Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus
atau anus tidak sempurna. Insiden 1: 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTERL
Page
1
Page
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus
atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).1 Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
2. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. 2 Secara
umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra
merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan
pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata
diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.3
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak
rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4
3. Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena: 6
1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan
Page
3
4. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah klasifikasi Wingspread
yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk
tujuan terapi dan prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis. 2
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut: 1
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Wanita
Page
4
Fistula perineum
Fistula perineum
Fistula rektouretra
Fistula vestibular
Bulbar
Kloaka persisten
Prostatik
3 cm saluran umum
Atresia rektum
Atresia rektum
Defek kompleks
Defek kompleks
5. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa: 5
1) Perut kembung
2) Muntah
3) Tidak bisa buang air besar
4) Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan.
Atersia ani sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum berada pada lokasi
yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, atresia ani intermedia dimana
ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada. 9
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai
sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan
malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi
beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.2
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah: 2,3,10
Page
5
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui
adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular
septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae,
skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal. Beberapa
penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 %
sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,
Anorectal,
Tracheoesophageal
and
Renal
abnormality)
Anorectal,
6. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi
klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus
urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Page
6
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada
perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak
tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan
:1
a. Bayi/anak cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir6
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah
1.
Selama 24 jam pertama, bayi baru lahir hendaknya menerima cairan intravena, antibiotik,
dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah aspirasi. Klinisi perlu menggunakan waktu ini untuk
mengevaluasi adanya defek yang terkait seperti malformasi jantung, atresi aesofagus dan masalah
urologik. Sebuah ekokardiogam perlu dilakukakn, dan bayi hendaknya diperiksa bila ada atresia
esofagus. Radiografi polos pada spinal lumbar dan sakrum perlu diambil untuk mengevaluasi
Page
7
anomali hemovertebra dan sakrum. Ultrasonografi spinal membantu menyaring untuk tethered cord
dan masalah spinal lainnya. Ultrasonografi abdomen memeriksa adanya hidronefrosis. 2
Jika bayi mempunyai tanda-tanda fistula perineum, anoplasti bisa dilakukan tanpa
kolostomi protektif selama masa bayi baru lahir. Jika bayi masih sakit karena masalah terkait
lainnya, masih amat prematur atau jika klinisi memilih untuk menunggu hingga bayi sedikit lebih
tua, maka fistula bisa didilatasikan dengan lembut. Perbaikan pada kasus semacam ini hendaknya
tidak ditunda hingga lebih dari beberapa bulan. Setelah 24 jam, jika mekonium belum terlihat di
perineum atau di urin, maka perlu dilakukan pemeriksaan x-ray lateral cross table dengan bayi
berada pada posisi pronasi. Jika udara di rektum berlokasi di bawah koksigeus dan bayi berada
dalam kondisi bagus tanpa defek lain yang signifikan, tergantung pada pengalaman ahli bedah,
operasi sagital posterior tanpa kolostomi protektif bisa dipertimbangkan. Alternatif yang lebih
konservatif akan mempertimbangkan kolostomi, dengan perbaikan definitif direncanakan sebagai
tahap kedua.
Jika udara rektum terlihat di atas koksigeus atau pasien mempunyai mekonium di urinnya,
defek terkait yang signifikan, dan/ atau sakrum abnormal atau pantat datar, kolostomi
direkomendasikan dengan menunda perbaikan utama untuk operasi berikutnya. Tindakan ini bisa
dilakukan 2 hingga 3 bulan kemudian, setelah kolostogram distal yang menggambarkan anatomi
telah dilakukan dan karena bayi telah mencapai berat badan yang normal. 8
Manfaat potensial dari operasi awal mesti diperhitungkan melawan kemungkinan yang
merugikan dari ahli bedah yang belum terbiasa dengan struktur anatomi panggul bayi. Tren untuk
memperbaiki defek ini tanpa kolostomi protektif mesti diseimbangkan melawan pertimbangan
bahwa perbaikan tanpa kolostomi harus dilakukan dengan presisi anatomis menurut tipe defek
anorektal pasien yang spesifik. Komplikasi yang paling membahayakan terlihat pada pasien yang
dioperasi tanpa kolostomi, terjadi pada pasien dimana ahli bedah tidak melakukan kolostogram
distal preoperatif. Sementara mencari rektum, ahli bedah mungkin menemukan secara tidak sengaja
kerusakan uretra, ektopik ureter, leher kandung kemih, vas deferen, atau vesikula seminalis. 2
Page
8
2.
Seperti pada pria, langkah paling penting pada diganosis dan pengambilan keputusan ialah
inspeksi perineum. Pada 24 jam pertama perlu digunakan pula untuk menyingkirkan defek terkait
lain yang serius. Inspeksi perineum bisa meneukan adanya orifisium perineum soliter. Temuan ini
menyokong diagnosis sebuah kloaka. Klinisi hendaknya mengetahui bahwa pasien itu mempunyai
kemungkinan besar untuk defek urologik. Adanya hidrokolpos hendaknya disingkirkan dengan
ultrasonografi.2.9
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel
perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak
tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara,
dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan 7 vertikal dengan kepala dibawah)
atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila
terdapat fistula lakukan fistulografi. Pada pemeriksan klinis, pasien atersia ani tidak selalu menunjukkan
gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera
setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. 9
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga
16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium
Page
9
harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal
rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan
kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi
rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal
pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.2
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis
anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda
ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.6
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi
adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya
membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).6
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada
gangguan ini. Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
b.
c.
d.
rectal.
Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong. Ultrasound
terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya
e.
a.
b.
Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus
dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara
c.
d.
e.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain: (Ngastiyah, 2005)
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut
dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur
abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa
usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel. 1
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi
anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara
tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain
dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan
pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.1
Leape (1987) menganjurkan pada :
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan
baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan
stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal
PSARP tanpa kolostomi.
Page
12
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi
terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4-8 minggu. Saat ini teknik yang
paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.1
Teknik Operasi1
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi pasien tengkurap dan
pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator dibelah tampak dinding
belakang rektum.
f.
Anoplasty
Page
13
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh dengan
baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya
kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk
menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran
kloaka lebih dari 3 cm.3
Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation,
UMUR
UKURAN
1 - 4 bulan
#12
4 - 12 bulan
#13
8 - 12 bulan
#14
1 - 3 tahun
#15
3 - 12 tahun
#16
> 12 tahun
#17
2 kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai
ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Frekuensi
Dilatasi
tiap 1 hari
tiap 3 hari
tiap 1 minggu
tiap 1 minggu
tiap 1 bulan
Page
14
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri bila
dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi
diturunkan.1
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka
persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten
kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik topikal
berupa salep dapat digunakan pada luka.3
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian
dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator
ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator
dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali
seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan
selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. 3
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit perineum bayi tidak
pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan
desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.3,6
Page
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama / No. RM
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 8 tahun
Alamat
: Ternate Tanjung
Agama
: Islam
B. Anamnesis
1
Keluhan Utama :
BAB melalui vagina
Riwayat Persalinan:
Persalinan berlangsung dirumah sakit dan ditolong oleh dokter. Persalinan berlangsung dengan section
cesarean saat lahir pasien langsung menangis. Bayi lahir premature dengan BB lahir 2,4 kg, sudah diberi
vitamin K setelah lahir.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sakit Ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat Badan
: 24 kg
Tinggi Badan
: 112cm
Vital sign
Tekanan Darah
: 110/60 mmHg
Heart Rate
: 84 x/menit
Frekuensi pernapasan
: 24 x/menit
Suhu badan
: 36, 2C
Kepala
Page
17
Simetris, luka (-), rambut ikal, kulit kepala bersih (+), benjolan/tumor (-), chepal
hematom (-)
Mata
Simetris, konjungtivitis (-), perdarahan subkonjungtiva (-), ikterus (-), nistagamus/
episnatus (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung
Simetris, bersih, luka (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut
Bibir simetris, macrognatia (-), micrognatia (-), macroglosus (-), cheilochisis (-).
Telinga
Simetris, stem fremitus kanan=kiri, sonor kanan=kiri, rhonki -/-, wheezing -/Leher
Webbed neck (-), trakea letak tengah, benjolan (-)
Vertebra
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)
Thorak
Dada simetris, silindris (-), pigeon chest (-), funnel chest (-) pernafasan normal
Jantung
mur-mur (-), frekuensi jantung teratur
Abdomen
Simetris, datar, massa/tumor (-), perdarahan pada umbilicus (+)
Ektrimitas atas dan bawah
Page
18
Status Lokalis
Genitalia
Terdapat adanya fistel
Anus
Lubang anus (-), merah (-), dimple anal (+)
Foto Klinis
Fistula
Rektovestibularr
C. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (27/11/2015)
Leukosit
: 7000/uL
Eritrosit
: 4,45 10^6/mm3
Page
19
Hb
: 11,9 gr/dL
Ht
: 35,1%
Trombosit
: 385.000
MCH
: 26,7 pg
MCHC
: 34 g/dL
MCV
: 78,9 fl
Ureum
: 16 mg/dL
Creatinin
: 0,5 mg/dL
X-Foto Thorax
D. Diagnosis
Malformasi Anorektal Letak Rendah dengan Fistula Rektovestibular Tanpa Kelainan Kongenital Lainnya
E. Terapi
Page
20
Tahap 1
Rencana Tahap 2
: PSARP
Rencana Tahap 3
: Businasi
F. Follow Up
Pada 10 Desember 2015 pukul 10.20 WITA dilakukan colostomy dengan general anastesi selama 90 menit
Laporan operasi
Penderita terlentang dalam general anastesi
A dan antiseptik lapangan operasi
Insisi transversal pada lateral kontra Mac Burney, diperdalam lapis demi lapis sampai peritonium
Peritonium dibuka, identifikasi sigmoid, colon descenden, colon transversum
Bentuk double barrel stoma dari colon sigmoid
Fiksasi stoma ke fascia dan kulit
Kulit sekitar stoma ditutup dengan kassa steril dan difiksasi ke luka
Pasang stoma bag
Operasi selesai
Tatalaksana pasca operasi
IVFD RL
Ceftiaxone 2x1gr iv
Paracetamol drips 3x500mg
Rawat stoma dan luka operasi
Cek DL post operasi
Hasil Laboratorium Post Operasi (10/12/15)
Page
21
Leukosit
: 10.900/uL
Eritrosit
: 3,47 106/mm3
Hemoglobin
: 11,9 g/dL
Hematokrit
: 29,0 %
Trombosit
: 236.000/mm3
MCH
: 34,1 pg
MCHC
: 41,0 g/dL
MCV
: 83,1 fl
11 Desember 2015 :
S : nyeri luka operasi
O : TD : 100/60 HR : 105x/mnt
R : 22 x/mnt Sb : 36,6C
Abdomen :
- inspeksi
- auskultasi
- palpasi
: lemas, DM (-)
- perkusi
: timpani
12 Desember 2015 :
S : Keluhan (-)
O : TD : 100/60 HR : 96x/mnt
R : 22 x/mnt Sb : 36C
Abdomen :
- inspeksi
: datar, stoma
- auskultasi
- palpasi
: lemas, DM (-)
- perkusi
: timpani
: 8.700/uL
Eritrosit
: 4,13 106/mm3
Page
23
Hemoglobin
: 11,7 g/dL
Hematokrit
: 32,2 %
Trombosit
: 358.000/mm3
MCH
: 28,3 pg
MCHC
: 36,3 g/dL
MCV
: 78,0 fl
13 Desember 2015 :
S :keluhan(-)
O : TD : 100/60 HR : 93x/mnt
R : 20 x/mnt Sb : 36,5C
Abdomen :
- inspeksi
- auskultasi
- palpasi
: lemas, DM (-)
- perkusi
: timpani
Page
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada penderita ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis pada pasien ini pasien datang dengan keluhan BAB melalui vagina. BAB melalui
vagina diketahui sejak lahir. Pada saat baru lahir, keluarga mengetahui bahwa tida terdapat anus pada pasien dan
dianjurkan untuk dilakukan operasi namun keluarga pasien menolak. Pasien mulai mengalami keluhan setelah
berumur 6 bulan, pada umur ini pasien mulai diajarkan untuk makan bubur sebagai pengganti ASI, jika habis
makan perut pasien menjadi kembung dan menangiis jika ingn BAB namun merasa legah setelah BAB keluar,
muntah (-). Selama ini BAB yang keluar hanya sedikit-sedikit dan tidak disadari oleh pasien. Pada usia 8 tahun
keluarganya kemudian membawa pasien ke rumah sakit, dan dianjurkan untuk dilakukan operasi. Juga
berdasarkan alloanamnesis, saat ini tidak ada kelainan kongenital yang dialami pasien, aktivitas sehari-hari baik,
jika bermain tidak cepat lelah serta tidak biru jika kelelahan, sesak napas (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik dari
kepala, mata, hidung, mulut, telinga, leher, thorak, dan jantung tidak ada kelainan. Pemeriksaan abdomen
didapatkan bentuk abdomen yang datar dan konsistensinya keras. Pada pemeriksaan genitalia, bagian perineum
didapatkan fistula rektovestibular dan lobang anus tidak ada.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa malformasi anorektal/atresia ani adalah
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna. Pada bayi/anak perempuan, jenis
malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan
fistula perineal.
Pada Atresia ani terjadi karena kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
Page
26
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada kasus ini ditemukan malformasi anorektal
dengan fistula di rektovestibular.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur
abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator
ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi
anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat,
harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya
fistula.1
Leape (1987) menganjurkan pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi
atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP), atresia ani letak rendah
dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
identifikasi batas otot sfingter ani ekternus, bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion, pada stenosis ani
cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pada kasus ini telah dilakukan pembuatan stoma (Loop Stoma) pada tanggal 3 Juni 2015. Setelah 5 hari
pembuatan stoma akan di lanjutkan dengan pembuatan stoma kedua (Duoble burrel). Pembuatan stoma
dilakukan setelah 5 hari loop stoma karena menurut kepustakaan stoma pada hari ke 5 akan melekat dengan
kulit-kulit. Setelah itu rencana berikutnya akan di lakukan PSARP (PosteroSagital AnoRectalPlasty). PSARP
Page
27
adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal setelah kolostomi. Kontrindikasi dari
PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. 3
Setelah dilakukan operasi PSARP, perawatan yang dilakukan yaitu antibiotik intra vena diberikan selama 3
hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari. Lalu 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan
heger dilatation, 2 kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai
mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi
dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan
mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah
ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. 3
Page
28
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1
2
5
6
artid=1778456&blobtype=pdf
FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33.
http://www.ojrd.com/content/2/1/33
Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2.
World
Journal
of
Medical
Sciences
Page
29
(2)
2006;
151-154