Вы находитесь на странице: 1из 16

MAKALAH SISTEM SENSORI PERSEPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA STRABISMUS

Fasilitator:
Nur Ainiyah .S.Kep., Ns. M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 6/4C
1. Menik Arisa

(1130014097)

2. Ilanyun Taniah

(1130014028)

3. Nurul Komariah

(1130014129)

4. ABD. Hadi

(1130014132)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju
pada satu obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa
terfokus satu obyek, pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat
bergulir kearah dalam, luar, atas, atau bawah.seseorang dengan mata
juling tidak dapat melihat suatu obyek dengan kedua mata secara
serentak.
Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu
penyebab

strabismus/juling.

Untuk

menggerakkan

bola

mata

digunakan enam macam otot mata. Bila otot itu tidak bekerja normal,
maka kedua mata itu tidak berfungsi secara seimbang. Sehingga jika
diantara otot atau saraf yang tidak normal, keadaan itu bisa
menyebabkan seorang menjadi juling. Ada pula kasus juling akibat
infeksi toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau daging yang
mengandung kuman toksoplasma tidak dimasak dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari strabismus ?
2. Apa sajakah etiologi dari strabismus ?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya strabismus ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien strabismus ?
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.

Untuk
Untuk
Untuk
Untuk

mengetahui definisi dari strabismus.


mengetahui factor penyebab terjadinya strabismus.
mengetahui patofisiologi terjadinya strabismus.
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan

strabismus.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI
1. ANATOMI
1) Kelopak Mata
Kelopak mata
melindungi

bola

atau

mata

palpebra

terhadap

mempunyai

trauma,

trauma

fungsi
sinar,

yaitu
dan

pengeringan bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang


membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak mata
terdapat beberapa bagian, diantaranya : kelenjar (kelenjar Sebasea,
kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis dan kelenjar
Meibom), otot (m.orbikularis okuli), tarsus, septum orbita, pembuluh
darah

(a.palpebra),

dan

persarafan

(nervus

trigeminus

yang

mempersarafi kelopak matabagian atas, serta cabang kedua nervus


trigeminus yang mempersarafi kelopakmata bagian bawah).
2) Sistem Lakrimal
Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah
temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal
terletak di temporo antero superior rongga orbita.
b. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal.
3) Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat
diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar
musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea.
4) Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm.
Bola mata di bagian depan (kornea) mempunya kelengkungan yang
lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang
berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu :
a. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi
bola mata.

b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan


uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah
bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan
suprakoroid.
c. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak
10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang
akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak.
5) Kornea
Kornea (cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
yang tembus cahaya, dan merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan, terdiri atas lapis :
a. Epitel, tebalnya 50 m terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih ; satu lapis sel basal, sel
poligonal dan sel gepeng.
b. Membran Bowman, terletak di bawah membran basal epitel
kornea yang merupakan kolagen tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak
mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur dan di bagian perifer bercabang. Terbentuknya kembali
serat kolagen terkadang memakan waktu sampai 15 bulan.
d. Membran Descement merupakan membran aselular

dan

merupakan batas belakang stroma kornea, dihasilkan sel endotel


dan merupakan membran basalnya.
e. Endotel, berasal dari mesotelium,

berlapis

satu,

bentuk

heksagonal, besar 20-40 m.


6) Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar
yang terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di
depan foramen optic, yang menerima 3 akar saraf di bagian
posterior yaitu :
a. Saraf sensoris

yang

berasal

dari

saraf

nasosiliar

yang

mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris dan badan siliar.

b. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari


saraf simpatis yang melingkari arteri korotis.
c. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis
untuk mengecilkan pupil.
7) Pupil
Cahaya yang masuk melalui kornea akan diteruskan ke pupil.
Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang
mengatur

jumlah

cahaya

yang

masuk

ke

mata.

Pupil

akan

membesar bila intensitas cahaya kecil dan apabila di tempat terang


atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Fungsi
mengecilnya

pupil

untuk

mencegah

aberasi

kromatis

pada

akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto


yang diafragmanya dikecilkan
8) Iris
Iris atau selaput pelangi merupakan jaringan berbentuk cakram
melingkar yang terdapat persis di depan lensa. Jaringan ini tersusun
atas serabut otot sirkuler dan radial. Di bagian ini terdapat pigmen
yang mengatur warna mata. Pada iris didapatkan pupil yang
tersusun atas 3 lapisan otot yaitu otot dilatator, sfingter iris dan otot
siliar yang dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola
mata.
9) Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk
lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata
terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi.
10)
Badan Kaca
Merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam
bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi
menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi
cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola
mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,

pars

plana,

dan

papil

saraf

optik.

Kebeningan

badan

kaca

disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.


GAMBAR
2. FISIOLOGI
Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui
lensa mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai
mencapai otak melalui saraf otik, sehingga mata secara terus menerus
menyesuaikan untuk melihat suatu benda (Suyatno,1995). Iris bekeja
sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke
dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada suasana
terang pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara
otomatis, jadi di luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf
yang lainnya masuk lebih jauh ke dalam otak dan mencapai korteks
sehingga memasuki saraf kesadaran. Sistem yang terdiri dari mata dan
alur saraf yang mempunyai peranan penting dalam melihat di subut
alat visual. Mata mengendalikan lebih dari 90 % dari kegiatan seharihari. Dalam hampir semua jabatan visual ini memainkan peranan yang
menentukan. Organ visual ikut bertanggung jawab atas timbulnya
gejala kelelahan umum.
B. DEFINISI
Strabismus adalah gangguan visual dimana mata tidak sinkron dan
titik fokus menuju ke arah yang berbeda. Ketidak sinkronan ini dapat
selalu hadir atau datang dan pergi. Kadang-kadang, hanya satu mata yang
terkena dengan pandangan balik ke dalam (esotropia), ke luar (eksotropia)
atau ke bawah, sedangkan mata yang lain mengarah lurus ke depan
(Kamus Kesehatan).
Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata
tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda.
Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang
suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat oleh
kedua

mata

tersebut

menjadi

satu

gambaran

tiga

dimensi

yang

memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception).


Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan
meminta

pasien

memandang

lurus

ke

depan.

Ketika

satu

mata

memandang

lurus

ke

depan

maka

mata

sebelahnya

dapat

saja

memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke bawah


(hipotropia) atau ke atas (hipertropia). (Ns. Anas Tamsuri. 2010).
Mata juling adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan kedua
mata untuk terletak lurus yang mungkin diakibatkan karena tidak
sempurnanya penglihatan kedua mata atau terjadi gangguan saraf yang
menggerakan otot-otot mata (Ilyas Sidarta, 2004)
C. ETIOLOGI
1. Faktor Keturunan
Genetik Pattern nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya
sudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi
berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi
akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
a. Kelainan otot ekstraokuler
b. Over development
c. Under development
d. Kelainan letak insertio otot
3. Gangguan pada saraf kranial III, IV Troklearis, atau VI (abdunces)
4. Kelainan dari tulang-tulang orbital
a. Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan
orbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
b. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
c. Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e. Kelainan Sensoris (Ns. Anas Tamsuri. 2010)
5. Strabismus biasanya disebabkan oleh:
a. Tarikan yang tidak sama pasa 1 atau beberapa otot yang
menggerakan mata (strabismus non paralitik). Strabismus non
paralitik biasanya disebabkan oleh suatu kelainan di otak
b. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak

mata

(strabismus paralitik). Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan


oleh kerusakan saraf.
D. KLASIFIKASI
1. Exotropia (Strabismus Divergen)
1) Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
2) Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian
mengalami progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada
akhirnya menjadi exotropia yang konstan, bila tidak diberi
pengobatan
3) Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.

4) Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini


memerlukan tindakan operasi.
2. Esotropia
1) Non Paralytic (Comitant)
2) Non Akomodatif Esotropia Dibagi menjadi :
a) Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi
syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur
6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
b) Esotropia Didapat
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor
akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada
esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
c) Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk
memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang
dekat.
Tanda klinik :
i. Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih
menyolok pada satu mata (anisometropia).
ii. Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama
pada kedua mata.
iii. Pengobatan :
- Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua
mata yang ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat
dikombinasikan

dengan

Orthoptica

untuk

mengembagkan fungsi binokuler.


- Operasi
d) Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal,
tetapi

ada

divergensi

fusi

relatif

yang

kurang

untuk

mempertahankan mata supaya tetap lurus.


Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
i. Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar
bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
ii. Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina
refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
- Esotropia akomodatif karena hiperophia
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi
dapat juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua

- Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi


Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat.
Kelainan refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun
sering ditemukan hiperophia sedang. Karena penyebabnya
hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila
pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering
terjadi amblypobia. Untuk amblypobia pengobatannya dengan
oklusi terlebih dahulu.
3. Hypotropia
Satu mata kebawah yang nyata dengan pemberian nama deviasi
vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa
memperhitungkan

penyakit

spesifik

yang

menyebabkan

arah

pandangan satu mata ke bawah (juling ke bawah).


4. Hypertropia
Juling ke atas Deviasi satu mata keatas yang nyata Penyebab :
Kelainan anatomi congenital. Pelekatan pita fibrosa abnormal Cidera
kepala tertutup

Tumor orbita, kerusakan batang otak dan penyakit

sistemik seperti miastemia gravis ,sklerosis multiple dan penyakit


grave.
E. PATOFISIOLOGI
Gangguan tersebut dapat dibedakan dalam gangguan yang bersifat
organik dan bersifat fungsional. Gangguan organik adalah timbulnya
kelainan susunan jaringan yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
sedangkan gangguan fungsional penglihatan adalah gangguan dalam
penglihatan yang tidak disebabkan karena kelainaan organik. Gangguan
fungsional yang timbul dalam masa perkembangan disebut sebagai
Developmental Arrest dapat timbul karena hal-hal di bawah ini :
1. Anisometropia
Apabila seseorang berbeda derajat hipermetropinya sebanyak
dua dioptri atau lebih, maka secara sadar atau tidak ia akan memakai
mata

dengan

penglihatan

derajat

jauh

hipermetropia

maupun

dekat,

yang

karena

lebih

ringan

untuk

jumlah

enersi

untuk

akomodasi yang diperlukan untuk melihat jelas adalah lebih ringan.


Denga jumlah akomodasi ini mata dengan hipermetropi yang lebih
berat tidak pernah melihat dengan jelas, baik untuk penglihatan

dekat maupun jauh. Bila keadaan ini terjadi secara dini dalam masa
perkembangan penglihatan dan di biarkan sampai anak berumu lebih
dari

lima

tahun

maka

kemajuan

melihat

dari

mata

dengan

hipermetropia yang lebih tidaklah sebaik di banding mata lainnya.


Kelemahan penglihatan yang tidak di dasarkan pada adanya kelainan
organik disebut ambilopia.
Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada
umumnya tidak mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok,
disebabkan oleh kerena mata dengan miopia yang lebih berat
sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda secara jelas untuk dekat
tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya bersifat
progresif dan umumnya belum terdapat secara menyolok pada usia
sangat muda.
2. Aniseikonia
Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu
dan dua meter dihadapan kita, kemudian menutup satu mata
berganti, maka kita akan mengetahui bahwa terdapat perbedaan
bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita perhatikan.
Perbedaan penglihatan antara mata kanan dan kiri tersebut dikenal
dengan nama penglihataan diantara dua mata kita. Disparitas yang
ringan

memang

diperlukan

untuk

kemampuan

penglihatan

stereoskopik.
Disparitas penglihatan yang terlalu besar, seperti contohnya
seorang dengan afaki monokular yang dikoreksi dengan kaca mata,
mengakibatkan kesulitan bagi sistem saraf pusat untuk menyatukan
(memfusikan) menjadi satu bayangan tunggal dan benda-benda yang
dilihat akan tampak ganda. Disparitas penglihatan yang menimbulkan
gangguan

berupa

penglihatan

ganda

atau

diplopia

disebut

aniseikonia. Seseorang yang menderita diplopi sudah barang tentu


akan

menjadi

binggung

seperti

seorang

yang

baru

belajar

menggunakan mikroskop monokular, secara sadar ataupun tidak


akan menutup salah satu matanya agar penglihatan menjadi tunggal
kembali. Lama kelamaan orang tersebut akan belajar mengelimi nasi
bayangan salah satu matanya dan disebut sebagai image supression

dan dalam buku ini akan disebut sebagai supresi. Supresi dapat
dilakukan secara sadar pada ke dua mata berganti ganti menjadi
dan disebut Alternating Suppression, tapi dapat pula terjadi secara
terus menerus pada mata yang sama dan memilih menggunakan
mata lainnya untuk penglihatan. Dalam hal ini maka mata yang
dipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata yang
dominan sedang mata yang mengalami supresi sebagai mata malas
(lazy eye). Mata malas dalam keadaan sehari-hari tidak dipakai
melihat, maka pada umumnya mata ini mengalami kemundurankemunduran fungsional dan menjadi ambliopia bahkan kadangkadang mengalami deviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.
Penglihatan ganda atau diplopia dapat pula disebabkan karena
kelainan orbita atau menderita kelumpuhan otot pergerakan mata.
Dalam hal ini penglihatan ganda terjadi karena arah penglihatan
mata yang satu berbeda dari mata yang lainnya.
3. Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot

mata

luar

sedemikian rupa sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian


akan selalu jatuh tepat di kedua fovea sentralis. Otot penggerak
kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan selalu bergerak
secara

teratur;

gerakan

otot

yang

satu

akan

mendapatkan

keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya. Keseimbangan yang ideal


seluruh otot penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat selalu
melihat secara binokular.
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata
yang

tidak

terjadilah

dapat

gangguan

mengimbangi
keseimbangan

gerak
gerak

otot-otot
antara

lainnya,maka
kedua

mata,

sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar letak


benda yang menjadi perhatiannya dan disebut juling (crossed Eyes).
Gangguan keseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa
disebabkan oleh hal-hal berikut:
a) Pertama apabila aktivitas dan

tonus

satu

atau

lebih

otot

penggerak menjadi berlebihan; dalam hal ini otot bersangkutan


akan menarik bola mata dari kedudukan normal. Apabila otot yang

hiperaktif adalah otot yang berfungsi untuk kovergensi terjadilah


juling yang konvergen (esotropia).
b) Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari
otot penggerak bola mata aktivitas atau tonusnya menjadi
melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi pada otot yang dipakai
untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen (ekstropia).
Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas,
besarnya sudut deviasi adalah berubah-ubah tergantung pada arah
penglihatan penderitaan. Keadaan juling seperti itu disebut sebagai
gangguan keseimbangan gerak yang inkomitat. Sebagai contoh
adalah suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan, maka besar
sudut deviasi adalah kecil bila penderita melihat kearah kiri dan
membesar bila arah pandang ke kanan.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata dapat pula terjadi
karena suatu kelainan yang bersifat sentral berupa kelainan stimulus
pada otot. Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan
sehingga

akan

didapatkan

seorang

penderita

kedudukan

bola

matanya normal pada penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi


juling konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi); demikian
kita kenali:
a) Convergence excess bila kedudukan bola mata penderita normal
melihat jauh dan juling ke dalam esotopia pada waktu melihat
dekat.
b) Divergence excess (aksi lebih konvergensi) bila kontraksi otot
penggerak bola mata penderita normal pada penglihatan dekat,
tetapi juling keluar (divergent squint) bila melihat jauh.
c) Convergence insuffiency bila kedudukan bola mata normal pada
pennglihatan jauh tapi juling keluar pada waktu melihat dekat.
d) Divergence insuffiency bila penderita mempunyai kedudukan bola
mata yang normal untuk dekat tetapi juling ke dalam bila melihat
jauh.
4. Gerak Bola Mata
Gangguan yang mendadak pada salah satu otot luar bola mata
biasanya akan menimbulkan keluhan diplopia. Diplopia ini bisa pada
semua posisi bola mata akan tetapi dapat juga hanya pada posisi
tertentu sehingga penderita selalu berusaha melihat sedemikian rupa

dimana tidak terdapat diplopia. Sebaliknya tidak terdapatnya diplopia


bukan berarti tidak adanya gangguan pergerakan bola mata.
Sehingga pemeriksaan pergerakan bola mata haruslah dilakukan
pada semua penderita baik dengan diplopia atau tanpa keluhan
diplopia.
a) Kedudukan bola mata
Kedudukan bola mata yang normal adalah sejajar (ortoforia) dan
dapat diperiksa dengan berbagai cara seperti cover test, uji
Hirschberg dan lain-lain. Pada keadaan dimana kedudukan bola
mata tidak sejajar (heteroforia seperti pada eksoforia, esoforia
atau hiperforia), maka haruslah diselidiki apakah ini disebabkan
suatu parese, dorongan atau hambatan mekanik atau strabismus
non paretik.
b) Pergerakan dua mata (versi)
Pergerakan dua mata diperiksa dengan cara meminta penderita
mengikuti gerakan suatu obyek yang dipegang oleh pemeriksa
yang digerakkan ke arah yanng diinginkan biasanya pemeriksaan
dilakukan pada 6 arah utama.
Pada keadaan strabismus (heteroforia)

maka

pemeriksaan

dilakukan pada masing-masing mata.


c) Pergerakan satu mata (Duksi)
Pada pemeriksaan ini satu mata penderita ditutup dan mata
lainnya diminta untuk mengikuti gerakan obyek yag dipegang
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan versi.
5. Foria dan Tropia
Kelainan kedudukan bola mata dibagi dalam kedudukan yang
bersifat laten dan yang manifes. Kelainan kedudukan laten disebut
sebagai Foria sedang manifes disebut sebagai Tropia, sedang
keadaan normal disebut sebagai ortoforia.
Tergantung arah deviasinya kelainan kedudukan bola mata
disebut esoforia/tropia apabila deviasi axis penglihatan berdeviasi ke
arah superior maka disebut sebagai hipertrofia/tropia dan bila ke
arahinverior maka disebut sebagai hipovoria/tropia. Bila salah satu
mata terletak lebih tinggi dari lainnya disebut sebagai hipertropia dan
dinyatakan mata mana yang terletak lebih tinggi.
F. WOC

Faktor
Keturunan

Kelainan
Anatomi

Gangguan saraf III, IV


troklearis, atau VI
Abdunces

Panjang otot
bola mata
tidak sama
Arah bola mata
tidak sama
MK :
Ganguan
Citra tubuh

Kelainan tulangtulang orbital

Lesi disalah
satu syaraf

Bentuk dan
orbital abnormal

Kurangnya
persyarafan ke
otot

Penyimpangan
bola mata

Perubahan
posisi mata

Fovea tidak bisa


mengoreksi
bayangan yang
datang
Terjadi
aniseikonia

Strabismus
(Juling)

Susunan reseptor
terganggu
Bayangan yang
datang tidak
jelas/ganda

MK : Resiko
Cidera

Sinyal ke otak
terganggu
MK : Gangguan
sensori
penglihatan

G. MANIFESTSASI KLINIS
1. Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak
lurus atau tidak terlihat memandang ke arah yang sama seperti mata
sebelahnya. Kadang-kadang anak-anak akan memicingkan/menutup
sebelah matanya saat terkena sinar matahari yang terang atau
memiringkan

kepala

mereka

agar

dapat

menggunakan

kedua

matanya sekaligus.
2. Anak-anak yang menderita strabismus sejak lahir atau segera
sesudahnya, tidak banyak mengeluhkan adanya pandangan ganda.
Tetapi anak-anak yang mengeluhkan adanya pandangan ganda harus
diperiksa dokter spesialis mata anak dengan seksama. Semua anak
seharusnya diperiksa oleh dokter spesialis mata anak sejak dini
terutama bila dalam keluarganya ada yang menderita strabismus atau
ambliopia.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. E-chart / Snellen Chart
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5
tahun, sedangkan diatas umur 5 6 tahun dapat digunakan Snellen
chart.
2. Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
a. Objektif dengan optal moschope
b. Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
c. Dengan oklusi / menutup cat mata
3. Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
4. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif
dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %,
diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif seperti pada orang
dewasa.
5. Cover Test : menentukan adanya heterotropia
Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
6. Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea
dengan cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan
setinggi kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
7. Prisma + cover test
Mengubah arah optic garis pandang
8. Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah
cahaya refleks kornea dengan prisma.
9. Pemeriksaan gerakan mata
a. Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan
rotasi dapat diketahui. kelemahan seperti ini biasanya karena para
usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
b. Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara
subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek
yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea ,kedua objek akan terlihat

seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat


saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi
tidak memberikan kesan tunggal.
I. PENATALAKSANAAN
1. Orthoptic
a. Oklusi
b. Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata
yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan
membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai
cara.
c. Pleotic
d. Obat-obatan
e. Latihan dengan synoptophone
2. Memanipulasi akomodasi
a. Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
b. Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
3. Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara
menutup mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin

dan

mengikuti petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya


dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang
sebelum usia 8 tahun.
4. Suntikan toksin botulin
5. Operatif
a. Recession : memindahkan insersio otot
b. Resertion : memotong otot ekstraokuler

Вам также может понравиться