat dan
dan sehat dan
pengembangan
pengembangan
upaya kesehatan
upaya kesehatan
berbasis
berbasis
masyarakat
masyarakat
(UKBM);
(UKBM);
b) optimalisasi
b) meningkatnya
lingkungan sehat;
cakupan
lingkungan sehat;

c) mengoptimalkan
pelayanan
kesehatan
perorangan dan
masyarakat;

c) meningkatkan
pelayanan
kesehatan
perorangan dan
masyarakat;

Isu Strategis
Masih kurangnya
minat masyarakat
untuk berperilaku
hidup bersih dan
sehat dan UKBM.

Masih rendahnya
kesadaran masyarakat
untuk hidup dalam
lingkungan yang
sehat.
Masih rendahnya
kesadaran masyarakat
dalam pelayanan
kesehatan perorangan
dan masyarakat.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

217

218

Strategi
Arah Kebijakan
d) optimalisasi
d) meningkatkan
pencegahan dan
pengendalian
pemberantasan
penyakit menular;
penyakit menular;

Isu Strategis
Masih tingginya
insiden/prevalensi
penyakit menular
yang berpotensi
menjadi kejadian luar
biasa.

e) optimalisasi
perbaikan gizi
masyarakat;
f) optimalisasi
ketersediaan,
pemerataan,
mutu obat dan
keterjangkauan
harga obat serta
perbekalan
kesehatan;
g) optimalisasi
pengembangan
sarana dan
prasarana
kesehatan;

Masih adanya balita


yang tergolong gizi
kurang dan gizi buruk.
Sumber anggaran
sektor kesehatan yang
belum mencukupi.

e) meningkatkan gizi
masyarakat;
f) meningkatkan
ketersediaan,
pemerataan,
mutu obat dan
keterjangkauan
harga obat serta
perbekalan
kesehatan;
g) meningkatkan
pengembangan
sarana dan
prasarana
kesehatan;

(1) Sumber anggaran


sektor kesehatan yang
belum mencukupi; (2)
Implementasi program
yang bersifat promotif
dan preventif masih
lemah; (3) Pengaturan
terhadap sarana
pelayanan kesehatan
swasta belum baik;
(4) Kajian masalah
kesehatan masih
kurang.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Strategi
Arah Kebijakan
h) mengoptimalkan h) meningkatkan
peningkatan
jumlah, mutu dan
jumlah, mutu dan
penyebaran tenaga
penyebaran tenaga
kesehatan;
kesehatan;

i) optimalisasi
pengembangan
sistem informasi
kesehatan.

i) meningkatkan
pengembangan
sistem informasi
kesehatan.

Isu Strategis
(1) Ketersediaan
tenaga kesehatan
yang profesional
masih kurang;
(2) Peningkatan
kompetensi kesehatan
masih kurang;
(3) Implementasi
sistem reward dan
punishment belum
berjalan; (4) Jumlah
SDM Kesehatan
masih kurang; (5)
Penempatan tenaga
kesehatan belum
sesuai kompetensi.
(1) Masyarakat yang
tergolong miskin
masih ada yang tidak
terdata sehingg
alokasi pembiayaan
kesehatan bagi
masyarakat miskin
masih rendah; (2)
Jejaring komunikasi
kesehatan antara
instansi pemberi
pelayanan kesehatan
belum optimal; (3)
Sistem informasi
kesehatan belum
terintegrasi.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

219

Lampiran III:
Kebijakan Nasional dalam Perencanaan Pembangunan
Sektor Kesehatan Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 dan
Permendagri No. 13 Tahun 2006
Program
1. Program promosi
kesehatan dan
pemberdayaan
masyarakat.

2.

3.

4.

5.

220

Indikator
Meningkatnya kesadaran masyarakat
tentang pola hidup bersih dan sehat,
promosi kesehatan terselenggara
di setiap jenjang, pemberdayaan
kesehatan di tingkat desa dalam
bentuk desa siaga.
Program pengembangan Meningkatnya jumlah penduduk yang
lingkungan sehat.
memiliki akses air yang berkualitas,
meningkatnya kesadaran masyarakat
tentang pola hidup bersih dan sehat,
meningkatnya strata kota sehat untuk
Kota Padang Sidempuan.
Program Pengawasan dan Meningkatnya cakupan TPM yang
Pengendalian Kesehatan sehat dan aman.
Makanan.
Program pencegahan dan Cakupan imunisasi untuk anak
penanggulangan penyakit mencapai target nasional,
menular.
terpenuhinya kebutuhan vaksinasi,
meningkatnya penemuan dan
penanganan penyakit diare,
pneumonia, TBC.
Program Upaya
Pelayanan kesehatan penduduk
Kesehatan Masyarakat.
miskin dan kurang mampu,
meningkatnya pelayanan kesehatan
di puskesmas rawat inap,
menurunnya angka kesakitan akibat
penyakit tidak menular.

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Program
6. Program Peningkatan
Pelayanan Kesehatan
Anak Balita.
7. Program pelayanan
kesehatan penduduk
miskin.

8.

Program peningkatan
keselamatan ibu
melahirkan dan anak.

9.

Program perbaikan gizi


masyarakat.

10. Program Kemitraan dan


Pelayanan Kesehatan.

11. Program standarisasi


pelayanan kesehatan.

Indikator
Meningkatnya derajat kesehatan bayi
dan balita.
Meningkatnya akses pelayanan
kesehatan bagi masyarakat penduduk
miskin dan kurang mampu,
menurunnya kasus penyakit menular,
fungsi survelens epidemiologi dan
penanggulangan awal untuk setiap
penyakit menular (penemuan kasus
AFP).
Berkurangnya angka kematian bayi,
meningkatnya akses dan cakupan
pelayanan kesehatan ibu, bayi baru
lahir, anak.
Terwujudnya masyarakat yang
memiliki gizi seimbang, berkurangnya
anak dengan gizi kurang/buruk.
Meningkatnya kemitraan antara
pemerintah dengan instansi terkait
dalam pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.
Peningkatan jumlah puskesmas yang
mendapat sertifikat ISO, peningkatan
SDM kesehatan, terlaksananya survei
kepuasan pasien.

Sumber: Renstra Dinas Kesehatan Tahun 2013-2017

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

221

Lampiran IV:
Indikasi Kegiatan Dalam Program Peningkatan Status Gizi
Balita Di Kota Padang Sidempuan
Program
Program
Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaan
Masyarakat.

Indikasi
Kegiatan
Pengembangan
media promosi
dan informasi
Sadar Hidup
Sehat.

Pengadaan
Program
Pencegahan dan Vaksin Penyakit
Penanggulangan Menular.
Penyakit
Menular.
Pelayanan
vaksinasi bagi
balita dan anak
sekolah.

222

Indikator
Meningkatnya
kesadaran
masyarakat
tentang
kesehatan.
Tersedianya
alat promosi
bergerak.
Tersedianya
vaksin untuk
menurunkan
angka kesakitan
penyakit
menular.
Terlaksananya
Bulan Imunisasi
Anak Sekolah
(BIAS) untuk
menurunkan
angka kesakitan
penyakit
menular.

Target dan
Sasaran
Setiap tahun

Satu kali di
tahun 2014
Dilaksanakan
tahun 20162017 dengan
capaian
maksimal 30%
Dilaksanakan
tahun 20162017 dengan
capaian 100%

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Program
Program Upaya
Kesehatan
Masyarakat.

Indikasi
Kegiatan
Pelayanan
kesehatan
penduduk
miskin di
puskesmas dan
jaringannya.

Peningkatan
pelayanan
kesehatan bagi
pengungsi
korban bencana.
Pencegahan dan
pemberantasan
penyakit tidak
menular
Penyuluhan
Program
kesehatan anak
Peningkatan
balita.
Pelayanan
Kesehatan Anak
dan Balita.

Indikator

Target dan
Sasaran
Dilaksanakan
setiap tahun
dengan capaian
100%

Terlaksananya
pelayanan
kesehatan bagi
masyarakat
miskin untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
daerah.
Setiap tahun
Terlaksananya
pelayanan
kesehatan di
daerah bencana.
Meningkatnya
pencegahan dan
pemberantasan
penyakit tidak
menular.
Tersedianya
operasional
posyandu balita.

Dimulai tahun
2014-2017
dengan masingmasing capaian
100%
Setiap tahun
dengan capaian
135 posyandu
setiap tahun

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

223

Indikasi
Indikator
Kegiatan
Program
Penanggulangan Peningkatan
Pelayanan
ISPA.
kapasitas
Kesehatan
petugas program
Penduduk
ISPA.
Penanggulangan
Terlaksananya
Miskin.
penyakit
pemeriksaan
cacingan.
feses dan
pemberian obat
cacing.
Pelayanan
Terlaksananya
kesehatan akibat survei
lumpuh layu.
epidemiologi
AFP.
Terlaksananya
Penyuluhan
Program
kesehatan bagi pendataan ibu
Peningkatan
hamil, neonates,
Keselamatan Ibu ibu hamil dari
Melahirkan dan keluarga kurang bayi, balita
dan lansia;
mampu.
Anak.
tersedianya
kohort ibu,
bayi, register
penimbangan,
KMS bayi, KMS
Usila.
Program

224

Target dan
Sasaran
Tahun 20142017 dengan
capaian 100%
Dimulai tahun
2014-2017
capaian 1900
orang
Dilaksanakan
tahun 20142017 dengan
capaian 100%
Sejak tahun
2014-2017
dengan capaian
100%

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Program
Program
Perbaikan Gizi
Masyarakat.

Program
Kemitraan dan
Peningkatan
Pelayanan
Kesehatan.
Program
pengadaan,
peningkatan
dan perbaikan
sarana dan
prasarana
puskesmas dan
jaringannya.

Indikasi
Kegiatan
Penyusunan
peta informasi
masyarakat
kurang gizi.

Indikator

Terlaksananya
kesadaran
gizi keluarga
dalam upaya
peningkatan
status gizi
terutama bayi.
balita dan bumil.
Pemberian
Terlaksananya
makanan
pemberian
tambahan dan
makanan
vitamin.
tambahan dan
vitamin.
Penanggulangan Terlaksananya
pemberian
KEP, Gaky,
kurang vitamin kapsul Vitamin
A.
dan zat besi.
Terlaksanana
Kemitraan
pencegahan dan pelayanan
pemberantasan kesehatan lintas
batas.
penyakit
menular.
Pengembangan Terlaksananya
Puskesmas
pembangunan
Pembantu.
puskesmas
pembantu.
Pengadaan
Terlaksananya
Puskesmas
puskesmas
Keliling.
keliling.

Target dan
Sasaran
Dimulai tahun
2014-2017
dengan capaian
100%

Dimulai tahun
2014-2017
dengan capaian
100%
Dimulai tahun
2014-2017
dengan capaian
100%
Setiap tahun
dengan capaian
100%

Dimulai tahun
2014-2017
dengan capaian
5 unit
Setiap tahun
dengan capaian
7 unit

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

225

Lampiran V:
Indikasi Kegiatan dalam Program Peningkatan Akses
Sanitasi dan Akses Air Bersih di Kota Padang Sidempuan
Program

Indikasi
Kegiatan
Penyuluhan
masyarakat
tentang PHBS.

Program
Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaan
Masyarakat.
Pengembangan Pengembangan
Lingkungan
lingkungan
Sehat.
sehat.
Penyuluhan
menciptakan
lingkungan
sehat.
Sosialisasi
Kebijakan
Lingkungan
Sehat.

Pengembangan
Kota Sehat.

226

Indikator
Terlaksananya
penyuluhan
tentang PHBS.

Terlaksananya
pembangunan
dan tersedianya
jamban sehat.
Terlaksananya
Penyuluhan
Kesehatan
Lingkungan.
Terlaksananya
sosialisasi
kebijakan
tentang
Lingkungan
Sehat
(Permenkes No.
416/1990).
Terlaksananya
kegiatan
pengembangan
kota sehat.

Target dan
Sasaran
Setiap tahun
maksimal
capaian 65%

105 jamban
dimulai 20142017
Dilaksanakan
tahun 20162017 maksimal
capaian 65%
Dilaksanakan
tahun 20162019 dengan
capaian 100%

Dilaksanakan
tahun 2015
dan 2017

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

Monitoring
depot air
minum.

Terlaksananya
monitoring
depot air
minum.

Dilaksankan
tahun 20142017 sejumlah
125 depot

Potret Kota Padang Sidempuan dalam Permasalahan Gizi Balita dan Kesehatan Lingkungan

227

Вам также может понравиться