Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu.
Di dalam laporan hasil diskusi tutorial keenam pada blok 14 ini, kami mendiskusikan
skenario mengenai seorang laki-laki berusia 40 tahun yang mengalami perdarahan
gastrointestinal bagian bawah. Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah
kami diskusikan pada pertemuan-pertemuan tutorial minggu keenam blok digestif. Semoga
hasil diskusi tutorial ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram untuk lebih memahami mengenai penyakit-penyakit gastrointestinal
bagian bawah. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut
membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan
dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
I. Pendahuluan
1.1 Skenario 6 Blok 14...............................................................................
1.2 Keywords..............................................................................................
II. Pembahasan
2.1 Hemoroid..............................................................................................
2.2 Fisura Ani..............................................................................................
2.3 Polip Kolon...........................................................................................
2.4 Kanker Kolorektal................................................................................
2.5 Analisis Skenario..................................................................................
6
15
18
23
28
III.Penutup
3.1 Kesimpulan.........................................................................................
31
32
I. PENDAHULUAN
1.1 Skenario 6 Blok 14
Seorang laki-laki berusia 40 tahun, pekerjaan supir bus antar pulau, datang ke RSUD
Kota Mataram dengan keluhan buang air besar (BAB) berdarah segar sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya, darah hanya keluar pada akhir BAB, tetapi sekarang sepertinya sejak awal sudah
ada darahnya tetapi di permukaan feses saja. Sebulan sebelumnya pasien pernah mengalami
berak darah juga, tetapi disertai lendir, baunya busuk, dan perutnya sakit. Saat ini dia tidak
mengeluh diare, mual, muntah, dan sakit perut. Sejak lama memang dia sudah sering
mengeluh susah dan jarang BAB dan sering merasa tidak nyaman di dubur. Karena
keluhannya ini, dia semakin menahan keinginannya untuk BAB, nyerinya membuat ia ingin
pingsan. Pasien sangat menyukai makanan berlemak dan tidak menyukai sayuran.
Pada pemeriksaan tanda vital: TD 110/70 mmHg, nadi 88 kali/menit, RR 20
kali/menit, suhu 37oC, pasien terlihat menahan sakit saat duduk. Pada pemeriksaan fisik
abdomen tidak ditemukan nyeri atau hepatomegali. Pada pemeriksaan RT, tidak ditemukan
lendir, ada darah dan teraba massa. Dokter merencanakan pemeriksaan lanjutan untuk
menegakkan diagnosis.
1.2 Keywords
- Hematochezia
- Tidak nyaman di dubur
- Suka makanan berlemak dan tidak suka sayur
- Nyeri hebat saat BAB
- Sakit saat duduk
- Tidak ada nyeri abdomen dan hepatomegaly
- Teraba massa saat RT
Laki-laki berusia
40 tahun
Hasil anamnesa:
- Nadi 88x/menit
- Frekuensi nafas 20x/menit
- Suhu 37C
Rectal Touche:
lendir (-), darah (+), massa (+)
II. PEMBAHASAN
2.1 Hemoroid
2.1.1 Definisi
Hemoroid adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah
vena di bagian bawah dari saluran cerna, yaitu rektum dan anus. Keadaan ini terjadi
akibat peningkatan tekanan di daerah tersebut.
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas
histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a.
Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri
somatik.
b.
Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.
2.1.2 Etiologi
Etiologi pasti penyebab hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus.
2.1.3 Epidemiologi
Hemoroid bisa terjadi pada semua umur. Hemoroid biasa menyerang pada usia 20-50
tahun baik pada laki-laki maupun perempuan tetapi paling banyak terjadi pada umur
45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun. Prevalensi
meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi. Angka
prevalensi hemoroid di akhir pertengahan abad ke-20 dilaporkan menurun. Sepuluh juta
orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan prevalensi lebih dari 4%. Laki-laki dan
6
b.
Umur: pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
c.
d.
Pekerjaan: orang yang harus berdiri, duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
e.
f.
Endokrin: pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus
oleh karena ada sekresi hormon relaksin.
g.
2.1.4 Patofisiologi
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Biasanya terdapat tiga bantalan besar anal, terletak di anterior kanan,
posterior kanan, dan bagian lateral kiri dari anal kanal, dan berbagai nomor bantalan
yang terletak di antara mereka (Figure 1). Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular
tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia.
7
Perdarahan.
Gatal.
Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Gatal.
yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan
2. Inspeksi
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu keluhan di region anal yang
dapat ditegakkan dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan
mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit
dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, kanan depan,
kanan belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang kecil terletak diantara ketiga posisi
tersebut. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan
adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian lainnya ditutupi kulit dan
bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
3. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium awalnya merupakan pelebaran vena yang lunak dan
mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid
berlangsung beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba.
Pemeriksaan Penunjang
1. Rectal toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri. Hemoroid ini
dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Thrombosis dan fibrosis bpada perabaan teraba padat
dengan dasar lebar.
2. Anuskopi
Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat
sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika penderita diminta untuk
mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan
lebih nyata banyaknya benjolan, derajat, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip,
fissura ani, dan tumor ganas harus diperhatikan.
3. Proktosigmoidoskopi
Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang
atau keganasan
10
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi non bedah
a.
Medikamentosa
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali
efek anestetik dan astringen.
b.
Diet.
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya
terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan ini
membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
c.
Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal
untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga
dapat meringankan nyeri.
d.
Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol
dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar
yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril
yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskopi.
Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit
penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan.Terapi suntikan bahan sklerotik bersama
nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat
I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.
e.
Ligasi dengan gelang karet
Ligasi pita karet merupakan tindakan yang paling populer di Amerika untuk
mengobati ambeien, karena tanpa anestesi, tanpa sedasi, dan tanpa rawat inap dengan
biaya relatif murah dibandingkan operasi teknik hemorrhoidektomi. Namun, tindakan
ini hanya efektif pada ambeien tingkat dua dan tiga. Teknik ini sebetulnya bisa jadi
solusi yang sangat bermakna untuk pasien ambeien yang tidak mau dioperasi tetapi
ingin ambeiennya di terapi secara efektif. Di Indonesia alat ini belum beredar secara
luas, sehingga teknik ini masih terbatas penggunaannya. Teknik ini pada sederhananya
hanya memasangkan pita karet di dasar ambeien yang berfungsi menjepit pembuluh
11
darah yang mendarahi ambeien tersebut. Dalam beberapa hari ambeien akan mati dan
terlepas sendiri bersama dengan buang air besar. Biasanya setelah tiga hingga empat
hari. Jaringan yang ditinggalkan akan meninggalkan bekas luka yang sedikit
mengeras. Gunanya untuk mencegah ambeien ini timbul kembali. Pada satu kali terapi
hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu 2 4 minggu. Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan
cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi.
Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 10
hari.
f.
Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali menggunakan CO2
atau NO2, sehingga terjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis. Jika digunakan dengan
cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum,
maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan
gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang
dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat
praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik
sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma rektum yang ireponibel
g.
Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Dengan metode Transproctoscopie Doppler Ultrasound Haemorrhoidal Artery
Ligation (TDUHAL). Pelaksanaan metode ini cukup sederhana; pasien hanya menjalani
tindakan pengikatan pembuluh darah arteri yang mengarah ke pembengkakan ambeien.
Ciri khas metode TDUHAL adalah dipergunakannya alat bantu doppler ultrasound
beserta perlengkapan pendukungnya. Pada peralatan canggih dan mahal ini terdapat
doppler transducer, semacam sensor yang dilengkapi pengeras suara. Dengan bantuan
alat ini, dokter bisa mendengarkan suara detak nadi sehingga bisa diketahui arteri mana
yang bermasalah. Di depan Doppler transducer, terdapat jendela kecil dan lampu. Dari
lubang inilah dokter melakukan pengikatan pada arteri bermasalah tadi. Titik
pengikatan kirakira 10 cm dari anus. Dengan terapi pendahuluan berupa pemberian
obat penenang agar tidak gelisah, tindakan ini hanya memerlukan waktu 15 menit
ditambah untuk pemulihan akibat obat penenang selama sekitar 30 menit, penanganan
ambeien dengan cara ini tidak menimbulkan rasa sakit berarti. Pasca tindakan tidak
diperlukan perawatan khusus. Pasien tidak perlu menjalani rawat inap. Hanya diberi
12
obat antibiotika, obat antinyeri, obat hemoroid (anusol), dan obat pencahar untuk
melembekkkan kotoran. Dengan dilakukannya pengikatan arteri, hemoroid tidak lagi
mendapat pasokan darah. Menurut teori, dua minggu setelah pengikatan, pembuluh
darah akan mati, karena itu, lama-kelamaan benjolan akan menyusut, bukan hilang.
Tingkat keberhasilan metoda ini sekitar 80%. Metode TDUHAL paling baik untuk
menangani hemoroid sampai tingkat ketiga. Makin parah ambeien yang diderita pasien,
makin banyak pengikatan yang dilakukan.
h.
Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat
yang
dinamakan
yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan
kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus
digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis
analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu
bedah konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser sebagai
alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
2.1.8 Komplikasi
Perdarahan.
Hemoroidal strangulasi (hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani).
2.1.9 Prognosis
Pada sebagian besar kasus hemoroid, prognosisnya baik jika diberikan pengobatan
konservatif atau penatalaksanaan non farmakologis, seperti perbaikan pola hidup dan
perbaikan cara defekasi.
Dengan terapi yg sesuai, pasien yg simptomatik akan menjadi asimptomatik. Dengan
melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi hasilnya sangat baik, namun bisa
muncul kembali dengan angka kejadian sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti ligasi
cincin karet dapat menimbulkan rekuren sekitar 30-50% antara kurun waktu 5-10 tahun
ke depan.
2.2 Fisura Ani
2.2.1 Definisi
Fisura ani adalah timbulnya luka atau robekan pada kulit kanal anal. Fisura ani
biasanya memanjang dari pembukaan anus dan biasanya terletak pada midline
posterior, kemungkinan karena dinding anus pada lokasi tersebut kurang kuat dan
memiliki perfusi yang kurang baik. Kedalaman fisura dapat bersifat superfisial hingga
sampai pada otot sfingter.
2.2.2 Etiologi
14
Umumnya disebabkan oleh cedera karena buang air besar yang keras dan besar. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti : diet rendah serat, kebiasaan duduk
lama, kebiasaan merokok, ada riwayat diabetes mellitus. Luka epitel memanjang sejajar
sumbu anus. Fisura biasanya tunggal dan terletak digaris tengah posterior, dapat terjadi
karena konstipasi, diare, agen infeksi, trauma perianal dan crohns disease.
2.2.3 Epidemiologi
Insidensi terjadinya fisura anal sama pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Penyakit ini cenderung terjadi pada orang muda dan dewasa muda. Insidensi
terjadinya fisura ani merupakan 1 dalam 350 orang.
2.2.4 Patofisiologi
Trauma pada anal kanal terjadi bersaman dengan terjadinya defekasi. Luka dapat
terjadi pada anterior ataupun yang lebih sering pada posterior anal kanal. Iritasi
menyebabkan trauma pada anal kanal akibat peningkatan tekanan internal sfingter.
Supply darah ke sfingter dan anal mukosa secara lateral. Oleh karena itu, peningkatan
tonus sfingter anal dapat menyebabkan iskemi yang bersifat relatif pada daerah fissure
dan akan menyebabkan lambatnya penyembuhan anal injury.
Umumnya disebabkan oleh cedera karena buang air besar yang keras. Gangguan pada
saat BAB mempermudah timbulnya luka pada mukosa anus. Luka pada anus
menyebabkan sfingter mengalami spasme dan menyulitkan penyembuhan. Pada
mukosa anus, terdapat banyak saraf sensorik sehingga luka kecil pun akan
menyebabkan rasa sakit. Rasa nyeri ini akan merangsang otot polos untuk semakin
menegang dan pasien semakin takut untuk BAB sehingga ia berusaha untuk
menahannya. Pada akhirnya pasien menahan BAB dan feses menjadi semakin keras
sehingga luka menjadi semakin luas.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Fissura menimbulkan nyeri dan perdarahan selama atau segera setelah buang air
besar. Rasa nyeri berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
kemudian menghilang sampai saat buang air besar berikutnya. Rasa sakit bisa sampai
menyayat sedangkan perdarahan dapat terjadi walaupun tidak sebanyak pada wasir.
15
bawah
dan
hipertrofi
papilla
pada
bagian
atas.
Kadang-kadang
Pada perdarahan samar karena defisiensi besi yang serius biasanya muncul berupa
pucat, takikardia, hipotensi postural, dan aktivitas jantung yang hiperdinamik akibat
tingginya curah jantung. Temuan lain yang jarang di antaranya papil, edem, tuli, parese,
nervus kranial, perdarahan retina, koilonetia, glositis, dan kilosis. Limfadenopati masa
hepatosplemegali atau ikterus merupakan petunjuk ke arah keganasan sementara nyeri
epigastrium ditemukan pada penyakit asam lambung. Splenomegali, ikterus atau spider
nevi meningkatkan kemungkinan kehilangan darah akibat gastropati hipertensi portal.
Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
c.
d.
2.2.7 Penatalaksanaan
Dengan salep, obat rendam, suppositori, obat pencahar dan terutama juga perubahan
cara hidup seperti banyak makan makanan berserat, banyak minum, olahraga dan
usahakan buang air besar yang teratur. Pada dasarnya yang terpenting harus diusahakan
agar faeces atau kotoran tidak keras. Umumnya Anal Fissur akut dapat sembuh dengan
pengobatan cara ini. Setelah terapi dengan obat, salep dan lain-lain tidak berhasil dan
sakit bertambah berat dan sering, maka terapi selanjutnya yang terbaik adalah dengan
cara operasi.
Prinsip dari operasi ialah mengurangi ketegangan otot sphincter. Jika setelah di
anestesi ternyata ketegangan tidak terlalu parah maka cukup dengan dilatasi dan
pembersihan luka. Jika tetap tegang sehingga misalnya hanya dapat masuk untuk 1-2
jari maka sebagian otot sphincter dubur harus dibelah sehingga ketegangan berkurang
hingga masuk untuk minimal 4 jari. Pembelahan dilakukan dari samping dubur.
Prosedur ini disebut Lateral Sphinkterotomi. Penyembuhan memakan waktu beberapa
minggu tetapi rasa sakit umumnya akan hilang dalam beberapa hari. Lebih dari 90 %
setelah operasi tidak ada keluhan lagi.
2.2.8 Komplikasi
Fisura ani bila tidak ditangani dengan benar atau tidak segera mendapatkan
penanganan makan akan menimbulkan komplikasi seperti berikut:
17
2.3.3 Epidemiologi
Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis yakni polip juvenile, polip hyperplastic dan polip
adenomatosa. Hanya polip adenomatosa yang telah jelas merupakan cikal bakal
terjadinya kanker. Polip adenomatosa yakni polip asli yang bertangkai dan yang jarang
ditemukan pada usia < 21 tahun. Insedensinya meningkat dengan meningkatnya usia .
Polip adenomatosa dapat ditemukan pada colon sekitar 30 % pada orang muda dan
18
50% pada orang-orang yang lebih tua. Bagaimanapun hanya < 1% yang akan menjadi
ganas. Pada umumnya semua polip tidak menunjukkan gejala dan biasanya tidak
terdeteksi. Adanya darah samar pada feses terjadi pada <5% orang dengan polip. Polip
juvenile terdapat pada anak berusia sekitar 5 tahun. iapapun dapat mengalami polip
pada kolon. Orang yang mempunyai risiko tinggi mengalami polip kolon yaitu yang
berusia lebih dari 50 tahun, kelebihan berat badan atau perokok, makan tinggi lemak
dan kurang serat, serta yang memiliki riwayat keluarga yang pernah terkena polip kolon
atau kanker kolon.
2.3.4 Patofisiologi
Polip dikenal melalui struktur dan jenis jaringan. Kebanyakan polip adalah adenoma,
tumor epitel jinak yang dianggap premalignant lesi. Kurang dari 10% dari lesi ini
kemajuan untuk menjadi kanker, namun hampir semua kanker kolorektal timbul dari
adenomatosa polip. Adenoma dapat terjadi dalam pedun-culated atau bentuk villous.
Sebuah pedunculated polip adalah struktur globelike menempel pada dinding usus
tipis, stalklike batang. Insiden polip jenis ini meningkat dengan usia, meskipun itu
terjadi di semua kelompok usia dan pada kedua jenis kelamin. Sebagian besar kecil, 1
cm atau kurang dalam diameter, meskipun mereka mungkin lebih besar daripada 4-5
cm. Potensi yang maligna polip ini tampaknya terkait dengan ukuran mereka. Satu
persen dari mereka yang di bawah 1 cm diameter adalah kanker, sedangkan 45%
adenomas lebih besar dari 2 cm adalah kanker. Polip ini berisi proliferasi kelenjar dan
kadang-kadang juga disebut tubular adenomas.
Sebuah villous atau sessile (luas) polip terikat oleh membran dasar yang luas. Jenis
polip ini umumnya lebih besar daripada - pedunculated atau tubular adenomas,
biasanya lebih dari 5 cm. Hal ini kurang umum daripada tipe dan pedunculated lebih
sering terjadi sebagai lesi tunggal. Polip Villous mengandung proliferasi vili dan
memiliki potensi ganas yang lebih tinggi daripada tubular adenomas, diperkirakan
mencapai 25% sampai 40%. Beberapa adenoma polip mengandung epitel tubulus dan
vili dan dikenal sebagai tubulovillous adenomas.
Familial poliposis adalah dominan autosomal yang jarang kelainan genetik yang
ditandai oleh ratusan polip adenomatosa sepanjang usus besar. Baik sessile polip
19
pedunculated dan terlihat, biasanya berkembang pada masa pubertas. Risiko keganasan
hampir 100% pada usia 40 dengan keluarga poliposis.
Kebanyakan polip tidak menunjukkan gejala, ditemukan kebetulan saat pemeriksaan
rutin atau tes diagnostik. Intermiten tanpa nyeri pendarahan anus, merah terang atau
gelap, adalah presentasi yang paling umum keluhan. Polip besar dapat menyebabkan
kram perut, nyeri, atau manifestasi dari obstruksi. Diare dan lendir dapat berhubungan
dengan adenoma besar.
2.3.5 Manifestasi Klinis
Biasanya kebanyakan polip bersifat asimptomatik. Bila gejala timbul, maka
perdarahan adalah gejala yang paling sering terjadi. Bila sangat besar, maka polip dapat
menyebabkan nyeri abdomen akibat obstruksi usus sebagian.
- Polip juvenile: perdarahan spontan + lendit
- Polip hiperplastik: asimptomatis sehingga perlu dilakukan biopsi
- Polip adenomatosa: sering pada sigmoid dan rektum sehingga biasanya akan terjadi
perdarahan pada rektum, dimana jika perdarahan banyak akan menyebabkan anemia,
kemudian dapat pula terjadi prolaps ani, dan perubahan pola defekasi.
2.3.6 Penegakkan Diagnosis
Pada pemeriksaan colok dubur akan dapat dirasakan oleh jari tangan adanya polip di
rektum. Selain itu, polip biasanya ditemukan pada pemeriksaan rutin sigmoidoskopi.
Bila pada sigmoidoskopi ditemukan polip, maka dilakukan kolonoskopi untuk
memeriksa keseluruhan usus besar. Pemeriksaan ini dilakukan, karena seseorang sering
memiliki polip lebih dari satu dan karena polip bisa bersifat ganas. Pada kolonoskopi
juga dilakukan pengambilan contoh jaringan untuk biopsi dari daerah yang
kelihatannya ganas. Barium enema dengan memasukkan cairan yang disebut barium ke
dalam rektum sebelum membuat foto sinar X. Barium membuat usus tampak putih pada
hasil foto. Polip tampak hitam, sehingga lebih mudah dilihat. Sigmoidoskopi, dengan
pemeriksaan ini, dapat melihat bagian dalam usus. Prosedur dilakukan dengan
memasukkan pipa kecil elastis ke dalam rektum. Alat ini dinamakan sigmoidoskopi. Di
ujung alat ini terdapat kamera mini dan bola lampu. Sigmoidoskopi digunakan untuk
20
melihat sepertiga bawah usus besar. Kolonoskopi, tes ini mirip dengan sigmoidoskopi,
tetapi dapat melihat semua bagian usus besar. Tes ini biasanya membutuhkan sedasi.
2.3.7 Penatalaksanaan
Meskipun beberapa jenis polip kolon lebih memungkinkan berkembang menjadi
ganas, ahli patologi biasanya harus memeriksa jaringan polip di bawah mikroskop
untuk menentukan apakah itu berpotensi menjadi kanker. Untuk alasan ini, dokter
kemungkinan akan melakukan biopsi (pengambilan selapis tipis jaringan untuk
pemeriksaan histologis) pada polip yang ditemukan.
a.
Operasi
Colonoscopy atau sigmoidoscopy tidak terlalu aman dilakukan pada polip yang terlalu
besar, sehingga biasanya dilakukan pembedahan yang seringkali menggunakan teknik
laparoskopi. Setelah bagian kolon yang terdapat polip diangkat, polip masih dapat
tumbuh kembali di permukaan lain kolon, sehingga penting untuk memantau terus
kondisi kolon.
c.
21
Dalam kasus yang jarang, sindrom yang diturunkan seperti familial adenomatous
polyposis (FAP), dokter bedah dapat melakukan operasi untuk mengangkat seluruh
kolon dan rektum (proctocolectomy total). Kemudian, dalam sebuah prosedur yang
dikenal sebagai ileal pouch-anal anastomosis, sebuah kantong yang dibangun dari ujung
usus kecil (ileum) yang melekat langsung ke anus. Hal ini memungkinkan untuk dapat
membuang feses secara normal, meskipun menyebabkan buang air besar lebih sering
dan dengan konsistensi yang lebih encer.
2.3.8 Komplikasi
a.
b.
c.
d.
e.
langsung.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
f.
g.
h.
2.3.9 Prognosis
Polip kolon adalah gumpalan kecil dari sel-sel yang terbentuk pada lapisan usus besar
(kolon). Polip kolon merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan
pertumbuhan tambahan pada permukaan lapisan dalam usus besar. Polip terbentuk
sebagai akibat dari pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Hal ini dapat disebabkan
oleh mutasi pada gen yang membantu mengatur pertumbuhan sel, yang menyebabkan
sel-sel terus membelah meskipun hal tersebut tidak diperlukan lagi.
2.4 Kanker Kolorektal
2.4.1 Definisi
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignan yang muncul pada jaringan
epithelial dari kolon atau rektum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma
yang berkembang dari polip adenoma.
2.4.2 Etiologi
22
Penyebab nyata kanker colon tidak diketahui, akan tetapi terdapat faktor resiko yang
berperan, termasuk riwayat polip kolon dalam keluarga atau kanker kolon, riwayat
penyakit usus unflamasi kronis dan diet tinggi lemak, protein, dan rendah serat.
2.4.3 Epidemiologi
Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi
di dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,
sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita
kanker.
Eropa sebagai salah satu negara maju dengan angka insiden kanker kolorektal yang
tinggi. Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan 1.711.000 kematian karena
kanker, kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan
mortalitas.
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada
kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal
menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang
pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data
dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,
terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan
Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di
Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan
wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari
kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi
kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak
terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya
sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid.
2.4.4 Patofisiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya, kanker kolorektal yang
23
sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat
faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang menjadi
kanker.
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang
mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan
adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang
mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas
genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom
(Cromosomal Instability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit (Microsatellite
Instability atau MIN). Umumnya asal kanker kolon melalui mekanisme CIN yang
melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga
timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya
perbaikan, ketidakcocokan atau missmatchrepair (MMR) dan merupakan terbentuknya
kanker pada sindrom Lynch.
Diet tinggi karbohidrat dan rendah serat dikemukakan dapat mengakibatkan
perubahan flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil pemecahan
protein dan lemak, sebagian zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini menjadi feses yang bervolume
kecil. Selain itu, masa transit feses meningkat. Akibatnya kontak zat berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
2.4.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bisa dijumpai tanpa keluhan
sampai adanya keluhan berat dan tergantung pada lokasi atau besarnya tumor. Pada
karsinoma kolon kanan, pasien datang dengan keluhan ada masa di abdomen kanan,
obstruksi akan timbul bila tumor sudah besar. Tumor kolon kiri lebih cepat terjadi
obstipasi dan tanda-tanda obstruksi.
Pada penderita kanker kolorektal, gejala umumnya asimptomatis atau relatif
bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul dapat berkaitan
dengan saluran cerna. Tanda dan gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Rasa tidak enak di perut atau
Nyeri abdomen merupakan keluhan paling sering disampaikan penderita. Namun
keluhan ini berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rectum.
Perdarahan perianal sebagai keluhan pertama penderita dengan gejala berupa
perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai tinja. Perubahan pola defekasi dapat
24
berupa; diare/ konstipasi, bentuk tinja seperti pensil, serta perut masih terasa penuh
meskipun sudah buang air besar. Adapun gejala lain yaitu: anemia idiopatik, mual,
malaise, hemoroid, anoreksia, dan perubahan berat badan (BB menurun) akibat iritasi
dan respon refluks.
2.4.6 Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Dalam anamnesis ada beberapa hal yang perlu ditanyakan seperti keluhan utama
yang dirasakan, keluhan penyerta dan lamanya keluhan tersebut timbul, sesuai
dengan tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada kasus kanker kolorektal. Selain
itu juga perlu ditanyakan penyakit yang pernah dialami dahulu, riwayat penyakit
yang ada didalam keluarga dan bagaimana progresifitas penyakit tersebut.
Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya untuk ditanyakan adalah pengobatan
yang telah diberikan dan bagaimana hasil dari pengobatan yang telah diberikan
tersebut. Selain itu juga ditanyakan faktor etiologi dan faktor resiko.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan pemeriksaan tanda vital, seperti
tekanan darah, frekuensi pernafasan, frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh.
-
Kemudian setelah itu baru dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan RT.
Inspeksi
umum : pada inspeksi umum dilihat apakah pasien sadar penuh atau tidak, terlihat
2. Biopsy
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi jenis malignansi yang
terjadi.
3. Barium enema
Barium enema merupakan suspense barium yang dimasukkan kedalam kolon
sebagai bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi saluran pencernaan
khususnya usus bagian bawah (kolon).
4. Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan pemeriksaan
endoskopi
kolon,
baik
secara
Laki-laki berusia 40 tahun: usia dan jenis kelamin pasien masuk dalam kelompok
yang beresiko untuk mengalami penyakit perdarahan gastrointestinal bawah.
menyebabkannya
sering
menahan
BAB
sehingga
dapat
BAB darah segar dengan darah menutupi feses: hal ini sering terjadi pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah seperti hemoroid atau fisura ani
Rasa tidak nyaman pada daerah dubur: rasa tidak nyaman ini dapat disebabkan
karena adanya lesi atau dilatasi pembuluh darah vena.
Sering menahan keinginan untuk BAB karena nyeri hebat yang dirasakan saat
BAB: hal ini sering dialami oleh penderita fisura ani. Rasa nyeri saat defekasi
timbul akibat feses mengenai luka yang ada pada kanal anal, oleh karena itu
pasien berusaha untuk menahan keinginan defekasi. Namun seiring waktu, feses
yang terkumpul dalam rektum akan semakin mengeras bila tidak dikeluarkan, dan
hal ini akan memperburuk keluhan pasien.
Pada rectal touch ditemukan adanya massa dan darah: massa yang ditemukan
pada saat pemeriksaan RT harus diperjelas, apakah massa tersebut timbul dari
mukosa atau feses yang mengeras. Kita dapat membedakannya dari tepinya;
apabila halus dan rata, kemungkinan adalah feses. Ditemukannya massa dapat
mengindikasikan terjadinya hemoroid, polip, atau bahkan keganasan. Pada
pemeriksaan fisura ani jarang ditemukan massa.
Dari hasil analisis skenario, kami mendiagnosis pasien suspek fisura ani dan
hemoroid.
28
sebagian besar telah mengandung bahan-bahan aktif seperti petroleum jelly atau
zinc oxide, analgesik seperti lidocaine, dan vasokonstriktor seperti epinefrin.
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) atau obat steroid untuk mengurangi
nyeri hebat yang dirasakan pasien setelah defekasi. OAINS dan steroid tidak
boleh digunakan dalam jangka waktu yang panjang karena OAINS dapat
menyebabkan gangguan pada mukosa gastrointestinal, dan obat steroid dapat
menyebabkan penipisan lapisan mukosa gastrointestinal.
29
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
30
Harrison, 2005. Principle of Internal Medicine, 16th Edition. United States of America:
McGraw-Hill.
Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
31