Вы находитесь на странице: 1из 6

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai
komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem saraf. Otot
digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang berkontak
dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem
mastikasi. Keharmonisan antara komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan
dan kapasitas fungsionalnya (Okeson, 1998; Carranza, 2002).
Dalam pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan demikian dalam
mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi otot-otot itu tidak dapat diabaikan,
dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat kaitannya dengan pergeseran kontak oklusi gigigeligi. Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen
yang terlibat dapat menjalankan aktifitasnya secara normal, dan antara semua komponen terdapat
interaksi yang serasi, dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan
kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya gangguan
sendi temporomandibula. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya penyimpangan dalam
aktifitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yakni
kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot mastikasi (Ramfjord, 1983; Mardjono,
2001).

Sendi temporomandibula adalah suatu persendian yang sangat kompleks di dalam tubuh
manusia. Selain gerakan membuka dan menutup mulut, sendi temporomandibula juga bergerak
meluncur pada suatu permukaan (ginglimoathrodial). Selama proses pengunyahan sendi
temporomandibula

menopang

tekanan

yang

cukup

besar,

oleh

karena

itu,

sendi

temporomandibula mempunyai diskus artikularis untuk menjaga agar kranium dan mandibula
tidak bergesekan (Snell, 1997). Struktur dari persendian temporomandibula melibatkan beberapa
komponen temporal yang meliputi antara lain fosa glenoidalis, eminensia artikularis, kondilus
dan diskus artikularis (Okeson,2003).
Sendi temporomandibula merupakan salah satu sendi yang sangat aktif dan paling sering
digunakan, yaitu pada waktu berfungsi untuk bicara, mengunyah, menggigit, menguap dan lain
lainnya. Sendi temporomandibula juga memungkinkan terjadinya tiga gerakan fungsi utama
yaitu: membuka dan menutup, memajukan dan mengundurkan,serta gerakan kesamping. Dua
tipe gerakan dasar yang menghasilkan ketiga gerakan fungsional tersebut yaitu gerakan rotasi
dan translasi. Gerakan membuka rahang melibatkan dua komponen aktif. Komponen
pertama,gerakan rotasi pada bagian bawah. Komponen kedua, gerakan meluncur kedepan dari
kondilus, terjadi pada bagian atas (Schwartz, 1960; Ogus danToller,1990).
Penyebab terjadi gangguan sendi temporomandibula sangat kompleks dan multifaktor yaitu
meliputi perubahan morfologi atau fungsi permukaan artikulasi sendi rahang dan perubahan
fungsi sistem neuromuskular. Gangguan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai gangguan
intrinsik

apabila menampilkan perubahan patologis, atau gangguan ekstrinsik, apabila

menunjukkan gangguan sistem neuromuskular. Etiologi gangguan intrinsik adalah internal


derangements, rheumatoid arthritis, kelainan pertumbuhan, ankilosis sendi rahang dan lain

sebagainya. Sedangkan gangguan ekstrinsik biasanya disebabkan oleh penggunaan otot yang
berlebihan (Okeson, 2008).
Sendi temporomandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis dalam tubuh
manusia. Identifikasi anatomi maupun radio anatomi (radiografis) dari struktur persendian ini
merupakan suatu hal yang sebaiknya dapat dipahami secara baik. Pemahaman struktur sendi
temporomandibula dapat berguna bagi dasar diagnosis dan perawatan dalam upaya penanganan
keluhan pasien, terutama masalah yang menyangkut oklusi dan fungsi fisiologis pengunyahan.
Dalam sistem stomatognati, fungsi fisiologis dari pergerakan rahang ditunjang oleh
keharmonisan oklusi gigi. Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan lengkung rahang
yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Kondisi ideal tercapai apabila susunan gigi mengikuti
pola kurva Spe dan kurva Monson. Perubahan oklusi dapat disebabkan berbagai hal, antara lain
hilangnya gigi karena proses pencabutan. Kehilangan gigi yang dibiarkan tanpa segera disertai
pembuatan protesa, dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola oklusi karena terputusnya
integritas atau kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau perubahan inklinasi serta posisi
gigi, disertai ekstrusi karena hilangya posisi gigi dalam arah berlawanan akan menyebabkan pola
oklusi akan berubah, dan selanjutnya dapat menyebabkan tarjadinya hambatan atau interference
pada proses pergerakkan rahang (Odaci, 2005).
Kehilangan gigi dapat berupa kehilangan gigi anterior maupun posterior, baik sebagian
gigi atau seluruh gigi. Kehilangan gigi akan menyebabkan kondisi-kondisi seperti migrasi gigi
menuju daerah tak bergigi, gangguan fungsi mastikasi berupa mengunyah satu sisi, resorpsi
tulang alveolar pada daerah tak bergigi, kehilangan dimensi vertikal oklusi serta gangguan pada
sendi temporomandibula (Kayser, 1996).

Gigi anterior serta struktur anatomis dari sendi temporomandibula menentukan


pergerakan mandibula sehingga kehilangan gigi anterior akan menyebabkan perubahan pola
gerakan mandibula (Okeson, 2003). Menurut Ramfjord dan Ash (1983) kehilangan gigi posterior
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada sendi temporomandibula akibat menggigit dengan
menggunakan gigi anterior serta perubahan dimensi vertikal dan posisi distal mandibula.
Gerakan fungsional rahang akan mengalami perubahan pada keadaan kehilangan gigi dan
penurunan dimensi vertikal, hal ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan biomekanik pada
sendi temporomandibula (Tallents dkk., 2002). Tekanan berlebih pada sendi temporomandibula
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan adaptif dan degenaratif pada
sendi (Hiltunen, 2004; Moffet 1966 cit. Laskin, 1992). Tekanan yang berlebihan pada pergerakan
sendi temporomandibula dapat menyebabkan keausan pada daerah eminensia artikularis. Dengan
melalui radiograf panoramik, kondisi flattening pada eminensia artikularis akan tampak jelas
(Glass, 1995). Perubahan degeneratif adalah perubahan jaringan atau organ menjadi suatu bentuk
yang kurang aktif fungsinya, sedangkan perubahan adaptif adalah perubahan jaringan sebagai
suatu penyesuaian terhadap perubahan lingkungan (Anonim, 1999).
Remodeling merupakan proses adaptasi biologis jaringan untuk mengimbangi keadaan
lingkungan dengan merubah morfologi dari jaringan yang terkait. Proses ini bermanfaat untuk
menahan efek akumulatif dari tekanan biomekanik yang berasal dari pergerakan fungsional
rahang ( Laskin, 1992).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kehilangan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah berpengaruh terhadap
sudut inklinasi eminensia artikularis dan gangguan sendi temporomandibula ?
2. Apakah ada perbedaan sudut inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri pada
kehilangan gigi posterior rahang atas dan bawah?

C. Tujuan Penenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh dari kehilangan gigi posterior rahang atas dan bawah terhadap
sudut inklinasi eminensia artikularis dan gangguan sendi temporomandibula.
2. Mengetahui perbedaan sudut inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri pada
kehilangan gigi posterior rahang atas dan bawah.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh kehilangan gigi posterior rahang atas dan
bawah terhadap perubahan inklinasi eminensia artikularis sehingga perubahan ini dapat
dijadikan suatu indikator terhadap adanya kelainan pada sendi temporomandibula.
2. Memberikan pengetahuan bagi praktisi dalam hal pemeriksaan dan tatalaksana perawatan
pada gangguan sendi temporomandibula.
3. Manfaat sosial, sebagai salah satu sumber informasi pengetahuan bagi masyarakat
mengenai pengaruh dari kehilangan gigi posterior rahang atas dan bawah terhadap

gangguan sendi temporomandibula sehingga memotivasi pada masyarakat untuk


pencegahan gangguan sendi temporomandibula.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sudut inklinasi eminensia artikularis pernah
dilakukan oleh Yupita (2007), yang melakukan penelitian tentang pengaruh edentulous pada
rahang atas dan rahang bawah terhadap gangguan sendi temporomandibula, yang berkesimpulan
adanya pengaruh terhadap gangguan sendi dan pada sudut inklinasi eminensia artikularis.
Adapun menurut sepengetahuan penulis penelitian mengenai perbedaan sudut inklinasi
eminensia artikularis kanan dan kiri pada kehilangan gigi posterior rahang atas dan bawah belum
pernah dilakukan.

Вам также может понравиться

  • Proses Menua
     Proses Menua
    Документ39 страниц
    Proses Menua
    susisanasini
    Оценок пока нет
  • LO Halitosis Tutorial
    LO Halitosis Tutorial
    Документ15 страниц
    LO Halitosis Tutorial
    BERLIANA CALPIKA
    Оценок пока нет
  • Mikroflora Oral
    Mikroflora Oral
    Документ45 страниц
    Mikroflora Oral
    Faiza Lailiyah
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ13 страниц
    Cover
    Lelia Zahra Zakiyah
    Оценок пока нет
  • OPTIMALKAN SALIVA
    OPTIMALKAN SALIVA
    Документ29 страниц
    OPTIMALKAN SALIVA
    BERLIANA CALPIKA
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Pertumbuhan Dan An
    Bab 1 Pertumbuhan Dan An
    Документ39 страниц
    Bab 1 Pertumbuhan Dan An
    cikiray
    Оценок пока нет
  • Pleno Skenario 3
    Pleno Skenario 3
    Документ7 страниц
    Pleno Skenario 3
    BERLIANA CALPIKA
    Оценок пока нет
  • Temje
    Temje
    Документ49 страниц
    Temje
    GraceSihombing
    Оценок пока нет
  • Keracunan Sianida
    Keracunan Sianida
    Документ8 страниц
    Keracunan Sianida
    Edya Yopi
    Оценок пока нет